Anda di halaman 1dari 27

i

REFARAT

FARINGITIS

Oleh:

Alvy Syahri Harahap 1708320095

Nellie Novriani 1708320058

Sofie Devianti Wahyudi 1708320064

Aisyah Khoiriyah 1708320078

Firman Setiawan 1708320027

Refarat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di


SMF Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan di RS Bhayangkara Tk II Medan

Pembimbing

dr. Edy Syahputra Nst, Sp. THT-KL

SMF ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

RS BHAYANGKARA TK II MEDAN

2018
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian SMF Telinga Hidung Tenggorokan RS Bhayangkara Tk II
Medan dengan judul “Faringitis”

Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori
yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Telinga Hidung
Tenggorokan RS Bhayangkara Tk II Medan dan mengaplikasikannya untuk
kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.
Edy Syahputra Nst, Sp. THT-KL yang telah membimbing penulis dalam telaah
jurnal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telaah jurnal ini masih memiliki


kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah
jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk Pakam, Agustus 2018

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2

2.1 Anatomi dan Fisiologi ............................................................................ 2

2.2 Definisi dan Klasifikasi .......................................................................... 5

2.3 Epidemiologi........................................................................................... 9

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko ...................................................................... 10

2.5 Patofisiologi ............................................................................................ 10

2.6 Diagnosa ................................................................................................. 11

2.7 Diagnosa banding ................................................................................... 18

2.8 Penatalaksanaan ..................................................................................... 19

2.9 Konplikasi ............................................................................................... 20

2.10 Prognosis ................................................................................................ 20

BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22


iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Faring ............................................................................ 3

Gambar 2.2. Otot-Otot Faring .......................................................................... 4

Gambar 2.3 Faringitis Gonorrhea .................................................................... 13

Gambar 2.4. Faringitis Viral ............................................................................ 14

Gambar 2.5 Faringitis Baktreial ....................................................................... 14

Gambar 2.6. Faringitis Fungal ......................................................................... 16

Gambar 2.7 Faringitis Kronik .......................................................................... 16

Gambar 2.2. Faringitis leutika.......................................................................... 17


1

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan

karena faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi

virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini

viral faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah.

National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke

dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis.1

Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan pada

dinding faring yang bisa disebabkan oleh bakteri maupun virus. Kebanyakan

disebabkan oleh virus, termasuk penyebab common cold, adenovirus,

mononucleosis atau HIV. Bakteri yang bisa menyebabkan faringitis adalah

Streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae

atau Clamidia pneumonia. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari

orang yang menderita faringitis. Faktor risiko penyebab faringitis yaitu udara yang

dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi,

konsumsi alkohol yang berlebihan. 1

1
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi

Faring suatu kantong fibromuskulur yang bentuknya seperti corong, yang

besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini dimulai dari dasar

tengkorak terus menyambung keesofagus setinggi servikal keenam. Keatas faring

berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, kedepan berhubungan dengan

rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah

berhubungan melaui aditus laring dan kebawah berhubungan esofagus. Panjang

diding posterior fharing pada orang dewasa kurang lebih 14 cm, bagian ini

merupakan bagian diding faring yang terpanjang, diding faring dibentuk oleh (dari

dalam keluar) selaput lendir, fasia faringo basiler, pembungkus otot dan sebagian

fasia buko faringeal.1

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).

Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucousblanked) dan otot.

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung letaknya. Pada nasofaring karena

fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak

berlapis yang mengandung sel goblet dibagian bawahnya, yaitu orofaring dan

laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan

tidak bersilia. Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaring limpoid yang

terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem


3

retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan

tubuh terdepan. 2

Gambar 2.1. Anatomi Faring

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap oleh hidung.

Dibagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan

bergerak sesuai dengan arah gerak silia kebelakang. Palut lendir ini berfungsi

untuk mmenagkap partikel kotoran yang terbawah oleh udara yang diisap, palut

ini mengandung enzim eliezozyme yang penting untuk proteksi. 2

Otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkuler) dan memanjang

(longitudinal). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari muskulus konstriptor faring

superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak disebelah luar, berbentuk kipas

dengan tiap baguian bawahnya menututp sebagian otot bagia atasnya dari
4

belakang, kerja otot kostriktor untuk mengecilakan lumen faring. Otot-otot ini

dipersarafi nervus vagus. Otot-otot yang longitudinal adalah muskulus

stilopharing dan muskulus palatofaring. Muskulus stilofaring gunanya untuk

melebarkan faring dan menarik rahang, sedangkan muskulus palotofaring

mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring.

Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot ini penting pada

waktu menelan. Muskulus stiofaring dipersarafi oleh nervus IX sedangkan

muskulus palatofaring dipersarafi oleh nervus V.2

Gambar 2.2. Otot-Otot Faring


5

2.2. Definisi dan Klasifikasi

Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau

dapat juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi

akut orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza

(rinofaringitis).3 Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh

virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat

dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise.4

2.2.1. Faringitis Akut

a. Faringitis viral

Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein Barr Virus

(EBV), Virus influenza, Coxsachievirus, Cytomegalovirus dan lain-

lain. Gejala dan tanda biasanya terdapat demam disertai rinorea, mual,

nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan

tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan

Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat

menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa

maculopapular rash. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala

konjungtivitis terutama pada anak. Epstein bar virus menyebabkan

faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama

retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan

HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual


6

dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat

eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.2,4

b. Faringitis bakterial

Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A merupakan penyebab

faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Gejala

dan tanda biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala yang hebat,

muntah, kadangkadang disertai demam dengan suhu yang tinggi,

jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar,

faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya.

Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan

faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri

apabila ada penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus

ß hemolyticus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan

Centor criteria, yaitu : Demam Anterior Cervical

lymphadenopathy Eksudat tonsil Tidak adanya batuk Tiap

kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0−1 maka pasien

tidak mengalami faringitis akibat infeksi Streptococcus ß hemolyticus

group A, bila skor 1−3 maka pasien memiliki kemungkian 40%

terinfeksi Streptococcus ß hemolyticus group A dan bila skor empat

pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi Streptococcus ß

hemolyticus group A (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2014). 2,4

c. Faringitis fungal
7

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala

dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan nyeri

menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan

mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan

dalam agar sabouroud dextrosa. 2,4

d. Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. 2,4

2.2.2. Faringitis Kronik

a. Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa

dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa

faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa

dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya

pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering dan gatal. 2,4

b. Faringitis kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis

atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta

kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada

faring. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluhkan tenggorokan

kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak

mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat

tampak mukosa kering. 2,4


8

2.2.3. Faringitis Spesifik

a. Faringitis tuberkulosis

Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi

kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring

primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang

mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi

endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris.

Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada

kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring,

arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan

palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak, saat ini

penyebaraan secara limfogen. Gejala dan tanda biasanya pasien dalam

keadaan umum yang buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien

mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia

serta pembesaran kelenjar limfa servikal. 2,4

b. Faringitis luetika

Treponema pallidum (Syphilis) dapat menimbulkan infeksi di

daerah faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran

klinik tergantung stadium penyakitnya. Kelainan stadium primer

terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring

berbentuk bercak keputihan. Apabila infeksi terus berlangsung akan

timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu
9

tidak nyeri dan didapatkan pula pembesaran kelenjar mandibula yang

tidak nyeri tekan. Kelainan stadium sekunder jarang ditemukan,

namun dapat terjadi eritema pada dinding faring yang menjalar ke

arah laring. Kelainan stadium tersier terdapat pada tonsil dan palatum,

jarang ditemukan pada dinding posterior faring. Pada stadium tersier

biasanya terdapat guma, guma pada dinding posterior faring dapat

meluas ke vertebra servikal dan apabila pecah akan menyebabkan

kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, apabila sembuh akan

membentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi

palatum secara permanen. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan

serologik, terapi penisilin dengan dosis tinggi merupakan pilihan

utama untuk menyembuhkan nya. 2,4

2.3. Epidemiologi

Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada

pada dewasa. Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama

usia 4 – 7 tahun, dan sekitar 10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang

terjadi pada anak usia<3 tahun.5

Penyebab tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus grup A, karena itu

sering disebut faringitis GAS (Group A Streptococci). Bakteri penyebab tersering

yaitu Streptococcus pyogenes.Sedangkan, penyebab virus tersering yaitu

rhinovirus dan adenovirus. Masa infeksi GAS paling sering yaitu pada akhir

musim gugur hingga awal musim semi.5


10

2.4. Etiologi dan Faktor Risiko

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh

virus (40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.6

Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.7

 Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus,

Epstein –Barr virus, Herpes virus.

 Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia,

Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria

gonorrhoeae.

 Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita

imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan

yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang

memperberat.6

Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,

turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok dan

seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan

atau demam.6

2.5. Patofisiologi

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat

secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon

inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan

mengikis epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan


11

terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang

meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan

kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.

Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar.

Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan

didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel

limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak

lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus

seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder

pada mukosa faring akibat sekresi nasal.8,9

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal

dan pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan

kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus

ß hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada

miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub

jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena

fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks

antigenantibodi.8,9

2.6. Diagnosis

Secara umum gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis

tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Pada faringitis akut

gejala dapat ringan berupa rasa tidak enak di tenggorok yang berakhir
12

beberapa hari, malaise ringan dan demam ringan. Pada keadaan berat sakit

di tenggorok lebih hebat. Adanya keluhan sulit menelan ludah, jika palatum

edema akan menyebabkan batuk iritatif karena uvula mengenai pangkal

lidah. Terdapat juga keluhan demam dan sakit kepala.10,11,12

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang bila diperlukan.6,10

1. Anamnesis

Anamnesis harus sesuai dengan mikroorganisme yang menginfeksi.

Secara garis besar pasien faringitis mengeluhkan lemas, anorexia, demam,

suara serak, kaku dan sakit pada otot leher. Gejala khas berdasarkan jenis

mikroorganisme, yaitu: 6,10

a. Faringitis viral, umumnya oleh Rhinovirus diawali dengan gejala

rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain

demam disertai rinorea dan mual.

b. Faringitis bakterial, biasanya pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat,

muntah, kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang

disertai batuk.
13

c. Faringitis kronik hiperplastik, mula-mula tenggorok kering, gatal dan

akhirnya batuk yang berdahak.

d. Faringitis kronik atrofi, umumnya tenggorokan kering dan tebal serta

mulut berbau.

e. Faringitis tuberkulosis, biasanya nyeri hebat pada faring dan tidak

berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.

f. Apabila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan

riwayat hubungan seksual pasien.

Gambar 2.3. Faringitis Gonorrhea

g. Faringitis fungal, terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

2. Pemeriksaan Fisik

Adapun pemeriksaan fisik pada masing-masing jenis faringitis sebagai

berikut:6,10

a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,

eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak


14

menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat menimbulkan lesi

vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.

Gambar 2.4. Faringitis Viral

b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan

tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari

kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kadang

ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada

penekanan.

Gambar 2.5. Faringitis Bakterial

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat

diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : 13


15

- Riwayat demam (+1)

- Anterior Cervical lymphadenopathy (+1)

- Tonsillar exudates (+1)

- Tidak ada batuk (+1)

Pada modified Centor criteria ditambah kriteria umur:

- 3-14 tahun (+1)

- 15-44 tahun (0)

- 45 tahun keatas (-1)

Penilaian skornya:

- 0: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 1%-2.5%. Tidak perlu

pemeriksaan lebih lanjut dan antibiotic.

- 1: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 5%-10%. Tidak perlu

pemeriksaan lebih lanjut dan antibiotic.

- 2: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 11%-17%. Kultur

bakteri faring dan antibiotic hanya bila hasil kultur positif

- 3: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 28%-35%. Kultur

bakteri faring dan antibiotic hanya bila hasil kultur positif

- 4-5: Kemungkinan faringitis karena streptococcus 51%-53%. Terapi

empiris dengan antibiotic dan atau kultur bakteri faring.13

c. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan

pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis.


16

Gambar 2.6. Faringitis Fungal

d. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di

bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak

mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).

Gambar 2.7. Faringitis kronik

e. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi

oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

f. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkijuan

pada mukosa faring dan laring.


17

g. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit.

Gambar 2.8. Faringitis leutika

- Stadium primer

Pada lidah palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring

berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus pada

daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga

didapatkan pembesaran kelenjar mandibula.

- Stadium sekunder

Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema

yang menjalar ke arah laring.

- Stadium tersier

Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.

3. Pemeriksaan Penunjang

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan (kultur apus

tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas 90−95% dari diagnosis,

sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis yang diandalkan


18

Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan

suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri Group A Beta-

Hemolytic Streptococcus (GABHS). Group A Beta-Hemolytic Streptococcus

(GABHS) rapid antigen detection test merupakan suatu metode untuk

mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika

pasien memiliki risiko sedang atau jika seorang dokter memberikan terapi

antibiotik dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh positif

maka pengobatan diberikan antibiotik dengan tepat namun apabila hasilnya

negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up.

Rapid antigen detection test tidak sensitif terhadap Streptococcus Group C dan G

atau jenis bakteri patogen lainnya.14

Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus tenggorok dilakukan

pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar

darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis

infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90−99%. Kultur

tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari sepuluh hari.15

2.7. Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding Faringitis adalah sebagai berikut:11,14

a. Laringitis

b. Tonsilitis difteri

c. Tonsilitis kronis
19

d. Scarlet fever

2.8. Penatalaksanaan

Pada faringitis virus pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup

dan berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus

metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis

60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan

pada anak < 5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali

pemberian/hari.6,11,12

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya

streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000

U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari

selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin

4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah

menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang

dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-

0,3 mg/kgBB/IM sekali dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat

diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur

dengan menggunakan air hangat atau antiseptik.6,11,12

Pada faringitis yang disebabkan oleh Neisseria gonorrheae obat yang

selalu diberikan adalah obat dari golongan sefalosporin generasi ketiga.

Contohnya adalah seperti seftriakson dengan dosis sesuai dengan berat badan

pasien. 11,12
20

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan

melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau

dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur,

jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit

pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi

pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi

hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan

mulut.11,12

Pada faringitis spesifik akibat lues, obat pilihan pertama yang diberikan

sebagai terapi adalah penisilin dengan dosis tinggi. Sementara untuk faringitis

yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, obat yang harus diberikan

adalah obat antituberkulosis (OAT) sama seperti terapi tuberculosis paru.11,12

2.9. Komplikasi

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,

mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga

dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis,

demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun

hematogenik.16

2.10. Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan

faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.11,12


21

BAB III

KESIMPULAN

Faringitis merupakan suatu kondisi dimana terjadi peradangan dinding

faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-

lain. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita

faringitis. Faktor risiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya

daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang

berlebihan.

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada

mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan

tanda dan gejala-gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku

dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum

molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila

ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju

endap darah dan leukosit. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah temperature

tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis

dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan

hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah

bakteri maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup

diberikan analgetik dan pasien dianjurkan istirahat dan mengurangi aktivitasnya.

Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis

yang cukup. Umumnya pasien sembuh dalam waktu 1-2 minggu.


22

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenjer JJ. Diseases of the oropharynx. In: Otorhinolaryngology head


and neck surgery. 15th Ed. Lea Febiger Book. Baltimore, Philadelphia,
Sydney, Tokyo. 2010; p.236-44.
2. Rusmarjono., Soepardi., & Arsyad. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006.
3. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas. Direktorat Jendral Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
4. Vincent, M.T.M.D., M.S., Nadhia, C.M.D., and Aneela, N.H.M.D. 2004.
Pharyngitis. A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of
Family Physician. State University of New York-Down state Medical
Center, Brooklyn, New York. Available From: http://www.aafp.org/afp
/2004/0315/p1465.html.
5. Acerra JR. Pharyngitis in Emergency Medicine. 2010. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/764304-overview#a0199.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5. 2014. Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
7. Jill, G. 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of
Physician Assistants: February 2013-Volume 26-Issue 2- p 57-58.
Available From:http://journals.lww.com/jaapa/Fulltext/2013/02000
/Acute_Pharyngitis.12.aspx.
8. Adam, G.L. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. 2009. In: Boies
fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat
diseases E . B aun ers Co. p. 332-369.
9. Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition,
Volume one, United States of America. p. 601-13.
10. Rusmarjono, Soepardi EA, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan
Tenggorokan Edisi Ketujuh, Cetakan pertama, Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2012. h195-8.
11. Bailey BJ, Johnson JT, American Academy of Otolaryngology – Head
and Neck Surgery. Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition,
Volume one, United States of America, 2006. p601-13.
12. Adam GL. Diseases of the nasopharynx and oropharynx. In: Boies
fundamentals of otolaryngology. A text book of ear, nose and throat
diseases 6th Ed. WB Saunders Co 2009: p,332-69.
13. Sari D, dkk. Uji diagnostik skoring centor modifikasi pada penderita
faringitis akut streptokokus beta hemolitikus grup A. Jurnal Kedokteran
MKS. 2014; 46 (1): 39-45.
14. (Kazzi, A., Antoine., Wills, J. 2006. Pharyngitis. Available From:
http://www.emedicine.co/med/topic735htm. [Accessed: 20 September
2014].)
23

15. Vincent, M.T.M.D., M.S., Nadhia, C.M.D., and Aneela, N.H.M.D. 2004.
Pharyngitis. A Peer-Reviewed Journal of the American Academy of Family
Physician. State University of New York-Down state Medical Center,
Brooklyn, New York. Available From: http://www.aafp.org/afp
/2004/0315/p1465.html.
16. (Mansjoer, A (ed). 2005. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok :
Tenggorok dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI.Jakarta;
h.118)

Anda mungkin juga menyukai