Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ANESTESI PADA PEDIATRIK

Disusun oleh:

Dhana Xaviera Blanca

030.14.050

Pembimbing

dr. Triseno Dirasutisna Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO

PERIODE 4 JUNI – 21 JULI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Anestesi Pediatrik”. Referat
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Anestesi, RSAL Mintohardjo. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Triseno
Dirasutisna Sp. An, selaku pembimbing atas masukan dan pengarahannya dalam penulisan
referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran penyelesaian referat ini, termasuk para dokter dan staf RSAL Mintohardjo, serta
teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Anestesi atas segala bentuk bantuan dan dukungannya.

Penuulis menyadari dalam pembuatan referat ini masih terdapat banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan referat ini. Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun pembaca.

Jakarta, Juli 2018

Dhana Xaviera Blanca

i
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN REFERAT DENGAN JUDUL

“ANESTESI PEDIATRIK”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat

untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Anestesi

di RSAL Mintohardjo periode 4 Juni – 21 Juli 2018

Jakarta, Juli 2018

Pembimbing

dr. Triseno Dirasutisna Sp. An

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................2
2.1 Anatomi dan Fisiologi............................................................................................ 2
2.1.1 Sistem Respirasi ................................................................................................. 2
2.1.2 Sistem Kardiovaskular ........................................................................................ 4
2.1.3 Sistem Renal ....................................................................................................... 4
2.1.4 Sistem Gastrointestinal dan Hepar...................................................................... 6
2.1.5 Sistem Thermoregulasi........................................................................................ 6
2.2 Perbedaan Farmakologi.......................................................................................... 7
2.2.1 Obat Anestesi Inhalasi......................................................................................... 7
2.2.2 Obat Anestesi Intravena....................................................................................... 8
2.2.3 Obat Pelumpuh Otot............................................................................................ 9
2.3 Anestesi Pediatrik................................................................................................... 10
2.3.1 Persiapan Preoperatif .......................................................................................... 10
2.3.2 Premedikasi......................................................................................................... 13
2.3.3 Induksi ................................................................................................................ 14
2.3.4 Intubasi................................................................................................................ 15
2.3.5 Pemeliharaan Anestesi......................................................................................... 16
2.3.6 Kebutuhan Cairan Perioperatif............................................................................ 17
2.3.7 Perawatan di Ruang Pulih.................................................................................... 18
2.4 Komplikasi.............................................................................................................. 19
BAB III KESIMPULAN............................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pelaksanaan anestesi pada pediatrik sedikit berbeda bila dibandingkan dengan


dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mendasar antara anak dan dewasa,
meliputi perbedaan anatomi, fisiologi, respon farmakologi dan psikologi. 1 Pasien
pediatrik bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil, maka dari itu anestesi pada pediatrik
harus ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.
Anestesi pada pediatrik dibagi ke dalam empat kelompok usia, yaitu neonatus (0-1 bulan),
bayi (1-12 bulan), balita (12-24 bulan), dan anak kecil (2-12 tahun) yang masing-masing
memiliki kebutuhan anestesi yang berbeda-beda.2
Anestesia umum merupakan faktor risiko kasus mortalitas dan morbiditas pada
operasi apapun. Kejadian morbiditas serta mortalitas perioperatif lebih tinggi pada anak
dibanding dengan pada orang dewasa. Dalam populasi pediatrik, angka morbiditas serta
mortalitas perioperatif lebih sering pada neonatus dan bayi dibanding dengan anak yang
lebih tua. Bayi benar-benar memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih besar
daripada anak yang lebih tua usianya, risiko umumnya berbanding terbalik dengan usia dan
neonatus memiliki risiko tertinggi.2

Di Amerika Serikat, sekitar 450.000 anak di bawah 18 tahun dirawat inap untuk
dilakukan operasi pada setiap tahunnya. Seperempat dari anak-anak ini berusia di bawah 3
tahun dan mayoritas untuk operasi gastrointestinal, ortopedi, atau urologi. Ketika diperiksa
bersama dengan data pada operasi rawat jalan, hasil ini berguna dalam mempertimbangkan
ruang lingkup paparan anestesi pada anak-anak.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1 Sistem Respirasi
Terdapat beberapa perbedaan anatomi saluran napas pada anak dibandingkan dengan
orang dewasa. Pada bayi, ukuran lidahnya yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan
orofaring sehingga kemungkinan untuk terjadinya obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis
selama laringoskopi meningkat.4 Letak laring pada anak terletak lebih tinggi yaitu pada C4,
sedangkan pada orang dewasa letaknya pada C6. Kondisi ini membuat bilah lurus lebih
berguna daripada pisau melengkung. Bentuk epiglotis pada anak juga berbeda, lebih pendek,
tebal dan terletak miring kearah laryngeal inlet sehingga untuk melihat pita suara akan lebih
sulit dan membutuhkan kemahiran yang lebih. Bentuknya lebih bersudut sehingga
menyebabkan Endotracheal Tube lebih mudah tersangkut pada komisura anterior pita suara.
Laring bayi berbentuk corong, bagian yang tersempit terdapat di kartilago krikoid. Pada
orang dewasa, Endotracheal Tube yang melewati pita suara akan segera masuk ke trakea
karena pembukaan glotis adalah bagian tersempit dari laring. Pada bayi atau anak-anak,
Endotracheal Tube yang dengan mudah melewati pita suara bisa tersangkut di daerah
subglotis karena penyempitan pada kartilago krikoid. Maka dari itu, uncuffed Endotracheal
Tube biasanya lebih disukai untuk pasien berusia kurang dari 6 tahun.4
Perbedaan-perbedaan ini yaitu kepala dan lidah yang besar, epiglotis yang mobile,
posisi laring yang lebih anterior, karakteristik neonatus, membuat intubasi trakea lebih mudah
dengan kepala neonatus dalam posisi netral atau sedikit fleksi dibandingkan dengan kepala
yang mengalami hiperekstensi. Neonatus sampai berusia sekitar 5 bulan sering disebut
sebagai “obligate nasal breathers”, sekitar 8% neonatus yang lahir prematur dan 40% bayi
baru lahir, jika terjadi obstruksi di nasal, mereka beralih napas melalui mulut. Hampir semua
bayi dapat dengan mudah beralih napas melalui mulut pada usia 5 bula apabila obstruksi
pernapasan menetap hingga lebih dari 15 detik.2,4

2
Pada neonatus thoraks ukurannya kecil dengan tulang iga yang hampir horizontal. Diafragma
terdorong keatas oleh isi perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam memelihara
tekanan negatif intratorakal dan volume paru rendah sehingga memudahkan terjadinya kolaps
alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas secara diafragmatis. Kadang-kadang tekanan
negatif dapat timbul dalam lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas
anestesi mudah terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan
perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan pipa lambung. 4

Variabel Anak-anak Dewasa


Frekuensi pernapasan 30-50 12-16
Tidal Volume ml/kg 6-8 7
Dead Space ml/kg 2-2.5 2.2
Alveolar Ventilation 100-150 60
FRC 27-30 30
Konsumsi Oksigen 6-8 3

Pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong diafragma ke atas serta
adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya elemen elastis paru, maka akan
menurunkan FRC (Functional Residual Capacity) sementara volume tidalnya relatif tetap.
Untuk meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas,
karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas. Peningkatan frekuensi nafas juga dapat akibat
dari tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan oksigen
juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih
besar dari dewasa hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan
mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada neonatus
prematur, karena adanya stress dingin maupun sumbatan jalan nafas.4

2.1.2 Sistem Kardiovaskular

3
Fisiologi kardiovaskuler mengalami perubahan yang dramatis selama tahun pertama
kehidupan. Setelah lahir, sirkulasi plasenta berhenti dan tekanan portal menurun sehingga
menyebkan duktus venosus menutup dan darah teroksigenasi melalui paru. Pada saat yang
sama, aliran darah pulmonal meningkat dan resistensi vaskular paru menurun. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan pO2 alveolar, penurunan pCO2 alveolar dan ekspansi paru. Dan
pada saat paru mengembang, tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan
foramen ovale (menutup setelah beberapa minggu), aliran darah di ductus arteriosus
Bottali berbalik dari kiri ke kanan. Kejadian ini disebut sirkulasi transisi. Penutupan
ductus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur bayi 10-15 jam yang
disebabkan kontraksi otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis pada
usia 2-3 minggu.5

Ventrikel kiri pada anak-anak memiliki serat-serat kontraktil yang sedikit maka
kontraktilitasnya lebih rendah, namun kebutuhan metabolisme anak-anak tetap lebih tinggi
dari orang dewasa sehingga cardiac output juga harus tinggi (anak-anak : 200 ml/kg/min,
dewasa : 70 ml/kg/min). Cardiac output ditentukan dari kadar volume kuncup dan detak
jantung, karena kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah pada anak-anak maka kompensasi
dicapai melalui peningkatan detak jantung. Karena detak jantung yang tinggi pada anak-anak
maka pada saat induksi anestesi dapat terjadi ventrikuler ekstra sistol yaitu sebuah arritmia
jantung yang dapat diatasi dengan memperdalam anestesi. Di sisi lain anak-anak rentan
terhadap peningkatan tonus parasimpatis dan dapat dicetuskan oleh hipoksia ataupun stimulus
menyakitkan seperti pemasangan laringoskopi ataupun intubusi, hal tersebut dapat
menurunkan cardiac output secara dramatis, hal ini dapat diatasi dengan pemberian oksigen
dan ventilasi yang baik.2,5

2.1.3 Sistem Renal


Prekursor embrionik ginjal berasal dari pronefroi dan mesonefroi. Walaupun
keduanya degenerasi, mereka dibutuhkan untuk perkembangan ginjal. Perkembangan ginjal
permanen pada minggu ke 5, dimana muncul divertikulum tunas ureterik sebagai prekursor
ureter dan ginjal. Nefron terbentuk pada minggu ke-8, bertambah secara cepat mulai minggu
ke 18 dan lengkap pada minggu ke 34-36.6
Pematangan yang sempurna dari filtrasi glomerular dan fungsi tubular terjadi kira-kira
20 minggu setelah kelahiran. Pada bayi prematur, pematangan ini terjadi lebih lambat. Fungsi
ginjal yang sama dengan dewasa baru terjadi sekitar usia 24 bulan. Maka dari itu kemampuan
menangani cairan dan solut dapat terganggu pada neonatus.6

4
Pada neonatus, lebih mudah terjadi hiponatremia karena kemampuan retensi sodium
yang belum sempurna sehingga kemungkinan kehilangan natrium lebih tinggi. Glukosuria
biasa terjadi pada bayi prematur karena reabsorpsi glukosa yang terbatas. Rendahnya filtrasi
glomerulus pada neonatus menyebabkan waktu paruh dari obat-obatan yang di ekskresi
melalui filtrasi glomerular menjadi lebih panjang. 6
Umur/BB Kebutuhan cairan

60 ml / kg / 24jam dan
Bayi baru lahir meningkat 10 ml / kg / hr
untuk 4 hari

< 10 kg 100 ml / kg / 24 jam

1000 ml + 50 ml untuk setiap


11-20 kg
kg diatas 10 kg
Pemberian
1500 ml + 25 ml untuk setiap
cairan dan perhitungan
21-30 kg kg diatas 20 kg sampai
kehilangan atau derajat
maksimum 2500 ml/hari
dehidrasi diperlukan
kecermatan lebih dibanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian
elektrolit, yang biasa disertakan pada setiap pemberian cairan. Anak kecil memiliki kadar air
dalam tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa , dengan kadar TBW
(Total Body Water) pada bayi prematur 90% berat badan, bayi aterm 80% dan bayi berusia 6-
12 bulan 60%. Hal tersebut memiliki 2 dampak, dampak pertama adalah peningkatan
volume distribusi obat sehingga penggunaan beberapa obat anestesi seperti
thiopental pada anak-anak harus dengan dosis 20-30% lebih besar dibandingkan
dengan dewasa. Dampak kedua adalah semakin banyak TBW maka akan semakin rentan
terhadap terjadinya dehidrasi, anak-anak membutuhkan kadar TBW yang lebih banyak karena
kadar metabolisme tubuhyang tinggi serta kemampuan laju filtrasi glomerulus(GFR) yang
lebih rendah sehingga pengeluaran urin lebih banyak dari dewasa, waktu paruh obat yang
dimetabolisme di ginjal akan meningkat serta toleransi yang rendah terhadap pemberian air
dan garam.7,8

2.1.4 Sistem Gastrointestinal dan Hepar

5
Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah pula
yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolik. Hipotermia dapat
pula menyebabkan hipoglikemia.
Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir adalah
50-60%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya,
dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang. Sintesis vitamin K belum
sempurna. Pada pemberian cairan rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi
(10%). Secara rutin untuk bedah bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg intra
muscular. Hati-hati penggunaan opiat dan barbiturat, karena kedua obat tersebut dioksidasi
dalam hati.9,10

2.1.5 Sistem Thermoregulasi


Kelenjar keringat pada neonatus belum berfungsi normal, sehingga sangat mudah
untuk kehilangan panas tubuh. Perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar,
tipisnya lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air membuat neonatus sulit mengatur
suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan (bersifat poikilotermik). Mekanisme
hilangnya panas terjadi melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.4
Neonatus tidak memiliki kemampuan untuk gemetar dan produksi panas
mengandalkan pada proses non-shivering thermogenesis yang dihasilkan oleh jaringan lemak
coklat yang terletak diantara scapula, axila, mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia
mencegah produksi panas dari lemak coklat.4
Hipotermia dapat terjadi akibat dehidrasi, suhu sekitar yang panas, selimut atau kain
penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal: atropin, skopolamin).
Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah, permukaan tubuh
terbuka, pemberian cairan infus atau tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin,
pengaruh obat anestesi umum (yang menekan pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator.
Temperatur lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah 270C. Paparan
dibawah suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan energi protein akan
berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan
tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih jauh lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting
kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolik. Untuk mencegah hipotermia bisa ditempuh
dengan : memantau suhu tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut
hangat, lampu penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu pula gas anestesi,
cairan irigasi maupun cairan antiseptik yang digunakan yang hangat.4

6
2.2 Perbedaan Farmakologi
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada neonatus
berbeda dibandingkan dengan dewasa karena pada neonatus :1
1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler berbeda dengan
orang dewasa.
2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah
3. Laju metabolisme yang tinggi
4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses biotransformasi obat.
6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver dan ginjal)
7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan : ventilasi alveolar
tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan koefisien partisi darah/gas
akan meningkatkan potensi obat, mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya.
Tekanan darah cenderung lebih peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme
kompensasi yang belum sempurna dan depresi miokard hebat.
Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksik pada
neonatus disbanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut sangat mudah
menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme masih rendah atau kepekaan pusat
nafas sangat tinggi. Sebaliknya neonatus tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin. Bayi
umumnya membutuhkan dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi disbanding dewasa karena
ruang extraselulernya relatif lebih besar. Respon terhadap pelumpuh otot non depolarisasi
cukup bervariasi.1

2.2.1 Obat Anestesi Inhalasi


Bayi dan anak-anak memiliki tingkat ventilasi alveolar yang lebih tinggi serta
koefisien distribusi gas-darah yang lebih rendah dari orang dewasa sehingga menyebabkan
penyerapan obat inhalasi lebih cepat. Nilai MAC (Mean Alveolar Concentration) untuk
pasien anak sedikit lebih tinggi dari orang dewasa namun pada neonatus dibutuhkan MAC
yang lebih rendah dari pasien dewasa, hal ini disebabkan karena immaturitas otak, level
progesterone residual dari ibu, dan kadar endorphine yang tinggi sehingga ambang nyeri
meningkat.1,11
Saat NO (Nitrous Oxide) ditambahkan dengan gas anestesi lain, maka kadar MAC
yang dibutuhkan akan berkurang karena efek second gas exchange dengan nilai sebagai

7
berikut: MAC Sevoflurane berkurang 20-25%, Halotane berkurang 60%, Isoflurane 40%, dan
Desflurane 25%. 1,11
Selain pengambilan, eliminasi obat anestesi pada pasien pediatrik juga lebih cepat
dibandingkan orang dewasa, hal ni dikarenakan tingginya laju napas dan cardiac output serta
distribusi yang besar kepada organ dengan vaskularisasi banyak, di sisi lain hal ini
menyebabkan mudahnya terjadi overdosis obat anestesi pada pasien pediatrik.11

MAC (%) Halothane Isoflurane Sevoflurane Enflurane Desflurane


Newborns 0.87 1.6 3.3 - 9.2
1 to 6 month 1.2 1.87 3.1 - 9.4
0.5 to 1 year 0.97 1.8 2.7 - 9.9
1 to 12 years 0.89 1.6 2.55 1.7 8.0 to 8.7
Adult 0.77 1.15 1.71 1.6 6.0

2.2.2 Obat Anestesi Intravena


Propofol
Setelah menyesuaikan dengan dosis sesuai berat badan, bayi dan anak kecil membutuhkan
dosis yang lebih besar karena distribusi volume yang lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa. Anak juga memiliki waktu paruh eliminasi yang pendek dan plasma clearance yang
lebih tinggi. Propofol tidak direkomendasikan untuk sedasi yang berkepanjangan pada pasien
pediatric yang kritis di ICU karena tingkat mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obat yang
lain.2

Thiopental
Pasien pediatrik membutuhkan dosis yang relative lebih besar dibandingkan dengan pasien
dewasa. Waktu paruh eliminasinya lebih pendek dan plasma clearance yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Tetapi pada pasien neonates lebih sensitif terhadap barbiturate
karena protein pengikatnya lebih sedikit, waktu paruh lebih lama dan plasma clearance yang
terganggu.2

Ketamin
Pasien pediatrik lebih resisten terhadap efek hipnotik dari ketamine dan membutuhkan dosis
yang sedikit lebih tinggi daripada pasien dewasa. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
nilai farmakokinetik pada pasien pediatrik dan dewasa.2

Benzodiazepin

8
Midazolam memiliki clearance yang tercepat bila dibandingkan dengan obat benzodiazepine
lainnya, tetapi clearance midazolam sangat menurun pada neonates dibandingkan dengan
pasien dewasa. Kombinasi midazolam dan fentanyl dapat menyebabkan hipotensi.2

Obat Intravena Dosis Inisial


Propofol 3-4 mg/kg
Ketamine 0.15-0.3 mg/kg
Midazolam 0.3-0.6 mg/kg (IV)
Diazepam 0.2 mg/kg (PO atau PR)
Thiopental 3-5 mg/kg

2.2.3 Obat Pelumpuh Otot


Anak-anak memiliki distribusi volume yang besar sehingga dosis yang diperlukan
harus lebih tinggi untuk menimbulkan efek yang lebih maksimal, namun karena fungsi hati
dan ginjal yang belum sempurna maka eliminasi dan durasi efek obat akan lebih panjang.
Suksinilkolin digunakan untuk intubasi endotrakeal, dosis yang diperlukan untuk balita lebih
tinggi daripada anak dewasa yaitu infuse 2mg/kg, sedangkan untuk pasien anak dewasa
diberikan infusi 1.5 mg/kg. Efek samping suksinilkolin bila tidak diperhatikan dapat
berakibat fatal, seperti bradikardi, asistol, otot kaku, myoglobinemia dan hipertemia
malignan.6

9
Dosis
Dosis intubasi Durasi Efek samping
pengulangan
0.08-0.1
Pancuronium 0.02 mg/kgBB 30-45 Takikardi
mg/kgBB
Vecuronium 0.1 mg/kgBB 0.02 mg/kgBB 15-20
0.3-0.5 Reaksi
Atracurium 0.1 mg/kgBB 15-20
mg/kgBB anafilaktik
0.2-0.3 0.05-0.1
Alcuronium 30-40 Penurunan TD
mg/kgBB mg/kgBB
Rocuronium 0.6mg/kgBB 0.1 mg/kgBB 25-30
Mivacurium 0.25mg/kgBB 0.1 mg/kgBB 5-13
Relaxan non depolarizing seperti pankuronium digunakan pada pasien pediatrik
sebagai relaxan untuk intra operasi dan pada beberapa kasus dipakai juga pada saat akan
mengintubasi pasien namun anak-anak sangat sensitive terhadap obat-obat golongan ini
sehingga mudah overdosis.6

2.3 Anestesi Pediatrik


2.3.1 Persiapan Preoperatif
Kira-kira 3 juta pasien anak menjalani prosedur bedah dan anestesi setiap tahunnya di
Amerika Serikat, 40-60% dari mereka mengalami stress pre-operatif. Tingkat kecemasan
preoperatif akan mempengaruhi masa pemulihan postoperatif. Jika tingkat kecemasan
preoperatif rendah, maka masa pemulihan postoperatif akan lebih baik, begitu pula
sebaliknya. Tingkat stres operatif dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat
perkembangan kognitifnya, faktor ikatan dengan orang tua/pengsuh, dan temperamen anak.
Faktor ikatan dengan orang tua/pengasuh akan berpengaruh pada respons anak terhadap
keterpisahan mereka selama prosedur operasi berlangsung. Pada pasien yang memiliki ikatan
yang baik akan lebih mudah beradaptasi terhadap keterpisahan. Sebaliknya, mereka yang
memiliki ikatan kurang baik cenderung akan mengalami stres dan lebih menghindari kontak
fisik.12
Kecemasan pada pasien anak yang akan menjalani anestesi dan pembedahan ditandai
dengan rasa tegang, curiga, dan gelisah. Beberapa penyebab antara lain keterpisahan dengan
orang tua, rasa tidak berdaya, serta ketidaktahuan mengenai prosedur anestesi dan
pembedahan. Sebagian anak akan mengemukakan rasa takut secara nyata, namun sebagian
bereaksi dengan perubahan perilaku seerti bernapas dalam, gemetar, berhenti berbicara atau
bermain, mulai menangis sehingga meningkatnya tonus motoric, dan bahkan berusaha
melarikan diri dari tenaga medis.12

10
Anak usia 1 hingga 5 tahun memiliki risiko paling tinggi mengalami kecemasan dan
stress yang hebat. Sebelum usia 1 tahun, belum ada rasa kecemasan terhadap keterpisahan,
sedangkan setelah usia 5 tahun, mereka lebih mudah menyesuaikan diri engan lingkungan
yang baru. Selain itu, anak dari orang tua yang lebih mudah cemas, orang tua yang cenderung
menghindar, dan orang tua yang berpisah atau bercerai juga memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami stres preoperatif. Tingkat kecemasan orang tua dipengaruhi oleh jenis kelamin,
dimana ibu biasanya lebih cemas dibandingkan dengan ayah, usia anak yang di bawah 1
tahun, anak yang telah dirawat berulang kali di rumah sakit dan tempramen dasar dari anak
itu sendiri.12
Konsultasi preoperasi diperlukan untuk mwmbina raport dengan anak dan
mengurangi ansietas dan distress. Penilaian ansietas dapat memakai skoring seperti Modified
Yale Preoperative Anxiety Scale. Untuk mengurangi risiko stress, dapat dilakukan intervensi
kognittif (distraksi, hypnosis), intervensi orangtua (akupuntur, psikoedukasi), dan intervensi
kontekstual (kehadiran orangtua, ruang induksi, pakai pakaian sendiri). Selain itu, edukasi
mengenasi perioperasi sangat diperlukan kepada anak dan orang tua. Anak kecil lebih tertarik
terhadap pengenalan ruang operasi, sementara anak remaja dilakukan pendekatan lewat jenis
anestesi, prosedur, nyeri, dan komplikasi.12,13
Sebelum melakukan persiapan anestesi pediatrik, lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat.1,2
a. Anamnesis

1) Keluhan utama

2) Usia Gestasi dan Berat Lahir

3) Masalah selama kehamilan dan persalinan serta skor APGAR

4) Riwayat Penyakit Sekarang

5) Riwayat Penyakit Dahulu

6) Kelainan kongenital atau metabolik

7) Riwayat pembedahan

8) Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien

11
9) Riwayat Alergi

10) Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami

11) Waktu terakhir makan dan minum

b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum
2) Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu
3) Data antropometrik : Tinggi dan berat badan
4) Adanya gigi yang lepas atau goyang
5) Sistem respirasi
6) Sistem Kardiovaskuler
7) Sistem Neurologi

c. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien anak dengan
kondisi khusus. Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila diperkirakan akan ada banyak
pendarahan pada saat operasi, bayi prematur, penyakit sistemik dan penyakit jantung
kongenital. Pemeriksaan kadar elektrolit dapat dilakukan bila terdapat penyakit ginjal
ataupun metabolik lainnya dan pada kondisi dehidrasi. Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan
bila terdapat penyakit paru-paru, skoliosis ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan penunjang
lainnya dapat dilakukan sesuai penyakit pasien yang ditemukan.2

d. Puasa Pre-operatif
Anak lebih rentan mengalami dehidrasi dibandingkan dengan orang dewasa dan pH lambung yang rendah membuat pasien pediatrik lebih berisiko

terhadap terjadinya aspirasi dan tidak ada bukti bahwa puasa yang lebih lama dapat mengurangi risiko aspirasi tersebut maka dari itu lama puasa untuk pasien

pediatrik lebih singkat. Durasi puasa dilihat sesuai usia pasien, pada neonatus hingga usia 6 bulan lama puasa preoperatif lebih singkat dibandingkan dengan

pasien dewasa.7

Usia Air bening ASI Susu Formula Makanan


Padat

12
Neonatus – 6 2 jam 4 jam 4 jam -
bulan

6 – 36 bulan 2 jam 4 jam 6 jam 6 jam

>36 bulan 2 jam - 6 jam 8 jam

2.3.2 Premedikasi
Tujuan pemberian premedikasi pada pasien anak sama dengan orang
dewasa yakni untuk menurangi ansietas pasien, mengurangi rasa nyeri yang
dialami, menurunkan dosis obat untuk induksi, serta mengurangi sekresi jalan napas, namun
pemberian pre-medikasi pada anak dapat memfasilitasi perpisahan dengan orang tua
dan memudahkan proses intubasi bila dibutuhkan. Beberapa obat pre-medikasi yang paling
sering diberikan adalah midazolam dan ketamine.7,14
Pemberian obat sedasi harus diberikan hati-hati bila pasien memiliki gangguan
saluran napas dan pemberian harus dihindari bila pasien memiliki gangguan
neurologis atau peningkatan tekanan intrakranial serta bila ada resiko besar terjadinya
aspirasi atau regurgitasi di lambung.7,14
Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat
mereka menjadi kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini:7,14
1. Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi terlalu takut akan
ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi berikutnya.
2. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari orang
tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi merasa kehadiran orang tuanya pada saat induksi
tidak akan menguntungkan.
3. Anak-anak yang terbatas komunikasinya yang disebabkan karena keterbelakangan
mental (misalnya autisme), dan orang tua berperan sebagai perantara untuk
berkomunikasi dengan sang anak saat induksi
4. Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada usaha perlawanan dari
ataupun sikap tidak kooperatif, atau menangis dari sang anak.
5. Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering
merasa ketakutan akan kehilangan penampilan tubuhnya, kematian.

Cara Onset
Nama Obat Agen Dosis Efek
Pemberian (menit)
Benzodiazepin Midazolam Oral 0,3-0,7 mg/kgBB 15-30 Depresi

13
system
pernapasan,
Diazepam Nasal 0,1-0,2 mg/kgBB 5-10
eksitasi
postoperative
Eksitasi,
meningkatkan
Oral 3-8 mg/kgBB 10-15
Dissosiatif Ketamin TD, tekanan
IM 2-5 mg/kgBB 2-5
intra kranial
meningkat
Morfin IM 0,1-0,2 mg/kgBB 15-30 Depresi
Opioid Meperidin IM 0,5-1 mg/kgBB 15-30 sistem
Fentanil IV 2-4μg/kgBB 5-15 pernapasan
Eksitasi post
operatif yang
Pentobarbital Oral 3 mg/kgBB 60
Barbiturat memanjang,
Tiopental Rektal 30 mg/kgBB 5-10
depresi sistem
pernapasan
Oral 20 μg/kgBB 15-30 Flushing
Atropin IM 20 μg/kgBB 5-15 Mulut kering
Antikolinergik
Scopolamin IV 10-20 μg/kgBB 30 Rasa gembira
IM 20 μg/kgBB 15-30 Halusinasi
Cimetidine Oral 7,5 mg/kgBB 60
H2 Antagonis
Ranitidine Oral 2 mg/kgBB 60

2.3.3 Induksi
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi
diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat
dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.2,4

Induksi Inhalasi
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut
disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam oksigen 50%.
Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali
bernapas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter
dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka penderita. Umumnya
induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O.2,4

Induksi Intravena
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang
sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2~4

14
mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak. Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar)
1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular.
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang kecil,
lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka
menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai
atau tanpa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan harus
menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih
sering dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga
seringkali tidak disediakan.2,4

2.3.4 Intubasi
Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis tinggi
dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal
kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah
lurus-lebar dengan lampu di ujungnya. Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan napas atas
adalah cincin cricoid. Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala.
Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada
keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis
menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi
premature.4
Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya
trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot. Pelumpuh
otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara iv atau im. Pipa trachea yang
dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan tanpa cuff. Untuk premature
digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. idealnya
menggunakan pipa trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar
sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor.4
Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi disarankan
menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila pasien memiliki berat
6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff pada pasien berusia dibawah 8
tahun, serta usahakan terdapat sedikit bocoran pada ETT. Ukuran ETT pada anak-anak dapat
menggunakan rumus Modified Cole formula dan Khine Formula: [(Usia/4) + (4, bila
tanpa cuff jadinya ditambah 3)]. Kedalaman ETT dapat diperkirakan dengan menggunakan
rumus : [(Usia/2) + (12) bila pada anak berusia >2 tahun, bila usia anak <2 menggunakan

15
rumus: (Ukuran ETT X 3). Kedalaman ETT dapat diperhitungkan dengan rumus
namun tetap harus disesuaikan secara klinis dengan mendengarkan suara napas kedua
paru pasien. Penggunaan LMA disesuaikan dengan berat badan pasien.4

Ukuran LMA Berat Badan


1 <5kg
1.5 5-10kg
2 10-20kg
2.5 20-30kg
3 >30kg

2.3.5 Pemeliharaan Anestesi


Setelah dilakukan intubasi, pernapasan hampir selalu dikendalikan menggunakan
mesin. Pada mesin ventilasi perlu disesuaikan tidal volume dan kantong pernapasan untuk
anak dan meningkatkan frekuensinya. Anestesi dapat diperlihara menggunakan agen yang
sama pada pasien dewasa. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan selama operasi
berlangsung:4
1. Pernapasan
- Stetoskop prekordial
- Pada napas spontan, gerak dinding dada, dan bag reservoir
- Warna ekstremitas
2. Sirkulasi
- Stetoskop perikordial
- Perabaan nadi
- EKG dan saturasi O2
3. Suhu
- Rektal
4. Perdarahan
- isi dalam botol suction
- Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah
- Periksa Hb dan Ht secara serial
5. Air Kemih
- Isi dalam kantong air kemih

16
Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dicampur dengan 02
perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat analgesia
kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan
halotan, enfluran atau isofluran. Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau
berat diatas 10 kg. Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg.
Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu harus diencerkan dan diberikan
secara sedikit demi sedikit.1,4

2.3.6 Kebutuhan Cairan Perioperatif


Pemberian cairan pada anak harus sangat hati-hati karena sempitnya
toleransi kesalahan. Untuk pemberian yang tepat dapat digunakan infus pump atau
mikrodrip buret. Obat dimasukkan melalui jalur yang paling dekat ke vena anak
untuk mengurangi masuknya cairan yang tidak diperlukan. Kelebihan cairan dapat dilihat dari
adanya vena yang membesar, kulit berwarna merah, tekanan darah meningkat,
penurunan kadar natrium plasma dan menghilangnya lipatan kulit pada kelopak mats atas.
Pemberian cairan pada anak anak dapat meliputi cairan pemeliharaan, mengganti defisit,
mengganti cairan yang hilang.1,2
Kebutuhan cairan pemeliharaan pada anak dapat diformulasikan dengan rumus 4:2:1
yaitu :10 kg pertama: 4 ml/kg/jam, 10-20kg berikutnya : 2ml/kg/jam, seterusnya: 1
ml/kg/jam. Pemilihan jenis cairan masih kontroversial. Cairan seperti D51/2 NS dengan 20
mEq/L potasium klorida memberikan dekstrosa dan elektrolit yang cukup. Pada neonatus,
dapat diberikan D51/4NS karena masih terbatasnya kemampuan ginjal dalam menghadapi
kelebihan natrium.2
Kebutuhan cairan pengganti dibagi menjadi kehilangan darah dan hilang celah ketiga.
Volume darah prematur 100ml/kgBB, aterm 85-90ml/kgBB, dan bayi 80ml/kgBB. Terjadi
perubahan hematocrit dimana dri 55% dapat turun ke 30% pada usia 3 bulan dan naik
kembali menjadi 35% pada usia 6 bulan akibat perubahan hemoglobin dari 75% HbF jadi
100% HbA. Kekurangan darah dapat diganti kristaloid tanpa glukosa (1ml darah = 3ml
kristaloid), atau koloid (1ml darah – 1ml koloid). Transfusi pada pediatric boleh dilakukan
bila Hb<10g/dL, dan wajib bila Hb<6g/dL. Kehilangan “celah ketiga” tidak dapat diukur dan
hanya dapar diperkirakan berdasarkan prosedur bedah. Pedoman utama diberikan 0-
2ml/kgBB/jam pada pembedahan atraumatik (missal koreksi strabismus) dan 6-
10ml/kgBB/jam pada pembedahan traumatik (misal abses abdominal).2

17
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada misalnya karena puasa harus
diganti. Pengganti defisit ini diberikan 50 % pada jam pertama, 25% pada jam kedua dan
25% sisanya pada jam ketiga. Untuk mencegah terjadinya hiperglikemia dihindari cairan
yang banyak mengandung dekstrose. Defisit cairan preoperasi biasanya diganti dengan cairan
seimbang seperti ringer laktat atau ½ NS. Dibanding dengan ringer laktat, cairan garam
fisiologis lebih sering mengakibatkan asidosis hiperkloremik.2
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan zat
asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu. Kalau
menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02
mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,2-0,4mg secara
titrasi.2
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan.
bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia
ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam
keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau nafas
spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan menimbulkan
kesulitan pasca intubasi.2

2.3.7 Perawatan di Ruang Pulih.


Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang pulih.
Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan
pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu.1

Yang Dinilai Nilai


Pergerakan 2
Gerak bertujuan 1
Gerak tak bertujuan 0
diam
Pernafasan 2
teratur, batuk , menangis 1
depresi 0
perlu dibantu
Warna 2
merah muda 1
pucat 0
sianosis

18
Tekanan Darah 2
berubah sekitar 20% 1
berubah 20-30% 0
berubah lebih dari 30%
Kesadaran 2
benar-benar sadar 1
bereaksi 0
tak bereaksi

2.4 Komplikasi
Semua pasien, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko untuk mengalami
komplikasi pada anestesi pediatric. Spasme laring dapat terjadi pada induksi saat sebelum
diintubasi, atau pada saat pemulihan. Spasme laring pada akhir prosedur biasanya dapat
dihindari dengan cara melakukan ekstubasi pada pasien, saat sudah sadar atau pada kondisi
anestesi dalam tapi sudah bernapas spontan. Pengobatan spasme laring meliputi ventilasi
tekanan positif, intravena lidokain (1-1,5mg/kgBB) atau pelumpuh otot intravena
suksinilkolin (0,5-1mg/kgBB). Kejadian spasme biasanya tejadi saat pasien terbangun dan
tersedak oleh sekresi pada faring. Maka dari itu, pada saat pemulihan pasien anak-ana harus
diposisikan lateral sehingga mencegah pasien tersedak dari cairan sekresi.
Croup post intubasi juga sering terjadi pada pasien pediatrik, ini disebabkan oleh
edema pada glottis atau trakea karena bagian ini merupakan daerah yang paling sempit dari
jalan napas pada anak. Croup tidak sering terjadi dengan penggunaan ETT yang memiliki
diameter kecil. Ini berkaitan dengan usia anak 1-4 tahun, usaha intubasi berulang, ETT yang
terlalu besar, operasi yang lama, dan pergerakan ETT yang berlebihan misalnya batuk saat
terintubasi. Dengan memberikan Dexamethason secara intravena (0.25-0.5mg/kgBB) dan
inhalasi epinefrin dapat mencegah pembentukan edema.

19
BAB III
KESIMPULAN
Anestesia pada pediatrik tidak sama dengan pasien dewasa, hal ini dikarenakan
perbedaan anatomi dan fisiologi. Pada anak, banyak faktor yang mempengaruhi terutam dari
cairan tubuh, anatomi dan fungsi kardiovaskular, anatomi dan fungsi pernapasan, hingga
metabolisme. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi teknik anestesi, distribusi obat,
mekanisme dan dosis obat anestesi, sehingga risiko komplikasi pada anak umumnya lebih
besar.
Pemakaian obat anestesi pada anak memakai dosis lebih rendah dibanding dewasa,
maka dari itu diperlukan monitor ketat dikarenakan perkembangan yang belum matang
terutama segi metabolisme dan barrier, maka efektivitasnya cukup tinggi. Dan protein plasma
yang sedikit menyebabkan rendahnya ikatan obat dan sering menyebabkan toksisitas.
Persiapan preoperatif pada anak juga harus diperhatikan, anak usia 1 sampai 5 tahun
memiliki risiko terbesar mengamali kecemasan dan stress yang hebat. Maka dari itu dengan
memahami anatomi dan fisiologi masing-masing sistem organ pada pasien pediatrik
diharapkan persiapan preoperatif bahkan hingga postoperatif akan dilakukan dengan lebih
baik.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Adewale L. Anatomy and Asessment of Pediatric Airway. Pediatric Anesthesia 2009; 19
(Suppl1):1-8.
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology
ed.5th. New York: McGrawHill Education;2013.
3. Tzong KY, Han S, Roh A. Epidemiology f Pediatric Surgical Admissions in US Children. J
Neurosurg Anesthesiology. 2012 Oct;24(4):391-5.
4. Black A, Angus M. Pediatric and Neonatal Anesthesia: Anesthesia in a Nutshell. London,
2004.
5. MacGregor J. Introduction to the Anatomy and Physiology of Children. New York: Taylor &
Francis e-Library;2000.
6. Gregory GA, Andropoulos DB. Gregory’s Pediatric Anesthesia ed.5 th. UK: Wiley-
Blackwell;2012.
7. Rupp K, Holzki J, Fischer T, Keller C. Pediatric Anesthesia. 1 st Edition. Germany:1999.
8. Alcorn J, Mc Namara PJ. Ontogeny of Hepatic and Renal Systemic Clearance Pathways in
Infants: part 1. Clin Pharmacokinet. 2002;41:959-98.
9. Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Pediatric Patients . JIMSA 2013 ; 26:2
10. Abdelmalak B, Abel M, Ali HH, Aronson S, Avery G, et al. Anesthesiology . 2nd Edition.
McGrawHill 2012 : USA
11. Lerman J, Gregory G, et al. Effect of Age on the Solubility of Volatile Anesthetics in Human
Tissues. Anesthesiology, 1986.
12. Kain, Zeev N, Jill MacLaren, Linda C. Perioperative Behavior Stress in Children. A Practice
of Anesthesia for Infants and Children, 4th Edition. Saunders Elsevier, Philadelphia:2009.
13. Davis PJ, Cladis FP, Motoyama EK. Smith’s Anesthesia for Infants and Children 8 th Edition.
Philadelphia;2011.
14. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar anestesiologi . Departemen Anestesiologi dan Intensive
Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto Mangankusumo 2012 : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai