Anda di halaman 1dari 127

LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN INTRACEREBRAL


HEMATOMA POST CRANIATOMY DI RUANG PERAWATAN
DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

Oleh:

NASRUL SEPTIAN
NPM: 13701020047

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN INTRACEREBRAL
HEMATOMA POST CRANIATOMY DI RUANG PERAWATAN
DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

DISUSUN DALAM RANGKA UJIAN AKHIR PROGRAM


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

Oleh :
NASRUL SEPTIAN
NPM : 13701020047

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan tugas

akhir yang berjudul “Asuhan keperawatan pada klien TN. R dengan Intracerebral

hematoma di Ruang Perawatan Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan”.

Penyusunan laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan program pendidikan di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan. Dalam penyusunan laporan tugas akhir

ini, penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan laporan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Bambang Widigdo selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.

2. Dr. dr. Wiranegara Tan, SIP, MM, MHA, Ph.D, selaku Direktur RSUD

Tarakan beserta segenap jajarannya yang telah memberi izin pada penulis

untuk melakukan praktik dan mengambil kasus di RSUD Tarakan.

3. Bapak Hendy Lesmana, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Pjs. Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan yang telah memberikan motivasi

selama penulis mengikuti perkuliahan di D III Jurusan Keperawatan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

4. Ibu Yuni Retnowati, S.ST, M.Keb, selaku Pjs. Wakil Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

iv
5. Bapak Alfianur, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Pjs. Ketua Jurusan Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

6. Ibu Dewy Haryanti Parman, M.Kep, SP. Kep., MB. selaku Pjs Sekretaris

Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan

sekaligus dosen pembimbing I dan penguji I dalam penulisan Laporan Tugas

Akhir yang telah memberikan nasehat, motivasi selama penulis menempuh

pendidikan.

7. Bapak Donny Tri wahyudi, S.Kep., Ns, M.kes selaku dosen pembimbing II

sekaligus penguji II dalam penulisan Laporan Tugas Akhir yang telah

memberikan nasehat, motivasi selama penulis menempuh pendidikan.

8. Ibu Rahmatuz Zulfia, S.Kep., Ns selaku penguji III dalam penulisan Laporan

Tugas Akhir yang telah memberikan nasehat, motivasi selama penulis

menempuh pendidikan.

9. Ibu Hasriana, S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing akademik yang dengan

sabar membimbing, memberi motivasi, nasehat dan saran selama penulis

menempuh pendidikan.

10. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.

11. Kepala Ruangan Dahlia serta seluruh staf yang telah banyak membantu

penulis saat penulis melakukan tindakan keperawatan.

12. Klien Tn. R dan keluarga atas kerjasamanya sehingga penulis tidak banyak

mendapat kendala dalam memperoleh data dan memberikan asuhan

keperawatan sebagai klien binaan.

v
13. Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu setia dan sabar serta memberi semangat

dan dukungan serta doa kepada penulis selama dalam proses perkuliahan

sampai akhir studi ini. Demikian juga saudara dan keluarga besarku yang

tercinta yang telah memberikan dorongan, semangat dan doa sejak awal

pendidikan sampai akhir studi ini.

14. Rekan mahasiswa seangkatanku yang ke-XI yang telah banyak memberi

dukungan, baik dalam membantu melengkapi referensi maupun memberikan

informasi-informasi baru yang sesuai dengan panduan penyusunan laporan

tugas akhir ini, sehingga penulis tidak menemukan banyak kesulitan.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu

penulis dalam penyusunan kaporan tugas akhir ini.

Penulis menyadari laporan tugas akhir ini terdapat banyak kekurangan,

untuk ini penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari banyak pihak

yang bersifat membangun demi perbaikan laporan tugas akhir ini dimasa yang

akan datang.

Penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca

dan pengembangan ilmu keperawatan.

Tarakan,19 Juli 2016

Nasrul Septian

vi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN INTRACEREBRAL
HEMATOMA DIRUANG PERAWATAN DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH TARAKAN
Nasrul septian Dewy Haryanti Parman2 Donny Tri Wahyudi3
1

ABSTRAK

Intracerebral Hematoma (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada


jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam
jaringan otak. Data yang ditemukan di RSUD Tarakan bagian Medical
Record diperoleh data pada tahun 2015-2016 terdapat 3 penderita
intracerebral hematoma. Berdasarkan prevalensi tersebut, maka penulis
tertarik mengambil kasus pada Tn. R dengan diagnosa medis Intracerebral
Hematoma post craniotomy sebagai laporan tugas akhir. Dimana kasus
Intrcerebral Hematoma jika tidak ditanganin dengan segera akan terjadi
kerusakan pada otak sampai menyebabkan kematian.
Tujuan laporan tugas akhir ini adalah mendapatkan pengalaman nyata
asuhan keperawatan yang dilakukan secara holistik dan komprehensif.
Penulis menggunakan metode deskriptif tipe studi kasus dengan pendekatan
proses keperawatan dan tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan,
implementasi, dan evaluasi. Subjek penelitian adalah Tn. R dengan
Intracerebral Hematoma.
Hasil pengambilan data didapatkan delapan diagnosa yang dapat diangkat
dari kasus Tn. R yaitu: resiko tinggi infeksi, gangguan perfusi jaringan
serebral, nyeri akut, resiko ijury, hambatan mobilitas fisik, konstipasi,
defisit perawatan diri, resiko kerusakan integritas kulit. Dari ke delapan
diagnosa terdapat empat teratasi dan empat diagnosa tidak teratasi.
Disimpulkan terdapat kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus
pada Tn. R. Pada pengkajian terdapat lima kesenjangan, pada diagnosa
terdapat empat kesenjangan. Intervensi harus disesuaikan dengan kondisi dan
sarana prasarana. Evaluasi hasil didapatkan empat diagnosa dapat teratasi.

Kata kunci: asuhan keperawatan, intracerebral hematoma, studi kasus Tn. R

vii
DAFTAR ISI

JUDUL UTAMA LAPORAN TUGAS AKHIR ................................... i


HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR BAGAN................................................................................... xi
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Ruang Lingkup ................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................... 3
1.5 Metode Penulisan ............................................................ 4
1.6 Sistematika Penulisan ..................................................... 5
BAB 2 : LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Medis ....................................................... 6
2.2 Konsep Dasar Keperawatan ............................................ 16
BAB 3 : LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian ....................................................................... 43
3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................... 62
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan ..................................... 62
3.4 Implementasi ................................................................... 67
3.5 Evaluasi ........................................................................... 98
BAB 4 : PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ....................................................................... 102
4.2 Diagnosa Keperawatan.................................................... 105
4.3 Perencanaan..................................................................... 109
4.4 Implementasi ................................................................... 111
4.5 Evaluasi ........................................................................... 111

viii
BAB 5 : PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 114
5.2 Saran ................................................................................ 115

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 116


LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pemeriksaan darah lengkap Tn. R .................................... 53

x
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Penyimpangan KDM Intracerebral Hematoma ............... 20


Bagan 3.1 Genogram keluarga Tn. R ................................................. 45
Bagan 3.2 Penyimpangan KDM kasus ............................................. 61

xi
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kemajuan teknologi, terutama dalam bidang transportasi, mengakibatkan

meningkatkan jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Hal ini berdampak pada

meningkatnya kasus kecelakaan kendaraan bermotor yang menimbulkan korban

jiwa. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 kecelakaan

lalu lintas merupakan penyebab kematian urutan kesebelas di seluruh dunia

korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun (Depkes RI,2007).

Menurut (WHO) tahun 2010 trauma akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi

dijumpai beberapa Negara Amerika Latin (41,7%) , Korea Selatan (21,9%), dan

Thailand (21.0%). Di Indonesia menurut data Direktorat Keselamatan

Transportasi Darat Depertemen Perhubungan (2010), jumlah korban kecelakaan

lalu lintas pada tahun 2010 terdapat 24.692 orang dengan jumlah kematian 9.865

orang (CFR=39,9%). Di Amerika Serikat terdapat 500.000 kasus cedera kepala

setiap tahunnya, kurang lebih 18-30% meninggal dalam 4 jam pertama sebelum

sampai rumah sakit. Di amerika perdarahan intraserebral sekitar 12-15 per

100.000 individu. Insidensi keseluruhan perdarahan intraserebral telah menurun

sejak tahun 1950-an. Negara-negara di Asia memiliki insidensi yang lebih tinggi

dari perdarahan intraserebral di banding wilayah lain di dunia.

Berdasarkan dari catatan medik Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Provinsi Kalimantan Utara. Bahwa penderita Intracerbral Hematoma, pada tahun


2

2015 terdapat 3 orang penderita. Berdasarkan uraian data-data tersebut, maka

penulis tertarik mengambil judul Intracebral hematoma dalam penulisan laporan

tugas akhir serta memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. R agar tidak terjadi

kecacatan lebih lanjut.

1.2. Ruang lingkup pembahasan

Ruang lingkup penulisan laporan tugas akhir ini adalah asuhan keperawatan

pada Tn. R dengan Intracerebral Hematoma yang dirawat di Ruang Dahlia

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, asuhan keperawatan dilakukan selama 3

hari dari tanggal 21 Juli 2016 sampai dengan tanggal 23 Juli 2016.

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini, dibedakan menjadi tujuan umum

dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan umum

Penulis mendapatkan gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan

secara komprehensif pada Tn. R dengan Intracrebral Hematoma yang dirawat di

Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Tarakan.

1.3.2 Tujuan khusus

1) Melaksanakan proses keperawatan pada Tn. R dengan diagnosa Intracerebral

hematoma

2) Membandingkan antara teori dan praktik asuhan keperawatan pada Tn. R

dengan diagnosa Intracerebral Hematoma


3

3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan

proses keperawatan pada Tn. R dengan dengan Intracerebral hematoma

4) Melaksanakan pemecahan masalah pada klien Tn. R dengan diagnosa

Intracerebral hematoma.

1.4 Manfaat penulisan.

1) Bagi pasien

Mendapat informasi tentang penanganan untuk mencegah komplikasi pada

Intracerebral Hematoma

2) Bagi mahasiswa

Mahasiswa dapat menerapkan konsep teori dan memperoleh pengalaman

nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada Tn. R

dengan Intracerebral Hematoma.

3) Bagi institusi

Sebagai referensi asuhan keperawatan sistem persyarafan dalam

memperkaya bahan ajaran yang akan disampaikan.

4) Bagi rumah sakit

Rumah sakit dapat melakukan asuhan keperawatan dan mengambil

langkah kebijakan dala rangkaian upaya peningkatan mutu pelayanan

keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada klien Tn. R dengan

Intracerebral Hemotoma.
4

1.5. Metode Penulisan

Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini penulis menggunakan metode

deskriptif dengan studi kasus dalam bentuk naratif dan kemudian dijadikan bahan

dalam penulisan Laporan Tugas Akhir. Adapaun data yang terhimpun dalam

penyusunan laporan tugas akhir ini penulis peroleh dengan cara :

1.4.1 Studi kepustakaan

Dalam penulisan ini penulis menggunakan buku-buku, internet dan

beberapa sumber lain yang terkait dengan kasus penyakit Intracerebral

Hematoma.

1.4.2 Metode wawancara

Wawancara dilakukan kepada klien, keluarga klien, peutagas kesehatan

yang bertanggung jawab atas perawatan Tn. R di Ruang Dahlia Rumah Sakit

Umum Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.

1.4.3 Observasi

Penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap prilaku,

kebiasaan, keadaan dan kondisi klien.

1.4.4 Dokumentasi

Menggunakan dokumen yang berhubungan dengan judul karya tulis ini,

seperti catatan medis, catatan keperawatan, dan lain sebagainya.

1.4.5 Pemeriksaan fisik

Meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi yang dilakukan untuk

memperoleh data sesuai dengan kasus yang dikelola.


5

1.6. Sistematika penulisan

Pada penulisan laporan tugas akhir ini, sistematika yang digunakan adalah

sebagai berikut :

Bab satu yaitu pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan. Bab dua yaitu landasan teori

yang menguraikan tentang konsep dasar penyakit terdiri dari pengertian, etiologi,

patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, penyimpangan KDM teori, dan

konsep dasar asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Bab tiga yaitu laporan kasus

yang menguraikan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan

Intracerebral Hematoma di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Tarakan dan

penyimpangan konsep dasar medis sesuai kasus. Pelaksanaan tersebut meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Bab

empat yaitu pembahasan yang menguraikan tentang kesenjangan antara asuhan

keperawatan pada Tn. R di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Tarakan dalam

praktik nyata dengan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Intracerebral

Hematoma secara teoritis. Pembahasan tersebut meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Kemudian bab lima, yaitu

penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.


6

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Pengertian

Intracerebral Hematoma (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada

jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan

otak. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan lesi perdarahan di antara neuron otak

yang relatif normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter

> 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah (Nanda NIC-NOC 2015 ).

Intracerebral Hematoma adalah akumulasi darah dalam jaringan otak.

Penyebab traumatik hematoma intracerebral mencakup tulang tengkorak,

terdepresi, cedera tembak, dan akselerasi-deselerasi mendadak. Sehingga

perdarahan tiba-tiba menerobos jaringan ke otak dan dapat menyebabkan

perdarahan ke dalam otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala

dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (Smeltzer dan Bare,

2002).

Dari berbagai pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Intracebral

hematoma adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan subtansi otak yang

disebabkan oleh traumatik sehingga darah menorobos jaringan ke otak dan dapat

menyebabkan kerusakan pada otak.


7

2.1.2 Anatomi fisiologi

2.1.2.1 Anatomi otak

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan

serebeluum. Semua berada pada satu bagian struktur tulang yang disebut

tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang

berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal, dan

oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa

anterior berisi locus frontal sereberal bagian hemisfer: bagian tengah fossa berisi

lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior terdiri dari

batang otak dan medulla (Smeltzer dan Bare, 2012).

Ada 3 bagian-bagian otak menurut (Smeltzer dan Bare, 2012), yaitu:

1) Serebrum

Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia grisea

terdapat bagian luar dinding serebrum dan substansi alba menutupi dinding

serebrum bagian dalam. Sebagian besar hemisfer serebri (telensefalon) berisi

jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi, yaitu

terhadap fungsi individu dan intelegensi (Smeltzer dan Bare,2012).

Keempat lobus serebrum adalah sebagai berikut :

(1) Lobus frontal

Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku

individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.

(2) Lobus parietal

Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak

berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui


8

posisi dan letak tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom

hemineglect.

(3) Lobus temporal

Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecapan, bau dan

pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.

(4) Lobus oksipital

Lobus ini terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini

bertanggung jawab mengintegrasikan penglihatan

2) Serebelum

Serebellum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral,

lipatan dura mater, tentorium serebllum. Serebellum (otak kecil) terletak pada

bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fissura

transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medulla oblongata.

Serebellum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan

tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah

mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan

input sensorik (Smeltzer dan Bare, 2012).

3) Batang otak

Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian bagian batang otak ini

terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata. Otak tengah midbrain atau

masensenfalon menghubungkan pons dan serebelum dengan hemesfer serebrum.

Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran

dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medulla
9

dan merupakan jembatan antara dua bagian serebelum, dan juga antara medulla

dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.

Medulla oblongata merupakan serabut-serabut motorik sensorik dan

medulla spinalis ke otak dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini.

Pons juga berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan dan

tekanan dan sebagai asal-usul saraf ke otak kelima sampai kedelapan.

Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah

yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. Fungsi medulla

oblongata:

(1) Mengontrol kerja jantung

(2) Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor)

(3) Pusat pernafasan

(4) Mengontrol kegiatan refleks

2.1.2.2 Fisiologi otak

1) Peredaran darah di otak

Otak secara umum diperdarahi oleh dua arteri yaitu arteri vertebra dan arteri

karotis interna. Kedua arteri ini membentuk jaringan pembuluh darah kolateral

yang disebut circle willis. Arteri vertebra memenuhi kebutuhan darah otak bagian

posterior, diensefalon, batang otak, serebellum dan oksipital. Arteri karotis

bagian interna untuk memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali oksipital, basal

ganglia dan 2/3 diatas diensepalon (Tarwoto, 2007).

2) Tekanan intra kranial

Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri atas darah dan

pembuluh darah, cairan serebro spinalis dan jaringan otak. Ketiga komponen
10

tersebut merupakan unsur utama dinamik tekanan intra kranial/ intracranial

pressure (ICP). Volume dari masing-masing komponen tersebut relatif konstan.

Sehingga perubahan volume salah satu komponen akan mempengaruhi tekanan

intra kranial. Tekanan intrakranial normalnya 0-15 mmHg pada keadaan

terlentang. Posisi berdiri dapat menurunkan tekanan intrakranial. Aktifitas bersin,

intercous seksual dan valsava maneuver dapat meningkatkan tekanan intrakranial

(Tarwoto, 2007).

Mekanisme lain yang menentukan adanya tekanan intra kranial adalah

autoregulasi dari aliran darah serebral. Tekanan aliran darah secara umum adalah

kecepatan tekanan perfusi serebral/ cerebral perfusion pressure (CPP). Normalnya

tekanan perfusi otak 80-100 mmHg. Dibawah 50 mmHg menimbulkan tidak

adekuatnya penerimaan suplai darah ke otak. Untuk mempertahankan perfusi

yang normal, mekanisme yang terjadi adalah dengan konstriksi atau dilatasi

pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Kebutuhan metabolisme otak

Untuk mempertahankan status normal, sel saraf memerlukan energi yang

tinggi, karena cadangan energi yang disediakan otak sangat terbatas. Kebutuhan

utama otak adalah oksigen dan glukosa. Pada keadaan meningkatnya kebutuhan

jaringan otak namun suplainya tidak adekuat maka beresiko terjadi gangguan

metabolisme dan berakibat terjadinya iskemia, injuri atau nekrosis jaringan otak

(Tarwoto, 2007).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan aliran darah otak:

(1) Faktor metabolisme seperti konsentrasi karbondioksida, oksigen dan hidrogen.

(2) Glukosa, normalnya keadaan glukosa harus dipertahankan 70-100 mg/100 ml.
11

(3) Suhu tubuh

(4) Faktor hemodinamik

(5) Pengaturan oleh sistem saraf automatis, jika terjadi penurunan tekanan darah

sistemik yang sudah berat dapat menimbulkan iskemia serebral melalui

peningkatan simpatis jantung untuk meningkatkan kotraktilitas dan kardiak output

(Tarwoto, 2007).

3) Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi di luar duramater (perdarahan ekstradural/

epidural), di bawah duramater (perdarahan subdural), di ruang subaraknoid

(perdarahan subaraknoid), atau di dalam substansi otak (perdarahan intraserebral).

(1)Perdarahan ekstradural/ epidural

Adalah kedaruratan bedah neoro yang memerlukan perawatan segera.

Perdarahan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri

tengah atau arteri meningens lain. Klien harus diatasi dalam beberapa jam

cidera untuk mempertahankan hidup.

(2)Perdarahan Subdural

Pada dasarnya sama dengan perdarahan epidural, kecuali bahwa hematoma

subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan

hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.

(3)Perdarahan Subaraknoid

Adalah perdarahan yang terjadi di ruang subaraknoid yang dapat terjadi

sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah
12

kebocoran aneurisme pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri-vena

kongenital pada otak.

(4)Perdarahan Intraserebral

Adalah perdarahan di substansi dalam otak. Paling umum pada klien dengan

hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif yang

biasanya menyebabkan ruptur atau pecahnya pembuluh darah. Pecahnya

pembuluh darah otak akan menyebabkan perembesan darah ke dalam

parencym otak yang dapat menyebabkan penekanan, pergeseran dan

pemisahan jaringan yang berdekatan. Akibatnya otak akan membengkak,

jaringan otak internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak, edema dan

mungkin terjadi herniasi. Biasanya awitan tiba-tiba, dengan sakit kepala berat.

Bila perdarahan membesar, makin jelas defisit neorologik yang terjadi dalam

bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Klien dengan

perdarahan luas mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat

menjadi stupor atau tidak responsive sama sekali. Tindakan terhadap

perdarahan intraserebral masih kontraversial. Bila perdarahan kecil, klien

diatasi secara konservatif dan simptomatis.

2.1.3 Etiologi

Menurut Weatherspoon (2015), tekana darah tinggi adalah penyebab

paling umum dari perdarahan intraserebral. Pada orang muda, penyebab umum

lainnya abnormal terbentukya pembuluh darah di otak. Penyebab lainya yaitu :

1) Cedera kepala atau trauma

2) Anuerisme otak pecah ( titik lemah dalam pembuluh darah yang semburan.
13

3) Arteriovenous malformation ( pengelompokan pembuluh darah cacat di otak

yang mengganggu aliran darah normal).

4) Penggunaan pengencer darah

5) Perdarahan tumor

6) Penggunaan kokain ( dapat meyebabkan hipertensi berat dan menyebabkan

perdarahan).

7) Gangguan perdarahan ( misalnya, hemofilia, anemia sel sabit )

2.1.4 Patofisiologi

Nontraumatic perdarahan pada kasus intraserebral paling sering terjadi

dan menyebabkan kerusakan dinding pada pembuluh darah misalnya hipertensi,

eklampsia, penyalagunaan narkoba, tetapi mungkin juga karena autoregulatory

disfungsi dengan aliran darah ke otak yang berlebihan misalnya, cedara reperfusi,

transformasi hemoragik, paparan dinding, pecahnya aneurysm atau arteriovenous

maIlformation (AVM), arteriopati misalnya , amyloid serebral angiopathy,

moyamoya, diubah hemostasis misalnya, trombolisis, antikoagulan, perdarahan

diathesis, hemoragik nekrosis misalnya tumor, infeksi atau vena obstruksi outflow

thrombosis vena misalnya, otak (Weatherspoon, 2015 ).

2.1.5 Manifestasi klinis

Gejala yang paling umum adalah perubahan tingkat kesadaran, sakit

kepala, mual, dan muntah. Kelemahan mendadak, kesemutan, atau kelumpuhan di

wajah, lengan, atau kaki, terutama terjadi hanya pada satu sisi tubuh, tiba-tiba

sakit kepala parah, kesulitan menelan, kesulitan visi dalam satu atau kedua mata,
14

kehilangan keseimbangan dan koordinasi, pusing, masalah dengan kemampuan

bahasa (membaca, menulis, berbicara, pemahaman), apatis, mengantuk , lesu,

kebingungan (Weatherspoon, 2015 ).

2.1.6 Pemeriksaan diagnostik

Pengujian diagnostik untuk ICH mungkin termasuk CT-scan. Jenis tes

menciptakan gambar dari otak, yang dapat mendeteksi patah tulang tengkorak

atau mengkonfirmasi perdarahan. MRI dapat membantu dokter anda melihat otak

lebih jelas untuk mengidentifikasi penyebab perdarahan. Angiograrm

menggunakan teknologi X-ray untuk mengambil gambar dari aliran darah dalam

arteri. Tes dapat mengidentifikasi gangguan sistem kekebalan tubuh, peradangan,

dan masalah pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan di otak

(Weatherspoon, 2015 ).

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengobatan pada perdarahan intraserebral dalam tiga jam pertama

timbulnya gejalah umumnya menghasilkan hasil yang lebih baik. Operasi dapat

mengurangi tekanan darah otak dan memperbaiki robek arteri. Obat-obatan

tertentu dapat membantu mengelola gejala, seperti obat penghilang rasa sakit

untuk meringankan sakit kepala parah. Obat anti ansietas mungkin diperlukan

untuk mengontrol tekanan darah. Jika dokter menentukan bahwa pasien berisiko

untuk kejang, obat antiepipsi mungkin diperlukan.

Pengobatan jangka panjang akan dibutuhkan untuk mengatasi gejalah yang

disebabkan oleh kerusakan otak. Tergantung pada gejala, pengobatan dapat

dilakukan dengan terapi fisik dan bicara untuk membantu mengembalikan fungsi
15

otot atau menigkatkan komunikasi. Terapi okupasi dapat membantu seseorang

dapat kembali kemampuan dan kemandirian tertentu dengan berlatih dan

memidifikasi aktivitas sehari-hari (Weatherspoon, 2015 ).

2.1.8 Komplikasi

Menurut Weatherspoon (2015 ), komplikasi pada intracerebral hematoma

tergantung pada lokasi perdarahan dan beberapa lama otak tanpa oksigen,

komplikasi dapat mencakup :

1) Kemampuan bahasa yang terganggu

2) Kelelahan

3) Masalah dengan menelan

4) Kehilangan penglihatan

5) Kesulitan dengan sensasi atau gerak pada satu sisi tubuh

6) Pneumonia

7) Disfungsi kognitif (kehilangan memori, kesulitan penalaran) kebingungan

8) Pembengkakan pada otak

9) Kejang, demam

10) Depresi, masalah emosional

2.1.9 Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu :

1) Tidak merokok
16

2) Penyakit jantung

3) Mengobati tekanan darah tinggi

4) Menjaga diabetes di atas kontrol

5) Mempertahankan gaya hidup sehat.

2.2 Konsep Dasar Keperawatan.

2.2.1. Pengkajian

Menurut Nursalam (2008), pengkajian adalah tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari

berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu

pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan sesuai dengan kenyataan sangat

penting dalam merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah

ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari American Nursing Association

(ANA).

2.2.2.1 Pemeriksaan fisik

Menurut Doenges (2012) dasar data pengkajian pada klien yang

mengalami/ cedera kepala adalah sebagai berikut :

1) Aktivitas/istirahat

Gejala :

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.


17

Tanda :

Perubahan kesadaran, letargi, hemiparase, quadriplegia, antaksia cara berjalan

tidak tegap, masalah dakam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan

tonus otot, otot spastik.

2) Sirkulasi

Gejala :

Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi). Perubahan frekuensi jantung

(bradikardia, takikardia, yang diselingi dan bradikardia, disritmia).

3) Integritas ego

Gejalah :

Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).

Tanda :

Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan implusif

4) Eliminasi

Gejalah : inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi.

5) Makan/cairan

Gejalah :

mual, muntah, dan mengalami perubahan selerah.

Tanda :

muntah (mungkin proyektif). Gangguan menelan (batuk,air liur keluar, disfagia)

6) Neurosensori

Gejala:

kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,

tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas.


18

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagian lapang pandang, fotofobia.

Gangguan pengecapan dan juga penciuman.

Tanda :

Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan (orientasi, kewaspadaan,

perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan

memori). Perubahan pupil (respons terhadap cahaya, simetri), devisiasi pada mata,

ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan, seperti pengecapan,

penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris. Genggaman lemah, tidak

seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparase,

quadriplegia, postur (dekortikasi, desebrasi), kejang. Sangat sensitif terhadap

sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi tubuh, kesulitan dalam menentukan

posisi tidur.

7) Nyeri/kenyamanan

Gejala :

Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.

Tanda :

Wajah menyeringai, respons menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah

tidak bisa beristirahat, merintih.

8) Pernapasan

Tanda :

Perubahan pola napas (apneayang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi,

stridor, tersedak.

Ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).


19

9) Keamanan

Gejala :

Trauma baru / trauma karena kecelakaan

Tanda :

Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.

Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda betle di

sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya alira cairan (drainase)

dari telinga/hidung (CSS), gangguan kognitif.

Gangguan rentang gerak, tonus otot hilanhg, kekuatan secara umum mengalami

paralisis, demam gangguan dalam regulasi suhu tubuh.

10) Interaksi sosial

Tanda :

Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disatria,

anomia.
20

2.2.2 Penyimpangan KDM teori

Kecelakaan, Hipertensi Stroke Pengunaan kokain Anuerisme otak pecah

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas Jaringan


jaringan kulit,otot, dan vaskuler jaringan tulang otak rusak
(kontusio
laserasi

Perdarahan Gangguan suplai darah Resiko infeksi


Oedema
hemastoma
intraserebral
Iskemik

Perubahan sirkulasi CSS Resiko kejang


Hipoksia ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Peningkatan TIK
Obstruksi jalan
Nyeri akut napas,
Dispnea, henti
Gilus medialis lobus Mual muntah, nafas,
temporalis tergeser papilodema, perubahan
pendengaran kabur, Resiko kekurangan pola nafas
penurunan fungsi volume cairan
Herniasi unkus
pendengaran, nyeri
kepala Ketidakefekti
fan bersihan
jalan nafas
Mesonfalon tertekan Resiko cedera

Gangguan kesadaran Hambatan Gangguan neurologis


imobilisasi
mobilitas fisik vokal

Ansietas Defisit neurologis

Gangguan persepsi
sensori

Bagan 2.1 penyimpangan KDM


(Sumber : Nanda NIC-NOC 2015)
21

2.2.3 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien yang mengalami

cedera kepala, menurut Doenges (2012), yaitu :

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran

darah oleh SOL (hemoragi, hematoma), perubahan metabolik.

2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,

kerusakan presepsi atau kognitif, obstruksi trakeaobronkial.

3) Perubahan presepsi sensori berhubungan dengan transmisi atau integrasi

(trauma atau defisit neurologis).

4) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik

psikologis.

5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan presepsi atau

kognitif, penurunan kekuatan.

6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,

pembedahan invasive.

7) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien, otot yang diperlukan untuk

mengunyah, menelan.

8) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional,

ketidak pastian tentang hasil/harapan

9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal

informasi/sumber-sumber, keterbatasan kognitif.


22

2.2.4 Intervensi keperawatan

Menurut Nursalam (2008), perencanaan meliputi pengembangan strategi

desain untuk mencegah, mengurangi, mengoreksi masalah-masalah yang telah

diidentifikasikan pada diagnosis keperawatan. Tahap ini dimulai setelah

menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan perencanaan dokumentasi.

Secara sederhana, rencana keperawatan dapat diartikan sebagai suatu dokumen

tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi keperawatan.

Menurut Doenges (2012), rencana keperawatan pada pasien yang mengalami

cedera kepala berdasarkan diagnosa keperawatan terdiri dari :

2.2.4.1 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian

aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma), perubahan metabolik.

Hasil yang diharapkan :

1) Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran biasanya membaik, fungsi

kognitif dan motorik/ sensorik.

2) Klien dapat mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tak adanya tanda-

tanda peningkatan TIK.

Intervensi keperawatan :

1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang

meyebabkan koma/penurunan fungsi jaringan otak dan potensial peningkatan

TIK

Rasional : menentukan pilihan intervensi penurunan tanda/gejala neurologis

atau kegagalan dalam pemulihan setelah awal mungkin menunjukan bahwa

pasien itu perlu dipindahkan ke keperawatan intensif untuk memantau

tekanan TIK dan/atau pembedahan.


23

2) Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai

standar.

Rasional : mengkaji adanya kecendrungan pada tingkat kesadaran dan

potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,

perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

3) Pantau tanda-tanda vital

Rasional : variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/ trauma serebral pada

daerah vasomotore.

4) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan

kanan, dan refleks terhadap cahaya.

Rasional : reaksi pupil diatur oleh syaraf okulomotorius III dan berguna untuk

menentukan apakah batang otak masih baik.

5) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan

lapang pandang/ kedalaman persepsi.

Rasional : Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak

yang terkena.

6) Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses

yang dipaksakan/mengejan jika mungkin.

Rasional : aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intratorakas dan

intraabdomen yang dapat meningkatan TIK.

7) Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi

Rasional : menigkatkan aliran balik vena dari kepala, sehi ngga akan

mengurangi kongesti dan edema atau resiko terjadinya TIK.


24

2.2.4.2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,

kerusakan presepsi atau kognitif, obstruksi trakeaobronkial.

Hasil yang diharapkan :

1) Mempertahankan pola pernapasan normal/efektif, bebas sianosis dengan

GDA dalam batas normal pasien.

Intervensi keperawatan :

1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan

pernapasan.

Rasional : perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal

(umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya

keterlibatan otak.

2) Catat kompetensi refleks gag/menelan dan kemampuan pasien untuk

melindungi jalan napas sendiri.

Rasional : kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting

untuk pemeliharaan jalan nafas.

3) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.

Rasional : untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan

adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.

4) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar.

Rasional : mencegah/menurunkan atelektasis

5) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15detik.

Rasional :penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma dalam keadaan

imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.


25

6) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-

suara tambahan yang tidak normal.

Rasional : untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasi,

kongesti, obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigen serebral

dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.

7) Pantau pengunaan dari obat-obatan depresan pernapasan, seperti sedatif.

Rasional : Dapat meningkatkan gangguan/komplikasi pernapasan.

8) Pantau atau gambaran analisa gas darah, tekanan oksimetri

Rasional : menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan

kebutuhan akan terapi.

9) Berikan oksigen.

Rasional : memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam

pencegahan hipoksia.

2.2.4.3 Perubahan presepsi sensori berhubungan dengan transmisi atau integrasi

(trauma atau defisit neurologis).

Hasil yang diharapkan :

1) Melakukan kembali/ mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi

presepsi.

2) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.

3) Mendemonstrasikan perubahan prilaku/gaya hidup untuk

mengkompensasi/defisit hasil.

Intervensi keperawatan :

1) Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda

tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan latak tubuh.


26

Rasional : informasi penting untuk keamanan pasien.

2) Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam

persaaan/afektif, sensorik, dan proses pikir.

Rasional : fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dahulu oleh

adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi.

3) Observasi respons perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang

tidak sesuai, agiatis, halusinasi.

Rasional : respons individu mungkin berubah-ubah namun umumnya seperti

emosi yang labil, frustasi, apatis dan muncul tingkah laku impulsif selama

proses penyembuhan dari trauma kepala.

4) Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti

memusatkan kedua mata dengan mengikuti instruksi verbal.

Rasional : membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan

dan mengidentifikasi tanda perkembangan terhadap peningkatan fungsi

neurologis.

5) Hilangkan suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan.

Rasional : menurunkan ansietas, respons emosi yang berlebihan/bingung yang

berhubungan dengan sesorik yang berlebihan.

6) Bicara dengan suara yang lembut dan pelan.

Rasional : pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman

selama fase akut.

7) Pastikan persepsi pasien dan berikan umpan balik.

Rasional : membantu pasien untuk memisahkan pada reakitas dari presepsi.


27

8) Berikan stimulus yang bermanfaat.

Rasional : pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk

menstimulasi persepsi.

9) Berikan lingkungan tersruktur termasuk terapi, aktivitas.

Rasional : meningkatkan konsitensi dan keyakinan yang dapat menurunkan

ansietas yang berhubungan dengan ketidaktahuan pasien terasebut.

10) Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan.

Rasional : mengurangi kelelahan, mencegah keletihan, memberikan

kesempatan untuk tidur REM.

11) Gunakan penerangan siang atau malam hari.

Rasional : memberikan perasaan normal tentang pola perubahan waktu dan

pola tidur/bangun.

12) Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan melakukan

aktivitas.

Rasional : menurunkan frustasi yang berhubungan dengan kemampuan/pola

respons yang memanjang.

13) Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi kognitif.

Rasional : pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana

penatalaksanaan.

2.2.4.4 Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik

psikologis.

Hasil yang diharapakan :

1) Mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas biasanya

2) Mengenali perubahan berfikir/perilaku


28

3) Berpartisipasi dalam aturan terapeutik/penyerapan kognitif

Intervensi keperawatan

1) Kaji rentang perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ansietas pasien

Rasonal : rentang perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin

memendek secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi terhadap

terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses pikir pasien.

2) Pastikan dengan orang terdekat untuk membandikan kepribadian/tingkah laku

pasien sebelum mengalami trauma dengan respons pasien sekarang.

Rasional : masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi.

3) Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf atau keberadaan staf sebanyak

mungkin.

Rasional : memberikan perasaan yang stabil dan mampu mengontrol situasi.

4) Usahakan untuk menghindarkan realitas secara konsisten dan jelas, hindari

pikiran-pikiran yang tidak masuk akal.

Rasional : pasien mungkin tidak menyadari adanya trauma secara total atau

dari perluasan trauma dan karena itu pasien perlu dihadapkan pada kenyataan.

5) Berikan penjelasan prosedur-prosedur dan tekankan kembali penjelasan yang

diberikan oleh sejawat yang lainya.

Rasional : kehilangan struktur internal menimbulkan ketakutan baik terhadap

ketakutan.

6) Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan neurologis secara berulang dan

teratur.

Rasional : pemahaman bahwa pengkajian yang dilakukan secara teratur untuk

mencegah/membatasi komplikasi yang mungkin terjadi


29

7) Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi, dan

konfrotasi.

Rasiobal : menurunkan resiko terjadinya pertengkaran atau penolakan.

8) Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien.

Rasional : perhatian dan dukungan yang diberikan pada individu akan

meningkatkan harga diri.

9) Tingkatkan sosialisasi dalam batas-batas yang wajar.

Rasional : penguatan terhadap tingkah laku yang positif mungkin bermanfaat

dalam proses pembelajaran struktur internal.

10) Anjurkan kepada orang terdekat untuk memberikan berita baru/keadaan

keluarga dan sebagainya.

Rasional : meningkatkan terpeliharanya kontak dengan keadaan yang biasa

terjadi yang akan meningkatkan orientasi realitas dan berpikir normal.

11) Instriksikan untuk melakukan teknik relaksasi.

Rasional : dapat membantu dan mefokuskan kembali perhatian pasien dan

menurunkan ansieatas pada tingkat yang dapat ditanggulangi.

12) Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol

tingkah lakunya sendiri, memahami, dan mengingat informasi yang ada.

Rasional : penting untuk mempertahankan harapan dari kemampuan untuk

meningkatkan dan melanjutkan sampai pada tingkat fungsi lebih tinggi untuk

mempertahankan harapan dan meningkatkan aktivitas rehabilitas kontinu.

13) Hindari meninggali pasien sendiri ketika mengalami agitasi, gelisah, atau

berontak.
30

Rasional : ansietas dapat menghilangkan kontrol dan meningkatkan

kepanikan

14) Kordinasikanpada pelatihan kognitif atau program rehabilitasi sesuai indikasi.

Rasional : membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk kompensasi

gangguan pada kemampuan berfikir dan mengatasi masalah konsentrasi.

2.2.4.5 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau

kognitif, penurunan kekuatan.

Hasil yang diharapkan :

1) Melakukan kembali/mempertahankan posisi fungsi bagian tubuh yag sakit

atau kontraktur.

2) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit

dan kompensasi.

3) Mendemonstrasikan teknik yang mungkin dilakukannya kembali aktifitas.

Intervensi keperawatan

1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional.

Rasional : mengidentifikasi kemungkinan kerusakan fungsional dan

mempengaruhi pilihan intervensi.

2) Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-

4).

Rasional : untuk menentukan intervesi selanjutnya

3) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena

tekanan.

Rasional : perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap

berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.


31

4) Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional.

Rasional: mengunakan sepatu tenis hak tinggi “space boots” dan “ kulit

domba T-bar”dapat membantu mencegah footdrop.

5) Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha, ketika pasie

berada di atas kursi roda.

Rasional : mempertahankan kenyamanan, keamanan, dan postur tubuh yang

normal dan mencegah resiko terjandinya kerusakan kulit pada daerah

kongsigis.

6) Barikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak.

Rasional : mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.

7) Instruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat

mobilisasi.

Rasional : proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma

kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari

program pemulihan tersebut.

8) Berikan perawatan kulit degan cermat, masase, dengan pelembab, dan ganti

sarung kasur/pakaian yang basah dan pertahankan sarung kasur tersebut tetap

bersih dan bebas dari kerutan.

Rasional : meningkatkan sirkulasi dan elasitas kulit dan menurunkan resiko

terjadinya eskopriasi kulit.

9) Periksa adanya daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit yang

hangat, otot yang tegang, dan sumbatan vena pada kaki.

Rasional : pasien seperti tersebut diatas mempunyai resiko berkembangnya

thrombosis vena dalam.


32

2.2.4.6 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,

pembedahan invasive.

Hasil yang diharapkan :

1) Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

2) Mencapai penyembuhan luka tapat waktu bila ada.

Intervensi keperawatan

1) Berikan perawatan aseptic dan antiaseptik, pertahankan teknik cuci tangan

yang baik.

Rasional : cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosocomial.

2) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti luka, garis jahitan,

daerah yang terpasang invasive , catat karakteristik dari drainase dan adanya

inflamasi.

Rasional : deteksi dini perkembangan infeksi mungkin untuk melakukan

tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap konflikasi selanjutnya.

3) Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, mengigil, diaforesi,

dan perubahan fungsi mental.

Rasional : untuk mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya

memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

4) Berikan perawatan perineal.

Rasional : menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri atau

infeksi yang merambah naik.

5) Batasi pengunjung yang dapat menularakan infeksi atau cegah pengunjung

yang mengalami infeksi saluran napas bagian atas.


33

Rasional : menurunkan pemajanan terhadap “pembawa kuman penyebab

infeksi”

6) Berikan antibiotic sesuai indikasi.

Rasional : untuk mempercepat proses penyembuhan.

2.2.4.7 Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien, otot yang diperlukan untuk

menguyah, menelan.

Hasil yang diharapkan :

1) Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai

tujuan.

2) Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam rentang

normal.

Intervensi keperawatan :

1) Kaji kemampuan pasien untuk menguyah, menelan, batuk dan sekresi.

Rasional : faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makan sehingga

pasien harus terlindung dari aspirasi.

2) Auskultasi bising usus, catat adanya perubahan/hilangnya atau suara yang

hiperaktif.

Rasional : fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cedera

kepala, jadi bising usus membantu dalam menentukan respons untuk makan

atau berkembagnya komplikasi.

3) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian

nutrisi.
34

4) Jaga keamana dalam memberi makan pada pasien, seperti tinggikan kepala

tempat tidur selama makan atau selama pemberia makan lewat selang NG.

Rasional : menurunkan resiko regurgitasi dan/ atau terjadinya aspirasi.

5) Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan

teratur.

Rasional : meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap

nutrisi.

6) Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat

makan.

Rasional : meskipun proses pemilihan pasien memerlukan bantuan makan

dan/atau mengunakan alat bantu, sosialisasi waktu makan dengan orang

terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi

makan.

7) Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.

Rasional : perubahan subakut/akut dapat terjadi (ulkus cushing) dan perlu

intervensi dan metode alternative pemberian makan.

8) Konsultasi dengan ahli gizi.

Rasional : merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan

kalori/nutrisi tergantung usia.

9) Pantau pemeriksaan laboraturium .

Rasional : mengidentifikasi defesiensi nutrisi, fungsi organ, dan respons

terhadap terapi nutrisi tersebut.

10) Berikan makanan dengan cara yang sesuai, seperti melalui selang NG,

melalui oral dengan makanan lunak dan cairan yang agak kental.
35

Rasional : pemilihan rute pemberian tergantung pada kebutuhan dan

kemampuan pasien, makan melalui selang NG mungkin diberikan awal

pemberian.

11) Libatkan terapi wicara, terapi okupasi/fisioterapi jika masalah mekanis ada,

seperti gangguan refleks menelan, kaku rahang, kontraktur pada tangan dan

paralisis.

Rasional : stretegi khusus mungkin diperlukan untuk meningkatkan

kemampuan untuk makan.

2.2.4.8 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis

situasional, ketidak pastian tentang hasil/harapan.

Hasil yang diharapkan :

1) Mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat.

2) Mengidentifikasi sumber-sumber internal dan eksternal untuk menghadapi

situasi.

3) Mengarahkan energi dalam cara yang bertujuan untuk merencanakan resolusi

krisis.

4) Mendorong dan memungkinkan anggota yang cedara untuk maju kearah

kemandirian.

Intervesi keperawatan

1) Catat bagian-bagian dari unit keluarga, keberadaan/keterlibatan sistem

pendukung.

Rasional : menetukan adanya sumber keluarga dan mengidentifikasi hal-hal

yang diperlukan.
36

2) Anjurkan keluarga untuk mengemukan hal-hal yang menjadi perhatiannya

tentang keseriusan kondisi, kemungkinan untuk meninggal atau kecacatan.

Rasional : pengungkapan tentang rasa takut secara terbuka dapat menurunkan

ansietas dan dapat meningkatkan koping terhadap realitas.

3) Dengarkan pasien dengan penuh perhatian selama pasien mengungkapkan

ketidak berdayaannya membuat gelisah.

Rasional : kegembiran dapat berubah menjadi kesedihan/kemarahan akan

kehilangan.

4) Anjurkan untuk mengakui perasaannya.

Rasional : karena hal tersebut tidak mungkin untuk diperkirakan hasilnya.

5) Berikan penguatan awal terhadap penjelasan tentang luasnya trauma rencana

pengobatan dan prognosisnya.

Rasional : pasien/orang terdekat tidak dapat menyerap/memahami semua

informasi yang disampaikan dan hambatan dapat terjadi sabagai akibat dari

emosi karena trauma.

6) Tekankan pentingnya untuk selalu menjaga suatu dialog terbuka secara terus

menerus antara anggota keluarga.

Rasional : memberikan kesempatan suatu mengungkapkan perasaan dalam

suasana terbuka.

7) Evaluasi/ diskusikan harapan/tujuan keluarga.

Rasional : keluarga mungkin percaya bahwa pasien akan hidup, rehabilitasi

akan sangat dibutuhkan untuk pengobatannya, walaupun informasinya akurat,

harapan dapat tidak terwujud.


37

8) Tentukan peran khusus dan atisipasi/terima adanya perubahan.

Rasional : tanggung jawab/peran mungkin harus sebagian astau secara

keseluruhan dibebankan pada anggota keluarga yang lain.

9) Kaji kekuatan yang dimiliki, seperti apakah usaha pengambilan keputusan

bermanfaat atau malah tidak ada gunanya.

Rasional : mungkin memerlukan bantuan untuk memfokuskan kekuatan agar

menjadi efektif/meningkatkan koping.

10) Tentukan dan anjurkan untuk mengunakan cara-cara koping tingkah laku

yang cukup berhasil yang sebelunya dilakukan.

Rasional : berfokus pada kekuatan dan penguatan khusus menghadapi krisis

saat ini.

11) Demonstrasikan dan anjurkan penggunaan keterampialan penanganan stres,

seperti teknik relaksasi, latihan napas, visualisasi.

Rasional : membantu mengarahkan perhatian terhadap vitalitas sendiri untuk

untuk meningkatkan kemampuan koping seseorang.

12) Bantu keluarga untuk mengenal kebutuhan semua anggota keluarga.

Rasional : perhatian mungkin juga terpusat pada anggota keluarga yang

mengalami sakit yang membuat anggota keluarga yang lain merasa terisolasi.

13) Beridukungan dukungan terhadap keluarga yang merasa kehilangan

anggotanya.

Rasional : walaupu berduka tidak perna teratasi penuh dan keluarga mungkin

bimbang terhadap bebagai tahap.

14) Libatkan keluarga dalam pertemuan tim rehabilitasi dan perencanaan

perawtan/pengambilan keputusan.
38

Rasional : mefasilitasi komunikasi, memungkinkan keluarga untuk menjadi

bagian integral dari rehabilitasi dan memberi rasa kontrol

15) Identifikasi sumber-sumber komunitas yang ada seperti perawatan dirumah,

konselor mengenai hukum/finansial.

Rasional : memberikan bantuan dengan masalah yang mungkin meningkatkan

saebagai akibat dari gangguan fungsi peran.

16) Rujuk pada terapi keluarga, atau kelompok-kelompok penyokong lainya.

Rasional : perubahan kognitif/kepribadian biasanya sangat sulit untuk

diterima oleh keluarga.

2.2.4.9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak

mengenal informasi/sumber-sumber, keterbatasan kognitif.

Hasil yang diharapkan :

1) Berpartisipasi dalm proses pembelajaran.

2) Mengungkapkan pemaham tentang kondisin, aturan pengobatan, potensial,

komplikasi.

3) Mulai perubahan gaya hidup baru dan/atau keterlibatan dalam program

rehabilitasi.

4) Melakukan prosedur yang diperlukan dengan benar.

Intervensi keperawatan

1) Evaluasi kemapuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga

keluarganya.

Rasional : memungkin untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atau

kebutuhan secara individual.


39

2) Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan

pengaruh sesudahnya.

Rasional : membantu dalam menciptakanharapan yang realistis dan

meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.

3) Berikan kembali penguatan terhadap pengobatan yang diberikan sekarang.

Rasional : aktivitas, pembatsan , pengobatan terapi yang direkomendasikan

diberikan/ disusun atas dasar pendekatan antardisiplin dan evaluasi amat

penting untuk perkembangan.

4) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri

Rasional : berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang

didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual.

5) Berikan instruksi dalam bentuk tulisan dan jadwal mengenai aktivitas, obat-

obatan, dan faktor-faktor pentingnya lainnya.

Rasional : memberikan penguatan visual dan rujukan setelah sembuh.

6) Identifikasi tanda/gejala adanya faktor risiko secara individual, sperti

kebocoran CSS yang lama, kejang pasca trauma.

Rasional : mengenal perkembangnan masalah memberikan kesempatan untuk

mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk mencegah terjadinya

komplikasi yang serius.

7) Diskusikan dengan pasien dan orang terdekat perkmbangan dari gejala seperti

munculnya tanda dan gejala yang perna dialami saat trauma terjadi.

Rasional : dapta menjadi tanda adanya eksasebrasi respons pasca traumatic

yang dapat terjadi dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah

mengalami trauma.
40

8) Identifikasi sumber-sumber yang berada di masyrakat, seperti kelompok

penyokong cedera kepala, pelayana social, fasilitas rehabilitasi, program

pasien diluar rumah sakit.

Rasional : diperlukan untuk memberikan bantuan perawatan sacara fisik,

penanganan dirumah, perubahandalam gaya hidup baik secara emosional

maupun secara finansial.

9) Rujuk/tegaskan kembali pentingnya untuk melakukan evaluasi dengan

rehabilitasi.

Rasional : kerja keras akhirnya menghasilkan dfisit neurologis dan

memapukan asien untuk memulai gaya hidup baru/produktif.

2.2.5. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi

disusun dan ditujukan pada nursing oreder untuk membantu klien mencapai

tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik. Jika klien

mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan

keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan

data dan memiliki asuhan keperawatan yang pali sesuai dengan kebutuhan klien

(Nursalam, 2008).

Penyusunan asuhan keperawatan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapa,

intervensi dan pendokumentasian. Fokus tahap implementasi asuhan keperawatan


41

adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi untuk memenuhi

kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan asuhan keperawatan meliputi

intervensi independen, dependen dan interdependen. Pemenuhan kebutuhan fisik

dan emosional bervariasi, bergantung dari individu dan masalah yang spesifik

tetapi ada beberapa komponen yang terlibat dalam implementasi asuhan

keperawatan yaitu pengkajian terus-menerus, perencanaan, dan pengajaran.

Asuhan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab

perawat secara professional sebagaimana terdapat dalam standar praktik

keperawatan (Nursalam, 2008).

2.2.6. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi,

dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor

“kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan dan

implementasi intervensi (Nursalam, 2008)

Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara

proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Perlu dipahami bersama

oleh perawat bahwa evaluasi dilakukan dengan melihat respon klien (individu)

terhadap program kesehatan.


42

Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses (formatif)

dan dengan melihat hasilnya (sumatif)

1) Evaluasi proses

Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktifitas dari proses

keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses

harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplemenatasikan

untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut (Nursalam, 2008).

2) Evaluasi hasil

Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status

kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil

bersifat objektif, fleksibel, dan efisien (Nursalam, 2008).


43

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1. Pengkajian

3.1.1. Identitas klien

Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 Juni 2016 sampai dengan 23 Juni

2016 pukul 12:05 WITA. Klien bernama Tn. R berumur 26 tahun, stasus

perkawinan kawin, jenis kelamin laki-laki, beragama Islam, suku bangsa Sunda,

pendidikan terakhir SMA, pekerjaan sales, alamat Jl. Diponegoro RT 31

Kecamatan Tarakan Tengah Kota Tarakan. Klien masuk rumah sakit pada tanggal

18 Juni 2016 pada pukul 16:48 dengan diagnosa medis Intracranial Hematoma,

nomor register 23.5x.xx.

3.1.2. Keluhan utama

Klien mengatakan nyeri pada kepala (21 Juni 2016).

3.1.3. Riwayat keluhan utama

Klien mengatakan nyeri pada kepala bagian kanan, nyeri yang dirasakan

hilang timbul, nyeri yang dirasakan seperti tersayat benda tajam, nyeri berkurang

apabila pasien berbaring dan istirahat dan bertambah bila klien bergerak, sklala

nyeri 6, klien terlihat meringis dan selalu berteriak-teriak.

3.1.4. Riwayat penyakit sekarang

Keluarga klien mengatakan pada hari Sabtu tanggal 18 Juni 2016 klien

mengalami kecelakaan tunggal di sekitar Jl. Aki Balak. Kepala klien terbentur

aspal ketika jatuh dari motor klien langsung dibawa ke IGD Rumah Sakit Umum
44

dengan penurunan kesadaran. Pada tanggal 18 Juni 2016 klien dilakukan tindakan

Craniatomy, setelah menjalani operasi klien dibawa keruangan Intensive Care

Unit (ICU) selama di ICU klien dirawat selama 2 hari. Pada tanggal 20 Juni 2016

klien dipindahkan ke ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. Selama

dirawat di ruang dahlia klien mengeluh sakit kepala, keluarga juga mengatakan

klien gelisah dan selalu ingin turun dari tempat tidur, klien tampak difiksasi

tangan kanan dan kaki sebelah kanan karena klien sulit mengontrol dirinya.

3.1.2.4. Riwayat penyakit dahulu

Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-

obatan. Ibu klien mengatakan anaknya pernah dirawat di rumah sakit sekitar umur

1 tahun akibat mengalami kejang demam.

3.1.2.5. Riwayat penyakit keluarga

Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit

menahun seperti diabetes mellitus , hipertensi dan keluarga klien juga mengatakan

dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular.


45

3.1.2.6 Genogram

65 60 40

27 21 14 25

4 th

Keterangan :
= laki-laki = klien
= perempuan = tinggal serumah
= meninggal
27 = umur klien

Bagan 3.1. Genogram Tn.R

3.1.3 Data psiko-sosial ekonomi

Klien mengatakan dalam keluarga klien berperan sebagai kepala keluarga

dan sebagai seorang ayah dari 1 orang anak dan klien mengatakan mempunyai

teman dekat yang tinggal dekat dengan rumah klien dan yang mempercayai untuk

membantu klien dalam kesulitan yaitu keluarga klien, klien jarang mengikuti

kegiatan yang diadakan di masyarakat karena klien sibuk bekerja. Masalah yang
46

dirasakan klien selama dirawat di rumah sakit yaitu klien tidak bisa mencari

nafkah untuk keluarganya.

3.1.4 Data spiritual

Klien mengatakan dirinya beragama Islam, klien sangat yakin dan percaya

terhadap agamanya klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien tidak

pernah shalat.

3.1.5 Pola kebiasaan sehari-hari

3.1.5.1 Nutrisi (makan-minum)

Sebelum sakit klien mengatakan frekuensi makan klien 3 kali sehari

dengan selera makan baik dan porsi makan selalu dihabiskan, jenis makan yang

yang dimakan seperti nasi, sayur dan lauk pauk, klien mengatakan semua

makanan klien suka dan tidak ada makanan pantang maupun pembatasan pola

makan, tidak ada kesulitan dalam makan.

Saat sakit keluaga klien mengatakan makan 3 kali sehari dengan jadwal

pemberian makan dirumah sakit, porsi makan tidak dihabiskan, klien hanya

makan 5 sendok makan saja, klien mendapat diet TKTP (tinggi kalori tinggi

protein) dengan konsistensi lunak.

3.1.5.2 Cairan

Sebelum sakit klien mengatakan minum air putih kira kira 1800 ml/hari.

Saat sakit keluarga klien mengatakan klien hanya menghabiskan 2 gelas air

mineral kurang lebih 500 ml/ hari. Klien terpasang IVFD terpasang RL dengan

tetesan 20 tpm.
47

3.1.5.3 Eliminasi Urine dan Alvi

1) Eliminasi urine

Sebelum sakit klien mengatakan BAK 5 kali sehari dengan warna urine

kekuningan. Klien tidak mengalami kesulitan saat buang air kecil.

Saat di rumah sakit klien terpasang kateter dengan pengeluaran urine 1600

cc/24 jam, dengan warna urine kuning.

IWL= 15xbb= 15x57= 85,5cc/jam, IWL dalam 24 jam= 85,5x24=2502 cc/24 jam.

SWL : urine 1600 cc , drain 150 cc

Output : IWL+SWL= 2502+1600+150 =4252 cc

Input : 500+350+300 = 1150

Balance cairan = input-output = 1150-4252 = 3102

2) Eliminasi alvi

Sebelum sakit klien mengatakan biasanya buang air besar 1 kali dalam 2

hari dengan konsistensi semi lunak warna kuning dengan bau khas, tidak ada

darah dan tidak ada kesulitan dalam buang air besar.

Saat sakit keluarga klien mengatakan selama dirawat dirumah sakit klien

belum pernh buang air besar. Klien tampak terpasang diapers.

3.1.5.4 Istirahat dan tidur

Sebelum sakit klien mengatakan jarang tidur siang karena klien sibuk

bekerja sebagai sales dan pada malam harinya klien baru tertidur sekitar jam
48

22:00 WITA dan terbangun pada jam 06:00 WITA, sebelum tidur klien selalu

menonton tv bersama keluarga, klien mengatakan tidur dengan nyeyak.

Saat sakit keluarga klien mengatakan selama sakit klien tidak ada kesulitan

tidur, pada malam hari klien tertidur sekitas jam 21:00 WITA dan terbangun pada

jam 05:00 WITA dan siang hari klien hanya tertidur sekitar 2 jam.

3.1.5.5 Aktivitas gerak

Sebelum sakit klien mengatakan bahwa aktifitas klien dapat terpenuhi

secara mandiri. Klien bekerja sebagai sales, tidak ada gangguan dalam

beraktifitas, klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu berjalan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.

Saat sakit keluarga klien mengatakan selama dirawat dirumah sakit klien

hanya berbaring di tempat tidur dan segala aktivitas dan kebutuhan klien dibantu

oleh keluarga dan perawat.

3.1.5.6 Personal hygine

Sebelum sakit klien mengatakan biasanya mandi 2 kali dalam sehari yaitu

pagi dan sore dengan menggunakan sabun mandi, klien mengatakan mencuci

rambut dengan sampo dan menyikat gigi setiap kali mandi, klien menggunting

kuku 1 kali seminggu.

Saat sakit keluarga klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien

hanya di seka-seka. Pemenuhan kebersihan diri tidak dapat terpenuhi, klien

tampak kotor dan bau.


49

3.1.6 Pemeriksaan fisik

3.1.6.1 Keadaan umum

Tingkat kesadaran klien apatis dengan GCS 12 yakni Eye 3, Verbal 4,

Motorik 6. Tinggi klien 165 cm dan berat badan 57 kg.

3.1.6.2 Tanda tanda vital

Tekanan darah klien 120/80 mmHg. MAP (Mean Arteriol Pressure) klien

93,3 mmHg. Frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi pernafas 20x/menit dan suhu

klien 36,8ºC diukur pada aksila.

3.1.6.3 Pemeriksaan sistemik

1) Kepala

Bentuk kepala klien mesochepal, distribusi rambut merata, terdapat luka

operasi dangan 23 jahitan dengan panjang jahitan 20 cm, luka klien tampak tidak

kemerahan, klien tampak terpasang drain dengan produksi drain 150 cc dengan

warna drain kemerahan, terdapat nyeri tekan. Klien mengatakan nyeri pada luka

operasi.

2) Mata

Penyebaran bulu mata klien merata, konjungtiva klien berwarna

kemerahan, sklera tidak ikterik, mata sebelah kanan klien mengalami lebam akibat

terjatuh dari motor, pemeriksaan Nervus II optikus klien tidak mampu membaca

koran dari jarak 30 cm karena klien hanya diam. Pemeriksaan Nervus III

Okulomotorius saat diberi rangsangan cahaya pupil klien mengecil, ukuran pupil 3

mm isokor, saat cahaya dijauhkan pupil klien melebar (midriasis), pada


50

pemeriksaan Nervus IV Trokhlearis , Nervus VI Abdusen klien tidak mampu

melakukan nya, pada pemeriksaan. Mata berkedip saat diberi refleks glabella.

3) Hidung

Pemeriksaan Nervus I Olfaktorius klien mampu membedakan bau minyak

kayu putih dan bau jeruk. Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat adanya

perdarahan, epiktaksis, maupun polip, tidak terjadi devisiasi septum, tidak

terdapat secret.

4) Mulut dan tenggorokan

Bibir klien tampak kering dan pecah-pecah, tidak terdapat labioschizis,

bibir klien berwarna coklat, terdapat secret dan caries pada gigi, terdapa gigi yang

hilang yaitu pada gigi depan berjumlah 3 buah, tidak terdapat stomatitis, pada

pemeriksaan Nervus V Trigeminus klien tidak mampu merasakan rasa pahit pada

lidah bagian belakang baik kiri maupun kanan. Pada pemeriksaan Nervus VII

Fascialis klien tidak mampu merasakan manisnya gula pada lidah bagian depan,

asinnya garam pada lidah bagian tengah, dan kecut/ asamnya jeruk nipis pada

lidah bagian samping kiri dan kanan. klien tidak dapat menjulurkan lidah kedepan,

uvula berada ditengah pemeriksaan Nervus IX Glosofaringeus dan Nervus X

Vagus, tidak terdapat deviasi uvula dan klien mampu menelan dengan baik.

Pemeriksaan Nervus XII Hipoglasus klien tidak mampu menjulurkan lidahnya.

5) Telinga

Telinga klien simetris antara kiri dan kanan, terdapat serumen telinga klien

tamapak tidak bersih. Untuk pemeriksaan Nervus VIII Vestibulo Askutikus klien

mampu mendengar suara jam tangan.


51

6) Leher

Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran

kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada posisi trakea. Pada pemeriksaan

Nervus accessories klien tidak mampu mengangkat bahu kiri dan kanan.

7) Payudara

Bentuk payudara klien simetris antara kiri dan kanan, tidak terdapat lesi

maupun secret, pada saat di palpasi tidak teraba massa dan tidak ada pembesaran

getah bening.

8) Thoraks

Bentuk dada klien normochest, perbandingan anterior posterior dan

transversal 2:1. Gerakan dada klien simetris antara kiri dan kanan. Perkusi paru

terdengar sonor dan suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru. Tidak

terdapat suara nafas tambahan.

9) Jantung

Ictus cordis tidak terlihat, ictus cordis teraba 1 cm dibawah mamae yakni di

intercosta 5 midklavikula sinistra.. Jantung dalam batas normal, tidak terjadi

adanya pembesaran jantung (kardiomegali). Batas atas jantung intercosta 2, batas

kanan jantung linea sternalis sinistra dan batas kiri jantung linea midklavikula

sinistra. Batas bawah jantung intercosta 5 sinistra. Tidak terdengar bunyi jantung

tambahan. Bunyi jantung S1 (Lup), dan S2 (dup). Capillary Refilling Time 2

detik.

10) Abdomen

Tidak terdapat lesi, umbilicus tidak menonjol, auskultasi bising usus

8x/menit. Tidak terdapat massa atau benjolan pada daerah abdomen. Tidak
52

terdapat distensi abdomen dan tidak terdapat pembesaran hepar dan saat dilakukan

perkusi abdomen terdengar timpani.

11) Genetalia

Tidak terdapat massa pada daerah scrotum, terpasang kateter sejak tanggal

18 Juni 2016, pengeluaran urine 1600cc/24 jam.

12) Anus

Kulit tampak kecoklatan, tidak terdapat pembesaran pembuluh darah, tidak

terdapat secret maupun polip, tidak terdapat masa.

13) Lengan dan tungkai

Klien mampu menggerakkan ekstremitas sebelah kanan tetapi klien tidak

mampu menggerakkan ekstremitas sebelah kiri, bentuk simetris, tidak ada

pembengkakan, temperatur hangat kekuatan otot 5 1

5 1

Refleks patologis : Babinsky : Plantar fleksi (-).

3.1.6.4 Collumna vertebral

Klien tidak mengalami kelainan tulang belakang seperti (lordosis, kifosis,

skoliosis).

3.1.6.5 Kulit

Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kering, tekstur kasar, tidak

terdapat kelainan pada kulit, CRT kembali <2 detik.


53

3.1.7 Pemeriksaan penunjang

3.1.7.1 Laboratorium

Tanggal 18 Juni 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Leukosit (WBC) 23,5 ribu/mm³ 4-12 ribu/mm³

Eritrosit (RBC) 4,95 juta/mm³ 4,5 juta/mm³

Hemoglobin (HGB) 14,3 g/dl 14-18 g/dl

Hematokrit (HCT) 39,6% 40-48 %

MCV 80,0 fl 82-92 fl

MCH 28,9 pg 31-36

MCHC 36,1 g/dl 32-37

PLT 304ribu/mm³ 150-450 ribu/mm³

Glukosa darah 106 mg/dl < 140

Ureum 22,8 mg/dl 10 – 50

Kreatinin serum 0,82 mg/dl 0,6 – 1,3

Kalium 3,52 mmol/I 3,48 – 5,50

Natrium 136,8 mmol/I 135 – 145

Klorida 104,5 mmol/I 81 – 105,5

Tabel 3.1. Pemeriksaan darah lengkap Tn. R


54

3.1.7.2 Rontgen :

1) Tanggal 18 Juni 2015

CT Scan kepala, tampilan axial tanpa bahan kontras, pada pasien dengan klinis

hasil.

Tak tampak soft tissue swilling extra cranial

Pada windows tulang, tak tampak discontinusitas tulang.

Gyri, sulci dan fissure sylvii tak prominent.

Batas cortex medulla tegas.

Tampak lesi hiperdens di lobus parientalis dextra yang meluas ke Sistema

ventrikel.

Air cellulae mastoidea da SPN normodens

Kesan : ICH di lobus parietalis dextra disertai intraventrikel hemoragik.

2) Tanggal 18 Juni 2015

Pemeriksaan x foto thorax

Cor : CTR <50%

Corakan bronhovascular kasar

Tak tampak kesuraman di kedua lapang paru

Tracea = tak deviasi

Diafragma kanan setinggi costa VIII - XI posterior

Sinus costofrenkis dextra dan sinistra, lancip

Kesan : gambaran Bronchitis.


55

3.1.7.3 Terapy

Codein 10 mg 3x1 / 8 jam

Manitol inf 150cc/ 12 jam

Citocolin 250 mg/ 12 jam

Meropenom 1 gr/ 12 jam

Na. phenytoin 50 mg/12 jam

Ranitidine 50 mg/ 8 jam

Ketorolax 30 mg/ 8 jam

Vit k 1 ampul/ 8 jam

Kalnex 100 mg/ 8 jam

Mecobalamin 1 ampul/ 8 jam

3.1.7.3 Data fokus

1) Data subjektif

Klien mengatakan nyeri pada daerah kepala.

Klien mengatakan nyeri seperti tersayat benda tajam.

Skala nyeri 6 (sedang).

Nyeri yang dirasakan ketika klien bergerak dan hilang ketika beristirahat.

Keluarga mengatakan klien selalu ingin turun dan tempat tidur.

Dan kelurga juga mengatakan klien sulit mengontrol dirinya.

Keluarga klien mengatakan selama sakit klien hanya berbaring di tempat tidur.

Segala aktifitas dibantu oleh keluarganya dan perawat.

Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit klien belum pernah BAB.

Selama di rumah sakit klien belum pernah mandi.


56

2) Data objektif

Klien tampak meringis.

Klien selalu berteriak teriak.

Klien tidak mampu menggerakan ekstremitas sebelah kiri.

Terdapat luka operasi dangan 23 jahitan dengan panjang jahitan 20 cm.

Luka klien tampak tidak kemerahan.

Klien terpasang drain dengan produksi drain 150 cc dengan warna drain

kemerahan.

Klien difiksasi di kaki da tangan sebelah kanan.

klien tampak gelisah.

klien tidak mampu menggerakan ekstremitas sebelah kiri.

kekuatan otot 5 1

5 1

Klien tercium bau dan kotor.

Klien erpasang diapers

Bising usus 8x/menit

Klien hanya berbaring di tempat tidur / bed rest

GCS 13

Tampak lesi hiperdens di lobus parientalis dextra yang meluas ke Sistema

Leukosit (WBC), 23,5 ribu/mm³

3.1.7.4 Analisa data

1) Pengelompokan data pertama

Data subjektif

-
57

Data objektif

Terdapat luka operasi dangan 23 jahitan dengan panjang jahitan 20 cm.

Luka klien tampak tidak kemerahan.

klien tampak terpasang drain dengan produksi drain 150 cc dengan warna drain

kemerahan.

Leukosit (WBC), 23,5 ribu/mm³

Masalah : resiko tinggi infeksi

Etiologi : post op, terputusnya kontinitas jaringan, kerusakan intragritas jaringan,

adanya luka, resiko agen pathogen menginfeksi luka, resiko infeksi,

2) Pengelompokan data kedua

Data Subjektif :

Data objektif

Klien tidak mampu mengerakan mengerakan ekstremitas sebelah kiri.

Tampak lesi hiperdens di lobus parientalis dextra yang meluas ke Sistema.

GCS 13.

Masalah : Gangguan perfusi jaringan serebral

Etiologi : Trauma kepala, Suplai darah keotak menurun, insufisiensi aliran darah

keotak, perubahan perfusi jaringan serebral

3) Pengelompokan data ketiga

Data subjektif :

Klien mengatakan nyeri pada daerah kepala

Klien mengatakan nyeri seperti tersayat benda tajam

Skala nyeri 6 (sedang)


58

Nyeri yang dirasakan ketika klien bergerak dan hilang ketika beristirahat

Data objektif

Klien tampak meringis

Klien selalu berteriak teriak

Masalah : nyeri

Etiologi : luka pasca operasi, terputusnya kontunitas jaringan, transmisi,

transduksi, prostaglandin meningkat, nyeri

4) Pengelompokan data keempat

Data subjektif :

Dan keluarga juga mengatakan klien sulit mengontrol dirinya.

Keluarga klien mengatakan selama sakit klien hanya berbaring di tempat tidur.

Data objektif :

GCS 13 apatis

Klien tampak di fiksasi di kaki dan tangan sebelah kanan.

Klien tampak gelisah.

Masalah : defisit neurologis, gangguan kesadaran

Etiologi :gangguan kesadaran

5) Pengelompokan data kelima

Data subjektif :

Keluarga klien mengatakan selama sakit klien hanya berbaring di tempat tidur

Segala aktifitas dibantu oleh keluarganya dan perawat

Data objektif :

klien tidak mampu menggerakan ekstremitas sebelah kiri


59

kekuatan otot 5 1

5 1

Masalah : Gangguan mobilitas fisik

Etiologi : trauma kepala, dilakukan tindakan craniotomy, terdapat luka pasca

operasi, penurunan kekuatan otot, penurunan kemampuan bergerak, gangguan

mobilitas fisik,

6) Pengelompokan data keenam

Data subjektif

Keluarga klien mengatakan selama dirumah sakit klien belum perna BAB

Data objektif

Klien tampak terpasang diapers

Bising usus 8x/menit

Masalah : konstipasi

Etiologi : defisit neurologi, kehilangan kontrol volunteer, kintraktrilias usus

menurun, konstipasi.

7) Pengelompokan data ketujuh

Data subjektif :

Selama dirumah sakit klien belum perna mandi

Data objektif :

Klien tampak tercium bau dan kotor.

Masalah : Defisit perawatan diri : Mandi/hygine

Etiologi : kelemahan fisik umum, ketidakmampuan melakukan perawatan diri,

defisit perawatan diri,


60

8) Pengelompokan data kedelapan

Data subjektif

Keluarga klien mengatakan selama sakit klien hanya berbaring di tempat tidur

Data objektif

Klien hanya berbaring di tempat tidur / bed rest

Masalah : Resiko kerusakan integritas kulit

Etiologi : imobilisasi, tirah baring lama, resiko integeritas kulit.


61

Penyimpangan KDM “kasus”

Trauma kepala

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan Kehilangan kontrol
intraserebral) volunter

Dilakukannya
pembedahan Darah masuk kedalam Kintrakrilitis usus
craniatomy jaringan otak menurun

Terbukanya Darah membentuk


Luka insisi Konstipasi
jalan masuk massa atau hematoma
pembedahan
mikroorganisme

Penekanan pada
Resiko infeksi jaringanh otak
Gangguan kesadaran

Sel melepaskan Peningkatan tekanan


mediator nyeri : intracranial
prostaglandin, sitkonin Resiko injuri

Gagngguan aliran darah


Influs kepusat nyeri di keotak Gangguan perfusi
otak (thalamus) jaringan serebral
Fungsi otak menurun

Ketidak mampuan
Influs kepusat nyeri di
Kerusakan melakukan perawatan diri
otak
neuromotorik

Somasensori korteks Defisit perawatan diri


otak : nyeri dipersepsi Hemiparase

Nyeri akut imobilisasi Gangguan mobilitas


fisik

Tirah baring

Resiko kerusakan
integritas kulit

Bagan 3.2. Penyimpangan KDM kasus Tn.R


62

3.2 Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data, didapatkanlah diagnosa

keperawatan berdasarkan skala prioritas. Diagnosa keperawatan tersebut adalah :

1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan

2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan insufisiensi aliran

darah keotak

3) Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi

4) Resiko injuri berhubungan dengan gangguan kesadaran

5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan gerak

6) Konstipasi berhubungan dengan kehilangan kontrol volunteer

7) Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidak mampuan melakukan

perawatan diri

8) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, tirah

baring lama, resiko kerusakan integritas kulit.

3.3 Rencana Tindakan Keperawatan

3.3.1 Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak menunjukkan terjadinya

infeksi dalam waktu 3 x 24 jam dengan kriteria hasil :

Tidak terdapat tanda – tanda infeksi seperti dolor, kalor, tumor, rubor.

Intervensi :

1) Kaji keadaan luka dan balutan.

2) Observasi daerah yang terpasang alat invasive

3) Observasi suhu tubuh secara teratur


63

4) Lakukan perawatan luka dengan mempertahankan teknik steril

5) Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi

6) Berikan anti biotik sesuai indikasi

3.3.2 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan insufisiensi aliran

darah keotak

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan perfusi

jaringan serebral adekuat dengan kriteria hasil :

1) Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran (compos mentis), GCS 15

2) Tanda – tanda vital stabil/ dalam batas normal :

(1) Tekanan darah : sistol (100-140 mmHg) dan diastol (70-90 mmHg)

(2) Frekuensi nadi : 60-100 x/menit

(3) Frekuensi pernapasan : 16 – 24 x/menit

(4) Suhu tubuh : 36 – 37,5º C

3) Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (penurunan kesadaran, mual, muntah,

dan nyeri kepala)

Intervensi :

1) Pantau status neurologis dan bandingan dengan keadaan normalnya/ standar

2) Pantau tanda-tanda vital

3) Catat perubahan dalam penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang

pandang.

4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis

(netral)

5) Pertahankan keadaan tirah baring


64

6) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

7) Tatalaksana dalam pemberian obat Citicoline 125 mg melalui IV

8) Tatalaksana dalam pemberian obat Mecobalamin 1 ampul

9) Tatalaksana dalam pemberian obat Vit. K 1 ampul

10) Tatalaksana dalam pemberian obat Asam Traneksamat 500 g

11) Tatalaksana dalam pemberian obat HCT

12) Tatalaksana dalam pemberian Manitol 100 ml

3.3.3 Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri klien dapat

berkurang dengan kriteria hasil :

Klien tampak rileks

Skala nyeri berkurang

Skala 1-3

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri catat lokasi

2) Anjurkan klien dalam teknik relaksasi napas dalam

3) Atur posisi senyaman mungkin

4) Anjurkan klien untuk banyak istirahat

3.3.4 Resiko injury berhubungan dengan gangguan kesadaran

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko

jatuh akan menurun atau terbatas dengan kriteria hasil :

1) klien tampak berada di tempat tidur

2) klien tampak tenang


65

Intervensi keperawatan

1) Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan pontensi jatuh

2) Bantu pasien saat ambulasi

3) Berikan tempat tidur yang aman bagi pasien

4) Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berada didekat pasien

3.3.5 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan

gerak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan klien dapat

mobilisasi secara mandiri dengan kriteria hasil :

1) Klien dapat mempertahankan/ meningkatkan fungsi tubuh yang lemah

2) Tidak terjadi penyusutan massa otot

3) Klien dapat melakukan mobilitas fisik duduk di tempat tidur secara mandiri

Intervensi :

1) Kaji kemampuan mobilisasi klien

2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam

3) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk atau posisi lainnya

4) Susun tujuan dengan pasien/ keluarga untuk berpartisipasi dalam aktifitas/

latihan mengubah posisi

5) Tinggikan tangan dan kepala

6) Bantu/ lakukan latihan ROM pada ekstremitas dan sendi

3.3.6 Konstipasi berhubungan dengan menurunya kontrol volunter

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan konstipasi

teratasi dengan kriteria hasil :


66

1) Klien mampu menciptakan eliminasi yang adekuat

2) Klien BAB minimal 1x dalam sehari dengan konsistensi lunak/semi lunak

3) Tidak ada kesulitan BAB

4) Bising usus dalam rentang 5-35x/menit

Intervensi :

1) Kaji pola sebelumnya dan bandikan dengan pola yang sekarang

2) Anjurkan untuk minum yang adekuat (sesuai toleransi)

3) Anjurkan klien untuk mengkomsumsi makanan tinggi serat

3.3.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidak mampuan melakukan

perawatan diri

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien

mampu/ikut berpartisipasi dalam perawatan diri dengan kriteria hasil :

1) Klien bersih

2) Klien tidak kusam

3) Klien mandi minimal 1x dalam sehari

4) Klien mengganti baju minimal 1x dalam sehari

Intervensi :

1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari

hari

2) Dorong dan bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan

3) Hindari melakukan sesuatu pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi

berikan bantuan sesuai kebutuhan

4) Ikut serta klien dalam setiap rencana keperawatan


67

3.3.8 Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi,

tirah baring lama,

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan resiko

kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil :

1) Tidak terdapat luka tekan/ dekubitus

2) Mempertahankan kulit utuh

Intervensi :

1) Kaji integritas kulit, adanya kemerahan

2) Mengubah posisi sering ditempat tidur ( miring kanan dan miring kiri)

3) Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah daerah dengan kelembaban

tinggi

4) Mempertahankan/mengganti sprei agar tetap kering dan bersih

5) Lakukan massage dan lubrikasi pada kulit dengan lotion / minyak

3.4 Tindakan/ implementasi dan evaluasi

3.4.1 (Hari Selasa, Tanggal 21 Juni 2016)

1) Diagnosa keperawatan pertama

Pukul 12:10 WITA

kaji keadaan luka dan balutan

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : Balutan klien tampak bersih dan tidak kotor

Pukul 12:20 WITA

Observasi suhu tubuh secara teratur


68

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : S = 36,7 ºc

Pukul 12:25 WITA

membatasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan membatasi yang akan membesuk

klien

Objektif : klien tampak di jaga oleh ibu klien.

Pukul 13:00 WITA

Berikan antibiotic sesuai indikasi

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : Penatalaksanaan dalam pemberian Manitol infus 100 ml

2) Diagnosa keperawatan kedua

Pukul 09.35 WITA

Memantau status neurologis dan bandingan dengan keadaan normalnya/ standar

Evaluasi :

Subjektif : Klien mengatakan merasakan kelemahan pada tubuh sebelah kiri,

klien mengatakan kelemahan dirasakan pada saat melakukan aktifitas, kelemahan

berkurang saat klien beristirahat

Objektif : GCS : Eye : 3, Verbal : 4, Motorik : 6

Pukul 10.00 WITA

Memantau tanda-tanda vital


69

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 20 x/menit, S :

36,2º C

Pukul 09.57 WITA

Evaluasi :

Mengkaji apakah ada perubahan penglihatan pada klien

Subjektif : Klien mengatakan tidak ada gangguan dalam penglihatan

Objektif : Klien mampu membaca buku dari jarak 30 cm

Pukul 09.40 WITA

Mengatur posisi kepala klien agak ditinggikan (head up)

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan lebih nyaman beristirahat dengan posisi kepala

ditinggikan

Objektif : klien beristirahat dengan posisi kepala ditinggikan

Pukul 09.45 WITA

Menganjurkan klien untuk mempertahankan keadaan tirah baring

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan

Objektif : klien berbaring di tempat tidurnya

Pukul 11.20 WITA

Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan


70

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan menghindari batuk dan mengejan

berlebihan

Objektif :-

Pukul 10.00 WITA

Menganjurkan klien untuk menhindari batuk dan mengejan berlebihan

Subjektif : klien mengatakan akan menghindari batuk dan mengejan

berlebihan

Pukul 18.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Citicoline 125 mg melalui IV

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan merasa lebih segar didalam kepalanya

Objektif : TD : 110/70 mmHg

Pukul 18.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Mecobalamin 1 ampul melalui IV

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan tidak mual ataupun muntah

Objektif : TD : 110/70 mmHg

Pukul 23.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Vit. K 1 ampul melaluli IV

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/70 mmHg


71

Pukul 23.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Asam Traneksamat melalui IV

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/70 mmHg

Pukul 08.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat HCT 2 g

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 120/80 mmHg

Pukul 22.00 WITA

Penatalaksanaan dalam pemberian obat Amlodipine 5 mg melalui oral

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/80 mmHg

Pukul 18.00 WITA

Penatalaksanaan dalam pemberian Manitol infus 100 ml

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : 120/70 mmHg

3) Diagnosa keperawatan ketiga

Pukul 12:15

Mengkaji tingkat nyeri catat lokasi


72

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan nyeri pada kepala dengan skala nyeri 6

Objektif : klien tampak meringis, Klien tampak berteriak teriak

Pukul 12:17

Menganjurkan klien dalam teknik relaksasi nafas dalam

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan mau mengikuti anjuran

Objektif : klien tamoak tidak melakukan anjuran

Pukul 12:30

Mengatur posisi senyaman mungkin

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan nyaman pada posisi semi fowler

Objektif : klien tampak rileks

Pukul 12:45

Menganjurkan klien untuk banyak istirahat

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak mengerti

4) Diagnosa keperawatan keempat

Pukul 12:50

Mengkaji karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh

Subjektif :-

Objektif : klien tampak berbaring di tempat tidur yang telah disediakan oleh

rumah sakit
73

Pukul 13:00

Membantu klien saat ambulasi

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : membantu klien untuk mengatur posisi

Pukul 13:10

Memberikan tempat tidur yang aman bagi pasien

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : Tempat tidur klien diberikan pembatas

Menganjurkan keluarga untuk selalu berada didekat pasien

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan selalu berada di dekat pasien

Objektif : leluarga klien tampak berada di dekat pasien

5) Diagnosa keperawatan kelima

Pukul 16:15 WITA

Mengaji kemampuan mobilisasi klien

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan klien tidak bisa melakukan aktifitas

Objektif : klien tampak berbaring di tempat tidur

Pukul 17:00 WITA

mengubah posisi minimal setiap 2 jam

evaluasi

Subjektif :-
74

Objektif : klien dimiringkan ke samping dan diberikan ganjalan bantal

Pukul 17:15 WITA

membantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk atau posisi lainnya

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : Bantu klien untuk melakaukan posisi semi fowler

Pukul 17:20 WITA

menyusun tujuan dengan pasien/ keluarga untuk berpartisipasi dalam aktifitas/

latihan mengubah posisi

Evaluasi :

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan selalu mengubah posisi klien

minimal 2 jam sekali

Objektif :-

Pukul 17:25

meninggikan tangan dan kepala

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : kepala klien tampak lebih tinggi di bandingkan badan klien

Pukul 17:30

Mengajarkan keluarga dan bantu lakukan latihan ROM pada ekstremitas dan sendi

Evaluasi

Subjektif : Keluarga klien mengatakan sudah melakukan latihan gerak

aktifitas fisik

Objektif : klien tampak mengerti


75

6) Diagnosa keperawatan keenam

Pukul 19:00

Mengkaji pola sebelumnya dan bandikan dengan pola yang sekarang

Evaluasi :

Subjektif :klien mengatakan selama dirumah BAB 1x dalam dua hari dan

selama dirawat dirumah sakit klien belum pernah BAB

Objektif :-

Pukul 19:05 WITA

Menganjurkan untuk minum yang adekuat (sesuai toleransi)

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan

Objektif : klien minum 2-3 gelas perhari

Pukul 19:10 WITA

menganjurkan klien untuk mengkomsumsi makanan tinggi serat

evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akna mengikuti anjuran

Objektif : klien mengomsumsi papaya 1 kali sehari

7) Diagnosa keperawatan ketujuh

Pukul 19:20 WITA

kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari hari

evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan kesulitan untuk melakukan perawatan diri

karena lemah yang dirasakan

Objektif :-
76

Pukul 19:25

Dorong dan bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan ingin dibantu dalam perawata diri

Objektif :-

Pukul 19:30

Hindari melakukan sesuatu pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi

berikan bantuan sesuai kebutuhan

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : klien dibantu dalam kebutuhan sehari-hari

Pukul 19:40

ikut serta klien dalam setiap rencana keperawatan

evaluasi

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti rencana keperawatan yang

berhubungandengan kesehatan nya

Objektif :-

8) Diagnosa keperawatan kedelapan

Pukul 19:45

Kaji integritas kulit, adanya kemerahan

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : kulit klien tidak tampak kemerahan


77

Pukul 19:50

Menganjurkan keluarga klien mengubah posisi sering ditempat tidur ( miring

kanan dan miring kiri)

Evaluasi :

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak dimiringkan dengan mengunakan ganjalan bantal

Pukul 20:00

Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah dengan kelembaban tinggi

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : kulit disekitar punggung tampak bersih dan kering

Pukul 20:05

Mempertahankan/mengganti sprei agar tetap kering dan bersih

Evaluasi :

Subjektif : keluarga klien mengatakan selalu menganti seprai setiap hari

Objektif : seprai klien tampak kering dan bersih

Pukul 20:10

Melakukan massage pada kulit dengan lotion / minyak

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : memberikan loction pada kulit klien

3.4.2. (Hari Rabu, Tanggal 22 Juni 2016)

1) Diagnosa keperawatan pertama

Pukul 11:10 WITA


78

kaji keadaan luka dan balutan

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : Balutan klien tampak bersih dan tidak kotor, klien tampak

terpasang drain

Pukul 11:15 WITA

Observasi suhu tubuh secara teratur

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : S = 36,5 ºc

Pukul 11:25 WITA

Melakukan perawatan luka dengan mempertahankan teknik steril

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : klien dilakukan perawatan luka

Pukul 12:00 WITA

membatasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan membatasi pengunjung yang

akan membesuk klien

Objektif : klien tampak di jaga oleh ibu klien.

Pukul 13:00 WITA

Berikan antibiotic sesuai indikasi


79

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : Penatalaksanaan dalam pemberian Manitol infus 100 ml

2) Diagnosa keperawatan kedua

Pukul 07.00 WITA

Memantau status neurologis dan bandingan dengan keadaan normalnya/ standar

Evaluasi

Subjektif : Klien mengatakan merasakan kelemahan pada tubuh sebelah kiri,

klien mengatakan kelemahan dirasakan pada saat melakukan aktifitas, kelemahan

berkurang saat klien beristirahat

Objektif : GCS : Eye : 3, Verbal : 4, Motorik : 6

Pukul 06.00 WITA

Memantau tanda-tanda vital

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 89 x/menit, RR : 19 x/menit, S :

36,0º C

Pukul 06.15 WITA

Mengkaji apakah ada perubahan penglihatan pada klien.

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan tidak ada gangguan terhadap penglihatan

Objektif : klien mampu membaca koran dari jarak 30 cm

Pukul 06.35 WITA

Mengatur posisi kepala klien agak ditinggikan (head up)


80

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan lebih nyaman beristirahat dengan posisi kepala

ditinggikan

Objektif : klien beristirahat dengan posisi kepala ditinggikan

Pukul 06.40 WITA

Menganjurkan klien untuk mempertahankan keadaan tirah baring

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan

Objektif : klien berbaring di tempat tidurnya

Pukul 07.35 WITA

Menganjurkan klien untuk menghiindari batuk dan mengejan yang berlebihan

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan menghindari batuk dan mengejan yang

berlebihan

Pukul 06.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Citicoline 125 mg melalui IV

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan merasa lebih segar didalam kepalanya

Objektif : TD : 110/70 mmHg

Pukul 18.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Mecobalamin 1 ampul melalui IV

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan tidak mual ataupun muntah

Objektif : TD : 110/70 mmHg


81

Pukul 23.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Vit. K 1 ampul melaluli IV

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/70 mmHg

Pukul 23.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Asam Traneksamat melalui IV

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/70 mmHg

Pukul 08.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat HCT 2 g

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 120/80 mmHg

Pukul 22.00 WITA

Penatalaksanaan dalam pemberian obat Amlodipine 5 mg melalui oral.

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/80 mmHg

Pukul 18.00 WITA

Penatalaksanaan dalam pemberian Manitol infus 100 ml

Evaluasi

Subjektif :-
82

Objektif : 120/70 mmHg

3) Diagnosa keperawatan ketiga

Pukul 07:00 WITA

Mengkaji tingkat nyeri catat lokasi

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan nyeri pada kepala berkurang dengan skala nyeri

Objektif : klien tampak rileks

Pukul 07:05 WITA

Menganjurkan klien dalam teknik relaksasi nafas dalam

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan mau mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak melakukan apa yang telah di anjurkan

Pukul 07:10 WITA

Mengatur posisi senyaman mungkin

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan nyaman pada posisi semi fowler

Objektif : klien tampak rileks

Pukul 07:15 WITA

Menganjurkan klien untuk banyak istirahat

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak mengerti, klien tampak rileks


83

4) Diagnosa keperawatan keempat

Pukul 08:00 WITA

Mengkaji karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan poitensi jatuh

Subjektif :-

Objektif : klien tampak berbaring di tempat tidur yang telah disediakan oleh

rumah sakit

Pukul 08:05 WITA

Membantu klien saat ambulasi

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : membantu klien untuk mengatur posisi

Pukul 08:15

Memberikan tempat tidur yang aman bagi pasien

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : tempat tidur klien tampak terpasang pengahalang disisi kanan dan

kiri

Pukul 08:20

Menganjurkan keluarga untuk selalu berada didekat pasien

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatkan akan selalu berada didekat pasien

Objektif : keluarga tampak berada didekat pasien

5) Diagnosa keperawatan kelima

Pukul 08:25 WITA


84

Mengaji kemampuan mobilisasi klien

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan klien tidak bisa melakukan aktifitas

Objektif : klien tampak berbaring di tempat tidur

Pukul 08:30 WITA

mengubah posisi minimal setiap 2 jam

evaluasi

Subjektif :-

Objektif : klien dimiringkan ke samping kiri dan diberikan ganjalan bantal

Pukul 08:35 WITA

membantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk atau posisi lainnya

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : membantu klien untuk selalu berubah posisi dibantu oleh perawat

Pukul 08:40 WITA

menyusun tujuan dengan pasien/ keluarga untuk berpartisipasi dalam aktifitas/

latihan mengubah posisi

evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan selalu mengubah posisi klien

minimal 2 jam sekali

Objektif :-

Pukul 08:45 WITA

meninggikan tangan dan kepala


85

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : kepala klien tampak lebih tinggi di bandingkan badan klien

Pukul 08:50 WITA

Mengajarkan keluarga dan bantu lakukan latihan ROM pada ekstremitas dan sendi

Evaluasi

Subjektif : Keluarga klien mengatakan sudah melakukan latihan gerak

aktifitas fisik

Objektif : klien tampak mengerti

6) Diagnosa keperawatan keenam

Pukul 19:00

Mengkaji pola sebelumnya dan bandikan dengan pola yang sekarang

Evaluasi :

Subjektif :klien mengatakan selama dirumah BAB 1x dalam dua hari dan

selama dirawat dirumah sakit klien belum pernah BAB

Objektif :-

Pukul 19:05 WITA

Menganjurkan untuk minum yang adekuat (sesuai toleransi)

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan

Objektif : klien minum 2-3 gelas perhari

Pukul 19:10 WITA

menganjurkan klien untuk mengkomsumsi makanan tinggi serat


86

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akna mengikuti anjuran

Objektif : klien mengomsumsi papaya 1 kali sehari

7) Diagnosa keperawatan ketujuh

Pukul 06:00 WITA

kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari hari

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan kesulitan untuk melakukan perawatan diri

karena lemah yang dirasakan

Objektif :-

Pukul 06:05 WITA

Dorong dan bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan ingin dibantu dalam perawata diri

Objektif : klien tampak bersih

Pukul 06:20 WITA

Hindari melakukan sesuatu pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi

berikan bantuan sesuai kebutuhan

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : klien dibantu dalam kebutuhan sehari-hari

Pukul 06:30

ikut serta klien dalam setiap rencana keperawatan


87

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti rencana keperawatan yang

berhubungandengan kesehatan nya

Objektif :-

8) Diagnosa keperawatan kedelapan

Pukul 19:45

Kaji integritas kulit, adanya kemerahan

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : kulit klien tidak tampak kemerahan

Pukul 19:50

Menganjurkan keluarga klien mengubah posisi sering ditempat tidur ( miring

kanan dan miring kiri)

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak dimiringkan dengan mengunakan ganjalan bantal.

Pukul 20:00

Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah dengan kelembaban tinggi

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : kulit disekitar punggung tampak bersih dan kering

Pukul 20:05

Mempertahankan/mengganti sprei agar tetap kering dan bersih


88

Evaluasi :

Subjektif : keluarga klien mengatakan selalu menganti seprai setiap hari

Objektif : seprai klien tampak kering dan bersih

Pukul 20:10

Melakukan massage pada kulit dengan lotion / minyak

Evaluasi :

Subjektif :

Objektif : memberikan loction pada kulit klien

3.4.3 (Hari Kamis, tanggal 23 Juni 2015)

1) Diagnosa keperawatan pertama

Pukul 11:10 WITA

kaji keadaan luka dan balutan

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : Balutan klien tampak bersih dan tidak kotor, klien tampak

terpasang drain

Pukul 11:15 WITA

Observasi suhu tubuh secara teratur

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : S = 36,5 ºc

Pukul 11:25 WITA

Melakukan perawatan luka dengan mempertahankan teknik steril.


89

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : klien dilakukan perawatan luka

Pukul 12:00 WITA

membatasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan membatasi pengunjung yang

akan membesuk klien

Objektif : klien tampak di jaga oleh ibu klien.

Pukul 13:00 WITA

Berikan antibiotic sesuai indikasi

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : Penatalaksanaan dalam pemberian Manitol infus 100 ml

2) Diagnosa keperawatan kedua

Pukul 07.00 WITA

Memantau status neurologis dan bandingan dengan keadaan normalnya/ standar

Evaluasi

Subjektif : Klien mengatakan merasakan kelemahan pada tubuh sebelah kiri,

Klien mengatakan kelemahan dirasakan pada saat melakukan aktifitas, Kelemahan

berkurang saat klien beristirahat

Objektif : GCS : Eye : 3, Verbal : 4, Motorik : 6

Pukul 06.00 WITA

Memantau tanda-tanda vital


90

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 89 x/menit, RR : 19 x/menit, S :

36,0º C

Pukul 06.15 WITA

Mengkaji apakah ada perubahan penglihatan pada klien

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan tidak ada gangguan terhadap penglihatan

Objektif : klien mampu membaca koran dari jarak 30 cm

Pukul 06.35 WITA

Mengatur posisi kepala klien agak ditinggikan (head up)

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan lebih nyaman beristirahat dengan posisi kepala

ditinggikan

Objektif : klien beristirahat dengan posisi kepala ditinggikan

Pukul 06.40 WITA

Menganjurkan klien untuk mempertahankan keadaan tirah baring

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan

Objektif : klien berbaring di tempat tidurnya

Pukul 07.35 WITA

Menganjurkan klien untuk menghiindari batuk dan mengejan yang berlebihan.


91

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan menghindari batuk dan mengejan yang

berlebihan.

Pukul 06.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Citicoline 125 mg melalui IV.

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan merasa lebih segar didalam kepalanya.

Objektif : TD : 110/70 mmHg.

Pukul 18.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Mecobalamin 1 ampul melalui IV.

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan tidak mual ataupun muntah.

Objektif : TD : 110/70 mmHg.

Pukul 23.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Vit. K 1 ampul melaluli IV.

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/70 mmHg

Pukul 23.00 WITA

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat Asam Traneksamat melalui IV.

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/70 mmHg.

Pukul 08.00 WITA


92

Penatalaksanaaan dalam pemberian obat HCT 2 g.

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 120/80 mmHg.

Pukul 22.00 WITA

Penatalaksanaan dalam pemberian obat Amlodipine 5 mg melalui oral.

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : TD : 110/80 mmHg.

Pukul 18.00 WITA

Penatalaksanaan dalam pemberian Manitol infus 100 ml

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : 120/70 mmHg

3) Diagnosa keperawatan ketiga

Pukul 07:00 WITA

Mengkaji tingkat nyeri catat lokasi

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan nyeri pada kepala berkurang dengan skala nyeri

Objektif : klien tampak rileks

Pukul 07:05 WITA

Menganjurkan klien dalam teknik relaksasi nafas dalam


93

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan mau mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak melakukan apa yang telah di anjurkan

Pukul 07:10 WITA

Mengatur posisi senyaman mungkin

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan nyaman pada posisi semi fowler

Objektif : klien tampak rileks

Pukul 07:15 WITA

Menganjurkan klien untuk banyak istirahat

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak mengerti, klien tampak rileks

4) Diagnosa keperawatan keempat

Pukul 08:00 WITA

Mengkaji karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan poitensi jatuh

Subjektif :-

Objektif : klien tampak berbaring di tempat tidur yang telah disediakan oleh

rumah sakit

Pukul 08:05 WITA

Membantu klien saat ambulasi

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : membantu klien untuk mengatur posisi


94

Pukul 08:15

Memberikan tempat tidur yang aman bagi pasien

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : tempat tidur klien tampak terpasang pengahalang disisi kanan dan

kiri

Pukul 08:20

Menganjurkan keluarga untuk selalu berada didekat pasien

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatkan akan selalu berada didekat pasien

Objektif : keluarga tampak berada didekat pasien

5) Diagnosa keperawatan kelima

Pukul 08:25 WITA

Mengaji kemampuan mobilisasi klien

Evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan klien tidak bisa melakukan aktifitas

Objektif : klien tampak berbaring di tempat tidur

Pukul 08:30 WITA

mengubah posisi minimal setiap 2 jam

evaluasi

Subjektif :-

Objektif : klien dimiringkan ke samping kiri dan diberikan ganjalan bantal

Pukul 08:35 WITA

membantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk atau posisi lainnya


95

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : membantu klien untuk selalu berubah posisi dibantu oleh perawat

Pukul 08:40 WITA

menyusun tujuan dengan pasien/ keluarga untuk berpartisipasi dalam aktifitas/

latihan mengubah posisi.

evaluasi

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan selalu mengubah posisi klien

minimal 2 jam sekali

Objektif :-

Pukul 08:50

meninggikan tangan dan kepala

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : kepala klien tampak lebih tinggi di bandingkan badan klien

Pukul 09:00 WITA

Mengajarkan keluarga dan bantu lakukan latihan ROM pada ekstremitas dan sendi

Evaluasi

Subjektif : Keluarga klien mengatakan sudah melakukan latihan gerak

aktifitas fisik

Objektif : klien tampak mengerti

6) Diagnosa keperawatan keenam

Pukul 19:00

Mengkaji pola sebelumnya dan bandikan dengan pola yang sekarang


96

Evaluasi :

Subjektif :klien mengatakan selama dirumah BAB 1x dalam dua hari dan

selama dirawat dirumah sakit klien belum pernah BAB

Objektif :-

Pukul 19:05 WITA

Menganjurkan untuk minum yang adekuat (sesuai toleransi)

Evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti anjuran yang diberikan

Objektif : klien minum 2-3 gelas perhari

Pukul 19:10 WITA

menganjurkan klien untuk mengkomsumsi makanan tinggi serat

evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan akna mengikuti anjuran

Objektif : klien mengomsumsi papaya 1 kali sehari

7) Diagnosa keperawatan ketujuh

Pukul 06:05 WITA

kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari hari

evaluasi :

Subjektif : klien mengatakan kesulitan untuk melakukan perawatan diri

karena lemah yang dirasakan

Objektif :-

Pukul 06:10 WITA

Dorong dan bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan


97

Evaluasi

Subjektif : klien mengatakan ingin dibantu dalam perawata diri

Objektif :-

Pukul 06:15 WITA

Hindari melakukan sesuatu pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi

berikan bantuan sesuai kebutuhan

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : klien dibantu dalam kebutuhan sehari-hari

Pukul 06:20 WITA

ikut serta klien dalam setiap rencana keperawatan

evaluasi

Subjektif : klien mengatakan akan mengikuti rencana keperawatan yang

berhubungandengan kesehatan nya

Objektif :-

8) Diagnosa keperawatan kedelapan

Pukul 19:45

Kaji integritas kulit, adanya kemerahan

Evaluasi

Subjektif :-

Objektif : kulit klien tidak tampak kemerahan

Pukul 19:50

Menganjurkan keluarga klien mengubah posisi sering ditempat tidur ( miring

kanan dan miring kiri)


98

Evaluasi :

Subjektif : keluarga klien mengatakan akan mengikuti anjuran

Objektif : klien tampak dimiringkan dengan mengunakan ganjalan bantal

Pukul 20:00

Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah dengan kelembaban tinggi

Evaluasi :

Subjektif :-

Objektif : kulit disekitar punggung tampak bersih dan kering

Pukul 20:05

Mempertahankan/mengganti sprei agar tetap kering dan bersih

Evaluasi :

Subjektif : keluarga klien mengatakan selalu menganti seprai setiap hari

Objektif : seprai klien tampak kering dan bersih

Pukul 20:10

Melakukan massage pada kulit dengan lotion / minyak

Evaluasi :

Subjektif :

Objektif : memberikan loction pada kulit klien.

3.5 Evaluasi Hasil

(Hari Kamis, 23 Juni 2016)

3.5.1 Diagnosa Pertama.

Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.

Pukul 11:45

Subjektif :-
99

Objektif : Luka klien tidak tampak kemerahan, tidak terdapat tanda-tanda

infeksi, suhu klien 36ºC.

Assesment : Resiko tinggi infeksi teratasi.

Planning : Intervensi dipertahankan.

3.5.2 Diagnosa kedua.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan insufisiensi aliran darah

keotak.

Pukul 14.00 WITA

Subjektif : klien mengatakan tidak merasakan nyeri kepala, dan mual

muntah.

Objektif : GCS 13, TTV : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, RR : 18

x/menit,S : 36,3 ºC.

Assesment : Perfusi jaringan serebral belum teratasi.

Planning : Intervensi dilanjutkan.

3.5.3 Diagnosa ketiga.

Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasi.

Pukul 09:00

Subjektif : klien mengatakan nyeri berkurang skala nyeri 2.

Objektif : klien tampak gelisah.

Assesment : Nyeri belum tertasi.

Planning : intervensi di lanjutkan.


100

3.5.4 Diagnosa keempat.

Resiko injuri berhubungan dengan gangguan kesadaran.

Pukul 09:05 WITA

Subjektif : keluarga klien mengatakan klien hanya berbaring di temapat

tidur.

Objektif : klien tampak tenang dan tidak gelisah.

Assesment : Resiko injury teratasi.

Planning : Intervensi dipertahankan.

3.5.5 Diagnosa kelima.

Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan gerak.

Pukul 16:14

Subjektif : Klien mengatakan belum bisa melakukan aktifitas.

Objektif : klien tampak masih berbaring di tempat.

Assesment : Gangguan mobilitas fisik belum teratasi.

Planning : Intervensi dilanjutkan.

3.5.6 Diagnosa keenam.

Konstipasi berhubungan dengan kehilangan kontrol volunteer.

Pukul 10:00

Subjektif : keluarga klien mengatakan klien belum BAB.

Objektif : Bising usus 6x/menit.

Assesment : konstipasi belum teratasi.

Planning : Intervensi dilanjutka.


101

3.5.7 Diagnosa ketujuh.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidak mampuan melakukan

perawatan diri.

Pukul 06:15 WITA

Subjektif : klien mengatakan lebih nyaman dan segar.

Objektif : klien terlihat bersih dan rapi, klien mandi 1 kali dalm sehari.

Assesment : Defisit perawatan diri teratasi.

Planning : Intervensi dipertahankan.

3.5.8 Diagnosa kedelapan.

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, tirah

baring lama, resiko kerusakan integritas kulit.

Pukul 07:15 WITA

Subjektif :-

Objektif : Tidak terdapat luka/lesi pada permukaan kulit.

Assesment : Resiko kerusakan kulit tidak terjadi.

Planning : intervensi dipertahankan.


102

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang keterkaitan dan kesenjangan

antara landasan teoritis dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.R

dengan Intracerebral Hematoma di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah

Tarakan Provinsi Kalimantan Utara pada tanggal 21 Juli 2016 hingga 23 Juli

2016.

Dalam membahas Asuhan Keperawatan pada Tn. R penulis menggunakan

lima tahap prosses keperawaan yaitu tahap pengkajian, perumusan diagnosa,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis

untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang

dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.

Dalam pengkajian dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan

diagnosa medis Intracerebral Hematoma didapatkan kesenjangan antara teori dan

hasil pengkajian:

1) Sirkulasi

Menurut Doenges (2012) pada pengkajian sirkulasi didapatkan perubahan

tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi

yang diselingi dengan bradikardi, distrimia). Menurut Smeltzer dan Bare (2013)

medula oblongata berfungsi sebagai mengontrol jantung, pernapasan, dan tekanan

darah.
103

Pada hasil pengkajian pada Tn. R tidak didapat data seperti di atas karena

proses metabolisme di setiap individu berbeda-beda dan respon tubuh terhadap

penyakit juga berbeda-beda karena manusia itu unik pada penerimaan respon

tubuh terhadap kondisi patologis.

2) Eliminasi

Menurut Doenges (2012), pada pengkajian eliminasi didapatkan

inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi. Sedangkan pada

Tn. R terpasang kateter, menurut Hidayat (2012), kateterisasi perkemihan adalah

tindakan memasukan selang karet atau plastik melalui uretra dan masuk ke dalam

kandung kemih. Sehingga pada pengkajian pada Tn. R tidak ditemukan adanya

inkontinensia kandung kemih.

3) Makanan dan cairan

Menurut Doenges (2012), pengkajian makanan/ cairan ditandai dengan

gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia), mual muntah, dan mengalami

perubahan selera makan. Menurut Widagdo (2008), bagian otak yang mengatur

fungsi menelan dan refleks mual dan muntah adalah medulla obllongata, nafsu

makan hipothalamus, dan berdasarkan data hasil pengkajian maka aliran oksigen

ke daerah medulla oblongata, hipothalamus, tidak terdapat gangguan. Sedangkan

pada hasil pengkajian pada Tn. R tidak didapatkan data seperti di atas karena data

yang diperoleh dari hasil pengkajian adalah klien mampu menelan dengan baik,

klien makan 3x sehari, klien mengatakan tidak merasakan mual dan muntah.

Karena pada hasil Ct-Scan tampak lesi hiperdens di lobus pariental dextra yang

meluas ke sistema ventrikel, sedangkan lobus pariental berfungsi untuk mengatur

individu mampu mengetahui posisi dan letak tubuhnya.


104

4) Pernapasan

Menurut Doenges (2012) pada pengkajian pernapasan didapatkan

perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), napas berbunyi,

stridor, tersedak, rongki mengi positif (kemungkinan karena aspirasi). Menurut

Smeltzer dan Bare (2012) pusat pernafasan, refleks menelan, dan batuk berada

pada medulla oblongata sedangkan data yang didapatkan pada Tn.R tidak adanya

perubahan pola napas, suara napas klien vesikuler di seluruh lapang paru. Karena

tingkat kesadaran Tn. R yaitu apatis biasanya pada pasien yang apatis tidak

ditemukan suara napas stridor. Suara napas stridor biasanya paling sering

ditemukan pada pasien yang mengalami penurunan keadaran dan karena edema

laring/faring.

5) Keamanan

Menurut Doenges (2012) pada pengkajian keamanan didapatkan gangguan

penglihatan, dislokasi, trauma baru/trauma karena kecelakaan. Menurut Smeltzer

dan Bare (2012) bagian yang mengintegrasikan penglihatan adalah lobus

oksipital, lobus parietal mengenali objek, serta tingkat kesadaran thalamus.

Sedangkan pada pengkajian pada Tn.R didapatkan data klien tidak mampu

membaca buku dari jarak 30 cm. Tidak ditemukannya fraktur/dislokasi pada klien,

tetapi terdapat luka operasi di daerah kepala akibat kecelakaan.

6) Interaksi sosial

Menurut Doenges (2012) pada pengkajian interaksi sosial didapatkan

afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti , bicara berulang-ulang. Menurut

Smeltzer dan Bare (2012), kemampuan berbicara dan berkomunikasi terdapat


105

pada lobus frontal. Lobus prontal sangat rentan terhadap cedera karena lokasinya,

seperti di depan tengkorak pusat. Setiap kerusakan lobus otak ini dapat

menyebabkan satu atau lebih masalah seperti, peningkatan atau penurunan

kemampuan pemecahan dan kreativitas, perubahan dalam kebiasaan, berbicara,

mengurangi minat seksual yang aneh, penurunan kemampuan pengambilan resiko,

berkurang atau tidak ada rasa dan bau, gangguan spontanitas dan fleksibilitas

mental, peningkatan kerentanan terhadap gangguan. Pada Tn. R hasil Ct-Scan di

dapatkan tampak lesi hiperdens di lobus pariental dextra yang meluas ke sistema

ventrikel, sedangkan lobus pariental berfungsi untuk mengatur individu mampu

mengetahui posisi dan letak tubuhnya. Sedangkan pengkajian pada Tn.R di

dapatkan data klien mampu berbicara dengan jelas yang menandakan kemampuan

komunikasi klien baik.

4.2. Diagnosa keperawatan

Pada diagnosa keperawatan ditemukan kesenjangan antara kasus Tn. R

dengan teori. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang tercantum pada Doenges

(2012) terdapat diagnosa keperawatan yang tidak sesuai dengan kasus Tn. R,

yaitu:

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,

kerusakan presepsi atau kognitif, obstruksi trakeaobronkial. Diagnosa ini tidak

diagkat karena menurut Doenges (2012), faktor resiko meliputi kerusakan

neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak), kerusakan presepsi atau

kognitif, obstruksi trakeobronkial sedangkan menurut NANDA NIC-NOC

(2015), ketidakefektifan pola napas dimana inspirasi dan/atau ekspirasi yang

tidak memberi ventilasi dengan batasan karakteristik : perubahan kedalaman


106

pernapasan, perubahan eksrusi dada. Namun berdasarkan hasil pengkajian

yang dilakukan pada Tn. R didapatkan gerakan dada klien simetris antara kiri

dan kanan, perkusi paru terdengar sonor dan suara nafas vesikuler pada seluruh

lapang paru, tidak terdapat suara nafas tambahan, dan pada pemeriksaan foto

thorax tidak terjadi deviasi tracea.

2) Perubahan presepsi sensori berhubungan dengan transmisi atau integrasi

(trauma atau defisit neurologis). Diagnosa ini tidak diangkat karena menurut

Doenges (2012) untuk mengangkat diagnosa ini dapat dibuktikan dengan

disoerientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan dalam respons terhadap

rangsangan, inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidakmampuan

untuk memberi tahu posisi bagian tubuh, perubahan pola komunikasi,

sedangkan menurut Wilkinson (2012), perubahan presepsi sensori adalah

perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, yang disertai respon

tehadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disimpangkan, tau

dirusakkan. Dengan batasan karakteristik: disorientas, perubahan pola prilaku,

hambatan komunikasi, perubahan respons yang biasanya terhadap stimulus

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa klien tidak disoerantasi

waktu maupun mengigat orang terdekat, klien mampu mengucapkan kata-kata

dengan baik dan dapat mengerti apa yang orang lain sampaikan dengan baik,

klien mampu menerima stimulus yang datang serta menunjukan dimana

stimulus berasal (klien mampu menunjukan sentuhan kapas pada daerah dahi,

dagu, serta pipi).

3) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik

psikologis, disanosa ini tidak di angkat karena menurut Doenges (2012) untuk
107

mengangkat diagnosa ini dapat dibuktikan dengan defisit/perubahan memori

jarak jauh, saat ini, yang baru terjadi, pengalihan perhatian, perubahan

lapang/konsentrasi perhatia, disorientasi terhadap waktu, tempat, orang,

lingkungan, kerusakan kemampuan untuk membuat keputusan, pada Tn. R

karena tidak ditemukannya data-data karakteristik untuk diangkatnya diagnosa

tersebut antara lain ketidak sesuaian kognitif, ketidakakuratan interpretasi

lingkungan, ketidaksesuaian pemikiran, mudah distraksi egosentris, terlampau

atau kurang waspada, defisit atau masalah memori (Wilkinson , 2012).

4) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien, otot yang diperlukan untuk

menguyah, menelan. Diagnosa ini tidak di angkat karena menurut Doenges

(2012) faktor resiko untuk diankatnya diagnosa ini yaitu perubahan

kemampuan untuk mencerna nutrient, sedangkan menurut Wilkinson (2012)

data-data karakteristik untuk diangkatnya diagnosa tersebut antara lain kram

abdomen, nyeri abdomen, menghindari makan, berat badan 20% atau lebih

dibawah berat badan ideal, bising usus hiperktif kurang minat pada makanan,

membrane mukosa lambat kelemahan otot pengunyah, pada Tn. R tidak

ditemukannya data-data seperti diatas.

5) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional,

ketidak pastian tentang hasil/harapan. Diagnosa ini tidak diagkat karena

menurut menurut Doenges (2012) untuk mengangkat diagnosa ini harus

dibuktikan oleh, perubahan beradaptasi terhadap perubahan atau menghadapi

pengalaman traumatik secara konstruktif, keluarga tidak memenuhi kebutuhan

anggotanya, kesulitan menerima atau mendapatkan bantuan dengan tepat,


108

ketidaktepatan untuk mengekspresikan atau menerima perasaan dari anggota

keluarga, sedangkan menurut NANDA NIC-NOC (2015), perubahan proses

keluarga adalah disorganisasi kronik fungsi psikososial, spiritual, dan

fisiologis keluarga yang menimbulkan konflik, penyangkalan masalah,

keengganan untuk berubah, ketidakefektifan pemecahan masalah dan

rangkaian krisis yang tidak berujung. Dengan batasan karakteristik : agitasi,

menyalahkan, penginkaran janji, berduka, tidak tuntas menghindari konflik,

menyangkal masalah, kesulitan berhubungan dengan dekat, gangguan

konsentrasi, menghakimi diri sendiri, hambatan komunikasi, namun

berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. R tidak didapatkan

batasan karakteristik seperti yang disebutkan diatas.

6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal

informasi/sumber-sumber, keterbatasan kognitif. diagnosa ini tidak diangkat

karena menurut Doenges (2012) untuk mengangkat diagnosa ini harus di

buktikan oleh meminta informasi, peryataan salah konsepsi, ketidakakuratan

mengikuti instruksi, sedangkan menurut Wilkinson, (2012). pada Tn. R tidak

ditemukannya data-data karakteristik untuk diangkatnya diagnosa tersebut

antara lain : mengungkapkan masalah secara verbal, tidak mengikuti instruksi

yang diberikan secara akurat, performa uji tidak akurat, kurang familiar dengan

sumber-sumber informasi.

Dan terdapat empat diagnosa tambahan yang tidak terdapat pada teori tetapi

terdapat pada klien Tn. R dengan Intracerbral hematoma yaitu :

1) Konstipasi berhubungan dengan penurunan menurunnya kontrol volunter :

Menurut NANDA (2012) konstipasi adalah penurunan pada frekuensi normal


109

defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeeluaran tidak lengkap feses

dan/ atau pengeluaran feses yang keras. Dan pada pengkajian pada Tn. R

didapatkan data menunjang untuk diangkatnya diagnosa tersebut seperti

keluhan klien belum perna BAB salam sakit.

2) Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan tirah baring ;

Menurut NANDA (2012) resiko kerusakan integritas kulit adalah beresiko

mengalami perubahan kulit yang buruk dengan faktor resiko : imobilisasi fisik

3) Nyeri berhubungan dengan luka post op : Menurut NANDA (2012) nyeri

adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial.

4) Resiko injury berhubungan dengan gangguan kesadaran : Menurut NANDA

(2012) resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat

menyebabkan bahaya fisik dan pada pengkajian Tn. R didapatkan data

menunjang untuk diangkatnya diagnosa tersebut klien memiliki riwayat jatuh.

4.3. Intervensi

Perencanaan yang dilakukan oleh penulis pada pelaksanaan asuhan

keperawatan pada Tn. R dengan Intracerebral hematoma mengacu pada

intervensi keperawatan menurut Doenges.

Namun terdapat kesenjangan antara teori dan kasus Tn. R dengan

Intracerebral hematoma. Hal ini karena penulis menyesuaikan intervensi dengan

keadaan klien, waktu serta keterbatasan sarana dan prasarana yang ada :

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan insufisiensi aliran

darah ke otak.
110

Rencana keperawatan yang tidak dimasukkan :

(1) Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses

yang dipaksakan/mengejan jika mungkin. Intervensi tersebut tidak dilakukan

karena klien tidak mengalami batuk, muntah dan tidak pernah BAB selama

sakit.

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan gerak

Rencana keperawatan yang tidak dimasukkan :

(1)Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena

tekanan, intervensi tersebut tidak dilakukan karena setiap 2 jam sekali klien

mengubah posisi.

(2)Instruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat

mobilisasi. Intervensi tersebut tidak dilakukan karena klien tidak bisa

melakukan penggunaan alat mobilisasi, klien hanya bisa berbaring di tempat

tidur

(3)Berikan perawatan kulit degan cermat, masase, dengan pelembab, sarung kasur

/pakaian yang basah dan pertahankan sarung kasur tersebut tetap bersih dan

bebas dari kerutan. Intervensi tersebut tidak dilakukan karena tidak terdapat

kemerahan pada kulit punggung, dan line setiap pagi diganti.

(4)Periksa adanya daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit yang

hangat, otot yang tegang, dan sumbatan vena pada kaki, intervensi tersebut

tidak dilakukan karena tidak terdapat nyeri tekan, otot yang tegang maupun

sumbatan vena pada kaki.


111

(5)Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha, ketika pasien

berada di atas kursi roda, intervensi tersebut tidak dilakukan Karen pasien tidak

mengunakan kursi roda.

4.4. Implementasi

Pada tahap ini penulis mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah

disusun pada intervensi sesuai waktu yang telah ditetapkan pada tujuan.

Namun penulis mengalami kendala dalam pelaksanaan asuhan keperawatan

pada klien Tn. R, yaitu penulis tidak dapat memantau klien selama 24 jam

sehingga ada beberapa intervensi yang dilimpahkan kepada perawat ruangan.

Selain itu, penulis juga mempunyai keterbatasan dalam hal pengetahuan dan

keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada Tn.

R.

4.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan diarahkan

untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi keperawatan dan sebatas

mana tujuan-tujuan telah tercapai yang telah dilakukan selama tiga hari yaitu

mulai tanggal 21 Juli 2016 sampai dengan tanggal 23 Juli 2016. Dari hasil

evaluasi yang dilakukan pada tanggal 23 Juli 2016 didapatkan hasil:

1) Masalah yang teratasi

(1) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan teratasi karena

pada evaluasi akhir luka klien tidak tampak kemerahan, tidak ada tanda-tanda

infeksi, tidak terdapat peningkatan suhu.

(2) Resiko injury berhubungan dengan gangguan kesadaran teratasi karena pada

evaluasi akhir tempat tidur klien diberi pembatas, dan klien tampak tenang.
112

(3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidak mampuan merawat diri

teratasi karena pada evaluasi akhir klien mandi minimal 1x dalam sehari,

klien terlihat bersih dan rapi.

(4) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi,

tirah baring lama teratasi karena pada evaluasi akhir klien

mendemonstrasikan tingkah laku untuk mencegah terjadinya kerusakan

integritas dengan cara mengganti posisi dengan sering secara mandiri, serta

tidak adanya luka tekan/ dekubitus.

2) Masalah yang tidak teratasi

(1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan insufisiensi aliran

darah ke otak belum teratasi karena tingkat kesadaran apatis GCS 13 , namun

ada beberapa kriteria hasil yang tercapai seperti TD 120/80 mmHg, tidak ada

tanda peningkatan TIK seperti penurunan kesadaran, mual, muntah dan nyeri

kepala.

(2) Nyeri berhubungan dengan luka post op belum teratasi karena klien masih

merasakan nyeri akibat posisi kepala yang menetap yang mengakibatkan

kontraksi otot-otot kepala dan leher dalam jangka waktu lama, tidur yang

kurang, kesalahan dalam posisi tidur dan kelelahan juga dapat menyebabkan

nyeri kepala tegang otot ini, sehingga jika klien ingin mengubah posisi kepala

klien merasakan nyeri sehingga diagnosa nyeri berhubungan dengan luka post

op belum teratasi namun ada beberapa kriteria hasil yang tercapai seperti

klien tampak rileks, skala nyeri berkurang 1-3.


113

(3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan gerak

belum teratasi karena klien tampak berbaring di tempat tidur, segala aktifitas

masih dibantu oleh keluarga dan perawat.

(4) Kontipasi berhubungan dengan menurnnya kontrol volunter belum teratasi

karena keluarga klien mengatakan masih belum BAB selama 2 hari dilakukan

tindakan. Namun ada salah satu dari empat kriteria hasil yang tercapai yaitu

bising usus 7x/ menit.


114

BAB 5
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn.R dengan Intracerbral

Hematoma selama tiga hari sejak tanggal 21 Juni 2016 sampai dengan tanggal 23

Juni 2016 di ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi

Kalimantan Utara, maka penuis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. R dilakukan mulai dari tahap

pengkajian , perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,

pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi. Penulis melaksanakan semua

tahapan tersebut sesuai dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki penulis.

2) Setelah melalui beberapa tahapan dari proses keperawatan penulis menemukan

kesenjangan antara teori dan kasus. Diagnosa yang dirumuskan penulis

berdasarkan tanda dan gejala pada Tn. R dengan Intracerebral Hematoma

tidak semuanya sama dengan yang didapatkan di teori hanya perlu penambahan

diagnosa keperawatan. Rencana keperawatan disusun oleh penulis berdasarkan

rencana keperawatan yang telah ditegakkan dan ditetapkan sesuai dengan

prioritas diagnosa keperawatan. Tindakan keperawatan dilaksanakan

berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun sebelumnya

3) Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terdapat faktor pendukung dan

penghambat. Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah sikap kooperatif

dari klien dan keluarganya yang bersedia dan ikut berperan serta dalam
115

pemberian asuhan keperawatan pada Tn. R. sedangkan yang jadi penghambat

adalah keterbatasan penulis dalam hal pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki.

4) Pemecahan masalah pada kllien Tn. R dengan Intracerebral Hematoma

dilakukan dengan melaksanakan intervensi-inetervensi yang telah direncanakan

yang terdiri dari diagnostik, terpeutik, edukatif dan kolaboratif dengan tim

kesehatan lainnya

5.4. Saran

1) Bagi pasien

Dalam penulisan laporan tigas akhir ini pasien dan keluarga dapat mengetahui

gambaran umum tentang system persyarafan.

2) Bagi mahasiswa

Faktor-faktor pendukung dalam melakukan asuhan keperawatan sebaiknya

dijadikan motivasi atau penyemangat mahasiswa khususnya dalam

mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang dimiliki

3) Bagi institusi

Dapat digunakan sebagai referensi bagi istitusi pendidikan untuk

mengembangkan pengetahuan tentang asuhan keparawatan dengan

Intracerebral Hematoma

4) Bagi rumah sakit

Perbedaan-perbedaan yang timbul antara teori dan praktik dirumah sakit.

Hendaknya dapat dijadikan pedoman/ acuan untuk meningkatkan ilmu serta

pengetahuan kita dalam bidang kesehatan khususnya keperawatan. Sehingga

dapat melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn E. Moorhouse. Geissler. 2012. Rencana Asuahan Keperawatan


Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC
Hidayat, A. Azis Alimul., dan Musrifatul Uliyah. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia.
Edisi Revisi. Jakarta : EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
NANDA NIC-NOC. 2015. Pandauan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesiona. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Edisi
2. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC
Tarwoto. Wartonah. Siti Suryati, Eros. 2007. Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Sitem Persarafan. Jakarta : CV Sagung Seto
Weathherspoon, Deborah. 2015 . Intracerebral Hematoma. Diambil tanggal 28
Juni 2016 http://www.healthline.com/health/lobar-intracerebral-hemorrhage
Widagdo,Wahyu. Suharyanto, Toto. Aryani, Ratna. 2008. Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : TIM
Wilkinson Judith M dan Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Edisi 9. Jakarta : EGC
WHO, 2012 http://ws.ub.ac.id/selma2010/public/images/UserTemp/2014/05/08/20
140508030239_8309.docx. Diambil tanggal 28 Juni 2016

116

Anda mungkin juga menyukai