Anda di halaman 1dari 124

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien Tn. P

dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster di Ruang Perawatan Dahlia

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara”.

Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan program pendidikan Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan. Laporan Tugas Akhir ini disusun setelah

mahasiswa mengikuti ujian akhir program tahap satu di rumah sakit, dimana ujian

tersebut mahasiswa diharuskan mengelola sebuah kasus dalam bentuk asuhan

keperawatan, selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis banyak

mengalami hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan dari

banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas

Akhir ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :


1. Prof. Dr. Adri Paton M.Si selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.

2. Dr. Muhammad Hasbi Hasyim, Sp.PD selaku Direktur RSUD Tarakan

beserta segenap jajarannya yang telah memberi izin pada penulis untuk

melakukan praktik dan mengambil kasus di RSUD Tarakan.

3. Sulidah, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan

4. Yuni Retnowati, SST, M.Keb, selaku wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.


iv

5. Alfianur, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Universitas

Borneo Tarakan.

6. Maria Imaculata Ose, S.Kep.,Ns.M.Kep, selaku Sekretaris Jurusan

Keperawatan Universitas Borneo Tarakan sekaligus pembimbing I yang

dengan kesabaran dan keuletannya beliau dalam mengarahkan dan

membimbing penulis selama proses laporan tugas akhir ini dan selaku dosen

penguji II Laporan Tugas Akhir ini.

7. Hasriana, S.Kep.,Ns., selaku dosen penasehat akademik dari semester I dan II

yang telah membimbing dan memberikan serta motivasi selama menuntut

ilmu di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo

Tarakan.

8. Donny Tri Wahyudi, S.Kep., Ns.M.Kes, selaku dosen penasehat akademik

dari semester III sampai sekarang yang telah membimbing dan memberikan

serta motivasi selama menuntut ilmu di Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Borneo Tarakan.

9. Ramdya Akbar Tukan, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku koordinator Departemen

KMB dan sebagai dosen penguji I Laporan Tugas Akhir ini.

10. Hendy Lesmana, S.Kep,Ns, M.Kep, selaku dosen pembimbing II yang

dengan kesabaran dan keuletannya beliau dalam mengarahkan dan

membimbing penulis selama proses laporan tugas akhir ini dan selaku dosen

penguji III Laporan Tugas Akhir ini.

11. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Borneo Tarakan.

12. Ainun Jahriah, S.Kep.,Ns selaku penguji Ujian Akhir Program.


v

13. Pasien Tn. P, dan keluarga atas kerja samanya sehingga penulis tidak banyak

mendapat kendala dalam memperoleh data dan memberikan asuhan

keperawatan sebagai pasien binaan.

14. Kedua orangtuaku tercinta Nur Salim dan Nur Lia yang tiada hentinya

memberikan doa dan nasihat, adik-adikku serta kakak sepupu terbaik yang

telah memberi semangat terbesar selama proses penyusunan Laporan Tugas

Akhir maupun menempuh pendidikan.

15. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Univesitas Borneo Tarakan angkatan ke-XIII yang telah memberi dorongan

semangat dan doa kepada penulis. Terutama teman-teman lokal C-1 yang

selama tiga tahun ini saling mendukung dan memotivasi.

16. Teman-teman Departemen KMB yang saling mendukung dan memotivasi

satu sama lain.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu

penulis dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir.

Penulis menyadari Laporan Tugas Akhir ini terdapat banyak kekurangan,

untuk ini penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari banyak pihak yang

bersifat demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini dimasa yang akan datang.

Penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca

dan pengembangan ilmu keperawatan.

Tarakan, 12 Juli 2018

Sahwa Fauziah
vi

ABSTRAK

Perforasi gaster berkembang menjadi peritonitis kimia yang disebabkan


karena bocornya asam lambung ke dalam rongga perut. Perforasi saluran cerna
merupakan suatu kasus kegawatan keperawatan bedah. Di Indonesia tukak
lambung ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun. Dalam satu dekade
terakhir dilaporkan adanya peningkatan insiden perforasi ulkus peptikum yang
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan obat golongan non steroid
antiinflamatory drugs (NSAIDs) dan jamu. Penulis menggunakan metode
deskriptif dengan tipe studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan dengan
tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Tujuan umum laporan tugas akhir ini penulis mendapatkan gambaran
nyata dan mengeksplorasi tentang penerapan dan pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster. Subjek
laporan ini adalah Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster di
ruang Perawatan Dahlia RSUD Tarakan dari tanggal 25-27 Juni 2018. Hasil
laporan didapatkan empat diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada Tn.
P, yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret, Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan, Defisit nutrisi
berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrient, Kerusakan integritas
jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan, Resiko perlambatan
pemulihan pascabedah ditandai dengan dilakukannya tindakan operasi besar,
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi, dan
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Disimpulkan bahwa
terdapat kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus pada Tn. P dimulai dari
pengkajian terdapat enam kesenjangan, pada diagnosa terdapat lima kesenjangan,
intervensi harus disesuaikan dengan kondisi dan sarana prasarana. Evaluasi hasil
yang didapatkan dari tujuh diagnosa keperawatan tiga yang teratasi dan empat
yang tidak teratasi.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Perforasi gaster, Post Operasi Laparatomi


vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
ABSTRAK.................................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. viii
DAFTAR TABEL...................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN............................................................................ xii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................. 3
1.3 Ruang Lingkup..................................................................... 4
1.4 Metode Penulisan...................................................................... 4
1.5 Sistematika Penulisan................................................................ 7
1.6 Manfaat Penulisan..................................................................... 7
BAB 2 :LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Medis............................................................ 9
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.................................. 17
BAB 3 : LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian.......................................................................... 31
3.2 Data Fokus......................................................................... 44
3.3 Analisa Data....................................................................... 46
3.4 Diagnosa Keperawatan...................................................... 51
3.5 Perencanaan....................................................................... 51
3.6 Implementasi...................................................................... 55
3.7 Evaluasi.............................................................................. 77

BAB 4 : PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian.......................................................................... 83
4.2 Diagnosa Keperawatan...................................................... 93
4.3 Perencanaan....................................................................... 101
4.4 Implementasi...................................................................... 103
4.5 Evaluasi.............................................................................. 104
BAB 5 : PENUTUP
5.1 Kesimpulan........................................................................ 106
5.2 Saran..................................................................................... 108
KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN - LAMPIRAN
viii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 2.1 Anatomi Gaster ................................................................... 9


ix

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Balance Cairan ........................................................................ 36


TABEL 3.2 Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap.......................................... 42
TABEL 3.3 Hasil Pemeriksaan Faal Ginjal................................................. 43
TABEL 3.4 Hasil Pemeriksaan Elektrolit.................................................... 43
TABEL 3.5 Terapi (Tanggal 25 Juni 2018)................................................. 43
x

DAFTAR BAGAN

BAGAN 3.1 Genogram 3 Generasi Keluarga Tn. P.................................... 34


BAGAN 3.2 Penyimpangan KDM Tn. P..................................................... 50
xi

DAFTAR LAMPIRAN

LEMBAR KONSUL BIMBINGAN


FOTO LUKA KLIEN TN. P
xii

DAFTAR SINGKATAN

ASA : American Society of Anesthesiologists

A/B/C/D : Anamnesa/Biomekanical/Clinical Sign/Diet

ADP : Analgesik Dikontrol Pasien

BAB : Buang Air Besar.

BAK : Buang Air Kecil.

BB : BeratBadan.

CRT : Capillary Refill Time

CVC : Central Venous Catheter

Do : Data objektif

Ds : Data subjektif

DM : Diabetes Mellitus

E : Eyes

GC : Gaster Cooling

GCS : Glasgow Coma Scale

GI : Gastrointestinal

HCT/HT : Hematokrit

HGB/ Hb : Hemoglobin

HR : Heart Rate

ICS : Intra Costa

ICU : Intensive Care Unit

IGD : Instalasi Gawat Darurat

IMT : Indeks Masa Tubuh.


xiii

IV : Intra Vena

IWL : Invisible Water Loss

Jl : Jalan

Kg : Kilogram

M : Motorik

mmHg : Mili Meter Hidrogen

MCV : Mean Corpusculor Volume.

MCH : Mean Corpusculor Hemoglobin.

MCHC : Mean Cell Hemoglobin Concentration.

NGT : Nasogastrik Tube

pH : Potensial Hidrogen

PLT : Platelet

RBC : Read Blood Cell

RR : Respiration Rate

RT : Rukun Tetangga

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SD : Sekolah Dasar

TD : Tekanan Darah

TTV : Tanda-Tanda Vital

USG : Ultrasonografi

V : Verbal

WITA : Waktu Indonesia Tengah

WBC : White Blood Cell


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit

seperti ulkus gaster, appendisitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulasi,

syndrome arteri, mesenterika superior, trauma. Perforasi dari usus mengakibatkan

secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (Kato,

2016).

Perforasi gaster berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang

disebabkan karena bocornya asam lambung ke dalam rongga perut. Perforasi

dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus

kegawatan keperawatan bedah (Ekawati, 2011). Di Indonesia tukak lambung

ditemukan antara 6-15% pada usia 20-50 tahun. Terutama pada lesi yang hilang

timbul dan paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan sampai

lanjut usia, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak usia muda (Silitonga,

2017). Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada ulkus peptikum merupakan

penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum insidennya 2-3 kali lebih

banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung

disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15% penderita dengan

diverticulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas (Utari & Hidayat,

2017). Dalam satu dekade terakhir dilaporkan adanya peningkatan insiden

perforasi ulkus peptikum yang disebabkan oleh meningkatnya penggunaan obat

golongan non steroid antiinflamatory drugs (NSAIDs) dan jamu. Obat golongan
2

ini menyebabkan kerusakan barier mukosa gaster serta duodenum sampai

akhirnya menimbulkan komplikasi perforasi. Komplikasi perforasi pada ulkus

peptikum terjadi sama dengan komplikasi perdarahan saluran cerna (Silitonga,

2017).

Saat ini pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum terbatas penanganan

komplikasinya seperti perforasi perdarahan. Pada perforasi gaster terapi

konservatif dapat dilakukan pada beberapa kasus (Iskandar, 2015). Jika diperlukan

tindakan laparatomi atau laparaskopi penutupan simple sudah cukup untuk

sebagian besar kasus dan pembedahan ulkus peptikum. Laparatomi merupakan

jenis operasi mayor yang dilakukan di daerah abdomen. Sayatan pada operasi

laparatomi menimbulkan luka yang berukuran besar dan dalam, sehingga

membutuhkan penyembuhan yang lama dan perawatan berkelanjutan. Luka pasca

operasi sembuh antara hari ke-10 sampai ke-14. Di sisi lain, keterlambatan

penyembuhan luka terjadi ketika tepi jaringan granulasi yang berlawanan tidak

sembuh atau dijahit kembali akibat dari infeksi (Ningrum, Karyawati, & H.P,

2017). Terapi konservatif dan asuhan keperawatan lebih fokus pada pemberian

cairan intravena antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya (Utari &

Hidayat, 2017). Untuk prioritas keperawatan pada pasien pasca pembedahan

meliputi: mengurangi ansietas dan trauma emosional, menyediakan keamanan

fisik, mencegah komplikasi, meredakan rasa sakit, memberikan fasilitas untuk

proses kesembuhan, dan menyediakan informasi mengenai proses

penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Kemudian

untuk tujuan pemulangan pasien meliputi: pasien harus bisa menghadapi situasi

yang ada secara realistis, cedera dicegah, komplikasi dicegah/diminimalkan, rasa


3

sakit dihilangkan/dikontrol, luka sembuh/fungsi organ berkembang kearah

normal, dan proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen

terapeutik dipahami (Doenges,Moorhouse, dan Geissler, 2014).

Studi pendahuluan diruang perawatan Dahlia tanggal 22-23 Juni tahun 2018

untuk melakukan asuhan keperawatan kepada Tn. P dengan kasus Post Operasi

Laparatomi Perforasi Gaster masuk dengan keluhan nyeri perut selama ± 10 hari

dan tidak buang air besar selama 3 hari setelah dirawat di Rumah Sakit Tanjung

Selor yang kemudian di kirim ke Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan dan

dilakukan operasi laparatomi. Sekarang klien telah dirawat selama ±14 hari

diruang perawatan Dahlia. Luka post operasi klien belum mengalami pemulihan.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat asuhan keperawatan untuk

melaksanakan pemecahan masalah Tn. P dengan kasus Post Operasi Laparatomi

Perforasi Gaster.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus

1.2.1 Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran nyata dan mengeksplorasi tentang penerapan dan

pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. P dengan Post Operasi

Laparatomi Perforasi Gaster.

1.2.2 Tujuan Khusus

1) Melaksanakan proses keperawatan pada klien Tn. P dengan Post Operasi

Laparatomi Perforasi Gaster

2) Membandingkan antara teori dan praktik Asuhan Keperawatan pada klien Tn.

P dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster.


4

3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan

proses keperawatan pada klien Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi

Gaster

4) Melaksanakan pemecahan masalah pada klien Tn. P dengan Post Operasi

Laparatomi Perforasi Gaster

1.3 Ruang Lingkup

Berdasarkan uraian yang telah penulis ungkapan pada latar belakang, maka

penulis dalam studi kasus secara komprehensif ini, akan membahas tentang

asuhan keperawatan pada klien Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi

Gaster di Ruang Dahlia RSUD Tarakan Provinsi Kalimantan Utara dilakukan

selama 3 hari, mulai tanggal 25 Juni 2018 sampai dengan 27 Juni 2018.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan Laporan Tugas Akhir ini menggunakan metode deskriptif tipe

studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi:

pengkajian data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi

pelaksanaan asuhan keperawatan.

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penyusunan laporan

tugas akhir ini adalah: Melalui penulisan karya tulis ilmiah ini penulis

menggunakan metode deskriptif tipe studi kasus dengan pendekatan proses

keperawatan.

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan

Laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut (Walid, 2016):


5

1.4.1 Anamnesis / wawancara

Anamnesis adalah tanya jawab/komunikasi secara langsung dengan klien

(autoanamnesis) maupun tak langsung (alloanamnesis) dengan keluarga untuk

menggali informasi tentang status kesehatan klien. Komunikasi yang digunakan

disini adalah komunikasi teraupetik, yaitu suatu hubungan interpersonal antara

klien dan perawat yang bertujuan untuk menggali informasi mengenai status

kesehatan klien dan membantu menyelesaikan masalah yang terjadi.

Dalam melakukan anamnesis atau komunikasi ini, perawat harus

mempunyai kemampuan yang baik karena perawat dalam berinteraksi dengan

klien harus memperhatikan aspek verbal dan perilaku non verbal. Perawat yang

terlatih akan dapat melakukan komunikasi yang menyenangkan untuk

membangun kepercayan dari klien sehingga klien akan merasa nyaman dalam

berbagi perasaan dengan demikian, diharapkan data yang di inginkan dapat tergali

secara komprehensif.

Untuk melakukan anamnesis atau komunikasi yang baik dengan klien

diperlukan pengetahuan yang memadai tentang teknik anamnesis, penyakit yang

di derita, kebutuhan biopsikososial, dan spiritual. Selain itu, juga diperlukan

kemampuan berbahasa yang tepat (sesuai dan dapat di mengerti klien), mengenali,

meresepsikan bahasa verbal dan perilaku nonverbal dengan baik, dan

keterampilan membangun hubungan saling percaya.

1.4.2 Observasi

Observasi adalah tindakan mengamati secara umum terhadap perilaku dan

keadaan klien. Observasi memerlukan keterampilan, disiplin, dan praktik klinik


6

1.4.3 Pemeriksaan

1.4.3.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan empat tahapan yaitu:

1) Inspeksi : proses observasi yang dilakukan dengan cara melihat. Inspeksi

digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status

fisik. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi: Ukuran tubuh, warna,

bentuk, posisi, simetris, luka, perubahan yang terjadi pada kulit, dan kelainan

anatomi.

2) Palpasi : suatu bentuk pemeriksaan dengan cara perabaan. Tangan dan jari-jari

adalah instrument yang sensitif untuk merasakan adanya suatu perubahan yang

terjadi pada tubuh. Palpasi digunkan untuk mengumpulkan data tentang:

temperatur, turgor, bentuk dan ukuran, massa, kelembapan, vibrasi, dan tekstur.

3) Perkusi : metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuannya adalah untuk

menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan

vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan kebawah

jaringan. Dengan perkusi kita membedakan apa yang ada dibawah jaringan

(udara, cairan, atau zat padat).

4) Auskultasi : metode pemeriksaan dengan cara mendengar yang dibantu dengan

stetoskop. Tujuannya adalah utuk mendengar bunyi jantung, suara napas, bunyi

usus, denyut jantung janin dan tekanan darah.

1.4.3.2 Penunjang

Penunjang dilaksanakan sesuai indikasi. Contoh: foto thoraks, laboratorium,

rekam jantung, dan lain-lain.


7

1.5 Sistematika Penulisan

Pada bagian ini diuraikan sistematika penulisan LTA yang terdiri dari Bab

Satu sampai dengan Bab Lima. Setiap bab dijelaskan dengan uraian singkat dan

bentuk penyajian sebagai berikut:

Bab Satu Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, tujuan

penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab Dua Tinjauan

Teoritis, yang menguraikan tentang Konsep Dasar Penyakit yang meliputi

pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, penatalaksanaan, komplikasi,

dan pemeriksaan penunjang. Konsep Asuhan Keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Bab

Tiga Tinjauan Kasus, yang menguraikan tentang pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai dengan kasus yang

ada diruangan. Bab Empat Pembahasan, yang menguraikan tentang pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan

menghubungkan antara teori dengan kasus yang ada. Bab Lima Penutup, yang

menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran tentang klien Post Operasi

Laparatomi, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan menghubungkan

antara teori dengan kasus yang ada. Bab Lima Penutup, yang menguraikan tentang

kesimpulan dan saran-saran tentang klien Post Operasi Laparatomi.

1.6 Manfaat Penulisan

1.6.1 Bagi Pasien dan Keluarga

Mendapatkan pemecahan masalah yang terjadi pada klien dengan

pertimbangan-pertimbangan yang baik, kemudian memberikan informasi yang


8

sesuai agar klien dan keluarga menjaga pola hidup dan rutin memeriksakan

kondisi kesehatan pada pelayanan kesehatan terdekat.

1.6.2 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat menerapkan konsep teori tentang asuhan keperawatan

yang dilaksanakan pada Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster.

1.6.3 Bagi Institusi

Tercapainya tujuan pembelajaran Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan

pada Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster.

1.6.4 Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan

praktek pelayanan keperawatan khususnya pada Post Operasi Laparatomi

Perforasi Gaster.
9

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis


2.1.1 Pengertian

Perforasi adalah pecahnya organ tubuh yang memiliki dinding atau

membran. Gaster merupakan bagian saluran pencernaan yang mengembang

menjadi semacam kantung atau pundi (Dwisang, 2014). Perforasi gastrointestinal

merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari lambung, usus halus, usus

besar akibat dari bocornya isi dari usus kedalam rongga perut (Utari & Hidayat,

2017).

Perforasi gaster adalah terjadinya kebocoran dari lambung sehingga isi dari

lambung termasuk cairan lambung dan udara keluar dari lambung dan mengisi

rongga peritoneum.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

1) Tinjauan Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Gaster


10

(sumber: Anonymous)
Gaster menerima bahan makanan dari esophagus dan menyimpannya untuk

sementara waktu. Selama berada didalam gaster, bahan makanan dilembutkan dan

bahan makanan tertentu dicerna. Setelah itu, gaster menghantarkan bahan

makanan yang lembut tersebut ke dalam intestinum tenue sedikit demi sedikit.

Ketika kosong, gaster akan berbentuk huruf J (Dwisang, 2014).

Lambung memiliki bagian-bagian sebagai berikut (Gibson, 2002):

1) Permukaan anterior dan posterior

2) Curvatura minor pada sisi kanan

3) Curvatora mayor pada sisi kiri

4) Orificium cardia tempat esophagus bergabung

5) Fundus adalah kubah diatas tingkat orificium cardia, normal diisi oleh

gelembung udara

6) Corpus adalah bagian terbesar lambung

7) Canalis pyloricus adalah tabung sempit di bawah corpus

8) Lubang pylorus ke dalam bagian pertama duodenum

Struktur lambung terdiri dari:

1) Membrane mukosa: vascular, merah, membentuk lipatan, dan terdapat jutaan

lubang duktus beberapa jenis kelenjar

2) Lapisan submukosa: jaringan longgar areolar

3) Lapisan muskular: serat otot sirkular, oblik, dan longitudinal

4) Lapisan peritoneal

2) Tinjauan Fisiologi

Fungsi lambung sebagai berikut (Koto, 2016):

1) Fungsi motorik
11

(1) Fungsi menampung: menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit

demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan

peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot

polos; diperantarai oleh nervus vagus dan diransang oleh gastrin.

(2) Fungsi mencampur: memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil

dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang

mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik

dasar.

(3) Fungsi pengosongan lambung: diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang

dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan

fisik, serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan lambung

diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.

2) Fungsi pencernaan dan sekresi

(1) Pencernaan protein oleh pepsin dan HCl dimulai disini; pencernaan

karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil

peranannya. Pepsin berfungsi memecah putih telur menjadi asam amino

(albumin dan pepton). Asam garam (HCl) berfungsi mengasamkan makanan,

sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada

pepsinogen sehingga menjadi pepsin.

(2) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,

peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.

(3) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12 dari usus halus

bagian distal.
12

(4) Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta

berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.

(5) Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan

sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.

2.1.3 Etiologi

2.1.3.1 Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:

trauma tertusuk pisau).

2.1.3.2 Trauma tumpul perut yang mengenai lambung.

2.1.3.3 Obat aspirin. NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin, dan natrium

diclofenac) serta golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya

deksametason dan prednisone.

2.1.3.4 Kondisi yang mempredisposisi: ulkus peptikum, Appendisitis akut,

divertikulosis akut, dan divertikulum meokel yang terinflamasi.

2.1.3.5 Benda asing (misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan

perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra

abdomen, peritonitis, dan sepsis (Ekawati, 2011).

2.1.4 Patofisiologi

Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme

lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang

mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak

berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster.

Bagaimanapun juga mereka yang memiliki masalah gaster sebelumnya berada

pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam

lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila


13

peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari

peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara

peritonitis kimia dan peritonitis bakterial lanjut.

Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal sampai ke distalnya.

Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana pada bagian

distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E. Coli)

dan anaerob (Bacteriodes fragilis lebih banyak). Kecenderungan infeksi

intraabdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.

Adanya bakteri dirongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel

inflamasi akut. Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses

peradangan, menghasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi kolon).

Hipoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilitasi tumbuhnya bakteri

anaerob dan mengganggu aktifitas bakterisidal dari granulosit, degradasi sel-sel,

dan pengentalan cairan yang lebih banyak ke lokasi abses, dan diikuti pembesaran

abses pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakterimia, sepsis, multiple organ

failure dan syok. (Ekawati, 2011).

2.1.5 Tanda dan Gejala

Pasien dengan perforasi gaster muncul dan keadaan umum yang sakit

berat, dan pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya tanda rangsangan

peritoneal. Biasanya ditandai dengan defans muskulare dan rebound tenderness

yang dicetuskan dengan penekaanan yang lembut pada abdomen. Pekak hati bisa

hilang akibat kelumpuhan sementara usus.

Rangsangan peritoneum menimbulkan rasa nyeri pada setiap gerakan yang

menyebabkan pergeseran peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan saat bergerak,


14

bernafas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri

ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes

psoas dan tes obturator (Koto, 2016).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan

adalah (Koto, 2016) :

2.1.6.1 Radiologi

Radiologi memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih

prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi.

Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen

karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status

kegawatdaruratan abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi maka dapat

mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. Dalam melakukannya, perlu teknik foto

abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral dekubitus kiri.

2.1.6.2 Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut

abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan

berbagai densitas yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena

terdapat kandungan lambung.

2.1.6.3 CT-scan

CT-scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi

udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat

pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT-scan sangat

efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.


15

2.1.7 Penatalaksanaan

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan

umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan

pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotic mutlak diberikan. Jika gejala dan

tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan non-operatif mungkin

digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan

anaerob (Koto, 2016).

1) Tindakan Laparatomi

Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan di daerah

abdomen. Pembedahan dilakukan dengan penyayatan pada lapisan-lapisan

dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami

masalah seperti hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi. Lama rawat inap atau

Length of Stay (LOS) adalah salah satu unsur atau aspek asuhan dan pelayanan di

rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur. Lama rawat inap pasien pasca operasi

laparatomi merupakan jumlah hari rawat pasien sejak menjalani operasi sampai

saat pasien sembuh dan dapat dipulangkan (Kusumayanti, 2015). Luka pasca

operasi sembuh antara hari ke-10 sampai ke-14. Di sisi lain, keterlambatan

penyembuhan luka terjadi ketika tepi jaringan granulasi yang berlawanan tidak

sembuh atau dijahit kembali akibat dari infeksi (Ningrum, Mediani & H.P, 2017).

Tujuan dari terapi bedah adalah:

1) Koreksi masalah anatomi yang mendasari

2) Koreksi penyebab peritonitis


16

3) Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat

menghambat leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah,

makanan, sekresi lambung).

Laparatomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja

setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi

tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan

terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan

vagotomi dan antektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan (Koto, 2016).

Perawatan post laparatomi merupakan bentuk perawatan yang diberikan

kepada pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Pasien post

laparatomi memerlukan perawatan yang maksimal untuk mempercepat

pengembalian fungsi tubuh. Hal ini dilakukan segera setelah operasi dengan

latihan napas, batuk efektif dan mobilisasi dini. Tujuan perawatannya adalah

untuk mengurangi komplikasi, meminimalkan nyeri, mempercepat penyembuhan,

mengembalikkan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi,

mempertahankan konsep diri dan mempersiapkan pulang, hal ini dilakukan sejak

pasien masih di ruang pulih sadar (Rustianawati, Karyawati & Himawan, 2013).

Berdasarkan pembagian luka operasi, tindakan bedah laparatomi merupakan jenis

luka operasi bersih terkontaminasi, yaitu jenis operasi yang membutuhkan proses

penyembuhan yang lebih lama. Proses penyembuhan luka adalah salah satu hal

terpenting dalam pelaksanaan pasien pasca pembedahan yakni menyatukan kedua

tepi luka berdekatan dan saling berhadapan, jaringan yang dihasilkan sangat

sedikit biasanya dalam waktu 10 sampai 14 hari, repitelisasi secara normal sudah
17

sempurna dan biasanya hanya menyisahkan jaringan parut tipis yang dengan cepat

memudar dengan warna merah muda menjadi putih (Theresia, 2014).

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi pada perforasi gaster sebagai berikut (Koto, 2016):

1) Infeksi luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada

gaster.

2) Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka

operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut ini

dihubungkan dengan kegagalan luka operasi antara lain malnutrisi, sepsis,

uremia, diabetes mellitus, terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang berat,

hematoma (dengan atau tanpa infeksi).

3) Abses abdominal terlokalisasi

4) Kegagalan multiorgan dan syok septik

5) Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH

6) Perdarahan mukosa gaster

7) Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi post operatif

8) Delirium post operatif

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pada laporan ini, disusun berdasarkan intervensi bedah perioperatif. Asuhan

Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek

pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai

dalam hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan

masalah yang “menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni


18

keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan

menggunakan metode ilmiah” (Doenges, Moorhouse, dan Geissler, 2014).

Proses keperawatan ini diperkenalkan pada tahun 1950-an sebagai proses

yang terdiri atas tiga tahap; pengkajian, perencanaan dan evaluasi yang didasarkan

pada metode ilmiah pengamatan, pengukuran, pengumpulan data, dan

penganalisaan temuan. Kajian selama bertahun-tahun, penggunaan dan perbaikan

telah mengarahkan perawat pada pengembangan proses keperawatan menjadi lima

langkah yang konkrit (pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi) yang memberikan metode efisien tentang

pengorganisasian proses berpikir untuk pembuatan keputusan klinis. Kelima

langkah ini adalah pusat untuk tindakan keperawatan dan memberikan asuhan

pasien secara individual dan kualitas yang lebih tinggi dalam berbagai situasi

(Doenges, Moorhouse, dan Geissler, 2014).

Dalam proses keperawatan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi dan evaluasi.

2.2.1 Pengkajian

Menurut Doenges, Moorhouse, dan Geissler (2014), data pengkajian dibuat

berdasarkan intervensi bedah pasca operasi. Data bergantung pada

durasi/keparahan dari masalah-masalah dasar dan keikutsertaan dari sistem tubuh

lainnya. Mengacu kepada rencana khusus perawatan untuk data dan studi

diagnosa yang relevan dengan prosedur dan diagnosa keperawatan tambahan.

1) Sirkulasi

Gejala : Gagal jantung kongestif, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau

statis vascular (peningkatan resiko pembentukan trombus)


19

2) Integritas ego

Gejala : Perasaan cemas dan apatis

3) Makanan/cairan

Gejala : Insufisiensi pankreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis),

malnutrisi (termasuk obesitas), membran mukosa yang kering

(pembatasan pemasukan/periode puasa pra operasi).

4) Pernapasan

Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok

5) Keamanan

Gejala : Alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.

Defisiensi imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan

penyembuhan). Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan/reaksi

anastesi. Riwayat transfusi darah/reaksi transfusi.

Tanda : Munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.

6) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik, bronkodilator,

dekongestan, analgesik, anti konvulsan dan juga obat yang dijual

bebas atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (resiko

akan kerusakan ginjal yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan

anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan

risiko tinggi (Doenges, Moorhouse, dan Geissler, 2014).


20

Menurut Doenges, Moorhouse, dan Geissler (2014) diagnosa keperawatan

post operasi adalah sebagai berikut :

1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru,

energi

2) Perubahan persepsi/sensori: perubahan proses pikir berhubungan dengan

lingkungan terapeutik: Stimulasi sensori berlebihan

3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan ditandai dengan

pembatasan pemasukan cairan oral (proses penyakit/prosedur medis/adanya

rasa mual)

4) Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas

5) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan interupsi mekanis

kulit/jaringan

6) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan ditandai dengan

hipervolemik

7) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis,

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang

diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.

Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai

hasil pasien yang diharapakan dan tujuan pemulangan. Harapannya adalah bahwa

perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam

cara yang dapat diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi

dan tujuan yang telah dipilih.


21

Intervensi ini mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan

memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan

pasien yang telah diidentikasi bila memungkinkan. Intervensi keperawatan harus

spesifik dan dinyatakan dengan jelas, dimulai dengan kata kerja aksi.

Pengkualifikasi seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya

memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan (Doenges, Moorhouse, dan

Geissler, 2014).

Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka intervensi atau rencana

tindakan keperawatan klien dengan Post Operasi menurut Doenges, Moorhouse,

dan Geissler (2014), adalah :

2.2.4.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru,

energi

Tujuan : Menetapkan pola napas yang normal/efektif.

Kriteria hasil :

1) Bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya.

Intervensi :

Mandiri

1) Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi

rahang, aliran udara faringeal oral.

2) Auskultasi suara napas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow,

dan/atau keheningan setelah ekstubasi.

3) Observasi frekuensi dan kedalam pernapasan, pemakaian otot-otot bantu

pernapasan, perluasan ronggadada, retraksi atau pernapsan cuping hidung,

warna kulit, dan aliran udara.


22

4) Pantau tanda-tanda vital secara terus-menerus.

5) Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan

pernapasan dan jenis pembedahan.

6) Observasi pengembalian fungsi otot, terutama otot-otot pernapsan.

7) Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang relatif lanjutkan

pada periode pasca operasi.

8) Observasi terjadinya somnolen yang berlebihan.

9) Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan.

Kolaborasi

1) Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.

2) Berikan obata-obatan IV seperti Nalokson (Narkan) atau Doksapram

(Dopram).

3) Berikan/pertahankan alat bantu pernapasan (ventilator).

4) Bantu dalam menggunakan alat bantu pernapasan lainnya seperti spirometri

insentif, balon.

2.2.4.2 Perubahan persepsi/sensori: perubahan proses pikir berhubungan dengan

lingkungan terapeutik yang terbatas: Stimulus sensori yang berlebihan

Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran

Kriteria hasil :

1) Mengenali keterbatasan diri mencari sumber bantuan sesuai kebutuhan.

Intervensi :

1) Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari

pengaruh anastesi; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.


23

2) Bicara pada pasien dengan suara yang jelas dan normal tanpa membentak,

sadar penuh dengan apa yang diucapkan. Minimlakan diskusi yang bersifat

negatif dalam jangkauan pendengaran pasien (mis., masalah-masalah personal

atau masalah pasien). Jelaskan prosedur yang akan dilakukan meskipun

pasien belum pulih secara penuh.

3) Evaluasi sensasi/pergerakan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.

4) Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.

5) Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan

kepatenannya.

6) Pertahankan lingkungan yang aman dan nyaman.

7) Observasi akan adanya halusinasi, dilusi, depresi, atau keadaan yang

berlebihan.

8) Kaji kembali pengembalian kemampuan sensorik dan proses berpikir untuk

persiapan pulang sesuai indikasi.

Kolaborasi

1) Pertahankan untuk tinggal di dalam ruang pascaoperasi sebelum pulang.

2.2.4.3 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan ditandai dengan

pembatasan pemasukan cairan oral (proses penyakit/prosedur

medis/adanya rasa mual)

Tujuan : memperlihatkan keseimbangan cairan yang adekuat

Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana

ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil.

2) Palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik.


24

3) Turgor kulit normal.

4) Membran mukosa lembab.

5) Pengeluaran urinarius individu yang sesuai.

Intervensi :

Mandiri

1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran cairan

gastrointestinal). Tinjau ulang catatan intraoperasi.

2) Kaji penegluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang

dilakukan.

3) Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misalnya privasi,

posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkam air hangat diatas

perineum.

4) Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk perjalanan.

5) Periksa pembalut, alat drein pada interval regular. Kaji luka untuk terjadinya

pembengkakan.

6) Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.

Kolaborasi

1) Berikan cairan parenteral, produksi darah dan/atau plasma ekspander sesuai

petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.

2) Pasang kateter urinarius dengan atau tanpa urimeter sesuai kebutuhan.

3) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk.

4) Berikan antimetik sesuai kebutuhan.

5) Pantau studi laboratorium, misalnya Hb, Ht. Bandingkan studi darah

praoperasi dan pascaoperasi.


25

2.2.4.4 Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, integritas

otot

Tujuan : mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/dihilangkan

Kriteria hasil :

1) Tampak santai.

2) Dapat beristirahat/tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.

Intervensi :

Mandiri

1) Evaluasi rasa sakit secara regular (mis. setiap 2 jam x 12) catat karakteristik,

lokasi, dan intensitas (skala 0-10).

2) Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan

pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.

3) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi.

4) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

5) Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi-fowler, miring.

6) Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam,

bimbingan imajinasi, visualisasi.

7) Observasi efek analgetik.

Kolaborasi

1) Berikan obat sesuai petunjuk. Analgesik IV (setelah mengulangi catatan

anastesi untuk kontraindikasi dan/atau munculnya zat-zat yang dapat

menyebabkan analgesia), menyediakan analgesia setiap saat dengan dosis

penyelamatan yang intermiten.

2) Analgesik dikontrol pasien (ADP).


26

3) Anastesi lokal, misalnya blok epidural

2.2.4.5 Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan interupsi mekanis

kulit/jaringan

Tujuan : mencapai penyembuhan luka

Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan tingkah laku/teknik untuk meningkatkan kesembuhan

dan mencegah komplikasi.

Intervensi :

1) Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar

dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas.

2) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.

3) Pertahankan ketetapan saluran pengeluaran cairan; berikan kantong

penampung cairan pada drain/insisi yang mengalami pengeluaran cairan yang

berbau.

4) Tinggikan daerah yang dioperasi sesuai kebutuhan.

5) Biarkan terjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau tutup

dengan kain kasa tipis/bantalan. Sesuai kebutuhan.

6) Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hidrogen peroksida atau

dengan air yang mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup.

Kolaborasi

1) Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan.

2) Gunakan korset pada abdominal bila dibutuhkan.

3) Irigasi luka; bantu dengan melakukan debridemen sesuai kebutuhan.


27

2.2.4.6 Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan ditandai dengan

hipervolemik

Tujuan : perfusi jaringan adekuat

Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan adanya perfusi jaringan yang adekuat dengan tanda-

tanda vital yang stabil.

2) Adanya denyut nadi perifer yang kuat.

3) Kulit hangat/kering.

4) Kesadaran normal

5) Pengeluaran urinarius individu sesuai.

Intervensi :

Mandiri

1) Ubah posisi secara perlahan ditempat tidur dan pada saat pemindahan

(terutama pada pasien yang mendapatkan obat anastesis Fluothane).

2) Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.

3) Bantu dengan ambulasi awal.

4) Cegah dengan menggunakan bantal yang diletakkan dibawah lutut. Ingatkan

pasien agar tidak menyilangkan kaki atau duduk dengan kaki tergantung

lama.

5) Kaji ekstremitas bagian bawah seperti adanya eritema, tanda Homan positif.

6) Pantau tanda-tanda vital; palpasi denyut nadi perifer; catat suhu/warna kulit

dan pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.

Kolaborasi

1) Beri cairan IV produk-produk darah sesuai kebutuhan.


28

2) Berikan obat-obatan antiembolik sesuai indikasi.

2.2.4.7 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi,

prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan

kognitif

Tujuan : menunjukkan pemahaman kondisi, efek prosedur dan pengobatan.

Kriteria hasil :

1) Dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan

sesuai tindakan.

2) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam

program perawatan.

Intervensi :

Mandiri

1) Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa

datang.

2) Tinjau ulang dan minta pasien/orang terdekat untuk menunjukkan perawatan

luka/balutan jika diindikasikan. Identifikasi sumber-sumber untuk persediaan.

3) Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor resiko, misalnya pemajanan pada

lingkungan/orang yang terinfeksi.

4) Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesik yang

dijual bebas.

5) Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.

6) Rekomendasikan rencana/latihan progresif.

7) Jadwalkan periode istirahat adekuat.

8) Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat.


29

9) Dorong penghentian rokok.

10) Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang membutuhkan evaluasi

medical, misalnya mual/muntah; kesulitan dalam berkemih; demam, drein

luka yang berlanjut/berbau; pembengkakan insisional, eritema atau

pemisahan tepi, karakteristik rasa sakit yang tidak terpecahkan atau berubah.

11) Tekankan pentingnya kunjungan lanjutan.

12) Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran. Menyediakan instruksi

tertulis/materi pengajaran.

13) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia, misalnya layanan perawatan di

rumah, makanan pada baki, terapi luar, nomor telpon untuk saling

berhubungan dan bertanya.

2.2.5 Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk perilaku

positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh

perawat sesuai dengan apa yang direncanakan. Implementasi dari perencanaan

dicatat dalam catatan kemajuan dan/atau flow-sheet (Doenges, Moorhouse, dan

Geissler, 2014).

Menurut Doenges, Moorhouse, dan Geissler (2014), komponen tahap

implementasi terbagi menjadi :

1) Tindakan keperawatan mandiri (dilakukan perawat).

2) Tindakan kolaboratif (dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya).


30

2.2.6 Evaluasi

Evaluasi dalam proses pengajaran-pembelajaran diarahkan pada penentuan

seberapa efektifnya individu telah berespons terhadap strategi pengajaran dan

sejauh mana tujuan yang telah dicapai (Smeltzer & Bare, 2002).

Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan

yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang

telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan

sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan

disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.

Ada dua alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :

1) Masalah teratasi

Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan tingkah

laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan.

2) Masalah belum teratasi

Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak

menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan

timbul masalah baru.


31

BAB III

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan mengemukakan hasil asuhan keperawatan pada

Tn. P dengan diagnosa medis Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster, di Ruang

Perawatan Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan

Utara mulai Tanggal 25 Juni sampai dengan 27 Juni 2018.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada kasus ini, penulis

menggunakan pendekatan proses keperawatan secara sistematis dalam

memecahkan masalah keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan dimulai dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3.1 Pengkajian

Pada tahap pengkajian ini penulis mengumpulkan data dari klien, keluarga

klien, perawat ruangan, dokter dan catatan medik Tn. P dengan Post Operasi

Laparatomi Perforasi Gaster yang dirawat di Ruang Perawatan Dahlia Rumah

Sakit Umum Provinsi Kalimantan Utara serta dengan melakukan wawancara,

pemeriksaan fisik, observasi secara langsung pada Tn. P pada tanggal 25 Juni

2018 pukul 09.37 WITA.

3.1.1 Identitas Klien

Klien bernama Tn. P dirawat diruang Perawatan Dahlia pada tanggal 21

Juni 2018 pada pukul 00.15 WITA, klien lahir di Bone pada tanggal 05 Maret

1959. Klien berumur 59 tahun. Status perkawinan menikah. Jenis kelamin laki-

laki, agama Islam, klien berasal dari suku Bugis Bone/Indonesia. Pendidikan klien

SD. Pekerjaan klien sebagai nelayan. Alamat rumah klien Desa Tanah Merah,
32

Kabupaten Bulungan, Kecamatan Tanjung Palas Timur. Klien dirawat dengan

diagnosa medis Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster, dengan Nomor Rekam

Medis 27.63.xx.

3.1.2 Riwayat Keperawatan

3.1.2.1 Alasan Masuk Rumah Sakit

Klien datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak ± 10 hari

sebelum masuk rumah sakit. Anak klien mengatakan bahwa klien tidak bisa BAB

sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan tidak pernah buang angin. Klien

dirujuk dari Rumah Sakit di Tanjung Selor.

3.1.2.2 Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada daerah perut.

3.1.2.3 Riwayat Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri terasa jika bergerak kekanan dan kekiri, nyeri akan

berkurang sedikit ketika klien beristirahat atau berbaring saja, nyeri yang

dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terasa pedis dan terjadi terus-menerus, nyeri

didaerah perut, skala nyeri 7 (nyeri berat) dan nyeri dapat dirasakan selama ± 5

menit.

3.1.3 Riwayat Kesehatan

3.1.3.1 Riwayat Kesehatan sekarang

Klien datang dari ruang ICU dan dirawat diruang Dahlia pada tanggal 21

Juni 2018 pada jam 00.15 WITA. Anak klien mengatakan klien dioperasi diruang

OK CITO pada tanggal 14 Juni 2018 dan dirawat diruang ICU selama 9 hari.

Klien mengatakan tidak bisa bergerak terlalu sering karena jika bergerak perutnya

terasa sangat nyeri. Klien mengeluh sesak tetapi nyerinya lebih dominan terasa.
33

Klien batuk berdahak. Untuk berpindah dibantu oleh istri dan anak-anaknya.

Mukosa bibir klien terlihat kering, klien terlihat pucat, klien terlihat letih, kulit

klien kering, klien terlihat meringis menahan nyeri, klien terlihat lemah, klien

terlihat hanya berbaring saja.

3.1.3.2 Riwayat Kesehatan yang Lalu

Anak klien mengatakan bahwa klien ada riwayat penyakit Hipertensi dan

TB. Klien sering mengalami sakit perut yang sudah dirasakan selama 3 tahun.

Klien tidak pernah mengalami kecelakaan. Klien baru pertama kali melakukan

operasi. Tidak mempunyai alergi terhadap makanan, obat-obatan, zat/substansi

bahan kimia dan cuaca.

3.1.3.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

Istri klien mengatakan salah satu anaknya ada yang mempunyai penyakit

maag, sedangkan untuk penyakit lainnya klien dan keluarga kurang mengetahui.
34

GENOGRAM

?
?

?
? ?

?
?

59 59

: Laki-laki : Hubungan kelurga

: Perempuan : Tinggal serumah

: Klien
: Tidak diketahui
??
: Meninggal

Gambar 3.1 Genogram keluarga Tn. P

Harapan klien setelah menjalani perawatan yaitu segera pulang kerumah.

Klien berharap agar cepat sembuh dan pulih. Klien tinggal dirumah sendiri

bersama istri dan 5 orang anaknya. Hubungan antar keluarga klien harmonis.

Pengambil keputusan dalam keluarga adalah klien.

3.1.4 Riwayat Spiritual

Klien yakin dengan agama yang dianutnya yaitu agama Islam. Istri klien

mengatakan bahwa klien rajin melaksanakan sholat.


35

3.1.5 Aktivitas Sehari-hari

3.1.5.1 Nutrisi

1) Sebelum sakit:

Istri klien mengatakan sebelum sakit selera makan klien baik. Frekuensi

makan klien 3x sehari. Menu makan klien nasi, sayur, dan laukpauk. Klien

menyukai ikan masak kuning. Makanan pantangan klien tidak ada. Klien

makan dengan menggunakan tangan. Sebelum makan klien selalu berdoa.

2) Saat sakit:

Saat dikaji klien sedang menjalankan puasa yang dianjurkan dokter (hari ke

14).

3.1.5.2 Cairan

1) Sebelum sakit:

Istri klien mengatakan klien sering minum air putih, klien mengatakan minum

sekitar 6-7 gelas sehari.

2) Saat sakit:

Anak klien mengatakan karena sedang puasa klien tidak dapat minum.

Biasanya, jika klien merasa haus istri klien akan membasahi bibir klien

dengan air atau dengan madu.

3.1.5.3 Eliminasi (BAK & BAB)

1) Sebelum sakit:

Klien mengatakan BAB/BAK di WC. Klien BAB 1-2 x sehari. Tidak pernah

menggunakan obat pencahar. Warna kuning, lunak dan bau khas. Klien

kencing 3-4 x sehari. Warna kuning jernih, bau amoniak


36

2) Saat sakit:

Anak klien mengatakan belum pernah BAB. Klien terpasang kateter urin,

jumlah urin yang tertampung dalam urin bag 1000 ml dari jam 11 pagi

sampai jam 6 sore, warna urin kuning pekat.

Table 3.1 Balance Cairan


Input Cairan Output Cairan
Cairan infus: Urin: 1000 cc
Clinimix: 1000 cc Drainase: 10 cc
Clinolic: 250 cc IWL: 750 cc (15x50)
RL: 500 cc G.C: 50 cc
1000+250+500= 1750 cc Jadi, output cairan=1810 cc
Obat injeksi:
Cefoperazone: 10 cc
Meropenem: 10 cc
Omeprazole: 10 cc
Keterolac: 5 cc
10+10+10+5= 35 cc
Jadi, input cairan= 1750+35= 1785 cc
Balance cairan = intake cairan – output cairan
= 1785 – 1810 = -25 cc

3.1.5.4 Istirahat Tidur (Kebutuhan Tidur)

1) Sebelum sakit:

Istri klien mengatakan klien tidur setiap jam 9 pada malam hari dan bangun

pukul 7 pagi dan jarang tidur siang.

2) Saat sakit:

Anak klien mengatakan klien sulit tidur dikarenakan nyeri diperutnya. Klien

dapat tidur pada jam 11 malam tetapi terbangun kembali pada jam 12 malam.

Kemudian setelahnya klien tidak dapat tertidur kembali sampai pagi. Klien

mengeluh tidak puas tidur dengan hanya dapat tertidur selama kurang ± 1 jam
37

dan mengeluh istirahat tidak cukup. Mata klien terlihat suram, klien terlihat

pucat, konjungtiva pucat.

3.1.5.5 Olahraga

1) Sebelum sakit:

Klien mengatakan klien jarang melakukan olahraga.

2) Saat sakit:

Klien terlihat hanya berbaring saja ditempat tidur.

3.1.5.6 Personal Hygiene

1) Sebelum sakit:

Klien mengatakan mandi 2x sehari. Cuci rambut 2x seminggu. Gunting kuku

1x/2minggu. Gosok gigi 2x sehari.

2) Saat sakit:

Anak klien mengatakan klien selalu diseka setiap pagi dan sore hari. Untuk

kebersihan mulut klien menggunakan obat kumur.

3.1.5.7 Aktivitas/Mobilitas Fisik

1) Sebelum sakit:

Istri klien mengatakan klien biasanya selain pergi melaut, klien juga biasa

berkebun. Tidak ada kesulitan pergerakan tubuh.

2) Saat sakit:

Anak klien mengatakan untuk bergerak/berpindah serta untuk melakukan

aktivitas selalu dibantu.

3.1.5.8 Rekreasi
38

1) Sebelum sakit:

Istri klien mengatakan ia dan sekelurga jarang melakukan rekreasi.

2) Saat sakit:

Istri klien mengatakan pada saat sakit seperti sekarang ini keluarga dapat

berkumpul bersama-sama.

3.1.6 Pemeriksaan Fisik

3.1.6.1 Keadaan umum: klien terlihat lemah

3.1.6.2 Tanda-tanda vital

1) Suhu : 36.6°C

2) Nadi : 108 x/menit

3) Respirasi : 23 x/menit

4) Tekanan darah : 130/70 mmHg

3.1.6.3 Antropometri

1) Tinggi badan : 160 cm

2) Berat badan : 50 cm

Indeks Massa Tubuh = BB (Kg) = 50 Kg = 19,53 Kg/m2

(TB)2 (m) (1,60)2 m

3.1.6.4 Sistem Pernapasan

1) Hidung: lubang hidung simetris, tidak terdapat pernapasan cuping hidung,

terdapat secret pada kedua lubang hidung, tidak ada epitaksis.

2) Leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

3) Dada: bentuk dada normal, gerakan dada simetri kanan dan kiri. Saat

diperkusi dada terdengan bunyi sonor. Saat diauskultasi terdengar suara

ronchi di ICS 2 kanan dan kiri.


39

3.1.6.5 Sistem Kardiovaskuler

Pada inspeksi konjungtiva pucat, bibir pucat, CRT >2 detik. Pada palpasi

ictus cordis teraba 2 cm di bawah areola mammae. Perkusi jantung didapatkan

bunyi jantung redup, basis jantung berada pada ICS 2 line sternal sinistra – ICS 2

line sternal dextra, pinggang jantung pada ICS 3 line sinistra dextra dan apek di

ICS 5 midklavikula sinistra. Auskultasi suara jantung 1 lub dan suara jantung 2

dub. Tidak terdapat bunyi jantung tambahan.

3.1.6.6 Sitem Pencernaan

1) Sklera tidak ikterus, bibir kering dan pecah-pecah, terdapat stomatitis, tidak

ada palato skiziz. Bunyi abdomen timpani. Bising usus 28x/menit. Terdapat

nyeri tekan. Terdapat luka post operasi laparatomi dengan panjang luka 22

cm, warna kulit sekitar luka merah muda, terdapat pus dibagian pinggir luka,

terdapat draiange di kedua sisi perut masing-masing drainase terdapat 2

selang. Terdapat eksudat keluar dari lubang Drainase I/II. Drainase I = 9 cc /

Drainase II = 1 cc, Drainase III = 0 / Drainase IV = 0

3.1.6.7 Sistem Penginderaan

1) Mata: distribusi alis merata kiri dan kanan. Kelopak mata tidak ada massa

atau nyeri tekan. Bulu mata merata kiri dan kanan. Konjungtiva pucat, pupil

isokor dengan ukuran 3 mm, miosis ketika cahaya didekatkan pada mata kiri

dalam jarak 30 cm.

2) Hidung: warna membrane mukosa merah muda, fungsi penciuman baik, tidak

ada polip, terdapat sekret dari kedua lubang hidung, adanya silia.

3) Telinga: telinga simetris kiri dan kanan, keadaan daun telinga bersih, tidak

terdapat serumen, tidak ada nyeri tekan, fungsi pendengaran baik.


40

3.1.6.8 Sistem Persarafan

1) Fungsi serebral

(1) Status mental: orientasi baik, daya ingat baik

(2) GCS/tingkat kesadaran: composmentis/ E4V5M6 = 15

2) Fungsi kranial

(1) Nervus olfaktori

Pasien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan parfum, dengan cara

meminta klien untuk menutup matanya dan membedakan antara bau minyak

kayu putih dan parfum.

(2) Nervus optikus

Klien dapat melihat dari jarak lebih 30 cm dan tidak mudah beralih.

(3) Nervus okulomotor

Pasien dapat mengikuti 4 arah jari tangan ke atas, bawah, kanan, kiri.

(4) Nervus troklearis

Klien dapat mengikuti gerakan arah tangan perawat.

(5) Nervus trigeminalis

Pasien dapat menaikkan alis degan cara menggerakan alis ke atas secara

bersamaan.

(6) Nervus abdusen

Pasien dapat melawan tahanan pada kelopak mata.

(7) Nervus fasialis

Senyum klien terlihat simetris.

(8) Nervus vestibulokoklearis

Klien dapat mendengar suara detak jarum jam.


41

(9) Nervus glossofaringeus

Klien dapat menelan dengan baik.

(10) Nervus vagus

Pada saat klien disuruh mengucapkan aaaaa, suara klien serak

(11) Nervus assesorius

Pasien dapat menggerakan kepala ke kanan dan ke kiri.

(12) Nervus hipoglossus

Pasien dapat menjulurka lidahnya

3) Fungsi motorik

Kekuatan otot: 4 4

Sinistra 4 4 Dextra

3.1.6.9 Sistem Muskuloskeletal

1) Kepala: bentuk kepala normochepal, dapat digerakkan

2) Lutut: tidak bengkak dan tidak kaku

3) Kaki: tidak ada nyeri tekan atau massa, tidak bengkak, dapat digerakkan

4) Tangan: tidak ada nyeri tekan atau massa, tidak ada pembengkakan, terpasang

infus pada tangan sebelah kiri

3.1.6.10 Sistem Integumen

1) Rambut: berwarna hitam bercampur dengan uban, lembab, distribusi merata

diseluruh kepala, tidak mudah dicabut, rambut klien tidak rapi.

2) Kulit: warna sawo matang, hangat, kulit klien kering

3) Kuku: warna kuku merah muda, permukaan kuku halus, tidak mudah patah,

kotor.

3.1.6.11 Sistem Endokrin


42

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, ekskresi urin tidak berlebih, suhu

tubuh seimbang, tidak mengalami keringat berlebih, bekas air kencing tidak

dikelilingi semut. Warna kuning pekat, dalam urin bag 1000 ml.

3.1.6.12 Sistem Perkemihan

Keadaan kandung kemih tidak distensi. Klien terpasang kateter urin hari ke-11.

3.1.6.13 Sitem Reproduksi

Pria

1) Keadaan gland penis: bersih

2) Pertumbuhan rambut: pada pubis dan ketiak

3.1.6.14 Sistem Imun

Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap cuaca atau debu.

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang/Tes Diagnostik

1) Laboratorium Tgl 21/06/2018 jam 07.06


(1) Pemeriksaan hematologi
Tabel 3.2 Pemeriksaan Darah Lengkap
(2) Pemeriksaan kimia klinik (Tanggal 21/06/2018)
Pemeriksanaan Hasil Nilai Rujukan
WBC +19,4 x 103/μL Dewasa 4-12 ribu/mm3
RBC 3,69x106/μL Laki-laki: 4,5-6
HGB 9,6 g/dL Laki-laki: 14-18
HCT 29,0 % Laki-laki: 40-48 %
MCV -78,6fL 82-92 fL
MCH 26,0 pg 27-31 pg
MCHC 33,1 g/dL 32-37 &
PLT PUx 101x103/μL 150-450 ribu/mm3

Table 3.3 Pemeriksaan Faal Ginjal

Pemeriksanaan Hasil Nilai Rujukan


Ureum 57,5 g/dL 10-50
Kreatinin 0,68 g/dL Laki-laki: 0,6-1,3

Table 3.4 Pemeriksaan Elektrolit


43

Pemeriksanaan Hasil Nilai Rujukan


Kalium 3,71 mmol/l 3,48-5,50
Natrium 130,6 mmol/l 135-145
Klorida 98 mmol/l 96-106

2) Pemeriksaan Foto polos abdomen (Tanggal 13/06/2018)


Klinis: foto polos abdomen

(1) Pre pritonial fat line tak tampak jelas

(2) Psoas line dx dan sin tak tampak

(3) Distribusi gas dalam usus meningkat. Herring bone (-). Coil spring (-). Step

ladder pattern (-)

(4) Fecel material (+++)


Kesan: gambaran Obs Meteorismus dengan fecel material (++++)
3.1.8 Terapi saat ini
Tanggal 25/06/2018
Table 3.5 Terapi
Terapi Dosis Rute
Infus:
Clinimix 1000 cc IV
Clinolic 250 cc IV
RL 500 cc IV
Obat injeksi:
Cepoferazone 1 gr/12 jam IV
Meropenem 1 gr/8 jam IV
Omeprazole 1 vial/12 jam IV
Keterolac 1 amp/8 jam IV
1) Gaster Cooling: 50 cc

2) Terpasang CVC (14 hari)

3) Terpasang NGT (11 hari)

4) Terpasang kateter urin (11 hari), jumlah 1000 ml, warna kuning pekat.

5) Terpasang nasal kanul 3 liter per menit.

Tanggal 26/06/2018

1) Susu Entrasol 6x100 cc via oral


44

Pengkajian luka

Jenis luka : luka akut

Tipe penyembuhan : primary intention

Kehilangan jaringan : stage III

Penampilan klinik : pink atau epithellating yaitu terjadi epitelisasi

Lokasi : perut

Ukuran luka : panjang luka 22 cm

Eksudat : purulent

3.2 Data Fokus

3.2.1 Data Subjektif

1) Klien mengatakan usianya 59 tahun

2) Klien mengatakan terdapat luka operasi diperutnya

3) Klien mengatakan nyeri didaerah perut

4) Klien mengatakan terasa nyeri jika menggerakkan badan kekanan dan kekiri

5) Klien mengatakan nyeri berkurang sedikit ketika klien beristirahat atau

berbaring

6) Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, terasa pedis dan terjadi terus-

menerus

7) Klien mengatakan skala nyeri 7 (nyeri berat)

8) Klien mengatakan nyeri dapat dirasakan selama ± 5 menit

9) Klien mengatakan badannya terasa lemah

10) Klien mengatakan haus

11) Anak klien mengatakan klien sulit tidur

12) Klien mengeluh tidak puas tidur dengan hanya dapat tidur kurang dari 1 jam
45

13) Mengeluh istirahat tidak cukup

14) Klien mengatakan sesak

15) Klien mengatakan untuk bergerak/berpindah serta untuk melakukan aktivitas

klien selalu dibantu oleh istri dan anaknya

16) Anak klien mengatakan klien batuk berdahak

3.2.2 Data Objektif

1) Pada saat dikaji klien sedang puasa

2) Klien terlihat meringis menahan nyeri

3) Bibir klien terlihat kering dan pecah-pecah.

4) Klien terlihat pucat

5) Kulit klien kering

6) Kuku klien kotor

7) Rambut klien tidak rapi

8) Mata klien terlihat suram

9) Konjungtiva pucat

10) Klien terlihat berbaring saja ditempat tidur

11) Terdapat luka post operasi laparatomi, dengan panjang luka 22 cm, warna

kulit sekitar luka merah muda, terdapat pus dibagian pinggir luka

12) Lama luka operasi klien 14 hari

13) Terdapat bunyi napas tambahan ronchi saat auskultasi

14) Klien terpasang drainase disebelah kanan dan kiri perut klien. Setiap drainase

mempunyai dua saluran. Terdapat pus atau eksudat keluar dari lubang

Drainase I/II
46

15) Klien sering diseka setiap pagi dan sore tetapi NGT, kateter urin, dan drainase

pasien tidak pernah dibersihkan

16) TTV: RR: 23x/menit, HR: 108 x/menit

3.3 Analisa Data

3.3.1 Pengelompokan data 1

1) Data subjektif :

a. Klien mengatakan nyeri di daerah perut

b. Klien mengatakan nyeri terasa jika menggerakkan badan kekanan dan kekiri

c. Klien mengatakan nyeri berkurang sedikit ketika klien beristirahat atau

berbaring

d. Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, terasa pedis dan terjadi terus-

menerus

e. Klien mengatakan skala nyeri 7 (nyeri berat)

f. Klien mengatakan nyeri dirasakan selama ± 5 menit

2) Data objektif :

a. Klien terlihat meringis menahan nyeri

b. Klien terlihat lemah

c. TTV: RR = 23x/menit , HR = 108 x/menit

3) Etiologi : Proses pembedahan

4) Masalah : Nyeri akut

3.3.2 Pengelompokan data 2

1) Data subjektif :

a. Klien mengatakan terdapat luka operasi diperutnya

2) Data objektif :
47

a. Terdapat luka post operasi laparatomi, panjang luka 22 cm, warna sekitar luka

merah muda, terdapat pus atau eksudat dibagian pinggir luka

b. Klien terpasang Drainase disebalh kanan dan kiri perut klien. Keluar eksudat

dari lubang Drainase I/II

3) Etiologi : Tindakan pembedahan

4) Masalah : Kerusakan integritas jaringan

3.3.3 Pengelompokan data 3

1) Data subjektif :

a. Anak klien mengatakan klien sulit tidur

b. Klien mengeluh tidak puas tidur dengan hanya dapat tidur kurang dari 1 jam

c. Klien mengeluh istirahat tidak cukup

2) Data objektif :

a. Klien terlihat pucat

b. Mata klien terlihat suram

c. Konjungtiva pucat

3) Etiologi : Nyeri post operasi Laparatomi

4) Masalah : Gangguan pola tidur

3.3.4 Pengelompokan data 4

1) Data subjektif :

a. Klien mengatakan untuk bergerak/berpindah serta untuk melakukan aktivitas

klien selalu dibantu oleh istri dan anaknya

b. Anak klien mengatakan klien diseka setiap pagi dan sore hari
48

2) Data objektif :

a. Klien terlihat berbaring saja ditempat tidur

b. Klien terlihat lemah

c. Rambut klien terlihat tidak rapi

d. Kulit klien kering

e. Kuku klien kotor

3) Etiologi : Kelemahan fisik

4) Masalah : Defisit perawatan diri

3.3.5 Pengelompokkan data 5

1) Data Subjektif :

a. Klien mengatakan sesak

b. Anak klien mengatakan klien batuk berdahak

2) Data Objektif :

a. Terdapat bunyi nafas tambahan ronchi pada saat diauskultasi

b. RR : 23x/menit

3) Etiologi : Penumpukan sekret

4) Masalah : Bersihan jalan nafas tidak efektif

3.3.6 Pengelompokan data 6

1) Data Subjektif :

a. Klien mengatakan badannya terasa lemah

2) Data Objektif :

a. Pada saat dikaji klien sedang puasa


49

b. Bibir klien kering dan pecah-pecah

c. Kulit klien kering

d. Klien terlihat pucat

e. Terapi infus: Clinimix 1000 cc, Clinolic 250 cc, dan RL 500 cc

f. Data nutrisi

A: BB : 50, TB : 160, IMT : 19,53 Kg/M2

B: HGB : 9,6 g/dL, HCT : 29,0 %,

C: kondisi pasien: lemah, GCS: 15

D: klien sedang puasa

3) Etiologi : ketidakmampuan absorbsi nutrisi

4) Masalah : Defisit nutrisi

3.3.7 Pengelompokan data 7

1) Data Subjektif:

a. Klien mengatakan usianya 59 tahun

b. Klien mengatakan untuk bergerak/berpindah serta untuk melakukan aktivitas

klien selalu dibantu oleh istri dan anaknya

2) Data Objektif:

a. Pada saat dikaji klien sedang puasa hari ke 14

b. Terdapat luka post operasi laparatomi, dengan panjang luka 22 cm, warna

kulit sekitar luka merah muda, terdapat pus/eksudat

c. Lama luka operasi klien 14 hari

d. Klien terlihat berbaring saja ditempat tidur

3) Etiologi : ditandai dengan adanya tindakan operasi besar

4) Masalah : Resiko perlambatan pemulihan pascabedah


50

4.1 Penyimpangan KDM

Faktor Resiko

Stres fisik Obat-obatan

Perfusi
mukosa Penghancuran
MK lambung sawar epitel
Bersihan jalan terganggu
napas tidak efektif
Kerusakan
mukosa
Batuk
barier
produktif

Produksi
mukus Pengeluaran
histamin
berlebih
Merangsang Peningkatan
Kemotaksis pengeluaran produksi
Basofil & HCl pepsinogen
Netrofil

Pernapasan Peningkatan Reaksi mual


tidak teratur HCl lambung muntah

Pergerakan Iritasi Anoreksia


abdomen tidak Nyeri akut mukosa
teratur lambung Intake makanan
Terdapat tidak adekuat
Nyeri
perlukaan di
abdomen MK
lambung
Ketidakseimban
Pelepasan berbagai
Merangsang Perforasi gan nutrisi
mediator kimiawi
perasa nyeri di kurang dari
(histamin,
cerebrum Invasi bakteri kebutuhan tubuh
bradikiniun)
ke peritoneum
Terputusnya
Tindakan Inflamasi
kontiunitas
pembedahan peritonitis
jaringan
MK
MK Resiko
MK Kerusakan perlambatan
Imobilitas fisik pemulihan
Nyeri akut integritas
jaringan pascabedah
Pergerakan
MK terbatas
Gangguan pola
tidur Ketidakmampu MK
an melakukan Defisit
perawatan diri perawatan diri

Bagan 3.2 Penyimpangan KDM Tn. P dengan


4.2 Diagnosa Keperawatan Prioritas
Post Operasi Perforasi Gaster

4.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

4.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

4.2.3 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan


Gambar 3.2 Penyimpangan KDM Tn. absorbsi
P dengannutrisi
4.2.4 Kerusakan integritas jaringan
Post Operasiberhubungan
Laparatomi dengan tindakan
Perforasi Gaster pembedahan
51

4.2.5 Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan dilakukannya

tindakan operasi besar

4.2.6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi

4.2.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

4.3 Interensi Keperawatan

4.3.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapakn

bersihan jalan napas klien efektif, dengan kriteria hasil:

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dispneu.

2) Tidak terdengar suara nafas tambahan

3) Klien tidak sesak lagi, dengan RR : 12-20 x/menit

4) Pasien tidak ada batuk

Intervensi:

1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2) Monitor respirasi dan status O2

3) Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan

4) Keluarkan sekret dengan batu/suction

4.3.2 Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan

Nyeri akut dapat teratasi, dengan kriteria hasil:

1) Mampu mengontrol nyeri (mengetahui penyebab nyeri, mampu menggunakan

teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri dan mencari bantuan)


52

2) Mampu mengenali nyeri (skala (0-10), intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

3) Klien mengatakan nyeri berkurang, dengan skala nyeri <4, HR: 60-100

x/menit

Intervensi:

1) Lakukan pengkajian secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor predisposisi.

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

3) Ajarkan tentang teknik non farmakologi

4) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

5) Tingkatkan istirahat

4.3.3 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrisi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan

pasien tidak mengalami defisit nutrisi, dengan kriteria hasil:

1) Tidak ada tanda malnutrisi

2) Klien mulai mendapatkan intake oral

3) Bibir klien tidak kering dan pecah-pecah

Intervensi:

1) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

2) Monitor turgor kulit

3) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

4) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien.

4.3.4 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan


53

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan

kerusakan integritas kulit dapat teratasi, dengan kriteria hasil:

1) Tidak ada lesi

2) Tidak terjadi nekrosis

3) Tidak terdapat pus

Intervensi:

1) Bersihkan, pantau, dan tingkatkan penyembuhan luka yang tertutup jahitan,

klip, atau staples

2) Pelihara eliminasi melalui stoma dan merawat jaringan sekitar stoma

3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali

5) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

4.3.5 Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan dilakukannya

tindakan operasi besar

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan

perlambatan pemulihan pascabeda dapat teratasi dengan kriteria hasil:

1) Mencapai kembali tingkat energi prapembedahan yang ditandai dengan

pasien tampak mampu beristirahat, mampu berkonsentrasi, dan pernyataan

tentang kelelahan tidak ada

2) Memperoleh kembali mobilitas prapembedahan

3) Menunjukkan adanya penyembuhan insisi pembedahan: tepi luka menyatu

dan tidak ada Drainase, kemerahan atau indurasi

Intervensi:

1) Lakukan perawatan area insisi pembedahan


54

2) Inspeksi luka setiap penggantian balutan

3) Pantau adanya infeksi

4) Pantau lokasi dan karakteristik nyeri

5) Catat tipe dan jumlah Drainase dari selang dan lubang

4.3.6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan

gangguan pola tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil:

1) Jumlah jam tidur 6-8 jam/hari

2) Klien menyatakan dapat tidur dengan nyenyak

3) Perasaan segar setelah tidur atau istirahat

Intervensi:

1) Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (mis.

nyeri/ketidaknyamanan) yang dapat mengganggu pola tidur pasien

2) Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam

3) Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman

4.3.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

defisit perawatan diri dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil:

1) Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan higien

oral

2) Membersihkan dan mengeringkan tubuh

3) Kuku klien bersih

4) Rambut klien rapi

Intervensi:
55

1) Kaji membrane mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari

2) Kaji kondisi kulit saat mandi

3) Pantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan diri pasien

4) Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan

diri

4.4 Implementasi Keperawatan

Hari senin, 25 juni 2018

4.4.1 Diagnosa keperawatan 1

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

1) Pukul 09.32 WITA

Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Ds : -

Do : memposisikan klien semi fowler, klien terlihat nyaman

2) Pukul 09.35 WITA

Memonitor respirasi dan status O2

Ds : klien mengatakan sesak, anak klien mengatakan klien batuk berdahak

Do : klien terpasang O2 3 liter per menit dengan nasal kanul

3) Pukul 09.47 WITA

Mengauskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan

Ds : -

Do : pada saat diauskultasi terdengar suara napas tambahan ronchi

4) Pukul 10.00 WITA

Mengeluarkan sekret dengan batuk/suction


56

Ds : -

Do : karena pasien masih terpasang selang NGT, pasien diajarkan batuk efektif

dengan cara mendemonstrasikannya kepada pasien

4.4.2 Diagnosa keperawatan 2

Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

1) Pukul 10.21 WITA

Melakukan pengkajian secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, dan faktor predisposisi.

Ds : klien mengatakan nyeri pada daerah yang dioperasi, klien mengatakan nyeri

seperti tertusuk-tusuk dan terasa pedis, nyeri berkurang saat istirahat atau

berbaring, skala nyeri 7 (nyeri berat), nyeri dirasakan selama ± 5 menit.

Do: klien terlihat meringis, klien terlihat tidak nyaman. HR : 108 x/menit

2) Pukul 10.35 WITA

Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Ds : -

Do : klien terlihat meringis menahan nyeri

3) Pukul 10.36 WITA

Mengajarkan tentang teknik non farmakologi

Ds : -

Do : klien diajarkan teknik nafas dalam, klien dapat mengikuti serta

mempraktekkan teknik nafas dalam

4) Pukul 15.00 WITA

Meningkatkan istirahat
57

Ds : klien mengatakan tidak dapat beristirahat seperti biasanya dikarenakan

perutnya terasa nyeri

Do : klien terlihat keletihan

5) Pukul 15.15 WITA

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyerinya masih terasa sakit

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melalui IV

6) Pukul 23.00 WITA

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyerinya berkurang sedikit

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melalui IV

7) Pukul 06.00 WITA

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyerinya berkurang sedikit

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melalui IV

4.4.3 Diagnosa keperawatan 3

Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrisi

1) Pukul 16.00 WITA

Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

Ds : -

Do : kulit klien masih terlihat kering

2) Pukul 16.03 WITA

Memonitor turgor kulit

Ds :-
58

Do : turgor kulit klien jelek, kulit klien kembali >3 detik

3) Pukul 16.08 WITA

Memonitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

Ds : -

Do : rambut klien kering, kusam dan mudah patah

4) Pukul 16.14 WITA

Memonitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

Ds : -

Do : konjungtiva klien pucat dan kering

5) Pukul 16.25 WITA

Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

Ds : istri klien mengatakan dari rumah sakit mendapatkan susu

Do : klien diberikan infus Clinimin : Clinolic : RL melalui IV per 24 jam

6) Pukul 15.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds :-

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

7) Pukul 23.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds : -

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

8) Pukul 06.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds : -
59

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

4.4.4 Diagnosa keperawatan 4

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan

1) Pukul 09.24 WITA

Membersihkan, memantau, dan meningkatkan penyembuhan luka yang tertutup

jahitan, klip, atau staples

Ds : -

Do : melakukan perawatan luka bersama dengan perawat jaga, warna sekitar luka

warna merah muda, terdapat eksudat keluar dari pinggir luka 0,2 cc.

2) Pukul 10.15 WITA

Memelihara eliminasi melalui stoma dan merawat jaringan sekitar stoma.

Ds : -

Do : dari lubang Drainase I/II keluar eksudat sebanyak 1 cc

3) Pukul 10.18 WITA

Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih

Ds : istri klien mengatakan klien sudah diseka tadi pagi

Do : kulit klien teraba kering

4) Pukul 10.20 WITA

Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali

Ds : klien mengatakan takut untuk bergerak kekanan dan kekiri

Do : membantu klien untuk melakukan mobilisasi setiap 2 jam sehari, dan

meminta bantuan dari keluarga agar selalu membantu klien untuk bergerak

5) Pukul 10.23 WITA

Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan


60

Ds : klien mengatakan badannya terasa hangat

Do : klien terlihat nyaman

6) Pukul 15.20 WITA

Melaksanakan pemberian obat cepoferazone dan meropenem

Ds : -

Do : klien diberikan obat cefoperazone dan meropenem 1 gram melalui IV

7) Pukul 06.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat cepoferazone dan meropenem

Ds : -

Do : klien diberikan obat cefoperazone dan meropenem 1 gram melalui IV

4.4.5 Diagnosa keperawatan 5

Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan adanya tindakan

operasi besar

1) Pukul 09.24 WITA

Melakukan perawatan area insisi pembedahan

Ds :

Do : melakukan perawatan luka dan Drainase

2) Pukul 09.30 WITA

Menginspeksi luka setiap penggantian balutan

Ds : -

Do : luka klien terlihat kemerahan, tidak terdapat pus/eksudat pada luka, tidak ada

jaringan nekrotik

3) Pukul 09.41 WITA

Memantau adanya infeksi


61

Ds : klien mengatakan daerah sekitar lukanya hangat

Do : luka klien terlihat kemerahan

4) Pukul 09.55 WITA

Memantau lokasi dan karakteristik nyeri

Ds : klien mengatakan nyeri di daerah perut, nyeri saat bergerak, nyeri seperti

tertusuk-tusuk dan terasa pedis, nyeri dirasakan terus-menerus, skala nyeri 7

(nyeri berat), nyeri dirasakan selama ± 5 menit

Do : terdapat luka post operasi laparatomi. Klien terlihat meringis menahan nyeri,

terlihat tidak nyaman.

5) Pukul 10.19 WITA

Mencatat tipe dan jumlah Drainase dari selang dan lubang

Ds : -

Do : terlihat Drainase klien merembes mengeluarkan pus/eksudat sebanyak 0,5 cc,

tipe eksudat purulent

4.4.6 Diagnosa keperawatan 6

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi

1) Pukul 18.00 WITA

Memantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (mis.

Nyeri/ketidaknyamanan) yang dapat mengganggu pola tidur pasien.

Ds : anak klien mengatakan selama sakit klien sulit tidur, klien hanya dapat tidur

selama kurang dari 1 jam

Do : klien terlihat letih, klien terlihat mengantuk

2) Pukul 18.05 WITA

Memonitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam


62

Ds : klien mengatakan belum dapat tidur dari semalam, klien hanya dapat tidur

selama kurang dari 1 jam, klien mengatakan mengantuk tapi tidak bisa tidur

Do : klien terlihat pucat, klien terlihat letih, klien terlihat mengantuk

3) Pukul 18.10 WITA

Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman

Ds : ruang tempat klien dirawat tidak terlalu berisik

Do : klien terlihat rilek

4.4.7 Diagnosa keperawatan 7

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

1) Pukul 12.00 WITA

Menkaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu

Ds : klien mengatakan tidak dapat bergerak

Do : klien terlihat dibantu oleh istri dan anaknya untuk bergerak

2) Pukul 12.10 WITA

Mengkaji membran mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari

Ds : istri klien mengatakan untuk menjaga kebersihan mulut, klien diberi obat

kumur-kumur

Do : mulut klien bersih, badan klien bersih

3) Pukul 12.18 WITA

Mengkaji kondisi kulit saat mandi

Ds : -

Do : kulit klien kering

4) Pukul 12.24 WITA


63

Memantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan diri pasien

Ds : klien mengatakan tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri

Do : kuku klien terlihat kotor dan panjang

5) Pukul 12.30 WITA

Memberikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan

diri

Ds : -

Do : membantu pasien untuk melakukan perawatan diri dimulai dari menyeka

pasien dan membersihkan kuku klien.

Hari Selasa, 26 Juni 2018

4.5.1 Diagnosa keperawatan

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

1) Pukul 07.15 WITA

Memonitor respirasi dan status O2

Ds : klien mengatakan sesak, batuknya berdahak

Do : klien terpasang O2 3 liter per menit dengan nasal kanul

2) Pukul 07.20 WITA

Mengauskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan

Ds : -

Do : pada saat diauskultasi terdengar suara napas tambahan ronchi

3) Pukul 07.25 WITA

Mengeluarkan sekret dengan batuk

Ds : klien mengatakan mampu melakukan batuk efektif

Do : klien dapat melakukan batuk efektif dengan benar


64

4.5.2 Diagnosa keperawatan 2

Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

1) Pukul 7.35 WITA

Melakukan pengkajian secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, dan faktor predisposisi.

Ds : klien mengatakan nyerinya sudah berkurang, skala nyeri 5 (nyeri sedang)

Do: klien terlihat rileks, HR : 96x/menit

2) Pukul 7.39 WITA

Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Ds : -

Do : klien terlihat nyaman

3) Pukul 07.45 WITA

Menganjurkan tentang teknik non farmakologi

Ds : klien mengatakan dapat melakukan teknik nafas dalam

Do : klien dianjurkan teknik nafas dalam, klien dapat melakukan tekhnik nafas

dalam

4) Pukul 08.00

Meningkatkan istirahat

Ds : klien mengatakan sudah dapat beristirahat meski istirahatnya masih sedikit

dan masih sering terbangun-bangun

Do : klien terlihat masih keletihan

5) Pukul 06.00 WITA

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyeri masih terasa


65

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melalui IV

6) Pukul 15.00 WITA

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyeri masih terasa

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melalui IV

7) Pukul 23.00 WITA

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyeri masih terasa

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melalui IV

4.5.3 Diagnosa keperawatan 3

Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrisi

1) Pukul 16.00 WITA

Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

Ds : -

Do : kulit klien terlihat kering

2) Pukul 16.02 WITA

Memonitor turgor kulit

Ds :-

Do : turgor kulit klien jelek kembali > 3 detik

3) Pukul 16.05 WITA

Memonitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

Ds : -

Do : rambut klien kering, kusam dan mudah patah

4) Pukul 16.15 WITA


66

Memonitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

Ds : -

Do : konjungtiva klien pucat dan kering

5) Pukul 07.25 WITA

Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi

Ds : -

Do : klien diberikan infus Clinimin : Clinolic : RL melalui IV per 24 jam, klien

mendapatkan diet susu entrasol

6) Pukul 15.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds :-

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

7) Pukul 23.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds : -

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

8) Pukul 06.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds : -

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

4.5.4 Diagnosa keperawatan 4

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan

1) Pukul 08.30 WITA


67

Membersihkan, memantau, dan meningkatkan penyembuhan luka yang tertutup

jahitan, klip, atau staples

Ds : -

Do : melakukan perawatan luka, kulit sekitar luka klien bersih, warna luka merah

muda, tidak ada pus/eksudat. Melakukan pemasangan colostomy pada Drainase

sebelah kanan.

2) Pukul 08.52 WITA

Memelihara eliminasi melalui stoma dan merawat jaringan sekitar stoma.

Ds : -

Do : Drainase tidak merembes

3) Pukul 09.11WITA

Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih

Ds : istri klien mengatakan selalu menjaga kebersihan kulit klien

Do : kulit klien teraba lembab

4) Pukul 09.15 WITA

Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali

Ds : klien mengatakan masih takut untuk bergerak kekanan dan kekiri

Do : membantu klien untuk melakukan mobilisasi setiap 2 jam sehari, dan

meminta bantuan dari keluarga agar selalu membantu klien untuk bergerak

5) Pukul 09.20 WITA

Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

Ds : klien mengatakan badannya terasa hangat

Do : klien terlihat nyaman

6) Pukul 06.00 WITA


68

Melaksanakan pemberian obat cepoferazone dan meropenem

Ds : -

Do : klien diberikan obat cefoperazone dan meropenem 1 gram melalui IV

7) Pukul 15.20 WITA

Melaksanakan pemberian obat cepoferazone dan meropenem

Ds : -

Do : klien diberikan obat cefoperazone dan meropenem 1 gram melalui IV

4.5.5 Diagnosa keperawatan 5

Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan adanya tindakan

operasi besar

1) Pukul 08.30 WITA

Melakukan perawatan area insisi pembedahan

Ds :

Do : melakukan perawatan luka dan Drainase

2) Pukul 08.15 WITA

Menginspeksi luka setiap penggantian balutan

Ds : -

Do : luka klien terlihat kemerahan, terdapat pus/eksudat pada luka sebanyak 0,2

cc, tidak ada jaringan nekrotik

3) Pukul 08.28 WITA

Memantau adanya infeksi

Ds : klien mengatakan daerah sekitar lukanya hangat dan gatal

Do : luka klien terlihat kemerahan

4) Pukul 09.00 WITA


69

Memantau lokasi dan karakteristik nyeri

Ds : klien mengatakan masih sedikit nyeri, nyeri saat bergerak, nyeri terasa pedis,

nyeri dirasakan hilang timbul, skala nyeri 6 (nyeri sedang), nyeri dirasakan 2-3x

dalam 3 menit

Do : Klien terlihat meringis menahan nyeri, terlihat tidak nyaman.

5) Pukul 09.20 WITA

Mencatat tipe dan jumlah Drainase dari selang dan lubang

Ds : -

Do : mengganti selang Drainase denga kantong colocstomi, tidak ada pus/eksudat

4.5.6 Diagnosa keperawatan 6

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi

1) Pukul 20.00 WITA

Memantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (mis.

nyeri/ketidaknyamanan) yang dapat mengganggu pola tidur pasien

Ds : klien mengatakan sudah dapat tidur meskipun hanya sebentar

Do : klien masih terlihat mengantuk

2) Pukul 20.22 WITA

Memonitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam

Ds : klien mengatakan tadi malam sudah dapat tidur. Anak klien mengatakan klien

tidur selama 3 jam

Do : klien terlihat letih, klien terlihat mengantuk

3) Pukul 21.00 WITA

Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman

Ds : ruang tempat klien dirawat tidak terlalu berisik


70

Do : klien terlihat rileks

4.5.7 Diagnosa keperawatan 7

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

1) Pukul 11.00 WITA

Mengkaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu

Ds : klien mengatakan masih takut untuk bergerak

Do : klien masih dibantu oleh istri dan anaknya untuk bergerak

2) Pukul 11.21 WITA

Mengkaji kondisi kulit saat mandi

Ds : -

Do : kulit klien lembab

3) Pukul 11.27 WITA

Memantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan diri pasien

Ds : klien mengatakan tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri

Do : kuku klien terlihat bersih dan pendek

4) Pukul 12.30 WITA

Menganjurkan pasien diberikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu

melakukan perawatan diri/bisa melakukan sendiri

Ds : klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri

sehingga membutuhkan bantuan

Do : membantu pasien untuk melakukan perawatan diri

Hari Rabu, 27 Juni 2018

4.6.1 Diagnosa keperawatan 1

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret


71

1) Pukul 07.15 WITA

Memonitor respirasi dan status O2

Ds : klien mengatakan tidak terlalu sesak lagi

Do : klien terpasang O2 2 lpm dengan nasal kanul

2) Pukul 07.20 WITA

Mengauskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan

Ds : klien mengatakan tidak batuk berdahak lagi

Do : pada saat diauskultasi tidak terdengar lagi suara napas tambahan ronchi

4.6.2 Diagnosa keperawatan 2

Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

1) Pukul 7.35 WITA

Melakukan pengkajian secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, dan faktor predisposisi.

Ds : klien mengatakan nyerinya sudah berkurang, skala nyeri 4 (nyeri sedang)

Do: klien terlihat rileks, HR : 93x/menit

2) Pukul 7.39 WITA

Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Ds : -

Do : klien terlihat nyaman

3) Pukul 06.00

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyerinya sedikit berkurang

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melaui IV

4) Pukul 15.00 WITA


72

Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Ds : klien mengatakan nyerinya sedikit berkurang

Do : klien diberikan obat injeksi keterolac 30 mg melalui IV

4.6.3 Diagnosa keperawatan 3

Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrisi

1) Pukul 16.00 WITA

Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

Ds : -

Do : kulit klien terlihat kering

2) Pukul 16.02 WITA

Memonitor turgor kulit

Ds :-

Do : turgor kulit klien jelek kembali dalam >3 detik

3) Pukul 16.05 WITA

Memonitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

Ds : -

Do : rambut klien kering, kusam dan mudah patah

4) Pukul 16.15 WITA

Memonitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

Ds : -

Do : konjungtiva klien pucat dan kering

5) Pukul 07.25 WITA

Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
73

Ds : -

Do : klien diberikan infus Clinimix : Clinolic : RL melalui IV per 24 jam

6) Pukul 15.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds :-

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

7) Pukul 23.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat omeprazole

Ds : -

Do : klien diberikan omeprazole 40 mg melalui IV

4.6.4 Diagnosa keperawatan 4

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan

1) Pukul 14.28 WITA

Membersihkan, memantau, dan meningkatkan penyembuhan luka yang tertutup

jahitan, klip, atau staples

Ds : -

Do : melakukan perawatan luka, kulit sekitar luka klien bersih, warna luka merah

muda, ada pus/eksudat.

2) Pukul 14.35 WITA

Memelihara eliminasi melalui stoma dan merawat jaringan sekitar stoma.

Ds : -

Do : jaringan sekitar stoma berwarna merah

3) Pukul 15.00 WITA

Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali


74

Ds : klien mengatakan sudah dapat untuk bergerak kekanan dan kekiri tapi pelan-

pelan

Do : membantu klien untuk melakukan mobilisasi setiap 2 jam sehari, dan

meminta bantuan dari keluarga agar selalu membantu klien untuk bergerak

4) Pukul 15.20 WITA

Melaksanakan pemberian obat cepoferazone dan meropenem

Ds : -

Do : klien diberikan obat cefoperazone dan meropenem 1 gram melalui IV

5) Pukul 06.00 WITA

Melaksanakan pemberian obat cepoferazone dan meropenem

Ds : -

Do : klien diberikan obat cefoperazone dan meropenem 1 gram melalui IV

4.6.5 Diagnosa keperawatan 5

Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan adanya tindakan

operasi besar

1) Pukul 14.28 WITA

Melakukan perawatan area insisi pembedahan

Ds : klien mengatakan setelah dilakukan perawatan luka, klien merasa lebih

enakan

Do : melakukan perawatan luka dan kantong colostomi

2) Pukul 14.37 WITA

Menginspeksi luka setiap penggantian balutan

Ds : -
75

Do : luka klien terlihat berwarna merah muda, tidak ada jaringan nekrotik, keluar

pus/eksudat dari pinggir luka sebanyak 2 cc

3) Pukul 14.49 WITA

Memantau adanya infeksi

Ds : klien mengatakan daerah sekitar lukanya hangat dan gatal

Do : luka klien terlihat kemerahan

4) Pukul 15.00 WITA

Memantau lokasi dan karakteristik nyeri

Ds : klien mengatakan nyerinya sudah berkurang, nyeri terasa pedis, nyeri

dirasakan hilang timbul, skala nyeri 5 (nyeri sedang)

Do : Klien terlihat rileks

5) Pukul 15.15 WITA

Mencatat tipe dan jumlah Drainase dari selang dan lubang

Ds : -

Do : tidak ada pus/eksudat

4.6.6 Diagnosa keperawatan 6

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi

1) Pukul 19.10 WITA

Memantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (mis.

nyeri/ketidaknyamanan) yang dapat mengganggu pola tidur pasien

Ds : klien mengatakan sudah dapat tidur tetapi masih sering mengantuk


76

Do : masih terlihat lingkaran hitam di mata klien

2) Pukul 19.20 WITA

Memonitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam

Ds : klien mengatakan tadi malam sudah dapat tidur. Anak klien mengatakan klien

tidur dari jam 22.00 sampai dengan jam 07.00

Do : klien terlihat tidak mengantuk

4.6.7 Diagnosa keperawatan 7

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

1) Pukul 08.00 WITA

Mengkaji kondisi kulit saat mandi

Ds : -

Do : kulit klien lembab

5) Pukul 08.24 WITA

Memantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan diri pasien

Ds : klien mengatakan tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri

Do : kuku klien terlihat bersih dan pendek

6) Pukul 08.27 WITA

Menganjurkan pasien diberikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu

melakukan perawatan diri/bisa melakukan sendiri

Ds : klien mengatakan tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri

sehingga membutuhkan bantuan

Do : membantu pasien untuk melakukan perawatan diri


77

3.9 Evaluasi

3.9.1 Diagnosa keperawatan 1

Hari Selasa, 26 Juni 2018 pukul 07.30

S : Klien mengatakan sudah tidak sesak lagi, klien mengatakan batuknya sudah

tidak berdahak

O : Klien mampu melakukan batuk efektif, frekuensi pernapasan 19x/menit, tidak

terdengar suara napas tambahan, tidak ada sputum

A : Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi

P : Intervensi dipertahankan

3.9.2 Diagnosa keperawatan 2

Hari Selasa, 26 Juni 2018 pukul 18.41

S : Klien mengatakan nyeri diperutnya masih terasa, skala nyerinya 7 (nyeri berat)

O : Klien terlihat tidak nyaman, HR : 110 x/menit

A : Nyeri akut belum teratsi

P : Intervensi dilanjutkan

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor predisposisi

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

3) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

3.9.3 Diagnosa keperawatan 3

Hari Selasa, 26 Juni 2018 pukul 19.00

S : Klien mengatakan ingin makan


78

O : Klien masih dipuasakan tapi sudah boleh minum, klien mendapatkan diet susu

entrasol, kulit klien kering, turgor kulit klien jelek kembali >3 detik, bibir klien

kering dan pecah-pecah

A : Defisit nutrisi belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

1) Monitor kulit kering dan pigmentasi

2) Monitor turgor kulit

3.9.4 Diagnosa keperawatan 4

Hari Selasa, 26 Juni 2018 pukul 19.26

S : Klien mengatakan lukanya terasa hangat, klien mengatakan pinggir lukanya

terasa gatal

O : Pinggir luka klien terlihat kemerahan, luka post operasi klien mengeluarkan

pus/eksudat

A : Kerusakan integritas jaringan belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

1) Bersihkan, pantau, dan tingkatkan penyembuhan luka yang tertutup jahitan,

klip, atau staples

2) Pelihara eliminasi melalui stoma dan merawat jaringan sekitar stoma

3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali

3.9.5 Diagnosa keperawatan 5

Hari Selasa, 26 Juni 2018 pukul 19.26

S : Klien mengatakan daerah sekitar luka terasa hangat

O : Luka klien terlihat kemerahan, terdapat eksudat 0,55 cc


79

A : Resiko perlambatan pemulihan pascabedah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

1) Lakukan perawatan area insisi pembedahan

2) Inspeksi luka setiap penggantian balutan

3) Pantau adanya infeksi

4) Pantau lokasi dan karakteristik nyeri

5) Catat tipe dan jumlah Drainase dari selang dan lubang

3.9.6 Diagnosa keperawatan 6

Hari Selasa, 26 Juni 2018 pukul 19.30

S : Klien mengatakan masih sulit tidur dan masih sering terjaga

O : Klien terlihat mengantuk, klien terlihat letih, terdapat lingkaran hitam dimata

klien

A : Gangguan pola tidur belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

1) Pantau pola tidur pasien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (mis.

nyeri/ketidaknyamanan) yang dapat mengganggu pola tidur pasien

2) Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam

3.9.7 Diagnosa keperawatan 7

Hari Selasa, 26 Juni 2018 pukul 10.00

S : Klien mengatakan masih belum dapat melakukan perawatan diri secara

mandiri
80

O : Klien trelihat hanya berbaring saja ditempat tidur, mulut klien bersih, kuku

klien bersih

A : Defisit perawatan diri belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

1) Kaji membrane mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari

2) Kaji kondisi kulit saat mandi

3) Pantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan diri pasien

4) Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan

3.9.8 Diagnosa keperawatan 2

Hari Rabu, 27 Juni 2018 pukul 15.21 WITA

S : Klien mengatakan nyeri diperutnya sudah berkurang, skala nyerinya 5 (nyeri

sedang)

O : Klien terlihat masih menunjukkan wajah meringis, HR : 87x/menit

A : Nyeri akut belum teratasi

P : Intervensi dipertahankan

3.9.9 Diagnosa keperawatan 3

Hari Rabu, 27 Juni 2018 pukul 20.00 WITA

S : Klien mengatakan lapar

O : Klien sudah dapat minum, bibir klien kering dan pecah-pecah

A : Defisit nutrisi belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

3.9.10 Diagnosa keperawatan 4

Hari Rabu, 27 Juni 2018 pukul 15.49 WITA

S : Klien mengatakan pinggir lukanya terasa gatal


81

O : Luka post operasi klien mengeluarkan pus/eksudat 2 cc

A : Kerusakan integritas jaringan belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

3.9.11 Diagnosa keperawatan 5

Hari Rabu, 27 Juni 2018 pukul 16.00 WITA

S : Klien mengatakan daerah sekitar luka terasa hangat dan gatal, klien

mengatakan sudah dapat beristirahat, klien mengatakan masih takut untuk

bergerak

O : Luka klien terlihat kemerahan, terdapat eksudat 0,5 cc, luka klien belum

menyatu, klien tidak terlihat kelelahan

A : Resiko perlambatan pemulihan pascabedah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

3.9.12 Diagnosa keperawatan 6

Hari Rabu, 27 Juni 2018 pukul 20.15 WITA

S : Klien sudah dapat tidur tetapi masih terasa ngantuk

O : Klien terlihat mengantuk, ada lingkaran hitam dimata klien

A : Gangguan pola tidur belum teratasi

P : Intervensi dipertahankan

3.9.13 Diagnosa keperawatan 7

Hari Rabu, 27 Juni 2018 pukul 10.00 WITA

S : Klien mengatakan masih belum dapat melakukan perawatan diri secara

mandiri, klien masih dibantu oleh istri atau anaknya


82

O : Klien trelihat hanya berbaring saja ditempat tidur, mulut klien bersih, kuku

klien bersih

A : Defisit perawatan diri belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

BAB IV

PEMBAHASAN
83

Pada bab ini akan dibahas tentang kesenjangan yang terjadi antara landasan

teori dan praktik yang ditemukan dalam proses pemberian asuhan keperawatan

pada klien Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster di Ruang

Perawatan Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan

Utara, untuk memudahkan dalam membahas kesenjangan yang terjadi penulis

akan membagi pembahasan tahapan proses keperawatan yang dimulai dari

pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, sampai dengan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses

keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian dilakukan secara komprehensif dan

menghasilkan kumpulan data mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien

untuk mengelola kesehatan meliputi bio, psiko, sosial dan spiritual. Pada tahap ini

semua data atau informasi tentang klien diutuhkan, dikumpulkan dan dianalisa

untuk menentukan diagnosa keperawatan. Dalam tahap ini, penulis tidak

mengalami kesulitan dalam berkomunikasi denga klien, sehingga penulis bisa

mendapatkan data, baik data subjektif dan data objektif dari klien dan keluarga

klien. Klien dan keluarga sangat kooperatif dan menerima kehadiran penulis

dalam proses pengumpulan data.

Pada proses pengkajian pada Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi

Perforasi Gaster di ruang Perawatan Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan

Provinsi Kalimantan Utara tanggal 25 Juni didapatkan beberapa kesenjangan

antara teori dan kasus yang diperoleh di lahan praktek sebagai berikut:

4.1.1 Sirkulasi
84

Dari data pengkajian yang terdapat pada Doenges, Moorhosue, dan Geissler

(2014) dengan intervensi bedah yang tidak ditemukan pada pasien seperti: gagal

jantung kongestif, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau statis vascular

(peningkatan resiko pembentukan thrombus).

1) Gagal jantung kongestif

Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak dapat memompa

darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan tubuh.kegagalan jantung

dibagi atas kegagalan jantung akut yang timbulnya sangat cepat, sebagai akibat

dari serangan infark miokard, ditandai dengan sinkope, syok, henti jantung, dan

kematian tiba-tiba dan kegagalan jantung kronis, berkembang secara perlahan dan

disertai dengan tanda- tanda yang ringan karena jantung dapat mengadakan

kompensasi (Baradero, 2008). Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. P tidak

ditemukan adanya gejala seperti disebutkan diatas mengenai gagal jantung

kongestif.

2) Edema pulmonal

Edema pulmonal adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan

dengan kongesti vaskular pulmonal. Edema pulmonal ini terjadi bila tekanan

kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di

saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi

transduksi cairan kedalam alveoli, namun sebaliknya tekanan ini akan

menurunkan tersedianya area untuk transpr normal oksigen dan karbon dioksida

dari darah dalam kapiler pulmonal (Muttaqin, 2009). Berdasarkan hasil

pengkajian pada Tn. P tidak ditemukan adanya gejala seperti disebutkan diatas

mengenai edema pulmonal.


85

3) Penyakit vaskular perifer

Penyakit vaskular perifer adalah penyakit pembuluh darah yang mensuplai

tangan dan kaki yang berakibat pada rasa sakit karena kram otot kaki saat

olahraga dan lain-lain (Indrianasari, 2009). Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn.

P tidak ditemukan adanya gejala seperti disebutkan diatas mengenaipenyakit

vaskular perifer.

4.1.2 Integritas ego

Dari data pengkajian yang terdapat pada Doenges, Moorhosue, dan Geissler

(2014) dengan intervensi bedah yang tidak ditemukan pada pasien seperti:

perasaan cemas dan apatis.

1) Perasaan cemas

Perasaan cemas adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan kekhawatiran

dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahn

yang terbatas maupun hal-hal yang aneh (Nguyen, 2015). Pada saat dilakukan

pengkajian pada Tn. P, tidak ditemukan data seperti kekhawatiran dan ketakutan

akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas

maupun hal-hal yang aneh.

2) Apatis

Apatis adalah keadaan lesu dan tidak bersemangat. Kurang memperlihatkan

perasaan dan aktivitas (Brooker, 2001). Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn.

P tidak ditemukan kurang memperlihatkan perasaan dan aktivitas.

4.1.3 Makanan/cairan
86

Dari data pengkajian yang terdapat pada Doenges, Moorhosue, dan Geissler

(2014) dengan intervensi bedah yang tidak ditemukan pada pasien seperti:

insufisiensi pankreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis).

1) Insufisiensi pankreas/DM

Insufisiensi pankreas/DM adalah penyakit yang sering dijumpai sebagai

akibat dari defisiensi insulin atau penurunan efektivitas kerja insulin. Tubuh tidak

mampu menggunakan glukosa sehingga terjadi keadaan hiperglikemia, poliuria,

glikosuria dengan berat jenis urine yang tinggi, polidipsia dan metabolisme lemak

serta protein yang abnormal (Brooker, 2001)

Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. P tidak ditemukan adanya tanda-tanda

seperti hiperglikemia, poliuria, glikosuria dengan berat jenis urine yang tinggi,

polidipsia dan metabolisme lemak serta protein yang abnormal. Menurut

Sjamsuhidajat (2013), status nutrisi dan kebutuhan pasien pascabedah, nutrisi

dapat diberikan secara enteral atau parenteral. Bila peristaltik usus baik, pasien

diberi nutrisi secara enteral melalui kateter nasogatrik atau yeyenum. Pemberian

nutrisi enteral dihindari bila ada obstruksi usus, pengeluaran cairan dari fistula

usus berlebihan, atau ada short-gut syndrome. Nutrisi parenteral paling sering

diberikan melalui kateter vena sentral sebab osmolaritas cairan cukup tinggi

sehingga dapat menyebabkan flebitis bila diberikan pada vena perifer. Cairan

yang diberikan biasanya 2000-2500 ml/hari, per hari yang mengandung 2000-

2500 kkal/hari. Nutrisi suportif diberikan dalam bentuk modifikasi pada penderita

gangguan hati, gangguan ginjal kronis, gagal jantung atau gangguan paru.

4.1.4 Keamanan
87

Dari data pengkajian yang terdapat pada Doenges, Moorhosue, dan Geissler

(2014) dengan intervensi bedah yang tidak ditemukan pada pasien seperti: alergi,

munculnya kanker/terapi kanker terbaru, riwayat keluarga tentang hipertermia

malignan/reaksi anastesi.

1) Alergi

Alergi adalah hipersensivitas terhadap suatu allergen tertentu yang biasanya

berupa protein dalam pollen, makanan, obat, debu rumah dan bulu binatang

(Brooker, 2001). Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. P tidak ditemukan

adanya alergi berupa protein dalam pollen, makanan, obat, debu rumah dan bulu

binatang.

2) Riwayat keluarga tentang hipertermia malignan

Hipertermia malignan adalah suatu keadaan sindrom dominan autosom

genetik pada sistem muskuloskeletal yang disebabkan oleh gangguan metabolism

otot. Hipertermia malignan bisa dicetus oleh obat anastesi tertentu serta stress

fisiologis dan emosional yang berat. Tanda-tanda klinis dari hipertermia malignan

adalah takipnea, sianosis,distritmia, kulit belang (mottled skin), dan tekanan darah

tidak stabil (Baradero, 2008). Pada saat dilaukan pengkajian pada Tn. P tidak

ditemukan adanya tanda-tanda seperti yang disebutkan seperti takipnea, sianosis,

distritmia, kulit belang (mottled skin), dan tekanan darah tidak stabil.

4.1.5 Penyuluhan/pembelajaran

Dari data pengkajian yang terdapat pada Doenges, Moorhouse, dan Geissler

(2014) dengan intervensi bedah yang tidak ditemukan pada pasien seperti:

penggunaan antikoagulasi, steroid, bronkodilator, dekongestan, anti konvulsan,

obat yang dijual bebas atau obat-obatan rekreasional dan penggunaan alkohol.
88

1) Anti koagulasi

Antikoagulasi adalah golongan obat yang digunakan untuk menghambat

pembekuan darah. Obat-obat ini tidak melarutkan bekuan darah seperti trombolik,

tetapibekerja sebagai pencegah pembentukan bekuan baru. Indikasi penggunaan

anti koagulasi adalah pada orang yang memiliki gangguan pembuluh arteri dan

vena yang membuat orang tersebut berisiko tinggi untuk pembentukan

pembekuan darah (Nguyen, 2015). Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. P

tidak ditemukan adanya indikasi gangguan pembuluh arteri dan vena yang

membuat orang tersebut berisiko tinggi untuk pembentukan pembekuan darah

sehingga klien tidak menggunakan obat anti koagulan.

2) Steroid

Steroid adalah salah satu dari sejumlah besar zat hormonal dengan struktur

kimia mirip yang berisi 17-karbon sistem 14-ring dan termasuk sterol dan

berbagai hormone dan glikosida. Indikasi penggunaan steroid adalah pada pasien

dengan penyakit mendasar berupa kelainan hematologi, inflamasi, dan penyakit

imonologis (Nguyen, 2015). Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. P tidak

ditemukan adanya indikasi seperti kelainan hematologi, inflamasi, dan penyakit

imunologis sehingga klien tidak menggunakan obat steroid.

3) Bronkodilator

Bronkodilator adalah obat yang memperluas saluran udara diparu-paru untuk

meningkatkan pernapasan dan untuk meningkatkan kontraksi otot atau

penumpukan lendir. Indikasi penggunaan bronkodilator adalah pada psien yang

memiliki penyakit asma (Nguyen, 2015). Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn.
89

P tidak ditemukan adanya indikasi penyakit asma sehingga klien tidak

menggunakan bronkodilator.

4) Dekongestan

Dekongestan adalah obat-obat yang membantu untuk meringankan hidung

tersumbat terkait dengan alergi seperti demam dan rhinitis alergi. Indikasi

penggunaan dekongestan adalah pilihan untuk pilek dan hidung tersumbat

(Nguyen, 2015). Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. P tidak ditemukan

adanya indikasi pilek dan hidung tersumbat sehingga klien tidak menggunakan

dekongestan.

5) Anti konvulsan

Anti konvulsan adalah kelompok obat yang secara khas mengakibatkan

berbagai gejala neuropsikiatrik apabila dosisnya melebihi kisaran terapeutik yang

lazim (Tomb, 2004). Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. P tidak ditemukan

penggunaan anti konvulsan.

Adapun beberapa pengkajian yang tidak terdapat dalam teori yaitu:

4.1.6 Pengkajian luka

Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. P terdapat luka post operasi

laparatomi dan ditemukan hal-hal sebagai berikut, warna dasar luka merah muda

(epithelialising), lokasi diperut, ukuran panjang 22 cm, eksudat jenis purulent,

terdapat tanda-tanda infeksi seperti luka teraba hangat, kemerahan, dan nyeri,

keadaan kulit sekitar luka warna merah muda.

Luka adalah terputusnya kontuinitas jaringan karena cedera atau pembedahan.

Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses

penyembuhan, dan lama penyembuhan. Pengkajian luka terdiri dari warna dasar
90

luka, lokasi, ukuran, kedalaman, eksudat, bau, tanda-tanda infeksi, dan keadaan

kulit sekitar luka (Kartika, 2015). Berdasarkan pembagian luka operasi, tindakan

bedah laparatomi merupakan jenis luka operasi bersih terkontaminasi, yaitu jenis

operasi yang membutuhkan proses penyembuhan yang lebih lama. Proses

penyembuhan luka adalah salah satu hal terpenting dalam pelaksanaan pasien

pasca pembedahan yakni menyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling

berhadapan, jaringan yang dihasilkan sangat sedikit biasanya dalam waktu 10

sampai 14 hari, repitelisasi secara normal sudah sempurna dan biasanya hanya

menyisahkan jaringan parut tipis yang dengan cepat memudar dengan warna

merah muda menjadi putih (Theresia, 2014).

Menurut Sjamsuhidajat (2013), pemabalutan luka steril biasanya diganti

setelah 48 jam bila luka bersih dan kering. Jahitan di daerah kepala atau leher

dibuka pada hari ke-5 sampai ke-7, sedangkan jahitan dibadan pada hari ke-7

sampai ke-10, dan diekstremitas dan sendi hari ke-14.

Pada pasien lanjut usia, malnutrisi, diabetes, atau dalam pengobatan

kortikosteroid, jahitan dibuka lebih lama; luka operasi lebih sering diperiksa untuk

melihat tanda infeksi seperti kemerahan, udem, nyeri, atau ada pengeluaran cairan

purulen. Pada keadaan ini, luka dibuka dan pembalut diganti dua kali atau lebih

dalam sehari, tergantung derajat kontaminasi. Jaringan nekrosis, bila ada, dieksisi.

Perawatan penyalir pascabedah harus selalu dilakukan secara aseptik pada

permukaan kulit dengan pemabalut steril. Pembalut yang basah harus diganti

setiap 24 jam atau setiap kali pembalut sudah jenuh dengan cairan. Banyaknya

cairan yang keluar dicatat setiap hari. Warna cairan juga harus dicatat, misalnya
91

serosa sampai purulen, pembalut warna hijau. Cairan yang keluar dari penyalir

kurang dari 20 ml/hari perlu dilaporkan agar salir dicabut.

4.1.7 Pengkajian Balance Cairan

Pada saat dilakukan pengkajian pada Tn. P didapatkan balance cairan Tn. P

-25 dikarenakan pasien sedang dipuasakan sehingga pemasukan klien kurang.

Menurut Sjamsuhidajat (2013), pembedahan memicu gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit puasa sebelum pembedahan, terjadi banyak kehilangan cairan

melalui saluran cerna (muntah, dilatasi lambung atau usus, diare), perdarahan,

atau berpindahnya cairan ke rongga ketiga (peritonitis, ileus obstruksi). Masalah

keseimbangan cairan dan elektrolit pada saat pembedahan bertambah rumit jika

terdapat komorbid, misalnya penyakit ginjal dan masalah paru-paru. Tujuan

utama pemberian cairan dan elektrolit adalah mengganti atau mempertahankan

volume cairan intravaskuler, intertisial, dan intraseluler; mempertahankan

keseimbangan air, elektrolit dan darah; atau memperthanakan kadar protein darah.

Sedangkan tujuan khususnya adalah mempertahankan beban pra-jantung (beban

hulu, preload) serta curah jantung (cardiac output). Dengan demikian, oksigenasi

dan perfusi jaringan dapat menjamin keseimbangan metabolism sel.

Gangguan cairan pada kasus bedah umumnya menyangkut kompartemen

ekstrasel, sehingga jenis cairan yang dipilih untuk terapi harus menyerupai

komposisi cairan ekstrasel. Cairan pengganti juga harus disesuaikan dengan

komposisi cairan tubuh yang hilang selama perawatan, misalnya cairan lambung,

keringat, atau diare. Dalam memilih jenis cairan, juga perlu diketahui komposisi

dan tujuan terapi cairan. Perhitungan cairan pascabedah juga harus selalu

didasarkan pada kebutuhan basal ditambah kebutuhan pengganti. Kebutuhan basal


92

adalah sejumlah cairan yang hilang akibat demam tinggi, poliuria, drainase

lambung, muntah, diare, atau perdarahan.

Penderita pascabedah umumnya oligurik, tetapi juga kurang toleran terhadap

air sehingga tiap pemberian cairan yang tidak diimbangi dengan dieresis akan

dapat menyebabkan kelebihan cairan didalam tubuh. Oleh karena itu, pemberian

cairan pascabedah didasarkan atas kebutuhan sehari-hari, yang pada penderita ini

tidak dapat diberikan secara oral. Kebutuhan cairan minimal pada orang dewasa

berkisar antara 600-1000 ml ditambah dengan pengeluaran melalui urin sekitar

1000-1500 ml sehingga kebutuhan cairan pada masa pascabedah adalah 2000-

2500 ml dalam bentuk infus. Keseimbangan cairan sebaiknya diamati secara

berkala, misalnya tiap 6 jam sehingga dapat direncanakan koreksi cairan 6 jam

berikutnya. Jenis cairannya sendiri dipilih berdasarkan hasil penetapan elektrolit

dalam darah.

Insensible water loss perlu diperhitungkan apabila penderita banyak

berkeringat; demikian juga adanya produksi air endogen yang jumlahnya 250-400

ml setiap hari. Dalam perhitungan kkeseimbangan cairan juga perlu

dipertimbangkan adanya sekret lambung.

Balance cairan merupakan tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk

kedalam (asupan) dan keluar dari (haluaran) tubuh. Tujuannya untuk menentukan

status keseimbangan cairan tubuh dan menentukan tingkat dehidrasi pasien. Hal

yang perlu diperhatikan yaitu rata-rata asupan nutrisi cairan perhari: Minum 500-

2500 ml, cairan dari makanan 750 ml, dan cairan hasil oksidasi (metabolisme) 200

ml. Rata-rata haluaran cairan perhari: urine 400-500 ml (0,5-1 cc/kgBB/jam),

IWL (paru dan kulit 350-400 ml), keringat 100 ml, dan feses 100-200 ml. IWL
93

dewasa 15 cc/kgBB/jam, jika ada kenaikan suhu: IWL + 200 x (suhu tubuh saat

ini -36,8°C) (Kusyati dkk, 2015).

4.2 Diagnosa

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan maka penulis menyusun

diagnosa keperawatan pada Tn. P dengan Post Operasi Peforasi Gaster. Terdapat

tujuh diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. P dengan Post Operasi

Peforasi Gaster, yaitu:

4.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

4.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

4.2.3 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrisi

4.2.4 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan

4.2.5 Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan dilakukannya

tindakan operasi besar

4.2.6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi

4.2.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Dari ke tujuh diagnosa keperawatan menurut Doenges, Moorhouse dan

Geissler (2014) tersebut terdapat 2 diagnosa keperawatan yang sama. Adapun 5

diagnosa keperawatan tersebut ada pada Doenges, Moorhouse dan Geissler (2014)

dengan intervensi bedah tetapi tidak terdapat pada klien Tn. P dengan Post

Operasi Laparatomi Perforasi Gaster adalah:

1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru,

energi.

Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak

memberikan ventilasi yang adekuat, dengan batasan karakteristik yaitu dispnea,


94

penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas

abnormal (mis., takipnea, bradipnea, kussmaul, cheyne-stokes), ortopnea,

pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-

posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan

ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan eskursi dada berubah (PPNI,

2016).

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. P tidak ditemukan

batasan karakteristik yang sama seperti dispnea, penggunaan otot bantu

pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (mis., takipnea,

bradipnea, kussmaul, cheyne-stokes), ortopnea, pernapasan pursed-lip, pernapasan

cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit

menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi

menurun, dan eskursi dada berubah, sehingga diagnosa tersebut tidak diangkat

pada pasien ini.

2) Perubahan persepsi/sensori: perubahan proses pikir berhubungan dengan

lingkungan terapeutik: Stimulasi sensori berlebihan.

Perubahan persepsi/sensori adalah perubahan pada jumlah atau pola stimulus

yang diterima, yang disertai respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan,

dilebihkan, disimpangkan, atau dirusakkan, dengan batasan karakteristik distorsi

sensori, perubahan pola perilaku, perubahan perilaku penyelesaian masalah,

perubahan ketajaman sensori, perubahan respon yang biasanya terhadap stimulus,

disorientasi, halusinasi, hambatan komunikasi, iritabilitas, konsentrasi buruk, dan

gelisah (PPNI, 2016).


95

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. P tidak diitemukan

batasan karakteristik yang sama seperti distorsi sensori, perubahan pola perilaku,

perubahan perilaku penyelesaian masalah, perubahan ketajaman sensori,

perubahan respon yang biasanya terhadap stimulus, disorientasi, halusinasi,

hambatan komunikasi, iritabilitas, konsentrasi buruk, dan gelisah, sehingga

diagnosa tersebut tidak di angkat pada pasien ini.

3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan ditandai dengan

pembatasan pemasukan cairan oral (proses penyakit/prosedur medis/adanya

rasa mual).

Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan adalah kondisi individual

yang beresiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intraselular, dengan

faktor resiko penyimpangan yang mempengaruhi akses untuk pemasukan atau

absorbsi cairan (misalnya, imobilitas fisik), kehilangan yang berlebihan melalui

rute normal (misalnya diare), faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan

(misalnya, status hipermetabolik), defisiensi pengetahuan (yang berhubungan

dengan volume cairan), kehilangan cairan melalui rute yang tidak normal

(misalnya, selang kateter menetap), obat (diuretik) (PPNI, 2016).

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada Tn. P tidak ditemukan faktor

resiko seperti penyimpangan yang mempengaruhi akses untuk pemasukan atau

absorbs cairan (misalnya, imobilitas fisik), kehilangan yang berlebihan melalui

rute normal (misalnya diare), faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan

(misalnya, status hipermetabolik), defisiensi pengetahuan (yang berhubungan

dengan volume cairan), kehilangan cairan melalui rute yang tidak normal
96

(misalnya, selang kateter menetap), obat (diuretik), sehingga diagnosa tersebut

tidak diangkat pada pasien ini.

4) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan ditandai dengan

hipervolemik.

Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan adalah kondisi individual

yang beresiko mengalami penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan

pengaturan nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler (Wilkinson & Ahern, 2011).

Berdasarkan pengkajian pada Tn. P tidak ditemukan faktor resiko seperti

penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengaturan nutrisi ke jaringan

pada tingkat kapiler, sehingga diagnosa tersebut tidak diangkat pada pasien ini.

5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis,

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif

yang berkaitan dengan topik tertentu, dengan batasan karakteristik menanyakan

masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan

persepsi yang keliru terhadap masalah, menjalani pemeriksaan yang tidak tepat,

menunjukkan perilaku berlebihan (mis., apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)

(Wilkinson & Ahern, 2011).

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. P tidak ditemukan

batasan karakteristik seperti klien menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran,

menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah, menjalani pemeriksaan yang

tidak tepat, menunjukkan perilaku berlebihan (mis., apatis, bermusuhan, agitasi,

histeria), sehingga tidak diangkat pada pasien ini


97

Adapun lima diagnosa yang terdapat pada Tn. P namun tidak terdapat pada

Doenges, Moorhouse dan Geissler (2014) dengan intervensi bedah sebagai beriku:

1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk

mempertahankan jalan napas tetap paten, dengan batasan karakteristik batuk tidak

efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing, dan/atau ronchi

kering, dipsnea, sulit bicara ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,

frekuensi napas berubah, dan pola napas berubah (PPNI, 2016). Dari hasil

pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. P ditemukan batuk yang berdahak,

sputum berlebih, ronchi dan frekuensi napas berubah 23 x/menit.

2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrisi

Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolism, dengan batasan karakteristik berat badan menurun minimal 10%

dibawah rentang normal, cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen,

nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot

menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut

rontok berlebih, dan diare (PPNI, 2016). Dari hasil pengkajian yang telah

dilakukan pada Tn. P ditemukan bising usus 28x/menit dan membrane mukosa

pucat. Bising usus adalah kontraksi tonik bersifat kontinu, berlangsung bermenit-

menit, atau berjam-jam, kadang-kadang meningkat atau menurun intensitasnya

tetap kontinu (Sinaga, Lenggono & Zakaria, 2013). Dari hasil pengkajian nutrisi

didapatkan A: BB: 50 kg, TB: 160 cm, B: HGB: 9 g/dL, HCT: 29,0 %, C: Kondisi

pasien: Lemah, GCS: 15, dan D: Klien sedang puasa.


98

3) Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan dilakukannya

tindakan operasi besar

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. P ditemukan usia ekstrem

yaitu klien berusia 59 tahun, gangguan mobilitas karena ketika klien bergerak

maka akan timbul nyeri, dan malnutrisi. Resiko perlambatan pemulihan

pascabedah adalah beresiko mengalami pemanjangan jumlah hari pascabedah

untuk memulai dan melakukan aktivitas sehari-hari, dengan faktor resiko skor

klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) ≥ 3,

hiperglikemia,edema di lokasi pembedahan, prosedur pembedahan ekstensif

(luas), usia ekstrem, riwayat perlambatan penyembuhan luka, gangguan mobilitas,

malnutrisi, obesitas, infeksi luka perioperatif, mual/muntah persisten, respon

emosial pasca operasi, pemanjangan proses operasi, gangguan psikologis pasca

operasi, kontaminasi bedah, trauma luka operasi, dan efek agen farmakologis

(PPNI, 2016).

Menurut Sjamsuhidajat (2013), penyulit pascabedah terdiri dari:

(1) Nyeri pascabedah mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi

kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Sebaiknya, pencegahan nyeri

direncanakan sebelum operasi agar penderita tidak terganggu oleh nyeri

pascabedah. Analgesik sebaiknya diberikan sebelum nyeri timbul dengan dosis

yang memadai. Jenis obat dan cara pemberiannya bergantung pada penyebab dan

letak nyeri, dan keadaan penderitanya.

Proses timbulnya keluhan nyeri berlangsung dalam empat tingkat, sehingga

sangat penting ditentukan letak dan penyebab nyerinya. Pada setiap keluhan nyeri

terdapat suatu rangsangan nosisepsis di suatu tempat pada tubuh yang disebabkan
99

oleh suatu noksa (tingkat 1). Setelah itu penderita menyadari adanya noksa

(tingkat 2), baru kemudian mengalami sensasi nyeri (tingkat 3). Akhirnya, timbul

reaksi terhadap sensasi nyeri dalam bentuk sikap dan perilaku verbal maupun

nonverbal untuk mengemukakan apa yang dirasakannya (tingkat 4). Yang terkhir

inilah yang ditemukan dalam anamnesis dan pemeriksaan jasmani berupa apa

yang didengar, dilihat, dan diraba oleh sang perawat. Agar dapat menemukan sifat

dan letaknya nyeri, seorang perawat harus memahami tingkat timbulnya keluhan

nyeri ini.

Dimensi kesadaran akan nyeri, pengalaman nyeri, dan perilaku penderita

sangat dipengaruhi oleh antisipasi dan harapan penderita. Bisa saja nyeri suntik

dirasakan sebelum penyuntikan. Dengan antisipasi yang demikian hebat, tentu

tingkah lakunya tampak keterlaluan oleh orang lain.

Banyak rasa takut yang timbul karena pengaruh keragu-raguan. Bila

seseorang tidak tahu apa yang akan terjadi dan apa yang dapat dikerjakannya,

ketakutan biasanya lebih hebat. Ketakutan demikian dapat dihilangkan dengan

memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Keterangan dan penerangan dengan

bahasa awam menjadi syarat mutlak untuk mencegah reaksi ketakutan pada nyeri.

Hal itu menuntut keahlian perawat berkomunikasi dengan penderita.

Setelah semua ini jelas, dapat ditentukan apa yang perlu dilakukan untuk

menghilangkan dan selanjutnya mencegah nyeri. Contoh pembalut yang terlalu

kencang harus dibuka atau dilonggarkan, abses sebaiknya diinsisi, penderita kolik

usus harus diberi apasmolitik, penderita patah tulang iga harus diberi blockade

anastetik pada nervus interkostalis, dan sebagainya. Pada luka operasi, sebaiknya

analgesic diberikan dengan rencana sesuai dengan letak dan sifat luka, bukan
100

“diberikan kalau perlu”. Dosis yang diberikan pun tergantung pada respon

penderita. Kadang perlu digunakan anastetik lokal atau regional.

(2) Batuk dan sesak nafas. Pada paru perlu dipikirkan aspirasi dan pneumonia.

Kemungkinan aspirasi dan tersedak besar sekali sewaktu anastesi. Pneumonia

akibat aspirasi mudah terjadi karena pernapasan tidak bebas sewaktu

anastesi/operasi dan reflek batuk sangat terganggu pada anastesi. Distensi perut

pascabedah dapat menghalangi pernapasan, terutama pada sikap berbaring.

Dekompensasi jantung dapat mengakibatkan bendungan sirkulasi paru yang dapat

mengakibatkan sesak napas, demikian juga kelebihan cairan infus. Akhirnya,

harus diingat juga kemungkinan emboli paru.

(3) Luka operasi dapat mengalami dehisensi atau infeksi. Faktor penyebab luka

pada dehisensi adalah perdarahan (hemostatis kuramg sempurna), infeksi luka,

jahitan kurang baik dan teknik operasi kurang baik. Faktor penyabab lain adalah

keadaan umum kurang baik (hipoalbuminemia), karsinomatosis, dan usia lanjut.

Tanda khas pertama ialah keluarnya cairan serosanguinolen dari luka.

Kejadian ini menunjukkan bahwa sudah terjadi dehisensi fasia dan/atau lapisan

otot. Dalam satu hari, keadaan ini akan diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit

yang menganga pada operasi perut. Penanganannya adalah operasi ulang segera

yang dikerjakan oleh pembedah berpengalaman.

4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi

Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur

akibat faktor eksternal, dengan batasan karakteristik mengeluh sulit tidur,

mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah,

mengeluh istirahat tidak cukup, dan mengeluh kemampuan beraktivitas menurun


101

(PPNI, 2016). Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. P ditemukan

mengeluh sulit tidur, mengeluh tidak puas tidur, dan mengeluh istirahat tidak

cukup.

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau menyelesaikan

aktivitas perawatan diri, dengan batasan karakteristik menolak melakukan

melakukan perawatan diri, tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/

ketoilet/berhias secara mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang (PPNI,

2016). Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. P ditemukan klien tidak

mampu melakukan perawatan diri yaitu tidak mampu mandi secara mandiri

sehingga membutuhkan bantuan.

4.3 Intervensi

Intervensi keperawatan adalah preskripsi spesifik yang diharapkan dari

pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi

keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang

diharapkan dan tujuan pemulangan. Harapannya adalah bahwa perilaku yang

diperskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat

diprediksi, yang berhubungan dengan masalah yang diidentifikasi dan tujuan yang

telah dipilih. Intervensi ini mempunyai maksud menginduvidualkan perawatan

dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-

kekuatan pasien yang telah diidentifikasi bila memungkinan

(Doenges,Moorhouse, dan Geissler. 2014).

Pada tahapan perencanaan ini penulis tidak menemukan banyak kesulitan

karena penulis memiliki sumber yang banyak. Semua tindakan disesuaikan


102

dengan perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya dan disesuaikan dengan

kondisi klien. Adapun beberapa tindakan yang tidak dimasukkan dalam

perencanaan yaitu :

4.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan

1) Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi-fowler, miring.

Penulis tidak mengambil intervensi ini karena telah masuk kedalam intervensi

diagnosa 1.

2) Analgesik dikontrol pasien (ADP).

Penulis tidak mengambil diagnosa tersebut karena obat dikontrol oleh

perawat.

3) Anastesi lokal, misalnya blok epidural.

Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena pada saat ini pasien sudah

melakukan operasi.

4.3.2 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan

1) Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju ke tepi luar

dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstremitas.

Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena posisi luka berada di

daerah perut.

2) Pertahankan ketetapan saluran pengeluaran cairan; berikan kantong

penampung cairan pada drain/insisi yang mengalami pengeluaran cairan yang

berbau.

Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena pasien telah terpasang

memang sejak pasien dirawat diruang ICU.


103

3) Tinggikan daerah yang dioperasi sesuai kebutuhan.

Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena pasien sedang sesak

sehigga posisi pasien harus dalam posisi semi fowler.

4) Biarkan terjadi kontak antara luka dengan udara sesegera mungkin atau tutup

dengan kain kasa tipis/bantalan. Sesuai kebutuhan.

Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena saat pertama kali

dilakukan pengkajian luka pasien sudah tertutup kasa.

5) Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hydrogen peroksida atau

dengan air yang mengalir dan sabun lunak setelah daerah insisi ditutup.

Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena luka pasien dibersihkan

setiap hari.

Kolaborasi

1) Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan.

Penulis tidak mengambil intervensi karena tidak ada indikasi untuk

pemberian es pada daerah luka pasien.

2) Gunakan korset pada abdominal bila dibutuhkan.

Penulis tidak mengambil intervensi tersebut karena luka pasien ada di perut.

3) Irigasi luka; bantu dengan melakukan debridemen sesuai kebutuhan.

Penulis tidak mengambil diagnosa karena tidak ada indikasi untuk dilakukan

debridemen.

4.4 Implementasi

Pada tahap pelaksanaan penulis akan melaksanakan perencanaan yang telah

disusun pada tahap pengumpulan data, pelaksanaan asuhan keperawatan yang

dilakukan penulis disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah dibuat. Namun
104

dari semua perencanaan yang dibuat terdapat beberapa intervensi yang tidak dapat

dilakukan secara maksimal dikarenakan kurangnya waktu yang penulis miliki.

Dalam melakukan implementasi penulis menemukan hasil analisis selama proses

perawatan ada beberapa faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung

antara lain yaitu klien dan keluarga bersikap terbuka, kooperatif, dan mudah

diajak kerjasama, mudah menerima penjelasan dan saran. Sedangkan untuk faktor

penghambatnya antara lain yaitu klien kurang melakukan mobilisasi dikarenakan

masih takut jika sewaktu-waktu jahitan operasinya bisa terbuka, usia klien yang

termasuk usia ekstrem yaitu 59 tahun, dan nutrisi klien yang kurang dikarenakan

masih dalam keadaan berpuasa.

4.5 Evaluasi

Evaluasi adalah fase akhir dari proses keperawatan untuk menilai asuhan

keperawatan yang telah diberikan pada Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi

Perforasi Gaster selama tiga hari yaitu mulai tanggal 25 Juni sampai dengan 27

Juni 2018.

Evaluasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan dalam kasus ini adalah

evaluasi sumatif. Dari diagnosa-diagnosa yang ditemukan oleh penulis ada

masalah yang teratasi dan masalah yang belum teratasi selama melakukan asuhan

keperawatan.

Dari tujuh diagnosa yang ditemukan pada klien didapatkan bahwa satu

diagnosa keperawatan dapat teratasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang

telah ditetapkan yaitu :

4.5.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

Masalah teratasi ditandai dengan: klien mampu batuk efektif, frekuensi


105

pernapasan 19x/menit, tidak terdengar suara napas tambahan, dan tidak ada

sputum.

4.5.2 Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan. Masalah belum

teratasi ditandai dengan: klien terlihat tidak nyaman, HR: 87x/menit, skala

nyeri 5 (nyeri sedang).

4.5.3 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan absorbsi nutrien.

Masalah tidak teratasi ditandai dengan: bibir klien kering dan pecah-pecah

4.5.4 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan pembedahan.

Masalah tidak teratasi ditandai dengan luka post operasi klien mengeluarkan

pus/eksudat 2 cc.

4.5.5 Resiko perlambatan pemulihan pascabedah ditandai dengan dilakukannya

tindakan operasi besar. Masalah tidak teratasi ditandai dengan: luka klien

terlihat kemerahan, terdapat eksudat 0,5 cc, luka klien belum menyatu.

4.5.6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi laparatomi.

Masalah belum teratasi ditandai dengan: klien terlihat mengantuk, ada

lingkaran hitam dimata klien.

4.5.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Masalah tidak

teratasi ditandai dengan: klien terlihat berbaring saja, klien masih belum

dapat melakukan perawatan diri secara mandiri, klien masih dibantu oleh

istri atau anaknya.


106

BAB V

PENUTUP

Dari hasil pelaksanaan asuhan keperatawan pada Tn. P dengan Post Operasi

Laparatomi Perforasi Gaster dapat dilakukan beberapa kesimpulan yang berkaitan

dengan landasan teori dan tujuan yang telah ditetapkan. Penulis juga

mengemukakan saran demi perbaikan asuhan keperawatan khususnya pada klien

dengan Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster.

5.1 Kesimpulan

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. P dengan Post selama

tiga hari terhitung dari Tanggal 25- 27 Juni 2018 Di Ruang Perawatan Dahlia

Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Provinsi Kalimantan Utara, maka penulis

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Penulis melakukan asuhan keperawatan melalui setiap tahap dari proses

keperawatan yang terangkai mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa

keperawatan, perencanaan tindakan, pelaksanaaan keperawatan dan evaluasi.

Penulis dapat melaksanakan setiap tahapan sesuai dengan tingkat pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki oleh penulis. Pengkajian pada Tn. P dengan Post

Operasi Laparatomi Perforasi Gaster penulis melakukan secara bertahap dengan

memperhatikan kondisi klien dan sarana yang tersedia. Pengkajian dilakukan

secara menyeluruh untuk mendapatkan data yang akurat. Setelah melakukan

pengkajian, penulis kemudian mengelompokkan data-data yang diperoleh,

menganalisa lalu merumuskan diagnosa yang tepat untuk setiap data. Setelah

merumuskan diagnosa keperawatan, penulis kemudian menyusun rencana


107

tindakan yang tepat dengan memperhatikan kondisi klien, fasilitas yang tersedia

dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Tahap selanjutnya penulis kemudian

mengimplementasikan rencana yang telah disusun. Setelah melakukan

implementasi penulis melanjutkan dengan mengevaluasi. Evaluasi yang dilakukan

penulis terdiri dari dua kategori yaitu evaluasi sumatif yang dilakukan disetiap

tindakan dan evaluasi formatif yang dilakukan diakhir pertemuan dengan klien.

5.1.2 Dengan melakukan beberapa tahapan dari proses keperawatan penulis

menemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus yaitu :

Pada proses pengkajian penulis menemukan kesenjangan antara teori dan

kasus pada klien Tn. P adalah sebagai berikut : Sirkulasi, integritas ego, makanan/

cairan, keamanan, dan penyuluhan/pembelajaran.

Adapun diagnosa keperawatan yang terdapat di teori namun tidak ditemukan

pada kasus, yaitu: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

ekspansi paru, energi, Perubahan persepsi/sensori: perubahan proses pikir

berhubungan dengan lingkungan terapeutik: Stimulasi sensori berlebihan, Resiko

tinggi terhadap kekurangan volume cairan ditandai dengan pembatasan

pemasukan cairan oral (proses penyakit/prosedur medis/adanya rasa mual), Resiko

tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan ditandai dengan hipervolemik, dan

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis,

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Adapun diagnosa keperawatan yang terdapat di kasus namun tidak ditemukan

pada teori, yaitu: Bersihan jalan napas tidak efektif, Defisit nutrisi, Resiko

perlambatan pemulihan pascabedah, Gangguan pola tidur, dan Defisit perawatan

diri.
108

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada Tn. P dilakukan dengan baik

berdasarkan rencana yang telah disusun. Pada tahap evaluasi ditemukan dari

empat diagnosa yang ditemukan, satu diagnosa dinyatakan teratasi dan enam

diagnosa belum teratasi. Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dapat

didokumentasikan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan penulis.

5.1.3 Faktor pendukung dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien

adalah sikap klien dan keluarga yang ramah dan kooperatif pada setiap tindakan

yang dilakukan, izin yang diberikan pihak rumah sakit serta tersedianya fasilitas

dari institusi yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien. Faktor

penghambat dalam melaksanakan asuhan keperawatan adalah keterbatasan waktu

dalam melakukan perawatan pada klien selama 24 jam sehingga penulis

mendelegasikan perawatan selanjutnya pada perawat ruangan.

5.1.4 Adapun pemecahan masalah yang dilakukan pada klien yaitu dengan

memperdalam literatur-literatur mengenai penyakit klien sehingga dapat

dilaksanakan intervensi-intervensi yang telah direncanakan meliputi tindakan

promotif, preventif, kuratif, dan tindakan kolaboratif dengan tim kesehatan

lainnya.

5.2 Saran

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. P dengan Post Operasi

Laparatomi Perforasi Gaster, diharapkan asuhan keperawatan pasien dengan Post

Operasi Laparatomi Perforasi Gaster dapat dilakukan secara menyeluruh. Penulis

menyarankan kepada pembaca yaitu :


109

5.2.1 Bagi Klien dan Keluarga

Untuk Tn. P yang merupakan salah satu pasien dengan Post Operasi

Laparatomi Perforasi gaster yang dirawat di Ruang Perawatan Dahlia Rumah

Sakit Umum Daerah Tarakan agar lebih memperhatikan kesehatannya terutama

pada pola makan dan makanan yang dikonsumsi mengandung kaya akan vitamin,

serat, karbohidrat, dan protein.

5.2.2 Bagi Mahasiswa

Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan konsep teori tentang Asuhan

Keperawatan yang dilaksanakan pada Tn. P dengan Post Operasi Laparatomi

Perforasi Gaster. Peluang untuk mengatasi masalah seperti ini sangat terbatas oleh

karena itu diharapkan mahasiswa juga mampu membuka wawasan dan

keterampilan dasar untuk memperbaharui ilmu tentang proses keperawatan yang

dinamis.

5.2.3 Bagi Institusi

Diharapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran Asuhan Keperawatan yang

sesuai dengan standar praktik keperawatan jika ini dilakukan pada Tn. P dengan

Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster.

5.2.4 Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan

mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun pada

klien serta rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana

yang dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada

umumnya dan khususnya bagi pasien Post Operasi Laparatomi Perforasi Gaster.
110

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. D. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskuler: Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC.

Baradero, M. D. (2008). Prinsip & Praktik Keperawatan Perioperatif. Jakarta:


EGC.
Brooker, C. (2001). Kamus Saku Keperawatan Edisi 31. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (2014). Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Dwisang, E. L. (2014). Anatomi & Fisiologi untuk Perawat dan Bidan. Tangerang
Selatan: Binarupa Aksara.
Ekawati, D. (2011). Referat Perforasi Gaster. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Gibson, J. (2015). Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Indrianasari, D. (2009). 100% Sembuh Tanpa Dokter: A-Z Deteksi, Obati, dan
Cegah Penyakit. Yogyakarta: Pustaka Grhatama.
Iskandar, H. (2015). Hubungan Antara Abdominal Perfusion Pressure (APP)

dengan Outcome Post Operasi Perfusi Gaster. Universitas Sebelas

Maret Institutional Repository.

Kartika, R.W. (2015). Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. Bagian

Bedah Jantung Paru dan Pembuluh Darah Wound Care/Diabetic

Center.

Koto, K. (2017). Karakteristik Tipe Perforasi Gaster dan Histopatologinya di

RSUP H. Adam Malik Medan. Repository Institusi Universitas

Sumatera Utara. Kusumayanti, P.D., (2015). Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Lamanya Perawatan pada Pasien Operasi


111

Laparatomi di Ruang Instalasi Rawat Inap BRSU Tabanan. COPING

(Community Of Publishing In Nursing) Vol. 3, No 1.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Ningrum, T.P., Mediani H.S., & H.P., Candra Isabella. (2017). Faktor-faktor yang

berhubungan dengan Kejadian Wound Dehiscence pada Pasien Post

Laparatomi. Jurnal Keperawatan Padjajaran Vol. 5, No. 2.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta:


DPP PPNI.
Rustianawati, Y., Karyawati, S., & Himawan, R. (2013). Efektivitas Ambulasi

Dini terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi

Laparatomi di RSUD Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan dan

Kebidanan Vol. 4, No 2.

Silitonga, M.P. (2017). Perbedaan Outcome Klinis Penggunaan Drain Intra

Abdomen dan Tanpa Drain Intra Abdomen pada Operasi Perforasi

Gaster. Universitas Sebelas Maret Institutional Repository.

Sinaga, G.P., Lenggono, K.A., & Zakaria, A.. (2013). Pengaruh Minyak Kayu

Putih terhadap Stimulasi Bising Usus pada Pasien Operasi yang

Menggunakan Lumbal Anastesi. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti.

Smeltzer S.C., &. Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Theresia, D. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Lama Penyembuhan

Luka pada Pasien Post Operasi Laparatomi di IRNA Bedah RSUP Dr.

M. Djamil Padang. Penelitian Keperawatan Medikal Bedah

Universitas Andalas.

Tomb, D. A. (2004). Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC.


112

Utari, P., & Hidayat, F.R. (2017). Analisa Praktek Klinik Keperawatan pada Klien

dengan Post Operasi Laparatomi atas Indikasi Perforasi Gaster dengan

Intervensi Inovasi Terapi Suara Alam terhadap Penurunan Kecemasan

Ruang Intensive Care Unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Digital Repository.

Walid, N. (2016). Proses Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Media.
Wilkinson, J. M., & Ahern, N.R. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan:
Diagnosa NANDA, Intervensi NIS, Kriteria Hasil NOC Edisi 9.
Jakarta: EGC.
113

FOTO LUKA POST OPERASI LAPARATOMI KLIEN TN. P


Gambar 1 Tanggal 27 Juni 2018

Gambar 2 Tanggal 27 Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai