Disusun Oleh:
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
KATA PENGANTAR
ii
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Diagnosa Medis Fistel Perianal Dengan Tindakkan Fistulektomi Di
Rumah Sakit Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK IV). Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Merry Triana, S.Kep.,Ners selaku pembimbing lahan yang banyak
memberikan arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesainan asuhan
keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 15 November 2021
Penulis
DAFTAR ISI
iii
HALAMAN SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................... 3
iv
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 54
5.2 Saran .......................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SAP
LEAFLET
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fistelperianal/Fistelani disebut juga Fistel in ano yang merupakan sebuah
hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit
perianal. Hubungan ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan
granulasi. Bukaan primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya
terletak pada kulit perianalis. Bukaan sekundernya dapat multiple yang berasal
dari satu bukaan primer saja. Fistel adalah hubungan abnormal antara dua tempat
berepitel. Fistel perianal adalah adalah Fistel yang menghubungkan antara
kanalis anal ke kulit disekitar anus (ataupun ke organ lain seperti ke vagina)(Iman
& Fajarini, 2012). Fistel perianal sering terjadi pada laki laki berumur 20-40
tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar Fistel terbentuk dari
sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan
abses akan terbentuk fistula.
Prevalensi abses anal pada populasi umum mungkin jauh lebih tinggi
dibandingkan yang terlihat dalam praktik klinis karena mayoritas pasien dengan
gejala referable untuk anorektum tersebut tidak mencari perhatian medis (Breen,
2011). Usia rata-rata untuk presentasi abses perianal adalah 40 tahun (kisaran 20
sampai 60 tahun). Laki-laki dewasa dua kali lebih mungkin untuk
mengembangkan abses dibandingkan dengan wperianal ta, Kejadian rata-rata per
100.000 penduduk adalah 12,3% untuk pria dan 5,6% untuk perempuan
(Breen,2011).
Fistel adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran
lain, atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Yang pertama
disebut Fistel interen dan yang kedua Fistel eksteren. Fistel anorektal atau Fistel
perianal adalah terowongan abnormal dari anus atau rektum, biasanya menuju ke
kulit di dekat anus, tapi bisa juga ke organ lainnya seperti vagina. Apabila tidak
ditutup secara permanen dengan tindakan bedah, Fistel akan tetap terbuka
sehingga dapat terinfeksi ulang dari anal aau rectum yang berakibat terbentuknya
pus terus menerus. Traktus yang terbentuk oleh abses, dapat juga
1
2
tidak berhubungan dengan anal atau rectum dan secara definisi disebut sebagai
sinus, bukan fistula.
Sebagian besar Fistel perianal memerlukan operasi karena Fistel perianal
jarang sembuh secara spontan. Setelah operasi resiko kekambuhan Fistel perianal
termasuk cukup tinggi sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan Fistel perianal
post operasi akan mengalami kekambuhan). Penatalaksanaan Fistel perianal
bertujuan untuk eradikasi sepsis tanpa menyebabkan inkonstinensia. Terapi dari
Fistel tergantung dari jenis fistulanya sendiri. Terapi konservatif medikamentosa
dengan pemberian anal¬getik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka
panjang untuk mencegah Fistel rekuren.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada pasien IBS dengan diagnosa
medis Fistel Perianal.
1.2.3.6 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada pasien IBS dengan
diagnosa medis Fistel Perianal.
1.2.3.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien IBS dengan diagnosa
Fistel Perianal.
1.2.3.8 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada keluarga dengan diagnosa
medis Fistel Perianal.
Fistel Perianal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens,
transversum, desendens dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan
tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura
hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri
waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis
meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema.
Bagian usus besar besar yang terakhir dinamakan rektum yang terbentang
dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir
dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm). Usus besar
dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima.
Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri ( sepertiga distal kolon
transversum, ascendens dan sigmoid, dan sebagian proksimal rektum). Suplai
darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria
hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan
aorta abdominalis. Alir balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena
mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian
dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati.
7
2.1.3 Etiologi
Mayoritas penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi dari kelenjar
anus (cyptoglandular). Kelenjar ini terdapat di dalam ruang intersphinteric.
Diawali kelenjar anus terinfeksi, sebuah abses kecil terbentuk di daerah
intersfincter. Abses ini kemudian membengkak dan fibrosis, termasuk di bagian
luar kelenjar anus di garis kripte. Ketidakmampuan abses untuk keluar dari
kelenjar tersebut akan mengakibatkan proses peradangan yang meluas sampai
perineum, anus atau seluruhnya, yang akhirnya membentuk abses perianal dan
kemudian menjadi fistula. Selain itu penyebab fistel dapat bervariasi seperti
1. Adanya fisura, atau robekan pada anus yang terinfeksi
2. Infeksi menular seksual
3. Adanya sumbatan pada kelenjar disekitar anus.
Fistel Perianal juga dapat terjadi pada pasien dengan kondisi inflamasi
berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel Syndrome (IBS),
diverticulitis, colitis ulseratif, dan penyakit crohn, kanker rectum, tuberculosis
usus, HIV-AIDS, dan infeksi lain pada daerah ano-rektal.
8
2.1.5 Klasifikasi
Fistel diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan kompleks anal sphincter
sebagai berikut:
1. Fistel intersphincteric berawal dalam ruang diantara M. Sfingter
Eksterna dan Interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.
2.1.6 Patofisologis
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular, yang menjelaskan bahwa
Fistel ani merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan
membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi
melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentata. Kelenjar
dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan
itu, terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga
dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi.
Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk
abses di dalam rongga intersfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan
jalan keluar dengan meninggalkan fistula, dimana Fistel mempunyai satu muara
di kripta di perbatasan anus dan rektum, dan lobang lain di perineum di kulit
perianal.
Klasifikasi fistula:
1. Intersphinteric Fistel
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna dan
bermuara berdekatan dengan lubang anus.
2. Transphinteric Fistel
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna,
kemudian melewati muskulus sfingter eksterna dan bermuara sepanjang satu atau
11
dua inchi di luar lubang anus, membentuk huruf ‘U’ dalam tubuh, dengan lubang
eksternal berada di kedua belah lubang anus ( Fistel horseshoe)
3. Suprasphinteric Fistel
Berawal dari ruangan diantara muskulus sfingter eksterna dan interna yang
membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di antara puborektal dan
muskulus levator ani lalu muncul satu atau dua inchi di luar anus.
4. Ekstrasphinteric Fistel
Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah,
melewati muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistel ini biasa
disebabkan oleh abses appendiceal, abses diverticular, atau Crohn’s Disease.
12
FISTEL PERIANAL
B1 B2 B3 B4 B5
B6
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda. Komplikasi
yang dapat langsung terjadi antara lain:
1. Perdarahan
2. Impaksi fecal
3. Hemorrhoid
Komplikasi yang tertunda antara lain adalah:
1. Inkontinensia
Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang
terpotong, khususnya pada pasien dengan Fistel kompleks seperti letak tinggi dan
letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak
saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila pinggiran
fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat menutup, yang mengakibatkan
bocornya gas dan feces. Risiko ini juga meningkat seiring menua dan pada wanita.
2. Rekurens
Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau
mengidentifikasi pemanjangan Fistel ke atas atau ke samping. Epitelisasi dari
bukaan interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab persistennya
fistula. Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita.
3. Stenosis kanalis
Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal.
Penyembuhan luka yang lambat. Penyembuhan luka membutuhkan waktu kurang
lebih 12 minggu, kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti penyakit
Crohn).
Terapi pembedahan:
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan Fistel ani
yang baru di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.
7. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
9. Pemeriksaan Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa,
kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna,
suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi,
vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen. Lesi yang dibagi dua yaitu :
Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu
komponen kulit
Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna,
bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
b. Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari
daerah edema.
c. Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake
cairan yang inadekuat.
d. Integritas
20
21
- Anjurkan tirah baring
- Menjelaskan kepada keluarga nilai
normal suhu badan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu.
- Kolaborasi pemberian obat penurun
panas, jika perlu
3 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keper selama Observasi
prosedur operasi (D. 0077 Hal. 172) …. x 7 jam diharapkan nyeri dapat - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
berkurang dengan Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
1. Melaporkan nyeri terkontrol - Identifikasi skala nyeri
2. Kemapuan mengenali penyebab nyeri - Identifikasi respon nyeri verbal
meningkat Terapeutik
3. Kemampuan menggunakan teknik non- - Berikan teknik nonfarmkologis untuk
farmakologis meningkat mengurangi rasa nyeri
4. Penggunaan analgesic menurun - Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruanganm
pencahayaan, kebisingan)
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
22
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolabolasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4 Gangguan Eliminasi urin berhubungan Setelah dilakukan tindakkan …..x 7 jam Observasi :
dengan kelemahan otot pelvis (D.0040 Gangguan eliminasi urine akan teratasi - Identifikasi tanda dan gejala retensi
Hal. 96) dengan kriteria hasil : atau inkontinesia urine
1. Sensasi berkemih meningkat - Monitor eliminasi urine
2. Klien berkemih dengan tuntas Terapeutik :
3. Tidak terjadi distensi kandung kemih - Catat waktu-waktu berkemih dan
4. Klien tidak mengalami nokturia haluaran berkemih
- Batasi asupan cairan, jika perlu
- Lakukan tindakkan pemasangan kateter
Edukasi :
- Ajarkan tanda gejala infeksi saluran
kemih
- Ajarkan mengukur asupan ciran dan
haluaran urina
- Anjurkan untuk mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat supositoria
23
uretra, jika perlu
24
5 - Kolaborasi penggunaan obat pencahar,
Peristaltik usus membaik dengan nilai 5 jika perlu
6 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakkan …..x 7 jam Observasi :
- Monitor tanda dan gejala infeksi local
luka operasi (D.0142 Hal. 304) Resiko Infeksi akan teratasi dengan
dan sistemik
kriteria hasil:
Terapeutik :
- Demam menurun dengan nilai 5 - Batasi jumlah pengunjung
- Kemerahan menurun dengan nilai 5 - Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Nyeri menurun dengan nilai 5 - Pertahankan teknik aseptic pada pasien
- Bengkak menurun dengan nilai 5 berisiko tinggi
Edukasi :
- Kadar sel darah putih membaik - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
dengan nilai 5 - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
25
26
34
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN IBS
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama: Tn.H, Umur: 44 tahun, Jenis Kelamin: laki-laki, Suku/Bangsa: Dayak
Indonesia, Agama:Kristen, Pekerjaan: Swasta, Pendidikan: SMA, Status
Perkawinan : Kawin, Alamat : Jl. Melati, Tgl MRS : 06 November 2021 dan
Diagnosa Medis : Fistel perianal.
2. Riwayat Kesehatan Perawatan
a. Keluhan utama/ Alasan di Operasi :
Klien mengatakan merasa cemas sebelum operasi
b. Riwayat Penyakit Sekarang ;
Saat dikaji klien mengeluh terdapat benjolan disekitar lubang anus ± 2
bulan yang lalu. Benjolan terasa gatal, nyeri, panas, dan terlihat
kemerahan. Klien merasa tidak nyaman saat duduk dan ketika BAB
terasa nyeri. Ketika dikaji skala nyeri 1-10 klien mengatakan nyeri 4
( nyeri sedang)
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi) :
Klien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit atau operasi sebelumnya
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
yang sama seperti yang diderita klien sekarang yaitu Fistel perianal.
36
KETERANGAN :
Klien:
Wanita:
Laki-laki:
Serumah:
Meninggal:
Hubungan keluarga:
07 November 2021
Parameter Result/hasil Interpretasi Unit
Rapid Test SARS-COV 2
Covid-19 Ag NEGATIF NEGATIF NEGATIF
Avilia Anggraini
40
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN
MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Pre Operatif Fekalit, Tumor, Benda Ansietas
DS: Asing, Trauma
- klien mengatakan
sangat cemas tentang
operasi yang akan
dilakukan karena Obstruksi Saluran Kelenjar
sebelumnya klien Perianal
belum pernah
menjalani prosedur
pembedahan/ operasi.
DO: Edema Dan Inflamasi
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak cemas
- Klien tampak bingung Fistel Perianal
- Skala cemas 6
PRIORITAS MASALAH
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.H
Ruang Rawat : IBS
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Pre operatif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x20 Observasi :
menit diharapkan tingkat Ansietas klien menurun
Ansietas berhubungan dengan kurangnya dengan kriteria hasil : - Identifikasi tingkat ansietas berubah
pengetahuan 1. Konsentrasi menurun (5) - Monitor tanda-tanda ansietas
2. Pola tidur menurun (5) Terapeutik :
3. Perilaku gelisah menurun (5)
- Ciptakan suasana terapeutik untuk
4. Verbalisasi kebingungan menurun (5)
menumbuhkan kepercayaan
5. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
hadapi menurun (5)
kecemasan
6. Perilaku tegang menurun (5)
Edukasi :
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
dialami
- Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan.
- Latih Teknik relaksasi
09.20 WIB
4. Menginformasikan secara motivasi untuk
factual mengenai diagnosis, dan mengidentifikasi situasi
pengobatan. yang memicu kecemasan
5. Melatih Teknik relaksasi napas - Klien tampak diberikan
dalam informasi secara factual
mengenai diagnosis, dan
pengobatan
- Klien tampak dilatih
melakukan teknik relaksasi
napas dalam.
46
- TD : 110/80 mm Hg
- Suhu : 36,50C
- Nadi : 90x/menit
- RR : 20x/menit.
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan,klien
diantar ke kamar operasi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Intra Operatif
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Mahasiswa
Selasa, 09 10.05 WIB 1. Memonitor tanda dan Evaluasi pukul 11.00 WIB
gejala perdarahan
November 2021 10.10 WIB S:
2. Memonitor tanda-
tanda vital ortostastik
10.15 WIB 3. Memantau mengukur O : - Klien terpasang infus Nacl 0,9%. 15 AVILIA ANGGRAINI
perdarahan selama tpm
10.30 WIB
operasi berlangsung - Klien terpasang oksigen
4. Melakukan - Klien terpasang monitor
kolaborasi - Dilakukan tindakan pembedahan
- Darah yang dikeluarkan 50 cc.
pemberian - HB : 12,3 g/dl
produk darah - Persediaan 1 kantong darah WB
TTV:
- TTV : TD : 120/80 mm Hg
- Suhu : 360C
- Nadi : 90x/menit
- RR : 19x/menit.
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi di ruang pemulihan
- Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Monitor nilai hemoglobin sebelum dan
47
setelah kehilangan darah
- Kolaborasi obat pengontrol
perdarahan.
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
48
Post Operatif
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Mahasiswa
Rabu, 10 14.00 WIB 1. Mengidentifikasi lokasi nyeri, Evaluasi Pukul 14.35 WIB
November 2021 kualitas, durasi, dan frekuensi. S : “klien mengatakan nyeri pada luka
14.05 WIB 2. Mengidentifikasi skala nyeri operasi, nyeri timbul saat klien ingin
3. Memonitor efek samping mengerakkan badannya kesamping, AVILIA ANGGRAINI
14.10 WIB
penggunaan analgetic nyeri menyebar ke seluruh area
14.15 WIB 4. Memberikan Teknik perianal, dengan skala nyeri 5
nonfarmakologi untuk (sedang) nyeri terasa secara perlahan
mengurangi nyeri (pengalihan selama ± 7 menit”
nyeri, Teknik napas dalam)
O : - klien tampak meringis
14.20 WIB 5. Menjelaskan penyebab nyeri dan
- Klien tampak gelisah
pemicu nyeri
- Klien dapat melakukan Teknik
14.25 WIB 6. Berkolaborasi pemberian
nafas dalam setelah diberikan
analgetik
edukasi
- Klien diberikan injeksi
ketorolac 1x10 mg sesuai
indikasi.
49
- TTV
- TD 130/70 mmHg,
- S : 36oC,
- N:90x/menit,
- RR 22x/menit.
A : Masalah belum teratasi,
P : Lanjutkan intervensi di ruang
pemulihan rawat inap
- Monitor efek samping penggunaan
analgetic
- Berikan Teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
- Jelaskan penyebab nyeri dan
pemicu nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Identifikasi lokasi nyeri, kualitas,
durasi, dan frekuensi.
- Identifikasi skala nyeri
50
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara landasan
teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. H dengan Fistuula
Perianal di ruang IBS pada tanggal 08 November 2021 sampai 10 November
2021
4.1 Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data merupakan langkah awal dalam berpikir
kritis dan pengambilan keputusan sehingga dapat mengangkat suatu diagnosis
keperawatan. Data yang dikumpulan melalui wawancara dari riwayat kesehatan,
pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik serta catatan medis
lainnya. Dalam suatu pengkajian dikuatkan dengan menggunakan definisi dan
batasan karakteristik diagnosis keperawatan dan memvalidasi diagnosis
(Wilkinson, 2016).
Pada tahap ini, penulis tidak mendapatkan banyak kesulitan karena penulis
memiliki sumber yang banyak. Semua intervensi keperawatan yang dibuat oleh
penulis sesuai dengan teori yang di dapat oleh penulis dari berbagai sumber yang
ada berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah diangkat dan juga telah
disesuaikan dengan keadaan klien saat itu. Perencanaan meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi mengoreksi masalah-masalah yang
telah diidentifikasikan pada diagnosis keperawatan. Dan tujuan dari intervensi
berpusat pada diagnosis keperawatan yang diangkat pada kasus Tn.H, dan hasil
yang diperkirakan telah ditetapkan sesuai dengan intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan dari intervensi keperawatan.
5.1.1 Pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. H yang meliputi pengkajian dan
menganalisa data, menentukan diagnosa keperawatan, menentukan dan
membuat intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan
dan melakukan evaluasi hasil dari implementasi keperawatan yang telah
dilakukan.
5.1.2 Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah sikap koperatif dari klien
dan keluarganya yang ikut berperan dalam pemberian asuhan keperawatan
dan pelaksanaan implementasi keperawatan pada Tn. H serta tidak
ditemukannya faktor penghambat.
5.1.3 Pemecahan masalah pada klien Tn. H dengan Fistuula Perianal dilakukan
dengan melakukan implementasi sesuai dengan intervensi yang dibuat
berdasarkan diagnosis yang ditegakkan, dan untuk mencapai tujuan dari
intervensi tersebut. Intervensi terdiri dari diagnostik, teraupetik, edukatif
dan kolaboratif dengan tim kesehatan lainnya.
5.2 Saran
Dari hasil pemaparan data-data di atas, maka saran yang dapat dikemukakan
adalah sebagai berikut:
Carpenito, L.J. (2011). Buku Saku Asuhan Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC
Cerdas Sjamsuhidayat, R. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Iman, N., & Fajarini, E. S. (2012). Peranan 3D Axial Hypercube T2 Fat Sat Pada
Pemeriksaan Mri Pelvis. 91–95.
OLEH :
AVILIA ANGGRAINI
2018.C.10a.0927
A. Materi
Berikut adalah paparan materi yang akan disampaikan yaitu :
1. Pengertian manajemen nyeri
2. Tujuan dan manfaat manajemen nyeri
3. Macam-macam manajem nyeri nonfarmakologis
B. Metode
Berikut adalah metode yang akan kami gunakan dalam penyampaian materi
yaitu:
1. Small group discussion
Proses pembelajaran dengan melakukan diskusi kelompok kecil
tujuaanya agar peserta didik memiliki keterampila memecahkan
masalah terkait materi pokok dan persoalan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
D. Struktur Organisasi
Berikut struktur organisasi untuk penyampaian materi yaitu :
1. Penyaji : Avilia Anggraini
Penyaji adalah menyaji hasil diskusi.
Tugas seorang penyaji adalah menyajikan hasil diskusi dari peserta
dan memberiktahukan kepada moderator agar moderator dapat
memberi arahan selanjutnya kepada peserta-peserta diskusi
E. Denah Tempat
Edv
Keterangan :
Penyaji
Keluarga
Peserta
F. Pelaksanaan Kegiatan
No Tahap Kegiatan Penyuluhan Kegiatan paserta Waktu
kegiatan
1 Orientasi Pembukaan (kata Menjawab salam 5
sambutan dari kepala Mendengarkn Menit
ruangan) Memperhatikan
Perkenalan dilakukan
oleh moderator
Menyampaikan
konrak
2 Isi Menjelaskan Mendengarkan 15
pengertian relaksasi Memerhatikan menit
napas dalam.
Menjelaskan tujuan
Relaksasi Nafas dalam
Menjelaskan macam –
macam manajemen
nyeri nonfarmakologis
Mendemonstrasikan
macam – macam
manajemen nyeri
nonfarmakologis
3 Penutup Memberi kesempatan 5 menit
pada peserta untuk
bertanya.
Menjawab pertanyaan
dari peserta
Melakukan evaluasi
dengan memberikan
beberapa pertanyaan
kepada peserta.
Menyimpulkan hasil
dari penyuluhan.
Menutup sesi acara
dengan mengucapkan
salam
3.7 Evaluasi
Berikut evalusi dari penyampaian materi yaitu:
1. Kesiapan materi
2. Kesiapan SAP
3. Kesiapan media: leaflet
4. Peserta ditempat penyuluhan
5. Penyelenggara kegiatan
6. Pengorganisasian penyelenggara penyuluhan
MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan strategi penyembuhan nyeri
tanpa menggunakan obat- obatan tetapi lebih kepada perilaku caring. Untuk itu,
tenaga medis yang dominan berperan adalah para perawat karena bersentuhan
langsung dengan tugas keperawatan.