Anda di halaman 1dari 65

STUDI KASUS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA TN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS FISTEL PERIANAL
DENGAN TINDAKKAN FISTULEKTOMI DI
RUMAH SAKIT DR. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh:

Nama : Avilia Anggraini


NIM : 2018.C.10a.0927

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Avilia Anggraini


NIM : 2018.C.10a.0927
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Diagnosa Medis Fistel Perianal Dengan Tindakkan
Fistulektomi Di Rumah Sakit Dr.Doris Sylvanus Palangka
Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Kerawatan 4 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :


Penguji Akademik Penguji Lahan

Rimba Aprianti, S.Kep,,Ners Merry Triana, S.Kep.,Ners

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Avilia Anggraini


NIM : 2018.C.10a.0927
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Diagnosa Medis Fistel Perianal Dengan Tindakkan
Fistulektomi Di Rumah Sakit Dr.Doris Sylvanus Palangka
Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Kerawatan 4 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Palangka Raya.

Penguji Akademik Penguji Lahan

Rimba Aprianti,S.Kep.,Ners Meryy Triana, S.Kep.,Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Ners

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep

KATA PENGANTAR

ii
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Diagnosa Medis Fistel Perianal Dengan Tindakkan Fistulektomi Di
Rumah Sakit Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK IV). Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Merry Triana, S.Kep.,Ners selaku pembimbing lahan yang banyak
memberikan arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesainan asuhan
keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 15 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

iii
HALAMAN SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Close Fraktur Femur Dextra ......................................... 5
2.1.1 Definisi.................................................................................................... 5
2.1.2 Anatomi fisiologi..................................................................................... 6
2.1.3 Etiologi.................................................................................................... 7
2.1.4 Mperianal festasi Klinis........................................................................... 8
2.1.5 Klasifikasi................................................................................................ 8
2.1.6 Patofisiologi............................................................................................. 9
2.1.7 Komplikasi............................................................................................... 14
2.1.8 Pemeriksaan penunjang........................................................................... 15
2.1.9 Penatalaksanaan medis............................................................................ 16
2.2 Orif Femur ............................................................................................... 18
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan......................................................... 23
2.3.1 Pengkajian................................................................................................ 23
2.3.2 Diagnosis Keperawatan........................................................................... 25
2.3.3 Intervensi................................................................................................. 26
2.3.4 Implementasi............................................................................................ 34
2.3.5 Evaluasi.................................................................................................... 34

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................ 35


3.1 Pengkajian .................................................................................................. 35
3.2 Diagnosa .................................................................................................... 41
3.3 Intervensi ................................................................................................... 42
3.4 Implementasi .............................................................................................. 44
3.5 Evaluasi ...................................................................................................... 44
BAB 4 PEMBAHASAN …………………………………………………… 52
4.1 Pengkajian .................................................................................................. 52
4.2 Diagnosa
4.3 Intervensi ................................................................................................... 52
4.4 Implementasi .............................................................................................. 53
4.5 Evaluasi ...................................................................................................... 53

BAB 5 PENUTUP ………………………………………………………….. 54

iv
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 54
5.2 Saran .......................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SAP
LEAFLET

v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fistelperianal/Fistelani disebut juga Fistel in ano yang merupakan sebuah
hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit
perianal. Hubungan ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan
granulasi. Bukaan primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya
terletak pada kulit perianalis. Bukaan sekundernya dapat multiple yang berasal
dari satu bukaan primer saja. Fistel adalah hubungan abnormal antara dua tempat
berepitel. Fistel perianal adalah adalah Fistel yang menghubungkan antara
kanalis anal ke kulit disekitar anus (ataupun ke organ lain seperti ke vagina)(Iman
& Fajarini, 2012). Fistel perianal sering terjadi pada laki laki berumur 20-40
tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar Fistel terbentuk dari
sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan
abses akan terbentuk fistula.
Prevalensi abses anal pada populasi umum mungkin jauh lebih tinggi
dibandingkan yang terlihat dalam praktik klinis karena mayoritas pasien dengan
gejala referable untuk anorektum tersebut tidak mencari perhatian medis (Breen,
2011). Usia rata-rata untuk presentasi abses perianal adalah 40 tahun (kisaran 20
sampai 60 tahun). Laki-laki dewasa dua kali lebih mungkin untuk
mengembangkan abses dibandingkan dengan wperianal ta, Kejadian rata-rata per
100.000 penduduk adalah 12,3% untuk pria dan 5,6% untuk perempuan
(Breen,2011).
Fistel adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran
lain, atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Yang pertama
disebut Fistel interen dan yang kedua Fistel eksteren. Fistel anorektal atau Fistel
perianal adalah terowongan abnormal dari anus atau rektum, biasanya menuju ke
kulit di dekat anus, tapi bisa juga ke organ lainnya seperti vagina. Apabila tidak
ditutup secara permanen dengan tindakan bedah, Fistel akan tetap terbuka
sehingga dapat terinfeksi ulang dari anal aau rectum yang berakibat terbentuknya
pus terus menerus. Traktus yang terbentuk oleh abses, dapat juga

1
2

tidak berhubungan dengan anal atau rectum dan secara definisi disebut sebagai
sinus, bukan fistula.
Sebagian besar Fistel perianal memerlukan operasi karena Fistel perianal
jarang sembuh secara spontan. Setelah operasi resiko kekambuhan Fistel perianal
termasuk cukup tinggi sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan Fistel perianal
post operasi akan mengalami kekambuhan). Penatalaksanaan Fistel perianal
bertujuan untuk eradikasi sepsis tanpa menyebabkan inkonstinensia. Terapi dari
Fistel tergantung dari jenis fistulanya sendiri. Terapi konservatif medikamentosa
dengan pemberian anal¬getik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka
panjang untuk mencegah Fistel rekuren.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan
masalahnya adalah “Bagaimana Pemberian Asuhan Keperawatan Dengan
Diagnosa Fistel Perianal”.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memahami konsep penyakit Fistel Perianal dan
mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami Fistel
Perianal serta memberi pemahaman pada penulis agar dapat belajar dengan
lebih baik lagi.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun Tujuan Khusus Penulisan Laporan Pendahuluan ini yaitu
penulis mampu :
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit Fistel Perianal
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen keperawatan pada pasien
Fistel Perianal.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien IBS dengan
diagnose medis Fistel Perianal.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada pasien IBS dengan
diagnosa medis Close Fistel Perianal.
3

1.3.2.5 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada pasien IBS dengan diagnosa
medis Fistel Perianal.
1.2.3.6 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada pasien IBS dengan
diagnosa medis Fistel Perianal.
1.2.3.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien IBS dengan diagnosa
Fistel Perianal.
1.2.3.8 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada keluarga dengan diagnosa
medis Fistel Perianal.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan agar dapat
mengetahui dan memahami konsep Penyakit Fistel Perianal dan agar
dapat melakukan pencegahan untuk diri sendiri dan orang disekitar agar
tidak mengalami Fistel Perianal
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Manfaat penulisan bagi klien dan keluarga yaitu agar klien dan
keluarga dapat mengetahui gambaran umum dari penyakit Fistel Perianal
beserta tanda gejala serta perawatan yang benar bagi klien agar penderita
mendapat perawatan yang tepat dalam lingkungan keluarganya.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Manfaat penulisan bagi Pendidikan yaitu dapat digunakan sebagai
referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang
konsep dan ilmu tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit Fistel Perianal. Manfaat penulisan bagi Rumah Sakit yaitu agar
dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan bagi pasien khusunya Fistel Perianal.
1.4.4 Untuk IPTEK
Mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan di
bidang
kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien dengan Close
4

Fistel Perianal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Fistel Perianal


2.1.1 Definisi
Fistel adalah hubungan abnormal antara dua tempat berepitel. Fistel
perianal adalah Fistel yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit disekitar
anus (ataupun ke organ lain seperti ke vagina) (Iman & Fajarini, 2012). Pada
permukaan kulit bisa terlihat satu atau lebih lubang fistula, dan dari lubang Fistel
tersebut dapat keluar nanah ataupun kotoran saat buang air besar.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5


kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar sudah pasti lebih besar dari pada usus kecil.

5
6

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens,
transversum, desendens dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan
tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura
hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri
waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis
meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema.

Bagian usus besar besar yang terakhir dinamakan rektum yang terbentang
dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir
dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm). Usus besar
dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima.
Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteria
mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri ( sepertiga distal kolon
transversum, ascendens dan sigmoid, dan sebagian proksimal rektum). Suplai
darah tambahan untuk rektum adalah melalui arteria sakralis media dan arteria
hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan
aorta abdominalis. Alir balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena
mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian
dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati.
7

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan


perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Usus besar
mempunyai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi
usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah
hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai
reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sfingter eksterna
berada di bawah kontrol voluntar. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi
voluntar otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara
bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi akan menghilang. Rektum
dan anus merupakan lokasi dari penyakit-penyakit yang sering ditemukan pada
manusia. Daerah anorektal sering merupakan tempat abses dan fistula. Kanker
kolon dan rektum merupakan kanker saluran cerna yang paling sering terjadi.

2.1.3 Etiologi
Mayoritas penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi dari kelenjar
anus (cyptoglandular). Kelenjar ini terdapat di dalam ruang intersphinteric.
Diawali kelenjar anus terinfeksi, sebuah abses kecil terbentuk di daerah
intersfincter. Abses ini kemudian membengkak dan fibrosis, termasuk di bagian
luar kelenjar anus di garis kripte. Ketidakmampuan abses untuk keluar dari
kelenjar tersebut akan mengakibatkan proses peradangan yang meluas sampai
perineum, anus atau seluruhnya, yang akhirnya membentuk abses perianal dan
kemudian menjadi fistula. Selain itu penyebab fistel dapat bervariasi seperti
1. Adanya fisura, atau robekan pada anus yang terinfeksi
2. Infeksi menular seksual
3. Adanya sumbatan pada kelenjar disekitar anus.
Fistel Perianal juga dapat terjadi pada pasien dengan kondisi inflamasi
berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel Syndrome (IBS),
diverticulitis, colitis ulseratif, dan penyakit crohn, kanker rectum, tuberculosis
usus, HIV-AIDS, dan infeksi lain pada daerah ano-rektal.
8

2.1.4 Manifestasi Klinis


Pasien biasanya mengeluhkan beberapa gejala yaitu :
1. Nyeri, yang bertambah pada saat bergerak, defekasi, dan batuk.
2. Keluar darah atau nanah dari lubang fistula.
3. Iritasi atau ulkus di kulit di sekitar lubang fistula.
4. Gatal sekitar anus dan lubang fistula.
5. Benjolan (Massa fluktuan) bila masih berbentuk abses.
6. Demam, dan tanda- tanda umum infeksi.
Pada pemeriksaan fisik pada daerah anus, dapat ditemukan satu atau lebih
external opening atau teraba Fistel di bawah permukaan. Pada colok dubur
terkadang dapat diraba indurasi Fistel dan internal opening.

2.1.5 Klasifikasi
Fistel diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan kompleks anal sphincter
sebagai berikut:
1. Fistel intersphincteric  berawal dalam ruang diantara M. Sfingter
Eksterna dan Interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.

2. Fistel transsphincteric  berawal dalm ruang diantara M. Sfingter Eksterna


dan Interna, kemudian melewati M. Sfingter Eksterna dan bermuara
sepanjang ½ inchi di luar lubang anus.
9

3. Fistel suprasphincteric  berawal dari ruang diantara M. Sfingter Eksterna


dan Interna dan membelah ke atas M. Puborektalis lalu turun diantara
puborektal dan M. Levator ani lalu muncul ½ inchi di luar anus.

4. Fistel extrasphincteric  berawal dari rektum/colon sigmoid dan


memanjang ke bawah, ,elewati M. Levator ani dan berakhir di sekitar anus.
Biasanya akibat dari trauma, Chron’s Disease, PID, dan abses supralevator.
10

2.1.6 Patofisologis
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular, yang menjelaskan bahwa
Fistel ani merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan
membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi
melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentata. Kelenjar
dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan
itu, terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga
dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras, atau proses inflamasi.
Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk
abses di dalam rongga intersfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan
jalan keluar dengan meninggalkan fistula, dimana Fistel mempunyai satu muara
di kripta di perbatasan anus dan rektum, dan lobang lain di perineum di kulit
perianal.
Klasifikasi fistula:
1. Intersphinteric Fistel
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna dan
bermuara berdekatan dengan lubang anus.
2. Transphinteric Fistel
Berawal dalam ruang di antara muskulus sfingter eksterna dan interna,
kemudian melewati muskulus sfingter eksterna dan bermuara sepanjang satu atau
11

dua inchi di luar lubang anus, membentuk huruf ‘U’ dalam tubuh, dengan lubang
eksternal berada di kedua belah lubang anus ( Fistel horseshoe)
3. Suprasphinteric Fistel
Berawal dari ruangan diantara muskulus sfingter eksterna dan interna yang
membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun di antara puborektal dan
muskulus levator ani lalu muncul satu atau dua inchi di luar anus.
4. Ekstrasphinteric Fistel
Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah,
melewati muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistel ini biasa
disebabkan oleh abses appendiceal, abses diverticular, atau Crohn’s Disease.
12

WOC FISTEL PERIANAL


Fekalit, Tumor, Benda asing, trauma

Obstruksi saluran kelenjar perianal

Edema dan inflamasi

FISTEL PERIANAL

B1 B2 B3 B4 B5
B6

Insisi abses Penurunan Insisi abses


Trauma jaringan dan
Obstruksi usus sensasi otot
reflek spasme otot
Insisi abses
SAB anastesi
SAB Anastesi
Distensi abdomen Kemampuan
Stimulasi mediator berkemih menurun
Menyebar melalui vaskuler kimia PG, Luka operasi
Penekanan intra serotonin, Blockade saraf
abdomen ke torakal bradikinin Pengosongan VU parasimpatis
Menuju hipotalamus posterior tidak sempurna Port dan entrée

Pasien sesak napas


Medulla spinalis Penurunan
Penurunan kemampuan Retensio urine MK: Resiko
untuk berkeringat perstaltik infeksi
MK: Pola napas Korteks serebris
tidak efektif MK: Gangguan MK:
eliminasi uurine Inkontinensia
MK: Hipertermi
MK: Nyeri akut Fekal
12

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda. Komplikasi
yang dapat langsung terjadi antara lain:
1. Perdarahan
2. Impaksi fecal
3. Hemorrhoid
Komplikasi yang tertunda antara lain adalah:
1. Inkontinensia
Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang
terpotong, khususnya pada pasien dengan Fistel kompleks seperti letak tinggi dan
letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak
saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila pinggiran
fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat menutup, yang mengakibatkan
bocornya gas dan feces. Risiko ini juga meningkat seiring menua dan pada wanita.
2. Rekurens
Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau
mengidentifikasi pemanjangan Fistel ke atas atau ke samping. Epitelisasi dari
bukaan interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab persistennya
fistula. Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita.
3. Stenosis kanalis
Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal.
Penyembuhan luka yang lambat. Penyembuhan luka membutuhkan waktu kurang
lebih 12 minggu, kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti penyakit
Crohn).

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Fistulografi, yaitu memasukkan alat ke dalam lubang/fistel untuk
mengetahui keadaan luka. Pemeriksaan harus dilengkapi dengan rektoskopi
untuk menentukan adanya penyakit di rektum seperti karsinoma atau
proktitis tbc, amuba, atau morbus Crohn.
2. Fistulografi: Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.
13

3. Ultrasound endoanal / endorektal: Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz


ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus
intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu
evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi suprasfingter.
4. MRI: MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi Fistel kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi.
5. CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit
crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan
daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan
rektal.
6. Barium Enema: untuk Fistel multiple, dan dapat mendeteksi penyakit
inflamasi usus.
7. Anal Manometri: evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada
pasien tertentu seperti pada pasien dengan Fistel karena trauma persalinan,
atau pada Fistel kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik


serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah Fistel rekuren.

Terapi pembedahan:

1. Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit,


dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat
mungkin dilakukan fistulotomi.
2. Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk
menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada Fistel ani adalah
membiarkannya terbuka.
3. Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua
macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual
untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana
benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan
ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.
14

4. Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi


keberhasilannya tidak terlalu besar.
5. Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistel Plug/AFP) ke
dalam saluran Fistel yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh
tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana,
tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi,
hanya 16%.
6. Pasca Operasi: Pada operasi Fistel simple, pasien dapat pulang pada hari
yang sama setelah operasi. Namun pada Fistel kompleks mungkin
membutuhkan rawat inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan
terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari,
terutama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi
sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan
penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat
jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari
umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah
beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang.
Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak
disarankan untuk duduk diam berlama-lama.
2.2 Fistulektomi
2.2.1 Definisi
Fistulektomi mengangkat saluran jaringan yang mengandung fistula, serta
fistula itu sendiri, bukan hanya memotong sambungan antara kedua saluran
tersebut. Ini menghadirkan risiko komplikasi yang lebih tinggi karena dokter
harus memotong ke organ yang terkena – biasanya anus – bukan hanya pita
jaringan yang menghubungkan organ.
15

Fistulektomi merupakan tindakan bedah untuk mengobati anal Fistel


dengan cara membuka saluran yang menghubungkan anal canal dan kulit
kemudian mengalirkan pus keluar. Fistulektomi adalah salah satu prosedur operasi
yang digunakan untuk menangani fistula. Fistel yang ditangani dengan
Fistulektomi memiliki persentase kesembuhan yang sangat tinggi, bahkan
mendekati 100%. Fistel adalah saluran yang terhubung secara tidak normal di
antara dua organ.
2.2.2 Ruang lingkup
Keluhan awal nyeri pada sekitar anus; yang kemudian mengeluh keluar
cairan / lendir dari lubang di sekitar anus. Dalam kaitan penegakan diagnosis dan
pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait anatara lain: Bedah
Anak, radiologi dan ahli kesehatan anak.
2.2.3 Indikasi operasi
1. Gejala Klinis :keluar cairan / lendir dari lubang di sekitar anus.
2. radiologi : fistulografi, terdapat track lubang fistel atau sinus
2.2.4 Kontra indikasi operasi
Kondisi umum kurang baik
2.2.5 Pemeriksaan penunjang
Proktoskopi, fistulografi, dan CT Scan
2.2.6 Teknik Operasi
Posisi pasien litotomi atau knee chest :
1. Dilakukan anestesi regional atau general
2. Sebelum melakukan operasi sangat penting untuk meraba adanya jaringan
fibrotik saluran fistel didaerah perianal maupun dekat linea dentate,
sehingga dapat ditentukan asal dari fistel
3. Dengan tuntunan rektoskopi dicari internal opening dengan cara
memasukkan methilen blue yang dapat dicampuri perhidrol
4. Bila internal opening belum terlihat dilakukan sondage secara perlahan
dengan penggunaan sonde tumpul yang tidak kaku kedalam Fistel dan
ujung sonde diraba dengan jari tangan operator yang ditempatkan dalam
rektum
16

5. Bila internal opening telah ditemukan, dengan tuntunan sonde, dapat


dilakukan fistulektomi yaitu dengan cara insisi Fistel searah panjang Fistel
dan dinding Fistel dilakukan curettage untuk pemeriksaan patologi. Hati-
hati jangan sampai memotong sfingter eksterna.
6. Luka operasi ditutup dengan tampon.

2.2.7 Komplikasi operasi


Komplikasi yang dapat timbul berupa perdarahan, inkontinensia fecal,
retensio urine, infeksi, serta komplikasi akibat anesthesia.
2.2.8 Perawatan pasca bedah
1. Hari pertama penderita sudah diperbolehkan makan. Antibiotika dan
analgetik diberikan selama 3 hari.
2. Pelunak faeces dapat diberikan pada penderita dengan riwayat konstipasi
sebelumnya.
3. Tampon anus dibuka setelah 2x24 jam atau jika terdapat perdarahan dapat
dibuka sebelumnya.
4. Rawat luka dilakukan setiap hari. Setelah penderita mampu mobilisasi,
penderita diminta rendam duduk 2x sehari dengan larutan Permanganas
Kalikus selama 20 menit
2.3 Manajemen Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama
Menjelaskan keluhan yang dirasakan oleh pasien saat ini. Mengkaji keluhan
utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan
pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan
saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau
menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan
merokok, minum alkohol, minum kopi atau minum obat-obatan.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama
atau penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien
yang menyebabkan pasien dirawat.
17

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang
lain atau riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
4. Skala cemas
Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada
munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut
skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang
mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor
antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).

2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya bisul pada daerah anus.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan pernapasan
meningkat.
18

3. Pemeriksaan Kepala Dan Leher


a. Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan
warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.
b. Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
c. Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
d. Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
e. Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen. Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring
maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
f. Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar limfe.

4. Pemeriksaan Dada Dan Thorax


Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan,
vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung
tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah
thorax.
5. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
immobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor
jika dispensi abdomen atau tegang.
6. Urogenital
19

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan Fistel ani
yang baru di operasi terpasang kateter untuk buang air kecil.

7. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bedrest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
9. Pemeriksaan Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa,
kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna,
suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi,
vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen. Lesi yang dibagi dua yaitu :
 Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu
komponen kulit
 Lesi sekunder adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna,
bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
b. Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari
daerah edema.
c. Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake
cairan yang inadekuat.
d. Integritas
20

Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah


ada drainase atau infeksi.
e. Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
f. Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur
atau elastisitas, turgor kulit.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0005 Hal. 26)
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit infeksi (D.0130 Hal. 284)
3. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi (D. 0077 Hal. 172)
4. Gangguan Eliminasi urin berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
(D.0040 Hal. 96)
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
(D.0049 Hal. 113)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi (D.0142 Hal. 304)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Pola napas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
dengan hambatan upaya napas (D.0005 selama … x 7 jam diharapkan pola napas - Monitor pola napas
Hal. 26) efektif dapat terpenuhi dengan Kriteria - Monitor bunyi napas tambahan
Hasil : Terapeutik
1. Menunjukkan jalan nafas yang paten - Posisikan semi-fowler atau fowler
(klien tidak merasa tercekik, irama - Berikan minum hangat
nafas, frekuensi pernafasan dalam - Berikan oksigen, jika perlu
rentang normal, tidak ada suara nafas Edukasi
abnormal) - Ajarkan teknik batuk efektif, jika perlu
2. Tanda Tanda vital dalam rentang Kolabolasi
normal (tekanan darah, nadi, Kolaborsi pemberian bronkodilator
pernafasan)

2 Hipertermi berhubungan dengan proses Setelah dilakukan intervensi selama … x 7 Observasi :


penyakit infeksi (D.0130 Hal. 284) jam diharapkan masalah dapat teratasi - Identifikasi penyebab hipertermia
dengan kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
1.Kejang menurun dengan nilai 5 - Monitor haluaran urine
2.Suhu tubuh kembali normal dengan nilai
5 Terapeutik :
3.Mengigil menurun dengan nilai 5 - Sediakan lingkungan yang dingin
4.Pucat menurun dengan nilai 5 - Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipas permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
Edukasi :

21
- Anjurkan tirah baring
- Menjelaskan kepada keluarga nilai
normal suhu badan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu.
- Kolaborasi pemberian obat penurun
panas, jika perlu

3 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keper selama Observasi
prosedur operasi (D. 0077 Hal. 172) …. x 7 jam diharapkan nyeri dapat - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
berkurang dengan Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
1. Melaporkan nyeri terkontrol - Identifikasi skala nyeri
2. Kemapuan mengenali penyebab nyeri - Identifikasi respon nyeri verbal
meningkat Terapeutik
3. Kemampuan menggunakan teknik non- - Berikan teknik nonfarmkologis untuk
farmakologis meningkat mengurangi rasa nyeri
4. Penggunaan analgesic menurun - Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruanganm
pencahayaan, kebisingan)
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara

22
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolabolasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

4 Gangguan Eliminasi urin berhubungan Setelah dilakukan tindakkan …..x 7 jam Observasi :
dengan kelemahan otot pelvis (D.0040 Gangguan eliminasi urine akan teratasi - Identifikasi tanda dan gejala retensi
Hal. 96) dengan kriteria hasil : atau inkontinesia urine
1. Sensasi berkemih meningkat - Monitor eliminasi urine
2. Klien berkemih dengan tuntas Terapeutik :
3. Tidak terjadi distensi kandung kemih - Catat waktu-waktu berkemih dan
4. Klien tidak mengalami nokturia haluaran berkemih
- Batasi asupan cairan, jika perlu
- Lakukan tindakkan pemasangan kateter

Edukasi :
- Ajarkan tanda gejala infeksi saluran
kemih
- Ajarkan mengukur asupan ciran dan
haluaran urina
- Anjurkan untuk mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat supositoria

23
uretra, jika perlu

5 Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakkan …..x 7 jam Observasi :


penurunan motilitas gastrointestinal - Periksa tanda dan gejala konstipasi
Konstipasi akan teratasi dengan kriteria
(D.0049 Hal. 113) - Monitor tanda dan gejala rupture usus
hasil: dan/atau peritonitis
Keluhan defekasi lama dan sulit menurun Terapeutik :
dengan nilai 5 - Anjurkan diet tinggi serat
- Lakukan massase abdomen, jika perlu
Mengejan saat defekasi menurun dengan Edukasi :
nilai 5 - Jelaskan etiologi masalah konstipasi
dan alasan tindakkan
Konstitensi feses mambaik dengan nilai 5 - Latih buang air besar secara teratur
Frekuensi defekasi membaik dengan nilai
Kolaborasi :

24
5 - Kolaborasi penggunaan obat pencahar,
Peristaltik usus membaik dengan nilai 5 jika perlu
6 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakkan …..x 7 jam Observasi :
- Monitor tanda dan gejala infeksi local
luka operasi (D.0142 Hal. 304) Resiko Infeksi akan teratasi dengan
dan sistemik
kriteria hasil:
Terapeutik :
- Demam menurun dengan nilai 5 - Batasi jumlah pengunjung
- Kemerahan menurun dengan nilai 5 - Berikan perawatan kulit pada area
edema
- Nyeri menurun dengan nilai 5 - Pertahankan teknik aseptic pada pasien
- Bengkak menurun dengan nilai 5 berisiko tinggi
Edukasi :
- Kadar sel darah putih membaik - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
dengan nilai 5 - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu

25
26
34

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi
disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik. Jika klien
mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan
keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan
data dan memiliki asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien.
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi,
dan implementasinya. Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan
antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Perlu dipahami
bersama oleh perawat bahwa evaluasi dilakukan dengan melihat respon klien
(individu) terhadap program kesehatan. Kualitas asuhan keperawatan dapat
dievaluasi pada saat proses (formatif) dan dengan melihat hasilnya (sumatif).
35

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN IBS

Nama Mahasiswa : Avilia Anggraini


NIM : 2018.C.10a.0927
Ruang Praktek : Ruang IBS
Tanggal Praktek : 08-10 Novermber 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 08 November 2021 &09.00

3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama: Tn.H, Umur: 44 tahun, Jenis Kelamin: laki-laki, Suku/Bangsa: Dayak
Indonesia, Agama:Kristen, Pekerjaan: Swasta, Pendidikan: SMA, Status
Perkawinan : Kawin, Alamat : Jl. Melati, Tgl MRS : 06 November 2021 dan
Diagnosa Medis : Fistel perianal.
2. Riwayat Kesehatan Perawatan
a. Keluhan utama/ Alasan di Operasi :
Klien mengatakan merasa cemas sebelum operasi
b. Riwayat Penyakit Sekarang ;
Saat dikaji klien mengeluh terdapat benjolan disekitar lubang anus ± 2
bulan yang lalu. Benjolan terasa gatal, nyeri, panas, dan terlihat
kemerahan. Klien merasa tidak nyaman saat duduk dan ketika BAB
terasa nyeri. Ketika dikaji skala nyeri 1-10 klien mengatakan nyeri 4
( nyeri sedang)
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi) :
Klien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit atau operasi sebelumnya
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
yang sama seperti yang diderita klien sekarang yaitu Fistel perianal.
36

3.2 Genogram Keluarga

KETERANGAN :
Klien:
Wanita:
Laki-laki:
Serumah:
Meninggal:
Hubungan keluarga:

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien tampak lemah, wajah meringis, dan terbaring diatas
bed dengan terpasang oksigen. Kesadaran compos mentis dengan nilai GCS
E4 V5 M6.
b. Tanda-tanda Vital :
1) Tekanan darah : 110/80 mmHg
2) Nadi : 90x/menit
3) Suhu : 36,50C
4) Pernafasan/RR : 20x/menit

3.4 Pemeriksaan Fisik


1) Pre operatif
Kesadaran pasien compos mentis,penampilan rapi, klien tampak bingung , klien
tampak gelisah, dan sering bertanya tentang operasi yang akan dilakukan, klien
mengatakan sangat cemas tentang operasi yang akan dilakukan karena
sebelumnya klien belum pernah menjalani prosedur pembedahan/ operasi dank
lien dianjurkan untuk puasa sebelum operasi dan skala cemas 6.
37

Masalah Keperawatan : Ansietas


2) Intra operatif
Klien diberikan anastesi regional, pasien tampak berbaring, terpasang infus
NaCl 0,9% 15 tpm di tangan kanan pasien, terpasang monitor, pasien sedang
menjalani prosedur pembedahan Fistulektomi pada didaerah perianal, dengan
darah yang dikeluarkan 50 cc, HB 12,3 g/dl, golongan darah B dengan
persediaan 1 kantong darah WB, TTV pasien TD : 110/80 mm Hg, Suhu :
36,50C , Nadi : 90x/menit, RR : 20x/menit.
Masalah Keperawatann : Resiko Pendarahan
3) Post operatif
Klien mengeluh nyeri pada bagian bokong atau perianal dimana ada luka
operasi. Pasien mengatakan nyeri dapat bertambah jika klien menggerakkan
badannya kesamping. Nyeri berkurang jika dalam posisi klien terlentang, nyeri
terasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul saat klien ingin mengerakkan badannya
kesamping, nyeri menyebar ke seluruh area perianal, dengan skala nyeri 5
(sedang) nyeri terasa secara perlahan selama ± 7 menit . Tampak adanya luka
jahitan di area perianal pada klien. Klien tampak meringis menahan nyeri, klien
diberikan terapi injeksi ketorolac 3x10mg untuk meringankan/meredakan nyeri.
38

Masalah Keperawatann : Nyeri akut

3.5 Data Penunjang ( Radiologis, Laboratorium, Penunjang lainnya)


Laboratorium 07 November 2021
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
06/11/202 BT 1’30” 1-3 Menit
1 CT 7 5-11 Menit
Hemoglobin 12,3 12.0-16.0 g/dL
Hematocrit 37 35-47 %
Lekosit 14,23 (3.800- /mm3
10.600)
Trombosit 238,000 (130.000- /mm3
440.000)
Eritrosit 3,79 3.5 – 3.8 Juta/mm3

07 November 2021
Parameter Result/hasil Interpretasi Unit
Rapid Test SARS-COV 2
Covid-19 Ag NEGATIF NEGATIF NEGATIF

Terapi pelaksanaan 08 November 2021


Pre Op Intra Op Post Op
Infus NaCl 0,9 % 20Tpm Anastesi ketamin Injeksi ketolorac 3x10
mg
Infus NaCl 0,9% 20 Tpm Injkesi ranitidine 2x1
mg
Infus NaCl 0,9% 20
tpm

3.6 Penatalaksanaan Medis (Preoperatif, Premedikasi,Post Operatif)


1. Pre operatif
Pasa saat sebelum melakukan operasi klien mengatakan merasa cemas,
terpasang infus NaCl 0.9% tpm ditangan sebelah kiri.
2. Premedikasi
Pada premedikasi klien mengatakan diruangan tidak ada diberikan obat sebelum
dilakukan Tindakan. TTV : TD : 110/80 mm Hg, Suhu : 36,50C, Nadi :
90x/menit, RR : 20x/menit.
3. Intra Operatif
39

Klien diberikan anastesi regional sebelum dilakukan operasi, dilakukan


Tindakan operasi Fistulektomi pada bagian Perianal, terpasang infus NaCL 0,9%
20 tpm, dan terpasang monitor. TTV : TD : 120/80 mm Hg, Suhu : 360C , Nadi :
90x/menit, RR : 19x/menit.
4. Post Operatif
Setelah dilakukan Tindakan Fistulektomi selesai diruang IBS/ Instansi Bedah
Sentral, klien dibawa ke ruang recovery room, untuk dilakukan observasi lanjut,
setelah klien kembali optimal/pulih klien akan di bawa oleh perawat dari
ruangan untuk klien diterima serahkan. TTV : TD : 110/90 mm Hg, Suhu :
36,70C , Nadi : 90x/menit, RR : 21x/menit.

Palangka Raya, 08 November


2021
Mahasiswa

Avilia Anggraini
40

ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN
MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Pre Operatif Fekalit, Tumor, Benda Ansietas
DS: Asing, Trauma
- klien mengatakan
sangat cemas tentang
operasi yang akan
dilakukan karena Obstruksi Saluran Kelenjar
sebelumnya klien Perianal
belum pernah
menjalani prosedur
pembedahan/ operasi.
DO: Edema Dan Inflamasi
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak cemas
- Klien tampak bingung Fistel Perianal
- Skala cemas 6

TTV: Tindakkan Fistulektomi


- TD : 110/80 mm Hg
- Suhu : 36,50C
- Nadi : 90x/menit Ansietas
- RR : 20x/menit.
Intra Operatif Luka Tindakan operasi Risiko Pendarahan
DS: -
DO:
- Klien terpasang infus Perdarahan pada bagian
NaCl 0,9% 20 tpm perianal
- Jenis anastesi regional
- Dilakukan Tindakan
pembedahan Peningkatan tekanan vena
Fistulektomi
- Darah yang dikeluarkan
50 cc Terjadinya pengeluaran
- HB : 12,3 g/dl darah
- Persediaan 1 kantong
darah WB
TTV: Resiko perdarahan
- TTV : TD : 120/80 mm
Hg
- Suhu : 360C
- Nadi : 90x/menit
- RR : 19x/menit.

Post Operatif Trauma jaringan dan reflek Nyeri Akut


DS: spasme otot
- Klien mengatakan
41

Nyeri timbul saat klien Stimulasi mediator kimia


ingin mengerakkan PG, serotonin, bradikinin
badannya kesamping,
nyeri menyebar ke
seluruh area perianal, Medulla spinalis
dengan skala nyeri 5
(sedang) nyeri terasa
secara perlahan selama Korteks serebris
± 7 menit .
DO:
- wajah meringis Nyeri Akut
- klien tampak lemah
- klien tampak gelisah
TTV:
- TD : 110/90 mm Hg
- Suhu : 36,70C
- Nadi : 90x/menit
- RR : 21x/menit.
42

PRIORITAS MASALAH

- Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dibuktikkan dengan klien


mengatakan sangat cemas tentang operasi yang akan dilakukan karena sebelumnya
klien belum pernah menjalani prosedur pembedahan/ operasi, Klien tampak gelisah,
Klien tampak cemas, Klien tampak bingung, Skala cemas 6, TTV: TD : 110/80 mm
Hg; Suhu : 36,50C ; Nadi : 90x/menit; RR : 20x/menit.
- Risiko Pendarahan behubungan dengan luka tindakkan operasi dibuktikan dengan
klien terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm, Jenis anastesi regional, Dilakukan
Tindakan pembedahan Fistulektomi, Darah yang dikeluarkan 200 cc, HB : 12,3 g/dl
dan Persediaan 3 kantong darah WB. TTV : TD : 120/80 mm Hg, Suhu : 360C ,
Nadi : 90x/menit, RR : 19x/menit.
- Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur operasi dbuktikan dengan Nyeri timbul
saat klien ingin mengerakkan badannya kesamping, nyeri menyebar ke seluruh area
perianal, dengan skala nyeri 5 (sedang) nyeri terasa secara perlahan selama ± 7
menit, wajah meringis, klien tampak lemah, dan klien tampak gelisah. TD : 110/90
mm Hg, Suhu : 36,70C , Nadi : 90x/menit, RR : 21x/menit.
43

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.H
Ruang Rawat : IBS
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Pre operatif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x20 Observasi :
menit diharapkan tingkat Ansietas klien menurun
Ansietas berhubungan dengan kurangnya dengan kriteria hasil : - Identifikasi tingkat ansietas berubah
pengetahuan 1. Konsentrasi menurun (5) - Monitor tanda-tanda ansietas
2. Pola tidur menurun (5) Terapeutik :
3. Perilaku gelisah menurun (5)
- Ciptakan suasana terapeutik untuk
4. Verbalisasi kebingungan menurun (5)
menumbuhkan kepercayaan
5. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
hadapi menurun (5)
kecemasan
6. Perilaku tegang menurun (5)
Edukasi :
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
dialami
- Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan.
- Latih Teknik relaksasi

Intra operatif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi :


1x 30 menit diharapkan resiko pendarahan klien
Risiko Pendarahan behubungan dengan menurun dengan kriteria hasil : - Monitor tanda dan gejala perdarahan
luka tindakkan operasi - Monitor nilai hemoglobin sebelum dan
1. Kelembapan membran mukosa meningkat setelah kehilangan darah
(5) - Monitor tanda-tanda vital ortostastik
2. Hemoglobin membaik (5) - Monitor kougalasi
3. Tekanan darah membaik (5)
44

4. Denyut nadi apikal membaik (5) Terapeutik :


5. Suhu tubuh membaik (5)
- Pertahankan bed rest selama perdarahan
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi obat pengontrol perdarahan.
- Kolaborasi pemberian produk darah.
Post operatif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x1 jam Observasi :
diharapkan tingkat nyeri klien menurun dengan
Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur kriteria hasil : - Identifikasi lokasi nyeri, kualitas, durasi,
operasi 1. Frekuensi nadi membaik (5) dan frekuensi.
2. Pola nafas membaik (5) - Identifikasi skala nyeri
3. Keluhan nyeri menurun (5) - Monitor efek samping penggunaan analgetic
4. Meringis menurun (5) Terapeutik :
5. Gelisah menurun (5)
- Berikan Teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab nyeri dan pemicu nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik
45

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Pre operatif
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Mahasiswa
Senin, 08 09.00 WIB 1. Mengidentifikasi tingkat Evaluasi pukul 10. 00 WIB
November 2021 09.05 WIB ansietas berubah S : “klien mengatakan tidak
2. Klien Memotivasi merasakan cemas lagi”
mengidentifikasi situasi yang O : - klien tidak tampak bingung AVILIA ANGGRAINI
09.10 WIB
memicu kecemasan - Klien tidak tampak gelisah
3. Menjelaskan prosedur, termasuk - Klien tidak tampak tegang
09.15 WIB sensasi yang dialami - Klien tampak diberikan

09.20 WIB
4. Menginformasikan secara motivasi untuk
factual mengenai diagnosis, dan mengidentifikasi situasi
pengobatan. yang memicu kecemasan
5. Melatih Teknik relaksasi napas - Klien tampak diberikan
dalam informasi secara factual
mengenai diagnosis, dan
pengobatan
- Klien tampak dilatih
melakukan teknik relaksasi
napas dalam.
46

- TD : 110/80 mm Hg
- Suhu : 36,50C
- Nadi : 90x/menit
- RR : 20x/menit.
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan,klien
diantar ke kamar operasi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Intra Operatif
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Mahasiswa
Selasa, 09 10.05 WIB 1. Memonitor tanda dan Evaluasi pukul 11.00 WIB
gejala perdarahan
November 2021 10.10 WIB S:
2. Memonitor tanda-
tanda vital ortostastik
10.15 WIB 3. Memantau mengukur O : - Klien terpasang infus Nacl 0,9%. 15 AVILIA ANGGRAINI
perdarahan selama tpm
10.30 WIB
operasi berlangsung - Klien terpasang oksigen
4. Melakukan - Klien terpasang monitor
kolaborasi - Dilakukan tindakan pembedahan
- Darah yang dikeluarkan 50 cc.
pemberian - HB : 12,3 g/dl
produk darah - Persediaan 1 kantong darah WB
TTV:
- TTV : TD : 120/80 mm Hg
- Suhu : 360C
- Nadi : 90x/menit
- RR : 19x/menit.
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi di ruang pemulihan
- Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Monitor nilai hemoglobin sebelum dan

47
setelah kehilangan darah
- Kolaborasi obat pengontrol
perdarahan.
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

48
Post Operatif
Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD Mahasiswa
Rabu, 10 14.00 WIB 1. Mengidentifikasi lokasi nyeri, Evaluasi Pukul 14.35 WIB
November 2021 kualitas, durasi, dan frekuensi. S : “klien mengatakan nyeri pada luka
14.05 WIB 2. Mengidentifikasi skala nyeri operasi, nyeri timbul saat klien ingin
3. Memonitor efek samping mengerakkan badannya kesamping, AVILIA ANGGRAINI
14.10 WIB
penggunaan analgetic nyeri menyebar ke seluruh area
14.15 WIB 4. Memberikan Teknik perianal, dengan skala nyeri 5
nonfarmakologi untuk (sedang) nyeri terasa secara perlahan
mengurangi nyeri (pengalihan selama ± 7 menit”
nyeri, Teknik napas dalam)
O : - klien tampak meringis
14.20 WIB 5. Menjelaskan penyebab nyeri dan
- Klien tampak gelisah
pemicu nyeri
- Klien dapat melakukan Teknik
14.25 WIB 6. Berkolaborasi pemberian
nafas dalam setelah diberikan
analgetik
edukasi
- Klien diberikan injeksi
ketorolac 1x10 mg sesuai
indikasi.

49
- TTV
- TD 130/70 mmHg,
- S : 36oC,
- N:90x/menit,
- RR 22x/menit.
A : Masalah belum teratasi,
P : Lanjutkan intervensi di ruang
pemulihan rawat inap
- Monitor efek samping penggunaan
analgetic
- Berikan Teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
- Jelaskan penyebab nyeri dan
pemicu nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Identifikasi lokasi nyeri, kualitas,
durasi, dan frekuensi.
- Identifikasi skala nyeri

50
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara landasan
teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. H dengan Fistuula
Perianal di ruang IBS pada tanggal 08 November 2021 sampai 10 November
2021

4.1 Pengkajian
Pengkajian atau pengumpulan data merupakan langkah awal dalam berpikir
kritis dan pengambilan keputusan sehingga dapat mengangkat suatu diagnosis
keperawatan. Data yang dikumpulan melalui wawancara dari riwayat kesehatan,
pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik serta catatan medis
lainnya. Dalam suatu pengkajian dikuatkan dengan menggunakan definisi dan
batasan karakteristik diagnosis keperawatan dan memvalidasi diagnosis
(Wilkinson, 2016).

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan sebuah label singkatan yang
menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dalam praktik. Kondisi ini dapat
berupa masalah-masalah aktual atau potensial atau diagnosis sejahtera (Wilkinson,
2016). Label diagnosa keperawatan memberikan format untuk mengekspresikan
bagian identifikasi masalah dari proses keperawatan (Doenges, 2014).

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan maka penulis menyusun


diagnosa keperawatan pada Tn.H dengan Fistuula Perianal dari data-data yang
telah didapatkan. Terdapat 3 diagnosa yang ada dalam teori diangkat pada kasus
diantaranya seperti:

1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan


2. Risiko Pendarahan behubungan dengan luka tindakkan operasi
3. Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur operasi

4.3 Intervensi Keperawatan


52

Pada tahap ini, penulis tidak mendapatkan banyak kesulitan karena penulis
memiliki sumber yang banyak. Semua intervensi keperawatan yang dibuat oleh
penulis sesuai dengan teori yang di dapat oleh penulis dari berbagai sumber yang
ada berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah diangkat dan juga telah
disesuaikan dengan keadaan klien saat itu. Perencanaan meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi mengoreksi masalah-masalah yang
telah diidentifikasikan pada diagnosis keperawatan. Dan tujuan dari intervensi
berpusat pada diagnosis keperawatan yang diangkat pada kasus Tn.H, dan hasil
yang diperkirakan telah ditetapkan sesuai dengan intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan dari intervensi keperawatan.

4.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini penulis telah melakukan tahap implementasi keperawatan
yang telah ditetapkan pada intervensi sesuai waktu yang telah ditetapkan.Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Penulis telah berhasil melakukan
implementasi dengan baik kepada klien sesuai dengan intervensi yang
ditetapkan.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan diarahkan
untuk menentukan respon klien terhadap intervensi keperawatan dan sebatas mana
tujuan yang ditentukan tercapai yang telah dilakukan selama tiga hari yaitu mulai
tanggal 08 November 2021 sampai dengan 10 November 2021.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa
Fistuula Perianal selama tiga hari, mulai tanggal 08 November 2021 sampai
dengan tanggal 10 November di ruang IBS didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:

5.1.1 Pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. H yang meliputi pengkajian dan
menganalisa data, menentukan diagnosa keperawatan, menentukan dan
membuat intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan
dan melakukan evaluasi hasil dari implementasi keperawatan yang telah
dilakukan.

5.1.2 Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah sikap koperatif dari klien
dan keluarganya yang ikut berperan dalam pemberian asuhan keperawatan
dan pelaksanaan implementasi keperawatan pada Tn. H serta tidak
ditemukannya faktor penghambat.

5.1.3 Pemecahan masalah pada klien Tn. H dengan Fistuula Perianal dilakukan
dengan melakukan implementasi sesuai dengan intervensi yang dibuat
berdasarkan diagnosis yang ditegakkan, dan untuk mencapai tujuan dari
intervensi tersebut. Intervensi terdiri dari diagnostik, teraupetik, edukatif
dan kolaboratif dengan tim kesehatan lainnya.

5.2 Saran
Dari hasil pemaparan data-data di atas, maka saran yang dapat dikemukakan
adalah sebagai berikut:

5.2.1 Bagi klien dan keluarga


Diharapkan klien dan keluarga dapat mengerti dan memahami tanda dan
gejala adanya Fistuula Perianal, dapat memahami dengan benar cara
pengobatan Fistuula Perianal, dan dapat mengikuti setiap kegiatan yang
diberikan atau diajarkan oleh perawat maupun tim medis lainnya.
54

5.2.2 Bagi Perawat


1. Dapat menyiapkan asuhan keperawatan dengan lebih baik dan benar lagi
yang berujuan pada kesembuhan klien, dan dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang komprehensif terhadap klien dengan Fistuula Perianal
2. Semua Tindakan haru dijelaskan agar tidak ada kesalahan interpretasi dan
dicatat dalam status secara jelas, dan mencantumkan nama petugas yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan keperawatan yang telah dilakukan.
3. Dapat bekerjasama dengan baik menjalin hubungan saling percaya
terhadapa klien, keluarga dan tenaga Kesehatan lainnya untuk
meningkatkan dan mempercepat proses penyembuhan penyakit pada klien.
4. Bagi klien yang akan pulang, diharapkan perawat harus segera
menyiapkan Pendidikan Kesehatan bagi klien serta keluarganya dan
dilakukan secara komprehensif pada klien maupun keluarga klien.
Sehingga klien dan keluarga dapat mengerti dan menyadari pentingnya
Kesehatan bagi dirinya dan keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi


9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Carpenito, L.J. (2011). Buku Saku Asuhan Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC

Departemen Kesehatan Republik. (2013). Latar Belakang Fraktur Femur.


Retrivied : 20-12- 2013.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta:
Penerbit Mediaction.

Sarwadi & Erwanto.2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Dunia

Cerdas Sjamsuhidayat, R. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2016. Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Iman, N., & Fajarini, E. S. (2012). Peranan 3D Axial Hypercube T2 Fat Sat Pada
Pemeriksaan Mri Pelvis. 91–95.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan.

SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan


SATUAN ACARA PENYULUHAN
MANAJEMEN NYERI

OLEH :
AVILIA ANGGRAINI
2018.C.10a.0927

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
T.A 2021/2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Manajemen Nyeri


Sub Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Pada Pasien Ruang IBS
Sasaran : Pasien di Ruang IBS
Hari/Tanggal : Rabu, 10 November 2021
Waktu : 25 menit
Tempat : Di ruang IBS

A. Materi
Berikut adalah paparan materi yang akan disampaikan yaitu :
1. Pengertian manajemen nyeri
2. Tujuan dan manfaat manajemen nyeri
3. Macam-macam manajem nyeri nonfarmakologis

B. Metode
Berikut adalah metode yang akan kami gunakan dalam penyampaian materi
yaitu:
1. Small group discussion
Proses pembelajaran dengan melakukan diskusi kelompok kecil
tujuaanya agar peserta didik memiliki keterampila memecahkan
masalah terkait materi pokok dan persoalan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.

2. Metode Tanya Jawab


Metode Tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan. Dalam metode tanya jawab terdapat
kelemahan dan kelebihan, sehingga seorang guru benar-benar harus
memperhatkan kesesuaian materi pelajaran dengan metode yang akan
digunakan.
C. Media
Berikut media yang digunakan untuk penyampaian materi yaitu:
1. Leaflet

D. Struktur Organisasi
Berikut struktur organisasi untuk penyampaian materi yaitu :
1. Penyaji : Avilia Anggraini
Penyaji adalah menyaji hasil diskusi.
Tugas seorang penyaji adalah menyajikan hasil diskusi dari peserta
dan memberiktahukan kepada moderator agar moderator dapat
memberi arahan selanjutnya kepada peserta-peserta diskusi

E. Denah Tempat

Edv

Keterangan :
Penyaji
Keluarga
Peserta

F. Pelaksanaan Kegiatan
No Tahap Kegiatan Penyuluhan Kegiatan paserta Waktu
kegiatan
1 Orientasi  Pembukaan (kata  Menjawab salam 5
sambutan dari kepala  Mendengarkn Menit
ruangan)  Memperhatikan
 Perkenalan dilakukan
oleh moderator
 Menyampaikan
konrak
2 Isi  Menjelaskan  Mendengarkan 15
pengertian relaksasi  Memerhatikan menit
napas dalam.
 Menjelaskan tujuan
Relaksasi Nafas dalam
 Menjelaskan macam –
macam manajemen
nyeri nonfarmakologis
 Mendemonstrasikan
macam – macam
manajemen nyeri
nonfarmakologis
3 Penutup  Memberi kesempatan 5 menit
pada peserta untuk
bertanya.
 Menjawab pertanyaan
dari peserta
 Melakukan evaluasi
dengan memberikan
beberapa pertanyaan
kepada peserta.
 Menyimpulkan hasil
dari penyuluhan.
 Menutup sesi acara
dengan mengucapkan
salam

3.7 Evaluasi
Berikut evalusi dari penyampaian materi yaitu:
1. Kesiapan materi
2. Kesiapan SAP
3. Kesiapan media: leaflet
4. Peserta ditempat penyuluhan
5. Penyelenggara kegiatan
6. Pengorganisasian penyelenggara penyuluhan
MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan strategi penyembuhan nyeri
tanpa menggunakan obat- obatan tetapi lebih kepada perilaku caring. Untuk itu,
tenaga medis yang dominan berperan adalah para perawat karena bersentuhan
langsung dengan tugas keperawatan.

B. Tujuan Dan Manfaat Teknik Relaksasi


Tujuan adanya manajemen nyeri adalah: Mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sakit. Meningkatkan
kualitas hidup. Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan oleh klien setelah
melakukan manajemen nyeri dalam adalah dapat menghilangkan nyeri,
ketentraman hati, dan berkurangnya rasa cemas.

c. Macam-macam Manajemen Nyeri non farmakologis


1. Distraksi (Pengalihan pada hal-hal lain sehingga lupa terhadap nyeri yang
sedang dirasakan) Contoh :
• Membayangkan hal-hal yang indah
• Membaca buku, Koran sesuai yang di sukai
• Mendengarkan musik, radio, dan lain-lain
2. Relaksasi

Tiga hal penting dalam relaksasi adalah :

• Posisi yang tepat


• Pikiran tenang
• Lingkungan tenang Teknik relaksasi:
• Menarik nafas dalam
• Keluarkan perlahan-lahan dan rasakan
• Nafas beberapa kali dengan irama yang normal
• Ulangi nafas dalam dengan konsentrasi pikiran
• Setelah rileks, nafas pelan
3. Stimulasi Kulit

Strategi penghilang nyeri tanpa obat yang sederhana, yaitu dengan


menggosok kulit. Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien
lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
DAFTAR PUSTAKA

Setia andri, wahyudi dan abd.,wahid.2016. Buku ajar ilmu keerawata


dasar.Jakarta:mitra wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai