Anda di halaman 1dari 52

i

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Tn.A DENGAN DIAGNOSA OTITIS MEDIA KRONIS
PADA SISTEM PENDENGARAN

DI SUSUN OLEH :

Armeliati
2018.c.10a.0959

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini di susun oleh :


Nama : Armeliati
Nim : 2018.C.10a.0959
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul :“Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Tn.A
dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis Sistem
pendengaran”
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Mengetahui,


Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Juga Asuhan Keperawatan dengan judul Laporan pendahuluan
dan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa Otitis Media Kronis pada
sistem pendengaran ” Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan I.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak .Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini , S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan I.
4. Rimba Aprianti., S.Kep., Ners Selaku dosen pembimbing Akademik di ruang
Pendengaran
5. Secara Khusus kepada pihak dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah
memberikan izin tempat.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan
ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurnaq . Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-
mudahan laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapar bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 1 Oktober 2020


Penyusun

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ............................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ............................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN....................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar
Belakang…………………………………………………………..Error!
Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1 Konsep Penyakit Otitis Media Kronis ................................................... 4
2.1.1 Definisi Otitis Media Kronis ........................................................... 4
2.1.2 Anatomi Fisiologi ........................................................................... 4
2.1.3 Etiologi Otitis Media Kronis ........................................................... 9
2.1.4 Klasifikasi Otitis Media Kronis ..................................................... 10
2.1.5 Patofisiologi (Pathways) ............................................................... 11
2.16 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) .......................................... 14
2.1.7 Komplikasi ................................................................................... 15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ................................................................. 17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................... 24
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................... 24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................. 30
2.2.3 Intervensi Keperawatan ................................................................ 31
2.2.4 Implementasi Keperawatan ........................................................... 33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................... 33
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 34
3.1 Pengkajian ........................................................................................... 34
3.2 Diagnosa .............................................................................................. 35

iv
3.3 Intervensi ............................................................................................. 36
3.4 Implementasi ....................................................................................... 38
3.5 Evaluasi ............................................................................................... 38
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................ 42
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 42
4.2 Saran ................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44

v
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara,
dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.( Ari, Elizabeth. 2017.102).
Otitis media adalah peradangan akut atau kronis yang dimana seluruh
pericilium telinga tengah. Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa
menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di
sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2010, 76). Otitis
Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2011). Otitis Media
Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Brunner & Suddarth. 2017.).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2015)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn.A dengan Otitis Media Kronis di Ruang
Pendengaran RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Untuk menambah
wawasan dan memberika informasi bagaimana cara pengobatan dan asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami Otitis Media Kronis.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu : Bagaimana cara pemberian Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem pendengaran ?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem pendengaran .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melengkapi Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem pendengaran .
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada Tn.A
dengan Diagnosa Medis Otitis Media Kronis di ruang pada sistem
pendengaran .
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Diagnosa Medis
Otitis Media Kronis di pada sistem pendengaran .
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Diagnosa Otitis Media
Kronis pada sistem pendengaran .
1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Diagnosa Otitis Media Kronis pada
sistem pendengaran .
1.3.2.6 Mahasiswa n mampu mengevaluasi hasil dari Asuhan Keperawatan pada
Tn.A dengan Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem
pendengaran.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil dari Asuhan Keperawatan
pada Tn.A dengan Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem
pendengaran .
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
3

pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1


Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan dan referensi tentang Otitis Media Kronis dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.2.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan
mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan Otitis Media
Kronis melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Otitis Media Kronis


2.1.1 Anatomi Fisiologi
Telinga merupakan alat indera yang peka terhadap rangsangan berupa
gelombang suara. Telinga manusia mampu mendengar suara dengan frekuensi
antara 20- 20.000 Hz. Selain sebagai alat pendengaran, telinga juga berfungsi
menjaga keseimbangan tubuh manusia. Telinga manusia terdiri dari tiga bagian
yaitu bagian luar, bagian tengah, dan bagian dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas
daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran timpani. Daun telinga
dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga
lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua
pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat
erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan
berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan
panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500
Hz. .( Ari, Elizabeth. 2017).
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan
untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap
getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga
dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan
mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah. Telinga mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian
utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah
meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada
telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls
ke otak untuk diolah.

4
5

Gambar 1.2 Anatomi Telinga

2.1.2.1 Telinga bagian luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar
(meatus akustikus eksternus) dan selaput gendang (membrane tympani), bagian
telinga ini berfungsi untuk menerima dan menyalurkan getaran suara atau
gelombang bunyi sehingga menyebabkan bergetarnya membran tympani. Meatus
akustikus eksternus terbentang dari telinga luar sampai membrane tympani. Meatus
akustikus eksternus tampak sebagai saluran yang sedikit sempit dengan dinding
yang kaku. Satu per tiga luas meatus disokong oleh tulang rawan elastis dan sisanya
dibentuk oleh tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
rambut, kelenjar Sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami
modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang
berkelok-kelok yang mennnghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-
coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi
menangkap debu dan mencegah infeksi. Pada ujung dalam meatus akustikus
eksternus terbentang membrane tympani. Dia diliputi oleh lapisan luar epidermis
yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi oleh epitel selapis kubus. Antara
dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri atas serabut-serabut
kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas membran atas tympani
tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran shrapnell.
6

Gambar 1.2 Anatomi Telinga

2.1.2.1 Telinga bagian tengah


Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang
temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang
martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling
berhubungan melalui persendian . Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam
membran tympani, sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan inkus.
Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan membran
pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra ovalis
(tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat tingkap
bundar atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran
tympani sekunder. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak
pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.
Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes
yang mempunyai fungsi konduksi suara . maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh
epitel selapis gepeng.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran
eustachius(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut
menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras,
membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran
tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan
7

masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan


yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
2.1.2.1 Telinga bagian dalam
Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari serangkaian
rongga-rongga tulang dan saluran membranosa yang berisi cairan. Saluran-saluran
membranosa membentuk labirin membranosa dan berisi cairan
endolimfe,sedangkan rongga-rongga tulang yang di dalamnya berada labirin
membranosa disebut labirin tulang (labirin osseosa). Labirin tulang berisi cairan
perilimfe. Rongga yang terisi perilimfe ini merupakan terusan dari rongga
subarachnoid selaput otak, sehingga susunanz peri limfe mirip dengan cairan
serebrospinal. Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh lembaran-
lembaran jaringan ikat tipis yang mengandung pembuluh darah. Labirin
membranosa sendiri tersusun terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh
jaringan-jaringan ikat. Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu
vestibula, kokhlea (rumah siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran
setengah lingkaran). Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di
belakang kokhlea dan di depan kanalis semisirkularis. Vestibula berhubungan
dengan telinga tengah melalui fenesta ovalis (fenestra vestibule). Vestibule bagian
membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu sakulus dan utikulus. Pada sakulus
dan utikulus terdapat dua struktur khusus yang disebut makula akustika, sebagai
indra keseimbangan statis (orientasi tubuh terhadap tarikan gravitasi). Sel-sel
reseptor dalam organ tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh sel-sel
penunjang. Bagian atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung butir-
butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan posisi
kepala yang menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan menyampaikan
impuls saraf ke cabang vestibular dari saraf vestibulokokhlear yang terdapat pada
bagian dasar sel-sel tersebut, yang akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat
keseimbangan di otak.
Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas
belakang vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut
menggembung, disebut ampula. Masing-masing ampula berhubungan dengan
8

utrikulus. Pada ampula terdapat Krista akustika, sehingga organ indra


keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan posisi tubuh dalam melakukan
respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel reseptor dalam krista
akustika juga berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel penunjang, tetapi
di sini tidak terdapat otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh
gerakanendolimfe. Ketika kepala bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh,
endolimfe akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan
tersebut dan mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot
berkonsraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru.
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula.
Berbentuk seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2
¾ lilitan, mengelilingi bentukan kerucut yang disebut mediolus. Penampang
melintang kokhlea menunjukkan bahwa kokhlea terdiri dari tiga saluran yang berisi
cairan.
2.1.2 Definisi Otitis Media Kronis
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan
tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2014, 76).
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media
sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah
usia 15 tahun

Gambar 1.1 Otitis Media


9

Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemu kan di klinik, yaitu :
1. Otitis Media Akut
2. Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
3. Otitis Media Kronik
Otitis media kronik adalah radang kronik telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2
bulan, terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam
telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini
sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh
obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang
telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada
anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue
ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya
disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien
setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien
dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang
terjadi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan Otitis Media Kronis
adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis media kronis merupakan
kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya kurang lebih satu bulan. Otitis
media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga
tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui
lubang pada gendang telinga.
2.1.3 Etiologi Otitis Eksterna
2.1.3.1 Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
2.1.3.2 ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya
(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis
10

alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar


kemungkinan terjadinya otitis media . Pada bayi, otitis media dipermudah
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
2.1.3.3 Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,
Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
Berikut adalah beberapa dari Faktor Resiko Otitis Media :
 Terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton buds, ujung jari, atau
alat lainnya.
 Kelembaban merupakan factor penting terjadinya otitis eksterna.
 Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri.
 Kanal telinga sempit
 Infeksi telinga tengah

2.1.4 Klasifikasi Media kronis


Klasifikasi Otitis Media yaitu :
2.1.4.1 Otitis Media
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang
yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke
otoskop ), dapat mengalami perforasi.
1) Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
2) Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
3) Demam
4) Anoreksia
5) Limfadenopati servikal anterior
11

Stadium Otitis Media Akut


Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium
yaitu:
1) Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan
tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
2) Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3) Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien
tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila
tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat
tekanan pada kapiler dan timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis
mukosa, dan submukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
4) Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang,
suhu badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut
Stadium Perforasi.
5) Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh
12

baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.
2. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam
(warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat
gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya
kehilangan pendengaran konduktif.
3. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada
nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi
nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak
menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan
adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang
membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.
Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil
audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan
pendengaran konduktif atau campuran.
Komplikasi yang terjadi :
1) Sukar menyembuh
2) Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
3) Ketulian sementara atau menetap
4) Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi otitis media kronis melibatkan berbagai faktor yang
berhubungan dengan tuba eutakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik atau
faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki tiga fungsi penting yang berhubungan
13

dengan kavum timpani:Fungsi ventilasi, proteksi dan rainase (clearance) penyebab


endogen misalnya gangguan silianpada tuba, deformitas pada palatum, atau
gangguan otot-otot pembuka tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi
yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.
Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele atau
komplikasi otitis media akut (OMA) yang mengalami perforasi. Dapat juga terjadi
akibat komplikasi pemasangan pipa timpanostomi (pipa gromet) pada kasus otitis
media efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan,
terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan,
sehingga menyebabkan otorea yang persisten.
Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok
dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terus-
menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan
proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi
daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat
penumpukan discaj dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi
membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani
selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis auditorius
eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani,
menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus.
Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman
gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaranpatologi ini disebabkan oleh
proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan,serta
pembentukan jaringan parut Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan
menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau
mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama
menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau
polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi
drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten.Perforasi membran timpani
ukurannya bervariasi. Pada proses penutupan dapat terjadi pertumbuhan epitel
skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi yang akan
14

mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma


akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman
pathogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang
di sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim
osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan
ikat subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.
15

WOC OTITIS MEDIA KRONIS Infeksi sekunder (ISPA) Trauma, Benda Asing
Bakteri Streptococcus,
Otitis media kronik adalah
Hemophylus Influenza
Ruptur Gendang Telinga radang kronik telinga tengah
dengan perforasi membran timpani
Invasi Bakteri dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,
Infeksi telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul.
(kavum timpani, tuba eustachius)

Kesulitan/sakit Proses peradangan Peningkatan produksi Tekanan udara pd Pengobatan tdk Kurangnya
menelan dan tuntas Informasi
mengunyah cairan serosa telinga tengah (-) Episode berulang
Nyeri
Akumulasi cairan Retraksi membran
Infeksi berlanjut dpt
Resiko pemenuhan kebuth Kurang pengetahuan
sampai ke telinga
nutrisi kurang dari mukus dan serosa timpani
dalam
kebutuhan Ruptur membran Hantaran suara / udara yg
diterima menurun Merusak tulang krn
Tjd erosi pd kanalis
timpani krn desakan Tinitus semisirkularis
Penurunan fungsi adanya epitel
Sekret keluar dan pendengaran
berbau tidak enak Tuli konduktif ringan skuamosa di dlm
Pening / vertigo
(otorrhoe) Kesimb. Tbh menurun
rongga telinga
Tindakan operasi dgn
Gangguan persepsi mastoidektomi
sensori pendengaran Resiko terjadi injuri / tengah
Ganggun Body trauma
Image
(kolesteatom)

Nyeri Cemas Resiko


Infeksi
akut
16

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Adapun manifestasi klinis dari penderita otitis eksterna adalah :
2.1.6.1 Rasa sakit di dalam telinga
Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga
rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan
gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering
mengelirukan. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada
tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit
dan nyeri tekan daun telinga.
2.1.6.2 Gatal
Merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit
yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa
gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan
peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan
keluhan utama.
2.1.6.3 Kurang Pendengaran
Mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit
liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif
pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan
menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut,
serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa
menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara
2.1.6.4 Membran timpani tampak merah dan menggelembung (Smeltzer & Bare, 2001:
2051). Menurut Adams (1997: 96) gejala otitis media berupa :
1) Nyeri
2) demam
3) malaise
4) nyeri kepala
5) membran timpani tampak merah dan menonjol abses telinga tengah

1
17

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Perikondritis
Radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma atau
radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan
kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi atau akibat kerusakan
yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga. Adakalanya perikondritis
terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi,
pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan yang
general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul di antara
perikondrium dan tulang rawan dibawahnya
2.1.7.2 Selulitis
Peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang dihasilkan dari infeksi
umum, biasanya dengan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Hal ini
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma kulit atau infeksi bakteri sekunder dari
luka terbuka, seperti luka tekanan, atau mungkin terkait dengan trauma kulit.
Hal ini paling sering terjadi pada ekstremitas, terutama kaki bagian bawah.
2.1.7.3 Gendang telinga robek.
2.1.7.4 Gangguan pendengaran hingga gangguan pendengaran secara permanen.
2.1.7.5 Perkembangan bicara dan pertumbuhan terhambat.
2.1.7.6 Penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga (mastoiditis) sampai ke selaput
otak (meningitis).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita otitis media kronis adalah :
2.1.8.1 Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai
dengan penonjolan gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi.
Penanda tulang dan reflek cahaya mungkin kabur.
2.1.8.2 Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop fotoshop pneumatic lebih lanjut
membantu mendiagnosis otitis media. Dengan menekan balon berisi udara yang
dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan kedalam telinga
18

luar. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas membrane
timpani akan berkurang.
2.1.8.3 Timpanogram, suatu pemeriksaan yang mencangkup pemasangan sonde kecil
pada telinga luar dan pengukuran gerakan membrane timpani (gendang telinga)
setelah adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
mobilotas membrane timpani.
2.1.8.4 Pemeriksaan audiologi memperlihatkan deficit pendengaran, yang merupakan
indikasi penimbunan cairan (infeksi atau alergi).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis Penderita Otitis Media kronis
Pentalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang
meliputi cara-cara seperti berikut ini
2.1.9.1 Pencegahan
2.1.9.2 Penyuluhan
2.1.9.3 Pemberian obat topikal
2.1.9.4. Pemberian obat antibiotik oral
2.1.9.5. Konsultasi secara teratur
2.1.9.6 Stadium oklusi
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi
Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan
golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
2.1.9.8 Stadium supurasi
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih
utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
Stadium resolusi
Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.
19

2.1.9.10Tindakan pembedahan

2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan (Pemeriksaan Fisik B1-B6)
2.2.1.1 Pengumpulan Data
2.2.1.2.1Biodata identitas klien dan penanggung jawab
Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan lain-lain.
Identitas penanggung jawab Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan
klien.
2.2.1.2.2 Keluhan utama
Pasien mengatakan keluar cairan warna kekuning-kuningan pada telinga
kanan dan pasien merasa pendengaran berkurang.
2.2.1.2.3 Riwayat keluhan utama
Pasien mengatakan keluar cairan warna kekuning-kuningan pada telinga
kanan dan pasien merasa pendengaran berkurang.
2.2.1.2.4 Riwayat penyakit sekarang
Satu minggu yang lalu, pasien mengatakan telinga keluar cairan warna
kekuning-kuningan. 1 minggu yang lalu pasien membersihkan telinga
dengan menggunakan peniti, karena telinga terasa gatal dan sakit kemudian
berwarna kekuning-kuningan kemudian pasien memeriksakan telinganya di
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Pada tanggal 01 oktober 2020.
20

2.2.1.2.5 Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti
ini. Pasien juga tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, jantung
dan paru-paru.
2.2.1.2.6. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan dan menular.
2.2.1.2.7 Riwayat psikososial
2.2.1.2.8 Pola fungsi kesehatan
2.3.1.2.9 Pola nutrisi dan metabolik
2.3.1.2.10 Pola eliminasi
2.3.1.2.11 Pola aktivitas dan latihan
2.2.1.2 Pemeriksaan fisik
2.2.1.2.1 Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
2) Sistem pernapasan
3) Sistem pengindraan
4) Sistem kordiovaskuler
5) Sistem gastrointestinal
6) Sistem muskuloskeletal
7) Sistem neurologis
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme. (D.0142.Hal.304)
2.3.2.2 Gangguan fungsi pendengaran berhubungan dengan adanya otore. (D.0119
Hal.264)
2.3.2.3 Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan penyakit otitis media.
(D.0086 Hal.192)
21

2.3.3 Intervensi Keperawatan


2.3.3.1 Dx. I
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam infeksi
hilang.
2. Kriteria Hasil:
1) Infeksi hilang
2) Pasien tampak tenang
3) Telinga bersih tidak ada otore
3.Intervensi :
1) Kaji adanya infeksi

2) Lakukan aseptik

3) Kaji keadaan umum dan tanda-tanda vital

4) Lakukan irigasi telinga

5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

2.3.3.2 Dx. II
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam pendengaran
baik atau normal
2. Kriteria Hasil :
1) Pasien nampak senang
2) Pasien nampak rileks
3) Pendengaran baik ataunormal
3.Intervensi :
1) Kaji tingkat kerusakan pendengaran
2) Berikan cara komunikasi yang jelas
3) Lakukan pemeriksaan telinga
4) Kolaborasi dalam pemasangan alat bantu telinga
2.3.3.3.Dx. III
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam menyatakan
pemahaman akan perubahan dan penerimaan terhadap diri sendiri.
22

2. Kriteria Hasil : Pasien menerima keadaannya saat ini.


3. Intervensi :
1) Kaji tingkat perasaan penerimaan keadaan pasien.
2) Dorong dan beri dukungan dalam perawatan
3) Bantu pasien dalam mengatasi perubahan
4) Kolaborasi dengan psikiatri dalam program pengobatan
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
pada asuhan keperawatan. (Budianna Keliat, 2010).
23

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Armeliati


NIM : 2018.C.10a.0959
Ruang Praktek :-
Tanggal Praktek : 01 Oktober 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 01 Oktober 2020 pukul : 08:00 WIB

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 22 Tahun
TTL : Palangka Raya, 22 Desember 1997
Jenis Kelamin : Laki -Laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Punai III No. 10, Palangka Raya
Tgl MRS : 30 September 2020
Diagnosa Medis : Otitis Media Kronis
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan selama kurang lebih 2 minggu keluar cairan berwarna
kekuning-kuningan dari telinga bagian kanan dan pasien merasa pendengaran
berkurang.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien atas nama Tn.A usia 22 tahun, pada tanggal 30 september 2020 pukul 09:00
Wib di bawa oleh keluarga nya dengan keluhan selama kurang lebih 2 bulan keluar
cairan berwarna kekuning-kuningan dari telinga bagian kanan. Kurang lebih 2 bulan
sebelum di bawa kerumah sakit, tepat nya pada tanggal 16 juli 2020 pasien juga

23
24

mengeluh telinga nya tersa gatal sehingga pasien berinisiatif untuk untuk
membersihkan telinga nya dengan menggunakan bagian peniti yang bulat.Selang 2 hari
pendengaran dari pasien berkurang dan telingga pasien mengeluarkan cairan yang
berwarna kekuning -kuningan.Melihat keadaan tersebut pasien mencoba membeli obat
tetes telinga di salah satu apotik di daerah nya namun kondisi telinga pasien tidak
kunjung sembuh sampai akhirnya pasien di bawa oleh keluarga ke RSUD.X di
Palangkaraya.
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Lalu
Pasien mengatakan pernah di rawat di Rs.Mumadiyah pada tanggal 02 januari 2020
dengan penyakit thypes dan tidak pernah di operasi
3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan
dan menular
Genogram Keluarga

3.1 Bagan genogram Keluarga

Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki

: Klien
25

: Meninggal dunia

: Tinggal serumah

: Ikatan Keluarga

3.1.3 Pemeriksaan fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Klien Berpakaian kurang rapi,kesadaran compos menthis, pasien tampak lemas,
pasien berbaring dengan posisi supinasi/semi fowler .
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah datar, bentuk badan klien
kurus, cara berbaring supinasi / semi fowler klien dalam keadaan sadar dan sedih
mampu berbicara dengan jelas , penampilan klien kurang rapi. Klien dalam keadaan
sadar sehingga dapat dilakukan pengkajian tentang orientasi waktu(Klien dapat
membedakan waktu pagi,siang,malam) , orientasi orang (Klien dapat membedakan
perawat dan keluarga), orientasi tempat (Klien mengetahui sekarang di RS),
mekanisme pertahanan klien adaftif Keluhan lain tidak ada.
3.1.3.3 Tanda-tanda vital
Suhu/T : 37 0C  Axilla
Nadi/HR : 88x/menit
Pernapasan/RR : 20x/menit
Tekanan Darah/BP : 130/90mm Hg
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok tidak ada, tidak batuk , tidak adanya
sputum, sianosis tidak ada, nyeri dada tidak ada, sesak napas tidak ada , tipe pernafasan
perut dan dada , irama pernafasan teratur, tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lain tidak ada.
Masalah keperawatan:
26

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Suara jantung normal, bunyi lub dup, capillary reflill< 2 detik, asites tidak ada,
terdapat oedema tidak ada, vena jugularis tidak meningkat.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS Ny.S E : 4 V:5, M: 6 total nilai GCS: 15. Kesadaran klien compos
menthis , pupil isokor, reaksi cahaya kanan dan kiri positif.
Uji syaraf kranial:
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I ( olfaktoris): Klien dapat membedakan bau minyak kayu
putih dan alkohol
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (optikus) :Klien dapat membaca dengan jelas
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (okulomotorius) :Pupil pada mata klien bergerak dengan
baik
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (trochlear): Klien dapat menggerakkan bola matanya
keatas dan kebawah
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (trigeminus):Klien dapat mengubah makanan yang di
makanya
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (abdusen):Klien dapat menggerkkan bola mata ke
samping
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (fasialis)::Klien dapat tersenyum
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (vestibulokokhlearis)::Klien tidak dapat mendengar
perkataan perawat dengan jelas
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (glosofaringeus):Klien dapat menelan dengan baik
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (vagus): Klien dapat berbicara dengan jelas
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (assesorius) :Klien dapat menggerakkan bahu dan
kepalanya
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (hipoglosus):Klien dapat menggerakkan lidahnya
Uji kordinasi ekstermitas atas jari ke jari tidak dilakukan, uji jari ke hidung tidak
dilakukan, ekstermitas bawah tumit ke jempol kaki tidak dilakukan, uji kestabilan
tubuh tidak dilakukan.
27

Keluhan lain :Klien mengatakan adanya cairan berwarna kekuning-kuningan


dari telinga bagian kanan dan terasa nyeri
Masalah keperawatan : Infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urin 1000 ml 24 x/ jam, warna kuning, bau khas urine ( Amoniak),
klien dapat BAK dengan lancar dan tidak ada masalah.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (bowel)
Bibir klien lembab tidak ada pecah-pecah, gigi klien baik dan lengkap , gusi
klien baik merah muda dan tidak ada pradangan , lidah klien banyak jamur berwarna
putih , mukosa klien baik tidak ada peradangan, tonsil klien baik tidak meradang,
rectum baik, klien tidak memiliki hemoroid. Klien dapat buang air besar setiap hari
sebanyak 2 kali , nyeri tekan pada bagian abdomen tidak ada, tidak ada benjolan.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.9 Otot-Otot- Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas, ukuran otot simetris, uji kekuatan otot
klien ekstermitas atas 5/5, ekstermitas bawah 5/5 tidak ada peradangan, perlukaan dan
patah tulang, tulang belakang klien normal.
3.1.3.10 Kulit-kulit Rambut
Klien memiliki riwayat alergi terhadap obat ( klien mengatakan alergi obat
Rimfampicin), makanan( klien mengatakan telor,ayam,ikan tongkol), kosmetik ( Tidak
ada) atau yang lainnya. Suhu kulit klien hangat, warna kulit klien normal, turgor kulit
cukup, tekstur kasar, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tekstur rambut baik,
distribusi rambut lurus dan merata , bentuk kuku simetris, kuku klien tampak pendek.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
28

3.1.3.11 Sistem Pengindraan


Mata dan penglihatan, fungsi penglihatan klien baik, bola mata dapat bergerak
secara normal, visus mata kanan dan kiri tidak dikaji, scklera normal/putih, konjunctiva
merah muda, kornea bening klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, tidak ada
nyeri, keluhan lain tidak ada. Fungsi pendengaran klien kurang baik. Fungsi
hidung/penciuman, simetris, tidak ada lesi dan nyeri tekan sinus.
Keluhan lain :Klien tidak mampu mendengarkan perkataan perawat dengan
jelas
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori Pendengaran
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar
tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.

3.1.3.13 Sistem Reproduksi

Pada sistem reproduksi tidak ada di lakukan pengkajian

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan

3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan


Pasien mengatakan menerima keadaannya sekarang, pasien mengatakan ingin
cepat sembuh dam dapat beraktivitas kembali.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien memiliki tinggi badan 160 Cm, berat badan sekarang 55 kg , berat badan
sebelum sakit 56 Kg, mual muntah tidak ada, kesukaran menelan tidak ada, tidak ada
keluhan lainnya.
IMT = BB : TBxTB
IMT = 55 : 160x 160 = 21,4 ( Berat badan ideal)

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x Sehari 3x Sehari
Porsi setengah Porsi 1 Porsi
Nafsu makan Berkurang Baik
29

Jenis Makanan Nasi, Sayur, ikan, Nasi, Sayur,


buah ikan, buah
Jenis Minuman Air Putih,teh Air Putih,teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 5-4 gelas 6-10 gelas
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang,
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
3.1 Tabel pola makan sehari-hari
Masalah Keperawatan :

3.1.4.3 Pola Istirahat dan Tidur


Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-7 jam sedangkan pada
siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 5-6 jam dan siang hari 1-2 jam Masalah
keperawatan: tidak ada masalah
3.1.4.4 Kognitif
klien mengatakan tidak mengetahui penyakit yang diderita saat ini.
Masalah keperawatan: Defisit Pengetahuan
3.1.4.5 Konsep Diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri)
Pasien mengatakan tentang keadaannya saat ini, pasien terlihat sedih pasien
menyadri bahwa klien sedang sakit pasien tetap menerima kedaannya dengan baik dan
berdoa selalu untuk kesembuhannya.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Saat sakit aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien hanya berbaring dan tidur,
sedangkan saat sehat klien mampu melakukan aktivitas ringan secara mandiri. Masalah
keperawatan tidak ada.
3.1.4.7 Koping-Toleransi Terhadap Stres
Apabila ada masalah klien menceritakan kepada keluarga

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan


Klien dan keluarga beragama islam dan tidak memiliki nilai-nilai/keyakinan
yang bertentangan dengan proses keperawatan. Tidak ada masalah keperawatan.
30

3.1.5 Sosial-Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan keluarga,perawat,dan dokter.
3.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Bahasa sehari-hari yang digunakan klien dan keluarga berupa bahasa
Indonesia dan jawa .
3.1.5.3 Hubungan Dengan Keluarga
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.4 Hubungan Dengan Teman/ petugas kesehatan/ orang lain
Hubungan dengan petugas kesehatan baik
3.1.5.5 Orang Berarti/ Terdekat
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Tidur dan mengobrol kepada keluarga
3.1.5.7 Kegiatan Beribadah
Saat sehat klien rutin mengikuti ibadah, Selama klien sakit hanya bisa berdoa
di tempat tidur
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang : 30 September 2020
Parameter Hasil Interpretasi
Leukocyte 15,1/ul ( Meningkat 4.5-11.0 10^3/uL
adanya leukositosis yang
menandakan infeksi
bakteri)
Hemoglobin 14.1 11.5-18.0 g/dl
Trombosit 47.5 37- 48%
LED 20 ml/jam ( meningkat <15 ml/jam
adanya suatu perjalan
penyakit berupa infeksi )
31

3.1.7 Penatalaksanaan Medis

Data penunjang : 30 September 2020


Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Ciprofloxacin 2x 500 mg Oral 1.Antibiotik untuk pengobatan
beberapa infeksi bakteri.

Methylprednisolo 2x 500mg Oral 2.Obat untuk mengatasi penyakit


ne yang menyebabkan peradangan

3.Digunakan untuk menangani


Neomycin 3x1 Otic infeksi bakteri yang terjadi di organ
tersebut

Amoxcilin 3x1 Oral 4.Obat untuk menghambat


pertumbuhan bakteri yang
menyebabkan infeksi di organ paru-
paru, saluran kemih, kulit, serta di
bagian telinga, hidung, dan
tenggorokan.

Palangka Raya, 01Oktober 2020


Mahasiswa,

Armeliati

NIM: 2018.C.10a.0959
32

ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN


MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
DS :
Pasien mengatakan telinga kanan
keluar cairan berwarna kekuning-kuningan

DO:
Terlihat ada cairan warna kekuning-
kuningan pada telinga kanan
Hasil TTV:
TD: 130/90 mmHg
N:88X/M
RR:20x/m
S: 37𝑂 C
Masuknya
mikroorganisme
Parameter Hasil Interpretasi
Leukocyte 15,1/ul ( 4.5-11.0 Lubang telinga
Meningkat 10^3/uL tengah
adanya
leukositosis Menimbulkan
yang Infeksi
peradangan
menandakan
infeksi Timbul otore,
bakteri) secara terus
Hemoglobin 14.1 11.5-18.0 menerus
g/dl
Trombosit 47.5 37- 48% Infeksi
LED 20 ml/jam ( <15
meningkat ml/jam
adanya
suatu
perjalan
penyakit
berupa
infeksi )
33

DS : Gangguan telinga
Pasien mengatakan pendengarannya dalam
berkurang
DO: Perawatan diri
Pasien nampak berulang kali tanya jika yang salah
Ditanya Tampak wajah pasien
memperhatikan jika ditanya Radang pada Gangguan
Hasil TTV: telinga persepsi
1. TD: 130/90 mmHg sensori
N:88X/M Penurunan syaraf pendengaran
RR:20x/m pendengaran
S: 37 C
Gangguan fungsi
pendengaran

DS:
Klien mengatakan tidak tahu tentang
penyakitnya kurang terpaparnya
informasi
DO:
1. Klien tampak binggung
2. Klien tampak bertanya tentang Ketidatahuan
penyakitnya menemukan Defisit
3. Pendidikan terakhir SMA sumber informasi Pengetahuan

menanyakan
masalah yang di
hadapi
34
35

PRIORITAS MASALAH

1. Infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme.


2. Gangguan Persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan hantaran suara /
udara yang di terima berkurang
3. Defisit pengetahuan b/d kurang terpaparnya informasi ditandai dengan
menanyakan masalah yang di hadapi ,menunjukan persepsi yang keliru
terhadap masalah.
36

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn A

Ruang Rawat : -

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji ttv pasien 1. Mengetahui ada atau tidak
keperawatan selama 3 x 24 jam di
Infeksi berhubungan dengan 2. Kaji adanya infeksi adanya infeksi
harapkan kriteria hasil :
masuknya mikroorganisme. 1) Infeksi hilang 2. Agar terhindar dari infeksi
3. Lakukan aseptik
2) Pasien tampak tenang 3. Untuk mengetahui keadaan
4. Kaji keadaan umum dan
3) Telinga bersih tidak ada otore pasien
tanda-tanda vital 4. Membersihkan telinga dari
5. Lakukan irigasi telinga kotoran atau benda asing
5. Untuk mengatasi infesi pada
6. Kolaborasi dalam
telinga.
pemberian antibiotik

Gangguan Persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ttv pasien 1. Mengetahui tingkat
pendengaran berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam, 2. Kaji tingkat kerusakan kerusakan pendengaran
pendengaran
hantaran suara / udara yang di diharapkan sesak berkurang atau 2. Memudahkan pasien
3. Berikan cara komunikasi yang
terima berkurang hilang. jelas memahami dalam
Kriteria hasil : 4. Lakukan pemeriksaan telinga mendengar
1
37

1) Pasien nampak senang 5. Kolaborasi dalam pemasangan 3. Untuk menilai keadaan


alat bantu telinga dalam lubang dan gendang
2) Pasien nampak rileks
telinga.
3) Pendengaran baik atau
4. Memudahkan pasien untuk
normal mendengar

Defisit pengetahuan b/d kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pengetahuan klien 1. Mempermudah dalam
tentang penyakitnya memberikan penjelasan
terpaparnya informasi ditandai keperawatan selama 1x7 jam
2. Jelaskan tentang penyakit, pada klien
dengan menanyakan masalah yang diharapkan pengetahuan klien identifikasi penyebab, dan 2. Meningkatkan pengetahuan
jelaskan kondisi tentang klien dan mengurangi
di hadapi ,menunjukan persepsi bertambah dengan kriteria hasil :
klien. cemas.
yang keliru terhadap masalah. 1. Klien mengetahui penyakitnya 3. Jelaskan tentang program 3. Mempermudahkan untuk
pengobatan alternatif melakukan intervensi
( D0111.Hal 246 ) 2. Klien mengetahui cara
4. Tanyakan kembali keperawatan
pengobatan penyakitnya pengetahuan klien tentang 4. Untuk mengetahui tingkat
penyakitnya dan cara pengetahuan klien tentang
pengobatannya penyakitnya
38

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
DX.1 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengkaji TTV pasien S: -
2. Kaji adanya infeksi
Jam :09:00 wib O : Nampak telinga kanan otore
3. Lakukan aseptik
berkurang, warna kekuning-
4. Kaji keadaan umum dan
kuningan
tanda-tanda vital
A : Masalah infeksi teratasi
5. Lakukan irigasi telinga
sebagian Armeliati
6. Kolaborasi dalam
P : Intervensi dipertahankan :
pemberian antibiotik
 Lakukan pemeriksaan dan
irigasi telinga
 Kaji keadaan umum dan
tanda-tanda vital
 Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
Dx 2 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengkaji TTV pasien S : Pasien mengatakan
2. Kaji tingkat kerusakan
Jam : 10.00 Wib pendengaran masih terganggu
pendengaran
O : Pasien nampak masih masih Armeliati
bertanya jika ditanya
39

3. Berikan cara komunikasi A : Masalah gangguan persepsi


yang jelas pendengaran teratasi sebagian
4. Lakukan pemeriksaan P : Intervensi dipertahankan
telinga - Lakukan pemeriksaan
5. Kolaborasi dalam telinga
pemasangan alat bantu - Bantu dalam komunikasi
telinga dengan orang lain

DX.3 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengkaji pengetahuan S : Klien mengatakan sudah mulai
Jam : 11.30 Wib klien tentang penyakitnya mengetahui tentang penyakitnya.
2. Menjelaskan tentang O:
penyakit, identifikasi  Klien memahami tentang
penyebab, dan jelaskan penyakit yang diderita
kondisi tentang klien.  Klien tampak mengetahui
3. Menjelaskan tentang cara pengobatan
program pengobatan  Klien tampak bisa
alternatif mengulang penjelasan
4. Menanyakan kembali A : Masalah teratasi
pengetahuan klien tentang P : Intervensi di hentikan
penyakitnya dan cara
pengobatannya
40

CACATAN PERKEMBANGAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP ) Tanda tangan dan nama perawat


Sabtu, 03 September 2020 1. Mengkaji TTV pasien S : Klien mengatakan cairan
2. Kaji adanya infeksi
Pukul 01:00 wib kekuningan dari telinga klien
3. Lakukan aseptik
sudah mulai berkurang
4. Kaji keadaan umum dan
O : Nampak telinga kanan otore Armeliati
tanda-tanda vital
berkurang, warna kekuning-
5. Lakukan irigasi telinga
kuningan
6. Kolaborasi dalam
A : Masalah infeksi teratasi
pemberian antibiotik
sebagian
P : Intervensi dipertahankan :
 Lakukan pemeriksaan dan
irigasi telinga
 Kaji keadaan umum dan
tanda-tanda vital
 Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
Sabtu, 19 September 2020 1. Mengkaji TTV pasien S : Pasien mengatakan
2. Kaji tingkat kerusakan
Pukul 02 :00 wib pendengaran sudah mulai
pendengaran
membaik Armeliati
3. Berikan cara komunikasi
O : Pasien nampak mulai mampu
yang jelas
mendengar dengan jelas
41

4. Lakukan pemeriksaan walaupun kadang masih


telinga terganggu
5. Kolaborasi dalam A : Masalah gangguan persepsi
pemasangan alat bantu pendengaran teratasi sebagian
telinga P : Intervensi dipertahankan
- Lakukan pemeriksaan
telinga

Sabtu, 19 September 2020 1. Mengkaji pengetahuan S : Klien mengatakan sudah mulai


Pukul 02 :30 wib klien tentang penyakitnya mengetahui tentang penyakitnya. Armeliati
2. Menjelaskan tentang O:
penyakit, identifikasi  Klien memahami tentang
penyebab, dan jelaskan penyakit yang diderita
kondisi tentang klien.  Klien tampak mengetahui
3. Menjelaskan tentang cara pengobatan
program pengobatan  Klien tampak bisa
alternatif mengulang penjelasan
4. Menanyakan kembali A : Masalah teratasi
pengetahuan klien tentang P : Intervensi di hentikan
penyakitnya dan cara
pengobatannya
42

BAB 4
PENUTUP

4.1.1 Kesimpulan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan
mendengar.(Roger watson, 2017. 102).
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis
media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya kurang
lebih satu bulan. Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus
pada telinga tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus
melalui lubang pada gendang telinga.
4.1.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk menambah
ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan keperawatan
dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis dan sebagai acuan atau referensi untuk
mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa dalam
membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Otitis Media Kronis
pada masa mendatang.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya khususnyapada sistem
pendengaran,laporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis dan

421
43

meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah sakit kepada pasien dengan


diagnosa medis Otitis Media Kronis.
44

DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL.,
M.Kes.Bandung : STIKes Santo Borromeus.
Brunner & Suddarth. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2010. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa
:Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
edisi 9. Jakarta, EGC.

44
45

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Armeliati


NIM : 2018.C.10a.0959
Tingkat / Prodi : II-B / S1 Keperawatan
Pembimbing :Rimba Aprianti , S Kep, Ners

NO Hari/Tanggal Catatan Pembimbing Tanda Tangan


1 Jumat, 02-10 1. Pre Conference Pembimbing Mahasiswa
2. Perbaikan Judul,kata pengantar,daftat isi
2020
3. Perbaiki Patway
Pukul : 17.00 4. Perbaiki sistematika penulisan
5. CantumkanDaftar Pustaka
wib
6. Masukkan jurnal terkait

Topic: Bimbingan with Rimba Aprianti Pre Conference PPK II Kel. 1 Kelas 3B (Sistem
pengindraan)
Time: Oct 2, 2020 05:00 PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/93688160252?pwd=QjZiZWVBL1hZTGw2aWlnSHVtVGlsQT09
Meeting ID: 936 8816 0252
Passcode: 7JXfMh

1
46

Dokumentasi : Jumat 02 oktober 2020


47

Anda mungkin juga menyukai