Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

INDUKSI DAN INHALASI PADA PEDIATRI

Disusun oleh:
Farah Nurul Fathinah
030.13.070

Pembimbing:
dr. Guntur M Taqwin, SpAn, MSc
dr. Budi Hartanto, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT DR SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga referat dengan judul
“Induksi dan Inhalasi Pada Pediatri” dapat selesai pada waktunya.
Referat ini dibuat oleh dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti demi memenuhi tugas dalam menempuh Kepaniteraan di bagian Ilmu
Anestesi Rumah Sakit DR Soeselo Slawi. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Guntur M Taqwin, SpAn, MSc dan dr. Budi Hartanto SpAn, dokter
pembimbing yang telah memberikan saran dalam penyusunan referat
ini.
2. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan dan masih
jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis memohon maaf kepada para pembaca
atas kekurangan yang ada. Atas semua keterbatasan yang dimiliki, maka semua
kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan lapang hati agar ke
depannya menjadi lebih baik.
Akhir kata, demikian yang penulis dapat sampaikan. Semoga referat ini
bermanfaat dalam bidang kedokteran, khususnya bidang ilmu anestesi.

Slawi, Desember 2018

Farah Nurul Fathinah

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan judul:

“Induksi dan Inhalasi pada Pediatri”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat

untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Anestesi

di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo Slawi

periode 10 Desember 2018 – 12 Januari 2019

Pada Hari , Tanggal Desember 2018

Slawi, Desember 2018

Pembimbing,

(dr. Guntur M Taqwin, SpAn, MSc)

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
DAFTAR ISI …................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pediatri ..................................................... 2
2.1.1 Sistem Respirasi .................................................................. 2
2.1.2 Sistem Kardiovaskular ......................................................... 5
2.1.3 Sistem Hepatobilier ............................................................. 6
2.1.4 Sistem Endokrin .................................................................. 6
2.1.5 Sistem Gastrointestinal ........................................................ 6
2.1.6 Sistem Termoregulasi .......................................................... 7
2.2 Anestesi Inhalasi .......................................................................... 7
2.3 Anestesi Intravena ........................................................................ 8
2.4 Persiapan dan Tindakan Anestesi ................................................. 9
2.4.1 Persiapan Alat ......................................................................9
2.4.2 Premedikasi ........................................................................10
2.4.3 Induksi ................................................................................11
2.4.4 Pelumpuh Otot ...................................................................12
2.4.5 Intubasi ...............................................................................12
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 1

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Pasien pediatri memiliki struktur anatomi, fisiologi, dan pertimbangan


farmakologi yang unik dalam melakukan tindakan anestesi. Pediatri dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu neonatus (usia 0-28 hari), infant (usia 29 hari –
12 bulan), anak (usia 1-12 tahun), dan remaja (usia 13-16 tahun). 4 Tindakan yang
dilakukan dibedakan berdasarkan usia, dimana kelompok neonatus (usia 0-28
hari) memiliki tendensi mengalami efek samping terhadap sistem kardiopulmonal.
Risiko tindakan anestesi terhadap anak akan menurun seiring dengan peningkatan
usia anak.1 Hal ini menyimpulkan bahwa diperlukan keahlian khusus dalam
melakukan tindakan anestesi pada anak-anak, terutama usia yang masih muda
dikarenakan tingkat kerentanan terhadap komplikasi pemberian obat maupun
tindakan anestesi yang tinggi.
Sistem organ anak masih berkembang dan masih belum sempurna.
Organogenesis dimulai pada minggu ke-8, dimana masing-masing sistem akan
mengalami pematangan lebih lanjut sesuai dengan perkembangannya. Hal ini
melandasi konsep penggunaan anestesi harus diperhatikan lebih ketat dalam
memantau efek obat dan tindakan yang diberikan terhadap sistem organ tersebut.
Sistem organ yang penting dalam anestesi adalah sistem respirasi, sistem
kardiovaskuler, sistem ginjal, dan sistem hepar. Pendekatan psikologis untuk
mengurangi stres operatif juga tidak dapat diabaikan dalam anestesi pediatri.5
Dikarenakan hal tersebut, memahami tindakan anestesi pada pediatri
memerlukan pengetahuan lebih dalam mengenai perbedaan struktur anatomi,
fisiologi, dan farmakologi antara anak dan dewasa.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pediatri


Pasien pediatri memiliki struktur anatomi, fisiologi, dan pertimbangan
farmakologi yang unik dalam melakukan tindakan anestesi. Tindakan yang
dilakukan dibedakan berdasarkan usia, dimana kelompok neonatus (usia 0-28
hari) memiliki tendensi mengalami efek samping terhadap sistem kardiopulmonal.
Dikarenakan hal tersebut, memahami tindakan anestesi pada pediatri memerlukan
pengetahuan lebih dalam mengenai perbedaan struktur anatomi, fisiologi, dan
farmakologi antara anak dan dewasa.1

2.1.1 Sistem Respirasi1-4


Terdapat beberapa perbedaan anatomi pada jaluran nafas anak-anak
bila dibandingkan dengan orang dewasa. Perbedaan pertama adalah
ukuran lidah anak-anak yang lebih besar dibandingkan orofaring, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis
lainnya pada saat melakukan tindakan laringoskopi. Perbedaan kedua
adalah lokasi laring anak yang terletak lebih tinggi pada C4 bila
dibandingkan dengan orang dewasa yang berada pada C6, letak glottis
pada anak-anak berada pada C2 dan lebih tinggi dibandingkan dengan
orang dewasa pada C4, dan letak kartilago krikoid pada C4 dibandingkan
dengan orang dewasa pada C6. Perbedaan ini menyebabkan pemasangan
dengan blade yang lurus lebih direkomendasikan dibandingkan dengan
blade yang bengkok. Bentuk epiglottis anak lebih pendek dan tebal dan
terletak lebih dekat kepada laringeal inlet sehingga visualisasi pita suara
akan lebih sulit dan membutuhkan keterampilan penggunaan blade
laringoskop yang lebih mahir. Bentuk pita suara lebih bersudut sehingga
pada saat memasukkan ETT (Endotracheal Tube) dapat tersangkut pada
commisura anterior pita suara. Laring anak kecil mengalami penyempitan
pada cincin krikoid sedangkan pada orang dewasa penempitan jalan napas

2
berada di pita suara sehingga penggunaan ETT tanpa cuff disarankan
untuk pasien pediatrik.

Gambar 1. Anatomi Sistem Respirasi Pediatri.2

Selain adanya beberapa perbedaan struktur anatomi pada anak-


anak, bagian kepala oksipital yang lebih besar akan menyulitkan untuk
menempatkan pasien pada posisi sniffing. Untuk mengatasi hambatan
tersebut, baiknya pasien dapat diberikan ganjalan bahu.
Perbedaan utama yang paling mendasar pada sistem respirasi
pediatri adalah kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen yang lebih
tinggi, yaitu 6 ml/kg, dimana angka tersebut tiga kali lipat lebih besar
daripada orang dewasa. Namun, dikarenakan volume tidal pada anak-anak
relatif sama dengan orang dewasa (6-8 ml/kg), hal tersebut dikompensasi
melalui laju ventilasi yang lebih cepat (anak <1 tahun: 30-60x per menit,
1-3 tahun: 24-40x per menit, 3-6 tahun: 22-34x per menit, 6-12 tahun: 18-
30x per menit, 12-18 tahun: 12-16x per menit). Perbedaan lainnya adalah
closing volume yang didefinisikan sebagai volume udara yang terdapat
pada paru-paru pada saat bronkioles respiratorius kolaps dimana pada
anak-anak nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas residu
fungsional, sehingga rentan terjadi penutupan jalan napas pada akhir
respirasi. Kapasitas residu fungsional akan berkurang pada kondisi apnea

3
dan kondisi di bawah pengaruh anestesi. Kejadian ini menuntut adanya
pemberian ventilasi tekanan positif pada saat anestesi pasien anak-anak.
Resistensi jalan nafas dapat dihitung berdasarkan hukum Poiseuille,
dimana resistensi = 8 Ln/r . Radius memiliki peran yang sangat penting
dalam menentukan resistensi, dimana diameter saluran nafas pada anak
masih kecil, sehingga resistensi pada anak-anak cenderung lebih tinggi
daripada orang dewasa. Hal ini dapat diatasi dalam pemberian beberapa
obat anestesi yang memiliki efek untuk mendilatasi bronkus dan
mengurangi resisten. Namun, edema sebanyak 1 ml saja dapat mengurangi
jalan napas sebanyak 60%. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa
sebaiknya terdapat sebuah bocoran disekitar ETT untuk mencegah trauma
yang dapat menyebabkan edema subglottis.
Dinding dada anak kecil banyak mengandung jaringan tulang
rawan, sehingga lebih elastis dan menyebabkan compliance paru lebih
tinggi. Hal tersebut memudahkan paru kolaps ketika ada peningkatan kerja
ventilasi yang menuntut tekanan intratoraks yang lebih negatif. Otot
pernapasan bayi yang dominan adalah diafragma, dimana otot diafragma
bayi pada usia di bawah 2 tahun didominasi oleh serat otot tipe 2 yang
memiliki ketahanan terhadap beban berulang yang rendah dibandingkan
serat otot tipe 1. Hal ini menyebabkan diafragma bayi lebih mudah letih
bila terdapat peningkatan laju ventilasi, sedangkan laju ventilasi anak-anak
sendiri sudah lebih tinggi dari dewasa sehingga kemampuan untuk
meningkatkan usaha ventilasi secara efektif akan terbatasi. Kadar volume
dead space pada anak kecil dan dewasa cenderung sama, yaitu sekitar
33%. Namun, penggunaan alat-alat anestesi dapat meningkatkan volume
dead space dan menggangu ventilasi secara efektif, sehingga penggunaan
alat-alat anestesi harus diperhatikan dengan benar. Semua faktor tersebut
akan memudahkan terjadinya gangguan pernafasan dan desaturasi pada
anak. Dapat disimpulkan bahwa pengawasan kadar oksigen harus
dilakukan secara ketat.

4
2.1.2 Sistem Kardiovaskuler1-4
Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat
kontraktil lebih sedikit. Namun, kebutuhan metabolisme anak-anak tetap
lebih tinggi dari orang dewasa, sehingga cardiac output juga harus
ditingkatkan (anak-anak: 200 ml/kg/min, dewasa: 70 ml/kg/min).
Cardiac output ditentukan dari kadar volume kuncup dan detak
jantung. Karena kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah pada anak-anak,
maka kompensasi dicapai melalui peningkatan detak jantung. Hal ini
berujung pada saat dilakukan induksi anestesi, ventricular extrasystole
dapat terjadi, yaitu sebuah aritmia jantung yang dapat diatasi dengan
memperdalam anestesi. Di sisi lain, anak-anak lebih rentan terhadap
peningkatan tonus parasimpatis dan dapat dicetuskan oleh hipoksia
ataupun stimulus menyakitkan seperti pemasangan laringoskopi ataupun
intubasi. Hal tersebut dapat menurunkan cardiac output secara dramatis.
Kejadian ini dapat diatasi dengan pemberian atropine, sedangkan
bradikardia yang dicetus oleh hipoksia dapat diatasi dengan pemberian
oksigen dan ventilasi yang baik.

Tabel 1. Laju Nadi dan Tekanan Darah Sistolik Normal.4

2.1.3 Sistem Hepatobilier4,6


Pada pediatri, maturitas fungsional hati belum sepenuhnya
terbentuk. Sebagian besar enzim untuk metabolisme obat sudah
diproduksi, tetapi belum terstimulasi oleh obat tersebut. Seiring

5
pertumbuhan, kemampuan untuk metabolisme obat akan meningkat secara
drastis dan menjadi siap dalam usia beberapa bulan. Fisiologi ini
disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) peningkatan aliran darah ke hati,
sehingga lebih banyak obat masuk ke dalam hati, dan (2) sistem enzim
yang diproduksi sudah dapat distimulasi oleh obat tersebut. Kadar albumin
dan beberapa protein yang dibutuhkan untuk berikatan dengan obat pada
plasma lebih rendah pada anak-anak dibandingkan dewasa. Kondisi
tersebut akan mengakibatkan lebih banyak obat bebas beredar di sirkulasi
karena tidak berikatan dengan albumin. Selain itu, kondisi
hiperbilirubinemia dapat terjadi karena perpindahan bilirubin dari albumin
yang disebabkan oleh obat, sehingga pasien menjadi ikterus.

2.1.4 Sistem Endokrin3


Neonatus memiliki cadangan glikogen yang sedikit, sehingga
pasien neonatus rentan terhadap terjadinya hipoglikemia. Faktor resiko
lain adalah bayi dari ibu yang menderita diabetes, prematur, stress
perinatal dan sepsis. Untuk mengatasi hal tersebut, maka bayi dengan
faktor resiko dapat diberikan dextrose 5-15mg/kg/menit.

2.1.5 Sistem Gastrointestinal2,4


Fungsi koordinasi gerakan menelan dan bernapas pada bayi serta
fungsi LES (lower esophageal sphincter) belum sempurna sampai usia 4-
5 bulan, sehingga struktur ini menyebabkan insidens refluks
gastroesofageal. Hal tersebut menimbulkan beberapa pendapat untuk
memuasakan bayi sebelum operasi. Namun kadar glukosa harus tetap
diperhatikan ketat karena bayi rentan terhadap terjadinya hipoglikemia.

2.1.6 Sistem Termoregulasi3,4


Bayi dan anak-anak memiliki luas permukaan yang lebih banyak
dibandingkan dengan berat badan serta lemak subkutis. Hal tersebut
mengakibatkan bayi lebih mudah mengeluarkan panas baik secara radiasi
(pengaruh terbesar), konduksi, konveksi, dan evaporasi, sehingga rentan
mengalami hipotermia. Bayi memiliki jaringan lemak coklat yang dapat

6
digunakan sebagai kompensasi untuk menghasilkan panas karena bayi
berusia di bawah usia tiga bulan tidak dapat menggigil. Suhu ruangan yang
disarankan pada saat operasi adalah 34°C untuk bayi prematur, 32°C untuk
neonatus, dan 28°C untuk remaja dan dewasa. Hipotermia pada anak-anak
dapat menyebabkan depresi napas, asidosis, penurunan cardiac output,
meningkatkan durasi efek obat, menurunkan kadar trombosit, dan
meningkatkan resiko terjadinya infeksi.

2.2 Anestesi Inhalasi3,7


Bayi dan anak-anak memiliki tingkat ventilasi alveolar yang lebih tinggi
serta koefisien distribusi gas-darah yang lebih rendah dari orang dewasa,
sehingga menyebabkan penyerapan obat inhalasi lebih cepat. Nilai MAC
(Minimum Alveolar Concentration) untuk pasien anak sedikit lebih tinggi dari
dewasa, namun neonatus membutuhkan MAC yang lebih rendah dari pasien
dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena immaturitas otak, level progesterone
residual dari ibu, dan kadar endorfin yang tinggi, sehingga ambang nyeri
meningkat. Ketika NO (Nitrogen Oksida) ditambahkan kepada gas anestesi lain,
maka kadar MAC yang dibutuhkan akan berkurang karena efek second gas
exchange dengan nilai sebagai berikut: MAC sevoflurane berkurang 20-25%,
halothane berkurang 60%, isoflurane 40%, dan desflurane 25%.
Selain pengambilan, eliminasi obat anestesi pada pasien pediatrik juga
lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena
tingginya laju nafas dan cardiac output, serta distribusi yang besar kepada organ
dengan vaskularisasi banyak. Di sisi lain, hal ini menyebabkan mudahnya terjadi
overdosis obat anestesi pada pasien pediatrik. Fungsi hati pasien bayi juga belum
sepenuhnya terbentuk, sehingga hanya sedikit obat yang dimetabolisme di hepar.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah hepatitis yang disebabkan oleh halotan.
Meskipun demikian, angka kejadian tersebut jarang terjadi pada anak (1:200.000
anestesi).

Tabel 2. Nilai MAC Sesuai Golongan Usia.8

7
2.3 Anestesi Intravena
Pasien neonatus memiliki proporsi cardiac output yang mencapai otak
lebih besar dibandingkan pasien anak, sehingga dosis untuk induksi diberikan
lebih kecil. Salah satu obat yang paling sering digunakan untuk anestesi intravena
adalah propofol meskipun penggunaan di bawah umur tiga tahun belum
direkomendasikan. Dalam pemberian obat anestesi intravena, perlu diketahui
interval dosis pemberian obat harus diperpanjang agar tidak terjadi toksisitas. 3
Dosis untuk anestesi intravena pada anak-anak harus disesuaikan karena massa
otot dan lemaknya berbeda dari orang dewasa. Efek samping dari propofol yang
dapat muncul adalah bradikardia dan hipotensi dimana insidensi bradikardia pada
anak-anak 10-20% lebih tinggi daripada orang dewas. Hhal ini penting
dipertimbangkan karena pada pasien anak fungsi baroreseptor belum sempurna,
sehingga pengaturan cardiac output didominasi oleh peningkatan laju nadi..

Tabel 3. Dosis Obat Anestesi Intravena Untuk Pasien Anak.3

Obat Intravena Dosis Inisial Laju Infus

Propofol 1-2 mg/kg 100-200


mcg/kg/menit

Ketamine 1-2 mg/kg 25-100

8
mcg/kg/menit

Midazolam 0.5-1 mg/kg (PO atau PR)

0.1-0.2 mg/kg (IV atau IM)

0.2 mg/kg (Intranasal)

Diazepam 0.2 mg/kg (PO atau PR)

Thiopental 3-5 mg/kg

2.4 Persiapan dan Tindakan Anestesi


2.4.1 Persiapan Alat
 STATICS
 Scope: Laringoskop, stetoskop.
 Tubes: ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu
ukuran dibawah dan diatasnya.
 Airway: Alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh seperti
pipa orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.
 Tapes: Plester untuk fiksasi.
 Introducer: Kawat untuk dimasukan ke dalam ETT.
 Connector: Penghubung antara ETT dengan sirkuit nafas.
 Suction: Mesin penghisap untuk membersihkan jalan nafas.

 Peralatan Elektronik :
 Lampu ruangan
 Mesin anestesia
 Mesin penghangat tempat tidur
 Infusion pump
 Syringe pump
 Defibrilator

 Sumber Gas: O2,N2O , halothane, isoflurane, dan gas sejenis


serta dipantau dengan penggunaan flowmeter.

2.4.2 Premedikasi3,7
Tujuan pemberian premedikasi pada pasien anak sama dengan
orang dewasa, yakni untuk mengurangi ansietas pasien, mengurangi rasa
nyeri yang dialami, menurunkan dosis obat untuk induksi, serta

9
mengurangi sekresi jalan napas. Namun pemberian premedikasi pada anak
dapat memfasilitasi perpisahan dengan orang tua dan memudahkan proses
intubasi bila dibutuhkan. Beberapa obat pre-medikasi yang paling sering
diberikan adalah midazolam dan ketamine. Pemberian obat sedasi harus
diberikan hati-hati bila pasien memiliki gangguan saluran napas dan
pemberian harus dihindari bila pasien memiliki gangguan neurologis atau
peningkatan tekanan intrakranial serta bila ada resiko besar terjadinya
aspirasi atau regurgitasi di lambung.

Tabel 4. Dosis Obat Premedikasi Untuk Anak.7


Obat Dosis Keterangan
Midazolam 0.5 mg/kg (max 15 mg) Dapat
15-30 menit sebelum menghasilkan
operasi dimulai reaksi eksitasi
berlebihan
Chloral 50 mg/kg oral (max 1 Dapat
Hydrate gram) menghasilkan
reaksi eksitasi
berlebihan

Ketamine 3-8 mg/kg oral 30-60 Dapat


menit sebelum operasi meningkatkan
dimulai tekanan darah

Temazepam 0.1-1 mg/kg oral

Clonidine 2-4 mcg/kg oral Dapat


menurunkan
tekanan darah

2.4.3 Induksi
Induksi dapat dilakukan baik dengan metode inhalasi maupun
metode intravena. Metode inhalasi dapat digunakan apabila pasien takut
terhadap jarum, tidak kooperatif atau sulit mencari akses vena. Namun

10
metode inhalasi merupakan teknik yang memerlukan dua orang, dimana
orang pertama harus mempertahankan jalan nafas dan orang kedua
mencari akses vena dan memasukan obat-obatan intravena sesuai indikasi.
Obat-obatan inhalasi anestesi yang paling sering diberikan adalah
halothane dan sevoflurane. Halothane memiliki bau yang manis sehingga
mudah dihirup dan bila ditambah dengan N2O dapat mempercepat induksi
serta durasi obat yang lebih lama namun dapat menimbulkan arritmia
sehingga penggunaanya sudah mulai ditinggalkan. Sevoflurane tidak
bersifat irritatif dan memiliki onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih
pendek namun dapat menyebabkan delirium pada saat pasien sadar. Pilihan
obat untuk induksi intravena adalah propofol, thiopental dan ketamine.

2.4.5 Pelumpuh Otot7


Anak-anak memiliki distribusi volume yang besar, sehingga dosis
yang diperlukan lebih tinggi untuk menimbulkan efek. Namun di sisi lain
karena fungsi hati dan ginjal belum sempurna, maka eliminasi dan durasi
efek obat akan lebih panjang. Suksinilkolin digunakan untuk intubasi
endotrakeal, dosis yang diperlukan untuk balita lebih tinggi daripada anak
dewasa, yakni infusi 2 mg/kg diberikan untuk anak-anak, sedangkan
pasien anak dewasa diberikan infusi 1.5 mg/kg. Efek samping
suksinilkolin bila tidak diperhatikan dapat berakibat fatal, seperti
bradikardia, asistol, otot kaku, myoglobinemia dan hipertermia malignant.

Tabel 5. Dosis Obat Pelumpuh Otot Pada Anak.7

11
2.4.4 Intubasi9,10
Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi disarankan
menggunakan blade lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila
pasien memiliki berat 6-10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis
tanpa cuff pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta usahakan terdapat
sedikit bocoran pada ETT. Ukuran ETT pada anak-anak dapat
menggunakan rumus Modified Cole formula dan Khine Formula: [(Usia/4)
+ (4, bila tanpa cuff jadinya ditambah 3)]. Kedalaman ETT dapat
diperkirakan dengan menggunakan rumus: [(Usia/2) + (12)] bila pada anak
berusia lebih dari dua tahun. Bila usia anak kurang dari dua tahun, maka
digunakan rumus: (Ukuran ETT X 3). Kedalaman ETT dapat
diperhitungkan dengan rumus namun tetap harus disesuaikan secara klinis
dengan mendengarkan suara napas kedua paru pasien. Penggunaan LMA
disesuaikan dengan berat badan pasien.

Tabel 6. Panduan Penggunaan LMA Pada Anak.


Ukuran LMA Berat Badan
1 <5 kg
1.5 5-10 kg
2 10-20 kg

12
2.5 20-30 kg
3 >30 kg

Pada saat dilakukan induksi, sebaiknya pasien ditempatkan dalam


posisi bernafas yang pasien paling nyaman. Namun pada saat sudah
dipasang intubasi, sebaiknya pasien ditempatkan dalam posisi sniffing
untuk membuka jalan udara. Selain itu, pasien diberikan ganjalan agar
dapat membuka LA (Laryngeal Angle), OA (Oral Angle), dan PA
(Pharyngeal Angle) agar memudahkan proses ventilasi. Pasien juga
dilakukan jaw thrust agar mandibula dapat terangkat dan membuka glotis
sehingga mulut laring dan faring akan lebih besar dan lebih mempermudah
proses ventilasi.

Gambar 2. Penggunaan Ganjalan untuk membuka jalan napas.9

BAB III
KESIMPULAN

13
Pasien pediatri memiliki struktur anatomi, fisiologi, dan pertimbangan
farmakologi yang unik dalam melakukan tindakan anestesi. Pediatri dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu neonatus (usia 0-28 hari), infant (usia 29 hari –
12 bulan), anak (usia 1-12 tahun), dan remaja (usia 13-16 tahun). 4 Tindakan yang
dilakukan dibedakan berdasarkan usia, dimana kelompok neonatus (usia 0-28
hari) memiliki tendensi mengalami efek samping terhadap sistem kardiopulmonal.
Risiko tindakan anestesi terhadap anak akan menurun seiring dengan peningkatan
usia anak. Hal ini menyimpulkan bahwa diperlukan keahlian khusus dalam
melakukan tindakan anestesi pada anak-anak, terutama usia yang masih muda
dikarenakan tingkat kerentanan terhadap komplikasi pemberian obat maupun
tindakan anestesi yang tinggi.
Sistem organ anak masih berkembang dan masih belum sempurna.
Organogenesis dimulai pada minggu ke-8, dimana masing-masing sistem akan
mengalami pematangan lebih lanjut sesuai dengan perkembangannya. Hal ini
melandasi konsep penggunaan anestesi harus diperhatikan lebih ketat dalam
memantau efek obat dan tindakan yang diberikan terhadap sistem organ tersebut.
Sistem organ yang penting dalam anestesi adalah sistem respirasi, sistem
kardiovaskuler, sistem ginjal, dan sistem hepar.
Secara anatomis, jalur pernafasan anak-anak lebih sempit dan pendek,
sehingga pemasangan intubasi harus dilakukan dengan hati-hati. Selain itu,
sekresi saliva lebih banyak, sehingga penggunaan suction harus dipertimbangkan.
Regulasi pernafsan pada anak-anak sama seperti orang dewasa yang dipengaruhi
dan diatur oleh pH dan pCO2, tetapi anak-anak lebih rentan terhadap terjadinya
desaturasi oksigen karena kebutuhan metabolik yang tinggi. Otot pernapasan pada
anak-anak didominasi oleh otot diafragma dimana otot bayi diafragma mudah
letih dan bila ada penyakit yang menyebabkan tekanan intra-abdomen meningkat,
maka proses ventilasi anak akan terganggu. Sistem kardiovaskuler anak-anak
lebih aktif dari orang dewasa dengan nilai laju jantung 2-3x lipat di atas orang
dewasa. Enzim untuk metabolisme obat pada hati bayi belum berkembang
sepenuhnya, sehingga pemberian obat-obatan harus diperhatikan. Bayi juga rentan

14
terhadap hipoglikemi karena cadangan glikogen yang sedikit dan juga hipotermi
karena permukaan tubuh yang lebih luas dibandingkan orang dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Paediatrics Patients. JIMSA

15
2013;26(2):127­131.
2. Abdelmalak   B,   et   al.   Anesthesiology.   2nd  ed.   United   States   of   America:

McGrawHill. 2012. p.
3. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar anestesiologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto Mangankusumo. 2012. p.
4. Macfarlane F. Pediatric Anatomy and Physiology and the Basis of Pediatric
Anesthesia. Mater Children’s Hospital. Available at:
https://www.aagbi.org/sites/default/files/7-Paediatric-anatomy-physiology-
and-the-basics-of-paediatric-anaesthesia.pdf. Accessed on December 20, 2018.
5. Insoft, Robert M, David I. Growth and Development. A practice of
Anaesthesia for Infants and Children, 4th ed. Philadelphia: Elsevier. 2009.
6. Alcorn J, Mc Namara PJ. Ontogeny of hepatic and renal systemic clearance
pathways in infants: part 1. Clin pharmacokinet 2002; 41: 959-98.
7. Lerman J, Schmitt Bantel BI, Gregory GA, et al. Effect of age on the
solubility of volatile anesthetics in human tissues. Anesthesiology 1986; 65;
307-11.
8. Rupp K, Holzki J, Fischer T, Keller C. Pediatric Anesthesia. 1st Edition.
Germany: Drager. 1999.
9. Matsumoto T, Carvalho WB. Tracheal Intubation. J Pediatr 2007; 83: S83-90.
10. Esther Weathers. Neonatal And Pediatric Cuffed Endotracheal Tubes: Safety
And Proper Use. KC Educational Counseling Services. 2016.

16

Anda mungkin juga menyukai