Anda di halaman 1dari 50

Case Report Session

Vertigo Vestibular Tipe Perifer

Disusun oleh :

Athifa Syofiza Putri 1610070100049

Preseptor :

dr. Reno Sari Caniago, Sp.S, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI

RSUD M. NATSIR FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya

sehingga penulis dapat meyelesaikan case report session yang berjudul “Vertigo

Vestibuler Tipe Perifer” ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah

menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang

sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Reno Sari Caniago, Sp.S,

M.Biomed yang telah memberikan bimbingan serta arahan, sehingga case ini

dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak

kekurangan dalam penulisan tugas ilmiah ini karena keterbatasan pengetahuan,

kemampuan serta pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat

menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga

tugas ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

terutama dibidang ilmu kedokteran dan kesehatan dan juga bagi penulis sendiri.

Solok, 18 oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Definisi.................................................................................................................3
2.2 Anatomi................................................................................................................3
2.3 Epidemiologi.......................................................................................................10
2.4 Klasifikasi............................................................................................................10
2.5 Etiologi...............................................................................................................13
2.6 Patofisiologi........................................................................................................15
2.7 Manifestasi Klinis.................................................................................................17
2.8 Diagnosis ...........................................................................................................19
2.9 penatalaksanaan................................................................................................24
2.10 Prognosis..........................................................................................................26
BAB III : LAPORAN KASUS............................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19

i
BAB I

PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh atau

lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh gangguan alat

keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit dengan demikian

vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja, tetapi merupakan suatu kumpulan

gejala atau satu sindrom yang terdiri dari gejala somatic (nistagmus, untoble),

otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan muntah dizziness lebih mencerminkan

keluhan rasa gerakan yang umum tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan

perasaan yang sulit dilukiskan sendiri oleh penderitanya. Pasien sering

menyebutkan sensasi ini sebagai nggliyer, sedangkan giddiness berarti dizziness

atau vertigo yang berlangsung singkat.1

Vertigo sering terjadi pada umur 18-79 tahun, dengan prevalensi global

sebesar 7,4% serta kejadian pertahunnya mencapai 1,4%. Prevalensi vertigo pada

tahun 2019 di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24%

diasumsikan karena kelainan vestibuler. Sedangkan tahun 2018 prevalensi vertigo

di Amerika karena disfungsi vestibular adalah sekitar 35% populasi dengan umur

40 tahun keatas. Pasien yang mengalami vertigo vestibular, 75% mendapatkan

gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral. Umumnya vertigo

ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4-7% yang

diperiksakan ke dokter.2

1
Di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Rendra dan Pinzon pada tahun 2018,

vertigo termasuk penyakit yang memiliki prevalensi yang besar, Distribusi

penyakit vertigo berdasarkan usia yang paling banyak pada rentang usia 41-50

tahun (38,7%) dan 51-60 tahun (19,3%). Dari penelitian tersebut juga diketahui

bahwa jenis kelamin perempuan (72,6%) lebih berisiko memiliki vertigo

dibandingkan laki-laki (27,4%) (Rendra dan Pinzon, 2018). Angka kejadian

vertigo di Indonesia pada tahun 2013 sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua

yang berumur 75 tahun, pada tahun 2015, 50% dari usia 40-50 tahun dan juga

merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang

datang.2

1.2 Tujuan Penulisan

Melengkapi syarat tugas kepanitraan klinik senior bagian Neurologi di RSUD

M. Natsir Solok.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Vertigo berasal dari bahasa latin, vertere, yang artinya memutar. Vertigo

merupakan perasaan atau ilusi ketika seseorang merasa tubuhnya bergerak (berputar)

terhadap lingkungannya, atau lingkungan bergerak terhadap dirinya. dapat terjadi

karena penyakit pada telinga bagian dalam atau karena gangguan pusat vestibular

ataupun jalur di sistem saraf pusat.1

Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan kumpulan gejala

atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan pada sistem vestibular

ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain itu, vertigo dapat pula terjadi

akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh yang terdiri dari reseptor pada visual

(retina), vestibulum (kanalis semisirkularis) dan proprioseptif (tendon, sendi dan

sensibilitas dalam).1

2.2 Anatomi dan fisiologi3


2.1.1 Anatomi
Telinga (auris) merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga

memiliki tiga bagian yaitu telinga luar (auris externa), telinga tengah (auris media)

dan telinga dalam (auris interna).3

3
Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Auris externa terdiri dari dua bagian. Bagian yang berproyeksi dari sisi regio

capitis adalah auricula (pinna) dan saluran yang mengarah ke dalam adalah meatus

acusticus externus. Auricula berada di sisi regio capitis dan membantu menangkap

suara. Meatus acusticus externus terbentang dari bagian terdalam concha auriculae

sampai membrana tympani (gendang telinga). Berjarak kurang kebih 1 inci (2.5

cm).3

4
Gambar 2.2 Anatomi telinga luar

Auris media berisi udara, merupakan ruangan yang dilapisi membrana

mukosa di dalam tulang temporale. Antara membrana tympani di lateral dan

dinding lateral auris interna di medial. Struktur ini terdiri dari dua bagian yaitu

cavitas tympanica tepat bersebelahan dengan membrana tympani dan recessus

epitympanicus di superior. Auris media berhubungan dengan daerah mastoid di

posterior (melalui aditus ke antrum mastoideum) dan nasopharinx di anterior

(melalui tuba pharyngotympanica/tuba auditiva).

Fungsi dasarnya untuk mengirimkan getaran membrana tympani melalui

cavitas auris media menuju auris interna. Getaran ini dapat mencapai auris interna

melalui tiga tulang yang saling berhubungan namun dapat bergerak, yang

menjembatani ruangan antara membrane tympani dan auris interna. Tulang-tulang

ini adalah malleus (berhubungan dengan membrana tympani), incus (berhubungan

dengan malleus melalui sendi synovialis) dan stapes (berhubungan dengan incus

melalui sendi synovialls, dan melekat pada dinding lateral auris interna pada

fenestra vestibuli).3

5
Gambar 2.3 Anatomi telinga tengah

Auris interna terdiri dari serangkaian cavitas tulang (labyrinthus osseus) dan

ductus serta saccus membranaceus (labyrinthus membranaceus) di dalam cavitas

tersebut. Semua struktur tersebut berada dalam pars petrosa tulang temporale, di

antara auris media di lateral dan meatus acusticus internus di medial. Labyrinthus

osseus terdiri dari vestibulum, tiga canalis semicircularis ossus, dan cochlea.

Labyrinthus osseus ini dilapisi oleh periosteum dan berisi cairan jernih.

(perilympha). Labyrinthus membranaceus terendam di dalam perilympha namun

tidak mengisi seluruh ruangan. labyrinthus osseus terdiri dari ductus

semicirculares, ductus cochlearis dan dua saccus (utriculus dan sacculus).3

6
Gambar 2.4 Anatomi telinga Dalam

Gambar 2.5 Anatomi telinga Dalam3

2.1.2 Fungsi Keseimbangan4


Keseimbangan adalah sensasi orientasi dan gerakan tubuh. Fungsi

keseimbangan diatur oleh beberapa organ penting di tubuh yang input sensoriknya

akan diolah di susunan saraf pusat (SSP).

Fungsi ini diperantarai beberapa reseptor, yaitu :


7
1. reseptor vestibular,

2. reseptor visual dan

3. reseptor somatik.2,4

1. Reseptor vestibular

Sebagai pengatur keseimbangan oleh organ apparatus vestibularis yang

memberi informasi esensial bagi sensasi keseimbangandan bagi koordinasi gerakan

kepala dengan gerakan mata serta postur. Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan

posisi dan gerakan kepala. Semua komponen apparatus vestibularis mengandung

endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Komponen-komponen vestibularis masing-

masing mengandung sel rambut yang berespons terhadap deformasi mekanis yang

dipicu oleh gerakan spesifik endolimfe. Reseptor vestibularis dapat mengalami

depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Aparatus

vestibularis terdiri dari dua set struktur di dalam bagian terowongan tulang temporal

dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit.4

Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi rotasional atau angular

kepala, misalnya ketika menengok, mulai atau berhenti berputar, jungkir- balik.

Masing- masing telinga mengandung tiga kanalis semisirkularis yang tersusun dalam

bidang tiga dimensi yang tegak lurus satu sama lain.4

Organ otolit memberi informasi tentang posisi kepala relatif terhadap gravitasi (yaitu,

kepala miring statik) dan juga mendeteksi perubahan kecepatan gerakan lurus

(bergerak dalam garis lurus ke manapun arahnya). Organ otolit, utrikulus dan sakulus,

adalah struktur berbentuk kantong yang berada di dalam ruang bertulang di antara

kanalis semisirkularis dan koklea.4

2. Sistem Somatosensori

8
Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari

reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti sentuhan,

temperatur, proprioseptif (posisi tubuh) dan nosiseptif (nyeri). Reseptor sensorik

menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ dan sistem

kardiovaskular. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis

medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi

ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.

Pada otak, bagian yang berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan adalah

serebelum. Serebelum adalah bagian otak yang seukuran bola kasti dan sangat berlipat

serta terletak di bawah lobus oksipitalis korteks dan melekat ke punggung bagian atas

bagian otak.4

3. Sistem Visual

Sistem visual merupakan kontributor utama dalam keseimbangan tubuh,

memberikan informasi tentang lingkungan, lokasi, arah, serta kecepatan gerakan suatu

individu. Dikarenakan banyak refleks postural dipicu oleh sistem vestibular juga bisa

dipicu oleh stimulasi, penglihatan dapat mengkompensasi hilangnya beberapa fungsi

vestibular. Pada sebagian besar individu yang sangat tua penglihatan juga terdegradasi dan

memberikan informasi yang buram ataupun terdistorsi, sehingga ketajaman visual yang

buruk berkorelasi dengan tingginya frekuensi jatuh yang dialami oleh manula.Meskipun

sistem penglihatan telah lama diketahui sebagai sistem utama dalam keseimbangan, harus

ditekankan bahwa seseorang dapat berdiri tegak dalam waktu yang lama dalam gelap.Akan

tetapi, penelitian telah menunjukkan kemiringan tubuh lateral yang spontan sangat

berkurang jika dalam kondisi gelap tersebut diletakkan sebuah objek yang tegak dengan

sebuah lampu dioda kecil ditempelkan pada objek tersebut. Dengan demikian, stabilitas

postural meningkat apabila terdapat peningkatan lingkungan dan rangsang visual. Selain

itu, terdapat pula parameter lain yang berkontribusi terhadap kontrol postur secara visual,
9
diantaranya adalah ukuran objek dan lokalisasi, disparitas binokuler, pergerakan visual,

akuitas (ketajaman) visual, kedalaman lapang pandang (depth of field), serta frekuensi

spasial.4

Pandangan perifer memiliki peran yang lebih penting dalam menjaga posisi berdiri

yang stabil bila dibandingkan dengan pandangan sentral. Studi yang dilakukan oleh

Berenesi, Ishihara dan Inanaka menunjukkan stimulasi visual terhadap pandangan perifer

dapat mengurangi kemiringan postural pada arah stimulus visual yang diobservasi pada

bidang anteroposterior, yang lebih baik jika dibandingkan dengan bidang medial-lateral.

Para peneliti menyimpulkan bahwa pandangan perifer bekerja pada bingkai penglihatan

yang berpusat pada subjek yang melihat. Dengan demikian, pandangan perifer digunakan

baik untuk stabilisasi visual kemiringan tubuh yang spontan maupun kemiringan tubuh

terinduksi visual karena ukuran bidang pandang yang distimulasi dan dimanipulasi

daripada spesialisasi fungsional pandangan perifer untuk kontrol postural.4

10
2.3. Epidemiologi1

Penelitian vertigo dari 12 klinik rawat jalan menunjukkan 50% pasien

mengalami vestibulopati perifer seperti BPPV, vestibuler neuritis, atau meniere's

disesase. Penyakit cerebrovaskuler mencapai 19%. Hanya 3.2% pasien yang

terdiagnosis sebagai stroke/TIA pada keseluruhan pasien dengan gejala dizines.

Sekitar 85% pasien di ruang gawat darurat menderita vertigo perifer dengan

gangguan pada salah satu organ vestibuler.

2.4 Klasifikasi5

Klasifikasi Dizziness Klasik

Tipe Dizziness Deskripsi Sistem yang terganggu

Vertigo vestibuler Pusing berputar Sistem vestibuler

Imbalance atau Rasa goyah dan tidak Sistem


unsteadiness atau stabil, rasa hendak jatuh. somatosensorik/proprioseptif
disekuilibrium Sensasi ini dan serebelum
membaik/menghilang saat
duduk dan berbaring

Non-spesific Melayang atau rasa Sistem somatosensorik/


lightheadedness atau bergoyang proprioseptif dan visual
vertigo nonvestibuler

Presinkop Perasaan hendak pingsan Sistem kardiovaskular

Vertigo diklasifikasikan menjadi vertigo vestibular dan nonvestibular.

1) Vertigo Vestibular

Vertigo Vestibular Timbul pada gangguan sistem vestibular, menimbulkan

sensasi berputar, timbulnya episodik, diprovokasi oleh gerakan kepala, dan bisa

11
merasakan rasa mual / muntah. Berdasarkan letak lesinya dikenal ada 2 jenis

vertigo vestibular, yaitu:

A. Vertigo vestibular perifer

Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis. Vertigo vestibular

perifer timbulnya lebih mendadak setelah perubahan posisi kepala, dengan rasa

berputar yang berat, mual / muntah, dan keringat dingin. Bisa gangguan

pendengaran berupa tinitus atau ketulian, dan tidak gejala gangguan neurologis

fokal seperti hemiparesis, diplopia, perioral parestesia, penyakit paresisfasialis.

B. Vertigo vestibular sentral

Timbul pada lesi di nukleus vestibularis di batang otak, atau talamus

sampai ke korteks serebri. Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih lambat,

kepala berputarnya ringan, jarang dalam rasa mual / muntah, atau kalau ada

ringan saja. Tidak ada gangguan pendengaran. Bisa gejala neurologis seperti

di atas.

Tabel 2.1 Perbedaan vertigo vestibular perifer dengan sentral

Gejala Vertigo Perifer Vertigo sentral

Bangkitan Mendadak Lambat

Beratnya Vertigo Berat Ringan

Pengaruh Gerakan
++ +/-
Kepala

Mual/Muntah/Keringatan Berat Bervariasi

Gangguan Pendengaran Sering Jarang

Tanda Fokal Otak - +/-

Nistagmus • Kombinasi • Nistagmus

12
nistagmus vertikal,
horizontal dan horizontal atau
torsional torsional murni
• Inhibisi dengan •Tidak
fiksasi penglihatan mengalami
ke 1 objek inhibisi dengan
• Undireksional fiksasi
penglihatan
• Bidireksional

Gangguan keseimbangan Ringan - sedang Berat

Defisit neurologis non Jarang Sering


auditorik

Latensi pada manuver Hingga 20 detik Hingga 5 detik


diagnostik

13
2) Vertigo Nonvestibular

Vertigo Nonvestibular timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau

sistem visual, sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang. goyang,

berlangsung konstan / kontinu, tidak ada rasa mual / muntah, serangan biasanya

dicetuskan oleh gerakan objek sekitarnya, misalnya di tempat keramaian atau lalu

lintas macet.

Tabel 2.2 Perbedaan vertigo vestibular dengan vertigo nonvestibular

Gejala Vertigo vestibular Vertigo nonvestibular

Sensasi Berputar Melayang, Goyang

Tempo serangan Episodik Kontinu / Konstan

Mual / Muntah + -

Gangguan Pendengaran +/- -

Gerakan Pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual

Nistagmus + -

Gejala penyerta Mual, muntah, tuli, Pucat, kesemutan,


tinitus sinkop, palpitasi

2.5 Etiologi4

Vertigo seringkali disebabkan oleh ketidakseimbangan impuls sensorik yang

berhubungan dengan pergerakan yang mencapai otak melalui tiga sistem persepsi

yang berbeda yaitu visual, vestibular dan somatosensorik (proprioseptif). Vertigo

vestibular timbul akibat ganggaun pada sistem vestibular perifer maupun sentral.

Gangguan sistem vestibular perifer disebabkan oleh kelainan pada

labirin dan N. vestibularis. Penyebab pada labirin antara lain benign paroxysmal

positional vertigo (BPPV), post trauma, meniere, labirintitis, toksik, oklusi dan
14
fistula labirin.

15
Penyebab pada N. vestibularis antara lain infeksi, inflamasi dan neuroma akustik.

Gangguan sistem vestibular sentral disebabkan oleh kelainan pada batang otak,

serebelum ataupun cerebrum yang sebagian besar disebabkan oleh stroke, tumor

intrakranial, kondisi metabolic dan paroksismal atau gangguan degeneratif.

Vertigo nonvestibular timbul akibat gangguan pada sistem proprioseptif atau

sistem visual yang dapat disebabkan oleh polineuropati, mielopati, artrosis servikalis,

trauma leher, presinkope, hipotensi ortostatik, hiperventilasi, tension headache dan

hipoglikemi.

Penyebab vertigo nonvestibular

– Polineuropati – Hipotensi Ortostatik

– Mielopati – Hiperventilasi

– Artrosis Servikalis – Tension Headache

– Trauma Leher – Hipoglikemi

– Presinkop – Penyakit Sistemik

16
2.6 Patofisologi5

Kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak normal

atau adanya gerakan yang aneh/ berlebihan, maka tidak terjadi proses pengolahan

input yang wajar dan munculah vertigo. Selain itu, terjadi pula respons

penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehinggan muncul gerakan abnormal

mata (nistagsum), unsteadiness/ ataksia sewaktu berdiri/ berjalan dan seperti

gejala lainnya.

Menurut Akbar (2013) ada beberapa teori di antaranya :

a. Teori rangsangan berlebihan (overstimulasi).

Dasar teori ini adalah suatu asumsi bahwa makin banyak dan semakin cepat

rangsangan (gerakan kendaraan), makin berpeluang menimbulkan sindrom

vertigo akibat gangguan fungsi Alat Keseimbangan Tubuh (AKT). Jenis

rangsangan AKT ini yang ada pada saat ini antara kursi putar Barany,

faradisasi/ galvanisasi dan irigasi telinga, serta kendaraan laut dan darat.

Menurut teori ini sindrom vertigo timbul akibat rangsangan berlebihan

terhadap kanalis semisirkulasi menyebabkan hiperemi dari organ ini.

sehingga bisa muncul sindrom vertigo (vertigo, nistagmus, mual dan muntah).

17
b. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari

berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan

proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi

kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan

sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus

(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,

serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).

Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan

gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

c. Teori neural mismatch.

Dikemukakan oleh Reason, seorang pakarpsikologi di University of

Leicester yang tekun meneliti mabuk gerakan, bahwa timbulnya gejala

disebabkan oleh terjadinya mismatch (ketidak sesuaian/discrepancy) antara

pengalaman gerakan yang sudah disempan di otak dengan gerakan yang

sedang berlangsung/ dihadapi. Teori in merupakan pengembangan teori

konflik sensorik. Menurut teori ini otak mempunyai memori/ ingatan tentang

pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang

aneh/ tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi

dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan

berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur

tidak lagi timbul gejala.

18
d. Teori Otonomik.

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha

adaptasi gerakan atau perubahan posisi gejala klinis timbul jika siatem

simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem parasimpatis mulai

berperan.

e. Teori Sinap.

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau perasaan

neurotranamisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada

proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan

stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor).

Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mencetuskan mekanisme adaptasi

berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat

menerapkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di

awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi

gejala mual muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi

aktivitas susunansaraf parasimpatis.

2.7 Manifestasi Klinis6

Vertigo dapat merupakan gejala mandiri tanpa ada gejala lain, tetapi dapat

juga merupakan kumpulan gejala (sindrom). Sindroma vertigo biasanya terdiri

dari gejala vertigo, mual, muntah, kulit pucat dan keringat dingin.

1. Vertigo

Sebagai gejala tersendiri, vertigo merupakan keluhan subyektif dalam

bentuk rasa berputar dari tubuh/kepala atau lingkungan di sekitarnya.

19
Derajat yang lebih ringan dari vertigo disebut dizziness, yang lebih ringan

lagi, disebut giddiness dan undsteadiness Keluhan vertigo dibagi dalam 3

kategori berbeda yaitu vertigo, disequilibrium, dan dizziness.

2. Mual

Mual didefinisikan sebagai pengalaman psikis berupa rasa tidak enak di

lambung yang menuntun timbulnya gejala muntah. Mual adalah

penghayatan terhadap kegiatan tidak wajar dari pusat muntah. Gejala mual

disertai inhibisi tonus intestinum serta gerak peristaltik usus dan lambung.

Pemeriksaan dengan EGG (Elektrogastrografi) pada lambung penderita

yang mengeluh mual, menunjukkan adanya disritmia pada rekaman yang

identik dengan tachygastria di lambung.

3. Muntah

Muntah didefinisikan sebagai pengeluaran isi gastrointestinum melalui

mulut. Selain muntah, dapat juga timbul retching, yang diduga merupakan

kegiatan otot beraturan mengarah ke muntah namun dalam kondisi glotis

tertutup. Berbeda dengan mual, muntah merupakan wujud kegiatan sistem

saraf parasimpatik karena dapat dihambat oleh obat golongan

antikolinergik sejenis atropin. Pada saat mual, tonus dan motilitas otot

gastrointestinum menurun, sebaliknya ketika muntah kegiatan tersebut

justru meningkat.

4. Kulit pucat

Kulit pucat ini paling jelas terlihat pada kulit muka, disekitar mulut dan

hidung terutama pada orang berkulit putih. Munculnya gejala pucat, selalu

mendahului mual, sedang mual selalu mendahului muntah. Suhu sekitar

20
hanya mempengaruhi intensitas timbulnya kulit pucat, namun tidak

mempengaruhi waktu timbulnya. Kulit pucat diduga akibat kegiatan

susunan saraf simpatik lewat pengaruhnya terhadap vasokonstriksi

pembuluh darah kulit.

5. Keringat

Keringat keluar tanpa ada rangsangan suhu yang memadai, terutama

daerah dorsum tangan, lengan, dan dahi. Oleh karena kelenjar keringat

yang terlibat dari kelompok kelenjar pengatur suhu tubuh, maka suhu

sekitar mempengaruhi timbulnya. Peningkatan keringat akibat kegiatan

berlebihan dari susunan saraf otonom.

2.8 Diagnosis

1. Anamnesis 6

Anamnesis memegang peranan sangat penting untuk diagnosis vertigo. Kasus

vertigo perifer biasanya onset akut dan penanganan penanganan segera, sedangkan

pada vertigo tipe sentral perlu diketahui dan dieksplorasi faktor risikonya. Hal-hal

penting yang perlu ditanyakan dalam menentukan diagnosis sindrom vestibular

yang bermanifestasi sebagai vertigo atau pusing antara lain :

a. Bentuk serangan vertigo: pusing yang dikeluhkan ini dapat berupa rasa

goyang, berputar-putar, atau melayang.

b. Sifat serangan vertigo: serangan vertigo dapat periode, kontinu, ringan atau

berat.

c. Pencetus / eksaserbasi vertigo: tanpa pencetus (misalnya neuritis vestibular),

berjalan (vestibulopati bilateral), menolehkan kepala (misalnya vestibular

paroxysmia), menjalankan kepala tertentu (misalnya BPPV), batuk, suara

21
bising dengan frekuensi tertentu (fistula perilimfe atau sindrom dehisensi

kanalis superior), atau keadaan sosial tertentu (vertigo postural fobia).

d. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo: mual, muntah, keringat

dingin. Gejala otonom berat atau ringan.

e. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendengaran seperti: tinitus atau tuli.

f. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,

gentamisin, dan kemoterapi

g. Tindakan tertentu: operasi tulang temporal, pengobatan trans-tympanal.

h. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung.

i. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral mati

rasa, disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris.

2. Pemeriksaan Fisik7,8

Pemeriksaan fisik yang dilakukan

a. Tanda vital

b. Pemeriksaan fisik umum

c. Pemeriksaan neurologis

Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan pasien

vertigo adalah:

- Kesadaran : kesadaran baiki pada vertigo vestibuler perifer dan

vertigo non vestibuler, namun dapat terjadi penurunan kesadaran pada

vertigo vestibuler central.

- Nervi kranialis : gangguan pada nervus kranialis dapat terjadi pada

vertigo vestibuler central.

- Sistem saraf motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).

22
- Sistem saraf sensoris : gangguan sensorik pada satu sisi

(hemiparesis).

- Keseimbangan (pemeriksaan khuss neuro-otologi)

- Pemeriksaan fungsi serebelum / pemeriksaan khusus neuro-otologi:

Pemeriksaan spesifik yang dapat membantu menentukan diagnosis

penyebab vertigo antara lain:

(1) Tes romberg

Pemeriksa berada di belakang, pasien berdiri tegak dengan kedua

tangan di dada, kedua mata terbuka, diamati selama 30 detik,

setelah itu pasien diminta menutup mata diawasi dan diamati

selama 30 detik. Jika dalam keadaan mata terbuka pasien sudah

jatuh menandakan kelainan serebelum. Jika dalam keadaan mata

tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi menandakan kelainan

vestibular / propioseptif.

(2) Tes romberg dipertajam

Pemeriksa berada di belakang pasien, tumit pasien berada di

depan ibu jari kaki yang lainnya, pasien diamati dalam keadaan

mata terbuka selama 30 detik, kemudian pasien menutup mata

dan diamati selama 30 detik. Interpretasinya sama dengan tes

Romberg.

(3) Tes jalan tandem (tandem gait)

Pasien yang berjalan dengan sebuah garis lurus, dengan

menempatkan tumit di depan jari kaki sisi yang lain secara

bergantian. Pada kelainan serebelar: pasien tidak dapat

23
melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelainan

vestibular: pasien akan mengalami deviasi ke sisi lesi.

(4) Tes fukuda Pemeriksa berada di belakang pasien Tangan

diluruskan ke depan, mata pasien ditutup. Pasien yang berjalan di

tempat 50 langkah Tes fukuda dalam abnormal jika deviasi ke

satu sisi >30° atau maju / mundur >1 meter. Tes fukuda

menunjukkan lokasi kelainan di sisi kanan atau kiri.

(5) Tes past pointing

Pada posisi duduk, pasien untuk mengangkat satu tangan dengan

arah mengarah ke atas, jari pemeriksa di depan pasien, pasien

diminta dengan ujung jarinya menyentuh ujung jari pemeriksa

beberapa kali dengan mata terbuka, setelah itu dilakukan dengan

cara yang sama dengan mata tertutup. Pada kelainan vestibular:

ketika mata tertutup maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi.

Pada kelainan serebelar: akan terjadi hipermetri atau hipometri.

(6) Head thrust test

Pasien yang memfiksasikan mata pada hidung / dahi pemeriksa

Setelah itu kepala digerakkan secara cepat ke satu sisi. Pada

kelainan vestibular perifer akan dijumpai adanya sakadik

(7) Nistagmus

(a) Bedside secara sederhana dengan atau tanpa kacamata Frenzel

Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa ke kiri atau kanan

30° untuk melihat adanya nistagmus horizontal. Pasien

24
diminta mengikuti jari pemeriksa ke arah atas dan bawah

untuk melihat adanya nistagmus vertikal.

(b) Head shaking test

Kepala pasien digerakkan ke kiri dan kanan 20 hitungan.

Kemudian diamati adanya nistagmus horizontal dan vertikal.

(c) Tes Dix-Hallpike

Pasien menoleh 45° ke satu sisi, setelah itu pasien dijatuhkan

sehingga kepala menggantung 15° di bawah bidang datar.

Diamati adakah nistagmus atau tidak. Kemudian pasien tegak

kembali dan diamati adakah nistagmus atau tidak. Hal yang

sama dilakukan kembali pada sisi yang lainnya. Pemeriksaan

Dix-Hallpike ini dapat membedakan kelainan sentral atau

perifer. Pada kelainan perifer : Latensi 3-10 detik. Lamanya

nistagmus: 10-30 detik, atau <1 menit. Adanya fatique disertai

gejala vertigo yang berat. Pada kelainan sentral: Nistagmus

langsung muncul. Tidak ada fatique. Gejala vertigo bisa ada

atau tidak

3. Pemeriksaan Penunjang8

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan etiologi. Dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan seperti :

1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan

lain sesuai indikasi.

2. Foto rontgen tengkorak.

25
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG)

Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).

4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, arteriografi, magnetic resonance

imaging (MRI).

2.9 Penatalaksanaan9

Tatalaksana yang dapaty diberikan pada pasien vertigo yaitu :

1. Terapi kausal, mencakup

a. Farmakoterapi

b. Prosedur reposisi partikel (pada BPPV)

c. Bedah

2. Terapi simtomatik, melalui farmakoterapi

a. Ca antagonis : Flunarizin 2x 5 mg

b. Vasodilator : Betahistine 3x 6 mg

c. Sedatif : Diezepam 3x 2 mg /Amitriptilin 3x 25 mg

3. Terapi Rehabilitatif atau Terapi (vestibular exercise) mencakup

a. Metode brandt-daroff

b. Latihan visual vestibular

c. Latihan berjalan

4. Terapi diet dan pola hidup

Terdapat lima manuver yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Manuver Epley, manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada

kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit

sebesar 45° lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan

dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90° ke sisi sebaliknya,

26
dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-

60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan

kembali ke posisi duduk secara perlahan.

b. Manuver Semont, manuver ini diindikasikan untuk pengobatan

cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta

duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu secara

cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit.

Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke

posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk

lagi.

c. Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV

tipe kanal lateral. Pasien berguling 360° yang dimulai dari posisi supinasi

lalu pasien menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat, diikuti dengan

membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke

bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian

menoleh lagi 90° dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu

kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama

15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon

terhadap gravitasi.

d. Forced Prolonged Position, manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal

lateral. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi

lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12

jam.

27
e. BrandtDaroff exercise, manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di

rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan

pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont.

Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi

sehingga dapat menjadi kebiasaan.

2.10 Prognosis.6

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

28
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita : Ny.Adeveline suija
Alamat : Solok tembok
Pekerjaan : Bidan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 Tahun
TGL Masuk : 15 Oktober 2022
Jam masuk : 13.10 WIB

II. ANAMNESA

Anamnesa : Allonamnesa dan Autoanamnesa

a. Keluhan Utama : seorang pasien perempuan datang dengan keluhan pusing


berputar sejak 1 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien berjenis kelamin perempuan berusia 32 tahun merasakan pusing berputar
sejak 1 hari SMRS, awalnya pasien merasakan badan pasien mengigil dan disertai dengan demam
38°C, lalu diikuti dengan pasien merasakan pusing yang secara mendadak semakin lama semakin
memberat dan terasa berputar kemudian pasien segera berbaring akibat pusing berputar tersebut,
tetapi tidak ada perbaikan pasien tetap pusing dan pasien mengatakan jika adanya gerakan perubahan
posisi kepala akan menyebabkan pusing berputar lebih parah disertai dengan mual dan muntah.
Pasien mengatakan bahwa muntah kurang lebih 5 kali dan berisi makanan yang dia makan. Pasien
juga mengeluhkan adanya sakit kepala berdenyut sejak 1 hari SMRS, sakit kepala pasien rasakan di
seluruh bagian kepala, sakit kepala timbul bersamaan saat pasien merasakan pusing berputar yang
tidak berhenti, keluhan lain juga dirasakan oleh pasien berupa rasa mual dan muntah yang timbul
apabila pasien memindahkan posisi kepala, dan pasien tidak dapat membuka mata karna apabila
membuka mata pasien merasakan pusing yang lebih parah,disertai dengan pandangan kabur dan
berkeringat. Pasien mengatakan tidak terdapat kesulitan dalam berbicara dan tidak terdapat
gangguanpendengaran.

1
c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak pernah mengalami keadaan serupa sebelumnya


 Pasien menderita asma dan 1 bulan yang lalu dirawat dibangsal paru
 Riwayat pengobatan : obat asma saat kambuh
(aminofilin,salbutamol,curcuma,NaC)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat stroke (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat keganasan (-)
 Riwayat kolesterol (-)
 Riwayat infeksi telinga (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat penyakit asma (+)


 Riwayat penyakit serupa dengan pasien (-)
 Riwayat HT (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat hipertensi (-)

e. Riwayat Pribadi Sosial :

Pasien seorang perempuan berusia 32 tahun tinggal disolok bersama suami dan
anak, pasien bekerja sebagai bidan dirumah sakit arosuka solok. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok,konsumsi alkohol, dan minum kopi.

2
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. UMUM

• Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang


• Kesadaran : Compos Mentis Kooperatif
• Rambut : Hitam
• Nadi : 105kali/menit
• Irama : Reguler
• Pernafasan : 20 kali/menit
• Tekanan darah : 132/80 mmHg
• Suhu : 37,2°C
• Turgor kulit : normal
• Kulit dan kuku : CRT < 2 Detik

Kelenjar Getah Bening

• Leher : Tidak ada pembesaran KGB


• Aksila : Tidak ada pembesaran KGB
• Inguinal : Tidak ada pembesaran KGB

Paru

• Inspeksi : Simetris kiri dan kanan


• Palpasi perkusi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama
• Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler kiri dan kanan, wheezing (-), rhonki

(-) Jantung

• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


• Palpasi : ictus cordis tidak teraba
• Perkusi : Dalam batas normal
• Auskultasi : Irama reguler, murmur (-), gallop

(-)

3
Abdomen

• Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit


• Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Bising usus (+) normal

2. STATUS NEUROLOGIKUS

A. Tanda Rangsangan Selaput Otak

• Kaku Kuduk : Negatif


• Brudzinki I : Negatif
• Brudzinki II : Negatif
• Tanda Kernig : Negatif

B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

•Pupil : Isokor

4
N I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

 Subjectif Normal Normal

 Objectif Dengan Bahan Normal Normal

N II (Opticus)

Pengelihatan Kanan Kiri

Tajam Pengelihatan Normal Normal

Melihat Warna Normal Normal

Lapang Pandang Normal Normal

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola Mata Simetris Simetris

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Gerakan Bulbus Normal Normal

Strabismus Tidak ada Tidak ada

5
Nistagmus Tidak ada Tidak Ada

Ekso/Endothalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil Isokor Isokor

Bentuk Bulat Bulat

Refleks Cahaya + +

Reflek Akomodasi + +

Reflek Konvergensi + +

N IV (Troklearis)

Kanan Kiri

Gerakan Mata Kebawah Normal Normal

Sikap Bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

• Membuka Mulut Normal Normal

6
• Menggerakan Rahang Normal Normal

• Menggigit Normal Normal

• Mengunyah Normal Normal

Sensorik

Divisi Opthalmica

 Reflek Kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

 Sensibilitas Normal Normal

Divisi Maksila

 Reflek Massester Normal Normal

 Sensibilitas Normal Normal

Divisi Mandibula

 Sensibilitas Normal Normal

N VI (Abdusen)

Kanan Kiri

Gerakan Mata Kebawah Normal Normal

Sikap Bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N VII ( Fasialis)

7
Kanan Kiri

Raut Wajah Simetris

Menggerakan Dahi Simetris

Menutup Mata Normal Normal

Memperlihatkan Gigi Normal Normal

Mencibir/Bersiul Normal Normal

Sekresi Air Mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fisura Palpebra Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensasi Lidah 2/3 Depan Normal

Hiperakusis Tidak ada

N VIII (Vestibulokoklearis)

Kanan Kiri

Suara Berisik Normal Normal

Detik Arloji Normal Normal

Rinne Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Test Tidak dilakukan

Scwabach Test Tidak dilakukan

Pengaruh Posisi Kepala Ada

8
N IX (Glosopharingeus)

Sensasi Lidah 1/3 Belakang Normal

Refleks Muntah/Gag Reflek Tidak dilakukan

N X (Vagus)

Arkus Faring Simetris

Uvula Tidak ada deviasi

Menelan Normal

Artikulasi Normal

Suara Normal

Nadi Reguler

N XI ( Acesorius)

Kanan Kiri

Menoleh Ke Kanan Normal Normal

Menoleh Ke Kiri Normal Normal

Mengangkat Bahu Normal Normal

N XII (Hipoglosus)

Kedudukan Lidah Dalam Tidak ada deviasi

Kedudukan Lidah Dijulurkan Tidak ada deviasi

9
Tremor Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada

Atrofi Eutrofi

Pemeriksaan Kordinasi

Cara Berjalan Terganggu

Romberg Test Mata tertutup terganggu


jatuh kearah kiri
Test Tumit Lutut Tidak dapat dilakukan

Disartria Tidak ada

Disgrafi Tidak dapat dilakukan

Test Jari Hidung Normal

Supinasi-Pronasi Normal

Pemeriksaan Fungsi Motorik

Badan

Respirasi Normal

Duduk Normal

Berdiri Dan Berjalan

Gerakan Spontan Normal

Tremor Tidak ada

10
Atetosis Tidak dapat dilakukan

Mioklonik Tidak dapat dilakukan

Khorea Tidak dapat dilakukan

Eksremitas

Superior

Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal

Kekuatan 555 555

Trofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus

Inferior

Inferior

Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal

Kekuatan 555 555

Trofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus

11
Pemeriksaan Sensibilitas

Sensibilitas Nyeri Baik

Sensibilitas Taktil Baik

Sensibilitas Termis Tidak dilakukan

Sensibilitas Kortikal Tidak dilakukan

Stereognosis Baik

Pengenalan 2 Titik Baik

Pengenalan Rabaan Baik

Sistem Refleks

Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Normal Normal

Laring Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Maseter Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Dinding Perut Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Biceps + +

Triceps + +

Apr + +

12
Kpr + +

Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Cremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sfingter Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Patologis Kanan Kiri

Hoffman-Tromner - -

Babinsky - -

Chaddoks - -

Oppenhem - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Fungsi otonom

 Miksi : Normal
 Defekasi : selama dirawat 2x
 Sekresi keringat : Normal

Fungsi Luhur

Kesadaran Tanda dementia

13
Reaksi Bicara Baik Reflek Glabella Tidak dilakukan

Fungsi Intelek Baik Reflek Snout Tidak dilakukan

Reaksi Emosi Baik Reflek Menghisap Baik

Reflek Memegang Baik

Reflek Tidak dilakukan


Palmomental

Pemeriksaan Laboratorium
15 oktober 2022

hemoglobin 13.7 g/dL 12.0-16.0


eritrosit 4.67 106/mm3 4.0-5.0
hematokrit 39.2 % 36-48
Nilai-Nilai MC
MCV 83.9 L fl 84-96
MCH 29.3 Pg/cell 28-34
MCHC 34.9 g/dL 32-36
RDW-CV 12.3 % 11.5-14.5
leukosit 2.8 L 103/mm3 5.0-10.0
trombosit 204 103/mm3 140-400
Hitung jenis(Diff)
basofil 1 % 0-1
eosinofil 0 L % 1-3
neutrofil 64 % 50-70
limfosit 15 L % 20-40
monosit 20 H % 2-8
ALC 420 L /µL 1500-4000
NLR 4.27 H <3.13

16 oktober 2022
Elektrolit serum

Natrium (Na) 143.1 mEq/L 135-145


Kalium (K) 3.7 mEq/L 3.5-5.5
Clorida (Cl) 111.0 H mEq/L 98-108

14
RO THORAK

Kesan : COR dan Pulmo tidak ada kelainan

Diagnosis

- Diagnosis Klinis : Vertigo perifer tipe vestibuler


- Diagnosis Topik : vestibuler
- Diagnosis Etiologis : perifer
- Diagnosis Sekunder :-

Diagnosis Banding

 Vertigo sentral

Terapi

Umum/suportif

 IVFD12jam RL/kolf

 Diet makan biasa

Terapi Khusus

Oral

 Betahistin 3x12 mg
 Paracetamol 3x500mg
 Domperidone 3x 10mg

15
 Ranitidine 2x150mg
 Ondansentron 2x1(IV)

Prognosis:

 Ad vitam = dubia ad bonam


 Ad sanationam = dubia ad bonam
 Ad Fungsionam = dubia ad bonam

16
Followup Pasien :
tanggal Anamnesis asessment terapi
Senin, Hari rawatan ke 3/onset ke4 A/ P/
17oktober 2022 S/ Vertigo vestibular tipe -IVFD aminofluid
-pusing berputar masih dirasakan perifer 12jam/kolf
-sakit kepala(+) -Betahistin 3x12 mg
-belum sepenuhnya mampu -Paracetamol 3x500mg
membuka mata -Domperidone 3x 10mg
-mual(+) tidak disertai muntah -Ranitidine 2x150mg
-nafsu makan -azitromicin 1x500
-tidur terganggu -vit D 1x1000
- BAB tidak lancar -curcuma 3x1
-BAK normal

O/
KU: tampak sakit sedang
Kes: CMC
TD: 120/74mmHg
RR:20x/i
HR:92x/i
T:36,7°C

Selasa, Hari rawatan ke 4/onset ke5 A/ P/


18 oktober2022 S/ Vertigo vestibular tipe -IVFD aminofluid
-pusing berputar masih dirasakan perifer 12jam/kolf
-sakit kepala (+) -Betahistin 3x12 mg
-membuka mata (+) tidak bisa -Paracetamol 3x500mg
melihat keatas -Domperidone 3x 10mg
-mual(+) tidak disertai muntah -Ranitidine 2x150mg
-nafsu makan -azitromicin 1x500
-tidur terganggu -vit D 1x1000
-BAB tidak lancar -curcuma 3x1
-BAK normal

O/
KU: tampak sakit sedang
Kes: CMC

17
TD: 106/67mmHg
RR:20x/i
HR:97x/i
T:36,8°C
Rabu, Hari rawatan ke 5/onset ke6 A/ P/
19 oktober2022 S/ Vertigo vestibular tipe -IVFD aminofluid
-pusing berputar masing dirasakan perifer 12jam/kolf
-membuka mata(+) tidak melihat -Betahistin 3x12 mg
ketas -Paracetamol 3x500mg
-demam(+) -Domperidone 3x 10mg
-berkeringat(+) -Ranitidine 2x150mg
-mual(+) tidak muntah -vit D 1x1000
-nafsu makan -curcuma 3x1
-tidur terganggu - diazepam 3x2mg
-BAB tidak lancar
-BAK normal

O/
KU: tampak sakit sedang
Kes: CMC
TD: 108/75mmHg
RR:20x/i
HR:100x/i
T:36,8°C
Kamis, Hari rawatan ke 6/onset7 A/ P/
20 oktober 2022 S/ Vertigo vestibular tipe - IVFD stop
-pusing berputar sudah berkurang perifer -Betahistin 3x12 mg
-mual sudah berkurang, muntah(-) -Paracetamol 3x500mg
-demam(-) -Domperidone 3x 10mg
-nafsu makan sudah mulai membaik -Ranitidine 2x150mg
-tidur normal -vit D 1x1000
-BAB 2x selama dirawat -curcuma 3x1
-BAK normal - diazepam 3x2mg

O/
KU: tampak sakit sedang
Kes: CMC
TD: 97/67mmHg
RR:21x/i
HR:78x/i
T:36,2°C

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramli RR, Ali NA, Permatasari R, et al. Karakteristik Penderita Vertigo Perifer
Yang Berobat di Poliklinik Saraf RSU Anutapura Dan RSUD Undata Palu 2017.
J Kesehat Al-Irsyad 2017; 14: 90–95.
2. Elisabeth W.S, 2018. Karakteristik Dan Angka Kejadian Vertigo Dipoliklinik RSUP

H. Adam Malik Medan Periode 2016-1018. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara.
3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy. Philadelphia:
Churchill Livingstone; 2012.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Edisi ke- 8. Cengage Learning; 2013.
5. Purnamasari PP. Diagnosis Dan Tata Laksana vertigo. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2016.
6. Jusuf MI, Wahidji VH. Bunga Rampai Kedokteran. IDI Cabang Kota
Gorontalo; 2014.
7. Kembuan MA. Patofisiologi Vertigo. Jurnah kedokteran dan kesehatan FK
UNSRAT Manado. 2009; 1(1) : 31-5.
8. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Acuan panduan praktik klinis
neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016.
9. Setiawati M, Susianti. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo.Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung. MAJORITY ; 2016 5(4): 91-5.

19

Anda mungkin juga menyukai