Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Murni Teguh Memorial Hospital

Pembimbing :
dr. Selvi Nafianti, Sp.A(K)

Disusun Oleh :

May Renny Rajagukguk (19010005)

Elisa Putri ( 19010010)

Santi Patricia Tambunan (19010038)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


MURNI TEGUH MEMORIAL HOSPITAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Leukimia Limfoblastik Akut.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih secara khusus kepada


dr.Selvi Nafianti Sp.A(K) selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Anak yang telah meluangkan waktunya serta memberi saran kepada
saya dalam penulisan laporan kasus ini.

Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih jauh
dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran, pendapat,
koreksi, dan tanggapan yang membangun guna perbaikan selanjutnya.

Medan, 31 Agustus 2019

Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

2.1.1. Definisi Leukemia

Leukemia merupakan salah satu jenis keganasan sel darah atau


kanker sel darah putih (leukosit) yang berasal dari sumsum tulang dan
dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Akibat dari kanker ini fungsi
sumsum tulang akan terganggu dimana yang seharusnya berfungsi
sebagai tempat produksi komponen-komponen darah. Leukemia ini
menyebabkan gangguan pada seluruh kegiatan produksi darah
(hemaptopoesis) yaitu pembentukan sel darah merah (eritopoesis),
pembentukan sel limfosit (limfopoesis), pembentukan trombosit
(trombopoesis dna granulopoesis).1 Ada empat jenis utama leukemia
adalah leukemia myeloid akut, leukemia myeloid kronis, leukemia
limfoblastik akut dan leukemia limfositik kronis.2 Leukemia akut
adalah penyakit yang berkembang pesat yang menghasilkan sel-sel
yang tidak berkembang sepenuhnya. Sel-sel ini tidak dapat
menjalankan fungsi normalnya. Leukemia kronis biasanya berkembang
perlahan dan pasien memiliki jumlah sel dewasa yang lebih besar.
Secara umum, sel-sel yang lebih matang ini dapat menjalankan
beberapa fungsi normalnya. Pada leukemia limfoblastik, perubahan
kanker dimulai pada sel sumsum yang biasanya membentuk limfosit
(sejenis sel darah putih). Pada leukemia myeloid, perubahan kanker
dimulai pada sel sumsum yang biasanya membentuk sel darah merah,
beberapa jenis sel darah putih dan trombosit.1
2.1.2. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya


proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik
yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan
kegagalan organ. Pada LLA, terjadi proliferasi dari sel prekusor
limfoid dimana 80% kasus berasal dari limfosit B dan limfosit T.
Keganasan ini dapat terjadi di stase manapun pada saat proses
diferensiasi sel leukosit. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak
(82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai
puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-
anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan
oleh kegagalan dari sumsum tulang.3

2.1.3. Epidemiologi

Di dunia anak-anak yang terdiagnosis mengidap leukemia akut


sebesar 30-40% dari semua jenis keganasan. Insiden rata-rata leukemia
adalah 4-4.5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. American
cancer society memprediksikan angka kejadian LLA di Amerika
serikat mencapai 6020 kasus dan angka kematian mencapai 1440 kasus
pada tahun 2014.
Menurut Data riset kesehatan dasar 2013, prevalensi kanker di
Indonesia berturut-turut adalah kanker serviks (0,8%), kanker payudara
(0,5%), dan kanker prostat (0,2%). Riset yang dilakukan di RS kanker
Dharmais pada tahun 2010-2013 menyebutkan bahwa leukemia tidak
termasuk dalam 10 kanker terbanyak di Indonesia. Namun, menurut
Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi kanker anak pada
umur 0-14 tahun sebesar 16.291 kasus dan jenis kanker yang paling
banyak diderita anak yaitu leukemia dan retinoblastoma dengan
prevalensi leukemia adalah 2,8/100.000 anak-anak.4

2.1.4. Etiologi

Dalam kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.5 Faktor


resiko genetic dapat mencakup sindorm down, sindrom Li-Fraumeni,
atau neurofibromatosis tipe1. Faktor resiko lingkungan seperti paparan
radiasi yang signifikan atau kemoterapi sebelumnya.6 Bukti mengenai
medan elektromagnetik atau peptisida tidak jelas. hipotesis bahwa
respon imun abnormal terdapat infeksi umum sebagai pemicu juga
tidak jelas.7 Mekanisme yang mendasarinya melibatkan banyak mutasi
genetik yang menghasilkan pembelahan sel yang cepat. Limfosit
imatur yang berlebihan disumsum tulang menganggu produksi sel
darah merah baru, sel darah putih dan trombosit.6

2.1.5. Patogenesis dan Patofisiologi 8

Pada pasien LLA terjadi proliferasi patologis sel-sel limfoid muda


di sumsum tulang. Ia akan mendesak sistem hemopoietik normal
lainnya, seperti eritropoietik, trombopoietik dan granulopoietik,
sehingga sumsum tulang didominasi sel blast dan sel-sel leukemia
hingga mereka menyebar (berinfiltrasi) sampai ke darah tepi dan organ
tubuh lainnya.

Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan, teruatama pada pasien


dewasa adalah: t(9;22)/ translokasi kromosom 9 dan 22/ fusi gen BCR-
ABL/ kromosom philadelphia (CML); atau t(4;11)/ translokasi
kromosom 4 dan 11/ ALL1-AF4. Jika terjadi translokasi semacam ini
maka ia akan mengaktifkan jalur proliferasi dan pertumbuhan sel
secara abnormal sehingga terjadi leukemia. Kelainan yang lain bisa
pada karyotipe hipdiploid dan t(10;14), atau karena hilangnya atau
inaktivnya gen supresor tumor seperti p16 dan p15, Rb dan p53.

Berdasarkan sistem French-American-British (FAB), LLA dibagi


menjadi 3 tipe:

1. L1, ditandai dengan sel blast yang berukuran kecil, homogen (relatif
sama besar), dengan sitoplasma sel yang sedikit dan nukleoli (anak
inti) yang samar/ tidak jelas. L1 ini adalah LLA yang paling banyak
terjadi dibanding jenis LLA lainnya, dan pada umumnya terjadi
pada anak-anak.
2. L2, ditandai dengan sel blast yang berukuran lebih besar, heterogen
(tidak seragam), nukleolinya terlihat jelas dan rasio inti-
sitoplasmanya rendah. Biasanya LLA tipe ini terjadi pada orang
dewasa.
3. L3, ditandai dengan sel blast yang besar, sitoplasmanya bervakuol,
dan terlihat pekat (basofilik). Prognosisnya buruk akan tetapi
insidennya sedikit

2.1.6. Manisfestasi Klinis 9

 Pucat, lemah, anak rewel, nafsu makan menurun.


 Demam
 Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening
 Kejang sampai penurunan kesadaran
 Perdarahan di kulit (ptekie, hematom) atau perdarahan spontan
(epitaksis, perdarahan gusi)
 Nyeri tulang pada anak
Sering kali ditandai pada anak yang sudah dapat berdiri dan
berjalan, tiba-tiba tak mau melakukannya lagi

2.1.7. Penegakan Diagnosis

Ada beberapa langkah diagnostik, yaitu antara lain:


A. ANAMNESIS 10
Anamnesis pada LLA harus ditanyakan apakah ada gejala
anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia, mudah
sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi. Ada
beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis ,
antara lain:

 Keluhan utama:
o Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik
dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan
konjungtiva.
 Keluhan penyerta:
o Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit,
muntah sehingga menunjukkan gejala seperti serangan demam
berdarah bahkan dapat ditemukan kulit yang tampak kuning
pucat seperti penyakit kuning.
B. PEMERIKSAAN FISIK 11

Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan


perdarahan disertai splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly
serta limfadenopatia. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap
seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat
dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat
pucak yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan,
waspadalah leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia,
epistaksis, perdarahan gusi, dan sebagainya. Pada stadium permulaan
mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah
sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-tafsirkan sebagai
penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel
leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura,
kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.
Gambar. Splenomegali.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG11

Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya


pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan
gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan
gejala patogonomik untuk leukemia).

Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton


yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain
terdesak (aplasia sekunder).

Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel


leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak
seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.

Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara


morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang
sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan
pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada
leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis
lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan
dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan
terlihat adanya sel patologis.
• Biopsi—Dokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang
pinggul atau tulang besar lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa
contoh dibahwah sebuah mikroskop. Pengangkatan jaringan untuk
mencari sel-sel kanker disebut suatu biopsi. Suatu biopsi adalah
cara satu-satunya yang pasti untuk mengetahui apakah sel-sel
leukemia ada didalam sumsum tulang.
• Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum tulang. Beberapa
pasien-pasien akan mempunyai kedua-duanya prosedur:
• Bone marrow aspiration (Penyedotan sumsum tulang): Dokter
menggunakan sebuah jarum untuk mengangkat contoh-contoh dari
sumsum tulang.
• Bone marrow biopsy (Biopsi Sumsum Tulang): Dokter
menggunakan suatu jarum yang sangat tebal untuk mengangkat
sepotong kecil dari tulang dan sumsum tulang.
• Pembiusan lokal membantu membuat pasien-pasien lebih enak.

Gambar 2. Bone Marrow Aspiration.


• Cytogenetics—Lab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-
sel dari contoh-contoh dari peripheral blood, sumsum tulang, atau
nodus-nodus getah bening.
• Spinal tap—Dokter mengangkat beberapa dari cairan
cerebrospinal (cairan yang mengisi ruang-ruang di dan sekitar otak
dan sumsum tulang belakang). Dokter menggunakan suatu jarum
panjang yang kecil untuk mengangkat cairan dari kolom tulang
belakang (spinal column). Prosedur memakan waktu kira-kira 30
menit dan dilaksanakan dengan pembiusan lokal. Pasien harus
terbaring untuk beberapa jam setelahnya untuk
mempertahankannya dari mendapat sakit kepala. Lab memeriksa
cairan untuk sel-sel leukemia dan tanda-tanda lain dari persoalan-
persoalan.
• Chest x-ray—X-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit
di dada.

Morfologi LLA (Limfositosis).

Jenis Pemeriksaan Hasil yang ditemui

Complete blood leukositosis, anemia, trombositopenia


count

Bone Marrow hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti


Puncture

Sitokimia Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif

Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL)

Imunoperoksidase peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali


gen reseptor sel T dan Ig

Flowcytometry precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy


chain, TdT

T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT

B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22

Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk


menguraikan klon maligna

Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF


Gambaran Laboratorium12

2.1.8. Diagnosa Banding 6

limfositosis murni, limfadenopati, hepatosplenomegali akibat


infeksi, dan anemia aplastik.

2.1.9. Penatalaksanaan 3

Penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:

a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia


yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit
dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

b. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).


Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.

c. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,


metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan
lebih paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-
obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak),
stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah
leukosit kurang dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.

d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar


yang suci hama).

e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai


remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (10 5-106), imunoterapi
mulai diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru masih dalam
perkembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung


dari pengalaman, tetapi prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar:

a. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat


tersebut sampai sel blas dalam sumsum kurang dari 5%. Dimulai 4-6
minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada
dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari
5%.

b. Konsilidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak


diri lagi. Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

c. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama, biasanya


dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa.

d. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan


setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pad induksi
selama 10-14 hari.

e. Mencegah terjadinya leukimia pada susunan saraf pusat diberikan MTX


secara intratekal dan radiasi kranial.
f. Pengobatan imunologik. Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia
yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna.
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus.

 Induksi
Sistemik :
a) VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b) ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3
kali dimulai pada hari ketiga pengobatan
c) Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu
kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal,


diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi


terakhir (siklofosfamid)

 Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu
minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu
kedua dari konsolidasi
 Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya
Senin dan Kamis)
 Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat -
obat rumat dihentikan.
Sistemik :
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu
penuh dan 1 minggu kemudian tapering off
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2
kaliSSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis,
diberikan 2 kali
 Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama.
Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2
ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama
pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.
 Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus.

Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan


(setelah 6 minggu).2,7
2.1.10. Prognosis 1

Prognosis dari leukemia limfobalstik akut di Indonesia


dilaporkan angka kelangsungan hidup anak sebesar 70-80%. Namun,
harus diingat bahwa selalu ada resiko kambuh, yaitu kembalinya tanda
dan gejala penyakit setelah mengalami remisi (sembuh).(IDAI)

2.1.11. Komplikasi 3,13


Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan
oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan
komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel
leukimia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat
menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia
dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita
nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul
urolitiasis dengan obstruksi uretersetelah pasien diobati untuk
leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida,
serta penggunaan alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau
memperbaiki komplikasi ini. Infiltrasi leukemik yang difus pada ginjal
juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau
siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik,
dan pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti
tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan hipokalemia.
Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan
dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan
insulin jangka pendek.
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga
kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap
infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi dengan pengobatan dan fase
penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang
dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media.
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Klebsiella pneumonia, Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis,
dan Haemophilus influenza adalah organisme yang biasanya
menyebabkan septik. Setiap pasien yang mengalami febris dengan
granulositopeniayang berat harus dianggap septik dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk
pasien dengan granulositopenia absolut dan septikemia akibat kuman
gram negatif yang berespon buruk terhadap pengobatan.
Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan
antibiotika atau hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang
diseminata oleh Candida atau Aspergillus lebih sering terjadi,
meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan
bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru,
hati, limpa, ginjal, sinus, atau kulit memberi kesan infeksi jamur.
Amfositerin B adalah pengobatan pilihan, dengan 5-fluorositosin dan
rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek obat
tersebut.
Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi
merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi
sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis rutin dengan
trimetropim-sulfametoksazol. Karena penderita leukemia lebih rentan
terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio, mumps,
campak, rubella ) tidak boleh diberikan.
Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia
atau pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi
biasanya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi
perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau saluran cerna jarang
terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan
komponen trommbosit diberikan untuk episode perdarahan.
Koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan
fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini,
trombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai
pada 1 – 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan prednison,
vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belum
diketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat.
Biasanya, obat yang dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit,
seperti salisilat, harus dihindaripada penderita leukemia.
Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian
sekarang lebih banyak ditujukan pada efek terapi yang lambat.
Profilaksis sistem saraf pusat dan pengobatan sistemikyang
diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati, mineralisasi
mikroangiopati, kejang, dan gangguan intelektual pada beberapa
pasien. Pasien juga memiliki resiko tinggi untuk menderita keganasan
sekunder. Efek lambat lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan
disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung. Kerusakan jantung terutama
terjadi secara tersembunyi,karena gangguan fungsional tidak terlihat
sampai beberapa tahun kemudian. Terdapat juga beberapa pertanyaan
mengenai arteri koroner serta insufiensi miokard dini. Sedikit
informasi yang didapat tentang efek teratogenik dan muagenik pada
terapi antileukemik; meskipun demikian, tidak ada bukti meningkatnya
cacat lahir di antara anak yang dilahirkan oleh orang tua yang penah
mendapat pengobatan leukemia.

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Aqilah Chairunisa
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 7 tahun
Tanggal lahir : 08 Maret 2012
Tempat lahir : Lampung
Rekam medis : 1908197650
Tanggal masuk RS : 29 Agustus 2019
Lama rawat : 4 hari
Alamat : Jl. Sei Kera Gg Jawa No.44

II. IDENTITAS ORANGTUA


Identitas Ayah Ibu
Nama Deni M Ros Hatimah
Umur 48 tahun 41 tahun
Agama Islam Islam
Bangsa Indonesia Indonesia
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Riwayat Penyakit - -
Alamat Jl. Sei Kera Gg Jawa Jl. Sei Kera Gg Jawa

III. RIWAYAT KELAHIRAN


Jenis Persalinan : Normal
Tempat lahir : Lampung
Tanggal Lahir : 08 Maret 2012
Ditolong oleh : Bidan
BB Lahir : 3400 gram
PB Lahir : 48 cm
Usia Kehamilan : 9 bulan
IV. IMUNISASI
Imunisasi lengkap (Hepatitis B lengkap, Polio lengkap, BCG lengkap,
Campak lengkap dan Hib lengkap).

V. PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Tidak ada
VI. KETERANGAN MENGENAI SAUDARA OS
-
VII. ANAMNESE MENGENAI PENYAKIT O.S.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Benjolan pada kepala dan leher
Telaah : Pasien diantar oleh keluarganya ke poli anak Murni Teguh
Memorial Hospital dengan keluhan terdapat benjolan pada
kepala yang dialami pasien sejak 4 bulan yang lalu.
Benjolan yang timbul terasa nyeri saat disentuh.
Sebelumnya ibu pasien mengatakan bahwa ia tidak
menyadari sejak kapan benjolan di kepala dan leher pasien
muncul sampai pasien mengaku bahwa kepalanya telah
dipukul oleh temannya. Kemudian ibu pasien membawa
pasien berobat ke Rumah Sakit Malahayati dan dokter
mengatakan bahwa pasien harus segera dioperasi karena
telah terjadi pembekuan darah pada kepala pasien. Operasi
dilakukan pada tanggal 6 Mei 2019 di rumah sakit tersebut.
Selanjutnya pasien melakukan operasi yang kedua pada
tanggal 01 Juli dan diberi obat TB kelenjar karena
didiagnosa mengalami TB kelenjar. Selain itu saat ini pasien
juga merasakan lemas dan nyeri pada seluruh tubuh jika
disentuh. Mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek(-). BAB (+),
BAK (+).
RPO : OAT
RPT :-
RPK :-

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present : Compos mentis
Sensorium : GCS (E: 4 V: 5 M: 6)
Tinggi Badan : 119 cm
Berat Badan : 21.2kg
Status Lokalisata :
Kepala : Mata : Mata cekung (-)
Edema Palpebra (+/+)
Refleks cahaya (+/+)
Pupil isokor, diameter 2 mm
Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)
Telinga : Bentuk normal, hiperemis (-/-)
Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-)
Mulut : Normal, sianosis (-), Gusi bengkak (+),,
Tonsil T1-T1, hipeemis (-)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (+)
Kaku Kuduk (tidak dapat dilakukan)
Dada : Simetris fusiformis
Retraksi (-), kedua lapang paru perkusi sonor
HR : 95 x/menit, reguler/ireguler, desah (-)
RR : 22 x/menit, reguler/ireguler, ronki (-/-)
Abdomen : Simetris, perut membesar, nyeri tekan epigastrium (-)
Peristaltik (+) normal
Anggota Gerak : Clubbing Finger (-)
Capillary refil time <2 detik

VIII. DIAGNOSIS
Leukemia Limfoblastik Akut
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (02/09/2019)
Parameter Hasil Nilai normal Satuan
Darah Rutin
Hematologi
Haemoglobin 7.2 10,6-16,0 g/dl
Leukosit 4,08 6,00-18,00 10^3/µL
Eritrosit 2,56 3,40-5,00 10^3/µL
Thrombosit 5 150-450 110^3/µL
Hematokrit 21,0 32,0-50,0 %
MPV 6,8 6,0-9,5 fL
RDW 16,8 11,5-14,0 %
HDW 3,30 2,38-3,15 g/dL
PDW 21,7 25,0-65,0 %
Nilai-nilai MC
MCV 82,0 76,0-90,0 fL
MCH 28,2 25,0-31.0 pg
MCHC 34,4 30,0-35,0 g/dL
Hitung Jenis
Eosinofil 0,2 1,0-3,0 %
Basofil 2,7 0,0-1,0 %
Neutrofil 15,0 50,0-70,0 %
Limfosit 79,3 20,0-40,0 %
Monosit 2,8 2,0-8,0 %
Liver Function
Alkaline Phosphatase 133 0-462 U/L
AST/SGOT 30 15-37 U/L
ALT/SGPT 20 30-65 U/L
Renal Function
Urea 25 13-43 mg/dL
Kreatinin 0.42 0.90-1.30 mg/dL
Uric acid 8.0 3.5-7.2 mg/dL

X. Terapi
 IVFD D 5% NaCl 0.45% 30 gtt/i mikro
 Allupurinol 3x80 mg (pulvis)
 Transfusi PRC 175 ml

XI. Follow-up Pasien


Tanggal 02-09-2019 03-09-2019
S KU lemas, pucat (+), riwayat KU lemas, pucat (+), riwayat
gusi berdarah (+), benjolan gusi berdarah (+), benjolan
pada kepala dan leher (+), pada kepala dan leher (+),
bengkak pada gigi (+) bengkak pada gigi (+)
O Sens: Compos mentis Sens: Compos mentis
Conjungtiva anemis (-/-) Conjungtiva anemis (-/-)
Mata cekung (-/-) Mata cekung (-/-)
Bibir sianosis (-) Bibir sianosis (-)
Tonsil (T1/T1) Tonsil (T1/T1)
Pembesaran KGB leher (+) Pembesaran KGB leher (+)
Thorax: Cor: desah (-) Thorax: Cor: desah (-)
Dada: Simetris, SP: Vesikuler Dada: Simetris, SP: Vesikuler
(+/+) ST: Ronki (-/-) (+/+) ST: Ronki (-/-)
Abdomen: Distensi (+) Abdomen: Distensi (+)
Peristaltik melemah Peristaltik melemah
CRT < 2 detik CRT < 2 detik
Ekstremitas: Akral hangat (+) Ekstremitas: Akral hangat (+)
Clubbing finger (-) Clubbing finger (-)
A Susp. Leukemia Limfoblastik Susp. Leukemia Limfoblastik
Akut Akut
P  O2 Nasal Canul 2-3  IVFD D 5%, NaCl 0.45%
liter/menit 30 gtt/i mikro
 IVFD 2:1 40 gtt/i mikro
 Allupurinol 3x80 mg
 Inj. Cefotaxime 500mg/8
(pulvis)
jam
 Rencana: Transfusi
 Propanolol 3x3mg (pulv)
trombosit single donor
200cc, jika tidak tersedia
transfusi trombosit 2 unit
Tanggal 04-09-2019 05-09-2019
S KU lemas, pucat (+), benjolan KU lemas, pucat (+), benjolan
pada kepala dan leher (+), pada kepala dan leher (+),
bengkak pada gigi (+) bengkak pada gigi (+)
O Sens: Compos mentis Sens: Compos mentis
Conjungtiva anemis (-/-) Conjungtiva anemis (-/-)
Mata cekung (-/-) Mata cekung (-/-)
Bibir sianosis (-) Bibir sianosis (-)
Tonsil (T1/T1) Tonsil (T1/T1)
Pembesaran KGB leher (+) Pembesaran KGB leher (+)
Thorax: Cor: desah (-) Thorax: Cor: desah (-)
Dada: Simetris, SP: Vesikuler Dada: Simetris, SP: Vesikuler
(+/+) ST: Ronki (-/-) (+/+) ST: Ronki (-/-)
Abdomen: Distensi (+) Abdomen: Distensi (+)
Peristaltik melemah Peristaltik melemah
CRT < 2 detik CRT < 2 detik
Ekstremitas: Clubbing finger(-) Ekstremitas: Clubbing finger(-)
Akral hangat (+) Akral hangat (+)
A Susp. Leukemia Limfoblastik Susp. Leukemia Limfoblastik
Akut Akut
P  IVFD D 5%, NaCl 0.45%  IVFD D 5%, NaCl 0.45%
30 gtt/i mikro 30 gtt/i mikro
 Allupurinol 3x80 mg  Allupurinol 3x80 mg
(pulvis) (pulvis)
 Transfusi PRC 175 ml  Transfusi PRC 175 ml
 BMP
 PBJ

XII. Prognosis
 Quo ad vitam : Dubia ad malam
 Quo ad functionam : Dubia ad malam
 Quo ad sanactionam: Dubia ad malam
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN
Pasien diantar oleh keluarganya ke poli anak Murni Teguh Memorial
Hospital dengan keluhan terdapat benjolan pada kepala yang dialami
pasien sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan yang timbul terasa nyeri saat
disentuh. Selain itu saat ini pasien juga merasakan lemas dan nyeri pada
seluruh tubuh jika disentuh. Mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek(-). BAB
(+), BAK (+). Pada pasien ini didiagnosis dengan Leukemia Limfoblastik
Akut. Penegakan diagnosa ini adalah berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.

3.2. SARAN
Saran yang dapat diberikan mengenai penulisan karya dan laporan kasus
ini adalah :
1. Praktisi kedokteran diharapkan lebih memahami mengenai kriteria
diagnosis dan perjalanan penyakit Leukemia Limfoblastik Akut agar
dapat melakukan tatalaksana sesuai dengan teori yang ada.
2. Tenaga kesehatan dan masyarakat diharapkan lebih proaktif terhadap
tanda dan gejala dari penyakit Leukemia Limfoblastik Akut sehingga
pratktisi kedokteran mampu memberi terapi yang tepat dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Santoso, BB. 2017. Megenal leukemia pada anak. IDAI. Dapat diakses
di : www.Idai.or.id/mengenalleukemiapadaanak
2. Degenarro, LJ.2014. Leukemia Limfobalstik Akut. AMGEN. Lake city,
UT.
3. Rudolph, M Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku ajar pediatric
Rudolph .ed20.Jakarta : EGC 2006.
4. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Laporan Nasional 2013. Jakarta; 2013.
5. Hunger, StephenP.; Mullighan Chaarles G. (14 October2015). “Acute
Lymphoblastic Leukemia in Children”. New England Journal of
Medicine.373(16): 1541-1552
6. "Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia Treatment" .National Cancer
Institute. 8 December 2017
7. Inaba H, Greaves M, Mullighan CG (June 2013). "Acute lymphoblastic
leukaemia" . Lancet . 381 (9881): 1943–1955
8. Sudoyo, Aru W.2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. ed.4. jilid
2.Jakarta:FKUI
9. Kemenkes, RI. Pedoman penemuan dini kanker pada anak. Diktorat
pengendalian penyakit tidak menular.Jakarta;2011
10. Hassan, et al. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Bagian ke-1. Cetakan ke-11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.
11. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Hematologi. Hassan,
R, Alatas, H. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan
Infomedika Jakarta; 2007. P.469-79.
12. Leukemia Limfoblastik Akut. 13 November 2010. Diunduh dari
http://www.exomedindonesia.com/referensi-
kedokteran/2010/10/13/leukemia-limfoblastik-akut/. 23 April 2011.
13. Baldy CM, Gangguan sel darah putih. In: Price SA, Wilson LM,
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC;
2006.

Anda mungkin juga menyukai