Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

TATALAKSANA TINNITUS

Pembimbing: dr. Dumasari Siregar Sp.THT-KL

Disusun oleh: Luthfi Sulistya Nugraha


030.13.236

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat
yang berjudul “Tatalaksana Tinnitus” ini. Referat ini saya susun umtuk melengkapi
tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
(THT) di Rumah Sakit Umum Daerah Budi Asih Jakarta.

Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada dokter pembimbing yang


telah membimbing dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan dan
menyusun referat ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyusun referat ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran saya terima dengan tangan
terbuka.

Jakarta, Agustus 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................1
BAB II TINJUAN PUSTAKA.......................................................3
2.1. ANATOMI TELINGA.........................................................................3
2.1. 1 TELINGA LUAR.......................................................................3
2.1 2 TELINGA TENGAH.................................................................3
2.1.3 TELINGA DALAM...................................................................5
2.1.4 VASKULARISASI TELINGA DALAM..................................7
2.1.5 PERSARAFAN TELINGA........................................................8
2.2. FISIOLOGI TELINGA ......................................................................8
2.2. 1 FISIOLOGI PENDENGARAN................................................8
2.2. 2 FISIOLOGI SISTEM VESTIBULARISS...............................9
2.3. HISTOLOGI TELINGA ...................................................................10
2.4. DEFINISI TINNITUS .......................................................................13
2.5. KLASIFIKASI TINNITUS ..............................................................14
2.5. 1 TINNITUS OBJEKTIF...........................................................14
2.5. 2 TINNITUS SUBJECTIF.........................................................14
2.6. ETIOLOGI TINNITUS ....................................................................14
2.7. PATOFISIOLOGI TINNITUS .........................................................19
2.8. DIAGNOSIS ......................................................................................20
2.9. TATALAKSANA ...............................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................32

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tinitus merupakan gangguan persepsi suara tanpa adanya sumber
eksterna. Studi mengenai tinitus banyak dilakukan di Eropa barat dan
Amerika. Studi dengan sampel dalam jumlah cukup besar (n = 48.313) di
Inggris melaporkan prevalensi pada dewasa sekitar 10,1% dan lebih dari 50
juta orang di Amerika dilaporkan mengalami tinitus, dan diperkirakan
prevalensinya pada dewasa sekitar 10 – 15%, serta sekitar 20% orang
dewasa yang mengalami tinitus memerlukan intervensi klinis. Prevalensi
tinitus diperkirakan oleh National Health Interview Survey di Amerika pada
tahun 1994, sebanyak 1,6% pada dewasa dengan usia 18 – 44 tahun, 4,6%
pada dewasa dengan usia 45 – 64 tahun, dan 9,0% pada dewasa >60 tahun. 1
Hasil penelitian ini serupa dengan yang dilakukan di Mesir, Jepang, dan
Nigeria, dan juga pada negara – negara dengan pendapatan menengah di
Afrika dan Asia.2 Prevalensi tinitus yang sifatnya mengganggu, jumlahnya
meningkat pada usia diatas 70 tahun. Prevalensi pada pria dan wanita sama.
Prevalensi pada anak – anak sulit diperkirakan, tetapi studi yang ada
menunjukkan pengalaman tinitus yang dirasakan pada anak – anak hampir
serupa dengan orang dewasa.3
Tinitus merupakan sebuah gejala yang berkaitan dengan banyak
penyebab dan kofaktor pemicunya. Tinitus umum terjadi, tetapi pada
beberapa kasus, hal tersebut dapat menjadi gejala dari penyakit yang serius
seperti tumor vaskuler atau vestibular schwannoma. Tinitus dapat menjadi
persisten, mengganggu, dan menghabiskan biaya yang tinggi. Tinitus dapat
terjadi pada satu atau dua sisi kepala dan dapat muncl dari dalam atau luar
kepala. Tinitus sering terjadi bersamaan dengan kehilangan pendengaran
sensorineural, terutama pada pasien dengan tinitus yang mengganggu dan
tanpa adanya patologi telinga yang jelas. Kualitas tinitus dapat bervariasi,
yaitu bunyi telepon, berdengung, klik, pulsasi, dan gangguan lain yang
digambarkan oleh pasien. Pada kondisi, efek tinitus yang berkaitan dengan
kualitas hidup, dengan beberapa pasien mengalami kecemasan, depresi, dan
perubahan hidup yang ekstrim. Pasien dengan tinitus disertai dengan

1
kecemasan atau depresi berat perlu dilakukan identifikasi dan intervensi
mengenai kecenderungan bunuh diri.1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


2.1.1. Telinga Luar
Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga (pinna), liang telinga
dan bagian lateral dari membran timpani. Daun telinga di bentuk oleh tulang
rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang
rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga
lainnya (liang telinga) dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat
erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga

2
dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus
dengan panjang sekitar 2,5 cm, menyebabkan terjadinya resonansi bunyi
sebesar 3500 Hz.4 Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak
di depan terhadap liang telinga, sementara prosesus mastoideus terletak di
belakangnya. Tulang rawan liang telinga merupakan salah satu patokan
pembedahan untuk mencari saraf fasialis, patokan lainnya adalah sutura
timpanomastoidea.5
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan
berbentuk kerucut dengan umbo sebagai puncaknya mengarah ke medial.
Membran timpani umumnya berbentuk bulat. Membran timpani tersusun
dari lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah
sebagai tempat melekatnya tangkai maleus, dan lapisan mukosa di bagian
dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan
ini menyebabkan bagian membran timpani yang disebut membran Sharpnell
menjadi lemas (pars flaksid).5

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga
tengah terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum
terletak di atas dari batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut
juga kavum timpani terletak medial dari membran timpani dan
hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani. Organ konduksi di
dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian tulang pendengaran,
ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar. Kontraksi otot
tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial,
mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar
energi suara yang masuk dibatasi.5
Dinding superior dari telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa
cranii media. Bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang
mastoid dan di bawahnya terdapat saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada
daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramida
tulang menuju leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf kranialis
di bawah stapedius dan berjalan ke arah lateral menuju inkus dan keluar dari
telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian

3
bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut
sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut pengecap dari dua
pertiga anterior lidah. Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis
yang pada sebelah superolateral menjadi sinus sigmoidea dan lebih ke
tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama
rongga tengkorak.5
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang
berasal dari telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum
memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran
membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan
bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke
dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun efisiensi
energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun intensitas
bunyi yang diterima sampai 130 dB.6
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga refleks stapedius pada
manusia akan muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam
bentuk refleks bilateral dengan sisi homolateral lebih kuat. Refleks otot ini
berfungsi melindungi koklea, efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz
dengan masa latensi 10 mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan demikian
dapat dikatakan telinga mempunyai filter terhadap bunyi tertentu, baik
terhadap intensitas maupun frekuensi.6
Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. Bagian lateral tuba eustachius bersifat pertulangan, sementara
dua pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani
terletak di sebelah atas bagian bertulang dan kanalis karotikus terletak di
bagian bawahnya. Tuba eustachius dapat dibuka melalui kontraksi otot
levator palatinum dan tensor palatinum yang masing – masing dipersarafi
pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.5

2.1.3. Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari organ keseimbangan dan organ
pendengaran. Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan
disebut labirin, karena bentuknya kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir

4
bentuknya sudah sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring
dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian
yaitu labirin tulang dan labirin membran. Labirin tulang merupakan susunan
ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis (ruang perilimfatik)
dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari
vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea. 4 Labirin membran diisi oleh
endolimfe, satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium
dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe yang
tinggi natrium dan rendah kalium yang terdapat di kapsula otika bertulang.5
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang
dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Bagian
vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi
oleh sel rambut. Sel rambut ini ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang
ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolith yang
mengandung kalsium, dengan berat jenis lebih besar daripada endolimfe.
Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolith akan membengkokkan
silia sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor. 2 Dinding
medial menghadap ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf.
Pada dinding medial terdapat dua cekungan yaitu spherical recess untuk
sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus. Di bawah eliptical recess
terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus
endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater.4
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular
crest. Pada ujung bawah alur ini terpisah untuk mencakup recessus
cochlearis yang membawa serabut saraf koklea ke basis koklea. Serabut
saraf untuk utrikulus, kanalis semisirkularis superior dan lateral menembus
dinding tulang pada daerah yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada
fundus meatus akustikus internus. Di dinding posterior vestibulum
mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis dan dinding anterior ada
lubang berbentuk elips ke skala vestibuli koklea.4
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior,
posterior dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum.
Bentuknya seperti dua pertiga lingkaran dengan panjang yang tidak sama

5
tetapi dengan diameter yang hampir sama sekitar 0,8mm. Pada salah satu
ujungnya masing – masing kanalis ini melebar disebut ampula yang berisi
epitel sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum.4
Ampula kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada
masing – masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampula kanalis
posterior terletak dibawah dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior
dan inferior yang tidak mempunyai ampula bertemu dan bersatu membentuk
crus communis yang masuk vestibulum pada dinding posterior bagian
tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki ampula masuk
vestibulum sedikit dibawah crus communis. Kanalis lateralis kedua telinga
terletak pada bidang yang hampir sama yaitu bidang miring ke bawah dan
belakang dengan sudut 30o terhadap bidang horizontal bila orang berdiri.
Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini, sehingga kanalis
superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior telinga
kanan demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan
kanalis superior telinga kanan.4
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan
panjang sekitar 35mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala
timpani. Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu –
setengah putaran.5 Skala timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfe
dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l dan Na+ 139 mEq/l. Perilimfe pada kedua
skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu
yang dikenal dengan helikotrema. Skala media berada dibagian tengah,
dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan
dinding lateral, berisi cairan endolimfe dengan konsentrasi K+ 144 mEq/l
dan Na+ 13 mEq/l.4 Membran basilaris sempit pada basis (nada tinggi) dan
melebar pada apeks (nada rendah).5
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0,12mm di
bagian basal dan melebar sampai 0,5mm di bagian apeks, berbentuk seperti
spiral. Beberapa komponen penting pada organ corti adalah sel rambut
dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensens, Claudius, membran
tektoria dan lamina retikularis. Sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang
terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan
yang terbentuk oleh pilar – pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang

6
terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang berjumlah
sekitar 3.500 (satu baris sel rambut dalam) dan sel rambut luar dengan
jumlah 12.000 (tiga baris sel rambut luar) berperan dalam merubah hantaran
bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi energi listrik.4

2.1.4 Vaskularisasi Telinga Dalam


Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirin, cabang A.
Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Vertebralis.
Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A.
Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula
menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior
memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.
A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea
terpisah menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang koklear. Cabang
vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan
ujung basal kohlea. Cabang koklear memperdarahi ganglion spiralis, lamina
spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Koklearis berjalan mengitari
N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam koklea mengitari
modiolus. Vena dialirkan ke V. Labirin yang diteruskan ke sinus petrosus
inferior atau sinus sigmoideus. Vena – vena kecil melewati akuaduktus
vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior.5
2.1.5 Persarafan Telinga Dalam
N. Vestibulokoklearis (N. Akustikus) yang dibentuk oleh bagian
koklear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi
lateral akar N. Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel –
sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N. Kohlearis dengan ganglion
vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus internus. Sel –
sel sensoris pendengaran dipersarafi N. Kohlearis dengan ganglion spiralis
corti terletak di modiolus.5

2.2 Fisiologi Telinga


2.2.1 Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran
adalah membran tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga

7
struktur penting tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada
bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara
satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik
akan terjadi gerakan yang kaku secara bersamaan. Pada bagian puncak
stereosilia terdapat rantai pengikat yang menghubungkan stereosilia yang
tinggi dengan stereosilia yang lebih rendah, sehingga pada saat terjadi
defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungan – gabungan yang
lain, sehingga akan menimbulkan regangan pada rantai yang
menghubungkan stereosilia tersebut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
terbukanya kanal ion pada membran sel, maka terjadilah depolarisasi.
Gerakan yang berlawanan arah akan mengakibatkan regangan pada rantai
tersebut berkurang dan kanal ion akan menutup.4
Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfe dan
endolimfe yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik
koklea disebut koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik
endolimfa yang berfungsi sebagai pembangkit pembesaran gelombang
energi akustik dan sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar. Pola
pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan
amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus
yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi
berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada bagian
basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz)
mempunyai pergeseran maksimum lebih ke arah apeks. Gelombang yang
timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian
apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian
basal maupun bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat
meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan
meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan
ini disebut sebagai cochlear amplifier.4
Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi
bunyi oleh telinga luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan
ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

8
Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam
dan diproyeksikan pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel – sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam
sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran.4

2.2.2 Fisiologi Sistem Vestibularis


Pengaturan keseimbangan di dalam telinga dalam diatur oleh
aparatus vestibularis yang memberikan informasi penting untuk sensasi
keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan – gerakan mata dan posisi
tubuh. Aparatus vestibularis terletak di dalam tulang temporalis di dekat
koklea – kanalis semisirkularis dan organ otolith yaitu sakulus dan
utrikulus.7 Kanalis semisirkularis terdiri dari tiga saluran semisirkuler yang
tersusun dari tiga dimensi bidang yang tegak lurus satu sama lain di dekat
koklea jauh di dalam tulang temporalis. Ini berfungsi sebagai mendeteksi
akselerasi, deselerasi rotasional atau angular. Utrikulus mempunyai struktur
seperti kantung di rongga bertulang antara koklea dan kanalis semi
sirkularis. Ini mempunyai fungsi sebagai mendeteksi perubahan kepala
menjauhi sumbu vertikal dan mengerahkan akselerasi dan deselerasi linear
secara horizontal. Sakulus terletak di samping utrikulus. Ini mempunyai
fungsi mendeteksi perubahan posisi kepala menjauhi sumbu horizontal dan
mengarahkan akselerasi dan deselerasi linear secara vertikal.7

2.3 Histologi Telinga


Telinga dalam tersusun dari dua labirin. Labirin tulang terdiri dari
serial ruangan dalam bagian petrosa dari tulang temporal yang melingkupi
labirin membranosa. Labirin membranosa adalah kavitas dari ektoderm
yang dilapisi epitel secara kontinu. Labirin membranosa berasal dari vesikel
auditori yang berkembang di bagian lateral kepala embrio. Selama
perkembangan embrionik, vesikel ini mengalami invaginasi ke jaringan ikat

9
sekitar, kehilangan kontak dengan 10ctoderm sefalik dan masuk ke dalam
rudimenter yang akan berkembang menjadi tulang temporal. Selama proses
ini terjadi perkembangan kompleks hingga terbentuk utrikulus dan sakulus.
Duktus semisurkularis berasal dari utrikulus dan duktus koklearis berasal
dari sakulus. Pada setiap area ini, lapisan epitel menjadi terspesialisasi untuk
membentuk struktur sensoris seperti makula utrikulus dan sakulus, krista
dari duktus semisirkularis, dan organ korti dari duktus koklearis.8

Gambar 2.1 Nervus vestibulokoklear, nervus kranialis VIII. Labirin membranosa


(berwarna biru) berisi endolimfe)8
Labirin tulang memiliki kavitas ireguler dan vestibulum meliputi
sakulus dan utrikulus. Di belakang struktur tersebut terdapat tiga kanalis
semisirkularis yang terdiri dari duktus – duktus semisirkularis. Koklea yang
berada pada posisi anterolateral terdiri dari duktus koklearis. Koklea
memiliki panjang total 35mm dan membentuk dua setengah putaran inti
tulang yang disebut modiolus. Modiolus memiliki ruangan berisi pembuluh
darah dan badan sel serta prosesus cabang akustik dari nervus kranial ke – 8
(ganglion spiralis). Lamina spiralis oseosa berada lateral dari modiolus.
Struktur ini membentang melewati koklea lebih jauh pada region basal.
Labirin tulang berisi perilimf dengan komposisi ion serupa dengan cairan
ekstraselular namun dengan protein yang sangat rendah. Labirin
membranosa berisi endolimfe dengan karakteristik kadar sodium dan
protein yang rendah serta potasium yang tinggi. Duktus koklearis, suatu

10
divertikulum dari sakulus sangat terspesialisasi sebagai reseptor suara dan
dikelilingi oleh ruang perilimfatik. Panjang dari duktus koklearis kurang
lebih 35mm. Koklea (labirin tulang) dibagi menjadi 3 ruangan yaitu skala
vestibuli di bagian atas, skala media (duktus koklearis) di bagian tengah,
dan skala timpani. Duktus koklearis yang berisi endolimfe berakhir pada
apeks koklea. Skala vestibuli dan timpani mengandung perilimfe dan
merupakan suatu tuba yang panjang yang dimulai dari jendela oval dan
berakhir pada tingkap bundar. Terdapat komunikasi antara kedua skala pada
apeks koklea melalui helikotrema.8

Gambar 2.2 Histologi telinga dalam9


Duktus koklearis terdiri dari membran vestibuli (Reissner’s) yang
disusun dari dua lapis epitel skuamosa (salah satunya berasal dari skala
media dan lainnya dari skala vestibuli). Sel – sel dari kedua lapisan ini
dihubungkan oleh tight junction yang membantu mempertahankan gradien
ionik yang sangat tinggi melewati membran ini. Stria vaskularis adalah
epitel bervaskularisasi terletak di dinding lateral duktus koklearis. Stria
mengandung sel – sel yang memiliki banyak lipatan ke dalam pada
membran plasma basal yang megandung banyak mitokondria. Karakteristik
ini menandakan bahwa sel – sel bertindak sebagai transport ion dan air. Sel
– sel ini diyakini berperan dalam komposisi ionik dari endolimfe. Struktur
dari telinga dalam memngandung reseptor auditori khusus yang dinamakan
organ korti. Organ korti mengandung sel – sel rambut yang memberi respon
terhadap frekuensi suara yang berbeda. Sel – sel rambut terletak pada

11
lapisan tebal yang disebut membran basilar. Sel rambut dibagi menjadi dua
tipe yaitu sel rambut luar dan sel rambut dalam dan terdapat juga sel
penyokong. Karakteristik dari sel rambut ialah adanya stereosilia berbentuk
W pada sel rambut luar dan berbentuk linear pada sel rambut dalam. Tidak
adanya kinosilium memberikan kesimetrisan pada sel rambut yang penting
untuk proses transduksi sensoris. Ujung dari stereosilia tertinggi pada sel
rambut luar terkumpul dalam membran tektorial. Sel – sel pilar yang
merupakan sel penyokong mengandung banyak mikrotubulus yang
menyebabkan kekakuan dari sel penyokong. Sel – sel pilar mengisi ruang
antara sel rambut luar dan dalam (terowongan dalam). Struktur ini penting
untuk transduksi suara. Sel rambut luar maupun dalam memiliki ujung saraf
aferen dan eferen. Meskipun sel rambut dalam memiliki inervasi aferen
yang lebih banyak, fungsi dari hal ini tidak diketahui. Badan sel dari neuron
aferen bipolar terletak pada inti tulang dalam mediolus dan membentuk
ganglion spiralis.8

Gambar 2.3 Histologi koklea8

2.4 Definisi Tinitus9,10,11


Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa
sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal
mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat
12
bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum,
atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat
stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan
bilateral.
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita
sebut periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik
lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat
menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat
mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat
mengganggu kegiatan sehari – harinya. Terkadang dapat menyebabkan
timbulnya keinginan untuk bunuh diri
Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif dan tinitus subjektif.
Dikatakan tinitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa
dan dikatakan tinitus subjektif jika tinitus hanya dapat didengar oleh
penderita.

2.5 Klasifikasi Tinitus9,10,11


Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi:
2.5.1 Tinitus Objektif
Tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan
auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik,
berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar
telinga.
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular,
sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut
ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor
glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai
suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan
karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal.
Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat
hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah.

2.5.2 Tinitus Subjektif

13
Tinitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja.
Jenis ini sering sekali terjadi. tinitus subjektif bersifat nonvibratorik,
disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris
mulai sel – sel rambut getar sampai pusat pendengaran.
Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi
kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi
pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain
intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.

2.6 Etiologi Tinitus9,10,11


Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari
telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab
tinitus dapat berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N.
Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinitus karena obat – obatan, dan
tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher
mungkin akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus
karena cedera leher adalah tinitus somatik yang paling umum
terjadi. Trauma itu dapat berupa fraktur tengkorak atau whisplash
injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami
tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui
bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara
pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di
saraf yang menghubungkan antara telinga dalam dan korteks
serebri bagian pusat pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan kerusakan dari N. Vestibulokoklearis,
diantaranya infeksi virus pada N. VIII, tumor yang mengenai N.
VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV

14
dikenal juga dengan vestibular paroksismal. MCV menyebabkan
kerusakan N. VIII, karena adanya kompresi dari pembuluh darah.
Tapi hal ini sangat jarang terjadi.
3. Tinitus karena kelainan vaskular
Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang
pulsatil. Akan didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi
dan detak jantung. Kelainan vaskular yang dapat menyebabkan
tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan
bentuk – bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke
telinga tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini
mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang –
kadang mengalami turbulensi, sehingga memudahkan telinga untuk
mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan
vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi
antara koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan
kepala juga dapat menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor
karotis dan tumor glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus
dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan
pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor
glomus jugulare.
4. Tinitus karena kelainan metabolik
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus.
Seperti keadaan hipertiroid dan anemia (keadaan dengan viskositas
darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi
turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama,
atau yang kita kenal dengan tinitus pulsatil.

15
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan
tinitus adalah defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan
kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.
5. Tinitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis.
multiple sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demielinisasi
yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Multiple sclerosis dapat
menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot,
indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi,
kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif,
gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan timbul
gejala tinitus.

6. Tinitus akibat kelainan psikogenik


Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus
yang bersifat sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan
psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah keadaan
psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.
7. Tinitus akibat obat-obatan
Obat – obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya
adalah obat – obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya:
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya.
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin),
kloramfenikol, tetrasiklin, minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Bleomisin, Cisplatin,
Mechlorethamine, Methotrexate, Vinkristin.
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid,
Furosemide.
e. Lain-lain, seperti Kloroquin, Quinine, Merkuri, Timah.
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus
objektif, misalnya pada tuba eustachius yang terbuka sehingga
ketika kita bernafas akan menggerakkan membran timpani dan
menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan

16
muskulus stapedius serta otot – otot palatum juga akan
menimbulkan tinitus.
9. Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar
(sekret dan edema), serumen impaksi, efusi telinga tengah dan
otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus. Biasanya suara
tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.
10. Tinitus akibat sebab lainnya
a. Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan
dalam jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh
bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga.
Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat
mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di
telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti
untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan
6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi
yang berfrekuensi 4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai
usia 65 tahun, simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada
frekuensi 1000Hz atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari
proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor – faktor
herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi,
bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan
pendengaran lebih cepat pada laki – laki disbanding perempuan.
c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli
sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya
hidrops endolimf, yaitu penambahan volume endolimfe, karena
gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada
membran labirin.

17
Gambar 2.4 Etiologi tinitus9,10,11
2.7 Patofisiologi Tinitus9
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam
berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau

18
nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang
timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat
juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika
disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus
pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor,
tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada
rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini
yang penting pada tumor glomus jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler.
Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus
objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran
timpani bergerak dan terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,
serta otot – otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada
gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body
tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro –
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada
tinggi, terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik,
seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi,
sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang
stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang
menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan
gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.

2.8 Diagnosis Tinitus

19
Protokol dalam mendiagnostik Tinitus antara lain anamnesis,
pemeriksaan fisik, identifikasi kondisi psikologis atau psikiatrik
(menggunakan pengukuran derajat beratnya dan keparahan tinitus, dan
pengukuran kecemasan dan depresi), dan pengukuran psikoakustik dari
tinitus.12
Tidak ada tes objektif untuk kebanyakan kasus tinitus, dan
diagnosis dibuat hanya berdasarkan anamnesis dan penilaian terhadap
kondisi pasien dan keluarganya. Pertanyaan penting seputar tinitus antara
lain; lokasi dan karakteristik tinitus, dengan komponen ritmik atau pulsatil.
Tinitus pulsatil termasuk kasus yang jarang dan dapat dideteksi dengan
auskultasi. Pertanyaan penting seputar akibat dari tinitus termasuk efek
terhadap tidur dan konsentasi. Beberapa kuesioner kesehatan menilai efek
dari tinitus, antara lain; tinnitus handicap inventory dan tinnitus functional
index. Kuesioner untuk menilai gejala yang berkaitan seperti hiperakusis
dan distres psikologis. Audiometri nada murni seharusnya dilakukan, dan
karena beberapa pasien mengeluhkan sensasi tersumbat pada telinga,
timpanometri juga dapat diterapkan. Pasien dengan tinitus asimetris,
pendengaran asimetris dengan audiometri nada-murni, atau gejala dan tanda
yang berkaitan dengan kelainan neurologis perlu digali lebih lanjut, dan
umumnya memerlukan modalitas MRI.3

20
Riwayat kasus Penilaian beratnya tinitus Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Audiologi
(lihat gambar 2.6) (lihat gambar 2.7) Pemeriksaan otologi Audiometri dan speech
Tinnitus handicap inventory Auskultasi audiometry
+ Tinnitus questionnaire + Pemeriksaan kraniomandibular + Tinnitus matching
Tinnitus handicap questionnaire dan leher Minimum masking level
Tinnitus functional index Timpanometri

Debilitating tinnitus?
Tinitus akut dengan
kehilangan pendengaran Tida Tidak perlu ditindaklanjuti
mendadak akut? k
Tinitus post – trauma?
Tinitus pulsatil akut?

Tinitus non – pulsatil Ya Tinitus pulsatil

Tinitus akut dengan Tinitus dengan Tinitus Tinitus Tinitus dengan Tinitus dengan Tinitus post Diagnosa
kehilangan gangguan dengan dengan nyeri komorbiditas komponen – traumatik neurovaskuler,
pendengaran akut pendengaran vertigo kepala psikiatrik somatosensorik jantung

Diagnostik Diagnosa Diagnosa Diagnostik Diagnosa


vestibular banding banding fungsional leher banding
nyeri kepala dan mandibular

Terapi awal Tinitus dengan Terapi Terapi Terapi spesifik Terapi spesifik Terapi spesifik Terapi spesifik
kehilangan hearing aid, spesifik, spesifik jika komorbiditas sekuele trauma penyakit
cochlear implant, Meniere’s
pendengaran akut dll disease mungkin psikiatrik vaskuler

g
lin Jika pasien masih mengidap tinitus: terapi berorientasi pada gejala
nse
21
Ko Cognitive behavioural therapy Stimulasi akustik atau terapi suara Neuromodulasi atau neurostimulasi

Gambar 2.5 Algoritma untuk diagnosa dan manajemen terapi pasien dengan tinitus2
Tabel 2.1 Hal – hal yang berkaitan dengan riwayat pasien tinitus2
Latar belakang  Usia dan jenis kelamin
 Riwayat keluarga dengan tinitus (orang tua, saudara, anak)
Riwayat tinitus  Durasi
 Onset awal: berangsur – angsur atau mendadak? Adakah hal
yang berkaitan dengan tinitus? Perubahan pendengaran?
Trauma akustik? Otitis media, trauma kepala, whiplash,
terapi gigi, stress, dan lainnya?
 Pola: pulsatil? Intermiten atau konstan? Fluktuan atau non –
fluktuan? Lainnya?
 Sisi: telinga kanan? Telinga kiri? Kedua telinga (simetris)? Di
dalam kepala?
 Kencangnya suara: skala 1 – 100. Terburuk dan terbaik?
 Kualitas suara: nada murni atau noise? Tidak pasti atau
polifonik?
 Tingginya nada: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah?
 Proporsi waktu terganggu dengan tinitus
 Terapi tinitus sebelumnya (tidak ada, beberapa, atau banyak)
Modifikasi  Masking alamiah? Musik, suara sehari – hari, suara lainnya?
pengaruh  Dipicu oleh suara keras?
 Diubah oleh pergerakan kepala dan leher atau sentuhan
terhadap kepala atau tungkai atas?
 Efek tidur malam hari dan istirahat siang terhadap tinitus?
 Efek stress?
 Efek obat – obatan?
Kondisi yang  Gangguan pendengaran?
berkaitan  Alat bantu pendengaran (tidak ada, telinga kiri, telinga kanan,
atau kedua telinga; efek terhadap tinitus)?
 Suara mengganggu atau intoleransi? Suara yang menginduksi
nyeri? Hiperakusis?
 Vertigo atau pusing
 Gangguan temporomandibular?
 Nyeri leher?

22
 Sindrom nyeri lainnya?
 Dibawah terapi gangguan psikiatri?

Apakah tinitus anda mengganggu? Tidak Tingkat I


Tidak mengganggu
Ya
Tingkat II
Apakah tinitus anda memiliki Sedikit mengganggu
dampak negatif terhadap hidup Tidak Terkadang menggganggu dalam
anda? beberapa kondisi – seperti dalam
suasana sepi atau dalam situasi
Ya stres

Apakah anda dapat bekerja?


Tingkat III
Dapatkah anda mengerjakan
Ya Gangguan permanen dengan
pekerjaan rumah?
gangguan dalam area khusus dan
Dapatkah anda merawat keluarga
profesional
anda?

Tidak

Tingkat IV
Gangguan berat
Gangguan berat dalam kehidupan
dan pekerjaan, tidak dapat bekerja

Gambar 2.6 Menilai derajat beratnya tinitus2

Tinitus dapat menjadi sebuah gejala dari banyak patologi mendasar


dan diikuti oleh banyak variasi komorbid. Oleh karena itu, pendekatan
terintegrasi dan multidisipliner diperlukan untuk mendiagnosis tinitus secara
komprehensif. Tinitus dapat menjadi tanda awal dari penyakit yang
berpotensial untuk mengancam kehidupan seperti stenosis karotis atau
vestibular schwannoma. Kondisi tinitus yang tidak terdiagnosis dan diterapi
akan mengancam kehidupan jika diikuti dengan depresi berat dan
kecenderungan bunuh diri, namun hal ini jarang terjadi. Diagnosis banding
tinitus seharusnya juga difokuskan pada subgroup spesifik dari tinitus
dengan penyebab yang berasal dari terapi spesifik seperti pengeluaran
serumen prop dari liang telinga, implan koklea pada tuli unilateral, dan

23
bunyi tinitus seperti mesin ketik yang disebabkan oleh penggunaan
karbamazepin dan disebabkan oleh kompresi vaskuler dari saraf auditorik.2
Langkah – langkah pendekatan managemen tinitus secara klinis
dapat menggunakan (lihat gambar 2.5). Langkah – langkah diagnostik dasar
yang direkomendasikan untuk semua pasien yaitu: menggali riwayat kasus
(lihat tabel 2.1), menilai derajat beratnya tinitus (lihat gambar 2.6),
pemeriksaan klinis telinga, dan pengukuran audiologi tinitus dan fungsi
telinga.2
Untuk beberapa pasien langkah diagnostik awal seperti ini cukup
untuk diagnosa, dan konseling cukup membantu dalam terapi. Langkah
diagnostik kedepannya disarankan jika penemuan diagnostik dasar
mengindikasikan tinitus akut, dengan kondisi mendasar yang
membahayakan (seperti diseksi karotis), terapi yang memungkinkan
menjadi penyebab. Tindakan segera diperlukan pada tinitus dengan
kehilangan pendengaran secara mendadak pada tinitus post-traumatik akut;
dan pada kasus dengan kecenderungan untuk bunuh diri.2
Langkah berikutnya dalam hirarki algoritma diagnostik adalah
membedakan antara tinitus pulsatil dan non – pulsatil. Pada tinitus pulsatil,
persepsi suara sejalan dengan irama detak jantung dan pemeriksaan
neurovaskuler diperlukan. Penyakit seperti malformasi arterivena, trombosis
sinus vena, hipertensi intrakranial jinak, dan tekanan jugularis yang tinggi
dapat menyebabkan tinitus pulsatil. Tinitus non – pulsatil lebih sering terjadi
dibandingkan dengan tinitus non – pulsatil dan harus dibedakan menurut
durasi, gejala, dan faktor peenyebabnya. Tinitus akut yang diikuti oleh
kehilangan pendengaran akut, diagnostik dan prosedur terapi akan
difokuskan pada kehilangan pendengarannya dan seharusnya tidak ditunda.2
Tinitus paroksismal dapat menjadi sebuah gejala kompresi saraf
auditorik, sindrom dehisensi kanal superior, penyakit Ménière, mioklonus
palatum, migraine, atau epilepsi. Untuk diagnosis banding, MRI, auditory
evoked potentials, tes vestibuler, dan elektroensefalografi dapat
diindikasikan.2
Tinitus non – pulsatil yang bersifat konstan dapat diikuti oleh
kehilangan pendengaran konduktif atau sensorineural. Gangguan
pendengaran konduktif dapat disebabkan oleh otosklerosis, bentuk lain dari

24
otitis, atau disfungsi tuba eustasius. Pada gangguan pendengaran
sensorineural, prosedur diagnostik kedepannya diindikasikan untuk
mengidentifikasi penyebab pastinya, termasuk MRI dan otoacoustic
emissions untuk menilai fungsi sel rambut luar. Tinitus dapat terjadi
bersamaan dengan vertigo yang mengindikasikan abnormalitas patologi,
seperti penyakit Ménière, dehisensi kanalis superior, atau kerusakan sistem
vestibulokoklear, dan memerlukan penilaian mendetil dari fungsi
vestibuler.2
Jika tinitus muncul bersamaan dengan nyeri kepala, space –
occupying lesions, hipertensi intrakranial jinak, gangguan sirkulasi CSF, dan
anomaly kranioservikal seharusnya dieksklusi dengan MRI. Pada kasus
nyeri kepala dengan lateralisasi bersamaan dengan tinitus pada sisi yang
sama dan dengan waktu yang sama, sindrom nyeri kepala trigemino –
autonomal seharusnya dipertimbangkan dan, jika benar, harus diterapi
secara spesifik.2
Gangguan psikiatri yang dapat muncul secara bersamaan, seperti
depresi, kecemasan, dan insomnia, seharusnya dicari tahu dan diterapi
secara spesifik jika ada, karena gangguan tersebut berperan dalam penting
dalam tinitus yang mengganggu kualitas hidup. Hiperakusis dan fonofobia
sering bersamaan dengan tinitus dan terkadang mengindikasikan gangguan
kecemasan. Rujukan ke psikiatri segera diperlukan ketika pasien memiliki
ide bunuh diri.2
Ketika tinitus berkaitan dengan disfungsi leher atau
temporomandibuler atau nyeri, seharusnya diperiksa lebih lanjut oleh dokter
gigi dan psikoterapi.C
Tes diagnostik spesifik jika tinitus terjadi atau memburuk dalam
waktu tiga bulan setelah kejadian traumatis. Kejadian trauma dapat
menyebabkan tinitus dalam berbagai cara. Indikasi untuk prosedur
diagnostik lanjutan tergantung dari mekanisme trauma; trauma telinga,
kepala, leher, atau trauma emosional, atau kombinasi trauma tersebut
seharusnya dipertimbangkan untuk pemeriksaan lanjutan. Pada kasus tinitus
pulsatil post – traumatik, pemeriksaan diagnosis mendalam untuk perubahan
patologis vaskuler (terutama diseksi karotis) diperlukan segera.2

25
Tabel 2.2 Ringkasan panduan dalam diagnostik tinitus1
Pernyataan Tindakan Kekuatan
Anamnesis Klinisi seharusnya melakukan anamnesis dan Direkomendasikan
dan pemeriksaan fisik yang terarah untuk evaluasi
pemeriksaan awal pasien dengan tinitus primer untuk
fisik mengidentifikasi kondisi apabila memerlukan
identifikasi dan managemen segera dalam
meringankan tinitus
Pemeriksaan Klinisi seharusnya melakukan pemeriksaan Direkomendasikan
audiologi audiologi komprehensif segera pada pasien
segera dengan tinitus unilateral, menetap (≥ 6 bulan),
atau berkaitan dengan gangguan mendengar
Pemeriksaan Klinisi dapat melakukan pemeriksaan audiologi Pilihan
audiologi awal secara komprehensif pada pasien dengan
rutin tinitus
Pemeriksaan Klinisi seharusnya tidak melakukan Sangat
radiologis pemeriksaan radiologis kepala dan leher pada direkomendasikan
pasien dengan tinitus, terutama untuk
mengevaluasi tinitus, kecuali pasien tersebut
memiliki satu atau lebih gejala berikut: tinitus
yang terlokalisir pada satu telinga, tinitus
pulsatil, abnormalitas neurologis fokal, atau
kehilangan pendengaran asimetris

2.9 Tatalaksana Tinitus


Penatalaksanaan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan
merupakan fenomena psikoakustik murni sehingga tidak dapat diukur. Perlu
diketahui penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai penyebabnya. Terapi
definitif untuk menghilangkan tinitus sampai saat ini belum ada. Tujuan dari
tatalaksana tinitus saat ini adalah untuk menurunkan gangguan yang
diakibatkan oleh tinitus sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup.
Pendekatan manajemen tinitus saat ini berupa gabungan dari beberapa
pendekatan yaitu psikologis, stimulasi auditorik, farmakologi, dan stimulasi
otak. Pendekatan – pendekatan ini telah diteliti mampu mengurangi tingkat

26
keparahan dan memperbaiki kualitas hidup dari penderita tinitus.1,13
(Gambar 2.5)
1. Terapi Psikologis
 Konseling dan Psikoedukasi
Konseling dilakukan oleh audiologis atau otologis
mengenai penjelasan informasi tentang tinitus. Penjelasan
informasi yang diberikan biasanya berupa anatomi dan patologi
koklea, hilang pendengaran, proses mekanisme bagaimana suara
dapat didengar, mekanisme tinitus, stress, serta manajemennya.
Pentingnya melakukan konseling ini sebelum memulai terapi lain
agar pasien mendapatkan penjelasan yang baik mengenai gejala ini
sehingga termotivasi pula dalam program yang akan dijalankan.1,2
 Tinnitus Retraining Therapy (TRT)
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh
Jastreboff, berdasar pada model neurofisiologi adalah kombinasi
konseling terpimpin, terapi akustik, dan medikamentosa bila
diperlukan. Metode ini dikenal dengan Tinnitus Retraining Therapy
(TRT). Tujuan dari TRT adalah memicu dan menjaga reaksi
habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang
mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil dari modifikasi
hubungan sistem auditorik ke sistem limbik dan sistem saraf
otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus dengan
sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna
berupa penurunan toleransi terhadap suara.2,13
TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk
mengidentifikasi masalah dan keluhan pasien, menentukan
pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap suara di
sekitarnya, mengevaluasi kondisi emosional dan derajat stres
pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan konseling yang
tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi
terapi.2,13
 Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan suatu
pendekatan untuk membantu mengubah pola pikir penderita
terhadap tinitus dengan cara meminimalisir pikiran negatif
penderita terhadap gejala tinitus. Pendekatan ini terutama dilakukan

27
dengan bantuan psikolog dan harus rutin dijalankan beberapa
waktu. Beberapa literatur menunjukkan bahwa dengan gabungan
antara CBT dan sound therapy/stimulasi auditorik menunjukkan
peningkatan kualitas hidup pada pasien yang terganggu.2,13

2. Stimulasi Auditorik
 Sound Therapy
Baik suara dari lingkungan atau suara yang dibuat sendiri
keduanya dapat dipakai untuk penanganan tinitus. Penghasil suara
lingkungan merupakan suatu alat kecil yang menghasilkan suara
alam seperti bunyi ombak, air terjun, hujan, dan bunyi lainnya yang
bertujuan untuk merelaksasi dan menurunkan persepsi pasien
terhadap suara tinitus.2
 Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar sudah banyak dipakai untuk tatalaksana
pasien tinitus yang disertai dengan kehilangan pendengaran (baik
unilateral atau derajat ringan) untuk mengkompensasi input
auditorik pada batas frekuensi yang terganggu. Namun, suara
amplifikasi yang dihasilkan oleh alat bantu dengar terbatas pada
frekuensi tinggi dan tidak dapat memunculkan input auditorik pada
beberapa kasus kehilangan rambut organ korti. Sebuah studi
observasi menunjukkan manfaat dari penggunaan alat bantu dengar
pada pasien dengan tinitus hanya dapat kurang dari 6000 Hz dan
harus di dalam jarak amplifikasi alat bantu dengar. Masih
dibutuhkan studi – studi dengan randomized controlled trial untuk
membuktikan efekasi dari alat bantu dengar ini.2,13

 Cochlear Implants
Pada pasien dengan sensorineural hearing loss disertai
tinitus, sebuah penelitian melaporkan penurunan dari derajat tinitus
dengan dilakukannya cochlear implant. Studi lain juga
membuktikan manfaat implan koklear pada kasus berkurangnya
pendengaran sebelah dengan. Hal ini membuktikan implantasi
koklear menawarkan supresi tinitus yang bersifat jangka panjang
pada pasien dengan SNHL berat dengan cara merestorasi input
auditorik ke sistem pendengaran pusat.2

28
3. Farmakologi
Saat ini belum ada terapi medikamentosa untuk tinitus.
Terapi farmakologis yang ada bertujuan untuk meringankan gejala
tambahan seperti stres dan cemas yang diakibatkan oleh tinitus
dengan penggunaan obat golongan benzodiazepine atau
carbamazepine. Beberapa penelitian menyebutkan obat – obatan
tersebut juga meningkatkan reaksi individu tersebut terhadap
tinitus, namun karena efek samping dan ketergantungan maka tidak
disarankan obat – obatan tersebut untuk menjadi terapi primer bagi
tinitus.1,2
Pada penderita tinitus penggunaan berlebih dari alkohol,
kafein, atau obat yang merangsang sistem saraf pusat harus
dihindari. Beberapa obat yang sering dipakai sehari – hari seperti
aspirin, juga diketahui dapat menyebabkan tinitus.1

4. Stimulasi Otak
Stimulasi otak terapetik memungkinkan modulasi fokal
dari aktivitas neuronal dan diteliti dapat menormalisasi tinitus yang
terkait dengan abnormalitas dari aktivitas neuronal. Repetitive
transcranial magnetic stimulation dalam sebuah studi randomized
trial menunjukkan penurunan derajat keparahan tinitus setelah
dilakukan terapi ini. Kekurangan dari tatalaksana ini adalah variasi
efek antar individu yang tinggi, durasi dari efek yang sangat
singkat sehingga harus dilakukan secara berulang dengan biaya
yang cukup mahal.2
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery merekomendasikan beberapa hal dalam guideline
mengenai manajemen pada tinitus.1 (Tabel 2.3)

29
Tabel 2.3 Rekomendasi manajemen dan tatalaksana tinitus2

Pemakaian imaging untuk mendiagnosis tinitus sangat


tidak disarankan kecuali pasien memiliki salah satu dari gejala
seperti tinitus yang terlokalisasi pada 1 telinga, tinitus pulsatil,
adanya defisit fokal neurologis, atau kehilangan pendengaran
sebelah. Dimana gejala – gejala tersebut menunjukkan suatu tinitus
objektif yang jika dihilangkan penyebabnya, dapat menghilangkan
gejala tinitus dari pasien. Pemakaian obat – obatan seperti
antidepresan, antikonvulsan, anti cemas atau medikasi intratimpani
tidak disarankan untuk pengobatan primer tinitus persisten.
Suplemen seperti Ginkgo biloba, melatonin, zinc, juga tidak
disarankan karena belum jelas manfaatnya secara signifikan dalam

30
menurunkan gejala tinitus serta masih sedikitnya penelitian yang
dilakukan mengenai zat – zat tersebut. Terapi akupuntur juga masih
belum direkomendasikan oleh literatur. Pemakaian Transcranial
Magnetic Stimulation (TMS) tidak disarankan untuk pengobatan
rutin, karena sedikitnya manfaat yang diterima dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan.1

DAFTAR PUSTAKA

31
1. Tunkel DE, et al. Clinical Practice Guideline: Tinnitus Executive Summary.
American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery
2014;151(4):533-541.
2. Langguth B, Kreuzer PM, Kleinjung T, Ridder DD. Tinnitus: causes and
clinical management. Lancet Neurol 2013;12:920-30.
3. Baguley D, McFerran D, Hall D. Tinnitus. Lancet 2013;382:1600-07.
4. Markian R. Anatomi Telinga. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2011
5. Adams, Boies, Hingler, editor. Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke – 6. Jakarta:
EGC; 2009.
6. Mills JH, et al. Extended High Frequency Thresholds in Older Adults. J
Speech Lang Hear Res 1997;40:208 – 14.
7. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to System. 7 th Edition.
Cengage Learning. Amerika Serikat; 2008
8. Junqueira LC, Carneird J. Basic Histology Text and Atlas. 11th Edition.
McGraw-Hill’s. 2007. Chapter 23
9. Iskandar N, Sopeardi EA, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh.
FKUI Jakarta 2012.
10. Crummer RW, Hassan GA. 2004. Diagnostic Approach to Tinnitus. Am Fam
Physician. Vol 69(1):120-126.
11. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, et. al. Cummings Otolaringology Head
and Neck Surgery. Edisi Kelima. Philadelphia: Elsevier; 2010.
12. Hoare DJ, Hall DA. Clinical Guidelines and Practice: A Commentary of the
Complexity of Tinnitus Management. Evaluation & the Health Professions
2011;34(4):413-420.
13. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke
Enam. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

32

Anda mungkin juga menyukai