Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

KANKER PAYUDARA

DISUSUN OLEH
Merry Kartika

NIM 030.13.237

PEMBIMBING

dr. Syamsul Bahri, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

PERIODE 15 JANUARI – 23 MARET 2018


REFERAT

KANKER PAYUDARA

Telah disetujui oleh :

dr. Syamsul Bahri, Sp. B

Pada tanggal, Maret 2018

Dalam rangka memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Bedah RSUD Karawang

periode 15 Januari – 23 Maret 2018

Karawang, Maret 2018

Pembimbing,

(dr. Syamsul Bahri, Sp. B)

II
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas
Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ”Kanker Payudara”. Melalui
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Syamsul Bahri, Sp. B selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.
Tujuan dari pembuatan referat ini selain untuk menambah wawasan bagi penulis dan
pembacanya, juga ditujukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bedah di RSUD
Karawang.
Penulis sangat berharap bahwa referat ini dapat menambah wawasan mengenai kanker
payudara yang dimana penulis berharap bagi para pembacanya dapat meningkatkan
kewaspadaan sehingga dapat menskrining secara dini dan mencegah jatuh kedalam kondisi
yang buruk atau stadium lanjut.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga tugas ini
dapat memberikan tambahan informasi dan manfaat bagi kita semua. Aamiin
YaRabbalallamin.

Jakarta, Maret 2018

Merry Kartika

III
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. II

KATA PENGANTAR .................................................................................................... III

DAFTAR ISI ................................................................................................................ IV

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 5

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. EMBRIOLOGI ....................................................................................... 6


2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI ................................................................... 7
2.3. KANKER PAYUDARA
2.3.1 DEFINISI .............................................................................................. 12

2.3.2 EPIDEMIOLOGI .................................................................................... 13

2.3.3 ETIOLOGI ............................................................................................. 13

2.3.4 FAKTOR RISIKO...................................................................................... 14

2.3.5 PATOFISIOLOGI..................................................................................... 17

2.3.6 KLASIFIKASI............................................................................................ 17

2.3.7 STAGING................................................................................................ 21

2.3.8 PENEGAKAN DIAGNOSIS....................................................................... 29

2.3.9 DIAGNOSIS BANDING............................................................................ 33

2.3.10 TATALAKSANA..................................................................................... 34

2.3.11 PENCEGAHAN....................................................................................... 37

2.3.12 KOMPLIKASI ......................................................................................... 40

2.3.13 PROGNOSIS ........................................................................................... 40

BAB III. KESIMPULAN ............................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 42

IV
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang perempuan di
seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada perempuan dengan rerata 1,38
juta kasus baru dan sekitar 458.000 kematian akibatnya. Insiden kanker payudara bervariasi
secara global dimana Amerika Utara dan Eropa Barat merupakan daerah dengan jumlah
kasus tertinggi, kasus pertengahan terjadi di Amerika Selatan dan Eropa Timur, sedangkan
kasus yang relatif rendah terjadi di Asia. Kanker payudara merupakan satu di antara tiga
serangkai keganasan yang menyerang perempuan di Indonesia, yakni kanker payudara,
kanker serviks dan kanker kulit.1

Sekitar 48% insiden kanker payudara terjadi pada perempuan berusia lebih dari 65
tahun dan 30% pada perempuan berusia lebih dari 70 tahun. Hanya sekitar sepertiga kasus
yang terdiagnosis pada perempuan premenopause, namun kanker payudara yang terdiagnosis
pada usia muda menunjukkan gambaran klinikopatologi yang lebih agresif dengan angka
harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua. Faktor
prognostik yang terpenting adalah ukuran tumor primer, metastasis ke kelenjar getah bening,
dan adanya lesi di tempat jauh. Diperlukan pula pengetahuan mengenai bermacam bentuk
morfologi sel kanker payudara untuk mengetahui karakteristik klinis serta prognosis
penyakit.2

Pada negara berkembang, tingkat kelangsungan hidup didapatkan rendah dikarenakan


kurangnya program deteksi dini dan fasilitas yang terbatas, sehingga banyak didapatkan dari
mereka yang baru mengetahui sudah stadium lanjut. Pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) dilakukan untuk menurunkan angka mortalitas kanker payudara dengan
penemuan kanker payudara sedini mungkin dan pengobatan saat ukuran masih kecil sebelum
kanker tersebut bermetastasis. Penemuan kanker payudara sedini mungkin yang didiagnosis
dan diobati secara benar akan menambah harapan hidup penderita kanker payudara. Angka
harapan hidup selama 10 tahun untuk penemuan kanker pada stadium I sebesar 70%-80%,
stadium II 43%, stadium III kurang dari 11,2%, dan stadium IV 0%.3

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi

Payudara merupakan kelenjar keringat yang mengalami modifikasi dan berkembang lebih
kompleks pada wanita dan rudimenter pada pria. Dalam embrio manusia, payudara dikenal
sebagai “milk streak” dalam sekitar minggu keenam perkembangan fetus, dimana terjadi
penebalan pada lapisan epidermis pada bagian ventral, superfisial dari fasia pektoralis serta
otot-otot pektoralis mayor dan minor. Penebalan ini dikenal sebagai tunas susu, berkembang
dalam bagian pectoralis badan embrio. Peninggian linear tegas ini terbentang bilateral dari
aksila ke regio inguinal dan dikenal sebagai garis susu atau mammary ridge. Lokasi pectoralis
payudara pada manusia hanya ditempati pada primata tinggi spesies mamalia.4,5

Gambar 1. A. Milk line dari embrio mamalia

B. Tempat umum terbentuknya kelenjar mamma

Ketika mencapai minggu 9 perkembangan dalam rahim, garis susu menjadi atrofi, kecuali
pada daerah pectoralis dan pengenalan pertama primodium payudara (tunas puting susu)
jelas. Saat mencapai minggu ke 12 embriogenesis, tunas puting susu diinvasi oleh epitel
skuamosa ektodermis. Pada bulan ke 5, jaringan ikat mesenkim menginfiltrasi primordium
payudara dan berdiferensiasi ke 15 sampai 20 filamen padat yang terdistribusi simetris di

6
bawah kulit tunas puting susu. Duktus mamae berkembang sebagai pertumbuhan ke dalam
ventral dari sisa embriologi ini, yang terbagi dalam duktus susu primer dan berakhir dalam
tunas lobulus. Kemudian tunas ini berproliferasi ke dalam asinus setelah dimulai rangsangan
estrogen ovarium. Selama pertumbuhan dalam rahim, duktus susu primer bercabang dan
membelah luas. Pada bulan ke tujuh sampai ke delapan dalam rahim, duktus berkanulasi
membentuk lumen yang berhubungan dengan duktus lactifer tidak matang.5

Saat lahir, tunas puting susu mempunyai cekungan sentral yang sesuai dengan area yang
dipenetrasi oleh lumen duktulus susu primer. Segera setelah lahir, penetrasi tunas puting susu
lengkap ia bereversi dan lebih diinvasi oleh sel basaloid yang dipigmentasi gelap untuk
membentuk areola.5

Gambar 2. Pembentukan payudara

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit dan di atas otot dada.
Mammae terletak di iga kedua di sebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah
bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke garis midaksilaris sebagai batas
lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian
M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus. Setiap payudara
terdiri dari 12 sampai 20 lobulus kelenjar tubuloalveolar yang masing-masing mempunyai
saluran ke puting susu yang disebut duktus laktiferus. Diantara kelenjar susu dan fasia
pektoralis serta diantara kulit dan kelenjar payudara terdapat jaringan lemak. Diantara lobulus
terdapat ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara.

7
Setiap lobulus terdiri dari sel-sel yang terdiri dari sel epitel kubus dan mioepitel yang
mengelilingi lumen. Sel epitel mengarah ke lumen, sedangkan sel mioepitel terletak diantara
sel epitel dan membran basalis. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum
Cooper akan mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit
yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau
d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan
kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit.

Gambar 2. Dumpling of the breast


Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang a. perforantes anterior dari
a.mammaria interna. Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan n.
interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik. Aliran limfe dari
payudara sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke kenjar parasternal dan interpektoralis.

Gambar 3. Anatomi Payudara

8
Secara fisiologis, payudara mengalami berbagai perubahan yang dipengaruhi oleh
hormonal. Pada saat pubertas, estrogen dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium dan
pengaruh hipofisa anterior menyebabkan berkembangnya duktus dan asinus. Sesuai dengan
siklus menstruasi, terjadi peningkatan estrogen dan progesteron sehingga terjadi proliferasi
sel dan retensi cairan. Pada saat kehamilan, terjadi proliferasi sel akibat pengaruh estrogen,
progesteron, laktogen plasenta dan prolaktin. Pada saat menyusui terjadi peningkatan
produksi prolaktin dan penurunan estrogen dan progesteron, sedangkan pada saat menopause
terjadi involusi payudara diikuti dengan berkurangnya jumlah kelenjar.6

Akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper pada penyakit yang invasive. Dapat diperjelas

dengan penekanan oleh tangan. Struktur payudara terdiri atas:


- Parenkim epithelial
- Lemak, pembuluh darah, syaraf dan saluran getah bening
- Otot dan fasia
Vaskularisasi 1,3
1. Arteri
Payudara mendapat perdarahan terutama dari cabang arteri profantes anterior dari areteri
mammaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris, dan beberapa
arteri interkostalis.

2. Vena
Pada payudara terdapat tiga grup vena:
a. Cabang-cabang perforantes v. mammaria intema
b. Cabang-cabang v. aksilaris
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada v. Interkostalis

Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah
dari kelenjar mammae. Vena-vena ini mengikuti arterinya. Vena aksilaris terbentuk dari
gabungan vena brachialis dan vena basilica, terletak di medial atau superficial terhadaop
arteri aksilaris, menerima juga 1 ata 2 cabang pectoral dari mammae. Setelah vena ini
melewati tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena
intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena cava
superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.

9
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-
paru.Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.
3. Limfe
Penyaluran limfe dan mammae sangat penting peranannya dalam metastases sel kanker.
a. Bagian terbesar disalurkan ke nodi lymphoidei axillares, terutama ke kelompok pectoral,
tetapi ada juga yang disalurkan ke kelompok apical, subskapular, lateral, dan sentral.
Terdapat enam grup kelenjar getah bening axilla:

Gambar 4. Aliran limfatik payudara

i. Kelenjar getah bening mammaria eksterna, terletak dibawah tepi lateral m.


pectorals mayor, sepanjang tepi medial aksila.
ii. Kelenjar getah bening scapula, terletak sepanjang vasa subskapularis dan
thorakodorsalis, mulai dari percabangan v. aksilaris menjadi v. subskapularis
sampai ke tempat masuknya v. thorako-dorsalis ke dalani m. latissimus dorsi.
iii. Keleniar getah bening sentral (Central node), terletak dalam jaringan lemak di
pusat ketiak. Kelenjar getah bening ini relatif mudah diraba dan merupakan
kelenjar getah bening yang terbesar dan terbanyak.
iv. Kelenlar getah bening interpectoral (Rotter’s node), terletak diantara m.
pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami pektoralis v. thorakoakromialis.
v. Kelenjar getah bening v. aksilaris, terletak sepanjang v. aksilaris bagian lateral,
mulai dari white tendon m. lattisimus dorsi sampai ke medial dan percabangan
v. aksilanis — v. thorako-akromalis.
vi. Kelenjar getah bening subklavikula, mulai dari medial percabangan v.
Aksilaris-v. thorako-akromialis sampai dimana v. aksilanis menghilang

10
dibawah tendon m. subklavius. Kelenjar ini merupakan kelenjar axial yang
tertinggi dan termedial letaknya. Semua getah bening yang berasal dan
kelenjar-kelenjar getah bening aksila masuk ke dalam kelenjar ini.

b. Sisanya disalurkan ke nodi limphoidei infraclaviculares, supraclaviculares, dan


parasternales. Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical,
atau contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1). Yang
termasuk KGB regional :
I. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena aksilaris
dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat :

a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan
KGB interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor
termasuk subclavicular, infraclavicular, or apical Catatan : KGB intramammary
disandikan sebagai KGB aksila.

Gambar 5. Kelompok kelenjar getah bening aksila.

Level I meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak lateral dari
M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa kelenjar getah bening
yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor.

11
II. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi
sternum dalam fascia endothoracica.
4. Persyarafan
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis dan nervus
interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri dipersarafi oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubung dengan penyulit paralisis dan mati rasa
pasca bedah, yakni nervus interkostobrakialis, nervus kutaneus brakialis medialis yang
mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila,
saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi mati rasa pada daerah tersebut. 4
syaraf nervus pektoralis yang menginervasi muskulus pektoralis mayor dan minor,
nervus torakodorsalis yang menginervasi muskulus latissimus dorsi, dan nervus
torakalis longus yang menginervasi muskulus serratus anterior sedapat mungkin
dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.

Gambar 6. Saraf-saraf perifer pada mamae

1.3 Kanker Payudara


1.3.1 Definisi
Cancer atau kanker berasal dari bahasa latin crab yang berarti kepiting dimana diartikan
sebagai penyebaran, dimana kanker diartikan sebagai kondisi sel telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya. Sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak normal,
cepat, dan tidak terkendali. Kanker Payudara ini sendiri diartikan sebagai tumor ganas yang
tumbuh di dalam jaringan payudara. Jaringan payudara terdiri dari kelenjar susu (kelenjar
pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu), dan jaringan penunjang payudara, atau

12
juga didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenkim.
Oleh Word Health Organization (WHO) penyakit ini dimasukkan ke dalam International
Classification of Disease (ICD) dengan kode 174-175. Kanker payudara terjadi karena
adanya kerusakan pada gen yang mengatur pertumbuhan dan differensiasi sehingga sel itu
tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat dikendalikan. Penyebaran kanker payudara terjadi
melalui pembuluh getah bening dan tumbuh di kelenjar getah bening, sehingga kelenjar getah
bening aksila ataupun supraklavikula membesar. Kemudian melalui pembuluh darah kanker
menyebar ke organ lain seperti paru-paru, hati dan otak.7

1.3.2 Epidemiologi

Semua wanita memiliki risiko terkena kanker payudara. Kanker payudara juga bisa
menyerang pria dengan perbandingan 1 : 100 antara pria dengan wanita.Kanker payudara
ditemukan di seluruh dunia. Tahun 2003, insidens kanker payudara di Belanda 91 per
100.000 penduduk, Amerika 71,7 per 100.000 penduduk, Swiss 70 per 100.000 wanita,
Australia 83,2 per 100.000 penduduk, Kanada 84,7, Indonesia 26 per 100.000 wanita pada
tahun 2002 dan Jepang 16 per 100.000 penduduk.8,9,20

Kanker payudara lebih sering dijumpai pada umur 40-49 tahun yaitu sebesar 30,35%.
Menurut salah satu sumber di Amerika frekuensi kanker payudara tertinggi ditemukan pada
umur 40-50 tahun. Demikian juga di Jepang yaitu sebesar 40,6% kanker payudara ditemukan
pada umur 40-49 tahun dan jarang pada umur kurang dari 30 tahun.8

1.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Kanker payudara merupakan hasil dari mutasi pada salah satu atau beberapa gen. Dua
di antaranya terletak pada kromosom 17. Gen yang paling berpengaruh disebut dengan
BRCA-1 (pada lokus 17q21), yang lainnya adalah gen p53 (pada lokus 17p13). Gen ketiga
adalah BRCA-2 yang terletak pada kromosom 13. Gen keempat yang juga terlibat adalah gen
reseptor androgen pada kromosom Y. Mutasi gen ini berhubungan dengan insiden kanker
payudara pada pria. 9

Etiologi kanker payudara masih belum diketahui dengan pasti hingga sekarang namun
yang paling diyakini sebagai penyebab adalah paparan terhadap mutagen. Mutagen ini bisa
berupa mutagen endogen yaitu radikal bebas seperti lipid peroksidase dan malondyaldehida
(MDA) juga mutagen eksogen yaitu radiasi. Virus juga diduga sebagai penyebab namun
belum dapat dibuktikan pada manusia.

13
2.3.4 Faktor resiko

 Usia:
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada
wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause. Kanker dapat
didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya
cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut,
sehingga survival rates-nya lebih rendah.

 Riwayat kanker payudara :


Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara mempunyai
risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang lainnya.

 Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau saudara
perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota
keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko juga meningkat
bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker
payudara.

 Riwayat Tidak Menyusui Anak/Menyusui dalam Waktu Singkat


Wanita menyusui akan mengeluarkan hormon yang disebut prolaktin. Di dalam tubuh,
hormon prolaktin akan menekan paparan hormon estrogen. Kebiasaan menyusui
berhubungan dengan siklus hormonal, dimana setelah proses melahirkan kadar hormon
estrogen dan hormon progesteron yang tinggi selama kehamilan akan menurun dengan
tajam. Menurunnya hormon tersebut selama menyusui akan mengurangi pengaruh
hormon tersebut terhadap proses profilerasi jaringan termasuk jaringan payudara yang
memicu terjadinya kanker payudara.

 Usia Kehamilan Pertama ≥ 30 tahun :


Risiko kanker payudara menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan usia
saat kehamilan pertama. Hal ini disebabkan karena adanya rangsangan pematangan dari
sel-sel pada payudara yang diinduksi oleh kehamilan, yang membuat sel-sel ini lebih
peka terhadap transformasi yang bersifat karsinogenik

14
 Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal
pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel
abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].

 Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2
termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan
invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon.
Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well
differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1
dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen
BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada
usia yang lebih dini.

 Riwayat reproduksi dan menstruasi :


Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan
efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti
menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang terlambat (di
atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir
dari epitel payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif,
sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker
meningkat.

 Penggunaan Kontrasepsi Hormonal :


Penggunaan pil KB pada waktu yang lama dapat meningkatkan wanita terkena risiko
kanker payudara karena sel-sel yang sensitif terhadap rangsangan hormonal mungkin
mengalami perubahan degenerasi jinak atau ganas.

 Radiasi pada daerah dada :


Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara) sebelum
usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan meningkat di

15
kemudian hari.

 Kepadatan jaringan payudara :


Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk menjadi
kanker payudaranya meningkat.

 Overweight atau Obese setelah menopause:


Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause meningkat
pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen utama pada wanita
postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari
jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan
estrogen jangka panjang.

 Kurangnya aktivitas fisik :


Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnyakurang, risiko untuk menjadi kanker
payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu mengurangi peningkatan
berat badan dan obesitas. menopausal hormone therapymemakai estrogen, atau
mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga meningkatkan risiko
kanker.

 Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol
mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan
perlemakan hati sehingga meningkatkan juga kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi
banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,
sehingga akan meningkatkan risiko kanker. 9

16
2.3.5 Patogenesis(6)

Tumor genesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya


berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor atau mayor. Terdapat
dua jenis sel utama pada kanker payudara orang dewasa, yaitu sel mioepitel atau sekretorik
lumen.

Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologi dalam perjalanan
menuju keganasan. Terjadi hyperplasia ductal, ditandai dengan proliferasi sel epitel
poliklonal yang tersebar tidak rata, yang pola kromatin dan bentuk intinya saling tumpang
tindih, dan lumen duktus yang tidak teratur. Semua itu sering menjadi tanda awal keganasan.
Sel-sel tersebut relatif memiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara
sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal) yang sitoplasma
selnya lebih jelas, intinya lebih jelas, dan tidak tumpang tindih, serta lumen duktus yang
teratur, secara klinis meningkatkan resiko kanker payudara.

Setelah hipervlasia atipik, tahap selanjutnya adalah timbulnya karsinoma in situ, baik
karsinoma ductal atau lobuler. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki
gambaran sitology sesuai dengan keganasan, tetapi proloferasi sel tersebut belum menginvasi
stroma dan menembus membrane basal.

Karsinoma in situ lobuler biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan


bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma
in situ ductal merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga
memberikan penampilan yang beragam.

Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor
tumbuh menjadi invasive, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehngga
menimbulkan metastasis.

2.3.6 Klasifikasi
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel kanker
yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan
membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul

17
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster
atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.10
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang secara
jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan
tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker
payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS
dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung lebih
invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat, terlihat lebih
kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform.11 Tipe kedua,
disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai
sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

A B
Gambar 4 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

18
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai
tipe kanker payudara non-invasif.10 Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi
tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute,
Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker
invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 5 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974.
Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi
bertangkai, ulserasi, atau halus.10 Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS
(Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif.
Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau
perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease
meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran
tumor dan adanya kanker invasif.

19
II. Invasive ductal carcinoma11
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker ini
mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini
biasanya terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai
keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan
garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel
kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Karsinoma meduler kerap merupakan keganasan pada payudara yang dikaitkan dengan BRCA I
(1,9% pada kasus kanker payudara BRCA). Pada pemeriksaan fisik, karsinoma jenis ini berukuran
besar, jauh di dalam payudara. KAnker ini teraba lunak dan bersifat hemoragik. Pembesaran cepat
ukuran tumor mungkin berasal dari nekrosis dan perdarahan dalam massa tumor. Sekitar 50%
karsinoma meduler beraitan dengan DCIS pada tepi tumornya. Hanya 10% sel karsinoma meduler
payudara yang memiliki reseptor hormone. Penderita karsinoma meduler memiliki angka harapan
hidup 5 tahun yang lebih baik dibandingkan penderita kanker ductal invasive atau kanker lobuler
invasive.

c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)


Karsinoma musinosus disebut juga karsinoma koloid, merupakan jenis kanker payudara yang biasa
timbul pada orang lanjut usia berupa massa yng cukup besar. Tumor ini merupakan kumpulan musin
ekstraseluler yang didalamnya terdapat sel kanker grade rendah. Kadang terjadi fibrosis dalam massa
tumor sehingga tumor teraba sebagai massa yang agak kenyal. Sekitar 66% tumor ini memiliki
reseptor hormone. Metastasis ke kelenjar getah bening terjadi pada 33% kasus dan rata-rata harapan
hidup 5 dan 10 tahunnya sebesar 73% dan 59%.

d. Papillary carcinoma (2%)


Kanker payudara ini biasanya muncul pada wanita usia 70 tahunan dan banyak dijumpai pada wanita
non kaukasia. Karsinoma papiler biasanya kecil dan diameternya tidak lebih dari 3 cm. Metastasis ke
kelenjar getah bening aksila jarang terjadi. Angka harapan hidup 5 tahun dan 10 tahun setara dengan
karsinoma tubuler dan musinosus.

e. Tubular carcinoma (20%)


Karsinoma ini ditemukan pada 20% wanita yang menjalani skrining mamografi pada periode
perimenopause dan awal pascamenopause. Pada 10% penderita karsinoma tubuler atau kribiformis
invasive, jenis kanker payudara yang berkerabat dekat dengan karsinoma tubuler, ditemukan

20
metastasis aksila yang biasanya terbatas di kelenjar getah bening paling abwah (level I), namun
adanya metastasis pada level II dan III tidak memperburuk angka harapan hidup. Metastasis jauh
jarang terjadi pada karsinoma tubuler dan karsinoma kribiformis.

III. Invasive lobular carcinoma (10%)12


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran histopatologi meliputi sel-
sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat
mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell
carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang
tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

2.3.7 Staging 12
AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun panduan penentuan stadium
dan derajat tumor ganas payudara menurut system TNM.

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's disease
yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran tumor)

T1 Tumor ≤ 2 cm

T1mic Microinvasion ≤ 0.1

T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

21
T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau


kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada nodul
satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c Kriteria T4a dan T4b

T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau


terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
ipsilateral

N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan

22
KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi
secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau
metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan
KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening Regional—Patologi anatomi (pN)

pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan
tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC)
diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm,
biasanya dideteksi hanya dengan immunohistochemical (IHC) atau metode
molekuler

pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan


molekuler (-) (RT-PCR)

pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan


molekuler (+) (RT-PCR)

pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

23
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui


diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla

pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis ke
KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke
KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis
microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis ke
KGB infraklavikula

pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla dan
dalam KGB internal mammary dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi
melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak secara klinis

pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

24
Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Pengelompokan stadium berdasarkan AJCC :

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 NO M0

Stadium IIA T0-1 N1 M0

T2 N0 M0

Stadium IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stadium IIIA T0-3 N2 M0

T3 N1-2 M0

Stadium IIIB T4 N0-2 M0

Stadium IIIC Setiap T N3 M0

Stadium IV Setiap T Setiap N M1

25
Stadium I : Tumor yang berdiameter kurang 2 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan
tanpa penyebaran jauh. Tumor terbatas pada payudara dan tidak terfiksasi pada kulit dan otot
pektoralis

Stadium IIa : Tumor yang berdiameter kurang 2 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN)
dan tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter kurang 5 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.

26
Stadium IIb : Tumor yang berdiameter kurang 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN)
dan tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter lebih 5 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.

Stadium IIIa : Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN)
tanpa penyebaran jauh.

27
Stadium IIIb : Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN)
dan terdapat penyebaran jauh berupa metastasis ke supraklavikula dengan keterlibatan
limfonodus (LN) supraklavikula atau metastasis ke infraklavikula atau menginfiltrasi /
menyebar ke kulit atau dinding toraks atau tumor dengan edema pada tangan. Tumor telah
menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di
payudara. Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum
menyebar ke pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian
lain dari organ tubuh.

Stadium IIIc : Ukuran tumor bisa berapa saja dan terdapat metastasis kelenjar limfe
infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe
mammaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar limfe
supraklavikular-ipsilateral.

28
Stadium IV : Tumor yang mengalami metastasis jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver atau
tulang rusuk.13

2.3.8 Penegakan Diagnosis


Anamnesis :
Gejala yang yang paling sering meliputi 9:
1. Penderita merasakan adanya rasa tidak nyaman dan atau perubahan pada
payudara atau pada puting susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Nyeri yang bervariasi dengan siklus haid dan independen dari siklus haid
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan
meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu
dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.10

29
Pemeriksaan fisik : 9
I. Inspeksi
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.

Gambar 12. Inspeksi mammae

II. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba
atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya,
bentuk, batas,mobilitas atau fiksasinya.10

Gambar 13 . Palpasi mammae

Pemeriksaan penunjang :
Ada beberapa pemeriksaan penunjang. Namun secara umum terbagi dua yaitu
noninvasive dan invasive.

30
A. Non invasive

- Mamografi
Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara,
sebagai tindak lanjut pascamastektomi (deteksi tumor prime kedua dan rekurensi
di payudara kontralateral), dan pasca-breast conserving therapy (BCT) untuk
mendeteksi kambuhnya tumor primer kedua (walaupun lebih sering dengan MRI),
adanya adenokarsinoma metastatic dari tumor primer yang tidak diketahui
asalnya, dan sebagai program skrining. Mamografi biasa dilakukan pada wanita
diatas 35 tahun karena lebih mudah diinterpretasikan. Temuan mamograf yang
menunjukkan kelainan yang mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk
spikula, distorsi atau iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang
disertai pembesaran kelnjar limfe. Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut
dengan FNAB, core biopsy, atau biopsy bedah.

- Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan kista
dengan tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya dapat dipastikan
dengan melakukan pemeriksaan sitology aspirasi jarum halus (FNAB), core
biopsy, biopsy terbuka, atau sentinel node biopsy.

- MRI
MRI dilakukan pada pasien muda, karena gambaran mamografi kurang jelas
pada payudara wanita muda, untuk mendeteksi adanya rekurensi pasca-BCT,
mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan fisik
dan penunjang lainnya kurang jelas.

- Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu terapi target,
antara lain pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR (progesterone receptor),
c-erbC-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53 (bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2.

B. Invasive

- Biopsi
Jenis biopsy yang dapat dilakukan yaitu biopsy jarum halus (fine needle
aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah. FNAB

31
hanya memungkinkan evaluasi sitology (sel), sedangkan biopsy jarum besar dan
biopsy bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara sehingga ahli
patologi dapat menentukan apakah tumor bersifat invasive atau tidak, sehingga
pemeriksaan histopatologi sebagai “Gold Standart” pada kasus kanker termasuk
kanker payudara.9

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan


sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan
sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive
dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative
sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan
massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya
menunjukkan hasil negatif.9

Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan


dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle
biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan
cost-effective dengan anestesi lokal.11

Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan
tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB
atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat
dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus
dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau
biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa payudara
yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa
tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu
inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi
eksisional, seluruh massa payudara diambil.11

Untuk mendukung pemeriksaan klinis , mamografi dan ultrasonografi dapat


membantu deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiologi untuk staging yaitu
dengan rontgen thoraks, usg abdomen (hepar), dan bone scanning.

32
Pemeriksaan yang wajib dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis,
antara lain :

- Ultrasonografi payudara kontra lateral


- Mammografi
- Foto thorax
- Usg abdomen

Sedangkan pemeriksaan lainnya dilakukan hanya atas indikasi, antara lain :

- Bone scanning
Dilakukan jika sitologi dan atau klinis sangat dicurigai ganas atau pada lesi
> 5 cm

- Computed Tommography scan (CT-Scan)


Dilakukan jika ada kecurigaan infiltrasi tumor ke dinding dada atau
metastasi ke paru

- CT abdomen
Jika pada klinis terdapat kecurigaan metastasi ke organ intraabdomen
namun tidak terdeteksi oleh usg

- Scintimamography
Jika terdapat kecurigaan residif atau residu

- MRI
Dilakukan untuk kasus dengan kecurigaan ca mammae intraduktal.14

2.3.9 Diagnosa banding

1. Keganasan lainnya dari payudara ( sarkoma-limfoma maligna ekstra nodal dll )


2. Tumor phyllodes ( ganas dan jinak ).
3. Mastitis yang luas ( terutama mastitis tuberkulosa )

2.3.10 Tatalaksana15
Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung
pada stadium klinis penyakit, yaitu :

33
A. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah terapi untuk membuang tumor, memperbaiki komplikasi dan
merekonstruksi efek yang ada melalui operasi. Namun tidak semua stadium kanker dapat
disembuhkan atau dihilangkan dengan cara ini. Semakin dini kanker payudara ditemukan
kemungkinan sembuh dengan operasi semakin besar. Jenis-jenis operasi yang dilakukan
yaitu :
I. Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 3 jenis mastektomi yaitu :

1. Modified Radical Mastektomi, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara, yang


terdiri dari seluruh stroma dan parenkhim payudara, areola, puting susu dan kulit diatas
tumornya disertai diseksi kelenjar getah bening aksila ipsilateral serta otot pektoralis
mayor dan minor secara enbloc. Rekomendasi pada pasien yang tumornya yang mengenai
otot pektoralis mayor dan keganasan jaringan lunak pada payudara.

2. Simple Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja kebanyakan


nodus limfe saja tanpa otot pektoralis dan tanpa kelenjar limfe di aksila, saat ini dikenal
dengan metode skin-sparing mastectomy. Rekomendasi pada pasien yang tumornya
dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar limfe

3. Mastektomi Partial (Breast Conservation Surgery), Tindakan konservatif terhadap


jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara
normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi
tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi
partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II.Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor
primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis
lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma
mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal
yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga
permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.Saat ini, sentinel node biopsy
merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya

34
pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB
akilla tidak dilakukan. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar
tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.

II. Pengangkatan Kelenjar Getah Bening (KGB) Ketiak.


Pengangkatan KGB Ketiak dilakukan terhadap penderita kanker payudara yang menyebar
tetapi besar tumornya lebih dari 2,5 cm.

III. Salfingo Ovariektomi Bilateral (SOB)


Salfingo ovariektomi bilateral adalah pengangkatan kedua ovarium dengan/tanpa
pengangkatan tuba falopii baik dilakukan secara terbuka ataupun per-laparaskopi.
Tindakan ini boleh dilakukan oleh spesialis bedah umum atau Spesiali Konsultan Bedah
Onkologi, dengan ketentuan tak ada lesi primer di organ kandungan. Indikasi : Karsinoma
payudara stadium IV premenopausal dengan reseptor hormonal positif.

b. Terapi Radiasi
Radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih
tersisa di payudara setelah operasi. Efek pengobatan ini adalah tubuh menjadi lemah, nafsu
makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam serta Hb dan leukosit
cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi. Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X
dengan intensitas tinggi untuk membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
Radioterapi dilakukan setelah BCT, mastektomi simple, mastektomi radikal di modifikasi
serta sebagai terapi paliatif.

c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair
atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Obat-obatan ini tidak
hanya membunuh sel kanker pada payudara , tetapi juga seluruh sel dalam tubuh. Efek dari
kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok. Obat kemoterapi
digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan
pembedahan). Obat kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan. Salah
satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim
yang ada pada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker saja.

35
d. Terapi Hormon
Pemberian hormon dilakukan apabila penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh. Terapi
hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi. Terapi hormonal dapat
menghambat pertumbuhan tumor yang peka horman dan dapat dipakai sebagai terapi
pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir. Dapat diberikan anti-esterogen
(tamoksifen, toremifen), analog LHRH, inhibitor aromatase selektif (anastrazol, letrozol),
agen progestasional (megesterol asetat), agen androgen dan prosedur ooforektomi.

e. Terapi Imunologi

Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu pertumbuhan


atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara
khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat
menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan
kelayakan terapi dengan trastuzumab.

f. Biomarker

karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu faktor
yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan biologik
pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini
digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk
perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1)
petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2)
petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth
factor receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal
growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.18

2.3.11 Pencegahan
- Pencegahan primer17
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kanker pada orang sehat yang
memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Pencegahan primer dilakukan terhadap
individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Rekomendasi untuk deteksi

36
kanker payudara dini menurut American Cancer Society :
 Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terus-
menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
 Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara (termasuk
mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter,
dianjurakan setiap 3 tahun.
 Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai umur
20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.
 Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.
 Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan
konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak.
 Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap tahun.
 Wanita termasuk risiko tinggi bila : - mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau
BRCA2 - mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang
memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan
pemeriksaan genetik - mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor
risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga pernah mendapat radioterapi pada
dinding dada saat umur 10-30 tahun .
 Mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan- Riley-
Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu
sindrom-sindrom ini.
 Wanita dengan risiko sedang bila : - mempunyai risiko kanker 15-20% menurut
penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga - mempunyai riwayat
kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ (DCIS), lobular carcinoma in
situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular hyperplasia
(ALH) - mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram.

37
Beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain:
SADARI
Semua wanita di atas umur 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan
untuk menemukan ada tidaknya benjolan pada payudara. SADARI optimum dilkukan
pada sekitar 7-14 hari setelah awal siklus menstruasi karena pada masa itu retensi cairan
minimal dan payudara dalam keadaan lembut, tidak keras, membengkak sehingga jika ada
pembengkakan lebih mudah ditemukan.Manfaat dari SADARI yaitu dapat mendeteksi
ketidaknormalan atau perubahan yang terjadi pada payudara, serta untuk mengetahui
benjolan payudara karena penemuan secara dini adalah kunci untuk menyelamatkan hidup.

Langkah-langkah SADARI dapat dilakukan seperti pada gambar:

Gambar 14 .SADARI tahap I

38
Gambar 15. SADARI tahap II

 Pemeriksaan Mammografi
Menurut American Cancer Society mammografi dilaksanakan dengan
beberapa pertimbangan antara lain:14

1. Untuk perempuan berumur 35-39 tahun, cukup dilakukan 1 kali mammografi.


2. Untuk perempuan berumur 40-50 tahun, mammografi dilakukan 1-2 tahun
sekali.
3. Untuk perempuan berumur di atas 50 tahun, mammografi dilakukan setiap
tahun dan pemeriksaan rutin.

- Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap
penderita kanker payudara dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang
tepat. Penanganan yang tepat pada penderita kanker payudara sesuai dengan

39
stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan, mencegah komplikasi penyakit, dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan sekunder dapat dilakukan
dengan pemeriksaan klinis serta anamnesis dan penatalaksanaan medis yang tepat

- Pencegahan tersier
Pencegahan tertier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit
dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain serta perbaikan di bidang psikologis,
sosial, dan spritual

Untuk mengurangi ketidakmampuan dapat dikakukan Rehabilitasi supaya


penderita dapat melakukan aktivitasnya kembali. Upaya rehabilitasi dilakukan baik
secara fisik, mental, maupun sosial, seperti menghilangkan rasa nyeri, harus
mendapatkan asupan gizi yang baik, serta dukungan moral dari orang terdekat.

2.3.11 Komplikasi
Dapat bermetastasis ke jaringan sekitar melalui jaringan limfe seperti paru, pleura,
tulang, hati.

2.3.12 Prognosis14
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-
1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program
data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium
IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium
IV adalah 18%. Penurunan yang signifikan dalam angka kematian terkait kanker
payudara di Amerika Serikat 1975-2000 dikaitkan dengan peningkatan terus di kedua
mamografi skrining dan pengobatan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
kejadian kanker payudara dan kelangsungan hidup dengan deteksi dini tetap menjadi
landasan pengendalian kanker payudara.19

40
BAB III

KESIMPULAN

Kanker payudara adalah tumor ganas pada jaringan payudara. Jaringan payudara terdiri
dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu), dan
jaringan penunjang payudara.
Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang perempuan di
seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada perempuan dengan rerata 1,3
juta kasus baru dan sekitar 458.000 kematian akibatnya.
Untuk mendukung pemeriksaan klinis , mamografi dan ultrasonografi dapat membantu
deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiologi untuk staging yaitu dengan rontgen thoraks,
usg abdomen (hepar), dan bone scanning, juga terpenting pemeriksaan histopatologi sebagai
“Gold Standart” pada kasus kanker termasuk kanker payudara untuk menentukan apakah
tumor bersifat invasive atau tidak.
Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan untuk menurunkan angka mortalitas
kanker payudara dengan penemuan kanker payudara sedini mungkin dan pengobatan saat
ukuran masih kecil sebelum kanker tersebut bermetastasis serta penemuan diagnosa kanker
payudara sedini mungkin yang didiagnosis dan diobati secara benar akan menambah harapan
hidup penderita kanker payudara.

41
DAFTAR PUSTAKA
1. Ellen W. Breast cancer screening. N Engl J Med. 2014;(365):1025-32.
2. Crum CP, Lester SC, Cotran RS. Sistem genitalia perempuan dan payudara. Dalam:
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, editor (penyunting). Buku Ajar Patologi Robbins
Volume 2. Edisi ke-7. Jakarta:EGC; 2007.hlm. 788-801.
3. Mitchell JM, Mathews HF, Mayne L. Differences in Breast Self-Examination
Techniques between Caucasian and African American Elderly Women. Journal of
Women’s Health. 2005;14(6):476-84
4. Sjamsuhidajat R, De Jong W, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, 3rd ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC . 2011.
5. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th Ed. North Carolina: Williams and
Wilkins. 2015. P.242-266.
6. Juan Rosai. Ackerman’s Surgical Pathology. volume I. 9th edition.
7. Siallagan S., 2004. Karakteristik penderita kanker payudara yang dirawat inap di
RSUD dr Pirngadi Medan tahun 1999 – 2003, Skripsi, FKM USU Medan.
8. Moningkey, S., I., 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000.
Jakarta.
9. Swartz M. Textbook of physical diagnosis. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier;
2010. P 455-475
10. Brunicardi F. Schwartz's principles of surgery. 10th ed. New York: McGraw-Hill
Education Medical; 2016. P. 497-557
11. Sabiston. Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
19th ed. Philadelphia, PA: Saunders/ Elsevier; 2012. P 823-866
12. Kumar et al. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Chicago,IL:
Saunders/ Elsevier. 2010
13. Schrock. TR. Dharma A (alih bahasa). 2006. Ilmu Bedah. Edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGC Jakarta
14. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN). Panduan Nasional Penanganan
Kanker : Kanker Payudara. Available at :
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf (Accessed 1 juli 2016)
15. Gede I., D., S., 2000, Onkologi Klinik. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta
16. WHO (2006).Kanker payudara. http;//www.WHO.go.org

42
17. Williams NS. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery. 26th ed. Boca Raton, FL:
CRC Press; 2013. P 798-819
18. Duffy MJ. Urokinase plasminogen activator and its inhibitor, PAI-1, as prognostic
markers in breast cancer: from pilot to level 1 evidence studies.Clinical chemistry.
2002; 48: 1194-7.
19. Berry DA, Cronin KA, Plevritis SK, Fryback DG, Clarke L, Zelen M, Mandelblatt JS,
Yakovlev AY, Habbema JD, Feuer EJ. Effect of screening and adjuvant therapy on
mortality from breast cancer. N Engl J Med. 2005;353:1784–1792

43

Anda mungkin juga menyukai