LAPORAN KASUS
ANGINA LUDWIG
Disusun Oleh
Meti Destriyana 1618012047
Nida Nabilah Nur 1618012129
Serafina Subagio 1618012053
Perseptor
dr. Hadjiman Yotosudarmo, Sp. THT
DAFTAR ISI
SAMPUL
DAFTAR ISI ................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah angina Ludwig, selulitis
bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu spasium submandibula, sublingual,
dan submental. Ruang submandibular dan sublingual, meskipun berbeda
secara anatomis, harus dianggap sebagai suatu unit karena kedekatan dan
keterlibatan ganda infeksi yang sering odontogenik. Ruang ini terletak di
4
antara superior mukosa mulut dan otot mylohioid inferior. Infeksi gigi molar
dan premolar pertama sering mengalir ke ruang ini karena Apeks akarnya
berada di superior otot mylohiod.
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
Informasi didapatkan melalui autoanamnesis pasien Tn. A pada tanggal 10
Januari 2018 pukul 08.00 WIB.
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada gusi sejak 3 hari
yang lalu yang tidak berkurang.
Keluhan Tambahan
Bengkak di rahang bawah, nyeri menelan, sulit makan, dan demam.
pertama kali dirasakan setahun yang lalu hilang timbul, hilang ketika
meminum obat nyeri yang dibeli di warung. Namun sejak 3 hari SMRS,
nyeri yang dirasakan tidak hilang sesudah pasien meminum obat. Nyeri
dirasakan makin memberat saat pasien membuka mulut. Keluhan lain adalah
sulit menelan dan sulit untuk makan makanan sehari hari. Pasien hanya bisa
minum, dan terdapat pembengkakan pada daerah rahang bawah disertai
demam.
Riwayat Operasi
Tidak ada.
2. Status Generalis
Kepala
Muka : Asimetris, normochepal, oedem (-)
Rambut : Hitam, pertumbuhan merata, tidak mudah dicabut
Mata : Kornea jernih, pupil isokor, konjungtiva anemis (-
/-), reflek cahaya (+/+), gerak bola mata baik.
Telinga : Simetris, sekret (-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), Rahang kaku (+)
Kesan : Trismus
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Systolic thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal
Paru
Anterior Posterior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi Normochest, Normochest, Normochest, Normochest,
pergerakan pergerakan pergerakan pergerakan
dada simetris dada simetris dada simetris dada simetris
Palpasi Fremitus taktil Fremitus taktil Fremitus taktil Fremitus taktil
dan ekspansi dan ekspansi dan ekspansi dan ekspansi
dada dextra = dada dextra = dada dextra = dada dextra =
sinistra sinistra sinistra sinistra
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Suara napas Suara napas Suara napas Suara napas
vesikuler (N), Vesikuler (N), Vesikuler (N), Vesikuler (N),
ronki -/-, ronki -/-, ronki -/-, ronki -/-,
wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/-
Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal
8
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Auskultasi : Bising usus (+) 10x /menit
Perkusi : Timpani (+), pekak hepar (+), asites (-)
Palpasi : Teraba lembut, nyeri (-), hepar & lien tidak teraba
Kesan : Abdomen dalam batas normal.
Ekstremitas
Superior : Lengkap, cacat (-),akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Infrerior : Lengkap, cacat (-),akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Kesan : Dalam batas normal
3. Status Lokalis
Telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Preaurikula Kelainan kongenital - -
Radang dan tumor - -
Trauma - -
Aurikula Kelainan kongenital - -
Radang dan tumor - -
Trauma - -
Retroaurikula Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
Palpasi Nyeri pergerakan - -
aurikula
Nyeri tekan tragus - -
Canalis Kelainan kongenital - -
Acustikus Kulit Tenang Tenang
Externa Sekret - -
Serumen - -
Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Cholesteatoma - -
9
Hidung
Rhinoskopi
Cavum nasi kanan Cavum nasi kiri
anterior
Mukosa hidung Hiperemis (-), sekret Hiperemis (-), sekret
(-), massa (-) (-), massa (-)
Septum nasi Deviasi (-), dislokasi Deviasi (-), dislokasi
(-), laserasi (-) (-), laserasi (-)
Konka inferior Edema (-), hiperemis Edema (-), hiperemis
dan media (-) (-)
Meatus inferior Polip (-) Polip (-)
dan media
Kesan: Hidung dalam batas normal
Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Nyeri Tekan : Tidak ada.
Kesan : Dalam atas normal
Leher
Trakea : Deviasi trachea (-), letak normal
KGB : Tidak teraba pembesaran pada KGB leher
Inspeksi : Terdapat selulitis dorsum, pembengkakan,
hiperemis, teraba hangat, fluktuasi (+) pada region
submandibula dan submental
Kesan : Bull neck
Tn. A, 26 Tahun
11
2.5 Diagnosis
Angina Ludovici e.c. Impaksi 48 dan kalkuli.
14
2.6 Penatalaksanaan
Terapi IGD
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram
Inf. Metronidazole 3x1 gram
Inj. Omeprazole 1x1 vial
Inj. Ondansentron 2x1 amp
Inj. Keterolac 3x1 amp
Betadine gargle 3x15 cc kumur
Follow Up Harian
Tanggal Follow Up Planning
Rabu, S/ Gusi bengkak, nyeri Pemeriksaan Penunjang:
10/01/2018 menalan, bengkak pada Kultur
rahang bawah Rontgen STL AP/Lat
O/ KU: tampak sakit sedang
KS: compos mentis Non-Farmakoterapi
TD: 120/ 70 mmHg Diet
HR: 100 x/menit Perhitungan kalori 30 x
RR: 20x/menit 50 kgBB = 1500 kkal
T: 37,5°C KH: 45-65%
Lemak: 20-25%
Kepala Protein: 10-20%
Mata : CA -/-, SI -/- TKTP
Leher: Tidak teraba Bed Rest
pembesaran KGB, tampak Tidur telentang
selulitis dorsum, Insisi drainase abses
pembengkakan, hiperemis,
fluktuasi pada Farmakoterapi
submandibula bilateral dan Infus IVFD RL 25
submental, nyeri tekan (+), gtt/menit
teraba hangat.
Ceftriaxone 2x 1gr
Metronidazole infus
Thorax:
3x500mg
I: Bentuk & gerak simetris
P: VF D = S Paracetamol infus
P: Sonor (+/+) 3x500mg
A: VBS (+), ves (+/+) Omeprazole 1x40mg
Betadine gargle 3x15
Jantung cc kumur
Pulsasi iktus kordis tidak
terlihat, iktus kordis teraba
15
Abdomen:
I: Datar, simetris
A: BU (+), 10x / menit
P: Timpani, asites (-)
P: Hepar & lien tak teraba
Ekstrimitas:
Edema (-/-/-/-)
Ikterus (-/-/-/-)
CRP <2detik
A/ Angina Ludovici e.c.
Impaksi Gigi 48 susp.
Abses Retro/Parfaring
Kamis, S/ Gusi bengkak, nyeri Pasien menolak
11/01/2018 menalan, bengkak pada dilakukan insisi,
rahang bawah alternatif:
O/ KU: sakit sedang Pembersihan kalkuli
Kesadaran: compos mentis
TD: 120/70 mmHg Non-Farmakoterapi
HR: 100x/menit, reguler Diet
RR: 18x/menit Perhitungan kalori 30 x
T: 37.4 0C 50 kgBB = 1500 kkal
SpO2: 98% KH: 45-65%
Lemak: 20-25%
Kepala: Protein: 10-20%
CA -/-, SI -/- TKTP
Leher: Bed Rest
Tidak teraba pembesaran Tidur telentang
KGB, tampak selulitis Insisi drainase abses
dorsum, terdapat
pembengkakan, hiperemis, Farmakoterapi
fluktuasi pada Infus IVFD RL 25
submandibula bilateral dan gtt/menit
submental, nyeri tekan (+), Ceftriaxone 2x 1gr
teraba hangat
Metronidazole infus
16
Thorax: 3x500mg
Bentuk & gerak simetris, Paracetamol infus
VBS (+) sonor +/+, ves 3x500mg
+/+, BJ I-II regular Omeprazole 1x40mg
Betadine gargle 3x15
Abdomen: cc kumur
Datar, BU (+) N, timpani
(+), pekak hepar (+), NT (-)
Ekstremitas:
Oedem +/-/-/- non pitting
A/ Angina Ludovici
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici atau Phlegmon,
pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun
1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut
yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa kondisi ini akan memburuk
secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10 – 12
hari.
merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian.
Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar
bawah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan
terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang.
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab
odontogenik dari phlegmon. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak
pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan
menyebar ke ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi terakhir
juga dapat menyebabkan phlegmon, antara lain: penyebaran organisme dari
gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta
inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah
dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi.
3.3 Patofisiologi
Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia
penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk
oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi untuk
terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses,
dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.
Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan
posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid
membatasi penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat
menyebar hingga bagian anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran
bull neck.
21
Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Leukosit: adanya peningkatan jumlah leukosit sebagai indikasi infeksi
Elektrolit: untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit
LED: meningkat sebagai indikasi infeksi
Trombosit: penurunan oleh karena agregasi trombosit
24
Pencitraan
1) Rontgen
Walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam
mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat
menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada
dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-
paru. Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal
infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.
2) USG
USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari
abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-
invasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum
untuk menentukan letak abses.
3) CT-scan
CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan
evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat
mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi
jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan
dibutuhkannya pernapasan buatan.
4) MRI
MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan
dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih
panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat
berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.
25
disebabkan oleh hilangnya patensi jalan nafas, oleh karena itu proteksi dari
jalan nafas merupakan prioritas utama dalam tatalaksana awal pasien ini.
Konsultasi anesthesiologis dan otolaringologis sangat diperlukan dengan
segera. Transfer pasien ke ruang operasi harus dipertimbangkan sebelum
manipulasi jalan nafas dimulai. Pasien yang tidak memerlukan kontrol jalan
nafas segera harus dimonitor terus menerus. Pada pasien yang sangat
memerlukan bantuan pernapasan, kontrol jalan nafas idealnya dilakukan di
ruang operasi, untuk dilakukan krikotiroidotomi atau trakeostomi jika
diperlukan.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien yang tampak sakit sedang
namun dalam keadaa compos mentis dan tanda-tanda vital yang masih baik
kecuali demam subfebris. Pada pemeriksaan rhinoskopi ditemukan
hiperemis pada dinding mukosa septum nasi dextra. Hal ini dapat
memberikan tanda terdapat peradangan pada mukosa hidung kanan yang
ditunjukkan adanya suatu hipervaskularisasi. Selain itu, pada pemeriksaan
mulut sulit untuk membuka, rahang terasa keras dan menegang juga
ditemukan pus pada mukosa mulut, terdapat karies, kalkuli, dan impaksi 48,
adanya kesulitan saat berbicara atau artikulasi yang tidak jelas (dysarthria),
serta ditemukan kesulitan dan nyeri telan (disfagia dan odinofagia). Pada
pemeriksaan leher tampak selulitis dorsum, pembengkakan, hiperemis,
fluktuasi pada submandibular bilateral dan submental, palpasi ditemukan
nyeri tekan dan teraba hangat. Pada kasus Angina Ludwig biasanya didapati
keadaan umum yang Nampak lesu, lemah malaise dan malnutrisi yang
diakibatkan kesulitan untuk menelan makanan sehingga penderita
cenderung menolak makan. Demam dan takikardi karena adanya proses
inflamasi akibat suatu infeksi sistemik yang mungkin diperberat karena
adanya dehidrasi. Sedangkan pada pemeriksaan mulut dan leher sesuai
dengan tanda klinis penyakit Angina Ludwig, akan tetapi untuk respiration
31
rate masih normal dan tidak begitu menunjukkan obstruksi napas yang
berat.
Pada kasus Angina Ludwig ini sendiri lebih memprioritaskan proteksi jalan
nafas, pada pasien yang memerlukan bantuan alat nafas idealnya dilakukan
di ruang operasi untuk tindakan krikotiroidotomi atau trakeostomi jika
diperlukan. Setelah jalan nafas aman, barulah administrasi antibiotic
intravena yang ditargetkan untuk bakteri gram positif dan bakteri anaerob
pada rongga mulut. Serta pemberian deksamethasone intravena dan nebul
32
adrenaline untuk mengurangi edema saluran nafas bagian atas serta dapat
meningkatkan penetrasi antibiotic.
4.3 Saran
Kami mengusulkan pada pasien untuk dilakukan pencitraan CT-scan kepala
dan leher dikarenakan pemeriksaan ini merupakan golden standard untuk
mengidentifikasi adanya pembengkakan soft tissue, penumpukan cairan, dan
adanya gangguan jalan nafas. CT-scan juga dapat menentukan luas abses
retrofaringeal dan dapat menolong untuk menentukan waktu diperlukannya
alat bantu pernafasan. Jika hasil kultur sudah keluar maka disarankan untuk
mengganti antibiotic yang sensitive membunuh kuman yang terdeteksi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Cossio PI, Hinojosa EF, Cruz MAM, Perez LMG. 2010. Ludwig´s angina and
ketoacidosis as a first manifestation of diabetes mellitus. Med Oral Patol
Oral Cir Bucal. 2010 Jul 1;15 (4):e624-7
Grupta AK, Dhulkhed VK, Rudagi BM, Gupta A. 2009. Drainage of Ludwig’
Angina under Superficial Cervical Plexus Block in Pediatric Patient.
Anestesia Pediatrica e Neonatale, Vol. 7, N. 3
Kulkarni AH, Pai SD, Bhattarai B, Rao ST, Ambareesha M. 2008. Ludwig’s
Angina and Airway Considerations: A Case Report. Cases Journal 2008,
1:19
Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.
Journal of Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.
Telian SA, Schmalbach CE. 2003. Chronic Otitis Media. Dalam: Snow JB,
Ballenger JJ. 2003. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. 16th edition. BC Decker: Spain. P. 1039