160112190040
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................................3
2.1 Status Klinik Penyakit Mulut...............................................................................3
2.1.1 Data Pasien........................................................................................................3
2.1.2 Anamnesis.....................................................................................................3
2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik...............................................................................4
2.1.4. Riwayat Penyakit Terdahulu............................................................................4
2.1.5 Kondisi Umum..................................................................................................5
2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral...................................................................................5
2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral.....................................................................................6
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................6
2.1.9 Gambaran Kasus...............................................................................................7
2.1.10 Diagnosis dan Diagnosis Banding..................................................................8
2.1.11 Rencana Perawatan.........................................................................................9
2.2 Status Kontrol....................................................................................................10
2.2.1 Anamnesis...................................................................................................10
2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral.............................................................................10
2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral................................................................................11
2.2.4 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................11
2.2.5 Gambaran Kasus.........................................................................................12
2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding...............................................................13
2.2.7 Rencana Perawatan...................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................15
3. 1 Traumatic Ulcer................................................................................................15
3.1.1 Definisi........................................................................................................15
3.1.2 Etiologi........................................................................................................15
3.1.3 Prevalensi....................................................................................................16
ii
3.1.4 Gambaran Klinis.........................................................................................17
3.1.5 Histopatologi...............................................................................................17
3.1.6 Diagnosis Banding......................................................................................18
3.1.7 Perawatan....................................................................................................21
3.2 Coated Tongue...................................................................................................22
3.3 Frictional Keratosis........................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................27
BAB IV KESIMPULAN............................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................34
LAMPIRAN................................................................................................................36
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Lesi pada mukosa oral yang paling sering muncul adalah ulserasi oral. Ulser
adalah lesi sekunder yang ditandai dengan adanya kerusakan pada jaringan epitel,
jaringan ikat, atau keduanya hilangnya seluruh ketebalan epitelium dan terbukanya
jaringan ikat dibawahnya (Bakar, 2018). Ulserasi oral adalah bentuk umum dari
stomatitis dan mungkin juga terjadi akibat trauma, iritasi, radiasi, infeksi, obat-
obatan, gangguan inflamasi, dan penyebab lain yang tidak diketahui. Pasien yang
mengalami ulserasi pada rongga mulut umumnya melaporkan adanya keluhan kepada
dokter gigi atau klinisi lainnya. Karena berbagai gambaran dan faktor penyebab,
identifikasi ulserasi oral relatif menantang (Bakar, 2018; Minhas et al., 2019;
Ulser terbagi atas dua kelompok berdasarkan durasi, yaitu ulser akut dan
kronis. Ulser akut merupakan ulser yang menetap tidak lebih dari 3 minggu dan
menimbulkan rasa sakit. Ulser kronis berlangsung dengan durasi yang lebih lama,
mulai beberapa minggu hingga beberapa bulan, dan biasanya tidak terlalu
Traumatic ulcer merupakan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya trauma
berupa bahan kimia, panas, gaya mekanik dan juga karena gigitan, trauma akibat gigi
yang tajam atau gigi tiruan yang tidak stabil. Traumatic ulcerdapat terjadi pada semua
1
2
usia dan biasanya terjadi pada mukosa bukal dan labial, palatum, dan tepi perifer
Makalah ini membahas laporan kasus mengenai traumatic ulcer pada pasien
berusia 23 tahun yang terjadi pada mukosa labial akibat trauma mekanik.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
2.1.2 Anamnesis
sebelah kiri sejak 4 hari yang lalu. Sariawan tersebut muncul setelah pasien
tidak sengaja menggigit bibirnya saat makan sahur 4 hari yang lalu dan kembali
terulang kemarin. Pasien mengeluhkan rasa sakit. Rasa sakit bertambah saat
pasien makan makanan pedas dan tergesek dengan gigi. Rasa sakit berkurang
saat minum minuman dingin. Pasien mengaku akhir-akhir ini merasa kurang
3
4
istirahat dan banyak pikiran. Pasien jarang mengkonsumsi buah atau sayur dan
mengonsumsi air putih 4 gelas per hari. Pasien tidak sedang dalam keadan haid.
keluhan.
Hipertensi : Tidak
Asma/alergi : Tidak
Hamil : Tidak
Kontrasepsi : Tidak
Lain-lain : Tidak
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 22 x / menit
Suhu : Afebris
Kelenjar limfe :
Mukosa bukal : Terdapat teraan gigitan sewarna mukosa pada mukosa bukal
Mukosa labial : Mukosa labial atas tidak ada kelainan, mukosa labial bawah
eritem
1. Pro KIE :
S 2 dd 1
S 2 dd 10 ml coll oris
10
2.2.1 Anamnesis
kondisi sariawannya pada bibir kiri bawah bagian dalam. Pasien mengaku
kemerahan dan rasa sakit pada sariawannya sudah hilang sejak 2 hari yang
lalu. Pasien rutin mengonsumsi vitamin B12 dan menggunakan obat kumur
saat sariawan masih terasa sakit. Pasien mengaku masih belum minum air
putih 2 L/hari karena puasa. Pasien beberapa kali mengonsumsi sayur dan
buah selama 1 minggu terakhir. Pasien merasa akhir- akhir ini kurang istirahat
dan banyak pikiran karena sedang banyak tugas. Pasien menyikat gigi 2x
sehari pada pagi setelah makan dan malam sebelum tidur dan juga menyikat
jilat bibir.
Kelenjar limfe :
Mukosa bukal : Terdapat teraan gigitan sewarna mukosa pada mukosa bukal
Mukosa labial : Mukosa labial atas dan bawah tidak ada kelainan
Diagnosis : Post traumatic ulcer et causa trauma mekanis pada mukosa labial bawah
kiri
tuberculous ulcer
Diagnosis : Linea alba pada mukosa bukal kanan dan kiri Diagnosis banding : cheek
Diagnosis : Exfoliative cheilitis pada bibir atas dan bawah Diagnosis banding :
1. Pro KIE :
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1 Traumatic Ulcer
3.1.1 Definisi
Traumatic ulcer merupakan lesi pada membrane mukosa yang disebabkan oleh
adanya beberapa bentuk trauma. Traumatic ulcer biasa terjadi pada bagian lateral
lidah, mukosa bukal, bibir, dan terkadang dapat terjadi pada palatum.(Fitzpatrick et
3.1.2 Etiologi
mulut secara tidak sengaja, maloklusi, makanan yang tajam, tepi gigi atau gigi tiruan
yang tajam, ill-fitting dentures, kebiasaan buruk melukai diri sendiri, dan oral
perioksida, pembersih gigi tiruan, dan oboat kumur; dan penggunaan obat-obatan
15
16
Trauma termal pada jaringan mulut paling sering terjadi akibat kontak dengan
zat bersuhu tinggi, tetapi juga dapat disebabkan oleh suhu dingin yang ekstrem (luka
bakar kriogenik) seperti dari kontak dengan logam beku, dry ice, atau nitrogen cair.
Luka bakar termal karena panas yang tinggi paling sering diakibatkan oleh makanan
atau minuman panas, terutama makanan yang di-microwave, dan paling sering
melaporkan telah muncul luka bakar mulut yang disebabkan oleh ledakan rokok
elektrik. Luka bakar elektrik jarang terjadi tetapi mungkin terjadi dan mengakibatkan
3.1.3 Prevalensi
prevalensi ulser traumatik sebesar 13,2% dan di Malaysia sebesar 12,4%. Sedangkan
di Spanyol sebesar 4,7%, Italia 2,98%, Iran 2,2%, dan Arab Saudi 1,9%. Ulser
traumatik lebih sering terjadi pada mukosa bukal (42%), lidah (25%), dan mukosa
sentimeter. Lesi traumatic ulcer memiliki dasar berwarna putih kekuningna dibatasi
margin eritema. Traumatic ulcer secara klinis dapat dibedakan menjadi ulser akut dan
kronis. Ulser akut biasanya terasa sakit, dan terdapat riwayat trauma. Traumatic ulcer
akut memiliki gambaran lesi yang sangat mirip dengan lesi stomatitits aftosa rekuren
dan lesi-lesi akibat penggunaan radioterapi. Sedangkan ulser kronis biasanya tidak
sakit atau adanya rasa sakit ringan dan terkadang pasien tidak mengetahui penyebab
trauma. Secara klinis lesi tersebut terlihat seperti oral squamous carcinoma (OSC)
3.1.5 Histopatologi
jaringan fibrin dan banyak neutrophil. Dasar ulser mengandung kapiler yang
18
mengalami dilatasi dan jaringan granulasi. Regenerasi epitel dimulai dari margin
ulser, dengan sel epitel yang berproliferasi bergerak dianatara dasar jaringan granulasi
dan fibrin clot. Ulser kronis pada bagian dasarnya terdapat jaringan granulasi dan
jaringan parut (fibrosis). Regenerasi epitel akan terhambat jika masih terdapat iritasi
mulut yang umum terjadi. Ras ditandai dengan adanya ulcer yang terjadi berulang
pada pasien tanpa disertai gejala penyakit sistemik (Glick, 2015; Regezi, 2017).
hematologi, kelainan imunologi, dan faktor lokal, seperti trauma dan merokok. Faktor
lain yang telah dilaporkan terkait dengan RAS termasuk kecemasan, periode stres
psikologis, trauma lokal pada mukosa, menstruasi, infeksi saluran pernapasan atas,
adalah gambaran klinis dan tingkat keparahan RAS. Semua bentuk RAS tersebut
hadir sebagai lesi ulser berulang yang menyakitkan. Pasien kadang memiliki gejala
prodromal seperti sensasi terbakar sebelum munculnya lesi. Ulcer tidak didahului
dengan adanya vesicle dan biasanya terjadi pada vestibular, mukosan bukal, lidah,
nonkeratin
tetracycline immunosupressive
Lebih dari 90% tumor ganas yang terdiagnosis di rongga mulut adalah Oral
Squamous Cell Carcinomas (OSCC) yang lokasinya lebih disukai adalah lidah.
Secara umum, penyakit ini lebih sering terjadi pada pria, meskipun studi terbaru
menunjukkan bahwa tren berubah dan proporsi wanita dengan OSCC meningkat.
20
Selain itu, prevalensi kanker mulut juga ditentukan oleh beberapa faktor risiko.Faktor
risiko utama timbulnya karsinoma rongga mulut adalah: konsumsi tembakau dan
alkohol (keduanya memiliki efek sinergis), kebiasaan diet tertentu, faktor genetik,
paparan sinar matahari, kebersihan mulut yang buruk dan infeksi human
paling sering antara dekade keenam dan delapan pada pria, dan jarang pada pasien di
pasien untuk mencari perawatan dan mungkin ada pada saat diagnosis pada hingga
85% pasien. Pasien juga mungkin datang dengan adanya massa di mulut atau leher.
Disfagia, odinofagia, otalgia, gerakan terbatas, perdarahan oral, massa leher, dan
penurunan berat badan dapat terjadi pada penyakit lanjut. Pasien harus dinilai untuk
perubahan jaringan yang mungkin termasuk lesi merah, putih, atau campuran merah-
putih; perubahan tekstur permukaan yang menghasilkan lesi halus, granular, kasar,
atau berkerak; atau adanya massa atau ulserasi. Lesi dapat datar atau meninggi,
berulserasi atau tidak berulserasi, dan mungkin teraba minimal atau indurasi (Glick,
2015).
Manifestasi tuberkulosis oral jarang terjadi dengan kejadian 1,4% dari total
kasus tuberkulosis dengan rasio laki-laki dan perempuan 4:1 dan pada kelas sosial
ekonomi rendah. Lesi tuberkulosis pada mulut dapat berupa primer atau sekunder dari
21
tuberkulosis paru. Lesi oral yang khas terdiri dari stellata ulcer, paling sering pada
dorsum lidah dan situs lain seperti gingiva, dasar mulut, langit-langit mulut, bibir dan
Tuberkulosis oral primer lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja.
Biasanya melibatkan gingiva, lipatan mukobukal atau tempat ekstraksi, dan sering
biasanya hidup berdampingan dengan penyakit paru, dapat terjadi pada semua
kelompok umur; namun, orang paruh baya dan lebih tua lebih mungkin terkena. Lesi
yang paling sering terjadi adalah ulkus yang nyeri, ditandai dengan tepi irreguler
dengan indurasi minimal. Dasar ulkus mungkin granular atau ditutupi dengan
pseudomembran. Permukaan dorsal lidah paling sering terkena diikuti oleh langit-
langit mulut, mukosa bukal, dan bibir. Kelenjar ludah, amandel dan uvula juga sering
Lesi oral dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti ulkus, nodul, fisura
khasnya adalah ulkus tunggal yang nyeri dengan batas tidak teratur yang ditutupi oleh
eksudat inflamasi, tetapi kasus atipikal dengan lesi multipel atau ulkus asimtomatik
3.1.7 Perawatan
trauma dan pemberian obat antiinflamasi, seperti kortikosteroid secara topical dan
intralesional juga anastetikum lokal. Ulser traumatic akan sembuh dalam 7-10 hari
22
setelah truma dihilangkan. Penyembuhan ulser dapat terjadi secara spontan, namun
Coated tongue merupakan kondisi klinis yang terjadi pada bagian permukaan
lidah yang ditutupi oleh suatu selaput pseudomembran yang terjadi akibat
penumpukan debris atau sisa makanan, sel- sel keratin yang tidak terdeskuamasi, dan
coated tongue sering menyebabkan pasien datang ke dokter gigi atau puskesmas
dengan keluhan utama bau mulut (Danser, 2003; Nuraeny et al., 2017).
coated tongue daripada pasien yang lebih muda. Perubahan kebiasaan diet,
saliva dan perubahan sifat saliva menyebabkan akumulasi debris mulut dan
mengendap pada gigi, jaringan periodontal, dan bagian dorsal lidah. Terlebih,
pada saliva pasien penyakit periodontal dan terakumulasi pada permukaan lidah
(Danser, 2003).
Coated tongue biasanya tampak putih tetapi mungkin tampak berbeda seperti
berwarna coklat atau kuning karena makanan kromogenik Sebagian besar kasus,
lapisan terkonsentrasi pada sisi posterior lidah (Danser, 2003; Ragunathan et al.,
2020).
menghilangkan organisme dan kotoran dari lidah. Pembersihan lidah dapat dilakukan
dengan menggunakan alat pembersih lidah modern yang tersedia dan terdiri dari pita
plastik panjang yang dipegang dengan kedua tangan dan ditekuk sehingga ujungnya
dapat ditarik ke bawah di atas permukaan dorsal lidah untuk menghilangkan lapisan.
Penyikatan juga merupakan metode yang mudah untuk membersihkan lidah, asalkan
penampilan klinis, tetapi juga akan mengurangi populasi bakteri (Danser, 2003)
permukaan kasar dan jelas terkait dengan sumber iritasi mekanis yang dapat
diidentifikasi. Lesi ini terkadang dapat menyerupai leukoplakia displastik. kategori ini
termasuk linea alba dan cheek, lip, dan thounge chewing. Setelah iritan dihilangkan,
25
lesi dapat sembuh dalam waktu dua minggu, jika tidak, biopsi wajib untuk
Linea alba adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan garis keratotik putih
pada mukosa bukal yang mendekati bidang oklusal. Linea alba dapat muncul
unilateral atau bilateral dan bervariasi dalam intensitas dan ketebalan warna.
Permukaan dapat terasa kasar dengan tanda tidak. Pada beberapa pasien, frictional
keratosis dapat meluas ke seluruh pipi dan bibir. Temuan klinis dapat berupa area
papula dan plak abu-abu atau putih yang tidak jelas dan mungkin berhubungan
dengan erosi dan ulserasi jika trauma gigitan luas (Müller, 2019).
Gambaran histologis frictional keratosis pada lidah, bibir atau mukosa bukal
sedikit berbeda tergantung pada lokasi biopsi. Dengan sedikit pengecualian, terlihat
hiperparakeratosis dengan permukaan keratin yang lusuh atau robek. Sesuai dengan
fissure dan clefting. Bakteri biasanya terdapat pada permukaan keratin pada biopsi
26
dari lidah, tetapi tidak sesering pada mukosa bukal atau bibir. Hifa candida mungkin
ada, tetapi kondisi ini jarang terjadi dan tidak berhubungan dengan etiologi frictional
keratosis. Epitel menunjukkan adanya hiperplasia epitel dan edema intraseluler yang
terjadi peradangan pada jaringan ikat superfisial dengan pengecualian pada kasus
klinis. Karena frictional hiperkeratosis tidak membawa gejala apapun dan disebabkan
oleh kebiasaan yang relatif umum, mungkin sulit untuk menghubungkan lesi dengan
keratosis. Informasi tentang sifat lesi yang tidak ganas dan upaya untuk mengurangi
faktor predisposisi sudah cukup sebagai perawatan frictional keratosis (Glick, 2015)
27
BAB IV
PEMBAHASAN
bawah bagian dalam sebelah kiri sejak 4 hari yang lalu. Sariawan tersebut muncul
setelah pasien tidak sengaja menggigit bibirnya saat makan. Pasien mengeluhkan rasa
sakit dan rasa sakit bertambah saat pasien makan makanan pedas dan tergesek dengan
Rasa sakit muncul karena adanya rangsangan seperti peregangan, suhu, dan
lesi yang diterima oleh nociceptors pada dermis atau mukosa. Sel yang mengalami
nekrotik akan merilis K+ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan
menyebabkan mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrein, prostaglandin E2, dan histamin
yang akan merangsang nosiseptor sehingga rangsangan dapat menyebabkan nyeri. Selain itu,
lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradykinin dan serotonin akan
memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan edema local, tekanan jaringan meningkat, dan perangsangan nosiseptor. Bila
nosiseptor terangsang maka mereka akan melepaskan substansi peptide P dan kalsitonin gen
terkait peptide, yang akan merangsang proses inflamasi, menghasilkan vasodilatasi, dan
28
29
sekali menderita sariawan pada rongga mulutnya, tidak sedang menstruasi, dan
riwayat sariawan pada keluarga jarang. Hal ini menunjukkan bahwa sariawan yang
terjadi pada pasien menunjukkan kepada traumatic ulcer dibandingkan dengan RAS
karena, meski keduanya dapat disebabkan oleh faktor trauma, pasien dengan RAS
dapat muncul ulcer minimal 3-4 kali dalam waktu satu tahun. RAS dibedakan dengan
penyebabnya akibat trauma. Selain itu, traumatic ulcer biasanya disebabkan oleh
adanya faktor trauma lokal saja tanpa ada faktor predisposisi lainnya pada pasien
(Cawson & Odell, 2008; Fitzpatrick et al., 2019). Meskipun pasien menyatakan
sedang banyak pikiran dan stress, hal tersebut bukanlah etiologi utama terjadinya
RAS karena stress yang mengakibatkan adanya ketidakstabilan hormon adalah faktor
predisposisi yang memperparah terjadinya suatu penyakit (Violeta & Hartomo, 2020).
Pada hasil pemeriksaan klinis, ditemukan adanya satu buah ulser berbentuk
irregular, berwarna putih, berukuran + 2 mm, kedalaman dangkal dan cekung, dan
tepi eritematous pada mukosa labial regio gigi 33. Hasil pemeriksaan klinis ini
dengan laporan kasus Herawati & Dwiarie (2019), Bakar (2018), dan Apriasari
didiagnosa mengalami traumatic ulcer et causa trauma mekanis pada mukosa labial
30
bawah kiri. Diagnosis banding pada kasus ini adalah SAR, oral squamous cell
pemeriksaan lab berupa biopsy, complete blood count (CBC), dan pemeriksaan
glukosa darah. Akan tetapi, pemeriksaan lab tidak dilakukan pada kasus ini
menimbang ukuran lesi +2 mm, dimana lebih dari 60% kanker rongga mulut
didiagnosis dengan dimensi yang lebih dari ukuran tersebut (Lazos et al., 2019), dan
gejala baru terjadi selama 4 hari, dimana gejala ulserasi selama lebih dari dua minggu
Pada kunjugan pertama, pasien mengeluhkan rasa sakit pada bagian sariawan
dan datang ke dokter gigi agar sariawannya dapat diobati karena terasa mengganggu.
Penanganan ulser traumatic yang utama adalah menghilangkan penyebab trauma dan
juga anastetikum lokal. Penyembuhan ulser dapat terjadi secara spontan, namun
inflamasi Lesi akan sembuh dalam waktu 7-10 hari setelah trauma dihilangkan.
Apabila ulser masih ada lebih dari 7-10 hari dan terdapat beberapa suspek yang
Pada saat pasien pertama kali diperiksa, pasien sedang dalam masa
penyembuhan luka hari keempat dimana sudah mendekati tahap akhir dari proses
inflamasi. pasien telah mengalami ulserasi selama 4 hari, yang menunjukkan bahwa
kondisi ulser sudah masuk ke dalam masa penyembuhan dan sudah mendekati tahap
akhir dari proses inflamasi yang berlangsung sejak sesaaat setelah terjadi trauma
31
sampai hari kelima (Destri, 2017). Penyembuhan luka merupakan suatu rangkaian
proses yang terdiri dari tahapan-tahapan yang saling mengikuti. Diawali dari tahap
homeostasis dan inflamasi, proliferasi sel, deposisi matrik hingga fase remodelling.
Fase homeostatsis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
menempel untuk membentuk sumbat trombosit dan bersama dengan jaring fibrin
membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Komponen hemostasis akan
neutrophil, makrofag, sel mast, sel endoteliat, dan fibroblast. Fibroblast ini nantinya
akan membentuk jaringan parut dalam proses penyembuhan luka. Fase hemostasis
berlangsung sejak terjadinya luka hingga 4-5 hari bersamaan dengan fase inflamasi.
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ketiga. Fase inflamasi
asing. Pada tahap ini, sel radang akut dan neutrophil akan menginvasi daerah radang
dan mengeliminasi bakteri. Fase proliferasi dimulai dari hari kedua setelah trauma
dan belanjut hingga 2-3 minggu setelah trauma. Pemulihan dimulai melalui migrasi
fibroblast dan induksi proliferasi dan sel endotel. Dalam tiga sampai lima hari,
muncul jenis jaringan khusus yang mencirikan terjadinya penyembuhan yang disebut
mengumpulkan matriks jaringan ikat secara progresif. Proses ini akan menghasilkan
fibrosis padat dengan pembentukan jaringan parut kolagen yang dapat melakukan
remodeling lebih lanjut sesuai perjalanan waktu (Destri, 2017; Suryadi et al., 2013).
32
Pemeriksaan klinis intraoral juga menunjukka adanya temuan lain yaitu coated
tongue dan linea alba. Diagnosis coated tongue pada pasien didasari dengan adanya
lapisan putih yang menutupi permukaan dorsum lidah, dapat diswab, dan tidak
meniggalkan bekas eritem (Danser, 2003), sedangkan diagnosis linea alba didasari
dengan adanya gambaran keratotic putih pada mukosa bukal yang mendekati bidang
oklusal (Müller, 2019). Coated tongue dapat ditangani dengan menjaga kebersihan
mulut, terutama bagian lidah. Pembersihan lidah menggunakan alat pembersih lidah
atau penyikat lidah merupakan prosedur sederhana untuk menangani coated tongue
(Danser, 2003). Adapun pemberian informasi tentang sifat lesi yang tidak ganas dari
linea alba sudah cukup sebagai perawatan linea alba (Glick, 2015).
mulutnya, diinstruksikan untuk menjaga oral hygiene dengan benar, dianjurkan untuk
mengonsumsi air mineral 2 L/hari, sayur dan buah, istirahat yang cukup, dan
mengurangi stress. Instruksi ini diberikan dengan tujuan oral hygiene yang baik
rongga mulut (Chi et al., 2010). Pasien diinstruksikan untuk mengonsumsi sayur dan
buah karena pasien mengaku jarang mengonsumsi sayur dan buah dimana
meningkatkan risiko berkembangnya ulser kronis (Brown & Phillips, 2010). Selain
itu, pasien diinstruksikan untuk istirahat yang cukup dan mengurangi stress karena
Pasien juga diresepkan vitamin B12 untuk mempercepat penyembuhan luka dan
obat kumur antiseptic berupa chlorhexidine gluconate 0,2% untuk mencegah infeksi
sekunder pada lesi. Pasien diinstruksikan untuk kontrol dan observasi 1 minggu
kedepan.
Vitamin B12, asam folat dan zat besi diperlukan dalam metabolisme protein,
lemak dan karbohidrat, serta sintesis DNA, hemoglobin juga hematopoises. Protein
adalah molekul kompleks tersusun dari asam amino yang memiliki peranan penting
untuk tubuh manusia. Protein tersebut dibutuhkan untuk membentuk struktur sel
seperti DNA dan regulasi sel yaitu pada saat pembelahan sel sehingga terjadi
regenerasi sel dengan demikian akan mempercepat penyembuhan ulser (Herawati &
Dwiarie, 2019).
bisbiguanide. Sediaan oral yang paling sering adalah clorhexidin gluconate 0,12%
yang larut dalam air, yang pada pH fisiologis berdisosiasi untuk melepaskan molekul
bermuatan positif. Zat ini memiliki efek bakterisid karena dapat membuat membran
sel bakteri pecah dan kehilangan bahan intraseluler seperti kalium (pada konsentrasi
rendah) atau dengan penghambatan pernapasan dan hilangnya asam nukleat (pada
sitoplasma, terjadi pengendapan protein dan asam nukleat dari bakteri. Selain itu,
Pada kasus ini pasien tidak diresepkan obat kortikosteroid topical seperti
triamcinolone acetonide 0,1% in ora base karena usia ulcer yang sudah 4 hari dimana
yang mempunyai efek mengurangi tanda dan gejala inflamasi pada mukosa oral
(Violeta & Hartomo, 2020). Hal ini membuat triamcinolone acetonide dapat
mengurangi rasa sakit atau nyeri yang merupakan salah satu tanda dari inflamasi dan
dapat dijadikan pengobatan tambahan dan bantuan sementara dari gejala yang terkait
dengan inflamasi oral dan gangguan gingiva (Anggraini et al., 2018; Hamishehkar et
al., 2015)
Evaluasi kepatuhan pasien didapatkan bahwa pasien rutin mengonsumsi vitamin B12
dan obat kumur yang diresepkan saat sariawan masih terasa sakitmulai mengonsumsi
sayur dan buah selama 1 minggu terakhir, tetapi belum mengkonsumsi air putih 2
L/hari. Pasien memberitahu bahwa kemerahan dan rasa sakit pada sariawannya sudah
hilang sejak +2 hari yang lalu. Hasil pemeriksan intra oral saat kontrol 1 minggu
menunjukkan bahwa lesi ulcer pada mukosa labial rahang bawah sudah menghilang
dan tidak meninggalkan bekas. Hal ini menunjukkan bahwa pasien sudah sembuh
dari traumatic ulser. Pasien kembali diintruksikan untuk menjaga oral hygiene dengan
benar, mengonsumsi air mineral 2 L/hari, sayur dan buah, istirahat yang cukup, dan
akut dan kronis (Nasution & Setiadhi, 2019), diketahui bahwa jenis ulserasi yang
dialami oleh pasien adalah ulser akut karena ulser tidak menetap lebih dari 3 minggu,
35
dimana ulser yang dialami pasien menetap selama +9 hari, dan juga ulser yang
SIMPULAN
pemeriksaan klinis, kasus pada pasien ini adalah traumatic ulcer. Hasil
cekung, dan tepi eritematous pada mukosa labial regio gigi 33. Selain itu,
terdapat beberapa temuan klinis lain pada rongga mulut yaitu coated
tounge dan linea alba Pada kunjungan pertama, pasien diberikan informasi
dengan benar, dianjurkan untuk mengonsumsi air mineral 2 L/hari, sayur dan
buah, istirahat yang cukup, dan mengurangi stress. Pasien juga diresepkan
vitamin B12 dan obat kumur antiseptic berupa chlorhexidine gluconate 0,2%
pada bagian yang terkena sariawan dan pemeriksaan intra oral menunjukkan
lesi ulser sudah sembuh karena lesi sudah menghilang dan tidak membekas. Hal
36
37
ini menunjukkan bahwa ulserasi yang dialami oleh pasien adalah ulcer kronis
akibat trauma mekanis dan penyembuhan ulserasi pada pasien berjalan normal .
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, O. D., Komariah, C., & Prasetyo, A. (2018). Efek Ekstrak Kulit Mangga
Arumanis terhadap Penurunan Edema Kaki Mencit Putih Jantan yang Diinduksi
Karagenin (The Effect of Arumanis Mango Peel Extract on Decreasing the Paw
Oedema in White Male Mice Induced by Carrageenin). Jurnal Pustaka
Kesehatan, 6(2), 267–271.
Apriasari, M. L. (2012). The management of chronic traumatic ulcer in oral cavity.
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 45(2), 68.
https://doi.org/10.20473/j.djmkg.v45.i2.p68-72
Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.
https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449
Bakar, A. (2018). Ulkus Traumatikus Disebabkan Trauma Mekanik Dari Sayap Gigi
Tiruan Lengkap (Laporan Kasus). B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Baiturrahmah, 1(2), 112–117. https://doi.org/10.33854/jbdjbd.6
Brown, K. L., & Phillips, T. J. (2010). Nutrition and wound healing. Clinics in
Dermatology, 28(4), 432–439.
https://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2010.03.028
Cawson, R. A., & Odell, E. W. (2008). Cawson’s Essentials of Oral Pathology and
Oral Medicine.
Chi, A. C., Neville, B. W., Krayer, J. W., & Gonsalves, W. C. (2010). Oral
Manifestations of Systemic Disease. American Family Physician, 82(11), 1381–
1388.
da Silveira Teixeira, D., de Figueiredo, M. A. Z., Cherubini, K., de Oliveira, S. D., &
Salum, F. G. (2019). The topical effect of chlorhexidine and povidone-iodine in
the repair of oral wounds. A review. Stomatologija, 21(2), 35–41.
Danser, M. M. (2003). Tongue coating and tongue brushing : a literature review. 4.
Destri, C. (2017). Potensi Jatropha multifida Terhadap Jumlah Fibroblast pada
Aphthous Ulcer Mukosa Mulut Tikus. Jurnal Biosains Pascasarjana, 19(1), 14.
https://doi.org/10.20473/jbp.v19i1.2017.14-26
Fitzpatrick, S. G., Cohen, D. M., & Clark, A. N. (2019). Ulcerated Lesions of the
Oral Mucosa: Clinical and Histologic Review. Head and Neck Pathology, 13(1),
91–102. https://doi.org/10.1007/s12105-018-0981-8
Glick, M. (2015). Burket’s Oral Medicine 12th edition (L. H. Mehta (ed.); 12
edition). People’s Medical Publishing House.
Hamishehkar, H., Nokhodchi, A., Ghanbarzadeh, S., & Kouhsoltani, M. (2015).
38
39
Ram, H., Kumar, S., Mehrotra, S., & Mohommad, S. (2012). Tubercular Ulcer:
Mimicking Squamous Cell Carcinoma of Buccal Mucosa. Journal of
Maxillofacial and Oral Surgery, 11(1), 105–108.
https://doi.org/10.1007/s12663-011-0282-1
Regezi, J. A. (2017). Oral Pahtology Clinical Pathology Correlations.
Suryadi, I. A., Asmarajaya, A., & Maliawan, S. (2013). Wound Healing Process and
Wound Care. E-Jurnal Medika Udayana, 2(2), 254–272.
Violeta, B. V., & Hartomo, B. T. (2020). Tata Laksana Perawatan Ulkus Traumatik
pada Pasien Oklusi Traumatik: Laporan Kasus. E-GiGi, 8(2), 86–92.
https://doi.org/10.35790/eg.8.2.2020.30633
LAMPIRAN
41
42
43
44
45