Novri Firmansyah
160110130091
Pembimbing :
Wahyu Hidayat, drg., Sp.PM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI
ii
3.1.4 Patofisiologi ..............................................................................18
3.1.5 Diagnosis ..................................................................................19
3.1.6 Diagnosis Banding ....................................................................19
3.1.7 Perawatan ..................................................................................25
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................28
BAB V KESIMPULAN ..............................................................................31
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................32
iii
BAB I
PENDAHULUAN
dalam mulut. (Bruch and Treister, 2010). Mukosa oral ada yang berkeratin dan
tidak berkeratin. Mukosa oral yang tidak berkeratin ada pada seluruh bagian oral
kecuali palatum, gingiva, dan lidah. Mukosa oral terlihat merah karena memiliki
sedikit melanin sehingga warna dari pembuluh darah yang berada dibawahnya
Mukosa dapat menjadi tempat terjadinya lesi. Lesi di dalam rongga mulut
dapat berbentuk makula, patch, ulser, erosi, dan sebagainya. Bentuk ulser adalah
bentuk yang sering terjadi pada rongga mulut. Ulser dapat disebabkan oleh trauma,
mukosa oral yang kronis dan bersifat dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting
disease) pada hampir semua kasus (Slebioda et al, 2013; Guallar et al, 2014).
Lokasi lesi umumnya pada area dengan mukosa oral tidak berkeratin seperti bibir,
pipi, dasar mulut dan vestibulum, palatum lunak dan keras. Nyeri yang sering
mengganggu bicara dan menelan dapat menyertai perkembangan lesi ini (Slebioda
et al, 2013).
1
2
Stomatitis secara rinci pada pasien laki-laki berusia 19 tahun yang datang ke Rumah
Sakit Gigi dan Mulut FKG Unpad dengan keluhan adanya lesi pada bibir kanan di
LAPORAN KASUS
Usia : 19 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
2.1.2 Anamnesis
Pasien laki-laki datang dengan keluhan sariawan pada pipi kiri dan bibir
kanan atas sejak 4 hari yang lalu, pasien mengeluhkan sariawan berulang setiap 2
minggu sekali, biasanya sariawan muncul ketika pasien mengalami stress dan
sariawan berasal dari trauma alat orthodonti. Sakit bertambah parah ketika
tersentuh. Sakit berkurang ketika pasien meminum air putih. Biasanya sakit diobati
oleh pasien dengan menggunakan kenalog. Ibu pasien juga memiliki riwayat
penyakit yang sama. Pasien memiliki riwayat penyakit mag. Pasien terakhir ke
3
4
dokter gigi 1 bulan lalu untuk melakukan kontrol alat orthodonti. Pasien ingin
sariawannya disembuhkan.
Disangkal
Suhu : Afebris
Pernafasan : 20 kali/menit
Nadi : 68 kali/menit
Kelenjar Limfe
Wajah : Simetri/Asimetri
Lain-lain
Mukosa bukal : Terdapat lesi ulseratif jumlah 1, ukuran 5 mm, warna putih,
Mukosa labial : Terdapat lesi ulseratif jumlah 1 ukuran 1 mm, warna putih,
Frenulum : Sedang
Status Gigi :
cs cs
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
cs PE
6
a b
Gambar 2.1 (a) Gambar ulser pada pipi kiri pasien pada regio gigi 35 (b) Gambar ulser
pada bibir kiri atas pasien pada regio gigi 11-12, terdapat deskuamasi ringan
Tidak dilakukan
1) OHI
Pasien diinstruksikan untuk menyikat gigi 2x sehari sehabis makan pada pagi
hari dan sebelum tidur pada malam hari, pasien diinstruksikan untuk
melakukan scaling dan penambalan gigi yang berlubang pada dokter gigi.
2) KIE
2.2.1 Anamnesis
Pasien datang untuk kontrol (20 hari setelah kunjungan pertama), tidak ada
keluhan menyertai, sariawan pada bibir atas dan pipi pasien sudah hilang. Pasien
sudah melaksanakan diet serat dan mengkonsumsi air putih ± 2L per hari atau 8
gelas per hari. Namun, pasien belum melakukan perawatan scaling dan
penambalan.
Kelenjar Limfe
Wajah Simetri/Asimetri
Stain : +/-
Mukosa bukal : Terdapat teraan gigitan pada regio 36-37 dan 46-47
Frenulum : Sedang
a b
Gambar 2.2 (a) Gambar pipi kiri pasien, tidak terlihat lagi adanya ulserasi pada pipi kiri
regio 35 pasien. (b) Bibir pasien membaik setelah kontrol pertama, namun masih terdapat
deskuamasi ringan.
Tidak dilakukan
1) KIE dilanjutkan
2) OHI dilanjutkan
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1. Definisi
mulut yang ditandai dengan adanya lesi yang terus berulang pada jaringan mukosa
rongga mulut. RAS biasanya diikuti dengan keadaan lain seperti kelainan
karakteristik klinisnya. Ulser minor dengan insidensi 80% dari kasus RAS yang
terjadi, berukuran diameter kurang dari 1 cm dan dapat sembuh tanpa adanya bekas
luka. Ulser mayor, berukuran diameter lebih dari 1 cm dan membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk sembuh serta menyebabkan adanya bekas luka pada pasien.
Ulser herpetiform termanifestasi pada rongga mulut sebagai beberapa lesi ulseratif
kecil pada rongga mulut yang terlokalisir (Greenberg and Glick, 2003).
3.1.2. Etiologi
defisiensi hematologi, dan kelainan imunologi. RAS terjadi karena adanya infiltrasi
sel sel limfositik ke area epitel yang menyebabkan terjadinya oedema disertai
dengan vakuolisasi keratin sehingga terjadi pembengkakan yang kemudian akan ter
ulserasi. 40% dari penderita RAS memiliki riwayat penyakit yang sama pada
10
11
keluarga (Scully and Porter, 2007). Faktor lainnya yang dapat menjadi penyebab
dari RAS adalah trauma, stress, kecemasan, dan alergi (National Cancer Institute,
1996).
yaitu faktor predisposisi lokal dan sistemik (Scully and Porter, 2007). Faktor
predisposisi lokal dari RAS adalah adanya trauma fisis, RAS jarang terjadi pada
orang-orang yang mukosanya telah terkertinisasi dan pada perokok (Wray, et al,
1981). Faktor predisposisi sistemik dari RAS antara lain sindrom Bechet,
neutropenia siklik, radang pada faring dan kelenjar limfa, sindrom Sweet, dan
coklat, kopi, kacang, sereal, strawbery, keju, tomat dan tepung gandum yang
1. Genetik
Pada beberapa individu, RAS bisa saja terjadi karena adanya latar belakang
genetik. Lebih dari 40% pasien dengan RAS memiliki catatan penyakit yang sama
pada keluarganya (Sircus, et al.,1957). Pasien yang memiliki warisan genetik RAS
biasanya ulser terbentuk lebih awal dari umur onset pada umumnya dengan gejala
yang lebih parah dibandingkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat genetik
(Ship, 1972).
2. Alergi makanan
12
tomat, dan gandum (mengandung gluten) pada beberapa orang dapat menyebabkan
timbulnya RAS. Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa
akan meradang dan edematous, disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-
gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil. Vesikel ini bersifat sementara dan akan
pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi
3. Trauma Lokal
Trauma merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan ulser pada
pasien dengan RAS (Scully, et al.,2003). Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat
berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan
atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi (Delong dan Burkhart, 2013; Rajendran,
2009).
4. Gangguan Hormonal
Jones dan Mason (1980), terdapat hubungan antara RAS dengan siklus menstruasi
dan terjadi 2 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Hormon yang
bertanggung jawab pada hal ini adalah estrogen dan progesteron. Estrogen
bertanggung jawab untuk merangsang maturasi lengkap sel epitel mukosa mulut
progesteron yang kadarnya lebih rendah dari normal memiliki risiko lebih tinggi
permeabilitas vaskuler. Pada penderita RAS dengan kadar progesteron yang rendah
RAS yang muncul secara periodik sesuai siklus menstruasi (Soetiarto, et al., 2009).
Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari
tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan,
& Folkman,1986 dalam Nasution, 2011). Setiap orang memiliki caranya masing-
keseimbangan (homeostatis). Salah satu teori tentang stres dan dampaknya terhadap
2011).
Pada tahap pertama GAS, setiap trauma fisik atau mental yang terjadi akan
memicu sistem imun untuk segera bereaksi dalam menghambat stres. Akibat dari
sistem imun tubuh yang pada awalnya tertekan, tingkat normal daya tahan tubuh
akan menurun sehingga tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Jika stres
yang dihadapi ringan dan tidak berlangsung lama, tubuh akan kembali normal dan
Pada tahap kedua GAS, terjadi resistensi atau adaptasi tubuh akibat dari
14
stresor yang tidak dapat diatasi. Akhirnya, tubuh beradaptasi terhadap stres dan
Pada tahap ketiga GAS, terjadinya kelelahan yaitu tubuh telah kehabisan
energi dan daya tahan tubuh. Tubuh mengalami kelelahan adrenal yang hebat dari
segi mental, fisik dan emosi. Apabila adrenal semakin berkurang, terjadinya
kelelahan mental dan fisik yang terus berkembang maka tubuh tidak berdaya, dan
6. Merokok
Pasien yang menderita RAS biasanya adalah bukan perokok. Prevalensi dan
keparahan RAS lebih rendah pada kelompok perokok berat dibandingkan dengan
yang bukan perokok. Merokok memilii efek bertolak belakang dengan kejadian
RAS karena zat nikotin dapat meningatkan sitokin antiinflamasi. Beberapa pasien
melaporkan mengalami RAS setelah berhenti merokok (Glick, 2015; Scully, et al.,
2003).
7. Aktivitas Mikroorganisme
RAS. Isolat bakteri inisial pada RAS adalah Streptococcus sanguinis, akan tetapi
analisis terbaru mengungkapkan bahwa bakteri yang berperan dalam RAS adalah
strain Streptococcus mitis. Analisis lain juga mengatakan bahwa adenovirus juga
dapat menyebabkan terjadinya RAS akan tetapi perlu konfirmasi lebih lanjut untuk
8. Gangguan Immunologi
Ulser aftosa yang besar sering kali ditemukan pada pasien HIV+ dengan
CD4 limfosit T di bawah 100 sel/ml serta ditemukan pula pada pasien non HIV
9. Defisiensi Nutrisi
RAS dapat terjadi karena defisiensi nutrisi yaitu defisiensi hematinik. Lebih
dari 20% pasien ditemukan kekurangan zat besi, asam folat, atau vitamin B.
Defisiensi zat besi mengacu pada pendarahan kronis. Asam folat dapat ditemukan
terutama pada sayuran hijau; defisiensi dapat dari diet makanan, atau berhubungan
dan obat sitotksik. Vitamin B12 dapat ditemukan terutama pada daging. Pada
penelitian, pasien RAS yang diterapi dengan sediaan zat besi, vitamin B12, dan
asam folat menunjukkan adanya perbaikan. Faktor nutrisi lain yang penting adalah
vitamin B1, B2, dan B6. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan
memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang
harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan
(Nisa, 2011).
11. Obat-obatan
seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR (Nisa, 2011).
RAS bermanifestasi pada rongga mulut berupa satu atau beberapa lesi yang
dangkal, menyebabkan adanya rasa sakit atau tidak nyaman pada rongga mulut dan
berulang dengan interval beberapa bulan atau beberapa hari (Scully and Porter,
2007). RAS diawali dengan rasa terbakar pada area mukosa selama 24 sampai 48
jam, pada fase awal ini, terbentuk daerah eritem yang terlokalisir yang menandakan
adanya proses peradangan, dalam waktu beberapa jam terbentuk papula putih
sampai 72 jam. Lesi multiple dapat muncul dalam beberapa kasus RAS namun
ukuran, jumlah, dan frekuensinya sangat bervariasi (Greenberg and Glick, 2003).
RAS memiliki tiga manfiestasi klinis yaitu minor, mayor, dan herpetiform.
Ulser minor atau disebut juga Mikulicz’s Apthae terjadi pada 75 sampai 85
persen dari kasus RAS. Ulser minor dapat terjadi pada setiap mukosa non keratin
pada rongga mulut dan paling sering erjadi pada mukosa bagian bukal, labial, dasar
mulut, dan bagian permukaan ventral dan lateral dari lidah. Ulser minor memiliki
17
ukuran lebih kecil dari 8-10 mm dan dapat sembuh dalam jangka waktu 10 sampai
terjadi pada 10% dari pasien RAS. Ulser mayor dapat berukuran lebih dari 1 cm
dan sering muncul pada bibir, palatum lunak, dan tenggorok. Ulser mayor biasanya
sembuh dalam waktu 6 minggu dan biasanya meninggalkan bekas luka. Ulser
mayor biasanya timbul setelah umur pubertas, kronis, dan berulang (Scully and
Porter, 1989). Demam, susah menelan, dan malaise dapat timbul pada fase-fase
Ulser Herpetiform jarang terjadi, kasus ini hanya terjadi pada 5 sampai 10
persen dari kasus RAS, ulser herpetiform dikarakeristikan sebagai ulser multiple
yang terkumpul, berukuran kecil, dan menimbulkan rasa sakit. Pada beberapa kasus
ulser multiple tersebut dapat berfusi menjadi sebuah ulser besar yang berbentuk
3.1.4. Patofisiologi
adalah:
1. Tahap prodromal
Tahap ini merupakan suatu tahap yang jarang terjadi pada semua pasien.
Tahap ini berlangsung 2-48 jam. Pasien merasakan tidak enak di dalam mulut, dapat
2. Tahap pre-ulseratif
3. Tahap ulseratif
Pada tahap ini pasien biasanya merasakan adanya nyeri lokal pada mukosa
mulut. Terlihat pula adanya lesi cekung berbentuk bulat atau oval regular dengan
19
margin tajam dan jelas serta dikeliling daerah yang eritem dan odema. Tahap ini
4. Tahap penyembuhan
Pada tahap ini pasien merasakan nyerinya sudah berkurang, dan terlihat
adanya pseudomembran serta adanya gambaran granulasi. Tahap ini dapat terjadi
5. Tahap remisi
3.1.5. Diagnosis
pasien, utamanya berdasarkan pada riwayat penyakit dan kriteria klinis, tidak ada
uji lab spesifik yang digunakan untuk mendiagnosis RAS. Riwayat medis seperti
ada atau tidaknya lesi pada kulit, mata, organ genital, dan rektum harus diperhatikan
kelainan ulserative lain seperti Crohn’s disease, HIV, dan Behcet’s syndrome. Uji
darah lengkap diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan imun,
kekurangan vitamin dan zat besi, dan malabsorpsi. Biopsi hanya dilakukan untuk
Crohn’s disease, dan Manifestasi oral dari HIV (Preeti, et al, 2011; Edgar, et al,
a. Behcet’s Syndrome
dengan gejala triad yang terdiri dari ulser rekuren pada rongga mulut, ulser
rekuren pada organ genital, dan lesi pada mata. Behcet’s syndrome disebabkan
vaskular dan epitel. Bechet’s syndrome dibedakan dari RAS dengan adanya lesi
di daerah lain seperti daerah organ genital, dan mata (Preeti, et al, 2011).
Gambar 3.4 Ulser dangkal pada mukosa bukal sebagai manifestasi Bechet’s
syndrome (Laskaris, 2006).
infeksi ulang dari Herpes simplex melainkan aktivasi kembali dari virus yang
Vesikel kecil terlihat pada mukosa oral sekitar 1 atau 2 hari setelah
Vesikel dapat cepat ruptur, meninggalkan ulser bulat dangkal. Lesi terjadi pada
seluruh bagian mukosa. Penyakit ini meningkat dengan adanya beberapa lesi
21
bergabung, membentuk lesi ireguler yang lebih besar (Greenberg and Glick,
2003).
akut, dimana seluruh gingiva mengalami edematus dan inflamasi, yang kadang
infeksi primer HSV dapat menyebabkan lesi di kulit bagian labial atau fasial
Infeksi ini bila terjadi pada anak sehat dapat hilang dengan sendirinya.
Demam akan hilang selama 3 atau 4 hari, dan lesi mulai sembuh dalam 1
minggu hingga 10 hari, walaupun HSV dapat tetap ada dalam saliva selama 1
c. Leukoplakia
Leukoplakia adalah lesi putih yang melibatkan mukosa oral, tidak dapat
dihilangkan dengan digosok, dan tidak dapat diklasifikasikan dengan lesi lain
rongga mulut dan secara umum terlihat gambaran seperti keratosis jinak.
22
Menurut penelitian, ada hubungan antara leukoplakia dan frekuensi serta durasi
pemakaian tembakau.
cell carcinoma. Lesi ini lebih sering terjadi pada laki-laki, penelitian
berfisur. Lesi ini kadang terlihat transparan dan tipis seperti sarang laba-laba
atau dapat juga padat dan tebal. (Greenberg and Glick, 2003; Field and
Longmann, 2003) .
d. Traumatic Ulcer
Traumatik ulser adalah lesi ulser reaktif yang sering muncul disertai
adanya riwayat penyebab terjadinya, dapat disebabkan oleh trauma, bahan kimia,
panas, dan radiasi, umumnya self-limited dan dapat sembuh dalam hitungan hari
kasus traumatik ulser akibat trauma aksidental dan biasanya terjadi pada daerah
yang mudah terperangkap atau terabrasi di antara gigi, seperti bibir bawah, lidah,
23
dan mukosa bukal (Regezi, et al., 2016). Ulser mukosa tunggal dapat disebabkan
oleh trauma fisik atau mekanis langsung, termis, ataupun trauma kimia pada
mukosa ataupun pada vaskuler yang merusak jaringan dan membentuk ulserasi.
Selain itu, cedera traumatik dapat disebabkan oleh maloklusi, protesa yang tidak
praktisi medis dalam tindakan medis apapun. (Regezi, et al., 2017). Perawatan
Pembentukan ulser rongga mulut merupakan salah satu efek samping dari
Trauma mekanis pada mukosa oral dapat bereaksi dalam dua jenis, yaitu
kronis dan akut. Trauma mekanis kronis akan mengakibatkan penebalan epitel dan
Trauma mekanis kronis dapat disebabkan karena bentuk gigi tajam, cheek biting,
dan penggunaan gigi tiruan yang sudah tidak baik dalam waktu yang lama. Lesi
trauma mekanis akut akan menghasilkan ulser dengan karakteristik lesi dilapisi
dengan membran fibrin kekuningan serta terasa sakit. Lesi dapat sembuh sendiri
dan hilang pada hitungan hari hingga minggu (Soames, J. C., 2005; Regezi, J. A, et
al, 2017).
24
Gambar 3.6 Gambaran lesi ulser traumatik pada lidah (Laskaris, G., 2006)
e. Crohn’s disease
oleh respon autoimun. Keadaan ini terus berulang pada pasien sehingga dapat
Manifestasi dari Crohn’s disease sangat beragam dan bervariasi tergantung dari
lokasi, derajat keparahan dan pola penyakit bagi setiap individu (Ballester-Ferre,
M.P., 2017).
Salah satu manifestasi dari Chron’s disease adalah adanya lesi pada rongga
mulut dan saluran pencernaan dengan insidensi sebesar 30%. Kondisi ini banyak
terjadi pada penderita Chron’s disease berusia remaja dan pasien diatas umur 60
tahun. Lesi yang muncul berbentuk nodular pada area labial dan pembengkakan
pada mukosa bagian bukal, penampakan bentuk cobblestone pada mukosa bukal
bagian posterior, dan ulserasi pada vestibulum bagian bukal. Untuk dapat
membedakan lesi Crohns’ disease sebagai manifestasi yang terjadi di rongga mulut
25
dengan RAS dibuthukan riwayat kesehatan pasien, dan pemeriksaan biopsi (Scully,
Gambar 3.7 Lesi ulseratif pada palatum sebagai manifestasi oral dari Chron’s
disease (Nishikawa, J., et al, 2014)
3.1.7. Perawatan
RAS pada beberapa kasus akan sembuh dengan sendirinya, namun penting
bagi dokter gigi untuk mengidentifikasi faktor predisposisi dari RAS untuk dapat
menangani RAS dengan tepat (Cui, R.Z, et al, 2016). Beberapa perawatan yang
darah lengkap meliputi hitung eritrosit, asam folat, ferritin, dan vitamin B12 dengan
imun. Berdasarkan hubungan antara RAS dan defisiensi vitamin, beberapa peneliti
al,2014)
26
makan agar asupan gizi tercukupi dan pemberian suplemen multivitamin. Penelitian
dalam penatalaksanaan RAS terbukti efektif yang ditandai melalui keadaan ulser
analgesik seperti 0,2% klorheksidin berupa obat kumur atau gel, tiga kali sehari,
selama lesi masih ada, atau benzydamine hydrochloride 0.15% (Tantum Verde).
Triclosan juga dapat digunakan dalam bentuk gel atau obat kumur tiga kali sehari
selama lesi masih ada. Diklofenak topikal 3% dengan asam hialuronat 2,5% dapat
pendek, secara khusus digunakan jika dalam fase prodormal, diaplikasikan 2-4 kali
sehari. Obat ini dapat mempercepat penyembuhan aftosa dan mengurangi nyeri,
eritema, dan ukuran lesi. Antibiotik topikal seperti tetrasiklin dan turunannya
(doksisiklin dan minosiklin) dalam gel atau obat kumur dapat menghambat respon
dapat berikan dalam bentuk topikal berupa pasta adhesive dan obat kumur. Pasta
27
adhesive dapat diberikan jika lesi lokal dan obat kumur jika lesi difus atau banyak.
Triamcinolone acetonide pasta oral 0.1% diaplikasikan 3-10 kali sehari selama 3-5
menit, untuk pasien dengan lesi erosi kecil dan ringan. Fluocinonide ointment
0.05% diaplikasikan 5-10 kali sehari selama 3-5 menit, memberikan potensi sedang
hingga tinggi, digunakan pada pasien dengan lesi lebih agresif. Clobetasol ointment
0.05% kortikosteroid topikal paling poten digunakan untuk gambaran klinis sedang
sampai berat.
Perawatan dengan obat sistemik diindikasikan jika ulser terlihat konstan dan
agresif, aftosa major, nyeri intens, dan perawatan topikal tidak mampu untuk
efek samping sehingga dalam penggunaannya sebaiknya diberikan oleh dokter gigi
PEMBAHASAN
satu dengan ukuran 5 mm, memiliki dasar cekung, berwarna putih, batas jelas,
bentuk ireguler pada mukosa bukal area gigi 35, dan lesi ulseratif berjumlah 1
dengan ukuran 1 mm, memiliki dasar cekung, berwarna putih, berbatas jelas, tepi
reguler, berbentuk oval pada mukosa labial kanan rahang atas area gigi 11. Temuan
pada pemeriksaan intra oral sesuai dengan yang disebutkan pada literatur, bahwa
gambaran klinis dari RAS berupa satu atau beberapa lesi yang dangkal berbatas
jelas, dengan ukuran lebih kecil dari 8-10mm untuk lesi RAS minor, dan ukuran
lebih dari 1 cm untuk lesi RAS mayor. Berdasarkan temuan klinis, lesi RAS pasien
digolongkan kedalam lesi RAS minor, sesuai dengan pernyataan Scully and Felix
(2005) bahwa ulser aftosa minor mempunyai manifestasi klinis yang terjadi
terutama pada kelompok usia 10-40 tahun, berbentuk ulser bulat atau oval, dangkal,
berwarna kuning-kelabu, dengan diameter sekitar 2-4 mm atau lebih kecil dari 8-
10mm, margin halo eritem disertai odema, dan ditemukan terutama pada mukosa
Menurut Scully dan Porter (2007) Faktor genetik dan hormonal seperti
keadaan stress merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab munculnya
RAS, hal ini sesuai dengan informasi yang didapat melalui anamnesis pasien yang
menyebutkan bahwa keadaan yang sama juga dialami oleh ibu pasien, dan RAS
yang dialami pasien biasanya juga muncul ketika pasien akan melaksanakan ujian.
28
29
menjadi 2 yaitu faktor predisposisi lokal dan sistemik, faktor predisposisi lokal dari
RAS adalah adanya trauma fisis. Dalam kasus ini, faktor predisposisi lokal yang
terdapat pada pasien adalah adanya alat orthodonti yang mengiritasi mukosa pasien.
Faktor lain yang memicu munculnya RAS pada pasien adalah kurangnya asupan air
putih dan makan-makanan berserat, hal ini didasari oleh informasi yag didapat dari
anamnesa bahwa dalam satu hari asupan air putih pasien tidak sampai 8 gelas dan
Keadaan ini menunjukkan pasien mempunyai asupan gizi yang kurang baik dan
sesuai dengan pernyataan Swain et al (2012) bahwa faktor nutrisi dapat memicu
terjadinya RAS terutama defisiensi zat besi, folat, dan vitamin B12.
dalam kasus ini, karena adanya trauma dari alat orthodonti pasien. Menurut Soames
(2005) lesi yang disebabkan traumatic ulcer memiliki karakteristik warna putih
dengan permukaan yang kasar, sedangkan trauma mekanis akut akan menghasilkan
ulser dengan karakteristik lesi dilapisi dengan membran fibrin kekuningan serta
terasa sakit, Traumatic ulcer tidak dipengaruhi oleh stress dan tidak mengalami
pengulangan. Lesi traumatic ulcer juga akan sembuh dengan sendirinya dalam
hitungan hari sampai minggu. Anamnesa mengenai riwayat lesi ulser sebelumnya
dan pemeriksaan klinis dilakukan pada pasien untuk mendiagnosa banding RAS
evaluasi klinis awal dan perawatan non farmakologis dengan memberikan OHI
30
sehabis makan pada pagi hari dan sebelum tidur pada malam hari, pasien
diinstruksikan untuk melakukan scaling dan penambalan gigi yang berlubang pada
dokter gigi, dan Pasien dianjurkan untuk memulai pola hidup sehat dengan minum
minimal 2L/hari, makan makanan dengan gizi seimbang dan perbanyak makanan
berserat seperti sayuran dan buah-buahan. Hal ini sesuai pernyataan Wulandari dan
perubahan pola makan agar asupan gizi tercukupi dan pemberian suplemen
multivitamin
dari perawatan yang telah diberikan. Pada saat kontrol terlihat lesi pada bibir atas
dan pipi pasien sudah hilang. Pasien sudah melaksanakan diet serat dan
mengkonsumsi air putih ± 2L per hari atau 8 gelas per hari. Namun, pasien belum
menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada pasien, Lesi pada pasien telah hilang dan
KESIMPULAN
dengan ukuran 5 mm, memiliki dasar cekung, berwarna putih, batas jelas, bentuk
ireguler pada mukosa bukal area gigi 35, dan lesi ulseratif berjumlah 1 dengan
ukuran 1 mm, memiliki dasar cekung, berwarna putih, berbatas jelas, tepi reguler,
berbentuk oval pada mukosa labial kanan rahang atas area gigi 11.
Perawatan yang diberikan pada pasien adalah evaluasi klinis awal dan
diet makanan sehat, berserat, dan gizi seimbang, dan minum air mineral 2 Liter
perhari.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
33