Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH LAPORAN KASUS MINOR ILMU PENYAKIT MULUT

TRAUMATIC ULCER

Disusun oleh:
Putri Annisa Viramanta
160112150512

Dosen pembimbing:
drg. Tenny Setiani Dewi, M.Kes., Sp.PM

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
2.1 Laporan Kasus ............................................................................................... 3
2.2 Laporan Kontrol I .......................................................................................... 8
2.3 Laporan Kontrol II ....................................................................................... 11
BAB III .................................................................................................................. 15
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 15
3.1. Traumatic Ulcer .......................................................................................... 15
3.1.1 Inflamasi ................................................................................................ 15
3.1.2 Definisi .................................................................................................. 17
3.1.3 Etiologi .................................................................................................. 18
3.1.4 Gambaran klinis .................................................................................... 19
3.1.5 Patofisiologi .......................................................................................... 20
3.1.6 Histopatologi ......................................................................................... 21
3.1.7 Terapi .................................................................................................... 22
3.2 Diagnosis Banding ....................................................................................... 23
3.2.1 Recurrent Apthous Stomatitis ............................................................... 23
3.2.2 Behcet’s Syndrome ................................................................................ 27
3.2.3 Oral Herpes Simpleks............................................................................ 28
3.2.4 Erythema multiforme rekuren (EM) ..................................................... 29
BAB IV .................................................................................................................. 31
PEMBAHASAN.................................................................................................... 31
BAB V ................................................................................................................... 31
KESIMPULAN ..................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Ulser atau ulkus adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa

yang memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan, meluas sampai lapisan

basal, sehingga dapat terbentuk jaringan parut (scars) mengikuti penyembuhannya

(Greenbergand Glick, 2003).Ulser pada rongga mulutdapat disebabkan beberapa

hal, diantaranya yaitu trauma, stomatitis aphtous rekuren, maupun terapi obat-

obatan.Ulser yang disebabkan trauma disebut ulser traumatik.Ulser traumatik

pada rongga mulut biasanya disebabkan oleh trauma mekanis karena adanya gigi

yang patah atau tajam, tambalan yang kurang baik, instrument alat-alat kedokteran

gigi, kebiasaan menggigit bibir, iritasi gigi tiruan, dan benda-benda asing yang

tajam. Ulser traumatik dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia dan jenis

kelamin. Ulser ini biasanya terdapat pada lidah, mukosa bukal, palatum, mukosa

labial, dan juga gingival (Langlais, 2000).

Ulser traumatik dibedakan menjadi ulser akut dan kronis. Ulser akut

biasanya disertai rasa sakit dan memberikan gambaran klinis berupa lesi berwarna

putih kekuningan yang dikelilingi permukaan eritem. Sedangkan ulser kronis

biasanya tidak disertai rasa sakit yang hebat bahkan tidak menimbulkan rasa sakit

serta memberikan gambaran klinis berupa lesi berwarna putih kekuningan dengan

batas yang lebih tinggi dari permukaan di sekitarnya (Regezi, 2003).

1
Perawatan utama untuk ulser traumatik yaitu menghilangkan sumber

trauma. Pemberian multivitamin, antiseptik lokal, antibiotik lokal, dan obat anti-

inflamasi kortikosteroid topikal dapat dilakukan terutama untuk menghilangkan

rasa sakit dan mempercepat penyembuhan lesi.

Makalah laporan kasus ini akan membahas mengenai ulser traumatik pada

seorang pasien yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Padjadjaran pada tahun 2017.

2
BAB II

LAPORAN

2.1 Laporan Kasus

Data Umum Pasien

Nama : Tn. NJ

Umur : 22 Tahun

Alamat : Jl. BBS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

No. Rekam Medis : 2017- 01625

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Pemeriksaan : 17 Maret 2017

Anamnesa

Pasien laki-laki usia 22 tahun datang dengan keluhan adanya sariawan di

bibir bagian atas kanan sejak dua hari yang lalu. Sariawan tersebut terasa perih

jika tersentuh lidah, terkena makanan terutaman makanan yang pedas. Awalnya

sariawan tersebut terjadi pada saat pasien makan 3 hari yang lalu, dan mulai

membesar setelah tergigit. Pasien mengobati sariawannya dengan obat kumur dua

hari sekali dan banyak mengkonsumsi air putih. Namun sampai saat ini pasien

masih mengeluhkan sakit tapi sedikit berkurang dari sebelumnya. Pasien mengaku

3
tidak ada riwayat sariawan berulang setiap bulannya, begitu juga pada riwayat

keluarga pasien. Pasien ingin sariawannya diobati.

Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit jantung : YA/TIDAK


Hipertensi : YA/TIDAK
Diabetes Melitus : YA/TIDAK
Asma/Alergi : YA/TIDAK
Penyakit Hepar : YA/TIDAK
Kelainan GIT : YA/TIDAK
Penyakit Ginjal : YA/TIDAK
Kelainan Darah : YA/TIDAK
Hamil : YA/TIDAK
Kontrasepsi : YA/TIDAK
Lain-lain : YA/TIDAK

Riwayat Penyakit Terdahulu : Disangkal

Kondisi Umum

Keadaan Umum : Baik Tensi :110/70mmHg

Kesadaran : Compos Mentis Pernafasan : 19 x / menit

Suhu : Afebris Nadi : 70 x / menit

Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

4
Submandibula Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Submental Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Servikal Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Mata Pupil : Isokor

Konjungtiva : Non-Anemis

Sklera : Non-Ikterik

TMJ Normal

Bibir Normal

Wajah Simetri/Asimetri

Sirkum Oral Normal

Lain-lain Normal

Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut : Baik Plak (+)

Kalkulus (-) Stain (-)

Gingiva : Oedema di lingual rahang bawah dan bukal posterior

rahang atas

Mukosa Bukal : Teraan gigit di mukosa bukal bagian kanan regio 45

sepanjang 1 cm dan di bagian kiri region 35

sepanjang 1 cm

5
Mukosa Labial : Terdapat satu ulcer berdiameter 4mm, bulat, tepi

iregular, dikelilingi halo eritema pada mukosa labial di

depan gigi 13

Palatum Durum : Normal, kedalaman: sedang

Palatum Mole : Normal

Frenulum : Labial atas : normal, labial bawah : sedang, lingual :

sedang

Lidah : Normal

Dasar Mulut : Normal, kekentalan saliva : normal, jumlah saliva :

banyak

Status gigi

16 CM/PR/V 26 CM/PR/V

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

46 CS/O/V 36/CM/B/V
47 CS/O/V 37/CS/O/V

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : TDL

Darah : TDL

Patologi Anatomi : TDL

Mikrobiologi : TDL

6
Diagnosis

1. D/ Traumatic ulcer et regio 13

DD/ Recurrent Aftosa Stomatitis

Rencana Perawatan

Pro/ Oral Hygiene Instructions


Pro/ Resep
R/ Vit B12 50 mcg tab no. XIV
∫ 2 dd 1
R/ Chlorhexidine gargle 0,2% fl.I
∫ coll oris 2x1 10detik
Pro/ Kontrol 1 minggu

7
Gambar 2.1 Ulser traumatic pada mukosa labial di regio gigi

13

2.2 Laporan Kontrol I

Tanggal pemeriksaan : 24 Maret 2017

Nama : Nufa Julfriansyah

Umur : 22 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anamnesa

Pasien datang kembali setelah 7 hari sejak kunjungan pertama. Pasien

merasa keluhannya sudah hilang sejak penggunaan chlorhexidine selama 5 hari

sejak sariawan muncul. Pemakaian obat kumur dihentikan karena keluhan

dirasakan sudah hilang, dan vitamin dihabiskan selama 7 hari terakhir. Pasien

mengaku sudah memperbanyak konsumsi sayur dan buah-buahan dan menambah

konsumsi air putih sesuai anjuran. Akan tetapi, pada saat dilakukan pemeriksaan,

masih terdapat sariawan dalam proses penyembuhan. Pasien sudah tidak

mengeluhkan sakit.

Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Submental Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

8
Servikal Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Mata Pupil : Isokor

Konjungtiva : Non-Anemis

Sklera : Non-Ikterik

TMJ Normal

Bibir Hipotonus

Wajah Simetri/Asimetri

Sirkum Oral Normal

Lain-lain Normal

Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut : Baik Plak (+)

Kalkulus (-) Stain (-)

Gingiva : Oedema di lingual rahang bawah dan bukal posterior

rahang atas

Mukosa Bukal : Teraan gigit di mukosa bukal bagian kanan regio 45

sepanjang 1 cm dan di bagian kiri region 35

sepanjang 1 cm

Mukosa Labial : Terdapat satu ulcer berdiameter 1 mm, bulat, tepi

iregular, dikelilingi halo eritema pada mukosa labial di

depan gigi 13

Palatum Durum : Normal, kedalaman: sedang

9
Palatum Mole : Normal

Frenulum : Labial atas : normal, labial bawah : sedang, lingual :

sedang

Lidah : Normal

Dasar Mulut : Normal, kekentalan saliva : normal, jumlah saliva :

banyak

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : TDL

Darah : TDL

Patologi Anatomi : TDL

Mikrobiologi : TDL

Diagnosis

Traumatic Ulcer (dalam proses penyembuhan)

Rencana Perawatan

Pro/ Oral Hygiene Instructions


Pro/ Resep
R/ Chlorhexidine gargle 0,2% fl.I
∫ coll oris 2x1 10detik
Menjaga pola makan, konsumsi sayur dan buah-buahan
Penggunaan Pelembab bibir
Pro/ Kontrol 1 minggu

10
Gambar 2.2 Post ulser traumatik pada mukosa labial di regio gigi

13- kontrol I

2.3 Laporan Kontrol II

Tanggal pemeriksaan : 31 Maret 2017

Nama : Nufa Julfriansyah

Umur : 22 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anamnesa

11
Pasien datang kembali setelah 14 hari sejak kunjungan pertama. Pasien

merasa keluhannya hilang sejak pemakaian chlorhexidine selama 5 hari sejak

sariawannya muncul, dan pemakaian chlorhexidine dihentikan karena keluhan

dirasa sudah hilang. Namun pada saat kontrol I satu minggu lalu, masih terdapat

sariawan dalam proses penyembuhan dan pasien dianjurkan untuk menggunakan

chlorhexidine kembali. Pada saat kontrol II hari ini, pada saat diperiksa sariawan

sudah benar-benar sembuh dan pasien sudah tidak mengeluhkan adanya sakit.

Pasien mengaku sudah memperbanyak mengkonsumsi sayur, buah-buahan, dan

air putih.

Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Submental Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Servikal Kiri : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan : Teraba + / - Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Mata Pupil : Isokor

Konjungtiva : Non-Anemis

Sklera : Non-Ikterik

TMJ Normal

Bibir Hipotonus

12
Wajah Simetri/Asimetri

Sirkum Oral Normal

Lain-lain Normal

Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut : Baik Plak (+)

Kalkulus (-) Stain (-)

Gingiva : Oedema di lingual rahang bawah dan bukal posterior

rahang atas

Mukosa Bukal : Teraan gigit di mukosa bukal bagian kanan regio 45

sepanjang 1 cm dan di bagian kiri region 35

sepanjang 1 cm

Mukosa Labial : Normal

Palatum Durum : Normal, kedalaman: sedang

Palatum Mole : Normal

Frenulum : Labial atas : normal, labial bawah : sedang, lingual :

sedang

Lidah : Normal

Dasar Mulut : Normal, kekentalan saliva : normal, jumlah saliva :

banyak

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : TDL

13
Darah : TDL

Patologi Anatomi : TDL

Mikrobiologi : TDL

Diagnosis

Post Traumatic Ulcer (sembuh)

Rencana Perawatan

Pro/ Oral Hygiene Instructions


Menjaga pola makan, konsumsi sayur dan buah-buahan
Penggunaan Pelembab bibir

Gambar 2.3 Post ulser traumatik pada mukosa labial di

regio gigi

13- kontrol II

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Traumatic Ulcer

3.1.1 Inflamasi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera

atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau

mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera

(Dorland, 2002).

Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang

memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang

paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk

menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik

yang diakibatkan oleh kerusakan sel (Robbins, 2004).

Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat

kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik

protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar

dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk,

membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan

(Corwin, 2008).

Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme

yang berbeda :

15
a. fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas

kapiler.

b. reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan

fagosit.

c. fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis.

Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya

permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses

inflamasi yang sudah dikenal ialah:

1. Kemerahan (rubor)

Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke

daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke

tempat cedera (Corwin, 2008).

2. Rasa panas (kalor)

Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa

panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang

daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila

terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh

tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007).

3. Rasa sakit (dolor)

Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal:

(1) adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi

peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri,

16
(2) adanya pengeluaran zat – zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin,

histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf – saraf perifer di sekitar radang

sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007).

4. Pembengkakan (tumor)

Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh

terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan

cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar

dari pembuluh darah ke ruang interstitium (Corwin, 2008).

5. Fungsiolaesa

Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi

dan sekitarnya akibat proses inflamasi. (Wilmana, 2007). Selama berlangsungnya

respon inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara

lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien

dan prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, terjadi lisis

membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat

dikatakan tidak berefek terhadap mediator-mediator kimiawi tersebut kecuali PG

(Wilmana, 2007).

3.1.2 Definisi
Ulser adalah suatu defek pada jaringan epitel berupa lesi cekung berbatas

jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis (Greenberg dan Glick, 2003).Ulser

adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan muka yang memperlihatkan

disintegritas dan nekrosis jaringan sedikit demi sedikit. Ulser meluas melewati

17
lapisan basal dari epitel dan ke dalam dermisnya, penyembuhannya diikuti dengan

pembentukan jaringan parut (Langlais, 2000)

Ulser traumatik biasanya terasa sakit dan lesinya berupa ulser tunggal

berbatas eritema dengan dasar yang dilapisi pseudomembran. Menurut Mosby’s

Dental Dictionary (2009), Ulser traumatik adalah bentukan lesi ulseratif yang

disebabkan oleh adanya trauma. Ulser traumatik dapat terjadi pada semua usia dan

pada kedua jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosabibir,

palatum, dan tepi perifer lidah.

3.1.3 Etiologi
Etiologi ulser traumatik ini disebabkan oleh trauma oral bisa fisik ataupun

kimia. Trauma fisik yang biasa terjadi termasuk pipi atau lidah yang tergigit,

iritasi gigi tiruan yang tidak sesuai, trauma dari benda asing atau bahkan trauma

dari sebuah sikat gigi (Cunningham,2002).

Menurut Houston (2012),traumatik ulser disebabkan oleh berbagai faktor:

 Trauma mekanis : sering ditemukan di mukosa bukal, mukosa labial bibir atas

dan bawah, dan batas lateral lidah. Mucobucofold, gingiva dan mukosa palatal

juga dapat terlihat . contoh trauma mekanis : trauma saat menyikat gigi, gigi yang

patah atau tajam, tambalan yang kurang sempurna, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat

ortodonti, iritasi bahan kedokteran gigi lainnya.

 Trauma kimia : trauma kimia dapat merusak berbagai daerah pada membran

mukosa. Contoh trauma kimia : aspirin, hydrogen peroksida, silver nitrat,dan

fenol.

18
 Suhu yang panas : lesi biasanya terjadi pada posterior mukosa bukal dan

palatum. Contoh : makanan atau minuman terlalu panas

3.1.4 Gambaran klinis


Gambaran klinis dari ulser traumatik bervariasi dalam ukuran dan

bentuknya sesuai dengan penyebabnya. Biasanya ulser traumatic mempunyai

gambaran khas berupa ulser tunggal dengan batas yang tidak teratur, tampak

sedikit cekung tidak ada indurasi, jika dipalpasi terasa lunak dan sakit. Pada

bagian tengah ulser biasanya berwarna kuning- kekuningan, dengan batas yang

tegas dan adanya membran fibrinopurulen. Sedangkan di perifer lesi pada awalnya

terdapat daerah eritematous, kemudian perlahan-lahan warnanya menjadi lebih

muda karena proses keratinisasi (Field, 2003).

Rasa sakit pada ulser biasanya timbul terutama saat memakan makanan

yang panas, pedas, atau asin. Mukosa yang rusak karena bahan kimia, seperti

terasa burn sensation oleh aspirin, lapisan epitel mukosanya menjadi nekrosis

dengan gambaran plak berwarna putih. Kemudian epitel yang mengalami nekrosis

ini mengelupas dan meninggalkan daerah ulserasi. Oleh sebab itu ulser traumatik

yang disebabkan oleh bahan kimia bentuk lesinya memiliki batas yang tidak jelas

(Langlais dan Miller, 2000).

Lokasi, ukuran, dan bentuk lesi tergantung trauma yang menjadi

penyebab. Secara simtomatik, gambaran yang paling sering berupa ulser tunggal

dan sakit dengan permukaan lesi halus, berwarna putih kekuningan atau merah,

dengan tepi eritem tipis. Ulser biasanya lunak pada palpasi, dan sembuh tanpa

19
berbekas dalam 6-10 hari, secara spontan atau setelah menghilangkan penyebab

(Laskaris, 2006).

Gambar 3.1 Traumatik ulser pada mukosa labial (Burket, 2008)

3.1.5 Patofisiologi
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel

dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuklear juga mengelilingi

pembuluh darah (perivaskular), tetapi tidak terlihat adanya vaskulitis (Cawson dan

Odell, 2008).

Gejala ulser traumatik ini adalah sakit, ketidaknyamanan dalam 24 hingga

48 jam sesudah trauma terjadi. Gambaran lesi ulser bergantung pada faktor

iritannya. Mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu

singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya

hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulser akan ditutupi oleh eksudat fibrin

kekuningan dan apabila dasar ulser berubah warna menjadi merah muda tanpa

eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan. Mukosa

oral terdiri dari lapisan epitel gepeng berlapis yang tipis dan rapuh yang banyak

disuplai oleh pembuluh darah. Epitel oral mempertahankan integritas structural

20
dengan proses pembaruan sel terus-menerus dimana sel-sel yang dihasilkan oleh

pembelahan mitosis dalam lapisan terdalam bermigrasi ke permukaan untuk

menggantikan sel yang terbuka. Pembaruan sel berlangsung cepat, sehingga

penyembuhan luka akan cepat terjadi, namun kemungkinan untuk kerusakan sel

juga tinggi. Suplai darah yang melimpah dan kerapuhan sel epitel, menjadi risiko

untuk terjadinya infeksi, inflamasi, dan trauma meningkat (Cunningham, 2002).

Ulser ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan jaringan

parut dalam waktu 10 hingga 14 hari apabila iritan penyebab dihilangkan karena

terjadi proses keratinisasi dan pembaharuan sel-sel epitel mukosa oral

(Cunningham, 2002).

3.1.6 Histopatologi
Lesi traumatik ulser akut dan kronis memiliki perbedaan gambaran

histopatologi, yaitu keterlibatan sel makrofag antara kedua lesi tersebut. Pada lesi

akut, permukaan epithelium yang hilang digantikan oleh jaringan fibrin yang

banyak mengandung neutrophil, sedangkan pada lesi kronis sel makrofag yang

banyak terlihat adalah eosinophil, kemudian pada lesi akut regenerasi sel

epithelium dimulai pada tepi ulser dan pada lesi kronis regenerasi epithelium

mungkin tidak terjadi (Regezi et al., 2003)

21
Gambar 3.2 Gambaran histologis menunjukkan hilangnya lapisan
epitelium, infiltrasi sel-sel inflamatori pada dasar ulser, dan kapiler yang
berdilatasi.(Regezi, 2003)

3.1.7 Terapi
Terapi traumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor

etiologi atau penyebab (trauma) (Laskaris, 2006). Terapi simptomatik pasien

dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti

khlorhexidin dengan analgesik. Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan

dengan pemberian antibiotik. Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi

makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam

waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik

hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain

harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu

ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut merupakan

karsinoma.

Secara umum, pasien dengan keluhan traumatic ulcer dapat diterapi dengan:

Jenis Terapi

22
Antiseptik topikal Chlorhexidine gluconate 0,2%
 Cara : kumur selama 1 menit sebanyak 10ml
 Waktu : 2x sehari selama masih terdapat lesi
sampai 2 hari setelah lesi sembuh

Povidone iodin 1%
 Cara : kumur selama 30detik sebanyak 10 ml
 Waktu : 3-4x sehari
Kortikosteroid topikal Triamcinolone acetonide 0,1%
 Cara : oles tipis pada luka
 Waktu : setelah makan dan sebelum tidur

3.2 Diagnosis Banding

3.2.1 Recurrent Apthous Stomatitis


Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) adalah kondisi ulseratif yang

mempengauhi mukosa mulut tanpa bukti yang jelas mengenai keterlibatan

gangguan medis yang mendasari (Greenberg and Glick, 2010). Recurrent

Aphthous Stomatitis juga diartikan sebagai keadaan dimana timbul ulser

berbentuk ovoid atau bulat yang mengenai mukosa oral. Recurrent Aphthous

Stomatitis merupakan salah satu ulser inflamasi mukosa oral yang paling sakit

terutama pada saat makan, menelan, maupun bicara. Recurrent Aphthous

Stomatitis biasanya menyerang mukosa lunak mulut atau mukosa nonkeratin yang

tidak melekat langsung pada tulang. Daerah ini meliputi mukosa labial, mukosa

bukal, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak, dan mukosa

orofaringeal. Daerah yang jarang terkena RAS adalah palatum keras dan gingiva

cekat. (Greenberg and Glick, 2010). Penyakit ini relatif ringan karena tidak

bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-orang yang

menderita RAS dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat

23
terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa RAS bukan merupakan penyakit

yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis

dengan gejala klinis yang sama (Haikal, 2009).

Berdasarkan gambaran klinisnya, RAS dibagi dalam 3 tipe, yaitu :

1. Recurrent Aphthous Stomatitis tipe minor

RAS minor sering disebut sebagai mild aphthous aphthae. Merupakan 70-

85% kasus RAS yang sering terjadi. Mempunyai diameter kurang dari 1 cm dan

lesi dapat sembuh selama 10-14 hari, penyembuhannya tanpa meninggalkan

jaringan parut. Ulser ini diliputi pseudomembran berwarna kuning abu-abu dan

dikelilingi oleh halo kemerahan. RAS minor cenderung terjadi pada mukosa

bergerak seperti yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Sering terjadi

pada mukosa bibir dan pipi, dan jarang terjadi pada mukosa berkeratin seperti

palatum durum dan gusi cekat. Gejala prodormal terkadang muncul. Apthous

minor tampak sebagai ulkus oval, dangkal, berwarna kuning-kelabu, dengan

diameter sekitar 3-5 mm. Tidak ada bentuk vesicle yang terlihat pada ulkus ini.

Tepi eritematosus yang mencolok mengelilingi pseudomembran fibrinosa. Rasa

terbakar merupakan keluhan awal, diikuti rasa sakit hebat beberapa hari. Kambuh

dan pola terjadinya bervariasi. Ulkus bisa tunggal maupun multiple, dan sembuh

spontan tanpa pembentukan jaringan parut dalam waktu 14 hari. Kebanyakan

penderita mengalami ulser multiple pada 1 periode dalam waktu 1 bulan (Langlais

dan Miller, 2003).

24
Gambar 3.3 Gambaran RAS tipe minor (Scully et al, 2003).

2. Recurrent Aphthous Stomatitis tipe mayor

Terjadi sekitar 10-15 % kasus dalam rongga mulut. biasanya berada di atas

kelenjar saliva minor. Recurrent Aphthous Stomatitis tipe mayor merupakan

bentuk RAS yang lebih sedikit terjadi. Gejala prodromal lebih sering terjadi

sebelum terbentuknya ulser. Demam, dysfagia, dan malaise merupakan gejala

awal yang kadang terjadi di awal penyakit pada beberapa pasien. Bentuk lesi ini

oval dengan diameter lebih dari 1 cm, lebar, dalam, ireguler, butuh waktu lebih

lama untuk sembuh kurang lebih 6 minggu dan bila sembuh menimbulkan

jaringan parut. RAS mayor merupakan bentuk yang lebih besar dari RAS minor.

Ukuran diameter lebih dari 1 cm, bersifat merusak, ulser lebih dalam, dan lebih

sering timbul kembali. Umumnya terjadi pada wanita dewasa muda yang mudah

cemas. Seringnya multiple, meliputi palatum lunak, fausea tonsil, mukosa bibir,

pipi, dan lidah, kadang-kadang meluas sampai ke gusi cekat. Ulkus ini memiliki

karakteristik, crateriform, asimetris dan unilateral. Bagian tengahnya nekrotik dan

25
cekung. Ulkus sembuh beberapa minggu atau bulan, dan meninggalkan jaringan

parut (Langlais dan Miller, 2003).

Gambar 3.4 Gambaran RAS tipe mayor (Scully et al, 2003).

3. Recurrent Aphthous Stomatitis tipe herpetiform

Jarang terjadi, hanya terjadi sekitar 5-10% kasus. Lesi berbentuk kecil (hanya

1-3 mm), multipel (bervariasi antara 5-100 ulser), berbentuk bulat, dan dapat

terlokalisir atau dapat tersebar pada mukosa oral. Ulkus herpetiform ini, secara

klinis mirip ulkus-ulkus pada herpes primer. Gambaran berupa erosi kelabu yang

jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan

menjadi tak jelas batasnya. Awalnya berdiameter 1-2 cm dan timbul berkelompok

10-100 buah. Ulkus dikelilingi daerah eritematosus dan mempunyai gejala sakit.

Biasanya terjadi hampir pada seluruh mukosa oral terutama pada ujung anterior

lidah, tepi-tepi lidah dan mukosa labial. Sembuh dalam waktu 14 hari (Langlais

dan Miller, 2003).

26
Gambar 3.5 Gambaran RAS tipe herpetiform (Scully et al, 2003)

3.2.2 Behcet’s Syndrome


Behcet’s syndrome disebabkan oleh imun kompleks yang menyebabkan

inflamasi pada pembuluh darah dan epithelium, ditandai dengan gejala klinis

berupa lesi rekuren yang mengenai rongga mulut, mata, dan genital (Chandra, et

al., 2007). Apabila memiliki 2-3 kriteria mayor dan 2 kriteria minor menjadi

indikator diagnosis dari behcet’s syndrome. Kriteria mayor berupa ulser oral yang

bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi pada mata (konjungtivitis, iritis,

uveitis, retinal vaskulitis), lesi pada kulit (papula, pustula, eritema nodosum, ulser,

lesi nekrotik), sedangkan kriteria minornya adalah lesi pada gastrointestinal, lesi

vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi kardiovaskular, riwayat keluarga

(Greenberg andGlick, 2003 ; Laskaris,2006). Lesi oral rekuren 90% terjadi pada

pasien yang secara klinis mirip dengan aphthous ulcers (Chandra et al ., 2007).

27
Eksudat serofibrinosa menutupi permukaan dan tepi merah berbatas jelas

(Langlais and Miller, 2000).

Gambar 3.5 Lesi seperti Aphthous pada pasien Behcet’s Disease


(Greenberg and Glick, 2003)

3.2.3 Oral Herpes Simpleks


Biasanya pasien dengan infeksi herpes simplex virus primer datang kepada

klinisi dalam keadaan full blown kelainan pada oral dan kondisi sistemik. Riwayat

onset terjadinya penyakit membantu dalam membedakan lesi primer infeksi HSV

dengan lesi multipel akut lainnya pada mukosa oral (Greenberg, 2003)

Masa inkubasi dari infeksi herpes simplex virus primer umumnya berkisar

antara 5-7 hari, namun dapat pula terjadi antara 2-12 hari. Pasien oral herpes

primer memiliki riwayat generalized prodromal symptom yang mendahului

terbentuknya lesi lokal 1- 2 hari sebelumnya.Hal inilah yang membedakan infeksi

ini dengan allergic stomatitis dan erythema multiform, dimana lesi lokal dan

sistemik muncul bersamaan. Generalized symptom ini meliputi demam, sakit

kepala, malaise, nausea, dan muntah-muntah. Tidak adanya riwayat herpes labialis

rekuren dan adanya riwayat kontak dengan penderita lain juga dapat membantu

kita dalam membuat diagnosis penyakit ini.(Greenberg,2003).

28
Lesi lokal muncul berupa vesikel kecil yang berdinding tipis dengan

inflammatory base (pinggiran ulser berwarna merah akibat inflamasi) yang dapat

muncul pada seluruh bagian dari mukosa oral. Dinding vesikel ini mudah sekali

pecah dan membentuk lesi ulser kecil bulat dan dangkal. Lesi dapat terjadi pada

semua bagian mukosa. Dengan bertambah parahnya penyakit, lesi ulser ini akan

bergabung satu sama lain membentuk ulser yang lebih besar dengan bentuk yang

tidak teratur (Greenberg 2003).

Gambar 3.6 Infeksi HSV (Laskaris, 2006)

3.2.4 Erythema multiforme rekuren (EM)


Erythema multiforme adalah penyakit inflamasi akut pada kulit dan

membran mukosa yang menyebabkan berbagai macam lesi kulit, umumnya adalah

inflamasi yang dibarengi vesikel dan bulla yang ruptur dengan cepat, mempunyai

ciri ulser yang besar, menyebabkan kesulitan dalam makan, minum, menelan, dan

29
pasien dengan EM yang parah ditandai dengan sekresi saliva yang banyak

menyebabkan pasien mengeluarkan air liurnya yang banyak . Biasanya terjadi

pada kelompok usia 20-40 tahun (Greenberg et al, 2008).

Gambar 3.7 Intraoral lesi dengan Erythema multiforme (Greenberg et al, 2008)

30
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kunjungan pertama (tanggal 24 Maret 2017) pasien datang dengan

keluhan terdapat sariawan di bibir bagian atas kanan sejak dua hari yang lalu.

Sariawan tersebut terasa perih jika tersentuh lidah, terkena makanan terutama

makanan yang pedas. Awalnya sariawan tersebut terjadi pada saat pasien makan 3

hari yang lalu, dan mulai membesar setelah tergigit. Pasien mengobati

sariawannya dengan obat kumur dua hari sekali dan banyak mengkonsumsi air

putih. Namun sampai saat ini pasien masih mengeluhkan sakit tapi sedikit

berkurang dari sebelumnya. Pasien mengaku tidak ada riwayat sariawan berulang

setiap bulannya, begitu juga pada riwayat keluarga pasien. Pasien ingin

sariawannya diobati.

Pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya kelainan. Sedangkan pada

pemeriksaan intraoral ditemukan satu ulcer berdiameter 4mm, bulat, tepi iregular,

dikelilingi daerah halo eritema pada mukosa labial regio gigi 13. Diagnosa yang

ditegakkan pada pasien ini adalah traumatic ulcer. Traumatic ulcer merupakan

lesi rongga mulut yang umumnya dapat disebabkan oleh trauma mekanis seperti

suhu, kimia, dan elektrik, serta trauma akibat tergigit, bagian protesa yang tajam,

maloklusi, malformasi gigi, kawat splinting dan pada saat pengunyahan. Pada

pasien ini traumatic ulcer timbul karena trauma akibat trauma karena tergigit.

Pasien ini didiagnosis ulser traumatik karena menurut anamnesa dan

pemeriksaan klinis yang dilakukan, ulser memiliki etiologi trauma yang jelas dan

dapat diidentifikasi, yaitu karena trauma akibat tergigit.

31
Ulser traumatik memiliki beberapa diagnosis banding yaitu stomatitis

aptous rekuren, sindrom Behcet, infeksi Herpes Simpleks Virus. Pada kasus ini

pasien mengaku tidak memiliki riwayat keluarga yang memiliki SAR. Etiologi

ulser sudah jelas, yaitu karena trauma mekanis yang disebabkan trauma akibat

tergigit, dan berdasarkan kontrol, ulser tidak bersifat rekuren. Hal ini

menunjukkan bahwa ulser pada pasien ini bukan merupakan SAR.

Sindrom Behcet memiliki trias gejala, yaitu ulser pada mulut, uveitis, dan

ulser pada daerah genital. Kedua gejala terakhir tidak ditemukan pada pasien ini,

sehingga dapat disimpulkan bahwa ulser pada pasien ini juga bukan merupakan

gejala dari sindrom Behcet.

Infeksi virus Herpes Simpleks dapat bermanifestasi sebagai lesi ulser pada

rongga mulut. Munculnya lesi didahului oleh gejala prodormal, misalnya malaise

dan demam. Ulser yang terjadi merupakan vesikel yang kemudian ruptur, disertai

dengan rasa sakit seperti terbakar dan gatal. Pada kasus ini pasien tidak

mengalami gejala prodormal dan tidak mengeluhkan rasa terbakar dan gatal,

meununjukkan bahwa ulser ini bukan merupakan manifestasi dari infeksi virus

Herpes Simpleks.

Pasien ini diresepkan obat kumur berupa Chlorhexidine garg 0,2% yang

digunakan dua kali sehari setiap habis menyikat gigi. Terapi simptomatik pasien

traumatic ulser yaitu dengan pembeian obat kumur antiseptik seperti chorhexidine

gluconate 0,2 % diberikan 2x sehari selama masih ada lesi hingga 2 hari setelah

lesi sembuh (Field,2003) dan melanjutkan peningkatan nutrisi berupa daging-

dagingan (Vit B12), sayur-sayuran hijau (zat besi), dan kacang-kacangan (asam

32
folat) dianjurkan untuk dikonsumsi oleh pasien agar mempercepat proses

penyembuhan.

Pada kontrol pertama masih terdapat ulser dalam masa penyembuhan

namun pasien sudah tidak ada keluhan sakit. Keluhan berkurang berkurang

setelah penggunaan chlorhexidine glukonate 0,2% 2 kali sehari. Pasien

diinstruksikan untuk menjaga oral hygiene, banyak minum air putih,

mengonsumsi sayur dan buah, sehingga mempercepat penyembuhan ulser. Pasien

juga diinstruksikan untuk datang kembali untuk kontrol 1 minggu setelah

kunjungan pertama guna memantau perkembangan penyembuhan luka akibat

trauma tersebut.

Pada kontrol kedua pasien datang kembali untuk melakukan kontrol. Pada

saat diperiksa sudah tidak ditemukan adanya ulser di mukosa labial kanan atas

karena pasien mengikuti seluruh instruksi dan saran dengan baik, sehingga ulser

telah sembuh dan tidak terdapat keluhan lagi.

33
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis, diketahui pasien

mengalami ulser traumatik pada mukosa labial kanan atas. Pada kasus ini ulser

traumatik disebabkan karena pasien tidak sengaja menggigit mukosa labialnya

pada saat makan. Terapi yang diberikan kepada pasien adalah pemberian resep

Chlorhexidine gargle 0,2% fl.I , Vitamin B12, serta instruksi oral hygiene.

Pada kunjungan kontrol pertama, 7 hari kemudian, masih terdapat ulser

dalam proses penyembuhan namun pasien mengaku sudah tidak ada keluhan

sakit. Pada kunjungan kontrol kedua, ulser sudah benar-benar sembuh dan pasien

sudah tidak mengeluhkan adanya sakit Pasien mengikuti intruksi yang diberikan

dengan baik, seperti mengkonsumsi banyak buah dan sayur serta air mineral. Hal

tersebut mengindikasikan diagnosis dan terapi yang diberikan tepat, serta

didukung oleh sikap kooperatif pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, S. ; Chandra, G. ; Kamala, R. 2007. Oral Medicine. New Delhi : Jaypee


Brother Medical Publishers. p. 53 – 54.
Cunningham, S. 2002. Ulcerative lesions of the oral cavity. Grand Rounds

Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology

Field, A., Longman, L., and William, R.T. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine.

London : Oxford University Press. p. 51 – 59.

Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and

Treatment. 10th ed. Hamilton : BC Decker Inc

Haikal, Mohammad. 2009. Aspek Imunologi Stomatitis Aftosa Rekuren. Skripsi.


Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8273/1/10E00345.pdf
Diunduh pada 11 September 2017, 20.30.
Houston, Glen. 2012. Traumatic Ulcers. Available at http://www.eMedicine.com.

Langlais, R P. and C.S. Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut

Yang Lazim. Alih Bahasa oleh Budi Susetyo. Jakarta : Hipokrates

Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Desease.2nd edition. German: Druckhaus

Gotz. 138-139 pp.

Mosby’s Medical Dictionary , 8th edition. 2009. Elsevier. Available at

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/ulcer

Regezi, J.A. ; Sciubba, J.J. ; and Jordan, R.C.K. 2003. Oral Pathology : Clinical

Pathologic Correlations 4th Ed. USA : Saunders Elsevier Science

Scully, C.; M. Gorsky.; F. Lozada-Nur. 2003. The diagnosis and management of


recurrent aphthous stomatitis. Journal of American Dental Association. 200-
202 pp.

32

Anda mungkin juga menyukai