Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

BLOK 21 PRA KO-AS


MODUL 2 PENCABUTAN GIGI
PENCABUTAN RADIKS GIGI 46

OLEH :
ISTI DARISTIVIA JANGNGA
NIM. 1310015096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya lah, laporan observasi kasus ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil observasi penulis yang
dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Mulawarman Samarinda
pada hari Senin, 1 Maret 2018
Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat terselesaikan karena bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. drg. Sylvia Agustin, selaku pembimbing observasi kasus.
2. Seluruh pengajar dan staf di Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda.
Akhir kata, saya sadar bahwa kesempurnaan tidak ada pada manusia oleh
sebab itu penulis mohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca, baik refrensi atau
perkembangan pengetahuan.

Samarinda, Maret 2018


Hormat saya,

Isti daristivia

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 4
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 5

BAB II : LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien ............................................................................................ 6
2.2 Anamnesa ..................................................................................................... 7
2.3 Pemeriksaan Klinis ...................................................................................... 7
2.4 Pemerikasaan/Interpretasi .......................................................................... 11
2.5 Diagnosis …………....................................................................................... 11
2.6 Rencana Perawatan ..................................................................................... 11

BAB III : PEMBAHASAN ............................................................................... 12

BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 18
4.2 Saran .............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencabutan gigi adalah tindakan mengambil gigi dari soketnya. Dalam
ilmu Kedokteran Gigi, pencabutan gigi disebut dengan eksodonsia atau
ekstraksi gigi. Pencabutan gigi dikatakan ideal jika tidak menimbulkan rasa
sakit, dengan trauma minimal pada jaringan sekitar, sehingga luka bekas
pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan
pasca pencabutan (Balaji, 2007).
Berbagai macam tindakan kuratif dilakukan oleh dokter gigi. Salah satu
yang paling dikenal masyarakat adalah pencabutan gigi. Pencabutan gigi
merupakan tindakan yang paling sering dilakukan oleh dokter gigi di klinik
(Inra, 2013).
Oleh karena itu wajib bagi calon-calon dokter gigi untuk mengetahui dasar
teori dan praktik dari tindakan pencabutan gigi. Dalam hal ini, Program Studi
Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman memberikan
kesempatan bagi mahasiswa dalam blok 21 ini untuk belajar tentang
pencabutan gigi, mulai dari pengisian rekam medik, anamnesis, pemeriksaan
klinis, penentuan diagnosa, penatalaksanaan, bahkan sampai ke evaluasi dari
rencana perawatan. Untuk itulah laporan ini dibuat untuk memaparkan salah
satu kasus pencabutan gigi dewasa agar dapat dipelajari oleh mahasiswa dan
menjadi bekal untuk kedepannya.

1.2 Tujuan
1. Membuat catatan medik pada rekam medik sesuai dengan kasus.
2. Dapat menegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan kasus.
3. Dapat menentukan rencana perawatan sesuai dengan kasus yang
ditemukan pada pasien serta indikasinya.

4
1.3 Manfaat
Mahasiwa mampu dan mengerti pembuatan rekam medik, menegakkan
diagnosa, dan menentukan rencana perawatan yang akan diambil sesuai
dengan kasus.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

Pasien datang ke Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran Universitas


Mulawarman Samarinda pada hari Selasa, 5 Desember 2017.

2.1 Identitas Pasien


2.1.1 Data Pasien
Nama : Nn. B
Tempat, Tanggal Lahir : Samarinda, 30 September 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 22 tahun
Suku/ Ras : Toraja
Alamat : Jalan Geriliya
Pekerjaan : Pengangguran
Telepon Seluler : 081282386410

2.1.2 Data Medik Pasien


Golongan Darah :O
Tekanan Darah : 120/80
Penyakit Jantung : Tidak Ada
Diabetes Mellitus : Tidak Ada
Haemopilia : Tidak Ada
Hepatitis : Tidak Ada
Gastritis : Ada
Penyakit lainnya : Tidak Ada
Alergi terhadap obat-obatan : Tidak Ada
Alergi terhadap makanan : Tidak Ada

6
2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Gigi bawah belakang sebelah kiri sisa sedikit dan terasa mengganggu.

Gambar 2.1 Tampakan klinis gigi rahang bawah sebelah kiri

2.2.2 Riwayat Dental


a. Riwayat Gigi yang terlibat :
Berawal dari gigi yang berlubang besar dan sudah lama
b. Gejala Rasa sakit ( Subyektif) :
pasien tisak pernah merasakan sakit ataupun ngilu pada giginya.

2.2.3 Riwayat Kesehatan


Riwayat Penyakit yang Diidap : Tidak Ada
Riwayat Penyakir Menular : Tidak Ada
Riwayat Alergi Obat : Tidak Ada
Riwayat Sosial : Menengah
Riwayat pendidikan ortu : Ayah dan ibu (S1)

2.3 Pemeriksaan Klinis


2.3.1 Pemeriksaan Keadaan Umum
Pemeriksaan keadaan umum pasien adalah compos mentis.

7
2.3.2 Pemeriksaan Tanda-tanda Vital (Vital Signs)

Tensi Nadi Pernafasan Temperatur

120/80 mmHg 80x/ menit 19x/ menit 35,30C

2.3.3 Pemeriksaan Objektif / Intra Oral


Pembengkakan ekstra oral : Tidak ada
Pembengkakan intra oral : Tidak ada
Fistula : Tidak ada
Gigi karies :Ada pada Gigi 18,26,28,37,36
perforasi : Tidak ada

2.3.4 Pemeriksaan Intra Oral


Gigi berubah warna : Tidak Ada
Perkusi : Tidak sakit
Tekanan : Sakit pada gigi 36
Gigi goyang : Tidak Ada
1. Kebersihan mulut

0 0 1 0 0 0

0 0 0 0 0 0

DI: 0 CI: 0.6


OHI-S: 0.1 (Baik)

Kelenjar Limfe
a. kelenjar limfe servikal
palpasi : tidak teraba/tidak panas
fluktuasi : tidak ada
kripitasi : tidak ada
b. kelenjar limfe submandibular
8
palpasi : tidak teraba/tidak panas
fluktuasi : tidak ada
kripitasi : tidak ada
c. kelenjar submentali
palpasi : tidak teraba/tidak panas
fluktuasi : tidak ada
kripitasi : tidak ada

Sensitivitas pada jaringan mulut terhadap palpasi : Tidak teraba


Fraktur pada mahkota : Tidak ada
Karang gigi : Tidak ada
Gingiva di sekitar gigi : Normal
Mukosa bukal : Normal
Mukosa labial : Normal
Polip : Tidak ada
Lidah : Normal
Dasar mulut : Normal
Palatum durum : Normal
Palatum molle : Normal
Uvula dan pilar : Normal

2.3.5 Tes Vitalitas Gigi


Tes termal :-
Tes kavitas :-
Tes jarum miller :-

Temporo Mandibulla Joint


Luas pergerakan : maksimal, sekitar 30 mm
Nyeri tekan : Tidak ada
Suara : Klik
Locking : Tidak ada
Nyeri tekan otot : Tidak ada
9
Bruksisme :-
Rasa sakit daerah leher : Tidak ada
Oklusi : Kelas II angle

Tabel 2.1 Pemeriksaan odontogram

11 (51) sou sou (61) 21


12 (52) sou sou (62) 22
13 (53) sou sou (63) 23
14 (54) sou sou (64) 24
15 (55) sou sou (65) 25
Sondase (+) perkusi(-)
16 sou palpasi (-) karies enamel 26
1mm
17 sou sou 27
Sondase (+) perkusi(-) Sondase (+) perkusi(-)
18 palpasi (-) karies enamel palpasi (-) karies enamel 28
1mm 1mm

NON NON

48 Non Non 38
Sondase (+) perkusi(-)
47 sou palpasi (-) karies enamel 37
1mm
Sondase (+) perkusi(-)
46 Missing 36
druk (+) rrx
45 (85) sou sou (75) 35
44 (84) sou sou (74) 34
43 (83) sou sou (73) 33
42 (82) sou sou (72) 32

10
41 (81) sou sou (71) 31

2.4 Pemeriksaan/Interpretasi
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan radiologi yaitu rontgen
periapikal.
2.5 Diagnosis

Kode Diagnosis Banding


Gigi Diagnosis
ICD 10
36 Sisa Akar K08.3 -

Kode Tindakan yang


Gigi Rencana perawatan
ICD 11 dilakukan
36 Pro Exo 23.11 Ekstraksi

2.6 Rencana Perawatan


1. Pro Rontgen Periapikal
2. Pre medikasi dengan antibiotik
3. Gigi 36 dilakukan ekstraksi
4. Edukasi pasien (dental health education) untuk menjaga kebersihan
rongga mulut

2.7 Prognosis
Pasien dikatakan mempunyai prognosis baik karena pasien kooperatif
terhadap rencana perawatan, adanya kemungkinan pemeliharaan yang adekuat
paska perawatan, masih memiliki dukungan jaringan peyangga yang adekuat,
tidak merorok, tidak penyakit sistemik yang mengganggu proses
penyembuhan luka.

11
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pencabutan Gigi


Pencabutan gigi adalah suatu tindakan operasi yang dilakukan dengan
tang, elevator, atau pendekatan transalveolar. Oleh karena sifatnya yang
irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi, pencabutan gigi seharusnya
dilakukan hanya ketika semua alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk
dilakukan. Namun, pada beberapa pasien lebih memilih pencabutan gigi sebagai
alternatif yang lebih murah daripada dilakukan perawatan lain seperti penambalan
atau pembuatan mahkota pada gigi dengan karies besar. Pada keadaan tersebut,
gigi harus dicabut dan pencabutan gigi merupakan bagian dari fungsi dokter gigi
(Pedlar & Frame, 2007).

3.1.1 Indikasi Pencabutan Gigi


Gigi perlu dicabut karena berbagai alasan, beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut (Loekman, 2006; Balaji, 2007):
1. Persistensi gigi sulung dan supernumerary teeth/crowding teeth
Keadaan tersebut dapat menyebabkan maloklusi pada gigi permanen. Oleh
karena itu, pencabutan gigi harus segera dilakukan. Juga merupakan predisposisi
terjadinya penyakit periodontal yang prematur pada gigi geligipermanen karena
adanya akumulasi dental plak dan kalkulus, serta akan menyebabkan trauma pada
jaringan lunak.
2. Penyakit periodontal yang parah
Yaitu apabila terdapat abses periapikal, poket periodontal yang meluas ke
apeks gigi, atau yang menyebabkan gigi goyang.
3. Gigi yang fraktur dan gigi yang menyebabkan abses periapikal

12
Perlu dilakukan pencabutan apabila sudah tidak dapat dilakukan perawatan
endodontik atau bila pasien menolak perawatan endodontik.
4. Gigi dengan karies yang dalam
Gigi tidak dapat dipertahankan lagi apabila gigi sudah tidak dapat
direstorasi

5. Gigi yang terletak pada garis fraktur


Gigi ini harus dicabut sebelum dilakukan fiksasi rahang yang mengalami
fraktur karena gigi tersebut dapat menghalangi penyembuhan fraktur.
6. Gigi impaksi
Gigi impaksi harus dicabut jika menyebabkan gangguan-gangguan
misalnya pada hidung, kepala, TMJ, atau rasa sakit pada wajah.
7. Tujuan ortodontik
Untuk tujuan perawatan ortodontik beberapa gigi premolar atau molar
permanen harus dicabut (pencabutan terapeutik). Serial extraction juga merupakan
salah satu wujud tindakan yang bijaksana ketika beberapa gigi Pencabutan satu
atau dua gigi dibenarkan jika dilakukan untuk menunjang desain atau stabilitas
protesa agar lebih baik.
8. Sebelum perawatan radioterapi
Pada pasien yang harus menjalani terapi radiasi untuk tumor ganas
sebaiknya dilakukan pencabutan pada gigi yang mempunyai prognosis buruk dan
yang rawan terinfeksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
osteoradionekrosis.
9. Pencabutan profilaksis
Prosedur ini dilakukan setelah melalui pemeriksaan medis pada pasien
dengan demam yang persisten (menetap) atau dengan suatu bentuk arthritis dan
iritis. Tindakan ini membutuhan pencabutan semua gigi non-vital serta yang
diragukan kevitalannya dalam upaya untuk menghilangkan semua fokal infeksi
atau yang berpotensi menjadi fokal infeksi.
10. Sisa akar
Sisa akar harus dicabut segera setelah ditemukan. Meskipun bagian kecil
dari akar ini dapat dibiarkan begitu saja dalam soket selama tidak menimbulkan

13
masalah, namun seiring berjalannya waktu dapat menjadi berbahaya sehingga
harus segera dicabut. Pada pasien tak bergigi, keberadaan segmen fraktur di
bawah mukosa akan terus menurus teriritasi oleh gigi tiruan di atasnya hingga
menghasilkan ulkus kronis yang kadangkadang mengalami perubahan neoplastik.
Sisa akar juga bisa mengalami perubahan kistik atau perubahan patologis lainnya.

3.1.2 Kontraindikasi Pencabutan Gigi


Berikut ini akan dijelaskan beberapa kontraindikasi pencabutan gigi
(Sanghai & Chatterjee, 2009).
1. Kontraindikasi Lokal
a. Penyakit periapikal terlokalisir
Jika pencabutan gigi telah dilakukan dan infeksi tersebar menyeluruh
dan tersebar secara sistemik, maka antibiotik harus diberikan sebelum
pencabutan.
b. Keberadaan infeksi oral
Infeksi oral seperti vincent’s angina, herpetic gingivostomatitis, harus
dirawat terlebih dahulu. Setelah itu, dapat dilakukan pencabutan.
c. Perikoronitis akut
Perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu, kemudian dicabut gigi yang
terlibat. Jika tidak, infeksi bakteri bisa turun ke daerah kepala bagian
bawah dan leher.
d. Penyakit ganas
Misalnya gigi yang berada di area tumor. Jika dicabut bisa
menyebarkan sel dan dengan demikian mempercepat proses metastatik.
e. Pencabutan gigi pada pasien terapi radiasi
Pencabutan gigi pada rahang yang sebelumnya diiradiasi dapat
menyebabkan osteoradionekrosis dan karena itu harus dilakukan
dengan tindakan pencegahan ekstra.
f. Gigi yang terlibat dalam malformasi arterio-vena

2. Sistemik (Balaji, 2007)


a. Diabetes

14
Pasien dengan penyakit diabetes tidak terkontrol cenderung lebih rentan
mengalami infeksi pada luka bekas pencabutan gigi dan dapat meluas
ke jaringan sekitarnya.

b. tHipertensi
Respon tekanan darah selama perawatan gigi dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Ketika pasien dalam kondisi sadar selama perawatan gigi,
terdapat peningkatan tekanan darah yang dikaitkan dengan rasa cemas
atau stres fisiologis, termasuk stimulus rasa nyeri dan efek dari
vasokonstriktor yang terdapat dalam anestesi yang diberikan.
Peningkatan tekanan darah lebih terlihat pada pasien hipertensi
dibandingkan dengan pasien dengan normotensi.
c. Penyakit jantung
Kondisi jantung yang paling sering menyulitkan pencabutan gigi adalah
infark miokard, angina pektoris, dan dekompensasi jantung.
d. Pasien terapi steroid
Pasien yang menjalani terapi steroid akan terhambat produksi hormone
adrenokortikotropinnya. Bahkan pada pasien yang sudah satu tahun
berhenti terapi menunjukkan sekresi adrenal tersebut tidak cukup untuk
menahan stres pencabutan gigi.
e. Kehamilan
Faktor risiko tinggi yang timbul ketika merawat pasien hamil adalah
menghindari kecacatan genetik pada janin. Selain itu, perawatan ekstra
harus dilakukan selama prosedur radiografi dental dan pemberian obat.
f. Diskrasia darah
Anemia, penyakit perdarahan seperti hemofilia dan leukemia adalah
diskrasia darah yang menimbulkan banyak masalah selama pencabutan
gigi. Komplikasi pendarahan yang berlebihan pasca operasi harus
ditangani dengan hati-hati.
g. Pasien terapi antikoagulan

15
Pasien terapi antikoagulan yang menjalani prosedur bedah mulut dapat
mengalami pendarahan yang berkepanjangan pasca operasi dan/atau
kecelakaan tromboembolik yang fatal
h. Gondok beracun (Tirotoksikosis)
Ekstraksi dapat memicu krisis tiroid. Gejalanya adalah setengah sadar,
gelisah (yang tidak terkendali bahkan dengan sedasi berat), sianosis dan
delirium yang sangat cepat, dll. Pada kondisi ini, tidak ada prosedur
bedah yang dapat dilakukan dan pasien harus dirujuk ke dokter.
i. Penyakit kuning
Komplikasi postoperative dari keadaan ini adalah pendarahan. Jika
pencabutan gigi sangat dibutuhkan, dosis vitamin K profilaksis harus
diberikan sebelum operasi.
j. Gagal ginjal
Pada penderita dengan gagal ginjal dijumpai kelainan hematopoietik,
berupa anemia dan masalah hemostasis. Produksi lekosit menurun
terutama yang terkait limfositopenia. Uremia menyebabkan penekanan
respon limfosit, disfungsi granulosit dan supresi sel-sel sistem imun.
Keadaan ini menyebabkan pasien GGK riskan mengalami infeksi.
k. Sirosis hati
Gangguan pada hati akan mengganggu sistem koagulasi pasien, dan
dapat menyebabkan perdarahan

3.2 Gigi sisa akar


Karies yang meluas dan tidak dirawat dapat mengakibatkan hilangnya
mahkota gigi sepenuhnya dan menyisakan akar (sisa akar) atau disebut juga
sebagai gangren radiks. Gangren radiks biasanya memiliki lesi periapikal
yang bersifat kronis dengan tidak ada gejala ataupun eksaserbasi akut akibat
infeksi sekunder yang mengakibatkan rasa sakit. Gigi dengan kondisi sisa
akar yang kronis menyebabkan jaringan periapikal rentan infeksi (gangren
radik) karena jaringan pulpa yang mati merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme (Budi,2010).

16
Melalui foramen apikal gigi, mikroorganisme penyebab infeksi pada
jaringan pulpa dapat menjalar ke jaringan periodontal di sekitar apeks gigi,
menyebabkan keradangan atau infeksi jaringan. Keradangan ini
mengakibatkan pembentukan lesi pada periapikal (Budi,2010).
Menurut Walton, periodontitis apikalis kronis (PAK) merupakan penyakit
gigi yang berkembang setelah terjadinya nekrosis pulpa dan infeksi akibat
karies, trauma, atau prosedur iatrogenik. Periodontitis apikalis kronis tidak
menunjukkan gejala atau hanya ketidaknyaman yang ringan dan dapat
diklasifikasikan sebagai periodontitis apikalis asimtomatik. Gigi dengan
periodontitis apikalis kronis tidak memberi respon terhadap rangsangan
elektrik ataupun termal. Pada pemeriksaan perkusi terdapat sedikit nyeri
atau tidak sama sekali. Secara radiografis, periodontitis apikalis kronis
menunjukkan perubahan gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan
berawal dari penebalan ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura
kemudian terjadi destruksi tulang periapikal.
Pencabutan adalah salah satu terapi dari lesi periapikal di atas untuk
menghilangkan sumber infeksi, namun perlu diperhatikan bahwa
penatalaksanaan pencabutan yang tidak tepat dapat mengakibatkan
kegagalan dalam menghilangkan lesi atau dapat terjadi infeksi sekunder
bahkan dapat terjadi kerusakan tulang rahang akibat ekspansi kista radikular
yang tidak terambil. Gigi dengan kondisi sisa akar yang memiliki kelainan
pada periapikal yang bersifat akut, sebaiknya dilakukan terapi medikasi
terlebih dahulu, ekstraksi gigi yang memiliki abses di daerah periapikalnya
apabila dalam keadaan infeksi akut sebaiknya dihilangkan dulu infeksinya
kemudian dilakukan ekstraksi (Budi,2010).
Hal tersebut karena ekstraksi pada stadium infeksi akut tidak hanya
dikuatirkan terjadi penyebaran infeksi tetapi juga kerja anastesi local yang
kurang efektif, sehingga menimbulkan rasa sakit yang menambah
penderitaan pasien, meskipun ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa
ekstraksi gigi pada stadium akut justru akan menyebabkan terjadinya
drainase pus dan akan menyebabkan penyembuhan dini (Budi,2010).

17
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada kasus, teori dan pembahasan yang telah disampaikan, dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa :
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, dan objektif pasien dugaan
sementara adanya periodontitis apikalis kronis
2. Diagnosis dapat ditentukan dengen mempertimbangkan keseluruhan hasil
pemeriksaan objektif berupa tes sondasi, perkusi, tekanan, dan CE. Selain
itu juga pemeriksaan subjektif turut dipertimbangkan hingga dihasilkan
diagnosis mengenai kondisi pasien.
3. Rencana perawatan pada pasien ini adalah pencabutan sisa akar yang
sebelumnya dilakukan pre medikasi pada periodontitis dan dievalusi
tekanan darah pada saat sebelum prosedur dilakukan.
4. Pemilihan bahan anastesi pada kasus ini adalah bahan anastesi yang aman
yaitu Lidokain HCL 2%.

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa lebih memperdalam pembelajaran tentang
pengisian rekam medik, penegakkan diagnosa, dan rencana perawatan yang
akan dilakukan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Balaji, S. (2007). Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. NewDelhi:


Elsevier.
Budi Yuwono. (2010). Penatalaksanaan pencabutan gigi dengan kondisi sisa
akar (Gangren radik). Bagian Ilmu Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jembee Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol.7 No. 2: 89-95
Inra, A. (2013). Faktor-faktor Penyebab Penundaan Pencabutan Gigi di RSGMP
drg. Hj. Halimah Daeng Sikati FKG UNHAS. Makassar: FKG UNHAS
(Skripsi).
Loekman, M. (2006). Teknik dasar pencabutan gigi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi
Kedokteran Gigi, 213.
Pedlar, J., & Frame, J. (2007). Oral and Maxillofacial surgery. China: Churchill
Living Stone Elsevier.
Sanghai, S., & Chatterjee, P. (2009). A concise textbook of oral and maxillofacial
surgery. New Delhi: Jaypee Publisher.
Walton Re, (2008). Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Alih bahasa: narlan S,
Winanti S, Bambang N, ed ke 3. Jakarta : EGC : 33,331-2

19

Anda mungkin juga menyukai