OLEH :
ISTI DARISTIVIA JANGNGA
NIM. 1310015096
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya lah, laporan observasi kasus ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil observasi penulis yang
dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Mulawarman Samarinda
pada hari Senin, 1 Maret 2018
Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat terselesaikan karena bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. drg. Sylvia Agustin, selaku pembimbing observasi kasus.
2. Seluruh pengajar dan staf di Rumah Sakit Gigi Mulut Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda.
Akhir kata, saya sadar bahwa kesempurnaan tidak ada pada manusia oleh
sebab itu penulis mohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca, baik refrensi atau
perkembangan pengetahuan.
Isti daristivia
2
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 4
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 5
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 18
4.2 Saran .............................................................................................................. 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Membuat catatan medik pada rekam medik sesuai dengan kasus.
2. Dapat menegakkan diagnosa yang tepat sesuai dengan kasus.
3. Dapat menentukan rencana perawatan sesuai dengan kasus yang
ditemukan pada pasien serta indikasinya.
4
1.3 Manfaat
Mahasiwa mampu dan mengerti pembuatan rekam medik, menegakkan
diagnosa, dan menentukan rencana perawatan yang akan diambil sesuai
dengan kasus.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
6
2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Gigi bawah belakang sebelah kiri sisa sedikit dan terasa mengganggu.
7
2.3.2 Pemeriksaan Tanda-tanda Vital (Vital Signs)
0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
Kelenjar Limfe
a. kelenjar limfe servikal
palpasi : tidak teraba/tidak panas
fluktuasi : tidak ada
kripitasi : tidak ada
b. kelenjar limfe submandibular
8
palpasi : tidak teraba/tidak panas
fluktuasi : tidak ada
kripitasi : tidak ada
c. kelenjar submentali
palpasi : tidak teraba/tidak panas
fluktuasi : tidak ada
kripitasi : tidak ada
NON NON
48 Non Non 38
Sondase (+) perkusi(-)
47 sou palpasi (-) karies enamel 37
1mm
Sondase (+) perkusi(-)
46 Missing 36
druk (+) rrx
45 (85) sou sou (75) 35
44 (84) sou sou (74) 34
43 (83) sou sou (73) 33
42 (82) sou sou (72) 32
10
41 (81) sou sou (71) 31
2.4 Pemeriksaan/Interpretasi
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan radiologi yaitu rontgen
periapikal.
2.5 Diagnosis
2.7 Prognosis
Pasien dikatakan mempunyai prognosis baik karena pasien kooperatif
terhadap rencana perawatan, adanya kemungkinan pemeliharaan yang adekuat
paska perawatan, masih memiliki dukungan jaringan peyangga yang adekuat,
tidak merorok, tidak penyakit sistemik yang mengganggu proses
penyembuhan luka.
11
BAB 3
PEMBAHASAN
12
Perlu dilakukan pencabutan apabila sudah tidak dapat dilakukan perawatan
endodontik atau bila pasien menolak perawatan endodontik.
4. Gigi dengan karies yang dalam
Gigi tidak dapat dipertahankan lagi apabila gigi sudah tidak dapat
direstorasi
13
masalah, namun seiring berjalannya waktu dapat menjadi berbahaya sehingga
harus segera dicabut. Pada pasien tak bergigi, keberadaan segmen fraktur di
bawah mukosa akan terus menurus teriritasi oleh gigi tiruan di atasnya hingga
menghasilkan ulkus kronis yang kadangkadang mengalami perubahan neoplastik.
Sisa akar juga bisa mengalami perubahan kistik atau perubahan patologis lainnya.
14
Pasien dengan penyakit diabetes tidak terkontrol cenderung lebih rentan
mengalami infeksi pada luka bekas pencabutan gigi dan dapat meluas
ke jaringan sekitarnya.
b. tHipertensi
Respon tekanan darah selama perawatan gigi dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Ketika pasien dalam kondisi sadar selama perawatan gigi,
terdapat peningkatan tekanan darah yang dikaitkan dengan rasa cemas
atau stres fisiologis, termasuk stimulus rasa nyeri dan efek dari
vasokonstriktor yang terdapat dalam anestesi yang diberikan.
Peningkatan tekanan darah lebih terlihat pada pasien hipertensi
dibandingkan dengan pasien dengan normotensi.
c. Penyakit jantung
Kondisi jantung yang paling sering menyulitkan pencabutan gigi adalah
infark miokard, angina pektoris, dan dekompensasi jantung.
d. Pasien terapi steroid
Pasien yang menjalani terapi steroid akan terhambat produksi hormone
adrenokortikotropinnya. Bahkan pada pasien yang sudah satu tahun
berhenti terapi menunjukkan sekresi adrenal tersebut tidak cukup untuk
menahan stres pencabutan gigi.
e. Kehamilan
Faktor risiko tinggi yang timbul ketika merawat pasien hamil adalah
menghindari kecacatan genetik pada janin. Selain itu, perawatan ekstra
harus dilakukan selama prosedur radiografi dental dan pemberian obat.
f. Diskrasia darah
Anemia, penyakit perdarahan seperti hemofilia dan leukemia adalah
diskrasia darah yang menimbulkan banyak masalah selama pencabutan
gigi. Komplikasi pendarahan yang berlebihan pasca operasi harus
ditangani dengan hati-hati.
g. Pasien terapi antikoagulan
15
Pasien terapi antikoagulan yang menjalani prosedur bedah mulut dapat
mengalami pendarahan yang berkepanjangan pasca operasi dan/atau
kecelakaan tromboembolik yang fatal
h. Gondok beracun (Tirotoksikosis)
Ekstraksi dapat memicu krisis tiroid. Gejalanya adalah setengah sadar,
gelisah (yang tidak terkendali bahkan dengan sedasi berat), sianosis dan
delirium yang sangat cepat, dll. Pada kondisi ini, tidak ada prosedur
bedah yang dapat dilakukan dan pasien harus dirujuk ke dokter.
i. Penyakit kuning
Komplikasi postoperative dari keadaan ini adalah pendarahan. Jika
pencabutan gigi sangat dibutuhkan, dosis vitamin K profilaksis harus
diberikan sebelum operasi.
j. Gagal ginjal
Pada penderita dengan gagal ginjal dijumpai kelainan hematopoietik,
berupa anemia dan masalah hemostasis. Produksi lekosit menurun
terutama yang terkait limfositopenia. Uremia menyebabkan penekanan
respon limfosit, disfungsi granulosit dan supresi sel-sel sistem imun.
Keadaan ini menyebabkan pasien GGK riskan mengalami infeksi.
k. Sirosis hati
Gangguan pada hati akan mengganggu sistem koagulasi pasien, dan
dapat menyebabkan perdarahan
16
Melalui foramen apikal gigi, mikroorganisme penyebab infeksi pada
jaringan pulpa dapat menjalar ke jaringan periodontal di sekitar apeks gigi,
menyebabkan keradangan atau infeksi jaringan. Keradangan ini
mengakibatkan pembentukan lesi pada periapikal (Budi,2010).
Menurut Walton, periodontitis apikalis kronis (PAK) merupakan penyakit
gigi yang berkembang setelah terjadinya nekrosis pulpa dan infeksi akibat
karies, trauma, atau prosedur iatrogenik. Periodontitis apikalis kronis tidak
menunjukkan gejala atau hanya ketidaknyaman yang ringan dan dapat
diklasifikasikan sebagai periodontitis apikalis asimtomatik. Gigi dengan
periodontitis apikalis kronis tidak memberi respon terhadap rangsangan
elektrik ataupun termal. Pada pemeriksaan perkusi terdapat sedikit nyeri
atau tidak sama sekali. Secara radiografis, periodontitis apikalis kronis
menunjukkan perubahan gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan
berawal dari penebalan ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura
kemudian terjadi destruksi tulang periapikal.
Pencabutan adalah salah satu terapi dari lesi periapikal di atas untuk
menghilangkan sumber infeksi, namun perlu diperhatikan bahwa
penatalaksanaan pencabutan yang tidak tepat dapat mengakibatkan
kegagalan dalam menghilangkan lesi atau dapat terjadi infeksi sekunder
bahkan dapat terjadi kerusakan tulang rahang akibat ekspansi kista radikular
yang tidak terambil. Gigi dengan kondisi sisa akar yang memiliki kelainan
pada periapikal yang bersifat akut, sebaiknya dilakukan terapi medikasi
terlebih dahulu, ekstraksi gigi yang memiliki abses di daerah periapikalnya
apabila dalam keadaan infeksi akut sebaiknya dihilangkan dulu infeksinya
kemudian dilakukan ekstraksi (Budi,2010).
Hal tersebut karena ekstraksi pada stadium infeksi akut tidak hanya
dikuatirkan terjadi penyebaran infeksi tetapi juga kerja anastesi local yang
kurang efektif, sehingga menimbulkan rasa sakit yang menambah
penderitaan pasien, meskipun ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa
ekstraksi gigi pada stadium akut justru akan menyebabkan terjadinya
drainase pus dan akan menyebabkan penyembuhan dini (Budi,2010).
17
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada kasus, teori dan pembahasan yang telah disampaikan, dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa :
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, dan objektif pasien dugaan
sementara adanya periodontitis apikalis kronis
2. Diagnosis dapat ditentukan dengen mempertimbangkan keseluruhan hasil
pemeriksaan objektif berupa tes sondasi, perkusi, tekanan, dan CE. Selain
itu juga pemeriksaan subjektif turut dipertimbangkan hingga dihasilkan
diagnosis mengenai kondisi pasien.
3. Rencana perawatan pada pasien ini adalah pencabutan sisa akar yang
sebelumnya dilakukan pre medikasi pada periodontitis dan dievalusi
tekanan darah pada saat sebelum prosedur dilakukan.
4. Pemilihan bahan anastesi pada kasus ini adalah bahan anastesi yang aman
yaitu Lidokain HCL 2%.
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa lebih memperdalam pembelajaran tentang
pengisian rekam medik, penegakkan diagnosa, dan rencana perawatan yang
akan dilakukan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19