Anda di halaman 1dari 25

TIM PENYUSUN

Ketua : Fitriana Kurniawati (180600110)


Sekertaris : Lulu Fakhirah K U. (180600194)
Anggota :
 Chairunnisa Citra (180600025)
 Rida Khairunnisa (180600026)
 Rona Oktaviana S. (180600027)
 Dea Yunidra (180600028)
 Muthia Hilmy (180600029)
 Fauziah Cantika (180600030)
 Amirah Najla A. (180600111)
 Cindy Leandra (180600112)
 Sarah Mutiara Beby P. (180600113)
 M. Hocky Yoes F. (180600115)
 Jesslyn Komala (180600114)
 M. Rizky Kurniawan (180600116)
 Iftri Mellani Khair (180600117)
 Madya Theresa (180600195)
 Novita Wijayanti (180600196)
 Ghea Primta Barus (180600197)
 Afif Adillah (180600198)
 Nur Haimisha N. (180600247)
 Fenita Aulia (160600204)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok yang berjudul “Makan nggak enak senyum
pun malu”. Dalam penulisan laporan hasil diskusi kelompok ini kami pun mendapat banyak
ilmu yang berguna, bagi diri sendiri dan pembaca untuk kedepannya.
Laporan hasil diskusi kelompok ini disusun untuk menyelesaikan tugas Pemicu 4
sebagai bagian dari produk. Laporan hasil diskusi kelompok ini juga bertujuan agar
pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang ulkus dan penanganannya selain itu
juga dengan adanya laporan ini diharapkan bagi pembaca agar dapat mengembangkannya
lagi. Laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini, kami ambil dari berbagai sumber,
dari internet dan beberapa buku pegangan.

Semoga laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi kita semua. Kami
menyadari laporan hasil diskusi kelompok yang kami buat ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kami mohon maaf bila ada kesalahan dalam penyusunan atau penulisan
laporan praktikum ini, dan kami mohon untuk saran dan kritiknya demi kesempurnaan
laporan hasil diskusi kelompok atau tugas yang akan datang

Medan,

3
Tim Penyusun

DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ............................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 3
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 4
BAB I : PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 5

2. TUJUAN ............................................................................................................... 5

3. DESKRIPSI PEMICU ......................................................................................... .6

BAB II : PEMBAHASAN
4. PEMBAHASAN PRODUK ................................................................................. 8

BAB III : PENUTUP


5. KESIMPULAN & SARAN ................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

4
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Rongga mulut terdiri dari gigi dan struktur penunjangnya. Struktur penunjangnya
adalah gingiva, jaringan periodontal dan tulang alveolar. Dimana antara gigi dan struktur
penunjangnya saling berhubungan, apabila salah satunya mengalami kelainan/cedera maka
akan berdampak pada struktur lainnya, oleh karena itu sangat perlu untuk menjaga
kesehatan gigi dan struktur pendukungnya agar keseimbangan di dalam rongga mulut tetap
terjaga.

Periodontitis adalah “suatu penyakit inflamasi pada jaringan penyokong gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif pada
ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi atau
keduanya.” Penampakan klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah
keberadaan kehilangan perlekatan (attachment loss) yang dapat dideteksi. Hal ini sering
disertai dengan pembentukan poket periodontal dan perubahan densitas serta ketinggian
tulang alveolar di bawahnya. Pada beberapa kasus, resesi gingiva marginal dapat menyertai
attachment loss, yang menyembunyikan perkembangan penyakit apabila hanya dilakukan
pengukuran kedalaman poket tanpa dilakukan pengukuran tingkat perlekatan klinis.1

Tanda klinis inflamasi seperti perubahan warna, kontur dan konsistensi serta
pendarahan pada saat probing, tidak selalu menjadi indikator positif terjadinya attachment
loss. Namun, timbulnya pendarahan yang berkelanjutan pada saat probing dalam
pemeriksaan yang berulang telah menjadi suatu indikator yang terpercaya terhadap adanya
inflamasi dan potensi terjadinya attachment loss pada daerah yang berdarah. Menurut The
2017 World Workshop on the Classification of Periodontal and Peri-Implant Diseases and
Conditions, periodontitis memiliki 4 stage (stage I-1V) dan 3 grade (A,B,C).

5
2. TUJUAN

1. Mengumpulkan gagasan, ide, pikiran, pendapat mengenai masalah yang berkaitan


dengan penyakit periodontitis dan lesi pada mukosa oral dan penanganannya.
2. Mengasah kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan sebuah permasalahan
secara bersama
3. Memperoleh pendapat dan jawaban yang dapat dipergunakan dalam pengambilan
kesimpulan.
3. DESKRIPSI PEMICU

Pemicu 4

Nama Pemicu: Makan nggak enak senyum pun malu

Penyusun : Irma Ervina, drg., Sp. Perio (K), Dr. drg. Wilda Hafni Lubis, Msi., Dr. Drg.,
Trelia Boel., M.Kes., Sp.RKG (K)

Hari/ Tanggal : Jumat, 21 Februari 2020 Pukul : 07.30 – 09.30 WIB

Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke RSGM USU Medan dengan keluhan gusi
sering berdarah dan ada luka pada pipi bagian dalam. Berdasarkan anamnesis keadaan
umum pasien baik. Pasien mengobati gusi berdarah menggunakan minyak cengkeh. Pasien
memiliki kebiasaan merokok sejak remaja Pemeriksaan intraoral menunjukkan gigi 16, 11,
21 dan 26 mobiliti derajat 1, gigi 37, 36, 31, 41, 42, 46 dan 47 mobiliti derajat 2, dengan
konsistensi gingiva oedematous. Pada gigi 46 bila ditekan keluar pus. Rata-rata kedalaman
poket antara 5 - 8 mm. Pada gigi 26 terdapat lesi furkasi derajat 2. Skor OHIS 2,2. Pada
mukosa bukal terlihat erosi, berkerut, dan berwarna putih.

Produk:

Diskusikan kasus diatas dan buat laporan kelompok mengenai :

6
1. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kelainan periodontal
dan mukosa? Jelaskan secara lengkap!

2. Jelaskan diagnosis kelainan periodontal dan mukosa beserta alasannya!

3. Jelaskan diagnosis banding kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

4. Jelaskan etiologi kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

5. Jelaskan patogenesis kelainan periodontal dan mukosa tersebut!

6. Jelaskan rencana perawatan kelainan periodontal dan mukosa tersebut!

7. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kelainan periodontal dan mukosa
tersebut? Jelaskan !

8. Jelaskan jenis radiografi yang tepat pada kasus tersebut !

9. Jelaskan gambaran radiografi yang terlihat pada kasus tersebut !

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PEMBAHASAN PRODUK

1. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis kelainan


periodontal dan mukosa? Jelaskan secara lengkap!

• Kunjungan Pertama

1. Kondisi Umum Pasien

Status mental dan emosi, tempramen, sikap, usia fisiologis, cara bernafas pasien,
obesitas, anggota gerak pasien, perubahan warna kulit pasien yang bisa menggambarkan
adanya penyakit.

2. Riwayat Medis

Penilaian terhadap kesehatan umum pasien berdasarkan jawaban pasien atas


pertanyaan yg diajukan si pemeriksa.

Riwayat medis penting diungkapkan karena dapat membantu pemeriksa


mendeteksi:

a. Manifestasi oral penyakit sistemik tertentu.

b. Penyakit/kondisi sitemik yg mpengaruhi respon periodonsium thdp iritan lokal,mis:


kehamilan, DM, kelainan darah, def. nutrisi.

c. Penyakit/kondisi sistemik yg karena keberadaannya memerlukan penanganan


khusus dan modifikasi perawatan.

d. Penyakit yg bersifat menular yg membahayakan pemeriksa/ pendampingnya,mis:


AIDS, penyakit kelaminlamin.

3. Riwayat Dental

8
a. Riwayat kesakitan saat ini / yg menjadi keluhan utama.

Adanya perdarahan gusi, gusi goyang, diastema pada gigi, rasa tidak enak/busuk di
mulut

b. Riwayat dental masa yang lalu.

Riwayat kunjungan ke dokter gigi, penyikatan gigi, riwayat perawatan ortodonti,


kebiasaan, riwayat masalah periodontal.

4. Analisis Radiografi

Pemeriksaan radiografis sebaiknya menggunakan radiografi intraoral. Analisis


radiografis yang komprehensif dapat dilakukan minimal 14 foto intraoral, 4 foto bitewing
di region posterior. Foto panoramik dapat juga dilakukan untuk mendapatkan gambaran
secara over-all mengenai distribusi dan keparahan kerusakan pada tulang.

5. Pembuatan cetakan dan fotografi kasus

• Kunjungan Kedua

1. Pemeriksaan Oral

a. Higiena oral

Dinilai berdasarkan banyak atau sedikitnya penumpukan plak, debris, materi alba dan
stein pada gigi.

b. Bau mulut

Bisa berasal dari rongga mulut seperti retensi partikel makanan yg membusuk di sela
gigi, coated tongue, GUNA, dehidrasi, karies, gigi tiruan yg tdk bersih, nafas perokok, luka
bedah dan ekstra oral misalnya infeksi saluran nafas (bronkhitis, pneumonia, dll), bau dari
substansi aromatik dlm aliran darah (nafas peminum alkohol, bau aseton penderita DM,
bau ureum pasien gagal ginjal).
c. Pemeriksaan rongga mulut

Kemungkinan adanya perubahan patologis pada seluruh rongga mulut harus diperiksa.

9
d. Pemeriksaan nodus limfe

Penyakit periodontal dan gingiva sering disertai kelainan pada nodus limfe.

2. Pemeriksaan Gigi Geligi

a. Keausan Gigi

Melihat morfologi gigi apakah terjadi keausan seperti erosi, atrisi, abrasi, abfraksi
b. Stein

Keberadaan stein merupakan faktor penentu higiena oral dan perlu diungkapkan
penyebabnya. Biasanya karena kebiasaan merokok, meminum teh dan kopi.
c. HIpersensitivitas

Bisa dijumpai pada gigi yg tersingkap akarnya. Sensitif pada perubahan termal atau
stimulasi taktil.
d. Hubungan Kontak Proksimal

Kontak proksimal yg sedikit terbuka mengarah pada impaksi makanan

e. Mobiliti Gigi

N (normal): Secara klinis tdk terlihat ada mobiliti gigi

Derajat 1 : Gigi bergerak dlm arah vestibular maupun oral ≤ 1 mm.

Derajat 2 : Gigi bergerak dlm arah vestibular maupun oral > 1mm.

Derajat 3 :Gigi bergerak dlm arah vestibular maupun oral > 1mm & arah vertikal

f. Migrasi Patologis

Harus diperiksa gigi dan sumber tekanan yg menyebabkan migrasinya gigi. Tekanan bisa
berasal dari menekankan lidah atau kebiasaan lainnya
g. Sensitivitas Terhadap Perkusi

Merupakan tanda adanya inflamasi akut pada ligamen periodontal. Cara pemeriksaannya
gigi diperkusi hati-hati dlm segala arah
h. Gigi Geligi dalam Keadaan Rahang Tertutup

10
Bertujuan untuk mengungkapkan gigi yang letaknya tidak teratur, gigi yangg ekstrusi,
kontak proksimal yang tidak baik, daerah impaksi makanan yang semuanya
mempermudah penumpukan plak.

i. Trauma Oklusi

j. Gigi Tiruan dan Piranti Ortodonti

Bila pasien menggunakan GTSL perlu diperiksa keadaannya pas/tidak;


mengiritasi/tidak), desain (baik/tidak).

3. Pemeriksaan Periodonsium

a. Plak dan Kaklkulus

• Plak & kalkulus supra gingiva diperiksa secara visual.

• Plak & kalkulus subgingiva diperiksa dgn eksplorer + semprotan udara.

b. Gingiva

Periksa: warna, tekstur permukaan, besar dan kontur gingiva, konsistensi, pendarahan.

c. Poket Periodontal

Keberadaan dan distribusi saku pada setiap permukaan gigi. Diperiksa dengan melihat ciri-
ciri saku dibantu dgn alat prob periodontal.

• Kedalaman saku

A. Selipkan prob ke dalam saku dgn prob tetap berkontak dengan gigi sampai dirasa ada
tahanan. Baca kalibrasi pada prob.

B. Kedalaman saku pada setiap gigi diukur pada 6 tempat: distal, tengah dan mesial
permukaan vestibular, serta distal, tengah dan mesial permukaan oral.

11
C. Pemeriksaan di permukaan interproksimal arah prob hrs sedikit dimiringkan 􏰏

terhalang daerah kontak proksimal

• Level perlekatan

A. Cara mengukur besar level perlekatan:

KGB setentang/berhimpit BSE 􏰏 level perlekatan = kedalaman saku

B. BSE tersingkap, KGB migrasi apikal􏰏level perlekatan= jarak dasar saku ke BSE

C. KGB koronal dari BSE􏰏ukur jarak KGB ke BSE. Level perlekatan= kedalaman saku -

jarak KGB ke BSE.

• Tipe saku (supraboni atau infraboni, simpel, gabungan atau kompleks)

A. Saku gusi :

Pada probing dasar saku atau bagian koronal epitel penyatu terlebih dulu terasa

menyentuh/setentang BSE􏰏 belum ada kehilangan perlekatan.

B. Saku periodontal :

Prob bisa penetrasi melewati BSE tanpa mencederai jaringan􏰏ada kehilangan perlekatan.

 Saku supraboni

 Saku infraboni

• Pendarahan Pada Probing

Penyelipan prob periodontal

12
A. Gingiva terinflamasi􏰏 memicu pendarahan

B. Gingiva sehat􏰏 tidak terpicu pendarahan.

Cara: prob diselipkan ke dasar saku, dijalankan sepanjang dinding saku.

Ada/tidak pendarahan tunggu sampai 30-60 detik.

• Gingiva Cekat

A. Lebar gingiva cekat

Lebar gingiva cekat = lebar gingiva berkeratin dikurang kedalaman sulkus/saku

B. Fungsi gingiva cekat


Periksa dgn test regangan (tension test)

Positif: gingiva bebas bergerak menjauhi gigi.

Negatif: gingiva bebas tetap kaku tidak bergerak.

• Lesi Furkasi

A. Derajat lesi furkasi

Derajat 1, Derajat 2, Derajat 3, Derajat 4

B. Aksesibilitas muara furkasi

58% gigi molar pertama maksila dan mandibula muara furkasinya lebih sempit dibanding
diameter kuret periodontal.

• Abses periodontal

13
Analisis Fungsi

Pemeriksaan oklusi, prematuritas, sendi temporomandibular dan otot pengunyahan,


fremitus (bergeraknya gigi), dan kebiasaan parafungsi. 2

2. Jelaskan diagnosis kelainan periodontal dan mukosa beserta alasannya!

• Periodontitis Stage III Grade C

Sesuai dengan The 2017 World Workshop on the Classification of Periodontal and
Peri-Implant Diseases and Conditions, kasus diatas diklasifikasikan sebagai periodontitis
stage III, seperti tabel diatas tertulis untuk stage III terdapat kedalaman probing ≥6 mm
sedangkan pada kasus rata-rata kedalaman probing 5-8 mm. Gigi 16, 11, 21 dan 26
mobiliti derajat 1, gigi 37, 36, 31, 41, 42, 46 dan 47 mobiliti derajat 2. Pada tabel, tertulis
terjadi furcation involvement class II or III, pada kasus kita dikatakan terdapat lesi furkasi
derajat 2. Pada bagian extent and distribution kasus ini memenuhi syarat karena memiliki
molar/incisor pattern dilihat dari gigi yang terlibat.

Grade C karena pada tabel dikatakan bahwa tandanya periode perkembangan


penyakit cepat, seperti pada kasus baru berusia 30 tahun namun telah mengalami

14
kehilangan tulang/kerusakan, gigi yang mobiliti dan kedalaman prob 5-8 mm.3

• Traumatic Ulser (Chemical Burn)

Traumatik ulser adalah lesi yang paling sering terjadi pada jaringan lunak rongga
mulut. Traumatik ulser dapat terjadi karena trauma fisik, kimia, termal ataupun bibir,
lidah, dan mukosa bukal. Luka akibat kimia dapat disebabkan oleh penggunaan bahan
kimia seperti aplikasi obat topikal untuk mengurangi rasa sakit gigi. Beberapa bahan
adalah aspirin, natrium perborate, hidrogen peroksida, bensin, terpentin, alkohol gosok,
asam baterai, isopropil alkohol, fenol, eugenol, karbid peroksidase, bifosfonat,
klorpromazin, dan promazin. Luka bakar kimia menghasilkan nekrosis mukosa dengan
gambaran klinis yang lebih parah. Jika terpapar dalam waktu singkat dengan bahan kimia,
mukosa superfisial menjadi putih dan berkerut, tetapi paparan yang lebih lama
menyebabkan denudasi lapisan epitel dan perkembangan membran fibrinopurulen
kekuningan di area yang terkena paparan.4

Cengkeh yang digunakan pada kasus untuk mengobati gusi berdarah mengandung
eugenol 82%. Bahan ini dapat menyebabkan efek terbakar pada mukosa oral. Eugenol
umumnya bersifat sitotoksik pada konsentrasi tinggi dan memiliki efek buruk pada sel-
sel fibroblas dan osteoblas. Jadi pada konsentrasi tinggi ia menghasilkan nekrosis dan
mengurangi penyembuhan. Efek ini terkait dosis dan berpotensi mempengaruhi semua
pasien.5

• Abses Periodontal

15
Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva pada
saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang
alveolar. Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis
yang tidak dirawat dan berhubungan dengan saku periodontal yang sedang dan dalam,
biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran klinisnya terlihat licin,
pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya
lunak karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi
sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti serta kehilangan perlekatan
periodontal dengan cepat dapat terjadi.6

Abses periodontal secara mikroskopis merupakan akumulasi dari PMN


(polymorphonuclear) yang hidup maupun sudah mati didalam dinding poket periodontal.
PMN ini akan mengeluarkan enzim yang dapat merusak sel-sel dan komponen struktur
jaringan lainnya. Hasil dari kerusakan sel-sel dan jaringan ini adalah cairan yang
dinamakan pus, yang merupakan inti dari abses. Reaksi inflamasi akut disekitar pus
menghasilkan edema intra dan ekstra sel serta penghancuran leukosit. Berkurangnya
resistensi jaringan, virulensi, dan jumlah bakteri yang ada menentukan terjadinya infeksi,
masuknya bakteri ke dalam dinding jaringan lunak memulai pembentukan abses
periodontal.mobiliti serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.7

3. Jelaskan diagnosis banding kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

• Periodontitis Stage II, Grade A

• Leukoplakia Homogen

Disebut juga sebagai leukoplakia simplex yang terjadi pada sekitar 84 % kasus biasanya
tanpa gejala. Gambaran klini menunjukkan leukoplakia homogen yaitu datar, tipis atau
berkertu dan semuanya berwarna putih dan penyakit ini sering dijumpai pada pasien yang
memiliki kebiasaan merokok.

16
• Stomatitis Nicotina

Stomatitis Nikotina merupakan salah satu kelainan pada mukosa mulut sebagai akibat
kebiasaan pengunaan tembakau dalam jumlah besar dan waktu yang lama. Kelainan ini
sering terjadi pada palatum keras. Mula-mula dengan gejala kemerahan yang difus,
kemudian menjadi keabuan dan kemungkinan mengalami pengerutan pada waktunya,
terlihat banyak papula-papula keratotik khas dengan tengah yang merah cekung dan
berhubungan dengan duktus ekskretorius kelenjar liur minor yang melebar serta meradang,
papula –papula yang terpisah tetapi dengan yang tengah merah yang menonjol adalah
umum.

• Leukoedema

Merupakan plak putih yang terletak pada mukosa bukal yang dianggap sebagai variasi
normal. Leukoedema biasanya asimptomatik dan simetris terdapat pada mukosa bukal.
Lesi muncul secara menyebar (difus), abu-abu putih, filmy, memiliki permukaan seperti
susu.

• Lichen Planus

Penyakit autoimun yang bersifat kronis dapat mengenai kuku, kulit, rambut & membran
mukosa biasanya ditandai dengan reticular atrophic & erosive mucosal. Lichen planus
dapat memberikan gambaran suatu lesi seperti plak.4

• Abses Gingiva

Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal gingiva atau
papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari berbagai
faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran
klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan pembengkakan sering berfluktuasi.7

• Abses Periapikal

17
Abses periapikal merupakan pus yang terlokalisir yang menghancurkan
jaringan periradikuler akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan sebagai respon
inflamasi terhadap iritan mikroba dan iritan non mikroba dari pulpa yang nekrosis.7

4. Jelaskan etiologi kelainan periodontal dan mukosa tersebut !

• Periodontitis stage III, grade C

Primer: Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama
penyakit periodontal. Pada soal diketahui pasien memiliki skor OHIS 2.2 yang berarti
sedang (Gigi di tutupi oleh debris lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 dari luas permukaan
gigi). Bakteri yang biasa terlibat dalam penyakit periodontitis ada Aggregatibacter
actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan
Fusobacterium nucleatum.

Sekunder: Merokok yang dilakukan oleh pasien dapat meningkatkan prevalensi


periodontitis, meningkatkan kedalaman poket, kehilangan perlekatan dan tulang. Nikotin
dalam rokok merusak sistem respon imun dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah
termasuk pembuluh darah disekitar jaringan periodontal. Hal ini menyebabkan penurunan
oksigen di dalam jaringan dan merusak respon sistem imun, dengan demikian membentuk
suatu lingkungan menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri penyebab penyakit
periodontal.

Tar?

• Traumatic ulser (chemical burn)

Disebabkan oleh iritan lokal yaitu adanya bahan kimia didalam rongga mulut dalam hal
ini minyak cengkeh yang mengandung eugenol akhirnya mengenai mukosa oral. 4,5

• Abses Periodontal

18
Abses periodontal memiliki 2 etiologi yaitu berhubungan dengan periodontitis dan tidak
berhubungan dengan periodontitis. Pada kasus ini etiologinya berdasar hubungan dengan
penyakit periodontitis.

1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.

2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan infeksi ke


jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.

3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam pertahanan host
bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam meningkatkan pengeluaran suppurasi.

4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada pasien dengan
periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan abses.

Pada kasus ini poin 1,2 dan 3 yang cocok untuk etiologi kasus diatas.6,7

5. Jelaskan patogenesis kelainan periodontal dan mukosa tersebut!


Periodontitis:
Abses Periodontal: Masuknya bakteri kedalam dinding saku jaringan lunak merupakan
awal terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor
kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan
menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi
pus.7
Traumatik ulser (chemical burn): awal mula terjadinya karena adanya paparan bahan kimia
pada mukosa oral, yaitu penggunaan minyak cengkeh yang mengenai mukosa oral yang
mengandung bahan eugenol 80%. Bahan ini menyebabkan luka/iritan pada mukosa oral.
Setelah terjadi trauma, patogenesis traumatik ulser melibatkan 4 fase penyembuhan
1. Fase hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
menempel (membentuk sumbat trombosit) dan bersama dengan jala fibrin yang
terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Fase ini berlangsung
sejak terjadinya luka hingga 4-5 hari.

19
2. Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ke tiga. Fase inflamasi
terjadi bertujuan untuk mengendapkan matriks ektraseluler serta menghilangkan
komponen asing. Pada tahap ini, sel radang akut serta neutrofil akan menginvasi daerah
radang dan menghancurkan semua bakteri. Fase inflamasi ditandai dengan terjadinya
pembekuan darah (clotting) untuk mempertahankan hemostasis, pelepasan bermacam-
macam faktor untuk menarik sel-sel yang akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan
yang rusak, serta pelepasan faktor yang akan memulai proliferasi jaringan.
3. Fase profilerasi dimulai hari ke dua setelah trauma jaringan dan berlanjut hingga dua
sampai tiga minggu setelah trauma. Proliferasi sel secara umumnya dapat dirangsang
oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas kematian sel, atau bahkan oleh deformasi
mekanis jaringan. Pemulihan dimulai dalam 24 jam setelah jejas melalui migrasi
fibroblas dan induksi proliferasi dan sel endotel. Dalam tiga sampai lima hari, muncul
jenis jaringan khusus yang mencirikan terjadinya penyembuhan yang disebut jaringan
granulasi. Awal dari proses penyembuhan, fibroblas mempunyai kemampuan kontraktil
dan disebut miofibroblas, yang mengakibatkan tepi luka akan tertarik dan kemudian
mendekat, sehingga kedua tepi luka akan melekat. Pada saat berlangsungnya
penyembuhan, maka fibroblas bertambah. Sel ini menghasilkan kolagen, sehingga
jaringan granulasi yang kemudian akan mengumpulkan matriks jaringan ikat secara
progresif, akhirnya akan menghasilkan fibrosis padat (pembentukan jaringan parut
kolagen) yang dapat melakukan remodeling lebih lanjut sesuai perjalanan waktu.8

6. Jelaskan rencana perawatan kelainan periodontal dan mukosa tersebut!

• Fase preliminary/pendahuluan
Untuk perawatan kasus yang darurat. Perawatan dilakukan dengan melihat kasus mana
yang lebih darurat, pada kasus ini diawali dengan abses periodontalnya.
a. Menghilangkan iritan lokalnya dengan menghentikan penggunaan eugenol

b. Drainase abses

Drainase abses periodontal akut dapat dilakukan dari dalam saku periodontal, atau dengan insisi
dari permukaan luarnya. Sedapat mungkin drainase dilakukan dari dalam saku. Namun bila drainase dari
dalam saku sukar untuk dilakukan, atau absesnya telah menonjol ke arah luar, maka diindikasikan drainase

20
dengan insisi eksternal. Mula-mula permukaan abses diberi anestesi topikal. Setelah anestesi
berjalan, daerah abses yang paling lunak diinsisi dengan skalpel. Kemudian daerah yang
diinsisi dibersihkan dengan air hangat, lalu ditekan dengan kain kasa untuk menghentikan
pendarahan. Daerah abses yang telah diinsisi diperiksa kembali untuk menyingkirkan
benda asing yang tertancap di dalam gingiva. Pasien diinstruksikan agar selama 24 jam
pertama berkumur-kumur dengan air hangat setiap dua jam. Lesi biasanya sembuh
setelah 1 - 2 hari. Apabila tidak ditemukan lesi periodontal lain di rongga mulut,
perawatan selesai dan tidak diperlukan perawatan lanjutan. Namun apabila terdapat lesi
periodontal, maka dijadwalkan untuk perawatan selanjutnya.

c. Pengasahan gigi yang ekstrusi akibat pembentukan abses.

d. Pemberian antibiotika untuk meredakan komplikasi sistemik yang mungkin terjadi.

Terapi fase I (fase etiotropik)

 Kontrol plak
 Kontrol diet (bagi pasien dengan karies rampan)
 Scalling dan penyerutan akar
 Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi
 Ekskavasi karies dan restorasi (sementara atau permanen, tergantung apakah prognosis ginginya
sudah final, dan lokasi karies)
 Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)
 Terapi oklusal (penyelarasan oklusal)
 Penggerakan gigi secara ortodontik
 Pensplinan provisional

Evaluasi respons terhadap fase I

• Pengecekan kembali: Kedalaman saku dan inflamasi gingiva 􏰀 Plak, kalkulus dan karies

Terapi fase II (fase bedah)

 Bedah periodontal
 Perawatan saluran akar

Terapi fase III (fase restoratif)

 Restorasi final
 Gigi tiruan cekat dan lepasan

Evalusi respons terhadap prosedur retoratif

• Pemeriksaan peridontal

Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi periodontal suportif)

 Kunjungan berkala
 Plak dan kalkulus

21
 Kondisi gingiva (saku, inflamasi) Oklusi, mobiliti gigi
Perubahan patologis lainnya 9

Pada kasus diatas fase II dan III menjadi fase opsional.

7. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kelainan periodontal dan


mukosa tersebut? Jelaskan!

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan radiografi untuk menentukan


keparahan dan prognosis serta evaluasi hasil perawatan. Gambaran radiografi
menyediakan informasi yang penting dalam mendiagnosis penyakit periodontal
karena radiograf dapat menampilkan gambaran yang tidak terlihat pada
pemeriksaan klinis seperti panjang akar dan tinggi tulang yang tertinggal.
Radiograti periodontal dapat digunakan untuk pemeriksaan status periodontal,
tindakan endodontik, evaluasi kista periapikal/lesi lain pada tulang alveolar,
evaluasi pasca trauma gigi yang melibatkan tulang dan evaluasi implan paska
pemasangan serta memberikan gambaran pada deteksi inflamasi apikal gigi.10
Untuk kelainan mukosa tidak perlu dilakukan permeriksaan penunjang karena
diagnosa dapat ditegakkan dengan melihat gambaran klinis tanpa pemeriksaan
penunjang.

8. Jelaskan jenis radiografi yang tepat pada kasus tersebut!

Jenis radiografi yang dapat digunakan adalah periapikal dengan teknik paralel. Teknik
radiografi intraoral ini digunakan untuk melihat beberapa gigi dan jaringan pendukung
disekitar apeks. Setiap gambar radiografi periapikal memperlihatkan dua sampai empat
gigi dengan gambaran dari mahkota hingga tulang alveolar disekitarnya. Keuntungannya
adalah dapat terlihat jelas periodontitis dan gambaran yang dihasilkan sangat representatif
dengan gigi sesungguhnya sehingga dapat diketahui derajat kehilangan gigi. Indikasi
utama dalam menggunakan radiografi periapikal, yaitu:

1. Deteksi infeksi apikal atau peradangan.


2. Penilaian status periodontal.

22
3. Apabila terjadi trauma pada gigi dan tulang alveolar.

4. Penilaian terhadap keberadaan dan posisi gigi yang tidak erupsi.


5. Penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi.
6. Selama perawatan endodontik.
7. Penilaian pra-operasi dan pasca operasi apikal.
8. Mengevaluasi kista apikal dan lesi di dalam tulang alveolar.
9. Mengevaluasi pasca operasi implant.10

Jenis radiogafi lainnya yang juga dapat digunakan adalah teknik panoramik.
Panoramik merupakan foto ronsen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang
memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur
pendukungnya. Struktur periodontal yang teridentifikasi dalam radiografi meliputi lamina
dura, tulang alveolar, ruang ligamen periodontal dan sementum. Foto panoramik dapat
mendiagnosa penyakit periodontal pada kasus yang parah dan sebagai pemeriksaan
tambahan pada jaringan tulang marginal.11

9. Jelaskan gambaran radiografi yang terlihat pada kasus tersebut !

Gambaran radiografis periodontitis

1. Kekaburan dan putusnya lamina dura, pada bagian mesial atau


distal dari puncak seprum interdental dipertimbangkan sebagai
perubahan radiografi paling awal pada periodontitis

2. Kehilangan tulang interdental berlanjut dan pelebaran ruang


periodontal akibat radiolusen wedge shape pada aspek mesial
dan distal puncak tulang

3. Proses destruksi berjalan sepanjang puncak septum interdental


dan tingginya tulang menjadi berkurang

4. Tinggi tulang serptum interdental berkurang secara progresif


akibat perluasan inflamasi dan resorpsi tulang.

23
5. Lesi furkasi derajat 2 terlihat seperti segitiga dan gambaran
radiolusen10

Gambaran radiografis abses periodontal

Pada abses akan terlihat gambaran radiolusen dengan batas diffus

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN & SARAN

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Carranza A, Newman G, Takei H. Carranza’s clinical periodontology. 9th ed.


Philadelphia: W. B. Saunders Co, 2002.
2. T
3. In

25
4. Mortazavi H, Safi Y. Oral white lesions : an updated clinical diagnostic decision tree.
Dent J(Basel) 2019; 7(1): 15.
5. N Sarrami, M N Pemberton. Adverse reaction associated with the use of eugenol in
dentistry. British Dent J 2002; 193 (5): 257-9.

6. Djais I. Perawatan pasien dengan abses periodontal. Makassar Dent J 2014; 3 (4): 144-
6.
rtikel Penelitian
7. Rini C, Rusyanti Y. Terapi kedaruratan penyakit periodontal. Prosiding Dies Natalis
57 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, 2016: 100-5.
8. D
9. A.

10. Saputri. Gambaran Radiografi pada penyakit periodontal. J of Syiah Kuala Dentistry
Society 2018; 3(1):16-21.
11. Ambarawati D. Panoramic radiograph a valuable diagnostic tool in dental practice.
Fakultas Kedokteran Gigi Unversitas Udayana, 2017: 7.

26

Anda mungkin juga menyukai