Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-Nyalah
kami mampu menyelesaikan laporan makalah tentang hasil diskusi “Penyakit Infeksi dan
Non-Infeksi” modul 3.14 tepat waktu dan dengan baik meskipun ada kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berterima kasih kepada dosen yang membimbing kami di modul 3.14 ini dan
juga kepada seluruh kontributor dan kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam
pembentukan makalah ini secara maksimal.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi seluruh pembacanya dan juga menambah
wawasan serta pengetahuan kami juga. Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan, baik dari segi tulisan maupun isinya, oleh karena itu kami berharap adanya kritikan
dan juga saran yang diberikan kepada kami guna memperbaiki makalah ini dan juga untuk
makalah di masa yang akan datang.
Sebelumnya kami mohon maaf bila terdapat kesalahan kata di dalamnya yang kurang
berkenan.

Jakarta, 12 November 2018

Kelompok 5

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR​​ ……………………………………..………………………………… 1

DAFTAR ISI​​ ..……………………………………………..…………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN
1.1​ L
​ atar Belakang…………………………………………………………………… 3

1.2​ R
​ umusan Masalah .……………………………………………………………… 3
1.3​ T
​ ujuan …………………………………………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Etiologi timbulnya pembengkakan ……………………………………...………. 4
2.2 Patogenesis kasus ………………….…………………………………...………. 4
2.3 Pemeriksaan yang perlu dilakukan .……………………………………...………. 5
2.4 Kriteria diagnostik klinis dan histopatologis ..…………………………...………. 7
2.5 Diagnosis banding …………………………………………..…………...………. 9
2.6 Rencana perawatan yang dapat disampaikan …………………………...………. 10

BAB III PENUTUP


3.1​ K
​ esimpulan ……………………………………………………………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA​​ ………………………………………………………………………… 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1​​ ​LATAR BELAKANG


Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun datang ke RSGM FKG Usakti dengan
keluhan bengkak pada sebelah bawah pipi kiri sejak 6 bulan yang lalu. Pasien tidak
menyadari adanya kelainan, hanya pernah mengeluh sakit gigi pada daerah tersebut tetapi
tidak diobati. Sering keluar rasa asin dalam mulutnya dan giginya terasa goyang. Pasien
juga menderita penyakit diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu namun jarang kontrol ke
dokter. Pasien seorang pegawai swasta setingkat manajer yang jarang berobat ke dokter.
Riwayat keluarga tidak ada yang mengalami kelainan seperti ini sebelumnya. Pada
pemeriksaan intra oral ditemukan kebersihan mulut buruk, banyak karang gigi

1.2​​ ​RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana etiologi timbulnya pembengkakan pada daerah sebelah bawah pipi
kiri?
2. Bagaimana patogenesis dari kasus tersebut?
3. Apa saja pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
4. Bagaimana kriteria diagnostik klinis dan histopatologis dari kasus tersebut?
5. Bagaimana diagnosis banding?
6. Apa saja rencana perawatan yang perlu disampaikan pada pasien?

1.3​​ ​TUJUAN
1. Menetapkan masalah berdasarkan data-data yang diberikan
2. Menjelaskan penyebab timbulnya masalah
3. Menjelaskan mekanisme yang mendasari kejadian
4. Merencanakan penatalaksanaan yang tepat

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Etiologi timbulnya pembengkakan pada daerah sebelah bawah pipi kiri


Pada kasus disebutkan kalau pada pemeriksaan intra oral pasien ditemukan
kebersihan mulut yang buruk dan karang gigi. Kebersihan mulut (​Oral Hygiene​) yang
buruk dan karang gigi yang banyak dapat berubah menjadi karies, karena tidak
dibersihkan sehingga menjalar menuju pulpa dan merusak jaringan didalamnya, hal ini
menyebabkan timbulnya abses, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada gigi
pasien.
Faktor lainnya dapat disebabkan karena penyakit Diabetes Melitus yang diderita
pasien sejak 5 tahun yang lalu, Diabetes melitus dapat menghambat aliran darah ke gigi
sehingga gigi tidak dialiri oleh darah, menyebabkan gigi tersebut goyang. Diabetes
melitus juga dapat menyebabkan ​Xerostomia​ yang dapat mengurangi aliran saliva yang
ada di dalam mukosa mulut, sehingga menimbulkan mukosa mulut menjadi kering dan
terbentuklah karies karena tidak adanya fungsi buffer dari saliva. Glukosa yang tinggi di
dalam saliva dimetabolisme oleh ​Streptococcus mutans​ yang dapat menghasilkan asam
sehingga pH di dalam mulut berkurang dan menjadi asam.

2. Patogenesis kasus
Ada dua teori mengenai pembentukan kista dentigerous. Teori pertama
menyatakan bahwa kista disebabkan oleh akumulasi cairan antara epitel email tereduksi
dan mahkota gigi. Tekanan cairan mendorong proliferasi epitel email tereduksi ke dalam
kista yang melekat pada ​cement-enamel junction​ dan mahkota gigi.
Teori kedua menyatakan bahwa kista diawali dengan rusaknya ​stellate reticulum
sehingga membentuk cairan antara epitel email bagian dalam dan bagian luar. Tekanan
cairan tersebut mendorong proliferasi epitel email luar yang menyisakan perlekatan pada
gigi di bagian ​cement-enamel junction;​ lalu epitel email dalam tertekan ke atas

4
permukaan mahkota. Saat telah terbentuk sempurna, mahkota akan protrusi ke dalam
lumen, dan akar-akarnya memanjang ke sisi luar kista.
Pada setiap teori, cairan menyebabkan proliferasi kistik karena kandungan
hiperosmolar yang dihasilkan oleh ​cellular breakdown​ dan produk-produk sel sehingga
menyebabkan ​gradient osmotic​ untuk memompa cairan ke dalam lumen kista.
Klasifikasi kista dentigerous ada tiga tipe, yaitu tipe sentral, lateral, dan
sirkumferensial, sesuai dengan posisi berkembangnya kista pada mahkota gigi. 1) Kista
Dentigerous Sentral yang merupakan kista mengelilingi mahkota secara asimetris,
menggerakkan gigi ke arah yang berlawanan dengan erupsi normal. 2) Kista Dentigerous
Lateral. Pada tipe lateral kista berkembang pada sisi mesial dan distal dari gigi dan
meluas jauh dari gigi, hanya menutupi sebagian mahkota gigi, menyebabkan miringnya
gigi ke arah yang tidak diliputi kista. 3) Kista Dentigerous Sirkumferensial. Pada tipe
sirkumferensial, seluruh organ email disekitar leher gigi menjadi kistik, sering
menyebabkan gigi bererupsi menembus kista sehingga menghasilkan gambaran seperti
kista radikular.

3. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis


● Anamnesis
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah anamnesis. Anamnesis
merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien yang
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita.
Pertanyaan dapat berupa apa yang pasien rasakan, apakah merasakan kesakitan
atau tidak, sudah berapa lama merasakan rasa sakit atau tidak nyaman tersebut,
dan hal-hal lain yang dapat melengkapi informasi untuk penegakan diagnosis.
Anamnesis diperlukan karena pasien yang mengetahui betul apa yang dirasakan
oleh dirinya sendiri. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam, yaitu autoanamnesis
dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan dengan
mendengarkan cerita dari pasien sepenuhnya, sedangkan alloanamnesis adalah

5
anamnesis yang informasinya didapatkan dari pihak lain selain pasien tersebut,
seperti orang tua.
● Pemeriksaan Klinis
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis meliputi
pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Pemeriksaan ekstra oral dilakukan dengan
melihat pada daerah di luar rongga mulut, seperti wajah, leher, nodus limfatik,
dan kelenjar saliva. Pada pemeriksaan ini dapat diamati juga keadaan asimetri
pada wajah. Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan melihat daerah rongga
mulut seperti dasar mulut, gigi-geligi, dan gingiva. Pada kasus ditemukan
pemeriksaan klinisnya menunjukkan suatu missing, pembengkakan yang keras
(​hard swelling​) dan biasanya mengakibatkan asimetri wajah seperti
pembengkakan pada pipi bawah kiri yang dialami pasien. Kista Dentigerous
memiliki ciri khasnya pasien tidak merasakan nyeri dan ketidaknyamanan.
Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu inspeksi,
palpasi, dan perkusi. Cara inspeksi menggunakan indra penglihatan, dengan
melihat kelainan pada ukuran, bentuk, atau warna. Cara palpasi menggunakan
indra peraba, dengan merasakan kontur, konsistensi, pergerakkan massa, dan
adanya indurasi. Cara perkusi dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan
mengetukkan jari tangan, dan dilakukan untuk mengetahui bentuk, lokasi dan
densitas struktur yang ada di bawah permukaan kulit.
● Biopsi
Pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan, seperti biopsi. Pertama, ada
biopsi aspirasi. Cara ini menggunakan alat suntik dengan jarum berdiameter
cukup besar untuk menyedot isinya. Jika cairan keruh putih mengkilat,
kemungkinan lesinya adalah kista. Jika isinya pus, ada daerah terinfeksi atau
abses. Jika berisi darah, kemungkinannya adalah tumor. Jika tidak ada yang
tersedot (udara), kemungkinan adalah kista traumatik. Kedua, ada ​Fine Needle
Biopsy.​ Cara ini dilakukan dengan jarum yang cukup panjang untuk mencapai lesi
yang cukup dalam (dekat daerah vital atau berbahaya).

6
● Radiografi
Radiografi kedokteran gigi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi
yang memberikan informasi diagnostik yang berguna dan akan mempengaruhi
rencana perawatan, seringkali untuk mencari beberapa tanda atau gejala klinis
atau menemukan riwayat pasien yang memerlukan pemeriksaan radiografi.
Teknik radiografi intraoral maupun ekstraoral merupakan prosedur umum yang
dilakukan oleh dokter gigi dalam membantu penatalaksanaan suatu kasus. Salah
satu contoh radiografi yang dapat diterapkan pada kasus adalah Radiografis
panoramik, yaitu dengan melihat secara keseluruhan kondisi jaringan penyangga
gigi, dikarenakan gigi pasien terasa goyang dan histori penyakit sistemik berupa
Diabetes Mellitus tidak terkontrol. Radiografi periapikal pada gigi bawah kiri
yang dicurigai sebagai gigi penyebab keluhan yang dialami pasien.

4. Kriteria diagnostik klinis dan histopatologis dari kasus


● Diagnostik klinis
➔ Tidak terlihat bila masih pada tahap awal
➔ Jika tidak mengalami komplikasi tidak akan menyebabkan gejala sampai
pembesarannya nyata terlihat
➔ Infeksi dapat menyebabkan gejala umum seperti bengkak yang membesar
dan rasa sakit
➔ Secara klinis, lesi tampak sebagai pembengkakan lingir (ridge) alveolar di
atas tempat gigi yang sedang erupsi
➔ Saat rongga kista sirkumkoronal berisi darah, pembengkakan tampak ungu
atau sangat biru sehingga dinamakan erupsi hematoma
➔ Kista dentigerous biasanya lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibanding wanita dan hampir 60 % dari kista ini terjadi pada dekade dua
hingga dekade tiga kehidupan
➔ Kadang-kadang mahkota gigi dapat masuk ke dalam lumen kista

7
➔ Kista dapat juga ditemukan bersamaan dengan ​Dysostosis Cleidocranial
dan kadang-kadang bersamaan dengan ​Amelogenesis Imperfecta​ tipe
hipoplastik dan menyebabkan banyak gigi menjadi non-vital
➔ Pemeriksaan radiologis: kista dentigerous tampak berupa gambaran
radiolusen simetris, unilokular berbatas tegas, dan mengelilingi mahkota
gigi yang tidak erupsi (impaksi). Kecuali terinfeksi sehingga tepinya
berbatas buruk, pertumbuhan kista yang lambat dan teratur, membuat kista
dentigerous mempunyai tepi sklerotik yang berbatas tegas, dengan korteks
jelas, dan ditandai dengan garis batas radiopak yang tipis
● Histopatologis
Tidak ada gambaran histopatologis yang khas dari kista dentigerous yang dapat
membedakannya dari kista odontogenik lainnya.
➔ Dinding epitelnya merupakan sisa epitelium email terdiri atas 2-3 lapisan
sel gepeng atau kuboid
➔ Permukaan epitel dan jaringan penghubung berbentuk datar
➔ Jaringan penghubung berupa jaringan
➔ Dinding kista terbentuk oleh folikel gigi ketika dinding kista melekat pada
CEJ. Dan CEJ sering terjadi inflamasi pada dinding kista di sekitar
perlekatan gigi
➔ Kista dentigerous terdiri dari lapisan dinding jaringan ikat tipis, dilapisi
epitel gepeng yang bersatu dengan epitel enamel tereduksi termasuk
mahkota gigi
➔ Pada kista dentigerous yang tidak terinflamasi memiliki epitel lining yang
tidak berkeratin dan memiliki sel layer sebagai batas epitel yang tebalnya
4-6 lapisan sel

8
5. Diagnosis banding
● Kista dentigerous
Kista dentigerous tumbuh dari folikel pada gigi yang tidak erupsi atau dari gigi
yang sedang dalam masa pertumbuhan. Sering tumbuh di region posterior pada
mandibula atau maksila dan umumnya berkaitan dengan gigi molar ketiga. Kista
ini ditemukan pada semua usia dengan angka kejadian terbesar pada usia 20
tahun. Gambaran histopatologis dari kista dentigerous adalah jaringan pendukung
pada kista ini adalah fibrosa, yang menunjukkan adanya epitel skuamosa yang
stratifikasi.
● Ameloblastoma unikistik
Ameloblastoma unikistik sering membentuk kista dentigerous secara klinis
maupun secara radiografis walaupun diantaranya tidak berhubungan dengan gigi
yang tidak erupsi. Ameloblastoma berkembang dari sel ameloblast yang
merupakan ​odontogenic,​ bertanggung jawab pada pembentuk enamel.
Ameloblastoma unikistik tidak agresif. Munculnya sebagai radiolusensi yang
mengelilingi gigi yang belum erupsi atau sebagai suatu radiolusensi pada ujung
akar yang menandakan adanya kista radikular. Gambaran mikroskopisnya
dikarakterisasi oleh pulau-pulau epitel di dalam stroma jaringan ikat kolagen. Pola
histopatologi yang sering ditemukan adalah pola folikuler dan pleksiform. Muncul
lambat, timbul pada usia 30-50 tahun.
● Odontogenic keratocyst
Odontogenic keratocyst​ (OKC) merupakan kista odontogenik non-inflamasi yang
muncul dari dental lamina. Epitel OKC memiliki potensi pertumbuhan bawaan
seperti sebuah tumor jinak. OKC sering tumbuh di sekitar gigi yang tidak erupsi,
kista tumbuh dengan ukuran yang besar dan mengakibatkan destruksi pada tulang
rahang. Gambaran histopatologis OKC membentuk lapisan epitel skuamosa yang
mengalami parakeratinisasi dan mempunyai ketebalan antara 6-10 lapis sel.
Lapisan sel basalnya terdiri dari sel-sel berbentuk kolumnar atau kuboid yang
tersusun secara palisade. Lumen berisi sejumlah ​desquamated parakeratin​.

9
6. Rencana perawatan yang perlu disampaikan pada pasien
Pada kasus ini, pasien di diagnosis menderita kista dentigerous. Ada 2 macam
perawatan yang dapat dilakukan yaitu:
● Enukleasi
Enukleasi adalah menghilangkan dinding kista secara keseluruhan. Enukleasi
secara umum digunakan untuk jika dinding kista mudah dipisahkan dari
perlekatan tulang dan kavitas berisi bekuan darah. Enukleasi dapat dilakukan pada
semua kista yang berukuran kecil sampai sedang. Sebuah flap mucoperiosteal
standar dilakukan pada daerah bukal dengan insisi secara vertikal. Tulang yang
telah menipis dihilangkan dengan ​bone rongeurs​ atau bur untuk mendapatkan
akses bedah ke saluran cairan.
● Marsupialisasi
Marsupialisasi adalah perawatan dengan membuat suatu jendela “​surgical
window”​ pada dinding kista dalam pembedahan, mengambil isi kistanya dan
memelihara kontinuitas antara kista dengan rongga mulut, sinus maksilaris, atau
rongga hidung. Bagian yang diambil hanya isi dari kista batas dari dinding kista
dengan oral mukosa dibiarkan. Proses ini dapat mengurangi tekanan intra kista
dan membantu penyusutan dari kista serta pengisian tulang. Biasanya metode ini
digunakan untuk kasus kista yang besar,dimana kategori kista yang termasuk
besar sendiri ini diameter berukuran >5cm.

10
BAB III
PENUTUP

3.1​ ​Kesimpulan
Dari hasil pembahasan kasus yang terdapat di skenario disebutkan bahwa etiologi
terbentuknya pembengkakan pada pipi sebelah kiri dimulai dari pemeriksaan intra oral pasien
yang memiliki kebersihan mulut yang buruk dan banyaknya karang gigi yang dapat menjalar
menuju abses gigi. Ditambah lagi dengan menderitanya pasien dengan Diabetes melitus sejak
5 tahun yang lalu, hal ini menyebabkan xerostomia dan juga terhambatnya aliran darah ke
gigi. Patogenesis kasus terdapat 2 macam teori pembentukan kista dentigerous yaitu dimulai
dari akumulasi cairan antara epitel email tereduksi dan mahkota gigi. Teori kedua yaitu kista
diawali dengan rusaknya ​stellate reticulum sehingga membentuk cairan antara epitel email
bagian dalam dan bagian luar. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
klinis, biopsi dan radiografis. Ada beberapa kriteria diagnostik klinis kasus, salah satunya
adalah kista dentigerous tampak berupa gambaran radiolusen simetris, unilokular berbatas
tegas, dan mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi (impaksi). Tidak ada gambaran
histopatologis yang khas dari kista dentigerous yang dapat membedakannya dari kista
odontogenik lainnya. Diagnosis banding kasus dapat dibandingkan dengan Ameloblastoma
unikistik dan Odontogenic keratocyst (OKC). Perawatan yang dapat disampaikan terdapat 2
macam yaitu enukleasi dan marsupialisasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Browne, R.M. 1975. ​The Pathogenesis of Odontogenic Cysts​. A review J of Oral


Pathology, 4:31-46.
2. Sudiono, J. ​Kista Odontogenik (Pertumbuhan, Perkembangan & Komplikasi)​. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. 2012.
3. Sudiono, Janti dkk. ​Ilmu Patologi​. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran Gigi EGC. 2003.
4. Widjajahakim, Grace. ​Fine Needle Aspiration Biopsy​ .[Internet]. Atma Jaya Bulletin
koleksi meditek vol. 15. 2007 [cited 11 November 2018]. Available from:
https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=178220

12

Anda mungkin juga menyukai