Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 18 MODUL 5
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT RONGGA MULUT PADA USIA LANJUT

Disusun oleh : Kelompok 1

Alya Hana Natasya 1910026006


Nur Fithriah 1910026010
Azizah Qothrunnada Takdir 1910026015
Sulistiya Wati 1910026016
Dela Puspita Sari 1910026022
Artha Maulida 1910026024
Selvia Rakhmah 1910026026
Yuli Brygitta Sidabariba 1910026028
Salma Nadya Salsabila 1910026029
Chaesarianus Paul Christian Soge 1910026032

Tutor :
drg. Dewi Arsih Sulistiani, MDSc

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“Epidemiologi Penyakit Rongga Mulut Pada Usia Lanjut” ini tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari Diskusi Kelompok
Kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. drg. Dewi Arsih Sulistiani, MDSc, selaku tutor kelompok 1 yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
2. Teman-teman kelompok 1 yang telah menyumbangkan pemikiran dan tenaganya
sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik,
serta dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil Diskusi Kelompok
Kecil (DKK) ini.

Samarinda, 09 Juni 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 1
1.3 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................3
2.1 Skenario ......................................................................................................... 3
2.2 Identifikasi Istilah Sulit .................................................................................. 3
2.3 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 3
2.4 Analisa Masalah ............................................................................................. 6
2.5 Kerangka Teori................................................................................................ 6
2.6 Learning Objectives.........................................................................................7
2.7 Belajar Mandiri................................................................................................7
2.8 Sintesis ............................................................................................................7
BAB III PENUTUP ..................................................................................................20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 20
3.2 Saran ............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO (2013), populasi lansia meningkat sangat cepat. Pada tahun
2020, jumlah lansia diprediksi sudah menyamai jumlah balita. Berdasarkan data
WHO, sebelas persen dari 6,9 milyar penduduk dunia adalah lansia. Di Indonesia,
jumlah lansia mencapai 23,66 juta jiwa atau 9,03% dari jumlah penduduk di
Indonesia (Friska, Usraleli, Idayanti, Magdalena, & Sakhnan, 2020; Kiik, Sahar,
& Permatasari, 2018).
Lansia merupakan periode yang telah mencapai masa tua dalam ukuran fungsi
dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Secara umum,
menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik seperti kulit mulai mengendur, penglihatan dan pendengaran
berkurang, mudah lelah serta terserang berbagai penyakit seperti hipertensi, asam
urat, rematik dan penyakit lainnya termasuk penyakit rongga mulut. (Friska et al.,
2020).
Kondisi rongga mulut pada lansia akan mengalami perubahan-perubahan,
seperti pada enamel biasanya sering ditemui adanya atrisi atau warna yang lebih
gelap. Perubahan tersebut bukan hanya terjadi pada enamel, tetapi juga pada
struktur gigi lainnya. Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kesehatan
gigi pada lansia di antaranya adalah kurangnya produksi saliva serta kebiasaan
membersihkan gigi dan mulut. Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan
penyebab utama kehilangan gigi pada lansia (Senjaya, 2017).
Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi penyakit rongga mulut pada
lansia, maka kami akan membahas prevalensinya beserta faktor penyebab.
Penting pula untuk memahami bagaimana penyakit sistemik dapat memengaruhi
kesehatan jaringan periodontal, mengingat bahwa penyakit periodontal
merupakan salah satu penyebab utama gigi edentulous pada lansia. Dikarenakan
perubahan rongga mulut pada lansia, maka penatalaksanaan khusus untuk lansia
juga akan dibahas lebih lanjut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini, yaitu:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit periodontal pada
lansia:
a. Prevalensi penyakit periodontal pada lansia.
b. Faktor penyebab penyakit periodontal pada lansia.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan xerostomia dengan penyakit
periodontal pada lansia.

1
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit sistemik dengan penyakit
periodontal pada lansia.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit periodontal
pada lansia.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah mahasiwa tidak hanya mengetahui
namun juga memahami epidemiologi penyakit periodontal pada lansia. Selain itu
juga mampu memahami bagaimana hubunggannya dengan xerostomia dan
penyakit sistemik serta penatalaksanaannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO
REUNI SI KAKEK
Andi diajak kakek ke reuni veteran pembebasan Timor Timur. Acara diadakan
di rumah makan di daerah Jakarta Barat. Acaranya terbilang ramai dan sukses.
Para veteran sangat menikmati makanan yang disajikan, tetapi ada beberapa
kakek dan nenek yang sangat hati-hati dalam memilih makanan, “mungkin
mereka mempunyai penyakit yang pantangan dengan makanan tersebut” pikir
Andi. Ada hal yang membuat Andi agak heran kenapa gigi-gigi kakek dan nenek
tersebut panjang-panjang tidak kayak giginya dan pada saat makan gigi-gigi
mereka ada yang berbunyi-bunyi dan sering sekali mereka minum air putih. Ada
juga yang terlihat mengeluarkan gigi palsunya ketika selesai makan kemudian
membersihkannya dengan larutan khusus. Selain itu ada juga yang terlihat
memilih melunak-lunakkan makanannya sebelum makanan disantap.

2.2 Identifikasi Istilah Sulit


1. Gigi palsu : Suatu protesa untuk menggantikan gigi permanen
yang hilang sebagian maupun total.
2. Pantangan : Menurut KBBI, pantang: hal terlarang seperti
makanan/minuman pada pasien yang sakit
berdasarkan adat/budaya suatu daerah tertentu.
3. Epidemiologi : Berasal dari bahasa Yunani, Epi = tentang; Demos
= penduduk; Logos = ilmu. Sehingga epidemiologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk.
Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi atau
distribusi, transisi dan determinan penyakit pada
penduduk.

2. 3 Identifikasi Masalah
1. Mengapa gigi pada kakek dan nenek diskenario panjang-panjang?
2. Apa penyebab gigi kakek dan nenek bunyi saat makan?
3. Mengapa pada saat makan kakek dan nenek sering minum air putih?
4. Mengapa kakek dan nenek melunakkan makanan sebelum disantap?
5. Penyakit seperti apa pada lansia yang memiliki pantangan terhadap makanan?
6. Apa dampak kehilangan gigi pada lansia?
7. Bagaimana cara perawatan gigi tiruan pada lansia?

3
2.4 Analisa Masalah
1. Mengapa gigi pada kakek dan nenek diskenario panjang-panjang?
Gigi yang terlihat panjang disebabkan karena adanya resesi gingiva,
dimana kondisi ini dapat meningkat seiring bertambahnya usia. Jaringan
gingiva akan terjadi penurunan, kemudian permukaan gigi dan akar akan
terbuka. Resesi gingiva ditandai marginal gingiva menurun ke arah apical,
sehingga gigi terlihat panjang-panjang.
Gigi yang terlihat panjang-panjang juga bisa disebabkan karena
hilangnya gigi, sehingga gigi antagonis mengalami supraposisi. Bisa juga
terjadi faktor fisiologis akibat bertambahnya usia, dan patologis akibat salah
menyikat gigi, trauma, dan lainnya.

2. Apa penyebab gigi kakek dan nenek bunyi saat makan?


Dikarenakan adanya bunyi clicking pada TMJ (Temporomandibular
joint), akibat tidak adanya gigi posterior, sehingga mandibular mengalami
overclosure, sehingga terjadi dislokasi pada mandibula dan menimbulkan
suara clicking.
Pada proses menua, terjadi kemunduran fungsi/disfungsi tubuh salah
satunya TMJ, dpt mengalami atritis yang akhirnya mengakibatkan TMD
(Temporomandibular Disorder), akibat kehilangan gigi posterior. Selain itu
juga, bisa disebabkan oleh karena adanya osteoporosis.

3. Mengapa pada saat makan kakek dan nenek sering minum air putih?
Dikarenakan pada lansia terjadi perubahan fisiologi, yaitu penurunan
produksi saliva (kelenjar parenkim hilang pada ductus saliva) atau
hiposalivasi sehingga menyebabkan mulut mereka mengalami xerostomia,
jadi pada proses makan/menelan butuh lebih banyak air putih. Air putih Bisa
juga membantu peran saliva untuk melunakkan makanan,
Apakah ada pengganti selain air putih dalam proses menelan/mengunyah pada
lansia?
- Tidak ada, karena pH air yang netral dapat menjadi katalis.
- Bisa saja minum yang lain, namun karena pada lansia lebih rentan
sehingga air putih yang paling efektif untuk menggantikan peran saliva.
Ada dalam bentuk gel/spray, sebagai pengganti saliva sintetik fungsinya
agar area rongga mulut tidak kering, jadi blum tau apakah dapat
membantu juga dalam proses makan/melunakkan makanan.
- Ada juga protesa yang sudah dimodifikasi yang memiliki saluran
pengganti saliva.

4
4. Mengapa kakek dan nenek melunakkan makanan sebelum disantap?
Pada lansia dapat mengalami penurunan kemampuan mengunyah
akibat kehilangan gigi. Dapat juga terjadi penurunan kesulitan menelan akibat
menurunnya fungsi otot penlanan sehingga lansia cendrung melunakkan
makanan sebelum disantap.
Dalam melunakkan makanan ini seperti apa dan bagaimana?
Di luar Rongga Mulut, bisa menggunakan sendok, karena kekuatan dalam
Rongga Mulut nya juga sudah berkurang.

5. Penyakit seperti apa pada lansia yang memiliki pantangan terhadap makanan?
- Hipertensi, akibat pola makan yang memicu hipertensi seperti makanan
berlemak, mengandung garam berlebuhan. Pola makan untuk pasien
hipertensi dengan mengurangi konsumsi lemak dan garam serta banyak
makan sayur, buah buahan dan perbanyak minum air putih.
- Penyakit jantung coroner, akibat mengonsumsi lemak berlebihan
- DM, ada pantangannya untuk mengurangi konsumsi gula dan garam
- Walaupun tidak ada penyakit, lansia sebaiknya tetap mengurangi makanan
seperti banyak kalori, lemak dan gula. Jadi disarankan banyak
mengonsumsi vitamin.
Apakah seorang lansia masih diperbolehkan mengkonsumsi kafein?
Sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan jantung berdebar, Pada lansia
dengan masalah jantung lebih berbahaya lagi jika mengkonsumsi kafein.

6. Apa dampak kehilangan gigi pada lansia?


Penyebab utama kehilangan gigi ialah karies dan penyakit periodontal.
Menyebabkan lansia hanya mengkonsumsi makan lunak, dapat terjadi
penurunan nutrisi. Kehilangan gigi sebagian dapat menimbulkan efek migrasi
gigi dan kemiringan. Kehilangan gigi seluruhnya dapat berdampak pada:
- Fungsional
Terjadi gangguan fungsi pengunyahan dan berbicara. Akibat dari
adanya gangguan pengunyahan dan pola makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi yang bisa berakibat malnutrisi.
Kehilangan gigi dapat menyebabkan penurunan tulang alveolar pada
daerah edentulous, gangguan pada TMJ. Saat kehilangan gigi terdapat
beban berlebih sehingga condylus aus dan menyebabkan gangguan seperti
TMD.
- Emosional: kurang nyaman, menurunnya kepercayaan diri akibat merasa
kehilangan bagian tubuh.
- Psikososial: mempengaruhi kualitas hidup.

5
Kehilangan gigi depan dapat menurunkan estetika wajah, selain itu
juga dapat menimbulkan kelainan bicara karena gigi depan berperan penting
dalam proses fonetik.

7. Bagaimana cara perawatan gigi tiruan pada lansia?


- Harus membersihkan gigi tiruan dengan sikat untuk menghindari denture
stomatitis, bisa juga dengan larutan berbahan dasar chlorin yang berguna
untuk membersihkan dan membunuh bakteri, fungi, parasite, dan lain-lain.
- Bisa dengan perendaman selama semalam dengan larutan, tidak boleh
selama 24 jam
- Membersihkan sisa-sisa makanan pada protesa. Pembersihan dilakukan
setiap hari
- Gigi tiruan dijaga tetap lembab dan ditempatkan pada larutan.
- Teknik membersihkan protesa ada 2 teknik, yaitu secara mekanik dan
kimiawi. Teknik mekanik, yaitu dengan sikat gigi, teknik ini lebih mudah,
saat menyikat protesa, sikatnya berbulu lembut dan tidak disarankan
menggunakan pasta gigi karena ada efek abrasive. Teknik kimiawi salah
satunya juga bisa dengan peroksida
- Teknik terbaru dengan alat ultrasonic
Apakah peroksida memang bisa digunakan untuk pasta gigi atau hanya
dalam bentuk larutan saja untuk membersihkan protesa?
Dalam kandungan pasta gigi ada kandungan kimia salahsatunya
kandungan seperti bleaching, dimana peroksida memiliki efek yang sama
yaitu memutihkan. Peroksida dapat menimbulkan efek korosi jika
direndam pada bahan tertentu. Teknik ini (kimiawi dengan pasta dan
powder) sudah tidak disarankan karena dapat merusak gigi tiruan.

2.5 Kerangka Teori

6
2.6 Learning Objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit periodontal pada
lansia:
a. Prevalensi penyakit periodontal pada lansia.
b. Faktor penyebab penyakit periodontal pada lansia.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan xerostomia dengan penyakit
periodontal pada lansia.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit sistemik dengan penyakit
periodontal pada lansia.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit periodontal pada
lansia.

2.7 Belajar Mandiri


Pada step ini masing-masing anggota kelompok belajar secara
mandiri untuk memecahkan learning objectives yang sebelumnya sudah
disepakati bersama.

2.8 Sintesis
1. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit periodontal pada
lansia:
a. Prevalensi penyakit periodontal pada lansia.
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik
akibat berbagai penyakit degeneratif, kondisi lingkungan serta gaya
hidup. Perubahan yang terjadi mengakibatkan usia lanjut rentan terhadap
berbagai penyakit termasuk penyakit periodontal. Penyakit periodontal
adalah penyakit yang kehilangan struktur kolagennya pada daerah yang
menyangga gigi, sebagai respon dari akumulasi bakteri di jaringan
periodontal Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang
menyerang gingiva dan jaringan pendukung gigi lainnya, jika tidak
dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi.
Akumulasi bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab
utama penyakit periodontal. Di Indonesia penyakit periodontal
menduduki urutan ke dua yaitu mencapai 96,58%. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 masalah gigi dan mulut
termasuk penyakit periodontal di Sulawesi Utara yaitu 29,8%.12
Berdasarkan data UNFPA, di dunia saat ini terdapat sekitar 737
juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia), yaitu usia 60 tahun lebih.
Berdasarkan jumlah tersebut sekitar dua pertiga tinggal di negara -
negara berkembang, termasuk di Indonesia. Data BPS tahun 2010

7
mencatat jumlah penduduk Indonesia yaitu sebanyak 237.641.326 jiwa
dan sekitar 20 juta orang adalah penduduk lansia. Sensus Penduduk
tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara
dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia yaitu 18,1 juta jiwa
atau 9,6% dari jumlah penduduk Indonesia.Gigi memiliki fungsi untuk
pengunyahan, berbicara, dan estetika. Gigi – geligi pada lansia mungkin
sudah banyak yang rusak, bahkan copot sehingga memberikan kesulitan
saat mengunyah makanan. Berkurangnya kemampuan mencerna
makanan akibat kerusakan gigi atau ompong merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lansia.20
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 di Provinsi Bali
berdasarkan kelompok usia diperoleh data bahwa, kelompok usia 55 –
64 tahun memiliki proporsi tertinggi dalam permasalahan kesehatan gigi
dan mulut, yaitu 30,8%. Lansia diharapkan minimal mempunyai 20 gigi
berfungsi, hal ini berarti bahwa fungsi pengunyahan mendekati normal,
walaupun sedikit berkurang. Demikian halnya fungsi estetik serta fungsi
bicara masih dapat dianggap normal dengan jumlah gigi minimal 20
buah.20
WHO melaporkan bahwa kehilangan gigi pada lansia cukup
besar, yaitu prevalensi kehilangan gigi pada populasi usia 65-75 tahun di
Prancis 16,9% Jerman 24,8% dan Amerika Serikat 31%. Berdasarkan
Penelitian yang telah dilakukan oleh Nimri (2004), di Jordania tentang
kondisi rongga mulut pada lansia pemakai gigi tiruan lepasan dilaporkan
adanya keluhan tidak puas dengan kondisi gigi tiruan yang digunakan
karena menyebabkan lesi pada rongga mulut, rasa nyeri ketika memakai
gigi tiruan, banyak pasien kesulitan dalam berbicara, gigi tiruan sering
terjatuh pada saat makan dan berbicara, serta adanya akumulasi plak dan
kalkulus pada gigi tiruan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 Indonesia yang bermasalah pada gigi dan mulut
sebesar 25,9%, dan di Sulawesi Utara diketahui bermasalah pada gigi
dan mulut sebesar 31,6%, prevalensi kehilangan gigi pada kelompok
umur 55 –64 tahun sebesar 10,13% dan pada usia ≥65 tahun sebesar
17,05%. Penyebab utama kehilangan gigi lansia di Indonesia adalah
karies dan penyakit periodontal.20
Penelitian yang dilakukan oleh WHO tentang prevalensi
penyakit periodontal pada usia lanjut di Chicago Amerika Serikat tahun
2010 menunjukkan prevalensi penyakit periodontal mengalami
peningkatan pada usia lanjut yaitu 70,1%. Kerusakan jaringan
periodontal meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Berbagai

8
perubahan yang terjadi pada usia lanjut mengakibatkan lemahnya daya
tahan jaringan periodontal terhadap berbagai iritasi, terutama bakteri
plak.22
b. Faktor penyebab penyakit periodontal pada lansia.
- Faktor Primer
Plak
Penelitian yang sebelumnya telah dilakukan pada gigi M1,
didapatkan bahwa presentase karies gigi pada wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan pria. Selain itu, pada usia antara 40-50 tahun
sudah terjadi retraksi atau menurunnya gusi dan papil sehingga sisa sisa
makanan lebih sukar dibersihkan.14
Masalah lain yang sering terjadi pada lansia yaitu masalah jaringan
periodontal yang berawal dari kurangnya menjaga kebersihan rongga
mulut. Rongga mulut yang tidak dijaga kebersihannya akan
menyebabkan penumpukan plak pada gigi yang disebut debris.14
Pertumbuhan plak berhubungan dengan kualitas dan kuantitas dari
saliva, karena seiring dengan meningkatnya usia akan terjadi perubahan
dan kemunduran fungsi dari kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim
akan hilang dan digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak.
Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.1
- Faktor Sekunder
1) Perubahan Sistem Imun
Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan fungsi imun
sehingga memengaruhi kecepatan respon imun tubuh dan
kemampuan imunitas tubuh dalam melawan infeksi, dikenal
dengan istilah immunesenescence. Aktivitas Respon imun
bawaan seperti Natural Killer (NK) dan Polymorphonuclear
(PMN) dikonfirmasi cenderung menurun pada usia lanjut
sehingga terjadi penurunan fungsi fagositosis dan microbial
killing terhadap mikroorganisme dalam tubuh. Kemampuan
menghasilkan limfosit untuk membentuk sistem imun juga
berkurang sehingga durasi respon terhadap bakteri lama serta
jumlah sel antibodi yang dihasilkan juga lebih singkat dan lebih
sedikit dibandingkan pada dewasa muda.17 Perubahan yang
terjadi pada sel-sel imun dan non imun pada jaringan periodontal
terkait penuaan berkontribusi terhadap peradangan pada penyakit
periodontal.4

9
2) Perubahan Jaringan Periodontal
a. Gingiva
Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang
mengelilingi leher gigi serta menyelimuti tulang alveolar.
Gingiva terbagi menjadi tiga yaitu: gingiva bebas, gingiva
cekat, dan gingiva interdental. Gingiva bebas (free gingiva)
merupakan gingiva yang terletak paling koronal yang
hanya mengelilingi permukaan gigi tanpa melekat seperti
kerah baju. Gingiva bebas (attached gingiva) merupakan
bagian gingiva yang letaknya lebih ke apikal dan melekat
erat pada tulang alveolar yang berada dibawahnya. Gingiva
bebas memiliki karakteristik kaku dan lenting. Gingiva
interdental merupakan bagian gingiva yang mengisi ruang
interproksimal dibawah area kontak gigi (embrasur
gingiva).23
Kondisi gingiva yang sehat berwarna merah muda
dengan tepi yang tajam menyerupai kerah baju dan
memiliki konsistensi yang kenyal dan kokoh dengan
teksturnya seperti kulit jeruk (stippling). Akibat proses
penuaan, pada gingiva akan mengalami perubahan berupa
berkurangnya stippling gingiva, penurunan serat kolagen,
penipisan epitel, dan penurunan keratinisasi epitel gingiva.
Hal ini menyebabkan gingiva akan mudah mengalami
iritasi akan gesekan atau trauma sehingga memudahkan
terjadinya inflamasi gingiva. Selain itu, dilaporkan adanya
migrasi epitel penyatu posisi lebih apikal disertai dengan
resesi gingiva pada usia tua.3,15 Migrasi epitel penyatu
terjadi karena erupsi gigi melewati gingiva sebagai usaha
gigi untuk mengatur kontak oklusal dengan gigi lawannya
akibat hilangnya permukaan gigi karena atrisi.18
b. Ligamen Periodontal
Ligamen periodontal terdiri dari vaskuler kompleks dan
jaringan ikat yang mengelilingi akar gigi serta
menghubungkan akar gigi dengan tulang. Ligamen
periodontal memiliki lebar sekitar 0,2 mm. Ligamen
periodontal berfungsi dalam melindungi pembuluh darah
dan saraf, memelihara gingiva agar melekat dengan gigi,
dan memberi nutrisi untuk sementum, tulang, maupun
gingiva melalui pembuluh darah. Ligamen periodontal

10
mengandung serat syaraf sensorik yang berfungsi dalam
transmisi respon taktil, tekanan, dan rasa nyeri.15,23
Akibat proses penuaan, kandungan serat pada ligament
periodontal mengalami penurunan. Selain itu, dilaporkan
adanya perubahan lebar ligament periodontal akibat
penuaan. Beberapa penulis melaporkan adanya peningkatan
lebar ligament periodontal. Kehilangan gigi seiring
bertambahnya usia menyebabkan tekanan oklusal
meningkat sehingga menyebabkan peningkatan lebar ruang
ligament periodontal pada gigi yang masih tersisa.3,15
c. Sementum
Sementum merupakan jaringan mesenkim avaskular
yang terkalsifikasi, mengandung serat-serat kolagen yang
melapisi permukaan akar gigi. Ada dua tipe utama dari
sementum yaitu sementum aseluler (primer) dan sementum
seluler (sekunder). Sementum aseluler (primer) terbentuk
sebelum gigi mencapai dataran oklusal, tidak mengandung
sel sel, dan kalsifikasinya diperankan oleh sharpey’s fibers
yang memineralisasi permukaan luar. Sedangkan,
sementum seluler (sekunder) terbentuk setelah gigi
mencapai dataran oklusal. Sementum seluler mengandung
fibrin kolagen yang memineralisasi dalam jumlah sedikit di
bagian dalam.15,23
Pada proses penuaan, terjadi peningkatan lebar dari
sementum sekitar 5-10 kali lebih lebar dibandingkan
dengan yang berusia lebih muda. Hal ini terjadi karena
adanya pengendapan berlanjut setelah gigi erupsi.
Peningkatan lebar biasanya lebih besar pada apikal dan
lingual.15
d. Tulang Alveolar
Tulang alveolar merupakan bagian dari maksila dan
mandibula yang membentuk dan menopang soket gigi
(alveolus). Tulang alveolar terbentuk saat gigi mulai erupsi
untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligament
periodontal dan akan menghilang secara bertahap setelah
gigi hilang. Tulang alveolar terdiri dari tiga bagian yaitu:
plat luar tulang korteks, alveolar bone proper yang
merupakan dinding bagian dalam soket yang tipis, dan

11
trabekula cancellous berada di antara dua tulang kompak
yang berfungsi sebagai penyokong tulang alveolar.15,23
Pada proses penuaan, terjadi penurunan massa
tulang akibat dari penurunan laju pembentukan tulang.
Metabolisme tulang dipengaruhi oleh hormon paratiroid,
esterogen, serta vitamin D di dalam tubuh. Hal ini
memengaruhi kepadatan seluler dari pembentukan kembali
tulang. Pembentukan tulang oleh osteoblas juga menurun
akibat dari rusaknya fibronektin karena adanya radikal
bebas selama proses penuaan.3

2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan xerostomia dengan penyakit


periodontal pada lansia.
Istilah xerostomia mengacu pada mulut kering akibat berkurangnya
atau tidak adanya aliran saliva. Kurangnya saliva dapat menyebabkan
kerusakan gigi dan penyakit di rongga mulut. Saliva adalah lapisan
pelindung penting dari mukosa mulut dan berperan dalam melindungi
mukosa mulut. Selain itu saliva memiliki peran sebagai antimikroba.
Immunoglobulin pada saliva yaitu IgA, IgG, IgM. Non-immunoglobulin
pada saliva yaitu protein, musin, peptida, dan enzime. IgA yang terbesar
pada komponen saliva yang bekerja sebagai antibodi terhadap antigen
bakteri, bekerja mengagregasi bakteri, dan menghalangi perlekatan bakteri
pada jaringan host dengan cara menghambat kolonisasi Streptococcus
mutans dengan menghambat kerja glukosiltransferase, sehingga glukan /
ekstraseluler polisakarida tidak terbentuk.8
Terjadinya xerostomia telah dikaitkan dengan radioterapi kepala dan
leher, sindrom Sjogren, penggunaan narkoba, usia, dan jenis kelamin.
Mengidentifikasi alasan yang tepat dari kondisi tersebut dapat menjadi
tantangan; namun, obat resep adalah penyebab paling umum. Dalam satu
studi pada populasi orang tua yang rentan (berusia > 65 tahun dengan
kesulitan mobilitas atau kondisi kesehatan yang rumit), prevalensi
xerostomia berkisar antara 17% hingga 40%. Selain itu, 20% pasien berusia
65 tahun atau lebih memiliki beberapa jenis kelainan kelenjar ludah pada
penelitian sebelumnya.11
Namun, pengurangan sekresi saliva yang diinduksi obat adalah
penyebab paling umum xerostomia pada kelompok usia ini, karena
kebanyakan orang lanjut usia mengonsumsi setidaknya satu obat xerogenik.
Orang yang lebih tua biasanya mengalami beberapa penyakit kronis pada
saat yang sama, dan banyak dari kondisi ini diobati dengan menggunakan

12
obat resep. Lebih dari 400 obat dapat menyebabkan disfungsi kelenjar ludah,
dan yang 80% dari obat resep paling umum telah dilaporkan menyebabkan
pengurangan sekresi saliva. Banyak obat dan interaksi obat menimbulkan
efek samping, termasuk laju aliran saliva yang rendah dan xerostomia.11

Hubungan Laju Aliran Saliva dengan Penyakit Periodontal


Plak dental merupakan faktor etiologi yang paling utama pada
inisiasi dan perkembangan inflamatori penyakit periodontal.19 Penumpukan
plak dapat mengakibatkan adanya inflamasi pada ginggiva dan jaringan
sekitarnya yang dapat menyebabkan gigi goyah dan hilangnya gigi. Penyakit
periodontal merupakan masalah yang terjadi pada bagian jaringan lunak dan
jaringan pendukung gigi yang disebabkan karena adanya inflamasi yang
dikarenakan adanya mikroorganisme pada permukaan gigi sehingga timbul
reaksi pertahanan diri dari tubuh.
Biofilm plak dental terdiri dari bakteri. Peranan beberapa bakteri
yang spesifik dalam pembentukan dan sifat patogeniknya mencerminkan
struktur dinding sel bakteri tersebut. Dinding sel bakteri terbagi kepada dua
jenis yaitu tipe Gram positif dan negatif. Karakteristik dari bakteri gram
negatif yang khusus adalah mempunyai membran luar yang terdiri reseptor
protein dan lipopolisakarida yang merupakan endotoksin yang menghasilkan
toksin apabila integritas bakteri tersebut diganggu.13 Lipopolisakarida
merupakan substansi yang bersifat destruktif yang dapat memberi efek
pejamu dengan mengaktivasikan respon pejamu. Respon bakteri Gram
negatif pada plak ini akan meningkatkan kadar prostaglandin pada kelenjar
saliva, ini akan menyebabkan terjadinya penghambatan pada sekresi saliva
oleh kelenjar saliva dan laju aliran saliva akan menurun. Selama biofilm
berkembang dan berproliferasi, komponen larut yang dihasilkan oleh bakteri
patogenik penetrasi ke sulkus epithelium. Komponen-komponen ini
menstimulasi respon pejamu untuk menghasilkan mediator kimiawi yang
berhubungan dengan proses inflamasi.13

3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit sistemik dengan penyakit


periodontal pada lansia.
Pasien lansia lebih rentan terhadap penyakit sistemik dan lebih
banyak menggunakan medikasi dibandingkan pasien muda. Hasil Riskesdas
2013 menunjukkan penyakit terbanyak pada lansia adalah Penyakit Tidak
Menular (PTM) yaitu hipertensi, artritis, stroke, penyakit paru obstraktif
kronik dan diabetes melitus. Penyakit infeksi seperti periodontitis dapat

13
memicu awal dan atau perjalanan penyakit lain seperti diabetes dan
atherosclerosis.
Ada 2 mekanisme dimana infeksi dan inflamasi pada poket
periodontal dapat mengganggu kesehatan umum, yaitu :21
- Patogen periodontal serta produknya masuk ke dalam sirkulasi.
- Mediator inflamasi yang diproduksi setempat masuk dalam sirkulasi.
Penjalaran fokal infeksi dapat secara langsung atau per kontinuitatum,
yaitu infeksi menyebar langsung dari sumber infeksi ke jaringan atau
struktur di sekitarnya misalnya sinusitis, faringitis, tonsilitis. Juga dapat
menyebar secara tidak langsung melalui pembuluh darah, pembuluh limfe
atau melalui reaksi inflamasi ke organ-organ tubuh lainnya seperti paru-paru,
jatung, ginjal dan sebagainya.16
Apabila daya tahan tubuh menurun secara sistemik atau terjadi
gangguan mikrobial lokal, maka bakteri dan produknya yang merupakan
antigen dan faktor virulen (lipopolisakarida = LPS) mengadakan invasi ke
sulkus gingiva. Tubuh mengadakan respons imunologik dengan aktivasi sel
B, sel T dan PMN. Sel epitel yang teraktivasi bakteri dan produknya akan
melepaskan mediator inflamasi IL-1, IL-8, PGE2, TNF dan
matriksmetaloproteinase (MMP). Hal ini merupakan respons jaringan paling
awal terhadap stimuli bakteri, tampak sebagai tanda awal inflamasi jaringan
periodontal, dan selanjutnya proses inflamasi periodontitis akan menyebar
sistemik ke seluruh tubuh.16
A. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyakit dengan kelainan metabolisme
yang kompleks ditandai dengan adanya hiperglikemia kronis, terjadinya
produksi insulin yang berkurang, gangguan kerja insulin, atau kombinasi
keduanya sehingga menghasilkan ketidakmampuan glukosa untuk
diangkut dari aliran darah ke jaringan yang pada akhirnya
mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah dan ekskresi gula
dalam urine.2
Diabetes melitus dan periodontitis mempunyai hubungan yang
saling mempengaruhi satu sama lain, meskipun mekanisme yang
mendasari kedua hubungan ini belum sepenuhnya dipahami. Infeksi
kronis selama periodontitis dapat menyebabkan peradangan dan respon
inflamasi yang buruk, hal ini dapat berdampak pada kontrol
metabolisme gula darah yang buruk dan meningkatnya kebutuhan
insulin. Grossi dan Genco menjelaskan bahwa periodontitis dapat
meningkatkan keparahan dan komplikasi dari diabetes melitus. Hadirnya
sitokin pro-inflamasi sebagai respon dari infeksi bakteri periodontal dan

14
produknya dapat meningkatkan respon terhadap produk oksidasi glukosa
(AGEs) pada diabetes melitus. Gabungan dari dua jalur ini, yaitu infeksi
bakteri periodontal dan peningkatan sitokin yang dimediasi AGEs
menyebabkan terjadinya peningkatan kerusakan jaringan dan peran
periodontitis terhadap keparahan dan kontrol metabolik pada diabetes
melitus.2
Keadaan hiperglikemia akan menimbulkan AGEs, yang
kemudian berinteraksi dengan RAGE pada endotel sehingga
menimbulkan stres oksidatif, sebagai akibatnya akan terjadi gangguan
pembuluh darah pada jaringan periodontal. Gangguan pembuluh darah
akan menyebabkan gangguan distribusi nutrisi dan oksigen pada
jaringan periodontal, sehingga bakteri gram negatif anaerob yang
merupakan bakteri komensal pada poket periodontal akan menjadi lebih
patogen. Gangguan pembuluh darah juga akan mempengaruhi
pembuangan sisa metabolisme dalam jaringan periodontal, sehingga
akan terjadi toksikasi jaringan periodontal dan gingiva.5
Advanced glycation end-product juga mengadakan ikatan dengan
reseptor bermacam sel seperti endotelium, monosit, makrofag, limfosit
dan mesenkim. Ikatan menyebabkan aktivitas biologik seperti emigrasi
monosit, pembebasan sitokin dan faktor pertumbuhan oleh makrofag,
peningkatan permeabilitas endotelial, peningkatan aktivitas prokoagulan
sel endotel dan makrofag, peningkatan proliferasi dan sintesis matriks
ekstraseluler oleh fibroblas dan sel otot halus, efek ini menyebabkan
peningkatan komplikasi DM.5
B. Penyakit Kardiovaskular
Penyakit periodontal dapat meningkatkan kadar mediator
inflamasi sistemik, sehingga berpotensi untuk berkontribusi terhadap
proses aterosklerosis terkait inflamasi. Kemungkinan hubungan antara
penyakit periodontal dan aterosklerosis dapat dikaitkan dengan
pathogenesis kedua penyakit tersebut yang ditandai dengan
meningkatnya biomarker inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP)
dan fibrinogen. CRP ini menjadi perantara antara terjadinya infeksi
periodontal hingga mempengaruhi penyakit kardiovaskular. Oleh karena
itu, bakteri periodontal dan produknya dapat mempengaruhi secara
langsung sel endotel vaskular karena bakterimia atau secara tidak
langsung merangsang perubahan dalam peningkatan respon inflamasi
sistemik, yang dapat menyebabkan pathogenesis dari aterosklersosis.2
Adanya kehilangan gigi akibat penyakit periodontal dapat
menyebabkan perubahan pola makan, seperti penurunan asupan buah

15
dan sayuran atau serat makanan yang kemudian dapat meningkatkan
resiko aterosklerosis dan penyakit lainnya.21
C. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penebalan lapisan intima arteri, lapisan
paling dalam yang melapisi lumen dan media pembuluh darah, lapisan
tebal di bawah intima mengandung otot halus, kolagen dan serat elastik.
Awal pembentukan terjadi plak aterosklerotik dikelilingi monosit yang
menempel pada endotel vaskular. Pelekatan itu merupakan media
beberapa molekul yang mengadakan adesi pada permukaan sel
endotelial seperti intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1),
endothelialleucocyte adhesion molecule-1 (ELAM-1), dan vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1). Adesi molekul didukung beberapa
faktor seperti LPS bakteri, prostaglandin dan sitokin proinflamatori.
Setelah bergabung dengan sel lining endothelial, monosit penetrasi ke
endotelium dan migrasi ke bawah intima arteri. Monosit menyerap LDL
yang bersirkulasi dalam keadaan teroksidasi dan menjadi membesar,
membentuk karakteristik sel busa plak ateromatus. Setelah berada dalam
arteri, monosit dapat berubah menjadi makrofag. Kemudian akan
diproduksi sejumlah sitokin proinflamasi seperti IL-1, TNFα, PGE2,
yang memperbanyak lesi ateromatus. Faktor mitogenik seperti faktor
pertumbuhan fibroblas dan faktor pertumbuhan turunan trombosit
merangsang otot polos dan proliferasi kolagen sehingga terjadi
penebalan dinding arteri.16

Gambaran perjalanan periodontitis terhadap PJK16

D. Hipertensi
Adanya kemungkinan hubungan rasional antara hipertensi dan
penyakit periodontal didasarkan pada penemuan yang menunjukkan
bahwa keduanya merupakan proses peradangan. Hipertensi dan penyakit
periodontal merupakan suatu penyakit peradangan yang ditandai dengan
meningkatnya CRP, IL-6, IL-1β, dan Tumour Necrosis Factor Alpha

16
(TNF-α) dan Angiotensin II (Ang II).24 Dalam perkembangan hipertensi,
infeksi bakteri periodontal juga ikut terlibat. Periodontitis terjadi akibat
penumpukan spesies bakteri dalam biofilm subgingiva, terutama oleh
bakteri anaerobik dan mikroaerofilik Gram negatif, seperti P. gingivalis,
Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens, Tannerella forsythia,
Treponema denticola, Fusobacterium nucleatum, Aggregatibacter
actinomycetemcomitans, dan Campylobacter rektus. Bakteri gram
negatif melepaskan lipopolisakarid (LPS) yang merusak jaringan
gingiva kemudian masuk kedalam sirkulasi sistemik. Selanjutnya bakteri
tersebut menyerang arteri sehingga menyebabkan peradangan pada
pembuluh darah. P. gingivalis dapat menyebabkan aktivitas sel endotel
dan trombosit aktivitas sel endotel ini juga terlibat dalam patogenesis
hipertensi.10
E. Stroke
Infark iskemik serebral atau stroke sering didahului infeksi
sistemik bakteri atau virus. Infeksi periodontal berkontribusi pada
patogenenesis aterosklerosis, dimana bakteri masuk ke endotelium,
menyebabkan monosit/makrofag memicu proses inflamasi menghasilkan
ateromatosis dan penyempitan lumen pembuluh darah. Infeksi
periodontal berhubungan dengan peningkatan plasma fibrinogen dan
jumlah CRP dan mendukung terjadinya hiperkoagulasi. Akhirnya
bakteri dengan PAAP positif bakteri strain dari plak supra dan sub
gingiva menyebabkan peningkatan agregasi platelet, kontribusi pada
pembentukan trombus dan tromboebulisme menyebabkan stroke.16

4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit periodontal


pada lansia.
Tujuan perawatan periodontal baik untuk pasien muda maupun lansia
adalah untuk mempertahankan fungsi dan mencegah perkembangan penyakit
inflamasi. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan selama
perencanaan perawatan untuk lansia. Faktor yang perlu dipertimbangkan
adalah status kesehatan medis dan mental, obat-obatan, dan perilaku gaya
hidup yang dapat mempengaruhi prosedur perawatan periodontal.15
Tujuan umum untuk lansia adalah mengurangi bakteri melalui oral
hygiene dan debridement mekanis. Berdasarkan uji klinis pada lansia
menunjukkan bahwa perkembangan penyakit periodontal dapat dicegah atau
dihentikan dengan kontrol plak. Pasien lansia pastinya akan mengalami
kesulitan dalam melakukan oral hygiene yang memadai karena faktor
kesehatannya yang terganggu, perubahan status mental, atau karena

17
perubahan mobilitas dan ketangkasan. Adanya penggunaan sikat gigi dengan
electric-powered akan lebih efektif daripada sikat gigi manual untuk lansia
dengan keterbatasan fisik dan sensorik. Strategi dari perawatan periodontal
adalah pasien lansia, keluarga pasien, dan pengasuh akan diberi informasi
oleh dokter gigi mengenai agen kemoterapi dan teknik untuk memberikan
oral self-care serta kebiasaan gaya hidup yang sehat.15
Beberapa agen kemoterapi adalah:15
- Agen Antiplak
Pasien yang tidak mampu menghilangkan plak secara memadai karena
penyakit atau kecacatan dapat menggunakan agen antiplak seperti
klorheksidin, tetrasiklin sub-antimikroba, atau listerine atau obat
generiknya.
1. Klorheksidin bersifat bakteriostatik atau bakterisida. The American
Dental Association (ADA) Council on Dental Therapeutics telah
menyetujui bahwa chlorhexidine dapat membantu mencegah dan
mengurangi plak supragingiva dan gingivitis.
2. Tetrasiklin sub-antimikroba (Periostat) berguna dalam mengobati
periodontitis kronis sedang hingga berat. Bahan aktif dalam
Periostat adalah doxycycline hyclate. Obat ini dikontraindikasikan
untuk pasien dengan alergi terhadap tetrasiklin.
3. Antiseptik listerine dan obat generiknya disetujui oleh ADA Council
on Dental Therapeutics untuk membantu mencegah dan
mengurangi plak supragingiva dan gingivitis. Bahan aktif dalam
Listerine adalah metil salisilat dan tiga minyak esensial (yaitu,
eucalyptol, thymol, dan mentol).
- Flouride
Flouride ini berfungsi untuk mengurangi kelarutan email,
remineralisasi pada lesi karies dini, dan sebagai bakterisida untuk plak
bakteri.
- Pengganti Saliva
Pengganti saliva tersedia untuk meredakan gejala mulut kering atau
xerostomia. Sebagian besar pengganti saliva dapat digunakan sesuai
keinginan pasien dan dikemas dalam botol semprot. Produk seperti pasta
gigi dan gel pelembab juga tersedia.
Pasien dengan xerostomia dapat memperoleh manfaat dari merangsang
saliva dengan mengunyah permen karet tanpa gula. Permen karet xylitol
telah terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi plak mulut dan
gingivitis pada lansia.

18
Perawatan non bedah sering menjadi pilihan perawatan pertama
untuk pasien lansia. Namun, terapi bedah juga dapat diindikasikan
tergantung pada sifat dan luasnya penyakit periodontal.15
A. Perawatan Non Bedah
Tujuan perawatan periodontal non bedah adalah untuk
menghilangkan biofilm dan faktor-faktor yang berperan dalam
perkembangan penyakit gingiva dan periodontal. Salah satu jenis
perawatan yang termasuk dalam perawatan periodontal non bedah
adalah instrumenstasi mekanis dengan menggunakan kuret dan
ultrasonic debridement.7,25
Ada beberapa perubahan yang dapat terjadi pada periodonsium
karena pengobatan sistemik, contohnya gingival overgrowth yaitu suatu
perubahan periodontal yang diinduksi oleh obat umum. Dalam kasus ini,
perawatan yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan obat
tertentu dengan mendiskusikannya bersama dokter lain yang merawat
pasien. Perawatan lain dari gingival overgrowth adalah menghilangkan
bakteri awal diikuti dengan gingivektomi untuk mengurangi jumlah
jaringan hiperplastik. Antibiotik sistemik dan topikal juga dapat
digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri. Khususnya, gingival
overgrowth yang diinduksi fenitoin dapat diobati secara suportif dengan
obat kumur klorheksidin dan obat kumur asam folat.7
B. Perawatan Bedah
Perawatan bedah ini jarang diindikasikan untuk pasien lansia
dikarenakan proses penuaan yang dapat mempengaruhi penyembuhan
luka, inflamasi, hemostasis, proliferasi/migrasi sel dan sekresi matriks
ekstraseluler. Selain itu adanya penyakit sistemik juga menjadi
pertimbangan saat ingin melakukan perawatan bedah.7

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik akibat
berbagai penyakit degeneratif, kondisi lingkungan serta gaya hidup. Perubahan
yang terjadi mengakibatkan usia lanjut rentan terhadap berbagai penyakit
termasuk penyakit periodontal. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki
urutan ke dua yaitu mencapai 96,58%. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2007 masalah gigi dan mulut termasuk penyakit
periodontal di Sulawesi Utara yaitu 29,8%.
Istilah xerostomia mengacu pada mulut kering akibat berkurangnya atau
tidak adanya aliran saliva. Kurangnya saliva dapat menyebabkan kerusakan gigi
dan penyakit di rongga mulut, termasuk penyakit periodontal. Hal ini disebabkan
tidak adanya fungsi sebagai antimikroba sehingga menyebabkan bakteri
penyebab penyakit periodontal dapat berkembang di rongga mulut lansia.
Pasien lansia lebih rentan terhadap penyakit sistemik dan lebih banyak
menggunakan medikasi dibandingkan pasien muda. Penyakit terbanyak pada
lansia adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) yaitu hipertensi, artritis, stroke,
penyakit paru obstraktif kronik dan diabetes melitus. Penyakit infeksi seperti
periodontitis dapat memicu awal dan atau perjalanan penyakit umum seperti
diabetes dan atherosclerosis.
Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan selama
perencanaan perawatan untuk lansia. Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah
status kesehatan medis dan mental, obat-obatan, dan perilaku gaya hidup yang
dapat mempengaruhi prosedur perawatan periodontal. Tujuan umum untuk lansia
adalah mengurangi bakteri melalui oral hygiene dan debridement mekanis.

3.2 Saran
Kami menyadari masih banyak kekurangan dari kelompok kami dalam
diskusi kelompok maupun pembuatan laporan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan kelompok kami di
masa mendatang.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad. (2017). Pengaruh Xerostomia Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut


Terkait Kualitas Hidup Pada Usila di Desa Bapangi Kabupaten Sidrap. Media
Kesehatan Gigi. 16(2).
2. Azis, A.A.A. (2020). Hubungan Penyakit Periodontal dengan Penyakit Sistemik
3. Bhole, S., Prakash, V., Neelam, G., Shashwat, T., Pooja, S. (2020). Geriatric
Periodontology: An Overview.JETIR. 7(11), 597-8.
4. Ebersole, J. L., Graves, C. L., Gonzalez, O. A., Dawson III, D., Morford, L. A.,
Huja, P. E., ... & Wallet, S. M. (2016). Aging, inflammation, immunity and
periodontal disease. Periodontology 2000, 72(1), 54-75.
5. Ermawati, T. (2015). Periodontitis dan diabetes melitus. Stomatognatic-Jurnal
Kedokteran Gigi, 9(3), 152-154.
6. Friska, B., Usraleli, U., Idayanti, I., Magdalena, M., & Sakhnan, S. (2020). The
Relationship Of Family Support With The Quality Of Elderly Living In
Sidomulyo Health Center Work Area In Pekanbaru Road. Jurnal Proteksi
Kesehatan, 9(1), 1–8. https://doi.org/10.36929/jpk.v9i1.194
7. Grusovin, M. G. (2019). Treatment of Periodontal Diseases in Elderly Patients.
Clinical Dentistry Review, 3(16).
8. Humphrey, S. P., & Williamson, R. T. (2001). A review of saliva: normal
composition, flow, and function. The Journal of prosthetic dentistry, 85(2), 162-
169.
9. Kiik, S. M., Sahar, J., & Permatasari, H. (2018). Peningkatan Kualitas Hidup
Lanjut Usia (Lansia) Di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 21(2), 109–116. https://doi.org/10.7454/jki.v21i2.584
10. Leong, X. F., Ng, C. Y., Badiah, B., & Das, S. (2014). Association between
hypertension and periodontitis: possible mechanisms. The Scientific World
Journal.1- 11.
11. Liu, W. Y., Chuang, Y. C., Chien, C. W., & Tung, T. H. (2021). Oral health
diseases among the older people: a general health perspective. Journal of Men's
Health, 17(1), 7-15. https://doi.org/10.31082/jomh.tjoh.v17i1.316
12. Lumentut, R. A. N., Gunawan, P. N., & Mintjelungan, C. N. (2013). Status
periodontal dan kebutuhan perawatan pada usia lanjut. e-GiGi, 1(2).
13. Mealey, B. L., & Oates, T. W. (2006). Diabetes mellitus and periodontal
diseases. Journal of periodontology, 77(8), 1289-1303.
14. Muhida, B., & Suharnowo, H. (2021). KARAKTERISTIK DAN
PENGETAHUAN LANSIA TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI
DUSUN KOLORAN KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN
2020. Indonesian Journal of Health and Medical, 1(2), 224-230.
15. Newman, M. G., et al. (2018). Newman and Carranza’s Clinical Periodontology
13th Ed. China: Elsevier.
16. Oedijani, S. (2019). Infeksi Periodontal Sebagai Faktor risiko Kondisi Sistemik,
ODONTO Dental Journal. 6(2), 141–152.
17. Prahasanti K. Gambaran Kejadian Infeksi Pada Usia Lanjut. Qanun Medika. 3(1),
84-5.
18. Primasari, A. (2017). Proses Penuaan Dari Aspek Kedokteran Gigi. Medan: USU
Press
19. Salimetric. (2009). Saliva collection and handling advice. Salimetric. 5-11.
20. Senjaya, A. A. (2016). Gigi lansia. Jurnal Skala Husada: The Journal of
Health, 13(1), 72-80.
21. Tadjoedin, F.M, et al. (2016). Effect of Aging on The Periodontal Tissue.
Journal of International Dental and Medical Research. 9(3)
22. Watuna, F. F., Wowor, M. P., & Siagian, K. V. (2014). Gambaran Rongga Mulut
Pada Lansia Pemakai Gigi Tiruan Sebagian Lepasan di Panti Werda Kabupaten
Minahasa. e-GiGi, 3(1, 94-99.
23. Wijaksana, I. K. E. (2020). Perio Dx: Periodontal Sehat, Gingivitis &
Periodontitis. Airlangga University Press.:11-23
24. Zeigler, C. C., Wondimu, B., Marcus, C., & Modéer, T. (2015). Pathological
periodontal pockets are associated with raised diastolic blood pressure in obese
adolescents. BMC Oral Health, 15(1), 1-7.
25. Zulfa, L. & Mustaqimah, D. N. (2011). Terapi Periodontal Non-Bedah.
Dentofasial, 10(1), 36-41.

Anda mungkin juga menyukai