BLOK 18 MODUL 5
EPIDEMILOGI PENYAKIT RONGGA MULUT PADA USIA LANJUT
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Blok 18 Modul 5 yang
berjudul “Epidemilogi Penyakit Rongga Mulut Pada Usia Lanjut” ini tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari Diskusi Kelompok Kecil
(DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. Dr. drg. Lilies Anggarwati Astuti, Sp. Perio selaku Penanggung Jawab Modul
sekaligus Tutor kelompok 3 yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan
Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
2. Teman-teman kelompok 3 yang telah menyumbangkan pemikiran dan tenaganya
sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik, serta
dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman angkatan
2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil
(DKK) ini.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan.................................................................................................................... 1
2.8 Sintesis................................................................................................................... 9
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Lanjut usia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara
fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya. Umumnya setiap orang
akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua adalah masa hidup manusia
yang terakhir. Pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan
sosial hingga tidak melakukan tugasnya sehari-hari lagi dan bagi kebanyakan
orang masa tua kurang menyenangkan.
2
jaringan periodontal, yang secara teoritis dapat mengubah respon hospes.
Perubahan pada jaringan periodontal disebabkan oleh efek kumulatif dari
penyakit periodontal selama bertahun-tahun atau karena penurunan sistem
pertahanan tubuh akibat proses penuaan.
Dengan latar belakang diatas, maka penulis bermaksud menulis laporan hasil
diskusi kelompok kecil dengan memaparkan epidemiologi penyakit periodontal
pada lansia, penyakit periodontal pada lansia, hubungan xerostomia dengan
penyakit periodontal pada lansia, hubungan penyakit sistemik dengan penyakit
periodontal pada lansia, penatalaksaan dan pencegahan penyakit periodontal pada
lansia.
1. 2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan adalah untuk memaparkan hasil diskusi kelompok
kecil mengenai :
1. Epidemiologi penyakit periodontal
a. Prevalensi penyakit periodontal
b. Faktor penyebab penyakit periodontal
2. Penyakit periodontal pada lansia
3. Hubungan xerostomia dengan penyakit periodontal pada lansia
4. Hubungan penyakit sistemik dengan penyakit periodontal pada lansia
5. Penatalaksanaan penyakit periodontal pada lansia
6. Pencegahan penyakit periodontal pada lansia yang mempengaruhi preventive
dentistry
1. 3 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa serta pembaca dapat
mengetahui dan menjelaskan mengenai epidemiologi (prevelensi dan faktor
penyebab dari penyakit periodontal, penyakit periodontyal pada lansia, hubungan
xerostomia dengan penyakit periodontal pada lansia, hubungan penyakit sistemik
dengan penyakit periodontal pada lansia, penatalaksanaan dari penyakit
3
periodontal pada lansia, dan pencegahan penyakit periodontal pada lansia yang
mempengaruhi preventive dentistry.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
SI KAKEK
Andi diajak kakek ke reuni veteran pembebasan Timor Timur. Acara diadakan di
rumah makan di daerah Jakarta Barat. Acaranya terbilang ramai dan sukses. Para veteran
sangat menikmati makanan yang disajikan, tetapi ada beberapa kakek dan nenek yang
sangat hati-hati dalam memilih makanan, “mungkin mereka mempunyai penyakit yang
pantangan dengan makanan tersebut” pikir Andi. Ada hal yang membuat Andi agak
heran kenapa gigi-gigi kakek dan nenek tersebut panjang-panjang tidak kayak giginya
dan pada saat makan gigi-gigi mereka ada yang berbunyi-bunyi dan sering sekali mereka
minum air putih. Ada juga yang terlihat mengeluarkan gigi palsunya ketika selesai
makan kemudian membersihkannya dengan larutan khusus. Selain itu ada juga yang
terlihat memilih melunak-lunakkan makanannya sebelum makanan disantap.
5
2.3 Identifikasi Masalah
1. Apa saja yang menyebabkan masyarakat takut ke puskesmas atau dokter
2. Mengapa gigi pada skenario berbunyi saat makan? Dari mana asal bunyi tersebut?
Dan apakah bunyi tersebut merupakan suatu masalah?
3. Mengapa gigi kakek dan nenek terlihat panjang-panjang?
4. Mengapa kakek dan nenek sering meminum air putih?
5. Bagaimana cara menjaga kondisi rongga mulut pada lansia?
6. Larutan khusus apa yang digunakan untuk membersihkan gigi tiruan seperti di
skenario?
7. Bagaimana pemilihan makanan yang baik dan tepat untuk lansia?
8. Penyakit apa yang memiliki pantangan pada lansia?
6
berkurang. Berkurangnya sekresi saliva bisa menyebabkan ketidaknyamanan karena
kondisi mulut yang kering. Karena faktor penurunan fungsi tubuh, lansia harus
mengonsumsi obat tertentu dimana obat-obatan tersebut dapat menyebabkan
xerostomia. Bisa juga disebabkan karena fungsi endokrin lansia menurun. Sehingga
lansia menjadi membutuhkan cairan yang lebih banyak.
5. Larutan khusus apa yang digunakan untuk membersihkan gigi tiruan seperti di
skenario?
Larutan untuk membersihkan gigi tiruan disebut denture cleanser. Digunakan
untuk mencegah infeksi candida albicans serta mencegah terjadinya denture
stomatitis. Pembersihan gigi tiruan dapat secara mekanis dan kimiawi. Pembersihan
secara mekanis dilakukan dengan sikat gigi, sedangkan secara kimiawi dengan
merendam gigi tiruan dalam larutan pembersih yang mengandung bahan desinfektan
yang dapat membersihkan secara sempurna terutama bagian-bagian yang sulit
dicapai menggunakan sikat gigi. Penggunaan larutan pembersih gigi tiruan dapat
menjadi alternatif metode pembersihan yang dilakukan oleh lansia. Larutan
pembersih yang ideal harus memiliki sifat bakterisida, fungisida, mudah digunakan,
dan kompatibel dengan semua bahan gigi tiruan. Bahan pembersih gigi tiruan yang
beredar di pasaran yang berasal dari bahan kimia antara lain hidrogen peroksida,
sodium hipoklorit, dan chlorhexidine.
7
6. Bagaimana pemilihan makanan yang baik dan tepat untuk lansia?
a. Makanan tidak meningkatkan kadar gula darah
b. Kurangi konsumsi kafein
c. Konsumsi lebih banyak kalsium (susu, keju, kacang almond)
d. Konsumsi sayur
e. Makanan diolah agar lebih mudah dikonsumsi
f. Memberikan makanan yang bernutrisi (protein, karbohidrat, serat, vitamin dan
mineral)
g. Memilih olahan makanan yang mudah ditelan dan dalam bentuk yang lembut
h. Hindari makanan yang menimbulkan masalah pencernaan (asam dan pedas)
i. Memilih lemak yang sehat
j. Tidak berlebihan tetapi cukup mengandung zat gizi sesuai kebutuhan lansia
k. Mengurangi konsumsi garam
8
2.5 Kerangka Teori
Lansia
Epidemiologi
Penyakit Periodontal
Penyakit Periodontal
pada Lansia
pada Lansia
Prevalensi
Penatalaksanaan
Penyebaran Penyakit
2.8 Sintesis
1. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit periodontal pada lansia
a. Prevalensi penyebaran penyakit periodontal pada lansia
Penyakit periodontal dapat menjadi penyebab utama dari tanggalnya gigi
pada populasi dewasa. Penyebab utama penyakit periodontal adalah
9
mikroorganisme yang berkolonisasi di permukaan gigi (plak bakteri dan produk-
produk yang dihasilkannya). Penyakit periodontal yang umum atau sering terjadi
pada lansia ialah periodontitis. Di wilayah Asia seperti Indonesia, prevalensi
penyakit periodontal khususnya periodontitis pada masyarakat usia ≥ 15 tahun
menurut data Riskesdas (2018) adalah 67,8% ini, yang berarti dari sepuluh orang
penduduk Indonesia sebanyak 7 orang yang menderita periodontitis. Prevalensi
dan keparahan penyakit periodontal dapat meningkat pada individu yang lebih
tua.1,16,21
Berdasarkan Survey National Institute of Dental Research (NIDR)
menunjukan prevalensi persentase pasien dengan kehilangan perlekatan sama
atau lebih besar dari 3,0 mm adalah adalah 16% pada kelompok usia 18-21 tahun.
Prevalensi tersebut terus meningkat sampai mencapai 83% pada kelompok usia
55- 64 tahun.Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas 2001 menunjukkan dari
prevalensi 10 (sepuluh) kelompok penyakit yang dikeluhkan masyarakat,
penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama dengan angka prevalensi
61% penduduk. Dengan persentase tertinggi pada golongan umur lebih dari 55
tahun (92%). 1,16
Prevalensi penyakit periodontal yang lebih tinggi pada orang yang lebih tua
dapat merupakan akibat dari usia ataupun waktu. Usia berkaitan dengan kondisi
histologis dan klinis pada jaringan mulut. Hasil dari paparan jangka panjang
terhadap faktor risiko seiring usia juga dapat menciptakan efek kumulatif dari
waktu ke waktu sehingga terjadi peningkatan keparahan penyakit periodontal
seperti attachment loss dan kehilangan tulang.16,17
Prevalensi penyakit periodontal dipengaruhi beberapa faktor seperti usia,
kebersihan mulut, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, lokasi
geografis, status gizi dan nutrisi, keadaan sistemik, kondisi sosial budaya, ras,
kondisi anatomis intra oral, dan frekuensi kunjungan ke dokter gigi. 1
10
Martinez-Maestre et al. mengusulkan bahwa osteoporosis diasosiasikan
dengan tanggalnya gigi dan dapat memiliki hubungan dengan penyakit
periodontal. Namu, masih belum banyak data yang terkumpul sebagai bukti.
Meskipun demikian, data menunjukan proporsi lansia yang cukup besar
memiliki masalah gigi yang disebabkan oleh osteoporosis, terutama pada
wanita.2,3 ada dua mekanisme yang memiliki potensi untuk menjelaskan
hubungan osteoporosis dengan resorpsi tulang alveolar. Mekanisme pertama
adalah penurunan densitas tulang yang memicu resorpsi tulang alveolar dan
menyebabkan tanggalnya gigi. Mekanisme kedua adalah menurunnya
produksi estrogen yang dapat mengaktifkan citokin dan meningkatkan
aktivitas osteoclast sementara menurunkan aktivitas osteoblast, yang
menyebabkan resorpsi tulang alveolar. 20
3) Stres
Lansia sering mengalami penyakit sistemik. Umur menua yang
melemahkan tubuh dan memberikan hambatan untuk melakukan aktivitas
fisik yang sering menyebabkan stres pada lansia. Pasien lansia yang
mengalami sters memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit
periodontal. Stres diasosiasikan dengan tingkat kebersihan oral yang buruk,
meningkatnya sekresi glucocorticoid yang dapat menghambat fungsi imun,
serta meningkatkan resistensi insulin, yang dapat berpotensi meningkatkan
risiko periodontitis.19
4) Obesitas
Obesitas diasosiasikan dengan banyak masalah kesehatan, seperti stroke,
kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Obesitas telah ditunjukkan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Obesitas sering diasosiasikan
dengan gaya hidup yang buruk, menyebabkan inflamasi kronis, yang dapat
sering terjadi dan dapat mempengaruhi suspektabilitas penyakit periodontal.20
5) Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah kondisi medis serius yang terdiri dari obesitas
abdominal, dislipidemia, hiperglikemia, dan hipertensi. sindrom ini dapat
meningkatkan risiko diabetes tipe II dan penyakit kardiovaskular. Diabetes,
obesitas, dan sindrom metabolik dapat memiliki dampak besar tidak hanya
pada prevalensi dan kejadian penyakit periodontal pada populasi yang menua,
tetapi juga pada profesi gigi karena berpotensi memiliki beban manajemen
penyakit yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan tim multidisiplin untuk
pengelolaan penyakit periodontal pada pasien lansia dengan kondisi sistemik.
20
6) Obat-obatan
11
Secara umum, penyakit pada lansia adalah kondisi kronis. Akibatnya,
lansia mengonsumsi obat sistemik jangka waktu lama. Thompson
menjelaskan bahwa kebanyakan lansia mengonsumsi sejumlah obat berbeda
yang dapat memiliki efek samping oral, seperti xerostomia. Xerostomia dapat
meningkatkan risiko penyakit periodontal. 20
7) Aksesbilitas Fasilitas Kesehatan Oral
Seiring bertambahnya jumlah lansia, dapat terjadi dampak sosial dan
ekonomi serta peningkatan rasio ketergantungan usia tua. Pasien lansia
umumnya memiliki beberapa penyakit kronis, penurunan fungsi organ, dan
masalah gizi. Oleh karena itu, pasien lansia memerlukan pelayanan kesehatan
yang komprehensif dan terjangkau. Selain itu, tingkat kemandirian yang
berkurang pada lansia menyebabkan keterbatasan dalam memperoleh
pelayanan kesehatan. Keterbatasan memperoleh pelayanan kesehatan bagi
lansia antara lain hambatan finansial, sulitnya akses ke lokasi pelayanan
kesehatan yang terpencil, pelayanan kesehatan yang tidak akomodatif
terhadap lansia, atau bahkan kurangnya kesadaran akan pentingnya perawatan
kesehatan gigi dan mulut bagi lansia karena menganggap disfungsi menjadi
konsekuensi dari proses penuaan. 3,4
12
Prevalensi dan keparahan penyakit periodontal meningkat seiring
bertambahnya usia. Perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses
penuaan dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit periodontal.
Hilangnya perlekatan dan resorpsi tulang alveolar terjadi sebagai akibat
seringnya terpapar faktor risiko lain. Perubahan yang berhubungan dengan
proses penuaan, seperti penggunaan obat-obatan, penurunan fungsi kekebalan
tubuh, dan perubahan status gizi, dan faktor risiko lainnya, meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap penyakit periodontal. 22
Lansia yang rentan menderita penyakit periodontal akibat perubahan
yang terjadi pada jaringan di dalam mulut, yang dapat menyebabkan kehilangan
gigi yang dapat mengganggu pengunyahan. Terganggunya fungsi pengunyahan
menyebabkan penurunan penyerapan nutrisi yang dapat menurunkan kualitas
hidup lansia. Jumlah gigi berkorelasi positif dengan kepuasan individu terhadap
kondisi mulutnya. Oleh karena itu, menjaga kesehatan gigi dan mulut pada
lansia penting tidak hanya untuk menjaga kondisi mulut yang sehat tetapi juga
untuk kesejahteraan psikologis. 22
13
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang memiliki karakteristik
hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun
keduanya.
- Hubungan diabetes dan lansia
Lebih dari 50% orang di Amerika Serikat dengan diabetes berusia lebih dari
60 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang mana pada usia lanjut
disebabkan oleh 4 faktor yaitu, yaitu: (Rochmah, 2007)
1. Terjadi perubahan komposisi tubuh yaitu penurunan jumlah massa otot
dan peningkatan jumlah jaringan lemak yang mengakibatkan
menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin.
2. Penurunan aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah
reseptor insulin.
3. Perubahan pola makan akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga
persentase asupan karbohidrat meningkat.
4. Perubahan neuro-hormonal khususnya insulin-like growth factor-1 (IGF-
1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) turun sampai 50% pada usia
lanjut yang mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena
menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta turunnya aksi insulin.
Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat
adanya peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-
otot skeletal disebabkan penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier
protein GLUT4. Umur merupakan faktor independen sendiri yang
mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin. Pada usia tua terjadi perubahan
distribusi lemak dengan lemak visceral semakin bertambah dan lemak
subkutan menurun.14
14
mediated AGE yang mempengaruhi migrasi dan aktivitas fagositosis dari
mononuclear dan polymorphonuclear phagochytic cells. Terbentuknya
advanced glycation end product (AGE) merupakan senyawa kimiawi yang
berasal dari glukosa, secara irreversible, dan terbentuknya secara pelan tetapi
kontinyu seiring peningkatan kadar glukosa darah. Penimbunan AGE dapat
terjadi di dalam plasma dan jaringan, termasuk jaringan gingival pada
penderita Diabetes Mellitus. Sel-sel pada endothelial, otot polos, neuron dan
monosit memiliki sisi pengikat (binding site) AGE pada permukaannya yang
dinamakan reseptor AGE (RAGE). Ikatan antara AGE dengan sel-sel
endothelial menyebabkan terjadinya lesi vaskuler, trombosis, dan
vasokonstriksi pada penderita DM. AGE yang telah berikatan dengan
monosit akan meningkatkan kemoktasis dan aktivasi monosit yang diiringi
dengan meningkatnya jumlah sitokin proinflamatori yang dilepas, seperti
TNF-α, IL-1 dan IL-6. Ikatan AGE dengan RAGE pada fibroblast
mengakibatkan gangguan remodeling jaringan ikat, sedangkan ikatan AGE
dengan kolagen mengakibatkan menurunnya solubilitas dan laju
pembaharuan kolagen. Buruknya control gula darah dan meningkatnya
pembentukan advanced glaycation end products menginduksi stress oksidan
pada gingival sehingga memperparah kerusakan jaringan periodontal. 6
b. Penyakit kardiovaskular
Jaringan periodontal yang mengalami periodontitis bertindak sebagai
reservoir endotoksin (LPS) dari bakteri Gram negatif. Endotoksin dapat masuk
ke dalam sirkulasi sistemik selama fungsi pengunyahan, menimbulkan dampak
negatif pada jantung. Pada seseorang periodontitis ditemukan konsentrasi
endotoksin yang lebih besar dibandingkan dengan yang tanpa periodontitis.
Infeksi periodontal berpotensi menjadi infeksi sistemik, ini menyebabkan
keadaan hiperkoagulasi dan peningkatan viskositas darah. Pada pasien dengan
penyakit periodontal seringkali ditemukan peningkatan fibrinogen dan sel darah
putih. 2,13
15
penyakit sistemik, serta pemberian edukasi. Fase inisial merupakan aspek penting
dalam menunjang kesuksesan perawatan pada fase bedah. Perawatan bedah
periodontal dapat dilakukan setelah evaluasi menyeluruh respon jaringan terhadap
terapi fase inisial. Evaluasi tersebut umumnya dilakukan satu hingga tiga bulan paska
terapi fase inisial berupa probing pada gigi geligi serta mengevaluasi keberadaan
kalkulus, karies akar, restorasi yang buruk, serta inflamasi pada gingiva 6
Menurut Fitria 2006 perawatan periodontitis terbagi menjadi tiga fase yaitu:8
- Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal
atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa
prosedur yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning.
3. Perawatan karies dan lesi endodontik.
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging.
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment).
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah.
7. Perawatan ortodontik.
8. Analisis diet dan evaluasinya.
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas.
- Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal
seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang
berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor
predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal.
Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing
tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue
graft).
2. Penyesuaian oklusi.
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang
hilang.
- Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal.
Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak,
ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
16
3. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan
tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas kontrol
plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus. Aplikasi tablet
fluoride secara topikal untuk mencegah karies.
Nutrisi dapat memainkan peran penting untuk pasien yang lebih tua dan lemah.
Flavonoid dan omega-3 dapat menurunkan aktivitas inflamasi dan meningkatkan
kesehatan. Suplemen makanan dengan nutrisi tertentu harus dipertimbangkan. Terapi
probiotik, yaitu kolonisasi rongga mulut dengan bakteri yang menguntungkan untuk
kesehatan periodontal, dapat menjadi pilihan tepat bagi pasien lanjut usia. 4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penuaan merupakan proses perubahan fisiologis dan biologis yang akan terjadi
pada setiap manusia. Proses penuaan ini sangat dipengaruhi oleh ekonomi,
lingkungan, masyarakat, dan pesatnya perkembangan pengobatan. Proses penuaan
menyebabkan perubahan pada mulut. Salah satunya penyakit periodontal.
Prevalensi dan keparahan penyakit periodontal meningkat seiring bertambahnya
usia. Perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses penuaan dapat
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit periodontal. Hilangnya perlekatan dan
17
resorpsi tulang alveolar terjadi sebagai akibat seringnya terpapar faktor risiko lain.
Perubahan yang berhubungan dengan proses penuaan, seperti penggunaan obat -
obatan, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan perubahan status gizi, dan faktor
risiko lainnya, meningkatkan kerentanan seseorang terhadap penyakit periodontal.
Perubahan yang terjadi pada jaringan periodontal meliputi perubahan pada
sementum, tulang alveolar, dan ligamen periodontal. Perubahan pada sementum
terjadi berupa resorpsi lokal pada permukaan sementum. Ini diikuti oleh aposisi
sementum, yang meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi penyakit
periodontal dipengaruhi beberapa faktor, seperti: penyakit sistemik, diabetes mellitus,
osteoporosis, stres, obesitas, sindrom metabolik, obat-obatan dan aksesbilitas fasilitas
kesehatan oral.
Perawatan yang dapat dilakukan pada penyakit periodontal lansia terdiri dari empat
fase, yaitu. fase inisial, bedah, restoratif serta pemeliharaan. Namun, sebaiknya lansia
melakukan pencegahan sebelumnya terjadinya penyakit periodontal. Pencegahan adalah
masalah utama pada semua pasien dan khususnya pada pasien geriatri. Pencegahan
primer bertujuan untuk mencegah penyakit, sedangkan pencegahan sekunder bertujuan
dalam mencegah kekambuhan penyakit
3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi
kelompok maupun dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi tercapainya
kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Periodontal Pra Lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. Majalah
Keodkteran Gigi, 21(1): 27-32
17. Rizkiyah, m., oktiani, b. W., wardani, i. K. (2021). Prevalensi dan analisis faktor risiko
kejadian gingivitis dan periodontitis pada pasien diabetes melitus (literature review).
Dentin jurnal kedokteran gigi vol v. No 1, 32-36
18. Rochmah W. 2007. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo A.W, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, pp: 1915-18
19. Sharma S, Manjit T, Gaurav M. Prevalence of dental caries and periodontal disease in
the elderly of chandigarh – A hospital based study. J Indian Assoc. 2012; 6(2):78-82.
20. Silva RF, Sasso GRD, Cerri ES, Simoes MJ, Cerri PS. Biology of bone tissue:
structure, function, and factors that influence bone cells [Internet].Biomed Research
Int. 2015.
21. Suratri, M. A. L. (2020). Pengaruh Hipertensi Terhadap Kejadian Penyakit Jaringan
Periodontal (Periodontitis) pada Masyarakat Indonesia (Data Riskesdas 2018).
Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Indonesia
22. Soulissa, A. G. (2020). A Review of the Factors Associated with Periodontal Disease
in the Elderly. Journal of Indonesian Dental Association vol. 3(1), 47-53
20
21