Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL BLOK 8.

PENYAKIT/KELAINAN GIGI, JARINGAN


PERIODONTAL DAN JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT

Penyakit Jaringan Penyangga Gigi

Pembimbing:
Dr. drg. Atik Kurniawati M.Kes

Disusun oleh:
1. Luke Pandu Pangestu (181610101142)
2. Alief Mayla Setyarini Adi (181610101144)
3. Lisa Miftakhul Janna (181610101146)
4. Alfi Rahmatin Nafilah (181610101150)
5. Wiwik Nur Komariyah (181610101151)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan laporan mengenai Penyakit Jaringan
Penyangga Gigi. Walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Serta kami juga
berterima kasih Dr. drg. Atik Kurniawati M.Kes selaku dosen tutor mata kuliah
Penyakit/Kelainan Gigi, Jaringan Periodontal dan Jaringan Lunak Rongga Mulut
kami yang sudah memberikan kepercayaan menyelesaikan tugas laporan ini.

Kami sangat berharap laporan ini akan bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan kita tentang Penyakit Jaringan Keras Gigi. Kami pun
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan laporan yang sudah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mudah-mudahan laporan sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi kami
sendiri ataupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan laporan ini di saat yang akan datang.

Jember, 03 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 4
1.2 Skenario ....................................................................................... 5
1.3 Learning Objective ...................................................................... 5
BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................... 8
2.1 Patogenesis dan Histopatogenesis periodontal ......................... 8
2.2 Poket Periodontal, Clinical Attachment Loss, Resorpsi
Tulang Alveolar dan Mekanisme Kerusakan Tulang ............... 10
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA............................................................... 42
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi,
yaitu gingiva/gusi serta jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan
antara gigi dan tulang penyangga gigi yaitu tulang alveolar. Penyakit periodontal
merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam kehidupan manusia,
sehingga kebanyakan masyarakat menerima keadaan ini sebagai sesuatu yang
tidak terhindari. Namun studi etiologi, pencegahan dan perawatan penyakit
periodontal menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah. Penyakit yang paling
sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis.
Gingivitis adalah peradangan pada gusi yang disebabkan bakteri dengan
tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gusi bengkak dan
berdarah pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gusi.
Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila
dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis
menunjukkan peradangan yang sudah mengenai jaringan pendukung gigi yang
lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif, biasanya dijumpai antara usia 30-40
tahun dan bersifat irreversible/tidak dapat kembali normal seperti semula, yaitu
apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi dan bila gigi tersebut
sampai hilang/tanggal berarti terjadi kegagalan dalam mempertahankan
keberadaan gigi di dalam rongga mulut seumur hidup.
Porphyromonas Gingivalis merupakan bakteri coccobacillus gram negatif
anaerob obligat di rongga mulut yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan
periodontal pada manusia. Porphyromonas Gingivalis hampir selalu ditemukan di
daerah subgigiva dan persisten dalam reservoir pada permukaan mukosa seperti
pada lidah dan tonsila, namunPorphyromonas Gingivalis jarang ditemukan dalam
plak manusia yang sehat. Seperti telah disebutkan diatas, kerusakan jaringan
secara langsung dapat diakibatkan oleh infeksi bakteri P.gingivalis melalui
produk-produk bakterimaupun secara tidak langsung.
Menjaga oral hygiene/kebersihan mulut merupakan obat pencegah yang
paling efektif yaitu melalui pembersihan dan eliminasi faktor lokal seperti plak
dengan gosok gigi dan dengan scalling untuk meghilangkan kalkulus/karang gigi.
Kalkulus merupakan deposit keras yang berasal dari plak yang mengalami
kalsifikasi biasanya terdapat di servikal/leher gigi dan dapat menjadi iritan kronis
terhadap gusi sehingga mengakibatkan peradangan. Disamping itu pencegahan
penyakit periodontal dapat dilakukan dengan menghilangkan kebiasaan buruk
sepertibruxism/kerot, bernapas melalui mulut serta mengkoreksi kondisi gigi yang
mengalami trauma oklusal karena malposisi, yaitu posisi gigi yang salah maupun
gigi yang terpendam.
Cara menggosok gigi yang tepat dan benar diperlukan karena sikat gigi
yang salah dengan arah horizontal akan menimbulkan abrasi/gigi terkikis maupun
resesi gingiva/gusi melorot sehingga penyakit-penyakit periondontal akan lebih
mudah terjadi. Gunakan bulu sikat yang halus supaya tidak melukai gusi.
Hendaknya sikat gigi diganti sekurang-kurangnya tiga bulan sekali, dengan
demikian bulu sikat masih tetap efektif dalam membersihkan gigi.
Menggunakan dental floss atau benang gigi untuk membersihkan sela-sela gigi
dengan teknik yang benar dan tepat perlu diperhatikan agar tidak melukai gusi
dan membuat radang. Kontrol ke dokter gigi secara teratur adalah penting untuk
mengetahui perubahan pada gigi dan gusi. Apabila kelainan periodontal telah
terjadi, maka terapi dan perawatan diperlukan. Menggunakan obat kumur
antiseptik yang mengandung chlorhexidine 0.20% minimal selama 1 menit
sebanyak 10 cc terbukti efektif dalam meredakan proses peradangan pada
jaringan periodontal. Terapi penyakit periodontal meliputi scalling yaitu
melepaskan kalkulus dari tempat perlekatannya pada gigi. Tindakan ini
diperlukan karena kalkulus merupakan deposit terkalsifikasi yang melekat, keras
serta tidak hilang dengan gosok gigi. Selain itu perlu dilakukan kuretase yaitu
tindakan pembersihan periodontal pocket yang berisi banyak food debrismaupun
kuman untuk mencegah peradangan lebih lanjut.
Apabila terbukti terdapat keterlibatan kuman baik secara klinis maupun
mikrobiologis, maka dokter gigi anda akan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan penyebab penyakit periodontal tadi. Penyakit periodontal adalah kelainan
yang berawal dari plak gigi sehingga kunci sukses dalam upaya pencegahan
adalah melakukan kontol plak dan akan lebih baik jika scalling ke dokter gigi
minimal 6 bulan sekali.

1.2 Skenario

Penyakit Jaringan Penyangga Gigi


Seorang wanita usia 45 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan gusi mudah
berdarah saat menggosok gigi sejak 2 tahun yang lalu dan gigi goyang pada regio
depan atas sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga tidak
dicurigai kelainan sistemik/alergi. Pemeriksaan klinis terdapat gigi malposisi rahang
bawah anterior,akumulasi plak,deposit kalkulus supra dan subgingiva rahang atas dan
bawah. Terdapat perdarahan gingiva saat probing,poket periodontal 4-6 mm,clinical
attachment loss 3-4 mm,resesi gingiva 1-3 mm,kegoyangan gigi 22 pada derajat 2
resorbsi tulang alveolar,dan furcation involvement kelas 2 pada 16 dan 26 permukaan
palatal. Pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya resorbsi tulang alveolar pola
horizontal < ½ panjang akar pada 15,16,17,26,27,35,36,46,dan 47.

1.3 Learning Objective


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pathogenesis dan
histipatogenesis periodontal
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan poket
periodontal,CAL,resorbsi tulang alveolar dan mekanisme kerusakan tulang
BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Patogenesis dan Histopatogenesis periodontal


A. Patogenesis Periodontitis
Periodontitis merupakan tahap lanjut dari gingivitis tahap lanjut. Bila iritasi
plak dan inflamasi terus berlanjut, integrasi dari epitelium jungtion akan semakin
rusak. Sel-sel ephitelial akan berdegenerasi dan terpisah, perlekatannya pada
permukaan gigi akan terlepas sama sekali. Pada saat bersamaan , epitelium jungtion
akan berproliferasi ke jaringan ikat dan ke bawah pada permukaan akar bila serabut
dento gingiva dan serabut puncak tulang alveolar rusak. Migrasi ke apikal akan terus
berlangsung dan ephitelium ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket
periodontal atau poket asli. Keadaan ini tampaknya merupakan perubahan
irreversible. Bila poket periodontal telah terbentuk, plak berkontak dengan sementum.
Jaringan ikat akan menjadi oedem, pembuluh darah terdilatasi dan trombosis dinding
pembuluh pech disertai timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Disini terlihat
inflamasi yang besar dari sel-sel plasma, imfosit dan magrofag. igG merupakan
imunoglobulin yang dominan tetapi beberapa IgM dan IgA juga dapat ditemukan
disini. Epitelium dinding poket mungkin tetap utuh atau terulserasi. Disini tidak
terlihatnya perbedaan karena produk plak berdifusi melalui epitelium. Aliran cairan
jaringan dan imigrasi dari PMN akan berlanjut dan agaknya aliran cairang jaringan
ini ikut membantu meningkatkan deposisi kalkulus subgingival. Penyebaran
inflamasi ke puncak tulang alveolar. Ditandai dengan adanya infiltrat sel-sel ke ruang
trabekula, daerah-daerah resorbsi tulang dan bertambah besarnya ruang trabekula.
Adanya kecendrungan resobsi tulang diimbangi oleh deposisi yang semakin menjauhi
daerah inflamasi. Sehingga tulang akan diremodeling, namun tetap mengalami
kerusakan. Resobsi tulang dimulai dari daerah interproksimal menjadi lebar, misalnya
antara gigi-gigi molar, suatu krater interdental akan tebentuk kemudian bila proses
resobsi maki berlanjut, resobsi akan meluas ke lateral, sehingga seua daerah puncak
tulang alveolar akan terebsobsi.
Penjalaran inflamasi dari gingiva ke struktur periodontal pendukung (atau
peralihan gingivitis menjadi periodontitis) diduga sebagai modifikasi oleh potensi
patogenik plak, atau oleh daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu yang dimaksud
disini mencakup : aktifitas imunologis dan mekanisme yang berkaitan degan haringan
lainnya seperti derajat fibrosis gingiva, kemungkinan juga lebar gingiva cekat, dan
reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar sel inflamasi. Suatu
sistem fibrin-fibrinolitik disebut-sebut sebagar berperan menghambat perluasan lesi.
Jalur penjalaran inflamasi sangat penting artinya karena dapat mempengaruhi
pola destruksi tulang pada penyakit periodontal. Inflamasi gingiva menjalar sepanjag
bundel serat kolagen mengikuti lintassan pembuluh darah (melalui jaringan yang
tersusun longgar disekitar pembuluh darah) sampai ketulang alveolar.
Pada sisi interproksimal inflamasi menjalar melalui jaringan ikat longgar
disekitar pembuluh darah, melewati serabut transeptal, untuk kemudian masuk ke
tulang alveolar melalui kanal pembuluh yang menembus krista septum interdental.
Tempat dimana inflamasi menembus tulang adalah tergantungg lokasi kanal
pembuluh. Inflamasi bisa masuk ke septum interental pada bagian tegah krista, pada
bagian sisi krista, atau pada sudut septum. Disamping itu inflamasi bisa masuk ke
tulang melalui lebih dari satu kanal. Setelah mencapai ruang sum-sum, inflamasi
menuju keligamen periodontal. Dalam keadaan yang jarang, inflamasi menjalar
langsung ke ligamen periodontal baru ke tulang alveolar. Pada sisi vestibular dan
oral, inflamasi dari gingiva menjalar sepanjang permukaan periosteal seelah luar dari
tulang, dan masuk su-sum tulang melalui kanal pembuluh darah pada korteks sebelah
luar.

B. Histopatologi Penyakit Periodontal


Jaringan Gingiva Sehat
Jaringan gingiva yang sehat, yang diobservasi pada pasien dengan oral
hygiene yang baik, tanpa ada penumpukan plak, serta dibersihkan secara teratur dan
cermat, tampak berwarna merah muda, tidak bengkak, tidak mengalami inflamasi,
dan melekat kuat dengan tulang atau gigi, serta perdarahan yang sangat minim ketika
dilakukan probing. Dentogingival junction adalah bagian anatomis yang berfungsi
sebagai perlekatan gingiva dengan gigi, yang meliputi bagian epitel dan bagian
jaringan ikat, dimana keduanya bereran penting dalam patogenesis periodontal. Epitel
gingiva terbagi menjadi tiga, yaitu gingival epithelium, sulcular epithelium, dan
junctional epithelium. Ketiga struktur epitel ini saling berkelanjutan, namun memiliki
struktur dan fungsi yang berbeda.

Histologic appearance of healthy gingiva. A photomicrograph of a demineralized


tooth with the gingival tissues in situ (H&E, low magnification). Amelocemental
junction (A). Enamel space (ES). Gingival health is characterized by organization of
the epithelium into distinct zones; junctional epithelium (A-B), sulcular epithelium
(B-C), free gingiva (C-D) and attached gingiva (D-E). The gingival connective tissue
is composed of densely packed, organized, and interlacing collagen bundles. There
are a few scattered inflammatory cells, but no significant inflammatory cell infiltrate.
Junctional epithelium merupakan struktur epitel dengan sel yang berfungsi
khusus untuk perlekatan pada gigi di permukaannya, sehingga tidak memungkinkan
terjadi peluruhan sel. Sebaliknya, sel-sel pada lapisan basal terus membelah diri dan
pindah ke dalam dua atau tiga lapisan sel permukaan gigi dan kemudian bermigrasi
koronal, sejajar dengan permukaan gigi sampai akhirnya mencapai lantai sulkus dan
akan meluruh ke dalam celah gingiva. Ruang ekstraselular antara junctional
epithelium berukuran lebih besar dari jaringan epitel lainnya, yaitu sekitar 18%
volume epitel, sehingga kepadatan desmosom pada junctional epithelium lebih
rendah dibandingkan dengan gingival epithelium. Jika ruang intraselular pada
junctional epithelium semakin besar, maka migrasi neutrofil (polymorphonulear
[PMN] leukocytes) dan makrofag dari jaringan ikat gingiva akan mudah terjadi dan
kemudian memasuki sulkus untuk memfagosit bakteri.
Jaringan ikat dentogingiva terdiri dari kumpulan serat kolagen yang padat
(campuran serat kolagen tipe I dan II) yang tersusun dalam pola yang beragam, yang
terdiri dari :
 Serat dentogingival (perluasan dari cemetum ke free gingiva dan attached gingiva)
 Serat alveologingival (perluasan dari alveolar crest ke free gingiva dan attached
gingiva)
 Serat sirkuler (membungkus gigi, adaptasi free gingiva dengan gigi, dan membentuk
jalinan dengan kumpulan serat kolagen lain)
 Serat dentoperiosteal (perluasan dari cementum, melewati alveolar crest, dan masuk
ke dalam prosesus alveolaris)
 Serat transseptal (berjalan interdentally, dari cementum ke junctional epithelium,
melewati alveolar crest, dan masuk ke cementum gigi yang bersebelahan)
Perlu diketahui bahwa bahkan pada gingiva yang sehat, jaringan ikat gingiva
mengandung inflammatory cell, terutama neutrofil. Neutrofil terus-menerus
bermigrasi, melewati jaringan ikat dan junctional epithelium, dan masuk ke dalam
sulkus / poket. Inflamasi ringan ini terjadi sebagai respon terhadap bakteri pada
sulkus gingiva. Terdapat eksudat yang terus menerus diproduksi dari jaringan gingiva
yang masuk ke sulkus dan mengalir keluar sebagai cairan sulkus gingiva (Gingival
Crevicular Fluid [GCF]). Selain migrasi terus menerus neutrofil melalui jaringan
gingiva, terjadi penumpukan limfosit dan makrofag. Kehadiran leukosit dalam
jaringan ikat merupakan hasil dari stimulus kemotaktik yang diciptakan oleh biofilm
subgingiva, bakteri, dan faktor chemoattractant yang diproduksi oleh host.
Pada jaringan yang sehat, keseimbangan steady state antara inflamasi ringan
dalam jaringan dan adanya mikroflora subgingival secara terus menerus, dapat terjadi
selama bertahun-tahun atau bahkan untuk seumur hidup. Tanda-tanda klinis yang
jelas dari gingivitis (kemerahan, bengkak, dan perdarahan saat probing) tidak
berkembang karena beberapa mekanisme pertahanan berikut:
 The maintenance of an intact epithelial barrier (yang junctional epithelium dan epitel
sulkular).
 Outflow GCF dari sulkus (efek dilusi dan flushing).
 Peluruhan sel epitel pada permukaan junctional epithelium dan epitel sulkus.
 Terdapat neutrofil dan makrofag di dalam sulkus, yang memfagosit bakteri.
 Antibodi dalam GCF (walaupun belum diketahui efektivitasnya).

Jika akumulasi plak meningkat sehingga mekanisme pertahanan ini ‘kalah’,


maka inflamasi dan tanda-tanda klinis gingivitis akan terjadi. Meskipun
perkembangan gingivitis sebagai respon terhadap akumulasi plak dapat diprediksi,
penelitian telah mengidentifikasi bahwa beberapa jenis respon dapat terjadi, dimana
terjadi marked gingival inflammation pada beberapa individu serta terjadi inflamasi
gingiva minimal pada individu lainnya. Jadi, terdapat variasi respon inflamasi gingiva
pada individu yang berbeda.
Selain itu, banyak individu yang tidak mengalami periodontitis walaupun
gingivitis dalam rongga mulutnya telah menyebar luas. Respon imun-terhadap
inflamasi sangat penting dalam menentukan apakah individu tersebut dapat
mengalami periodontitis dan ada kemungkinan bahwa terdapat respon inflamasi yang
sangat berbeda dalam orang-orang yang mengembangkan periodontitis dibandingkan
dengan mereka yang tidak pernah mengembangkan periodontitis.
2.2 Poket Periodontal, Clinical Attachment Loss, Resorpsi Tulang Alveolar dan
Mekanisme Kerusakan Tulang
A. Poket Periodontal
Poket periodontal, didefinisikan sebagai proses bertambah dalamnya sulkus
gingiva, merupakan salah satu gambaran klinis penyakit periodontal. Seluruh tipe
periodontitis yang berbeda berbagai gambaran histopatologis, seperti perubahan
jaringan periodontal, mekanisme destruksi jaringan, dan mekanisme penyembuhan.
Namun demikian, periodontitis tersebut memiliki etiologi, riwayat alami, progresi,
dan respon terhadap terapi yang berbeda. Poket periodontal dapat terjadi karena
pergerakan tepi gusi kearah koronal, migrasi junctional epithelium kearahapikal, atau
kombinasi keduanya. Menurut kondisi ini, poket dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu:
1. Poket gusi/gingival pocket/pseudopocket/false pocket
Poket ini terbentuk karena pembesaran gusi tanpa adanya kerusakan jaringan
periodontal dibawahnya. Pendalaman sulkus terjadi karena bertambahnya
ketebalan gusi.
2. Poket periodontal/true pocket
Poket ini terjadi disertai kerusakan jaringan periodontal yang mendukungnya.
Pendalamanpoket yang progresif akan menyebabkan destruksi jaringan
periodontal pendukung (misalnya tulang), terjadinya kegoyangan dan
terlepasnya gigi. Poket ini terbagi menjadi 2 :
- Poket Supraboni (suprakrestal/supraalveolar) Ditandai dengan dasar
poket terletak lebih koronal di banding puncak tulang alveolar.
- Poket Intraboni (infraboni, subkrestal, intraalveolar) Ditandai dengan
dasar poket terletak lebih apikal dibanding puncak tulang
alveolar.Dinding poket lateral terletak di antara permukaan gigi dan
tulang alveolar.
Poket dapat melibatkan 1, 2 atau lebih dari 2 permukaan gigi, dan dapat
memiliki kedalaman yang berbeda-beda walaupun terletak pada satu gigi.
Sehingga dibedakan:
1. Poket sederhana/simple pocket, merupakan poket yang hanya melibatkan satu
permukaan gigi.
2. Poket kompon/compound poket, merupakan poket yang melibatkan dua atau
lebih permukaan gigi.
3. Poket kompleks/complex pocket/spiral, merupakan poket yang berasal dari
satu sisi,dan memiliki akhiran di tepi sisi yang lain

Mekanisme Poket Periodontal


Pembentukan poket dimulai sebagai perubahan inflamasi pada dinding jaringan
penghubung pada sulkus gingiva. Eksudat inflamasi selular dan cairan menyebabkan
degenerasi jaringan penghubung sekitarnya, termasuk serat gingiva. Hanya apikal
pada epitel junctional. Serat kolagen hancur dan daerah ini ditempati oleh sel-sel
inflamasi dan edema.
Pembentukan fiber kolagen baru secara ekstensif seringkali merupakan reaksi
histologis dominan terhadap inflamasi, khususnya pada zona batas. Proses ini
merupakan salah satu karakteristik respon fibroblast. Perubahan pada jaringan
konektif gingiva yang dapat diamati secara mikroskopis mungkin merefleksikan
variabilitas aktivitas sel inflamasi, proses paling penting yang dimediasi oleh sitokin
dan faktor pertumbuhan. Faktor tersebut dilepaskan oleh sel yang terlibat sebagai
akibat eksaserbasi inflamasi yang berubah seiring periode tanpa gejala.
Gambaran yang paling membedakan periodontitis dari gingivitis adalah
kehilangan perlekatan jaringan konektif dan tulang yang disertai pembentukan sebuah
poket akibat migrasi apikal junctional epithelium. Sebagai akibat migrasi apikal ini,
junctional epithelium menjadi melekat pada sementum akar, dan dinding eksternal
poket tertutupi oleh sebuah epitel, sehingga disebut poket epitel. Periodontitis tahap
awal dapat terdeteksi dengan mudah secara mikroskopis, tetapi sulit untuk terlihat
secara klinis. Kehilangan perlekatan dapat diukur dengan probe periodontal, tetapi
probing terlalu invasif dibandingkan pemeriksaan mikroskopis.
Pembentukan sebuah poket antara epitel dan permukaan akar menyebabkan
retensi lanjutan dari bakteri, dan potensi reduksi-oksidasi (redoks) rendah
menyebabkan peningkatan kolonisasi oleh patogen periodontal yang kebanyakan
berupa patogen anaerob. Epitel poket yang diinvasi oleh neutrofil dikarakteristikkan
oleh penebalan disertai proliferasi rete peg, dan epitel mengalami ulserasi mikro.
Kondisi ini memfasilitasi masuknya bakteri dan produknya ke dalam jaringan
konektif, sehingga mekanisme pertahanan lokal pejamum mengalami gangguan.
Inisitasi sebuah aktivitas destruktif dapat diamati secara jelas. Namun demikian,
bahkan tanpa adanya ulserasi, junctional epithelium tergolong permeabel. Oleh
karena itu, junctional epithelium itu sendiri dapat menawarkan sebuah rute stimulus
berbahaya, dan faktor penting berupa ulserasi sebagai sebuah prasyarat patogenesis
sebuah aktivitas penyakit dapat diperdebatkan.
Pemeriksaan Poket Periodontal
Pemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan banyak hal,
diantaranya adalah keberadaan dan distribusi pada semua permukaan gigi, kedalaman
poket, batasperlekatan pada akar gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni;
simple, compound atau kompleks).

Metode satu-satunya yang paling akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah
eksplorasi menggunakan probe peridontal. Poket tidak terdeteksi oleh pada
pemeriksaan radiografi. Probe periodontal adalah instrumen gengam dengan ujung
yang tumpul atau membulat, berbentuk tipis dan tappered, mempunyai nilai kalibrasi
pada ujungnya, yang menandakan skala probe, satu garis skala pada probe bernilai
satu milimeter. Pemeriksaan ini dengan cara menyelipkan probe kedalam poket
sampai dasar poket dengan probe yang masih menyentuh bagian anatomis mahkota
gigi. Pemeriksaan ini dilakukan degan tekanan ringan. Dilakukan pada tiga titik
(distal, tengah, dan mesial) pada bagian vestibular (labial atau palatal) dan pada tiga
titik (distal, tengah, dan mesial) pada bagain oral (palatal atau lingual). Pemeriksaan
pada daerah interproksimal, probe harus sedikit dimiringkan karena adanya kontak
proksimal gigi.

Poket periodontal merupakan suatu perubahan jaringan lunak. Radiografi hanya


menunjukkan area yang kehilangan tulang dimana dicurigai adanya poket. Radiografi
tidak menunjukkan kedalaman poket sehingga radiografi tidak menunjukkan
perbedaan antara sebelum dan sesudah penyisihan poket kecuali kalau tulangnya
sudah diperbaiki. Menurut Carranza (2002), kedalaman poket dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Kedalaman biologis, kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva
dengan dasar poket (ujung koronal dari junctional epithelium)
2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing, merupakan jarak dimana sebuah
instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam poket. Kedalaman penetrasi probe
tergantung pada ukuran probe, gaya yang diberikan, arah penetrasi,
resistansi jaringan, dan kecembungan mahkota.
Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat ke junctional epithelium
adalah ±0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah
0.75 N. Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis
vertikal gigi dan “berjalan” secara sirkumferensial mengelilingi permukaan setiap
gigi untuk mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam (Carranza, 2002)

Klasifikasinya adalah:
1. 2-3 mm Gingivitis sedang
2. > 3 mm Kelainan Periodontal
3. > 5mm Periodontal berat

Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya sulit untuk mengukur kedalaman


poket karena kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka dilakukan pembuangan
kalkulus terlebih dahulu secara kasar (gross scaling) sebelum dilakukan pengukuran
poket (Fedi dkk, 2004)
Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah
penentuan tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah
jarak antara dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari
waktu ke waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi
margin gingiva pun berubah. Poket yang dangkal pada 1/3apikal akar memiliki
kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan poket dalam yang melekat pada 1/3
koronal akar.Cara untuk menentukan tingkat perlekatan adalah pada saat margin
gingiva berada pada mahkota anatomis, tingkat perlekatan ditentukan dengan
mengurangi kedalaman poket dengan jarak antara margin gingiva hingga cemento-
enamel junction (Carranza, 2002). Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan
darah apabila gingiva mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau
terulserasi. Untuk mengecek perdarahan setelah probing, probe perlahan-lahan
dumasukkan ke dasar poket dan dengan berpindah sepanjang dinding poket.
Perdarahan seringkali muncul segera setelah penarikan probe, kurang lebih setelah
10-15 detik, namun perdarahan juga sering tertunda hingga 30-60 detik setelah
probing (Carranza, 1990).
Penentuan aktivitas penyakit Penentuan kedalaman poket dan tingkat
perlekatan tidak memberikan informasi apakah lesi tersebut berada dalam kondisi
aktif atau inaktif. Suatu lesi inaktif menunjukkan tidak sama sekali atau sedikit
perdarahan pada probing dan jumlah cairan gingiva yang minimal; flora bakteri
didominasi oleh bentuk sel coccoid. Lesi yang aktif berdarah lebih cepat saat probing
dan memiliki sejumlah cairan dan eksudat; bakteri yang dominan adalah spirochetes
dan motile. Pada kasus localized juvenile periodontitis, baik progressing dan
nonprogressing, tidak memiliki perbedaan tempat saat perdaraahan saat probing.
Penentuan aktivitas yang cermat akan langsung mempengaruhi dignosis,
prognosis,dan terapi (Carranza, 2002). Jumlah Gingiva Cekat Menurut Carranza
(2002), lebar gingiva cekat adalah jarak antara mucogingival junction dan proyeksi
pada permukaan eksternal dari dasar sulkus gingiva atau poket peridontal. Lebar
gingiva cekat ditentukan dengan mengurangi kedalaman sulkus atau poket dari
kedalaman total gingiva (margin gingiva hingga garis mucogingival).
B. Clinical Attachment Loss
Clinical attachment loss merupakan suatu kondisi kehilangan perlekatan pada gigi
dapat di identifikasi dengan probe (instrumen yang digunakan untuk mengukur jarak
dari cemento-enamel jaunction (CEJ) ke arah apikal ke dasar sulkus).
Periodontitis yang tidak dirawat dapat menyebabkan progresifitas kehilangann
perlekatan klinis gigi secara cepat, yang mengakibatkan gigi tanggal dan memicu
berkembangnya penyakit periodontal secara aktif (Merin, 2012). Hilangnya
perlekatan sebesar 2 mm atau lebih per tahun menjadi indikator meningkatnya
progresifitas penyakit dan harus dirawat secepatnya untuk mengurangi akumulasi
bakteri dalam poket. Kehilangan perlekatan klinis diukur dari jarak antara cemento
enamel junction (CEJ) ke dasar poket. Cara pengukuran kehilangan perlekatan klinis
adalah tergantung pada posisi puncak gingiva bebas : (Preshaw dkk., 2015)
1. Pada keadaan posisi puncak gingiva sejajar dengan CEJ. Kehilangan

perlekatan klinis sama dengan nilai kedalaman poket periodontal.

2. Pada keadaan pembesaran gingiva. Kehilangan perlekatan klinis adalah

mengurangi nilai kedalaman poket periodontal dengan jarak antara puncak

gingiva ke CEJ.

3. Pada keadaan resesi gingiva. Kehilangan perlekatan klinis adalah mengukur

secara langsung jarak dari CEJ ke dasar poket periodontal atau menjumlahkan

jarak antara puncak gingiva ke CEJ dengan nilai kedalaman poket periodontal.

C. Resorpsi Tulang Alveolar dan Mekanisme Kerusakan Tulang


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Carranza FA, et al. 2002. Clinical Periodontology 9th. Philadelphia, W.B. Saunders
Co.Ltd. Fedi, P. F., Vernino, A. R., Gray, J. L. 2005. Silabus Periodonti ,
(terj.). Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Lindhe, Jan, dkk. 2003. Clinical Periodontology and Implant Dentistry. Ed. 4.
Blackwell. Denmark.

Anda mungkin juga menyukai