Anda di halaman 1dari 30

Epidemiologi Oral dan Pengukuran Indeks Penyakit

Gigi dan Mulut


Blok Epidemiologi dan Biostatistik

Kelas E
Kelompok 1
Disusun Oleh:
Nindya Virya Kumala (20181106)
Nisrina Nanda Rosiwan (20181107)
Noviana Rosanti (20181110)
Nurrohmah Khalifatul Ilmi (20181112)
Nurul Azizah Paramitha (20181113)
Putu Deyana Tirka Pratiwi (20181116)
Ridzky Rainrisa Arief (20181122)
Salsabila Putri Uno (20181125)

Dosen Fasilitator​: Yufitri Mayasari, drg, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO


(BERAGAMA)

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “​Epidemiologi Oral dan
​ Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat
Pengukuran Indeks Penyakit Gigi dan Mulut”
tugas Blok ​Epidemiologi dan Biostatistik​.
Dalam menyusun makalah, penulis banyak mendapat bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas ridho-Nya kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini dengan
sebagaimana semestinya.
2. Teman – teman Fakultas Kedokteran Gigi Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
3. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan atau yang diharapkan oleh Bapak dan Ibu dosen, penulis mohon maaf jika
ada kesalahan atau menyinggung perasaan pihak yang dilibatkan di dalam makalah. Untuk
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………​1

DAFTAR ISI​....……………………………………………………………………………….​2

PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………​2

ISI……………………………………………………………………………………………...​3

Pengertian Epidemiologi Oral ……………………………………………………………​3


Epidemiologi Penyakit Jaringan Keras Gigi, Pendukung Gigi, dan Jaringan Lunak ...…...​3
Epidemiologi Penyakit Jaringan Keras ………………………………………………..​3
Epidemiologi Penyakit Jaringan Pendukung Gigi …………………………………….​5
Epidemiologi Penyakit Jaringan Lunak Gigi ………………………………………....​6
Pengukuran Indeks ………………………………………………………………………...​7
Indeks Pengukuran Karies Gigi………………………………..………………………​7

Indeks Jaringan Periodontal ………………………………………………………​11


Indeks Pengukuran Kebersihan Rongga Mulut………………………………………​17
Indeks Pengukuran Kualitas Hidup (OHRQoL) ……………………………………​23

RINGKASAN ……………………………………………………………………………….​27

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………​28

2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epidemiologi bertujuan untuk pada akhirnya mencegah terjadinya penyakit, atau
setidaknya, untuk meningkatkan hasil penyakit. Secara khusus, epidemiologi bertujuan
untuk menemukan etiologi (penyebab) penyakit, menentukan sejauh mana kejadian
penyakit (beban penyakit), mempelajari riwayat alam (perkembangan) penyakit, menilai
intervensi dan kebijakan terapeutik, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
dimodifikasi yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit dalam beberapa cara yang
berarti dengan memberikan dasar yang kuat di mana kebijakan kesehatan lebih dapat
dibangun.
Indeks gigi memberikan metode kuantitatif untuk mengukur, menilai, dan
menganalisis kondisi gigi pada individu dan kelompok. Suatu indeks menggambarkan
status individu atau kelompok sehubungan dengan kondisi yang diukur. Ini adalah
deskripsi matematis objektif dari suatu penyakit atau kondisi berdasarkan kriteria yang
ditentukan dengan cermat dalam keadaan tertentu.
ISI
A. Pengertian Epidemiologi Oral
Kesehatan m ulut didefinisikan sebagai bebas dari sakit mulut dan wajah kronis,
kanker mulut dan tenggorokan, luka mulut, cacat lahir seperti sumbing dan langit-langit
bibir, penyakit periodontal (gusi), kerusakan gigi dan kehilangan gigi, serta penyakit dan
gangguan lain yang mempengaruhi. mulut dan rongga mulut (WHO 2008). Walaupun
definisi epidemiologi telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu, definisi terkini
dan paling berguna diberikan oleh John M. Last 2001 : Epidemiologi adalah studi tentang
distribusi dan faktor penentu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kesehatan
dalam populasi tertentu dan penerapan studi ini untuk mengendalikan masalah kesehatan.¹
Epidemiologi mulut didefinisikan sebagai studi tentang distribusi dan determinan
keadaan atau peristiwa terkait kesehatan mulut dalam populasi tertentu, dan penerapan
studi ini untuk mengontrol masalah kesehatan mulut. Dalam bidang epidemiologi,
epidemiologi mulut merupakan satu-satunya subdisiplin yang didefinisikan menurut
bagian anatomis tubuh. Subsdisiplin lain ditentukan oleh jenis penyakit atau
patofisiologis atau proses lainnya.¹

3
B. Epidemiologi Penyakit Jaringan Keras Gigi, Pendukung Gigi, dan Jaringan Lunak
a. Epidemiologi Penyakit Jaringan Keras
Penyakit jaringan keras gigi antara lain karies gigi. Karies gigi secara historis
telah dianggap komponen paling penting dari beban penyakit mulut global. Fasilitas
kesehatan dan penyuluhan pendidikan kesehatan gigi sudah dilakukan, tapi
pengetahuan masyarakat tentang karies gigi masih rendah. Karies gigi adalah salah
satu gangguan kesehatan gigi yang terbentuk karena adanya sisa makanan yang
menempel pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan pengapuran pada gigi. Karies
gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin,
dan sementum, terjadi akibat proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan
gigi dan terus berkembang kebagian dalam gigi. Dampak yang terjadi, gigi menjadi
keropos, berlubang, bahkan parah. Karies juga membuat anak mengalami kehilangan
daya mengunyah dan terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan
kurang maksimal.²
Faktor penyebab karies:
1. Host (Tuan Rumah)
Kawasan yang mudah diserang karies adalah pit dan fissure pada
permukaan oklusal molar dan premolar, dan permukaan gigi yang kasar yang
dapat menyebabkan plak yang mudah melekat dan membantu perkembangan
karies gigi.²
2. Agen atau Mikroorganisme
Plak gigi yang merupakan deposit lunak yang melekat erat pada
permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam
suatu matriks interseluler jika seseorang tidak menjaga kebersihan gigi dan
mulutnya. Penyebab utamanya adalah bakteri streptococcus mutans karena
mempunyai sifat asidogenik dan asidurik.²
3. Diet
Orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan gigi. Karbohidrat yang mampu menyediakan
substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri, menurunkan PH saliva, yang
akan menyebabkan terjadinya plak.²
4. Waktu
Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Kemampuan saliva

4
untuk mendepositokan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies.
Frekuensi yang terkena kariogenik akan mempengaruhi pembangunan karies.²
Proses karies ditandai dengan demineralisasi jaringan keras dan diikuti
kerusakan zat organiknya, sehingga dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke
bagian dalam gigi, yaitu lapisan dentin serta dapat mencapai pulpa.²
Plak yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva berpotensi
cukup besar untuk menimbulkan penyakit pada jaringan keras gigi. Bakteri
streptococcus dan lactobacillus yang terdapat pada plak gigi akan metabolisme
sisa makanan yang bersifat kariogenik terutama yang berasal dari jenis
karbohidrat yang dapat difermentasi, seperti sukrosa, glukosa fruktosa dan
maltosa. Asam yang terbentuk dari metabolisme ini dapat merusak gigi, juga
dipergunakan oleh bakteri untuk mendapat energi. Asam akan dipertahankan
oleh plak di permukaan email dan mengakibatkan turunnya pH di dalam plak.
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu dan untuk kembali ke pH
normal dibutuhkan waktu 30-60 menit.²
b. Epidemiologi Penyakit Jaringan Pendukung Gigi
Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung
gigi yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit periodontal dibagi menjadi dua
golongan, yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis merupakan proses inflamasi
yang mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan
tulang. Gingivitis yang tidak ditanggulangi sedini mungkin akan terus berkembang
menjadi periodontitis.³
Periodontitis adalah inflamasi yang mengenai jaringan pendukung gigi,
disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan kerusakan yang progresif
pada ligamen periodontal, tulang alveolar dan disertai dengan pembentukan poket.
Periodontitis kronis, yang dahulu dikenal sebagai Adult Periodontitis merupakan
penyakit inflamasi pada jaringan periodontal yang dapat menimbulkan respon
inflamasi gingiva dan berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi yaitu sementum,
ligamen periodontal, dan tulang alveolar.³
Etiologi penyakit periodontitis kronis dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal merupakan plak bakteri
sebagai penyebab utama. Faktor sistemik antara lain adalah pengaruh hormonal pada
masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes melitus dan
lain-lain.³

5
Periodontitis kronis memiliki prevalensi hingga 88,67% pada populasi orang
dewasa, tetapi dapat juga terjadi pada remaja. Prevalensi periodontitis kronis
meningkat dan keparahannya sejalan dengan usia serta mempengaruhi laki-laki dan
perempuan dengan frekuensi yang sama. Periodontitis disebut age associated, bukan
age-related. Usia dari individu bukan yang meningkatkan prevalensi periodontitis
kronis, tetapi durasi dari jaringan periodontal oleh akumulasi kronik dari plak.³
c. Epidemiologi Penyakit Jaringan Lunak Gigi
Penyakit jaringan lunak pada rongga mulut biasanya terjadi pada epitel. Epitel
menjadi tipis, agak kering dan menjadi lebih peka terhadap rangsangan/jejas. Faktor
usia tidak dapat diabaikan. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, akan terjadi
perubahan aspek klinis dan psikologis. Perubahan aspek klinis dan antara lain
memberikan berbagai efek pada jaringan mulut dan fungsi jaringan. Anak usia
sekolah belum memiliki motivasi yang optimal terhadap kesehatan rongga mulut serta
asupan nutrisi dan masih banyak bergantung pada orang tuanya. Mereka mendapat
asupan vitamin dan mineral yang cukup, makanan yang bervariasi ditambah dengan
nafsu makan yang besar dan aktivitas yang tinggi. Sedangkan pada usia lanjut, imun
semakin berkurang dan makan yang semakin tidak teratur akan menyebabkan
penyakit jaringan lunak pada rongga mulut. Penentuan diagnosis penyakit mulut
sebagian besar ditentukan atau sangat tergantung pada cara pemeriksaan klinis. Makin
teliti dan rapinya pemeriksaan klinis, disertai dengan pengalaman yang cukup akan
memberikan kecenderungan diagnosis yang akurat dan penanggulangannya juga lebih
terarah.​4
Penyakit jaringan lunak pada rongga mulut dapat berupa ​candidiasis​, xerostomia,
atrofi mucositis​, ​aphthous stomatitis,​ herpes simplex, lichen planus, pemphigus
vulgaris, dan benigna membran mukosa pemphigoid. Lapisan jaringan lunak rongga
mulut secara umum dapat dibagi tiga tipe, yaitu jaringan berkeratin dengan lapisan
jaringan ikat padat dan melekat erat pada tulang dibawahnya (gingiva dan palatum),
jaringan berkeratin tipis (labial, bukal dan dasar mulut) dan bergerak bebas, dan
mukosa khusus (lidah).​4
Pemakaian antibiotik spektrum luas dapat menimbulkan masalah dan akan terjadi
kandidiasis. Selain itu pemakaian berbagai obat dapat menimbulkan xerostomia dan
akibat selanjutnya juga terjadi kandidiasis. Meskipun tidak ada perbedaan yang
bermakna pemakaian obat-obatan tersebut pada lansia, kepekaan terhadap penyakit
jamur tetap ada dan xerostomia tetap berjalan terus karena secara fisiologi flow saliva

6
memang berkurang. Pemakaian kortikosteroid topikal dan antivirus dapat membantu
dokter gigi dalam mengobati banyak kasus sindrom mukosa mulut. Namun disisi lain
pemakaian preparat steroid atau antivirus yang tidak tepat akan lebih merugikan
pasien.​4
C. Pengukuran Indeks
● Indeks Pengukuran Karies Gigi
1. DMF-T/def-t

Pengertian DMF-T

DMF-T adalah suatu keadaan gigi dimana dilakukan pemeriksaan pada


gigi geligi tetap atau permanent, seseorang yang pernah mengalami penyakit
karies, hilang dan perbaikan. Indeks karies gigi permanen meliputi kerusakan,
pencabutan, dan penambalan. Di mana setiap gigi hanya memperoleh satu skor
D atau M atau F, dilihat mana yang lebih parah (Priyono,2010).​2

Penentuan Skor DMF-T

Untuk Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut:

D = Decay

1) Gigi tetap yang mengalami karies gigi


2) Gigi tetap yang ditambal dengan karies sekunder dengan tumpatan
permanen
3) Pada gigi dengan tumpatan permanen
4) Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.​2

M = Missing
1) Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies
2) Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan
perawatan ortodonti TIDAK dimasukkan dalam kategori M.​2

F= Filing

1) Semua gigi dengan tumpatan permanen


2) Gigi tetap dengan tumpatan tanpa karies (Hutabarat, 2009).

7
3) Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam
kategori F.​2

Penghitungan DMF-T

Jumlah keadaan gigi yang mengalami kerusakan,hilang, dan perbaikan,


pada gigi tetap yang disebabkan oleh karies DMF-T= D+M+F.​2

Perhitungan indeks DMF-T dilakukan dengan cara memberi kode pada


masing-masing elemen gigi sesuai dengan hasil pemeriksaan. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pemberian kode DMF-T, yaitu:

1. Kode D (Decay)​: untuk gigi berlubang.


2. Kode M (Missing)​: untuk gigi yang telah dicabut atau gigi tinggal sisa
akar.
3. Kode F (Filling)​: untuk gigi yang sudah ditumpat/ditambal.​5

Berikut ketentuan perhitungan DMF-T adalah:

1. Kode ΣD-T​: untuk jumlah kode D pada form. Jumlah komponen ini
menunjukkan jumlah gigi berlubang karena karies yang belum
ditumpat.
2. Kode ΣM-T​: untuk jumlah kode M pada form. Jumlah komponen ini
menunjukkan jumlah gigi yang hilang.
3. Kode ΣF-T​: untuk jumlah kode F pada form. Jumlah komponen ini
menunjukkan jumlah gigi yang sudah ditumpat.​5

Setelah seluruh data terkumpul, data akan diolah dan dianalisis


untuk melihat distribusi frekuensi karies, kemudian data disajikan
dalam bentuk tabel dan diagram.​2

8
Gambar 1.​ Tabel catatan DMFT.​2

Batasan Indeks DMF-T

a. Nilai DMF-T tidak berhubungan dengan jumlah gigi yang berisiko.


b. Indeks DMF-T bisa tidak valid pada orang dewasa yang lebih tua
karena gigi bisa hilang karena alasan selain karies.
c. Indeks DMF-T dapat keliru pada anak-anak yang giginya telah tanggal
karena alasan ortodontik.
d. Indeks DMF-T dapat memperkirakan terlalu tinggi pengalaman karies
pada gigi tempat tambalan pencegahan dilakukan.
e. Indeks DMF-T tidak banyak digunakan dalam studi karies akar.​2

Bagi seorang individu, komponen individu dari DMF-T ada maknanya.


Sedangkan pada populasi yang lebih besar, nilai kumulatif karies gigi
digunakan jika untuk membandingkan populasi yang lebih besar. DT mewakili
pengalaman karies saat ini dan MT dan FT mewakili pengalaman karies di
masa lalu.​2

Pengertian def-t

Def-t adalah suatu keadaan gigi di mana dilakukan pemeriksaan pada


gigi geligi susu seseorang yang pernah mengalami kerusakan, hilang dan
perbaikan yang disebabkan penyakit karies (Depkes,1995).

9
Angka yang menunjukan klinis penyakit karies gigi susu yang meliputi
gigi yang masih dapat ditambal, gigi yang telah/harus dicabut, dan gigi yang
telah dilakukan perawatan/penambalan (Herijulianti,2001).​2

Penentuan skor def-t

d= decay

1) Gigi susu yang mengalami karies gigi


2) Gigi susu yang ditambal dengan karies sekunder​.2

e = extraksi

1) Gigi susu dicabut dengan karies/Gigi yang tanggal sebelum waktu


eksfoliasinya.​2

f= filling

1) Gigi susu dengan tumpatan tanpa karies (Depkes, 1995).​2

Penghitungan def-t

Jumlah keadaan gigi yang mengalami kerusakan, hilang, dan perbaikan


pada gigi susu. def-t = d+e+f.​2

2. PUFA/pufa

Pengertian PUFA

Kriteria yang digunakan untuk menilai keparahan karies yang tidak


dirawat adalah indeks pufa/PUFA (pulpa, ulserasi, fistula, abses). Indeks ini
meliputi P/p, U/u, F/f, dan A/a. Penilaian dibuat secara visual tanpa
menggunakan alat bantu, dengan ketentuan hanya satu skor untuk setiap gigi.
Bila meragukan mengenai perluasan infeksi odontogen, diberikan skor dasar
(P/p). Jika terdapat gigi sulung dan gigi penggantinya, dan keduanya berada
pada kondisi infeksi odontogenik, maka kedua gigi diberi skor.​6

10
Penentuan Skor PUFA

a. P (Pulpa)

P/p adalah keterlibatan pulpa, dicatat jika terbukanya ruang


pulpa dapat terlihat atau jika struktur mahkota gigi telah rusak oleh
proses karies dan hanya akar atau fragmen akar yang tersisa. ​Probing
tidak dilakukan untuk diagnosis keterlibatan pulpa.​6

b. U (Ulserasi)

U/u adalah ulserasi karena trauma dari potongan tajam


gigi,dicatat jika tepi yang tajam dari dislokasi dengan keterlibatan
pulpa atau fragmen akar menyebabkan ulserasi traumatik dari jaringan
lunak sekitarnya, misalnya lidah atau mukosa bukal.​6

c. F (Fistula)

F/f adalah fistula yang ditandai jika pus keluar dari traktus
sinus yang berhubungan dengan gigi dengan keterlibatan pulpa.​6

d. A (Abses)

A/a adalah abses yang ditandai ada pembengkakan disertai pus


yang berhubungan dengan keterlibatan pulpa.​6

Penghitungan PUFA

Skor PUFA/pufa per orang, yaitu jumlah dengan cara yang sama
seperti DMF-T/def-t dan mewakili jumlah gigi yang termasuk dalam kriteria
diagnosis PUFA/pufa. Huruf kapital untuk gigi permanen dan huruf kecil
digunakan untuk gigi sulung. Skor untuk gigi sulung dan permanen dicatat
secara terpisah. Jadi untuk seorang individu skor, rentang skor PUFA/pufa dari
0-20 untuk gigi sulung, dan 0-32 untuk gigi permanen. Prevalensi PUFA/pufa
dihitung sebagai persentase populasi dengan satu atau lebih skor PUFA/pufa.
Pengalaman PUFA/pufa untuk populasi dihitung dengan rerata sehingga
mungkin berupa nilai desimal.​6

11
● Indeks Jaringan Periodontal
1. CPITN
Community Periodontal Index for Treatment Needs (CPITN) adalah
Indeks resmi yang digunakan WHO untuk mengukur kondisi jaringan
periodontal serta perkiraan akan kebutuhan perawatan dengan menggunakan
sonde khusus. Tahun 1978 dibentuk kelompok kerja sama antara ​Federation
Dental International (FDI) dan ​Oral Health Unit dari WHO untuk
memantapkan validitas dari CPITN dengan melakukan suatu trial di lapangan.
CPITN diterima sebagai indeks resmi pada ​World Dental Congress dari
kedokteran gigi internasional di Rio de Janeiro pada bulan September tahun
1981, dan WHO ​probe digunakan sebagai alat resmi untuk pengukuran
CPITN.​7
Tujuan CPITN yaitu :
a. Untuk mendapatkan data tentang status periodontal masyarakat.
b. Untuk merencanakan program kegiatan penyuluhan.
c. Untuk menentukan kebutuhan perawatan yang meliputi jenis tindakan,
besar beban kerja dan kebutuhan tenaga.
d. Memantau kemajuan kondisi periodontal individu.​7
Prinsip kerja CPITN sangat sederhana yaitu dengan menggunakan
WHO ​periodontal examination probe.​ Kedalaman ​pocket ditentukan atau
diukur dengan menggunakan WHO ​probe dengan melihat warna pada ujung
probe berjarak 3,5 mm dari ujung sampai 5,5 mm. ​Probe secara cepat dan
tepat ditentukan dengan kriteria normal atau abnormal dengan kedalaman 3,5
mm–5,5 mm. Pada ujung ​probe terdapat bola kecil berdiameter 0,5 mm
sehingga mudah mendeteksi adanya kalkulus subgingival. Bentuknya tipis,
ringan dan ada bolanya, untuk mengurangi kesalahan dalam menentukan dasar
pocket​, juga mengurangi tendensi salah hitung. Fungsi sonde khusus ini adalah
untuk melihat adanya perdarahan, sebagai ​sensing instrument akan adanya
karang gigi, dan juga untuk melihat dalamnya ​pocket​. Dalamnya ​pocket 4-5
mm maka hanya sebagian warna hitam yang masih terlihat dan untuk ​pocket
dengan kedalaman lebih dari 6 mm maka seluruh bagian sonde yang berwarna
hitam tidak akan terlihat/tampak.​7
Cara penggunaannya tanpa menimbulkan rasa sakit, ujung sonde yang
berbentuk bola dimasukan di daerah distal ke saku gusi kemudian mengikuti

12
bentuk anatomi dari permukaan akar gigi. Sonde digerakkan ke arah mesial
pada permukaan bukal atau lingual. Tekanan yang diberikan tidak boleh lebih
dari 25 gram, tekanan yang lebih besar dapat menimbulkan rasa sakit. Sebagai
patokan untuk mengukur tekanan tersebut ujung ​probe dimasukkan di bawah
kuku ibu jari tangan dengan tanpa ada rasa sakit.​7

Penilaian Kondisi Jaringan Periodontal

Nilai Kondisi Keterangan

0 Sehat Periodontal sehat, tidak ada perdarahan,


karang gigi maupun ​pocket

1 Berdarah Perdarahan tampak secara langsung,


dengan kaca mulut setelah selesai
perabaan dengan sonde

2 Karang gigi Perabaan dengan sonde terasa kasar


karena adanya karang gigi

3 Pocket​ 4 – 5 mm Sebagian warna hitam pada sonde masih


terlihat dan tepi gusi terletak pada daerah
hitam

4 Pocket​ lebih dari 6 mm Seluruh warna hitam pada sonde tidak


terlihat

Untuk penilaian CPITN gigi–gigi rahang atas dan rahang bawah dibagi
menjadi enam ​sextant​ yaitu :

I II III

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

IV V VI

Suatu ​sextant hanya diperiksa bila di ​sextant tersebut terdapat dua gigi
atau lebih dan tidak terindikasi cabut. Suatu ​sextant yang hanya terdapat satu
gigi saja maka gigi tersebut dimasukan ke ​sextant sebelahnya, dengan
demikian pada sextan tersebut tidak diberi nilai. Keadaan terparah ataupun
nilai/skor tertinggi yang dicatat pada suatu ​sextant​.7​

13
Untuk mencatat berbagai kondisi dari jaringan periodontal tidak
diperiksa semua gigi melainkan hanya beberapa gigi saja yang disebut sebagai
gigi indeks. Gigi indeks yang diperiksa yaitu:
a. Usia 20 tahun ke atas.​7

b. Untuk usia dibawah 19 tahun kebawah 7​

Dengan catatan:
a. Salah satu gigi molar dari indeks tidak ada maka tidak perlu dilakukan
penggantian gigi tersebut.
b. Suatu ​sextant tidak terdapat gigi indeks, maka semua gigi yang
terdapat dalam ​sextant tersebut diperiksa dan nilai/skor tertinggi atau
keadaan terparah pada sextan tersebut dicatat.
c. Usia 19 tahun kebawah tidak dilakukan pemeriksaan gigi molar kedua
untuk menghindari adanya ​false pocket​.
d. Usia di bawah 15 tahun penilaian hanya dilakukan atas adanya
perdarahan dan karang gigi saja, dan tidak untuk ​pocket​, hal ini untuk
menghindari tercatatnya ​false pocket​.7​
2. GI (​Gingival Index)​
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva tanpa melibatkan jaringan
pendukung yang lebih dalam. Indeks reversibel tertua adalah P-M-A
(singkatan dari ​Papillary-Marginal-Attached)​ , yang muncul setelah Perang
Dunia ke II. Saat proses inflamasi menjadi lebih dimengerti, berganti menjadi
Indeks Gingival (GI) oleh Löe dan Silness pada tahun 1963. GI menilai
gingiva pada mesial, distal, bukal, dan lingual permukaan gigi. Setiap area
diberi skor pada skala ordinal 0-3 sesuai dengan kriteria​.7
a. 0 artinya gingiva normal
b. 1 artinya inflamasi ringan dengan sedikit perubahan warna, sedikit
edema, dan tidak berdarah ketika ​probing

14
c. 2 artinya inflamasi sedang dengan kemerahan, edema, ​glazing​, dan
berdarah saat ​probing
d. 3 artinya inflamasi parah dengan ditandai kemerahan, edema, ulserasi,
dan kecenderungan berdarah spontan. GI biasanya untuk menilai gigi
yang tertentu di dalam mulut serta semua gigi yang erupsi.​7
3. PI
Russell [1956] mengembangkan indeks untuk mengukur penyakit
periodontal yang dapat digunakan dalam survei populasi. Ini dapat didasarkan
hanya pada pemeriksaan klinis, atau dapat menggunakan rontgen gigi jika
tersedia. Ini lebih menekankan pada penyakit lanjut. PI menentukan status
penyakit periodontal dari populasi dalam studi epidemiologi. Setiap gigi diberi
skor sesuai dengan kondisi jaringan di sekitarnya.​8
a. Skoring :
i. Setiap gigi diberi skor secara terpisah sesuai dengan kriteria
ii. Aturan: jika ragu, berikan nilai yang lebih rendah.​8
b. Alasan Penggunaannya Secara Luas :
i. Penggunaan yang mudah
ii. Kriteria yang jelas
iii. Perbandingan hasil yang wajar
Nilai skor (0, 1, 2, 6, dan 8) berhubungan dengan tahapan skor
penyakit dalam survei epidemiologi dengan kondisi klinis yang diamati.
Lompatan dari skala 2 menjadi 6 menunjukkan perubahan kondisi penyakit
dari gingivitis parah menjadi penyakit periodontal destruktif yang jelas dengan
kehilangan perlekatan yang jelas. PI dapat dianggap sebagai skala interval
yang sebenarnya.​8
Skor untuk setiap gigi ditambahkan, dan totalnya dibagi dengan jumlah
gigi yang diperiksa. Skor dapat diartikan sebagai berikut:
● 0,0-0,2 = Jaringan pendukung normal secara klinis.
● 0,3-0,9 = Radang gusi sederhana.
● 0.7-1.9 = Memulai penyakit periodontal yang merusak.
● 1.6-5.0 = Penyakit periodontal yang merusak.
● 3.8-8.0 = Penyakit periodontal terminal.
Skor individu​ = Rata-rata (skor untuk semua gigi di mulut)
Skor populasi​ = Rata-rata (skor individu dalam populasi yang diteliti).​8

15
4. BOP (Bleeding On Probing )
Diusulkan oleh Muhlemann HER, Son S 1971. Digunakan untuk
menemukan area sulkus gingiva yang berdarah saat pemeriksaan lembut dan
dengan demikian mengenali dan mencatat adanya penyakit inflamasi gingiva
awal. Empat unit gingiva dinilai secara sistematis untuk setiap gigi. Gingiva
marginal, (labial dan lingual) dan gingiva papiler (mesial dan distal).​9

● Prosedur
○ Gunakan pencahayaan standar saat memeriksa masing-masing
dari empat area.
○ Pegang probe sejajar dengan sumbu panjang gigi untuk unit
gingiva marginal dan arahkan probe ke area col untuk unit
gingiva papiler.
○ Tunggu 30 detik setelah memeriksa sebelum mencetak unit
gingiva yang tampak sehat.
○ Keringkan gingiva dengan lembut, jika perlu, untuk mengamati
perubahan warna dengan jelas.​9

● Kriteria
○ 0= Tampilan gingiva papiler dan marginal yang sehat, tidak ada
perdarahan saat sulkus ​probing​.
○ 1= Gingiva papiler dan marginal yang tampak sehat tidak
menunjukkan perubahan warna dan tidak ada pembengkakan,
tetapi mengeluarkan darah dari sulkus saat​ probing​.
○ 2= Pendarahan saat ​probing dan perubahan warna yang
disebabkan oleh peradangan. Tidak ada pembengkakan atau
edema makroskopik.
○ 3= Perdarahan saat ​probing dan perubahan warna serta sedikit
pembengkakan edema.
○ 4= Perdarahan saat ​probing dan perubahan warna serta
pembengkakan yang jelas.
○ 5= Perdarahan saat ​probing dan perdarahan spontan serta
perubahan warna, ditandai pembengkakan dengan atau tanpa
ulserasi.​9

16
● Penilaian
○ BOP untuk area: Masing-masing dari 4 unit gingiva diberi skor
0 sampai 5.
○ BOP untuk gigi: Skor untuk 4 unit dijumlahkan dan dibagi 4.
○ BOP perorangan: Dengan menjumlahkan skor untuk
masing-masing gigi dan membaginya dengan jumlah gigi,
maka ditetapkan SBI. Indeks berkisar dari 0 hingga 6.​9
5. Pocket Depth
Dalam studi lapangan saat ini, periodontitis masih diukur dengan
teknik Ramfjord untuk pengukuran CAL secara tidak langsung.
Pendekatannya ditunjukkan secara grafis pada ​Gambar 2​. Pertama, pemeriksa
mengukur kedalaman ​probing dari sandaran gingiva ke dasar kantung. Kedua,
persimpangan cemento-enamel terletak dan kedalaman dari persimpangan ini
ke puncak gingiva dicatat. Perbedaan antara nilai-nilai ini memberikan ukuran
CAL tidak langsung. Pengukuran ini biasanya dilakukan di antara dua dan
enam lokasi per gigi, tergantung pada tujuan penelitian, baik untuk gigi yang
dipilih atau untuk keseluruhan gigi. Ini adalah proses yang sulit: mengukur
enam tempat per gigi untuk satu gigi yang utuh dapat memakan waktu 30-40
menit per pemeriksaan, bahkan untuk pemeriksa yang berpengalaman.​7

Gambar 2:​ Metode tidak langsung untuk mengukur kehilangan perlekatan periodontal dan
kedalaman poket. A= Gingival crest ke dasar poket. B=Gingival crest ke
cemento-enamel-junction (CEJ). C= (A-B). (Catatan: B negatif pada contoh 3).​7

17
● Indeks Pengukuran Kebersihan Rongga Mulut
1. OHI-S
Indeks ini diberikan oleh John C. Greene dan Jack R. Vermillion pada
tahun 1964. Ini menawarkan metode yang lebih cepat untuk evaluasi
kebersihan mulut kelompok populasi, tetapi kurang dalam tingkat kepekaan
dibandingkan dengan indeks OHI asli.​8
● Pemilihan Gigi
Enam permukaan yang diperiksa untuk OHI-S dipilih dari
empat gigi posterior dan dua gigi anterior.
1. Pada gigi posterior, gigi pertama yang erupsi sempurna di distal
bikuspid kedua, biasanya molar pertama tetapi kadang-kadang
molar kedua atau ketiga, diperiksa di setiap sisi setiap
lengkung.
2. Di bagian anterior mulut insisivus sentral kanan atas dan
insisivus sentral kiri bawah diberi skor.
3. Jika salah satu dari gigi anterior ini tidak ada, gigi seri sentral
di sisi berlawanan dari garis tengah diganti.
4. Hanya gigi permanen yang erupsi sempurna yang dicetak.
Sebuah gigi dianggap erupsi sempurna pada oklusal atau insisal
permukaan telah mencapai bidang oklusal
5. Gigi asli dengan restorasi dan permukaan mahkota penuh
berkurang tingginya oleh karies atau trauma tidak dinilai.
Sebagai gantinya, gigi pengganti diperiksa.​8
● Permukaan yang Harus Dilihat
1. Posterior: gigi pertama yang erupsi sempurna di bagian distal
dari setiap gigi premolar kedua diperiksa. Permukaan wajah
molar rahang atas dan permukaan lingual molar mandibula
digunakan. Meskipun biasanya molar pertama, molar kedua
atau ketiga dapat digunakan.​10
2. Anterior: Permukaan wajah dari gigi seri kanan atas dan gigi
seri sentral kiri rahang bawah digunakan. Jika salah satunya
hilang, gigi seri tengah yang berlawanan akan dicetak.​10

18
● Metode Pemeriksaan
Untuk mendapatkan skor debris dan kalkulus, masing-masing
dari enam permukaan gigi yang dipilih diperiksa untuk debris dan
kemudian kalkulus. Area permukaan yang ditutupi oleh debris
diperkirakan dengan menjalankan sisi penjelajah No. 5 (Shepherd's
Crook) di sepanjang permukaan gigi yang diperiksa (penjelajah
dipindahkan dari margin insisal/oklusal ke gingiva). Debris yang
berada di oklusal atau insisal dicatat saat diangkat. Penjelajah No. 5
yang sama digunakan untuk memperkirakan luas permukaan yang
ditutupi oleh kalkulus supragingiva dan subgingiva.​8
1. Semprotkan air ke mulut pasien/klien dan perintahkan
pasien/klien untuk berkumur.
2. Masukkan ​ejector​ saliva ke dalam mulut pasien/klien.
3. Pilih gigi untuk pemeriksaan dengan memilih enam gigi
tertentu gigi dengan satu di setiap sekstan.
4. Evaluasi gigi.
a. Mulailah evaluasi dengan sekstan posterior rahang atas
dan lakukan di sekitar lengkung rahang atas.
b. Turun ke bawah ke kiri bawah lingual posterior ​sextant
dan teruskan ke sisi lain mulut.
5. Evaluasi gigi untuk kotoran lunak dengan mencatat enam skor
serpihan pada formulir pencatatan yang sesuai.
6. Evaluasi gigi untuk kalkulus dengan mencatat enam skor
kalkulus.
7. Hitung skor debris dengan menjumlahkan skor debris dan
membaginya dengan jumlah gigi yang dicetak.
8. Hitung skor kalkulus dengan menjumlahkan skor kalkulus dan
membaginya dengan jumlah gigi yang dicetak.
9. Hitung skor OHI-S dengan menambahkan skor debris ke skor
kalkulus yang sama dengan skor OHI-S.
10. Catat skor OHI-S di bagan pasien/klien atau pada formulir
pencatatan yang sesuai.​8

19
● Kriteria Penilaian (Debris)
Debris mulut adalah benda asing lunak di permukaan atau gigi
yang terdiri dari plak bakteri, bahan alba, dan sisa makanan.​10

Gambar 3:​ Metode penilaian untuk debris.​10

● Kriteria Penilaian (Kalkulus)


Kalkulus gigi adalah endapan keras garam anorganik yang
terutama terdiri dari kalsium karbonat dan fosfat yang bercampur
dengan puing-puing, mikroorganisme, dan sel epitel yang
terdekakuasi.​10

20
Gambar 4:​ Metode penilaian untuk kalkulus.​10

● Penafsiran
Secara individual DI-S dan CI-S diberi skor sebagai berikut:
● 0,0 hingga 0,6 = Kebersihan mulut yang baik
● 0,7 hingga 1,8 = Kebersihan mulut yang adil
● 1,9 hingga 3,0 = Kebersihan mulut yang buruk.​8
Sebuah OHI-S dinilai sebagai berikut:
● 0,0 - 1,2 = Kebersihan mulut yang baik
● 1,3 - 3,0 = Kebersihan mulut yang adil
● 3,1 - 6,0 = Kebersihan mulut yang buruk.​8
2. ​Patient Hygiene Performance​ (PHP)
Ini dikembangkan oleh Podshadley AG, dan Haley JV (1968) untuk
menilai luasnya plak dan debris pada permukaan gigi sebagai indikasi
kebersihan mulut. Debris untuk PHP didefinisikan sebagai bahan asing lunak
yang terdiri dari plak bakteri, bahan alba dan sisa makanan yang menempel
secara longgar pada permukaan gigi.​8
Paling berguna untuk pasien individu yang memiliki akumulasi plak
yang signifikan.​8
● Permukaan dan Gigi yang Diperiksa
Nomor Gigi dalam Sistem FDI
1. 16 - Gigi molar pertama kanan atas
2. 11 - Gigi seri tengah kanan atas
3. 26 - Gigi molar kiri atas
4. 36 - Molar pertama kiri bawah

21
5. 31 - Gigi seri tengah kiri bawah
6. 46 - Molar pertama kanan bawah

Gambar 5:​ I​ ndeks PHP: 6 permukaan gigi dinilai.​8

Permukaan:
○ Permukaan wajah: ​Gigi seri dan molar rahang atas.
○ Permukaan lingual: ​Geraham mandibula.​8
● Penggantian Gigi Hilang
○ Molar kedua digunakan jika molar pertama
■ Hilang
■ Kurang dari tiga perempat meletus
■ Memiliki mahkota penuh
■ Rusak
○ Molar ketiga digunakan jika molar kedua hilang.
○ Gigi seri yang berdekatan dari sisi yang berlawanan digunakan,
bila gigi seri tengah hilang.​8
● Prosedur
○ Solusi pengungkapan diterapkan.
○ Pasien diminta berdesir selama 30 detik dan meludah tapi tidak
dibilas.
○ Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan kaca mulut.
○ Setiap permukaan gigi yang akan dievaluasi dibagi lagi menjadi
lima bagian-bagian.

22
Gambar 6:​ Pembagian gigi menjadi 5 bagian (indeks PHP).​8

○ Vertikal: Tiga divisi mesial, tengah dan distal. Secara


horizontal: sepertiga tengah dibagi menjadi sepertiga gingiva,
tengah dan oklusal atau insisal.
○ Setiap area yang memiliki plak diberi skor satu poin sehingga
setiap skor gigi dapat berkisar dari 1 hingga 5 poin.​8
● Penilaian
○ Skor debris untuk masing-masing gigi: ​Tambahkan skor
untuk masing-masing dari lima subdivisi. Skornya berkisar dari
0 hingga 5.​8
○ PHP untuk individu: Jumlahkan skor untuk masing-masing
gigi dan bagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Nilai PHP
berkisar dari 0 hingga 5.​8
○ Indeks PHP untuk grup: Untuk mendapatkan skor PHP
rata-rata untuk grup atau populasi, jumlahkan skor individu dan
bagi dengan jumlah orang yang diperiksa.​8
● Penafsiran
Skala nominal untuk evaluasi skor:
1. Excellent = 0 (tidak ada debris)
2. Good = 0,1 - 1,7
3. Fair = 1,8 - 3,4
4. Poor = 3,5 - 5,0.​8

● Indeks Pengukuran Kualitas Hidup (OHRQoL)


1. Anak
Oral Health Related Quality of Life (OHRQoL), yaitu respons dari
masing-masing individu dalam kehidupannya sehari-hari terhadap fungsi fisik,

23
psikis, dan sosial sebagai akibat dari status kesehatan gigi yang kurang baik.
Respon ini akan mempengaruhi kepuasan individu atas kesehatan mulutnya
dalam lingkungan kehidupannya. Memahami besarnya isu mengenai dampak
kesehatan gigi dan mulut terhadap kualitas hidup anak maka beberapa ahli di
berbagai negara telah mengembangkan instrumen untuk mengukur kualitas
hidup dalam aspek kesehatan gigi dan mulut, di antaranya adalah ​Child Oral
Health Impact Profile​ (COHIP).​11
COHIP ini dikembangkan oleh Broder et al sejak tahun 2007 untuk
menilai dampak sosial dari kelainan gigi dan rongga mulut pada anak usia
sekolah. Untuk menyesuaikan dengan penelitian klinis dan studi epidemiologi,
instrumen ini telah dipersingkat dan dikembangkan sejak tahun 2012. ​Child
Oral Health Impact Profile-Short Form (COHIP-SF 19) disingkat menjadi 19
item dan 3 subskala (​oral health​, ​functional well-being,​ dan ​socio-emotional
well-being)​ .​11
Penelitian oleh Li et al (2013) di Cina menunjukkan bahwa karies gigi,
karang gigi, dan fluorosis dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas
hidup anak. Karies gigi dapat menimbulkan rasa sakit, baik pada gigi yang
terkena maupun daerah sekitar gigi tersebut. Apabila invasi bakteri sudah
sampai ke pulpa gigi yang terdiri dari pembuluh darah dan syaraf gigi, maka
terjadi infeksi pada pulpa yang akan menyebabkan rasa sangat sakit dan
berdenyut sehingga dapat mempengaruhi aktivitas dan fungsi fisiologis serta
psikologis pada anak tersebut. Dampak sosial yang dialami anak dengan karies
gigi yang tidak terawat antara lain, tidak hadir di sekolah karena sakit gigi,
kesulitan untuk berkonsentrasi ataupun menyelesaikan tugas karena sakit gigi
yang dirasakan, dan adanya perasaan tidak nyaman. Penyakit pada rongga
mulut atau kondisi gigi dan mulut yang tidak sehat seperti adanya karies gigi,
tidak hanya menyebabkan kerusakan secara fisik pada gigi saja namun juga
mempengaruhi ekonomi, sosial, dan psikologis.​11
2. Remaja
Peterson dan Kuipers pada tahun 2001, menggambarkan remaja
sebagai periode dalam hidup, transisi dari masa anak-anak. Terjadi perubahan
pribadi dan sosial yang cukup besar terjadi. Salah satu hal yang paling penting
bagi remaja adalah penampilan, terutama penampilan wajah yang akan
mempengaruhi kualitas hidup remaja. Remaja dapat dikarakteristikan sebagai

24
fase kehidupan yang sensitif secara psikologis. Masa remaja sering dikaitkan
dengan kesadaran diri meningkat, kebingungan tentang identitas dan
penerimaan oleh orang lain, dan kekhawatiran tentang pengakuan dari orang
dewasa dan teman sebaya. Dengan meningkatnya kesehatan gigi dan fungsi,
individu akan merasa penampilannya meningkat, hal tersebut akan menambah
rasa percaya diri seseorang, dan dengan demikian akan meningkatkan kualitas
hidup secara keseluruhan.​12
Child Perceptions Questionnaire (CPQ 11-14) merupakan salah satu
alat instrumen O​ral Health-Related Quality of Life (OHRQoL) yang ideal
untuk mengukur kualitas hidup pada remaja. ​Child Perceptions Questionnaire
(CPQ 11-14) ini terdiri dari empat aspek yaitu gejala mulut, keterbatasan
fungsional, kesejahteraan emosional dan kesejahteraan sosial. Gejala mulut
seperti rasa sakit, bau mulut/halitosis, sariawan dan makanan yang sering
terselip karena gigi/mulut. Keterbatasan fungsional seperti kesulitan saat
mengunyah, kesulitan berbicara, makan dengan waktu yang lama dan
kesulitan tidur karena gigi/mulut. Kesejahteraan emosional seperti merasa
terganggu, frustasi, malu dan peduli dengan yang orang lain katakan karena
gigi/mulut. Kesejahteraan sosial seperti diledek, menghindari
tersenyum/tertawa, bertengkar dan tidak mau berbicara karena gigi/mulut.​12
3. Dewasa
Gigi dan mulut merupakan bagian tubuh yang menjadi jalur masuknya
bakteri dan kuman ke dalam tubuh. Tapi masih banyak masyarakat Indonesia
yang tidak memperhatikan kesehatan dari gigi dan mulut.​13
Dapat diamati melalui indeks DMF-T orang dewasa di Indonesia
secara nasional pada tahun 2013 sebesar 5,4 yang berarti rata-rata kerusakan
gigi penduduk Indonesia adalah 540 gigi per 100 orang. Indeks DMF-T
menggambarkan tingkat keparahan kerusakan gigi permanen, indeks ini terdiri
dari jumlah gigi permanen yang mengalami karies, jumlah gigi yang hilang,
dan jumlah gigi yang telah dilakukan penumpatan. Menurut hasil indeks
DMF-T, jumlah kehilangan gigi pada kelompok usia 35-44 tahun berada pada
angka 3,35, sedangkan kehilangan gigi pada kelompok usia diatas 65 tahun
berada pada angka 17,05.​13
Kehilangan gigi akan menimbulkan berbagai masalah terutama pada
usia produktif, seperti menurunnya rasa percaya diri terutama pada kehilangan

25
gigi depan, masalah pencernaan karena makanan tidak terkunyah dengan baik
akibat gigi belakang yang sudah dicabut, penyusutan tulang rahang yang
menyebabkan asimetri wajah, wajah mengendur sehingga tampak seperti lebih
tua dari usia sebenarnya, dan fonetik yang tidak jelas.​13
Perawatan gigi dan mulut pada pasien usia produktif sangat penting
karena akan meningkatkan kualitas hidup dari pasien tersebut.​13
4. Lansia
Menurut WHO, kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai
posisinya dalam kehidupan, dalam lingkup budaya dan sistem nilai dimana
mereka hidup dalam hubungan dengan tujuan, harapan, dan standar yang
mereka anut. Kualitas hidup menurut WHO dalam lingkup kesehatan,
merupakan keadaan lengkap dari kondisi fisik, mental dan sosial dari
seseorang tanpa adanya penyakit.​14
Dalam hubungannya dengan kesehatan mulut, kualitas hidup
berhubungan dengan tidak adanya penyakit di rongga mulut, tidak adanya
gejala yang berhubungan dengan penyakit mulut, tidak terganggunya fungsi
mengunyah, emosional atau psikis, fungsi sosial, dan rasa puas terhadap
kesehatannya. Pengukuran kualitas hidup didasarkan pada nilai subjektif
individu.​14
Lanjut usia merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap
berbagai masalah kesehatan termasuk masalah kesehatan gigi. Karies gigi,
kehilangan gigi dan penyakit periodontal merupakan masalah yang sering
ditemukan dan menjadi masalah utama kesehatan gigi dan mulut.​14
Kesehatan gigi dan mulut memegang peranan penting dalam
mendapatkan kesehatan umum dan kualitas hidup lansia. Keadaan mulut yang
buruk, seperti banyaknya gigi yang berlubang atau kehilangan gigi dapat
mengganggu fungsi dan aktivitas sistem stomatognatik sehingga akan
berdampak pada kualitas hidup lansia.​14
Menurut penelitian Rahardjo dkk, terjadi gangguan kualitas hidup
akibat menurunnya fungsi kunyah dan penelanan pada pasien dengan
kehilangan gigi yang tidak diganti gigi tiruan. Penurunan fungsi ini kemudian
menyebabkan lamanya waktu mengunyah, memilih makanan tertentu,
mengkonsumsi makanan halus, serta timbulnya keluhan kurang nafsu makan.​14

26
Diasumsikan karena gigi hilang maka kualitas hidup turun sehingga
pasien memerlukan gigi tiruan. Berdasarkan penelitian oleh Shinta tentang
hubungan pemakaian gigi tiruan dengan kualitas hidup pasien lanjut usia,
dapat dilihat bahwa terdapat signifikansi antara pemakaian gigi tiruan dengan
kualitas hidup pasien lanjut usia.​14

RINGKASAN

Epidemiologi mulut didefinisikan sebagai studi tentang distribusi dan determinan


keadaan atau peristiwa terkait kesehatan mulut dalam populasi tertentu, dan penerapan studi
ini untuk mengontrol masalah kesehatan mulut.

Epidemiologi oral terdapat 3 macam, yaitu: epidemiologi penyakit jaringan keras gigi,
epidemiologi jaringan pendukung gigi, dan epidemiologi jaringan lunak. Penyakit jaringan
keras gigi antara lain karies gigi. Karies gigi secara historis telah dianggap komponen paling
penting dari beban penyakit mulut global. Fasilitas kesehatan dan penyuluhan pendidikan
kesehatan gigi sudah dilakukan, tapi pengetahuan masyarakat tentang karies gigi masih
rendah. Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi
yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit periodontal dibagi menjadi dua golongan,
yaitu gingivitis dan periodontitis. Penyakit jaringan lunak pada rongga mulut biasanya terjadi
pada epitel. Epitel menjadi tipis, agak kering dan menjadi lebih peka terhadap
rangsangan/jejas. Faktor usia tidak dapat diabaikan. Seiring dengan bertambahnya usia
seseorang, akan terjadi perubahan aspek klinis dan psikologis.

Ada berbagai macam pengukuran indeks, yaitu: Indeks Pengukuran Karies Gigi ,
Indeks Jaringan Periodontal, Indeks Pengukuran Kebersihan Rongga Mulut, dan Indeks
Pengukuran Kualitas Hidup (OHRQoL).

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Chattopadhyay A. ​Oral Health Epidemiology: Principles and Practice. 2011. Jones


and Bartlett Publishers. Hal: 3.
2. Widayati, N. ​Faktor Yang Berhubungan Dengan Karies Gigi Pada Anak Usia 4-6
Tahun.​ Surabaya: Universitas Airlangga. 2(2): 2014.
3. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. ​Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras
dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2010; 54-64;
93-95; 111-112.
4. Sumariyah, S. ​Masalah Penyakit Mulut Dan Penanggulangannya Dalam Pelayanan
Geriatri Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2000:
KPPIKG XII).
5. Sondang PH. ​Menuju Gigi Dan Mulut Sehat.​ Medan: USU Press, 2008: 4-15.
6. Monse B, Heinrich-Weltzien R, Benzian H, Holmgren C, van Palenstein HW. ​PUFA
– An index of clinical Consequences of untreated dental caries. Comm Dent Oral
Epidemiol 2010; 38: 77-82.
7. Burt BA, Eklund SA. ​Dentistry, Dental Practice and the Community. 6th edition.
2005. Philadelphia: Elsevier saunders.
8. Marya CM. ​A Textbook of Public Health Dentistry. 2011. 1st Ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers LTD. Hal: 190-193 , 192-193 , 193-194.
9. Vandana KL, Shivani S, Savitha B, Vivek HP. ​Assessment of gingival sulcus depth,
width of attached gingiva, and gingival thickness in primary, mixed, and permanent
dentition.​ J Dent Res Rev. Vol 4(2). 2017.
10. John J. ​Textbook of Preventive and Community Dentistry. 2017. 3rd Ed. New Delhi:
CBS Publishers and Distributors Pvt Ltd.
11. Karamoy Y, Darwita RR, Maharani DA. ​Menilai Kualitas Hidup Yang Berhubungan
Dengan Kesehatan Mulut Anak Usia 12 Tahun: Validitas COHIP-SF Versi Indonesia.
Cakradonya Dent J 2014; 6(2): 678-744. Link:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20391170-SP-Astari%20Larasati.pdf​.
Diakses pada 24 November 2020.
12. Mauli JT. ​Studi Deskriptif Mengenai Kualitas Hidup yang Terkait dengan Kesehatan
Mulut pada Remaja Usia 11-14 Tahun yang Melakukan Perawatan Ortodontik Cekat
di SMP “X” Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan. Universitas Kristen Maranatha.
Bandung. 2016: 2-3.

28
13. Siagian KV, Mintjelungan CN. ​Analisis Kualitas Hidup Pasien Usia Produktif
Pengguna Gigi Tiruan Sebagian Lepasan di RSGM PSPDG Fakultas Kedokteran.​
Universitas Sam Ratulangi. Manado. Jurnal e-GiGi (eG), Vol 5 No 2, Juli-Desember
2017.Link:​https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/egigi/article/download/17985/1751​1
Diakses pada 24 November 2020.
14. Larasati A. ​Alat Ukur Kualitas Hidup Ditinjau Dari Aspek Kesehatan Gigi dan Mulut
Lansia di Indonesia. Tesis. Tidak Diterbitkan. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas
Indonesia. Jakarta. 2014: 15-6.

29

Anda mungkin juga menyukai