Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA LANSIA

DISUSUN OLEH:

Dona Marlina (170101135)

Joanne Savira (170101137)

Nur Aisyah (170101139)

DOSEN PEMBIMBING:

Ns, Destria Efliani, S. Kep, MM

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL-INSYIRAH PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
penulis mengucapkan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah : “Keperawatan
Gerontik”
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulisa harapkan demi
kesmpurnaan Tugas mata kuliah ini
Semoga penulisan ini memberikan informasi bagi pembacanya dan bermanfaat
untuk wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Tembilahan, Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI :

KATA PENGANTAR ............................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................... 1
B. Rumusan masalah ..................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................... 5
A. Definisi ..................................................................... 5
a. Konsep lansia .................................................... 5
b. Teori penuaan ................................................... 5
c. Teori biologis .................................................... 5
B. Sistem Integumen ..................................................... 6
C. Perubahan integuman pada lansia ............................. 6
D. Faktor yang mempengaruhi kulit lansia ................... 7
E. Masalah kulit pada lansia ......................................... 8
F. Asuhan keperawatan ............................................... 9
a. Pengkajian ....................................................... 9
b. Diagnosis ......................................................... 10
c. Rencana keperawatan ...................................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara dengan persentase penduduk lansia
terbanyak yaitu sebesar 55,52% (World Population Prospect, 2010). Usia harapan
hidup (UHH) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional
termasuk dibidang kesehatan. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan ini
juga terlihat di Indonesia dimana terdapat peningkatan UHH dari 70.7 tahun pada
periode 2010-2015 menjadi 71,7 pada periode 2015-2020 (Kemenkes, 2014).
Pertambahan jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2005 berjumlah
15.814.511 jiwa atau 7.2% dan diperkirakan akan terus bertambah menjadi
28.822.879 jiwa atau 11,34% pada tahun 2020. Dari data diatas menunjukkan akan
terjadi peningkatan jumlah lansia dalam 15 tahun kedepan. Berdasarkan hasil
survey dari Susenas (2013) menyatakan bahwa lansia yang tinggal di daerah
perkotaan sebanyak 9,26 juta orang atau 7,49%. Lansia yang tidak tinggal di rumah
sendiri dapat tinggal dengan saudara, anak dan bahkan tidak mempunyai tempat
tinggal. Lansia yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya tinggal di pinggir jalan
dan terlantar. Berdasarkan situasi tersebut, maka di daerah perkotaan muncul suatu
tempat penampungan bagi lansia yang tidak memiliki tempat tinggal, yang disebut
dengan sasana werdha.
Meningkatnya jumlah lansia di Indonesia tentu saja akan meningkatkan
permasalahan kesehatan terkait lansia. Penyakit pada lanjut usia (lansia) berbeda
dengan dewasa muda, hal ini disebabkan karena penyakit pada lansia merupakan
gabungan antara penyakit dengan proses menua yaitu menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri serta mempertahankan
fungsi dan struktur normalnya. Sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Stanley, 2006).
Berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2011, masalah yang umum terjadi
pada lansia adalah hipertensi (4,02%), Diabetes mellitus (2,1%), asam urat,
dyspepsia (2,52%), penyakit jantung iskemik (2,84%) dan penyakit kulit (2,33%).
Individu yang telah lanjut usia juga dapat terlihat dari kulit yang mulai keriput,
rambut yang mulai memutih, berkurangnya fungsi pendengaran dan penglihatan,

1
melambatnya proses berpikir, dan aktivitas untuk bergerak yang mulai melambat,
yang berarti akan membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan berbagai
aktifitas (Wallace, 2008). Diantara perubahan yang terjadi pada lansia, perubahan
kulit merupakan salah satu perubahan nyata yang dapat dilihat.
Perubahan kulit pada lansia dapat dilihat dari perubahan stratum korneum,
epidermis, dermis dan subkutan. Penampilan kulit yang kasar dan kering
disebabkan karena adanya perubahan pada stratum korneum. Penyembuhan luka
yang lama akibat luka bekas garukan dapat disebabkan karena adanya perlambatan
dalam proses perbaikan sel pada lapisan epidermis. Selain itu, lansia sangat rentan
mengalami infeksi pada bagian kulit, penyembuhan luka lambat, penurunan respons
inflamasi dan hilangnya turgor kulit. Hal tersebut disebabkan karena adanya
perubahan pada lapisan dermis seperti penurunan jumlah kolagen, penurunan sel-
sel makrofag, dan penurunan elastisitas. Perubahan pada lapisan subkutan juga
memberikan dampak terhadap kulit lansia seperti peningkatan risiko hipertermia,
dan peningkatan risiko cedera (Stanley, 2006)
Selain dari perubahan sistem integumen pada lansia, faktor lingkungan pada
daerah perkotaan juga dapat menyebabkan terjadinya masalah kulit pada lansia.
Kondisi perkotaan seperti sinar UV matahari, kelembaban yang rendah, polusi serta
cuaca yang panas menjadi faktor predisposisi timbulnya masalah integritas kulit.
Paparan sinar UV matahari dapat menyebabkan penebalan pada lapisan epidermis,
perubahan pada kolagen dan elastin, serta menyebabkan atrofi pada lapisan kulit dan
jaringan subkutan (Proksch, 2008). Radiasi sinar matahari juga meningkatkan
produksi matriks metalloproteinase (MMP) yang menyebabkan degradasi pada
kolagen. Kerusakan pada kolagen menyebabkan hilangnya kekenyalan kulit dan
struktur pada lansia (Taihao, 2009). Selain radiasi UV, polusi juga merupakan
faktor yang dapat menyebabkan penuaan kulit pada lansia (Vierkotter, 2010).
Tingkat polusi yang tinggi berkorelasi terhadap status kesehatan kulit. Tingkat
polusi yang tinggi dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan proses
penyembuhan luka yang lama (Pedata, 2011).
Masalah kulit yang umumnya terjadi pada lansia seperti pruritus, xerosis,
infeksi jamur (tinea pedis), dermatitis, dan skabies (Smith & Hsieh, 2000). Menurut
penelitian yang dilakukan Kilic (2008) pada 300 lansia di tiga rumah perawatan di

2
Turkey ditemukan bahwa sebanyak 49,7% lansia mengalami infeksi jamur (tinea
pedis), 45,3% lansia mengalami xerosis, 11% lansia mengalami dermatitis, dan
10,3% lansia mengalami pruritus. Xerosis biasanya akan diiringi dengan rasa gatal
atau yang dikenal dengan istilah pruritus (Cowdell, 2011). Penelitian kepada lansia
yang berusia 65 tahun didapatkan hasil bahwa 11,5% lansia mengalami pruritus dan
menjadi penyebab paling umum ketiga rawat inap. Penelitian lain yang dilakukan
pada 68 orang lansia yang berada di rumah jompo, menujukkan hasil 29% lansia
mengalami pruritus dan menjadi keluhan yang paling umum untuk kulit (Adam
Reich, 2011). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pruritus pada lansia yang
berusia 65-74 tahun sebesar 10,3% (319 orang), usia 75-84 tahun sebesar 14,9%
(129 orang) dan usia > 85 tahun sebesar 19,5% (25 orang) (Basak Yalcin, 2006).
Pruritus atau gatal-gatal adalah salah satu keluhan dalam gangguan
dermatologis yang paling umum terjadi pada lansia baik pruritus pada tangan, kaki
maupun diseluruh tubuh. Pruritus dapat ditandai dengan adanya keinginan untuk
menggaruk, adanya ekskoriasi, kemerahan, infeksi (perubahan pigmentasi kulit).
Pruritus pada lansia terjadi sebagai akibat kulit yang kering dan dapat juga
disebabkan oleh faktor psikologis. Selain itu, pruritus dapat disebabkan karena
lebih banyak kontak dengan faktor lingkungan dan fisik (Abbas, 2013). Proses
penyembuhan luka yang lama akibat bekas garukan juga disebabkan karena adanya
perubahan pada lapisan kulit lansia, seperti waktu perbaikan sel epidermal lebih
lambat, penurunan area kontak antara epidermis dan dermis serta penipisan dari
lapisan dermal (Stanley, 2006).
Pruritus pada kaki dapat memberikan dampak negatif terhadap aspek
kesehatan dan kesejahteraan pada lansia, terutama kemampuan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari dan untuk mobilisasi. Hal ini disebabkan karena peran penting
dari bagian ekstremitas bawah sebagai penyeimbang dan mobilitas seseorang untuk
melakukan kegiatan sehari-hari terutama pada lansia (Gardiner, 2014). Apabila
masalah kaki terus dibiarkan dan tidak segera ditangani pada lansia, maka dampak
negatif yang akan muncul seperti adanya luka bekas garukan yang dapat
menimbulkan ulserasi pada kaki. Kemudian ulser dapat berkembang menjadi
infeksi dan memperburuk kondisi kulit pada lansia. Selain itu kesehatan kaki yang

3
buruk dapat menyebabkan rasa sakit, ketidaknyamanan dan infeksi (International
of Foot Diabetic, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apa intervensi untu lansia gangguan integritas kulit?
2. Bagaimana ciri-ciri lansia yang mengalami gangguan integritas kulit?
3. Apa daignosa pada gangguan gangguan integritas kulit pada lansia?
C. Tujuan
1. intervensi untu lansia gangguan integritas kulit?
2. Bagaimana ciri-ciri lansia yang mengalami gangguan integritas kulit?
3. Apa daignosa pada gangguan gangguan integritas kulit pada lansia?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
a. Konsep lansia
Lansia merupakan kelompok yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupan (WHO). Menurut (WHO) kategori lanjut usia berkisar antara 60-74
tahun. Di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Seiring dengan tahap kehidupan,
lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Terdapat tujuh kategori utama
tugas perkembangan lansia, yaitu menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan
fisik dan kesehatan, menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan atau
penetapan pendapatan, menyesuaikan terhadap kematian pasangan, menerima
diri sebagai individu lansia, mempertahankan kepuasaan pengaturan hidup,
mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa, dan menemukan
cara untuk mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2005). Tugas
perkembangan ini umum ditemui pada lansia. Akan tetapi, cara lansia
menyesuaikan terhadap perubahan penuaan bergantung pada individu sendiri.
Untuk beberapa lansia adaptasi dan penyesuaian terhadap penuaan relatif
mudah, namun beberapa lansia lainnya memerlukan intervensi keperawatan.

b. teori penuaan

Penuaan merupakan suatu keadaan normal, dengan perubahan fisik


dan tingkah laku yang terjadi pada waktu tertentu atau ketika setiap orang
mencapai usia tahap perkembangan tertentu (Miller, 2006). Teori-teori
yang menjelaskan tentang penuaan terbagi menjadi 2 yaitu dari teori
biologis dan teori psikososial. Teori biologis berfokus kepada proses
penuaan, sedangkan teori psikososial berfokus kepada kepribadian dan
perilaku (Miller, 2006).

c. Teori biologis

Teori biologi ini menjelaskan mengenai proses penuaan, termasuk

5
perubahan fungsi dan struktur, perkembangan, panjang usia dan
kematian. Perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan
selular dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit. Dalam teori ini, terdapat lima karakteristik biologis penuaan
diantaranya peningkatan usia harapan hidup, penuaan dapat ditemukan
didalam sel, molekul, jaringan dan massa tulang, perusakan bersifat
progresif, diperlukan waktu yang panjang untuk kembali dari periode
serangan, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi.

B. Sistem integumen

Kulit merupakan bagian dari sistem integumen manusia. Kulit manusia


memiliki persentase sebesar lima belas persen dari total keseluruhan berat
badan orang dewasa sehingga dapat dikatakan bahwa kulit memiliki porsi
besar dari tubuh (Kanitakis, 2002). Sistem Integumen dibentuk oleh kulit dan
struktur derivatif. Kulit mempunyai sebanyak tiga lapisan utama yaitu
Epidermis, Dermis dan Jaringan

C. Perubahan integumen pada lansia

Menurut Reichel (2009), penuaan pada kulit dikategorikan menjadi dua, yaitu
penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik adalah perubahan
kulit yang terjadi akibat proses penuaan secara kronologis atau normal,
sedangkan penuaan ekstrinsik merupakan perubahan kulit yang disebabkan
oleh faktor-faktor lain, seperti gaya hidup, diet, radikal bebas, paparan sinar

6
UV, dan kebiasaan lainnya. Secara struktural, kulit yang tersusun atas tiga
lapisan, diantaranya epidermis, dermis, dan jaringan subkutan akan
mengalami perubahan akibat bertambahnya usia.

D. Faktor yang mempengaruhi kulit pada lansia

Perubahan kulit yang terjadi pada lansia dapat disebabkan dari faktor
instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yang menyebabkan
terjadinya perubahan kulit pada lansia karena adanya proses penuaan dan
perubahan biologis yang terprogram, sedangkan faktor ekstrinsik yang dapat
mempengaruhi perubahan kulit pada lansia adalah lingkungan seperti terpapar
matahari dan polusi, gaya hidup dan kebersihan diri (Farage et al, 2010 dalam
Voegeli, 2012).

Faktor instrinsik pada lansia dapat disebabkan karena adanya perubahan


pada fungsi dan struktur sistem integumen. Hal ini terjadi karena adanya
penurunan melanin pada lapisan epidermis, sehingga terjadi penurunan
respons perlindungan kulit terhadap sinar matahari. Oleh karena itu, lansia
berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan kulit akibat terpajan sinar
matahari yang berlebihan. Lesi yang khas dari pajanan matahari termasuk
keratosis seboroik dan aknitik, keratoakantoma, epitelioma sel basal dan
karsinoma sel skuamosa. Selain itu, penurunan kekuatan imun atau tidak
adanya respons inflamasi juga dapat menyebabkan lansia mengalami
peningkatan kerentanan terhadap virus dan infeksi.

Sementara faktor ekstrinsik dapat bersumber dari lingkungan dan


kebersihan diri. Ketika kulit menjadi kering seiring dengan penuaan,
kelembaban yang rendah merupakan faktor predisposisi bagi lansia
mengalami pruritus yang diakibatkan oleh kulit yang kering. Tingkat
kelembaban sekitar 40% dianggap sebagai tingkat kelembapan paling rendah
yang dapat ditoleransi dengan baik oleh kulit. Efek dari kelembapan udara yang
rendah dapat juga ditangani dengan mempertahankan asupan cairan yang
memadai. Selain itu, penuaan dini karena terpajan cahaya matahari terlalu
lama dapat menyebabkan kondisi kulit yang rusak akibat sinar UV. Perubahan
dini adalah hasil peradangan kronis yang dikenal dengan elastosis. Serabut

7
elastis berangsur-angsur mengalami degradasi, menjadi lebih tebal, dan tidak
teratur, serta menyebabkan kulit menjadi keriput dan kendur (Stanley, 2006).

E. Masalah kulit pada lansia

Perubahan pada sistem integumen lansia meningkatkan kerentanan


lansia mengalami masalah kulit. Masalah kulit pada kaki yang umum terjadi
pada lansia diantaranya xerosis, pruritus, infeksi jamur (Voegeli, 2012).
Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh T.rubrum.
Penyakit ini biasanya terjadi antara jari-jari kaki, dan biasanya pasien akan
mengeluh ruam gatal dan kulit menjadi bersisik. Penyakit ini bisa dicegah
degan menjaga kebersihan kaki, mempertahankan agar kaus kaki tetap
kering dan menggunakan alas kaki pada saat di kamar mandi (Thomas,
2014). Xerosis atau yang dikenal dengan kulit kering adalah kondisi kulit
yang mengering dari biasanya. Xerosis ditandai dengan rasa gatal, kering,
pecah- pecah, dan terdapat beberapa kulit yang retak atau terkelupas
(Norman, 2008). Xerosis pada lansia merupakan hasil penurunan lemak
permukaan kulit selama periode waktu. Seiring pertambahan usia, lapisan
luar kulit menjadi rapuh dan kering akibat berkurangnya jumlah pelembab
alami kulit. Sumber utama hidrasi bagi kulit adalah pelembab yang
dihasilkan dari difusi vaskular di bawah jaringan. Xerosis pada lansia lebih
sering terjadi di bagian bawah kaki (Smith & Hsieh, 2000). Faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya xerosis pada lansia yaitu faktor endogen dan
faktor eksogen. Faktor endogen meliputi pengaruh obat-obatan, adanya
penyakit yang berhubungan dengan hormon dan penyakit organ lainnya.
Sedangkan faktor eksogen meliputi iklim, lingkungan dan gaya hidup (Paul,
2012) Pruritus adalah masalah umum yang sering terjadi pada lansia. Pruritus
dapat diartikan sebagai sensai rasa yang tidak nyaman pada area kulit yang
menimbulkan keinginan untuk menggaruk (Norman, 2008). Pruritus
ditandai peradangan pada area kulit yang gatal yang dapat diakibatkan oleh
garukan. Kejadian pruritus meningkat seiring dengan penambahan usia dan
dapat menjadi maslah kulit yang tidak normal. Pruritus dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan pada kasus berat dapat mengganggu tidur,
menimbulkan kecemasan dan depresi. Kecemasan dan stress dapat

8
memperparah rasa gatal yang muncul. Sensasi gatal sangat erat kaitannya
dengan sensasi sentuhan dan nyeri. Pruritus dirangsang oleh pelepasan
neurostimulators seperti histamin dari sel mast dan peptida lainnya yang
menyampaikan impuls ke pusat otak sehingga menimbulkan rangsangan
untuk menggaruk.

Penuaan yang terjadi pada kulit meningkatkan kejadian pruritus karena


efek kumulatif dari lingkungan yang merubah struktur kulit seriring dengan
penambahan usia. Faktor yang menyebabkan mengingkatnya kejadian
pruritus yaitu berkurangnya hidrasi kulit, menurunnya kolagen kulit,
kerusakan sistem imun, rusaknya fungsi kulit sebagai sistem pertahanan dari
patogen. Pada lansia, pruritus sering dihubungkan dengan kulit kering yang
merupakan hasil penurunan permukaan lemak pada kulit, keringat, sebum
dan perfusi kulit (Cohen, Frank, Salbu, & Israel, 2012).

F. Asuhan keperawatan

a. Pengkajian

1. Identitas pasien

nama/inisial, umur, jenis kelamin, agama, status pernikahan,


pekerjaan, pendidikan, serta alasan lansia masuk ke panti.

2. Riwayat kesehatan saat ini

Riwayat kesehatan termasuk riwayat trauma, alergi kulit, dan setiap


keluhan yang dirasakan saat ini seperti gatal, luka, ulkus, ruam dan
lecet.

3. Aktivitas sehari-hari

Dalam mengkaji aktifitas sehari-hari, hal yang perlu untuk ditanyakan


kepada lansia mencakup : berapa banyak dan kapan waktu yang Anda
habiskan di bawah sinar matahari? Bagaimana Anda mengelola mandi
Anda? Seberapa sering Anda mandi? Apakah Anda menggunakan
sabun setiap kali Anda mandi? Apa jenis sabun yang Anda gunakan?
Apakah Anda menggunakan segala jenis lotion kulit, krim, atau salep?

9
4. Pemeriksaan fisk

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, hal yang harus diperhatikan


mencakup keadaan dan kebersihan kuku, kondisi kulit. Warna,
kelembapan, dan turgor kulit dapat dilakukan dengan cara inspeksi.
Ukuran, kedalaman, warna, bau, dan kekentalan drainase lesi pada
kulit harus dievaluasi. Biasanya warna kulit di seluruh bagian tubuh
sama. Hidrasi dicerminkan dalam turgor kulit dan kelembapan
membran mukosa. Tekstur kulit harus dikaji melalui palpasi. Kulit
mungkin terasa kasar dan kering terutama pada bagian telapak kaki
dan telapak tangan. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan MMSE
yang bertujuan untuk melihat apakah ada perubahan kognitif pada
lansia, melakukan penilaian Index Massa Tubuh (IMT) yang bertujuan
untuk melihat apakah lansia mengalami kekurangan atau kelebihan
berat badan, serta melakukan pengukuran kekuatan otot yang
bertujuan untuk melihat apakah terjadi penurunan kekuatan dan massa
otot pada lansia.

b. Diagnosis

Diagnosis yang dapat muncul dengan masalah kulit pada lansia yaitu
risiko kerusakan integritas kulit, kerusakan integritas kulit, kerusakan integritas
jaringan, risiko infeksi. Risiko kerusakan integritas kulit yaitu rentan
mengalami kerusakan epidermis atau dermis yang dapat mengganggu
kesehatan. Faktor risiko terjadinya risiko kerusakan integritas kulit dibagi
menjadi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu cedera kimiawi,
faktor mekanik, hipertermia, kelembaban, terapi radiasi dan usia esktrem.
Sementara faktor internal yaitu gangguan metabolism, gangguan sensasi,
gangguan sirkulasi, gangguan turgor kulit dan nutrisi tidak adekuat.

Diagnosa yang kedua yaitu kerusakan integritas kulit. Kerusakan


integritas kulit merupakan kerusakan pada epidermis dan atau dermis. Batasan
karakteristik yaitu benda asing menusuk permukaan kulit dan kerusakan
integritas kulit. Faktor yang berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yaitu cedera kimiawi, faktor

10
mekanik, hipertermia, kelembaban, terapi radiasi dan usia esktrem. Sementara
faktor internal yaitu gangguan metabolism, gangguan sensasi, gangguan
sirkulasi, gangguan turgor kulit dan nutrisi tidak adekuat.

Diagnosa yang ketiga yaitu risiko infeksi. Risiko infeksi yaitu rentan
mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan. Faktor risiko yang dapat menyebabkan risiko infeksi
yaitu kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen, malnutrisi,
obesitas, penyakit kronis, prosedur invasif, gangguan integritas kulit,
penurunan hemoglobin, supresi respons inflamasi misal interleukin 6, dan
vaksinasi tidak adekuat.

Diagnosa yang keempat yaitu kerusakan integritas jaringan. Kerusakan


integritas jaringan yaitu cedera pada membran mukosa, kornea, sistem
integument, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligamen.
Faktor yang berhubungan yaitu agens cedera kimiawi, faktor mekanik,
gangguan metabolisme, hambatan mobilitas fisik, prosedur bedah, terapi
radiasi dan usia ekstrem. Namun dalam intervensi yang dilakukan, penulis
mengangkat diagnosis dengan masalah kerusakan integritas kulit. Kerusakan
integritas kulit merupakan kerusakan pada epidermis dan atau dermis
(NANDA, 2015).

c. Rencana asuhan keperawatan

Rencana intervensi yang dapat dilakukan terkait kerusakan integritas


kulit yaitu mandi, perawatan kaki, manajemen medikasi, manajemen pruritus,
dan manajemen nutrisi. Untuk intervensi mandi, kegiatan yang dapat dilakukan
seperti menyediakan peralatan mandi, kaji suhu yang sesuai untuk mandi, kaji
kebersihan perineal, berikan pelembab pada kulit, monitor keadaan kulit pada
saat mandi dan monitor kemampuan pasien saat mandi. Intervensi tentang
perawatan kaki dapat dilakukan yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap
kondisi kulit seperti adanya luka atau lecet, kemudian mencuci dan
membersihkan kaki dengan sabun, mengeringkan kaki terutama pada sela-sela
jari kaki, mengoleskan pelembab seperti lotion dan menjaga agar kuku tetap
pendek dan bersih. Manajemen medikasi dapat dilakukan seperti dengan

11
mengkaji obat yang dibutuhkan lansia. Manajemen pruritus dapat dilakukan
dengan mengkaji penyebab pruritus, anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar, anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kuku,
anjurkan pasien menjaga agar kuku tetap pendek, dan anjurkan pasien untuk
menggunakan punggung tangan saat menggaruk bagian yang gatal. Sementara
untuk manajemen nutrisi dapat dilakukan dengan mengkaji apakah lansia
memiliki alergi terhadap makanan tertentu, ciptakan lingkungan yang bersih
dan nyaman, dan kaji apakah lansia mengalami kesulitan dalam mengunyah.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara Indonesia merupakan negara dengan persentase penduduk


lansia terbanyak yaitu sebesar 55,52% (World Population Prospect, 2010).
Usia harapan hidup (UHH) merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan nasional termasuk dibidang kesehatan. Keberhasilan
pembangunan dibidang kesehatan ini juga terlihat di Indonesia dimana terdapat
peningkatan UHH dari 70.7 tahun pada periode 2010-2015 menjadi 71,7 pada
periode 2015-2020 (Kemenkes, 2014).

Berdasarkan data Kemenkes pada tahun 2011, masalah yang umum


terjadi pada lansia adalah hipertensi (4,02%), Diabetes mellitus (2,1%), asam
urat, dyspepsia (2,52%), penyakit jantung iskemik (2,84%) dan penyakit kulit
(2,33%). Selain dari perubahan sistem integumen pada lansia, faktor lingkungan
pada daerah perkotaan juga dapat menyebabkan terjadinya masalah kulit pada
lansia. Kondisi perkotaan seperti sinar UV matahari, kelembaban yang rendah,
polusi serta cuaca yang panas menjadi faktor predisposisi timbulnya masalah
integritas kulit

13
DAFTAR PUSTAKA

Aboyans, V., Allison, M.A & Manolio, T.A. (2007). Intrinsic contribution of
gender and ethnicity to normal ankle brachial index values: the multi
ethnic study of MESA. J Vasc Surg. 45: 319-327
Age Concern. (2007). Feet for purpose? The campaign to improve foot care for
older people. Age concern England. London: Age concern england

Age UK. (2013). Best foot forward. Tinyurl.com/footwearChoice

Ahn, C., Mulligan, P., Salcido, R.S. (2008). Smoking the bane of wound
healing: biomedical interventions and social influences. Adv Skin
Wound Care, pp 21:227-238
Allender, J. A., Rector C., & Warner K.D. (2010). Community health nursing
: promoting and protecting the public’s health. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Kemenkes RI. (2014). Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia. Jakarta:


Buletin Jendela

Kementrian Kesehatan RI. (2011). Situasi dan analisis lanjut usia. Jakarta
Selatan: InfoDatin

Kotner J. (2013). Skin care practice in German nursing homes: a German-


wide cross-sectional study. J Dtsch Dermatol Ges, 11(4):329-36. doi:
10.1111/ddg.12008
Kowal, V.A., Poulakidas, S & Barnett. (2009). Fecal containment in bedridden
patients: economic impact of bowel catheter systems. Am J Crit Care
8: 2- 14

14

Anda mungkin juga menyukai