Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Risiko Jatuh”

Oleh:
Kelompok 4:

Annisa Fitri 183110203


Elsa Sulistia Putri 183110211
Lidia Warni 183110219
Rahayu Tri Utami 183110228
Taufal Hidayat 183110236

Tingkat:
3B
Dosen Pembimbing:
Ns. Lola Felnanda Amri, S.Kep, M.Kep

PRODI DIII KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah “Keperawatan Gerontik”. Kemudian shalawat beserta salam tidak
lupa kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al- Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik di
program studi Keperawatan Politeknik Kesehatan Padang. Selanjutnya penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Ns. Lola Felnanda Amri,
S.Kep, M.Kep selaku dosen program studi Keperawatan mata kuliah Keperawatan
Gerontik dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan
selama penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa banyak terdapat
kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Padang, 22 Agustus 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Lansia ........................................................................................... 3
B. Konsep Risiko Jatuh pada lansia ............................................................... 4
C. Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Resiko Jatuh ..................... 10

BAB III PENUTUP


A. Penutup ...................................................................................................... 16
B. Saran ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Tentunya Lansia harussiap
menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan
diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2009).Penyakit-penyakit yang
ditemukan pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit degeneratif
kronik(Darmojo, 2009).Penyakit degeneratif secara umum dikatakan bahwa
penyakit ini terjadi karena proses menurunnya fungsi tubuh yang umumnya terjadi
pada usia tua. Namun ada kalanya terjadi pada usia muda, seperti menurunnya
derajat kesehatan yang biasanya diikuti dengan penyakit(Darmojo, 2009). Banyak
penduduk lansia tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, karena
semakin bertambahnya usia fungsi pada tubuh akan semakin menurun baik itu
karena fungsi ilmiah maupun karena faktor dari penyakit (Kemenkes, 2013).
Menurunnya kemampuan lansia membuat banyaknya terjadi perubahan seperti
perubahan fungsi pada kondisi fisik lansia misalnya pada tingkat selnya,
kardiovaskulernya, pernapasannya, persyarafannya musculoskeletal,
pendengaran, pengihatan danendokrin, serta perubahan lainnya seperti psikologis
dan perubahan sosial (Maryam, 2008; Potter & Potter dalam Annette G, 2006).
Perubahan lainnya yang terjadi pada lansia seperti kurangnya keseimbangan
dalam berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan pada sendi,
penglihatan yang kurang, dan tersandung oleh benda-benda yang membuat lansia
mudah jatuh(Stanley, 2007). Jatuh merupakan salah satu penyebab utama
kematian dan cedera pada populasi lansia. 20-30% dari lansia yang memiliki
derajat kecacatan tinggi terkait jatuh akan mengalami kehilangan kebebasan dalam
aktivitas sehari-hari (Jamebozorgi et al, 2013).
Penyebab jatuh pada lansia ada beberapa faktor misalnya dari diri lansia seperti
adanya penyakit yang sedang diderita, seperti hipertensi, stroke, sakit
kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes. Perubahan-perubahan akibat
proses penuaan seperti penurunan pendengaran, penglihatan, status mental,
lambatnya pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan
keseimbangan dan gaya berjalan. Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang
kurang, benda-benda dilantai (tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur
atau tempat buang air yang terlalu rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat
bantu jalan yang tidak tepat. Jatuh (falls) merupakan suatu masalah yang sering
terjadi pada lansia (Maryam, 2008).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Konsep Lansia?
2. Bagaimana Konsep Risiko Jatuh pada lansia?
3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Resiko Jatuh?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Lansia
2. Untuk mengetahui Konsep Risiko Jatuh pada lansia
3. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Resiko Jatuh

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi
sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat,
sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih
produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya
merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :

1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,


2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

b.Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,


2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.

3
3. Masalah yang sering terjadi pada lansia
Stanley (2007), mengatakan bahwa beberapa masalah yang sering pada lansia
diantaranya adalah :

a. Mudah jatuh;
Jatuh sering dialami oleh lansia dan penyebabnya adalah gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, lantai yang licin
dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda, dan penglihatan kurang karena
pencahayaan yang kurang.
b. Sesak napas saat aktivitas;
Disebabkan karena gangguan sistem saluran napas, kelemahan jantung, dan
kelebihan berat badan
c. Nyeri pinggang/punggung, nyeri sendi;
Disebabkan oleh gangguan pada sendi misalnyaradang sendi (arthritis), tulang
keropos (osteopporosis).
d. Gangguan penglihatan;
Gangguan yang disebabkan presbiopi, kelainan lensa mata, kekeruhan pada
lensa (katarak), tekanan Dalam mata yang meninggi (glaukoma).
e. Gangguan tidur.
Disebabkan oleh lingkungan yang tidak tenang, nyeri, gatal-gatal, depress
hingga kecemasan.

B. Konsep Risiko Jatuh


1. Pengertian Resiko Jatuh
Jatuh adalah suatu peristiwa dimana seseorang mengalami jatuh dengan atau
tanpa disaksikan orang lain, tidak disengaja/direncanakan, dengan arah jatuh
kelantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya (Stanley, 2007). Menurut (Stanley,
2007) resiko jatuh adalah suatu kejadian yang dapat menyebabkan subjek yang
sadar berada dilantai tanpa disengaja.Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan
terhadap jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa resiko jatuh
adalah kejadian yang kurang menyenangkan yang mengakibatkan lansia
mendapatkan bahaya fisik ataupun cedera dan gangguan kesadaran.

4
2. Etiologi
a. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan
fraktur.
b. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
c. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan
penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi
warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
d. Gaya berjalan dan keseimbanganberubah akibat penurunan fungsi sistem
saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini
mengubahpusat gravitasi, mengganggu keseimbangan tubuh, yang pada
akhirnya mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan membuat lansia
sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin).
Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah dapat mengganggu fungsi
refleks perlindungan dan membuat individu yang bersangkutan berisiko
terhadap jatuh (Lord, 2007).

3. Faktor Risiko
a. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses
penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke dan
gangguan ortopedik serta neurologik.Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden
jatuh pada lansia adalah kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi
saat lansia sedang menuju, menggunakan atau kembali dari kamar mandi.
Perubahan status mental juga berhubungan dengan peningkatan insiden
jatuh.Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai
yang meninggi, ketinggian tempat tidur baik yang rendah maupun yang tinggi dan
tidak ada susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi dan lorong.

b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga mempengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi
pada minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahwa mengenali
lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberikan kepada lansia dan dapat
digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.Obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh,

5
biasanya akibat kemungkinan hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan
status ,mental.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan
alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan walker.
Klien yang menggunakan alat bantu lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan
pasien yang tidak menggunakan alat bantu.Penggunaan restrain mengakibatkan
kelemahan otot dan konfusi, yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.

4. Patofisiologi
Jatuh merupakan suatu peristiwa yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak treating atau
terduduk dilantai atau ditempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka. Ada beberapa faktor yang membuat lansia mengalami jatuh
misalnya, dari diri lansia sendiri seperti adanya penyakit yang diderita membuat
lansia lemah dan akan beresiko jatuh jika melakukan kegiatan, selanjutnya dari
faktor lingkungan seperti pandangan mata kabur, pencahayaan yang kurang, dan
lantai yang licin yang bisa membuat lansia jatuh. Perubahan pada Sistem Saraf
Pusat juga mempengaruhi aktivitas lansia sehingga kurangnya respon motorik
yang menyebabkan gaya berjalan lansia yang tidak seimbang. Gangguan
muskuloskeletal berperan besar terjadinya jatuh pada lansia, gangguan
musculoskeletal menyebabkan perubahan pada gaya berjalan, kelambatan
bergerak, langkah yang pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat, dan
endrung gampang goyah, lambat mengantisipasi bill terjadi gangguan seperti
terpeleset, dan tersandung (Darmojo, Boedhi, 2004).

6
WOC Resiko Jatuh

Faktor Risiko
Perubahan Sistem
saraf pusat

Diri Lansia Aktivitas Lingkungan


Respon motoric
berkurang
Disability Mobillitas Pandangan
Penyakit tinggi dan mata
Gaya berjalan
postur kabur,
tidak seimbang
tidak stabil lantai licin,
Kelemahan

Ketidakseimbangan
Terpeleset

Jatuh

Terdapat perlukaan Fraktur Cedera

MK: Nyeri Penurunan fungsi Tirah Keseleo,


fisik baring terpeleset

MK: Gg.
Dekubitus
Mobilitas fisik MK: Gg. Rasa
nyaman
MK: Gg
MK: Ansietas Integritas
Kulit

MK: Defisit MK: Intoleransi


Perawatan Diri Aktivitas
Sumber : Darmojo, Boedhi. 2004. Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia)

7
5. Komplikasi
Menurut Kane (1994), yang dikutip oleh Darmojo (2004), menyatakan komplikasi
yang terjadi pada lansia yang resiko jatuh, seperti :
a. Perlukaan (injury)
1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
2) Patah tulang (fraktur) : Pelvis, Femur (terutama kollum), humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, kista.
3) Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit
1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi).
2) Risiko penyakit–penyakit iatrogenik.
c. Disabilitas
1) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
2) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.

6. Pencegahan terhadap jatuh


a. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan
latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan
serta mengatasi faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana
keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah
posisi.
Penilaian goyangan badan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh,
begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot ekstremitas bawah cukup untuk
berjalan tanpa bantuan, apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik, tidak
mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar saat berjalan. Kesemuanya itu
harus diperbaiki bila terdapat penurunan.

b. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya dengan


memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman (stabil,
ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta lantai yang
tidak licin dan penerangan yang cukup.

c. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Apabila
keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai kondisi
memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo,
2009).

8
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
a. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor
risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus
terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik,
bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan
keluarga penderita.
b. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab
merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan
langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak
pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi
gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan
lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh
ulangan, misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu
gerak.
c. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi
rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal
terapi ini diperlukan terus menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan
status fungsional.
Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap
pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan
ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan,
semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
d. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan
untuk mengatasi/mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya.
Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan
pemberian alat bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh
fisioterapis. Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur kolum
femoris, arthritis, Parkinsonisme.
e. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler
yang mendasari, menghentikan obat-obat yang menyebabkan hipotensi postural
seperti beta bloker, diuretik, anti depresan,dll

9
f. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/tempat
kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh

8. Pendekatan Diagnostik
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini
a. Riwayat Penyakit (Jatuh)
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya(Kane,2005).Anamnesis ini meliputi :
1) Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang
menoleh tiba-tiba atau aktivitas lain.
2) Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba,
vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas
3) Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism, osteoporosis,
sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
4) Review obat-obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik bloker,
antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
5) Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat-tempat
kegiatan lainnya.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
2) Kepala dan leher : penurunan virus, penurunan pendengaran, nistagmus,
gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
3) Jantung : aritmia, kelainan katup
4) Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan
otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
5) Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki (
podiatrik), deformitas.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Resiko Jatuh


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien. Setelah
dilakukan wawancara dan observasi akan didapatkan berupa data subjektif dan
objektif.
a. Identitas Klien
Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, alamat lengkap, tanggal
pengkajian, informan

10
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Menannyakan keluhan yang dialami klien saat dilakukan pengkajian melalui
wawancara serta observasi
2) Menannyakan keluhan secara kronologis, mulai dari factor pencetusnya,
kapan timbulnya penyakit, lamanya serta upaya klien untuk mengatasi
3) Menannyakan alasan klien masuk ke RS
4) Menannyakan kapan klien masuk ke RS

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Menanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi, riwayat kecelakaan, riwayat
dirawat di RS serta riwayat pemakaian obat-obatan
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

e. Riwayat Psikososial dan Spiritual


Menanyakan kepada orang terdekat mengenai sehari-hari klien, masala papa saja
yang mempengaruhi klien, Mika klien memiliki penyakit bagaimana klien tersebut
menghadapinya, serta bagaimana ibadah klien sehari-harinya.

f. Pola Kebiasaan Sehari-hari


1) Nutrisi/Cairan:
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
2) Aktivitas/Istirahat:
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris.Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda :Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit,
kontraktor/kelaianan pada sendi.
3) Hygiene:
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi,
ketergantungan.
4) Integritas Ego:
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan danketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan), ancaman pada

11
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada
orang lain).

g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari kepala sampai kakiatau pemeriksaan fisik
secara komprehensif (head to toe/per sistem) wajib dilakukan meski tidak ada
keluhan yang berarti dirasakan lansia guna mengantisipasi penyakit degeneratif.

h. Pengkajian Status fungsional


Untuk mengukur kemampuan lansia maka dilakukan aktivitas secara mandiri
diukur dengan Indeks Katz (Ari, 2011).
Skor Kriteria Indeks Katz
A Kemandirian dalam hal
1. Makan
2. Minum
3. Berpindah
4. Ke kamar kecil
5. Berpakaian
6. Mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari kecuali salah satu dari
fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari kecuali dalam hal
1. Mandi
2. Dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari kecuali dalam hal
1. Berpakaian
2. Mandi
3. Dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari kecuali dalam hal
1. Kekamar kecil
2. Berpakaian
3. Mandi
4. Dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas sehari-hari kecuali dalam hal
1. Berpindah
2. Berpakaian
3. Mandi
4. Dan satu fungsi tambahan

12
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.

2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan Masalah keperawatan yang ditemukan, yaitu :
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbataan rentang gerak;
Data yang mungkin ditemukan pada diagnosa ini :
1) Klien mengalami gangguan pada sikap berjalannya
2) Semua kegiatan yang dilakukan berjalan dengan lambat
3) Klien kesulitan dalam membolak-balikkan posisi misalnya, ditempat tidur,
atau dikursi
4) Klien terbatas dalam melakukan kegiatannya

b. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan imobilitas;


1) Data yang mungkin ditemukan pada diagnosa ini :
2) Klien mengalami dispnea setelah beraktivitas
3) Terjadinya kelelahan setelah beraktivitas
4) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
5) Kemungkinan klien bisa mengalami tirah baring

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik;


Data yang mungkin ditemukan pada diagnosa ini :
1) Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada)
2) Terjadinya perubahan parameter fisiologis (mis, tekanan darah, frekuensi
jantung)
3) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
4) Ekspresi wajah nyeri (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada focus, meringis)

d. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan kurang pengendalian


lingkungan;
Data yang mungkin ditemukan pada diagnose ini :
1) Klien merasa ansietas (cemas)
2) Klien juga bisa mengalami gangguan pada pola tidur
3) Gelisah dan kurang puas dengan keadaan
4) Merasa tidak nyaman dan tidak senang

e. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (mis, status kesehatan).


Data yang mungkin ditemukan pada diagnosa ini :

13
1) Pada perilaku klien mungkin gelisah, kontak mata yang buruk, penurunan
produktivitas dan tampak waspada
2) Pada afektifitas klien mungkin merasa ketakutan
3) Pada keadaan fisiologisnya terjadi peningkatan keringat dan wajah tegang
4) Pada kognitifnya klien mungkin cendrung menyalahkan orang lain dan
gangguan pada konsentrasi serta sering melamun

3. Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Hambatan mobilitas Setelah melakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
fisik berhubungan keperawatan 3x24 jam
dengan keterbatasan didapatkan pasien dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
rentang gerak kriteria hasil: keluahan fisik lainnya
Mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung
ekstremitas dan tekanan darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum
meningkan sebelum mobilisasi
3. Rentang gerak 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
(ROM) meningkat dengan alat bantu
4. Nyeri menurun 6. Libatkan keluarga untuk
5. Kaku sendi menurun membantu pasien
6. Gerakan terbatas 7. Anjurkan melakukan
menurun mobilisasi dini

Intoleransi aktivitas Setelah melakukan tindakan Manajemen energi


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam
imobilitas didapatkan pasien dengan 1. Identifikasi gangguan funsi
kriteria hasil: tubuh yang mengakibatkan
Toleransi aktivitas kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik
1. Frekuensi nadi 3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat 4. Sediakan lingkungan yang
2. Kemudahan dalam nyaman dan rendah stimulus
melakukan sehari 5. Lakukan Latihan rentang
hari meningkat gerak pasif dan/atau aktif
3. Kekuatan tubuh 6. Anjurkan tirah baring
bagian bawah dan
atas meningkat

14
4. Keluhan Lelah 7. Anjurkan melakukan
menurun aktivitas secara bertahap
5. Dispnea saat
aktivitas menurun

Nyeri akut berhubungan Setelah melakukan tindakan Manajemen nyeri


dengan agen cedera fisik keperawatan 3x24 jam
didapatkan pasien dengan 1. Identifikasi lokasi
kriteria hasil: ,karakteristik,durasi,frekuensi
Tingkat nyeri dan kualitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat nyeri dan
2. Meringis menurun memperingan nyeri
3. Gelisah menurun 4. Berikan tenik
4. Kesulitan tidur nonfarmakologis seperti
menurun ajarkan Teknik nafas dalam
5. Diaforesi menurun 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Frekuensi nadi 6. Anjurkan memonitor nyeri
membaik secara mandiri.
7. Proses berpikir
membaik
8. Nafsu makan
membaik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan.Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana
tindakan masih sesuai dan masih dibutuhkan oleh lansia saat ini (Prabowo, 2014)

5. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan kepada lansia. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu: evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan.
Evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan lansia dengan
tujuan khusus atau umum yang dilakukan.

15
BAB III
PENUTUP

A. Penutup
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan
kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut
usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan
budaya bangsa.
Jatuh adalah suatu peristiwa dimana seseorang mengalami jatuh dengan atau
tanpa disaksikan orang lain, tidak disengaja/direncanakan, dengan arah jatuh
kelantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya (Stanley, 2007). Menurut (Stanley,
2007) resiko jatuh adalah suatu kejadian yang dapat menyebabkan subjek yang
sadar berada dilantai tanpa disengaja.Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan
terhadap jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2011).

Komplikasi
Menurut Kane (1994), yang dikutip oleh Darmojo (2004), menyatakan
komplikasi yang terjadi pada lansia yang resiko jatuh, seperti :
1. Perlukaan (injury)
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang (fraktur) : Pelvis, Femur (terutama kollum), humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi).
b. Risiko penyakit–penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.

16
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.

Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan Masalah keperawatan yang ditemukan, yaitu :
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbataan rentang gerak;
b. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan imobilitas;
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik;
d. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan kurang pengendalian
lingkungan;
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (mis, status kesehatan).

B. Saran
Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap pembuatan makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa sehingga dapat memahami
konsep Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Risiko Jatuh

17
DAFTAR PUSTAKA

Nur Kholifah, Siti. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Keperawatan Gerontik.
Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.

Rizal, Artisha. 2019. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Risiko Jatuh di Panti Sosial
Tresna Werha Sabai Nan Aluih Sicincin tahun 2019. KTI Kepererawatan. Poltekkes
Kemenkes RI Padang.

PPNI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,


Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,


Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

18

Anda mungkin juga menyukai