Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 18 MODUL 4
Penuaan dan Perubahan Rongga Mulut Pasien Usia Lanjut

Disusun oleh : Kelompok 3

ANANDA RIZKY ADELIA 1910026003


SATYA MEILISA RAUDHANTI 1910026004
DESTY TRI DAMAYANTI 1910026009

FANNY DINDA NUR AULIA 1910026012


AZKA NURIL AZIZAH 1910026017
TIARA HANIFAH SANTOSA 1910026020
PUTRI AZ ZAHRA ARIANTO 1910026023
KRISNA WAHYU WICAKSONO 1910026027
NURAINI ILHAM 1910026031
FAIRUZ SALSABILA FAISAL 1810025023

Tutor : Dr. drg. Lilies Anggarwati Astuti, Sp.Perio


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul
“Penuaan dan perubahan rongga mulut pasien usia lanjut” ini tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari Diskusi Kelompok
Kecil (DKK) kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :

1. Dr. drg. Lilies Anggarwati Astuti, Sp.Perio selaku tutor kelompok 3 yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
2. drg. Dewi Sulistiani,MDSc. Selaku dosen penanggung jawab kuliah modul ini.
3. Teman-teman kelompok 3 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil
(DKK).
4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu. Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini
sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil
Diskusi Kelompok Kecil (DKK) ini.

Samarinda, 2 Juni 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
2.1 Skenario ............................................................................................ 3
2.2 Identifikasi Istilah sulit...................................................................... 3
2.3 Identifikasi Masalah .......................................................................... 4
2.4 Analisa Masalah ................................................................................ 4
2.5 Kerangka Teori.................................................................................. 8
2.6 Learning Objective ............................................................................ 8
2.7 Belajar Mandiri ................................................................................. 9
2.8 Sintesis .............................................................................................. 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 36
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 36
3.2 Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 37

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut usia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang
secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya. Pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial hingga tidak
melakukan tugasnya sehari-hari lagi dan bagi kebanyakan orang masa tua
kurang menyenangkan (Senjaya, 2016). Usia lanjut sebagai tahap akhir
siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan
dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan
kenyataan yang tidak dapat dihindari. (Notoatmodjo, 2011).

Menjadi lansia ditandai adanya penurunan biologis maupun fisiologis


yang terlihat sebagai penurunan yang terjadi adalah
kemampuankemampuan kognitif seperti suka lupa, penurunan orientasi
terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal ide baru.
Penurunan lain yang dialami adalah penurunan fisik yang ditandai dengan
kulit yang mulai mengendur, timbul keriput, rambut memutih/beruban,
gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah,
gerakan menjadi lambat dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan
lemak di perut dan pinggul (Maryam, 2008). Selain itu terjadi perubahan
fisiologi lanjut yang menyangkut disfungsi organ vital seperti kerusakan
organ kardiopulmonar, persarafan, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan
juga fungsi motorik. Selain itu, perubahan fisiologis saat penuaan terjadi
juga di daerah rongga mulut. Penuaan pastinya tidak terjadi begitu saja
melainkan terjadi dalam suatu proses. Banyak teori-teori yang
mengemukakan terjadinya proses penuaan.

1
Oleh karena itu dalam laporan ini akan dijelaskan mengenai apa saja
klasifikasi dari lanjut usia, teori mengenai proses penuaan, bagaimana
proses penuaan, serta perubahan apa saja yang akan terjadi pada seseorang
ketika memasuki usia lanjut baik itu perubahan secara umum dan maupun
secara khusus pada rongga mulutnya.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi pada usia lanjut.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai proses penuaan pada usia
lanjut.
a. Pengertian
b. Teori penuaan
c. Tahapan penuaan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada usia lanjut
a. Secara umum
b. Pada rongga mulut

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah agar mahasiswa dapat
memahami dan menjelaskan mengenai klasifikasi usia lanjut, pengertian
proses penuaan, teori dan tahapan proses penuaan, serta perubahan yang
terjadi pada usia lanjut baik secara umum maupun pada rongga mulut.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario

Pak Wirawan, pasien laki-laki usia 79 tahun datang ke klinik dengan keluhan
ngilu pada seluruh giginya dan sering cepat lelah pada akhir-akhir ini. Ia mengaku
tidak pernah menderita penyakit lainnya, tidak merokok dan selalu hidup sehat.
Hasil pemeriksaan intra oral, ditemukan resesi gingiva pada gigi-giginya. Diduga
hal tersebut berkaitan dengan usia lanjut dan proses menuanya.

2.2 Identifikasi istilah sulit


1. Usia lanjut: Lansia, kelompok usia 60 tahun keatas, tahap lanjutan dari proses
keidupan, turunnya kemampuan tubuh/kemunduran organ tubuh, bukan penyakit.
2. Resesi gingiva: Terbukanya permukaan akar gigi, akibat migrasi marginal
gingiva dan CEJ kearah apical, ditandai dengan terekspouse akar gigi,
multifactorial, etiologi disebabkan oleh bakteri, gingiva mengalami penurunan
ketinggian, pasien dapat mengeluhkan estetik, menyebabkan gigi lebih sensitive
dan goyang, disebabkan oleh OH buruk
3. Proses menua: Proses sepanjang hidup, dimulai dari sejak awal kehidupan,
semakin bertambah umur maka fungsi fungsi organ mengalami penurunan,
proses alami yang dialami semua manusia, terjadi penurunan kebutuhan tubuh
baik secara fisik maupun mental, penurunan fisik akibat degeneratif, terjadinya
perlahan-lahan, menurut ahli biologi merupakan proses berkelanjutan dari
pembuahan hingga meninggal dan tidak bisa dihindari, terjadi perubahan
anatomis, biologis, fisiologis, biokimia, kognitif.
4. Ngilu: Menurut KBBI rasa nyeri pada tulang, menurut orang awam
mendeskripsikan sebagai nyeri dan dapat dimasukkan kedalam nyeri(pain)

3
2.3 Identifikasi masalah
1. Perubahan rongga mulut apa saja yang terjadi pada proses penuaan?
2. Bagaimana hubungan resesi gingiva dan ngilu terhadap lansia?
3. Selain perubahan rongga mulut, perubahan apa saja yang terjadi akibat proses
penuaan?
4. Mengapa pak Wirawan mengeluhkan ngilu pada seluruh giginya?
5. Apakah ada hubungan penuaan dengan kondisi rongga mulut pasien diskenario?
Jika ada apakah semua manusia mengalami hal yang dialami pada pasien yaitu
resesi gingiva?
6. Dampak apa saja yang diakibatkan dari perubahan rongga mulut pada proses
penuaan?
7. Apa saja tahapan dari proses penuaan?
8. Faktor apa saja yang mempengaruhi penuaan?
9. Apa saja klasifikasi lansia?
10. Apa saja tanda perubahan pada lansia secara umum?
11. Apa saja tindakan pencegahan yang dilakukan agar lansia dapat menghindari
gangguan kesehatan rongga mulut

2.4 Analisa masalah


1. Perubahan rongga mulut apa saja yang terjadi pada proses penuaan?
- Terjadi penipisan mukosa rongga mulut, dipengaruhi oleh saliva yang
menurun,
- Penurunan lapisan pada gigi, sehingga gigi mudah mengalami abrasi terkikis
email gigi, atrisi,erosi, dan dentin terekspos
- Pengurangan ketebalan epitel pada lidah, akan terjadi fungsi pengecapan,
ukuran lidah tidak berkurang kecuali pada lansia yang kehilangan gigi dan
tidak memakai protesa
- Gigi mudah tanggal, secara fisiologis jaringan periodonsum berkurang, gigi
yang tidak lengkap dapat membuat lansia tidak yaman saat makan
- Xerostomia akibat turunnya produksi saliva, turunnya kemampuan jaringan
mengalirkan saliva
- Enamel mengalami keausan sehingga permukaan oklusal tampak datar,
terbentuknya dentin sekunder, dentin tersier sehingga gigi menjadi lebih

4
kuning, ketebalan sementum pada akar gigi, resesi gingiva yang menyebabkan
perubahan warna dan karies pada akar, resorpsi akar, volume pulpa menurun
akibat aposisi, terjadi penurunan komponen vaskuler
- Resorpsi pada prossesus alveolaris akibat pencabutsn gigi dan metabolism
hormone pada lansia, memicu proses osteoklas, tetapi ssel osteoblast, sehingga
menipisnya kepadatan tulan alveolar pada proses penuaaan.
- Pada TMJ mengalami perubahan akibat degenarasi sehingga otot otot
pengunyahan meleah
- Jaringan mudah iritasi, elastisitas, keratinasi berkurang
2. Bagaimana hubungan resesi gingiva dan ngilu terhadap lansia?
Karena jaringan mengalami kemunduran fungsi sehingga terjadinya resesi
gingiva sehingga akar gigi lebih terekspos, karena lansia mengalami penipisan
gigi sehingga lebih terpapar, karena akar lebih terpapar akibat resesi gingiva
sehingga menyebabkan ngilu. Resesi gingiva disebabkan oleh banyak faktor, dari
sekanrio dapat berhubungan dengan struktur anatomis seperti pada proses
osteoklas yang menurun, resesi gigngiva memicu hipersensitivitas sehingga
menjadi ngilu.
3. Selain perubahan rongga mulut, perubahan apa saja yang terjadi akibat proses
penuaan?
- Kulit mulai mengendur, terdapat keriput pada wajah, kaki, tangan. Disebabkan
oleh hilangnya jaringan lemak dan proses keratinasi.
- Rambut mulai beruban, gigi perlahan lahan mulai tanggal
- Turunnya ketajaman penglihatan, pada pupil menjadi mengecil
- Perubahan fisiologis: dari sel-sel tubuh, pembuluh darah, system persarafan,
pencernaan, kardiovaskuler, dll. Sel-sel pada tubuh membutuhkan nutrisi,
ukuran sel menjadi lebih besar dan jumlah sel menjadi dikit, sehingga jumlah
cairan intraseluler menurun, otak menjadi atrofi.
- Pada pembuluh darah pada lansia arteri akan mengalami penurunan elastisitas
sehingga menyebabkan kekakuan dan resistensi vaskuler dan peningkatan
tekanan darah.
- Pada kardiovaskuler katup pada jantung menebal dan kaku dan elastisitas
darah enurun,setlah 20 tahun terjadi penurunan dalam pompa jantung, terjadi
peningkatan sistolik darah,

5
- Sistem persarafan akan menurun secara cepat, 10-12% sehingga lansia
menjadi keterlambatan respon, sehingga lansia menjadi keterlambatan
komunikasi pendengaran
- Sistem pencernaan, adanya atrofi pada mukosa dll, sehingga penurunan nafsu
makan berkurang
- Sistem reproduksi pengecilan ovarium dan uterus, dan menopause pada
perempuan
- Pada tulang, terjadinya penurunan kepadatan tulang sehingga menjadi rapuh,
pada cairan sendi
- Penurunan memori, iq, motivasi.
4. Mengapa pak Wirawan mengeluhkan ngilu pada seluruh giginya?
Karena jaringan mengalami kemunduran fungsi sehingga terjadinya resesi
gingiva sehingga akar gigi lebih terekspos, karena lansia mengalami penipisan
gigi sehingga lebih terpapar, karena akar lebih terpapar akibat resesi gingiva
sehingga menyebabkan ngilu.
5. Apakah ada hubungan penuaan dengan kondisi rongga mulut pasien diskenario?
Jika ada apakah semua manusia mengalami hal yang dialami pada pasien yaitu
resesi gingiva?
Ada hubungannya, pada skenario pasien mengalami ngilu, resesi gingiva,
akibat penurunan fisiologis pada pasien diskenario. Semua pasien akan
mengalami resesi gingiva apabila sudah lanjut usia dan dari skenario pasien tidak
merokok, dll yaitu hidup sehat. Apabila secara umum yaitu tidak hanya lansia
maka penyebabnya belum tentu. Semua balik ke individu, tidak semua lansia
mengalami resesi gingvia tapi tingkat insidensinya tinggi, karena faktor penyebab
resesi gingiva banyak.
6. Dampak apa saja yang diakibatkan dari perubahan rongga mulut pada proses
penuaan?
Sudah terjawab di analisis masalah no.1

7. Apa saja tahapan dari proses penuaan?


- Subklinik (25-30) th hormone berkurang atau menurun seperti hormone
pertumbuhan, testosterone, dll. Belum terjadi penurunan fungsi fisiologis
tubuh
- Tahap transisi (35-40) tahun merasa tidak muda dan tampak tua

6
- Tahap klinik (lebih dari 40 tahun) terjadi penurunan system tubuh
Menurut WHO
- Usia pertengahan 45-59 tahun
- Lanjut usia 60-74 tahun
- Usia tua 75-90 tahun
- Usia sangat tua yaitu diatas 90 tahun
8. Faktor apa saja yang mempengaruhi penuaan?
- Faktor genetic : perbaikan dna, respon terhadap stress
- Faktor lingkungan : Adanya radiasi yang terpapar
- Radikal bebas dapat merusak dari jaringan tubuh lansia

9. Apa saja klasifikasi lansia?


Menurut Depkes RI
1. Pralansia (45-59)
2. Lansia (60 tahun
3. Lansia resiko tinggi (60 thn atau lebih yang memilik masalah Kesehatan)
4. Lansia potensial seseorang yang masih mampu melakukan pekerjaan
5. Lansia tidak potensal, seseorang yang tidak berdaya mencari nafkah.
Menurut WHO
1. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
3. Usia tua (old) 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (verry old) yaitu diatas 90 tahun
10. Apa saja tanda perubahan pada lansia secara umum?
Sudah terjawab di analisis masalah nomor 3
11. Apa saja tindakan pencegahan yang dilakukan agar lansia dapat menghindari
gangguan kesehatan rongga mulut?
1. Memakan tinggi kolagen
2. Mengatur system imun
3. Menghindari pola hidup buruk seperti merokok
4. Melakukan aktivitas fisik
5. Memilih makanan yang mudah dikunyah
6. Melakukan screnning gigi dan mulut
7. Melakukan penumpatan pada gigi berlubang

7
8. Menjaga OH seperti sikat gigi secara teratur
9. Menjaga pola makan
10. Mengunjungi dokter gigi setiap 6 bulan sekali

2.5 Kerangka teori

Usia Lanjut

Proses Perubahan
Klasifikasi
Penuaan yang terjadi

Teori Secara
penuaan umum

Tahapan Pada rongga


penuaan mulut

2.6 Learning objective


1. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi pada usia lanjut.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai proses penuaan pada usia lanjut
a. Pengertian
b. Teori penuaan
c. Tahapan penuaan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada usia lanjut.
a. Secara umum
b. Pada rongga mulut

2.7 Belajar Mandiri


Pada step ini, masing-masing anggota kelompok belajar secara mandiri untuk
menjawab learning objectives yang telah disepakati bersama.

8
2.8 Sintesis
1. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi pada usia lanjut.
 Klasifikasi Lansia
Kriteria lansia di tiap negara tidak selalu sama. Batasan seseorang
menjadi pekerja aktif dengan memakai batas usia maksimum pensiun dari
pekerjaannya biasanya digunakan sebagai acuan mengklasifikasi lansia. Di
Indonesia, batasan usia lanjut berdasarkan Undang- Undang no.13 pasal 1
ayat (2), (3), (4) tahun 1998 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Menurut WHO pada tahun 1999 golongan lanjut usia
berdasarkan usia kronologis/biologis dibagi menjadi 4 kelompok yaitu8,4 :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59


b. Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

Berdasarkan kelompok umur, lansia dapat dibagi menjadi 3 yaitu lansia


muda yang berusia 60-69 tahun, lansia menengah/ madya berusia 70-79
tahun dan lansia tua yang berusia 80 tahun keatas. Menurut Undang-Undang
No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia lansia dibagi menjadi lima
klasifikasi yaitu2,1:

a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.


b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun keatas,
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, seseorang yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
mampu melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial, seseorang yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai proses penuaan pada usia lanjut


a. Pengertian
Manusia secara alamiah akan mengalami proses penuaan atau menjadi

9
tua. Menua (menjadi tua) adalah proses kehilangan perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri. Manusia yang sudah menjadi
tua akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Seseorang
dikatakan sudah menjadi tua dalam Undang-Undang No 13 Tahun 1998
dikenal dengan nama lansia yang sudah berusia lebih dari 60 tahun. Lanjut
usia (lansia) adalah salah satu bagian dari proses tumbuh kembang manusia.
Lansia didefinisikan berdasarkan karakteristik sosial masyarakat, dimana
orang yang sudah lanjut usia memiliki ciri-ciri rambut beruban, kerutan
kulit, dan hilangnya gigi.9
Proses penuaan (aging process) merupakan suatu proses yang alami
ditandai dengan adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain5. Menurut
Constantinides (Maryam, 2008) proses penuaan berupa suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan
yang diderita. Proses penuaan yang terjadi pada lansia secara perlahan
mengakibatkan kemunduran struktur dan fungsi organ, baik aspek fisik,
psikis, mental dan sosial, sehingga lansia rentan terhadap berbagai penyakit.
Masalah utama yang dihadapi lansia menurut Partini Suadirman dalam Sri
Salmah (Setyaningrum, 2012) pada umumnya meliputi aspek: biologi,
kesehatan, psikis dan sosial4

b. Teori penuaan
Beberapa teori penuaan antara lain :
1. Stochastic Theories
Teori stokastik : “menjadi tua adalah hasil dari hidup”. Kelompok
pertama, yaitu teori stokastik menunjukkan bahwa kita menjadi tua karena
kerusakan kumulatif pada tubuh kita baik dari sumber eksternal maupun
internal. Karena kerusakan seperti itu sama sekali tidak diperbaiki, kita dapat
“usang” seiring waktu. Salah satu teori tersebut menekankan peran atom
radikal bebas yang tidak stabil karena kehilangan elektron. Menurut teori ini,
partikel yang sangat tidak stabil ini terus menerus diproduksi oleh
metabolisme tubuh; setelah terbentuk, mereka bereaksi keras dengan molekul

10
lain dalam sel, sehingga menghasilkan kerusakan. Ketika kerusakan ini
mempengaruhi DNA, radikal bebas dapat mengganggu aspek dasar
pemeliharaan dan perbaikan sel. Teori menyatakan bahwa kerusakan ini
terakumulasi dari waktu ke waktu, sehingga menghasilkan penurunan yang
terkait dengan penuaan.16
Teori stokastik lain menekankan efek kerusakan pada kerusakan DNA
yang dihasilkan baik karena pembelahan sel atau entah bagaimana “menjadi
salah”, atau oleh penyebab eksternal seperti virus dan toksin di lingkungan.
Ketika jumlah kerusakan sel dan DNA meningkat, kita menua dan sistem
internal kita secara bertahap menurun. Bukti tidak langsung untuk teori
penuaan wear-and-tear diberikan oleh individu yang berulang kali
memaparkan tubuh mereka pada kondisi atau zat berbahaya misalnya alkohol
dosis besar, berbagai obat-obatan, atau lingkungan yang keras. Orang-orang
seperti itu sering menunjukkan tanda-tanda penuaan dini, mungkin karena
berlebihnya kapasitas tubuh untuk perbaikan internal.16

2. Programmed Theories
Kelompok teori kedua mengaitkan penuaan fisik terutama dengan
pemrograman genetik. Menurut programmed theories ini, setiap organisme
hidup mengandung jam biologis bawaan yang mengatur proses penuaan.
Temuan yang sangat baru menunjukkan bahwa itu mungkin melibatkan
setidaknya sebagian strip DNA yang menutupi ujung-ujung kromosom-
teleomer kita. Setiap kali sel membelah teleomer menjadi lebih pendek,
ketika pemendekan ini mencapai titik kritis, sel tidak dapat lagi membelah,
dan ini dapat berkontribusi pada proses penuaan.16
Programmed theories lain menekankan fakta bahwa sistem
imun/kekebalan kita tampaknya “berkurang” dari waktu ke waktu dan bahwa
sistem endokrin kita dan area saraf yang mengendalikannya menurun seiring
bertambahnya usia. Sistem ini mengatur banyak proses dasar (misalnya
metabolisme tubuh), jadi saat mereka menurun, vitalitas kita juga turun.
Dukungan untuk programmed theories disediakan oleh beberapa
observasi/pengamatan. Pertama, setiap spesies memiliki karakteristik rentang
hidup maksimum, ini menunjukkan bahwa panjang hidup entah bagaimana
dibangun ke dalam kode genetik spesies yang berbeda. Kedua, umur panjang

11
tampaknya menjadi sifat yang diturunkan. Salah satu indikator kasar tentang
berapa lama anda akan hidup adalah rentang hidup orang tua dan kakek
nenek anda. Ini juga menunjukkan peran penting faktor genetik dalam proses
penuaan. Ketiga, perubahan terkait usia dalam tubuh kita menunjukkan
keteraturan yang sulit dijelaskan tanpa mengacu pada faktor genetik.
Akhirnya beberapa temuan menunjukkan bahwa sel-sel tertentu memang
membelah hanya beberapa kali sebelum mati. Selain itu, tampaknya tidak ada
kondisi lingkungan yang mampu mengubah jumlah yang ditetapkan ini.16

3. The Neuroendocrine Theory


Pertama kali diusulkan oleh Professor Vladimir Dilma dan Ward Dean
MD, teori ini menjelaskan wear and tear dengan berfokus pada sistem
neuroendokrin. Sistem ini adalah jaringan biokimia yang rumit yang
mengatur pelepasan hormon, yang diubah oleh kelenjar yang disebut
hipotalamus yang terletak di otak. Hipotalamus mengontrol berbagai reaksi
berantai untuk menginstruksikan organ dan kelenjar lain untuk melepaskan
hormon. Hipotalamus juga merespon kadar hormon tubuh sebagai panduan
untuk aktivitas hormonal secara keseluruhan. Tetapi seiring bertambahnya
usia, hipotalamus kehilangan kemampuan pengaturan presisinya dan reseptor
yang menyerap hormon individual menjadi kurang sensitif terhadapnya.
Dengan demikian, seiring bertambahnya usia, sekresi banyak hormon
menurun dan efektivitasnya (dibandingkan unit ke unit) juga berkurang
karena penurunan reseptor.16

4. The Membrane Theory of Aging


Teori penuaan membran pertama kali dijelaskan oleh Profesor ImreZs-
Nagy dari Universitas Debrechen, Hongaria. Menurut teori ini, perubahan
yang berkaitan dengan usia dari kemampuan sel untuk mentransfer bahan
kimia, panas, dan proses listrik yang merusaknya. Seiring bertambahnya usia,
membran sel menjadi lebih sedikit lipid (kurang berair dan lebih padat). Ini
menghambat efisiensi untuk melakukan fungsi normal dan khususnya
terdapat akumulasi toksik. Toksin seluler ini disebut sebagai lipofuscin dan
seiring bertambahnya usia, deposit lipofuscin menjadi lebih banyak terdapat
di otak, jantung dan paru-paru, serta kulit. Beberapa pigmen penuaan kulit

12
disebut sebagai age spot terdiri dari lipofuscin. Penurunan efisiensi sel juga
berarti bahwa transfer sodium dan potassium yang penting dan teratur
terganggu sehingga mengurangi komunikasi. Dipercaya juga bahwa
perpindahan listrik dan panas juga terganggu.16

5. The Hayflick Limit Theory


The Hayflick Limit Theory of Aging (disebut demikian menurut
penemunya Dr. Leonard Hayflick) menunjukkan bahwa sel manusia terbatas
dalam berapa kali ia dapat membelah. Sebagian dari teori ini mungkin
dipengaruhi oleh akumulasi cell waste/limbah sel. Bekerja dengan Dr.
Moorehead pada tahun 1961, Dr. Hayflick berteori bahwa kemampuan sel
manusia untuk membelah terbatas sekitar 50 kali, setelah itu mereka berhenti
membelah (dan karenanya mati). Ia menunjukkan bahwa nutrisi memiliki
efek pada sel, dengan sel yang terlalu banyak makan membelah lebih cepat
daripada sel yang kurang makan. Saat sel membelah untuk membantu
memperbaiki dan meregenerasi diri mereka sendiri, dapat dianggap bahwa
DNA dan teori penuaan genetik mungkin berperan di sini. Mungkin setiap
kali sel membelah, ia kehilangan beberapa informasi blueprint. Akhirnya
(setelah 50 kali pembagian) tidak ada cukup informasi DNA yang tersedia
untuk menyelesaikan segala jenis pembelahan. Pembelahan sel dapat
diperlambat oleh diet, gaya hidup, dll. 16

6. The Mitochondrial Decline Theory


Mitokondria adalah organel penghasil tenaga yang ditemukan di setiap
sel di setiap organ. Tugas utama mereka adalah menciptakan Adenosine
Triphosphate (ATP) dan mereka melakukanya dalam berbagai siklus energi
yang melibatkan nutrisi seperti Acetyl L-Carnitine, CoQ10 (Idebenone),
NADH, dan beberapa vitamin B, dll. ATP merupakan bahan kimia yang
memberi kehidupan karena setiap gerakan, pikiran, dan tindakan yang kita
lakukan dihasilkan darinya. Namun sangat sedikit ATP yang dapat disimpan
dalam tubuh. Mitokondria harus sangat efisien dan sehat untuk menghasilkan
pasokan ATP esensial yang terus menerus agar proses perbaikan dan
regeneratif yang diperlukan dapat terjadi. Seiring bertambahnya usia,
mitokondria menjadi kurang efisien, jumlahnya lebih sedikit dan lebih besar.

13
Dengan demikian, produksi ATP menurun. Karena organ tidak dapat
meminjam energi satu sama lain, efisiensi mitokondria setiap organ sangat
penting untuk proses perbaikan dan fungsi organ tertentu. Jika mitokondria
organ tersebut gagal, maka juga berpengaruh kepada organ tersebut (yang
tentu dapat menyebabkan kematian).16

7. The Cross-Linking Theory


Teori penuaan Cross-Linking juga disebut sebagai Teori Penuaan
Glikosilasi. Dalam teori ini adalah pengikatan glukosa (gula sederhana) ke
protein, (suatu proses yang terjadi karena adanya oksigen) yang
menyebabkan berbagai masalah. Setelah pengikatan ini terjadi, protein
menjadi terganggu dan tidak dapat bekerja secara efisien. Menjalani hidup
yang lebih lama akan mengarah pada peningkatan kemungkinan pertemuan
oksigen dengan glukosa dan protein dan gangguan cross-linking yang
diketahui termasuk katarak senilis dan penampilan kulit yang keras kasar,
dan kuning. Diabetes sering dipandang sebagai bentuk penuaan yang
dipercepat dan ketidakseimbangan insulin dan toleransi glukosa terkait usia
menyebabkan banyak masalah. Faktanya, penderita diabetes memiliki 2-3
kali jumlah protein cross-linking ketika dibandingan dengan orang yang
sehat. Cross-linking protein mungkin juga bertanggung jawab untuk
pembesaran jantung dan pengerasan kolagen, yang kemudian dapat
menyebabkan peningkatan kerentanan henti jantung. Cross linking protein
juga telah terlibat dalam gangguan ginjal.16

8. Wear and Tear Theory


Teori ini menjelaskan bahwa organ akan mengalami kerusakan apabila
digunakan secara berlebihan. Semakin sering dipakai berlebihan maka akan
semakin banyak yang rusak sehingga tubuh tidak mampu untuk
memperbaiki.15

9. The Free Radical Theory


Radikal bebas dipercaya sebagai salah satu unsur yang dapat
mempercepat proses penuaan, sehingga berdasarkan teori ini, maka
terbentuknya radikal bebas yang berlebihan harus dihindari. Radikal bebas

14
dapat terbentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) dapat mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.10

10. Teori genetik dan mutasi (Somatic Mutatie Theory)


Menurut teori genetik dan mutasi ini, menua telah terprogram secara
genetik bagi spesies tertentu. Menua dapat terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul / DNA serta
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Salah satu contohnya adalah
mutasi dari sel-sel kelamin (terjadinya penurunan kemampuan fungsional
sel).10

 Teori Kejiwaan Sosial


1. Aktivitas atau kegiatan (Activitiy Theory)
Teori aktivitas atau kegiatan ini menjelaskan bahwa jumlah kegiatan
yang dapat dilakukan oleh lansia mengalami penurunan. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
dalam berbagai kegiatan sosial. Hal ini agar dapat mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia.10
2. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar tingkah laku atau kepribadian pada lansia tidak berubah. Pada teori
ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lansia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.10
3. Teori pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa seiring bertambahnya usia seseorang, maka
secara berangsur-angsur akan mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan interaksi sosial orang-orang
lanjut usia menurun baik secara kualitas dan kuantitas sehingga sering terjadi
triple loss yaitu kehilangan peran, berkurangnya kontak komitmen, dan
hambatan kontak sosial.10

15
c. Tahapan penuaan
Proses penuaan biologis terjadi secara perlahan-lahan dan dibagi menjadi
beberapa tahapan, antara lain17:
1. Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun):
Usia ini dianggap usia muda dan produktif, tetapi secara biologis mulai
terjadi penurunan kadar hormon di dalam tubuh, seperti growth hormone,
testosteron dan estrogen. Namun belum terjadi tanda-tanda penurunan fungsi-
fungsi fisiologis tubuh17.
2. Tahap Transisi (Usia 35 – 45 tahun):
Tahap ini mulai terjadi gejala penuaan seperti tampilan fisik yang tidak
muda lagi, seperti penumpukan lemak di daerah sentral, rambut putih mulai
tumbuh, penyembuhan lebih lama, kulit mulai berkeriput, penurunan kemampuan
fisik dan dorongan seksual hingga berkurangnya gairah hidup. Radikal bebas
mulai merusak ekspresi genetik yang dapat bermanisfestasi pada berbagai
penyakit. Terjadi penurunan lebih jauh kadar hormon-hormon tubuh yang
mencapai 25% dari kadar optimal17.
3. Tahap Klinik (Usia 45 tahun ke atas):
Gejala dan tanda penuaan menjadi lebih nyata yang meliputi penurunan
semua fungsi sistem tubuh, antara lain sistem imun, metabolisme, endokrin,
seksual dan reproduksi, kardiovaskuler, gastrointestinal, otot dan saraf. Penyakit
degeneratif mulai terdiagnosis, aktivitas dan kualitas hidup berkurang akibat
ketidakmampuan baik fisik maupun psikis yang sangat terganggu17.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada usia lanjut.

a. Secara umum
Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Semakin
bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan
Lilik M, 2011, 2011)11.

16
A. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun11.
2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot11.
3) Sistem Muskuloskeletal Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen
sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan
kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang
dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya
kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang:
berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan
fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada
penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot,
peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan
efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas11.
4) Sistem kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah
massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat.
Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan
jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat11.
5) Sistem respirasi Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan
pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang11.

17
6) Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan,
seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena
kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa
lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah11.
7) Sistem perkemihan Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorpsi oleh ginjal11.
8) Sistem saraf sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari11.
9) Sistem reproduksi perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-
angsur11.

B. Perubahan Kognitif 11
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi

C. Perubahan mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental11 :


1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

18
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.

D. Perubahan spiritual11
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak sehari-hari.

Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah11 :


1. Sel Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan
hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2. Sistem Persyarafan Respon menjadi lambat dan hubungan antara
persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf
panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan
dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih
sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang
sensitive terhadap sentuhan.
3. Sistem Penglihatan Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata,
lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul
sklerosis, daya membedakan warna menurun.
4. Sistem Pendengaran Hilangnya atau turunnya daya pendengaran,
terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
5. Sistem Kardiovaskuler Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena
kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah kita berumur 20
tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas
pembuluh darah. Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan

19
tekanan darah meninggi, karena meningkatnya resistensi dari pembuluh
darah perifer.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh Pengaturan suhu hipotalamus yang
dianggap bekerja sebagai suatu thermostat (menetapkan suatu suhu
tertentu). Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhi yang sering ditemukan adalah temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi aktifitas otot rendah.
7. Sistem Respirasi Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas
residu meningkat, mengakibatkan menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas menurun pula.
Selain itu, kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2
arteri menurun menjadi 75 mmHg, dan CO2 arteri tidak berganti.
8. Sistem Gastrointestinal Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra
pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan
sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
9. Sistem urinaria Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya
menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering
terjadi atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas jaringan
menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek
pada seks sekunder.
10. Sistem Endokrin Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH,
FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen,
progesterone, dan testoteron. 11. Sistem Kulit Kulit menjadi keriput dan
mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan
lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
11. Sistem Kulit Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan
proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya
elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi
keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya,
perubahan pada bentuk sel epidermis.

20
12. Sistem Muskuloskeletal Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis,
penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku,
tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor
b. Pada rongga mulut

1) Perubahan pada jaringan lunak:


a. Mukosa
Jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda
tipis, merah, mengkilap, dan kering. Terjadi perubahan pada
struktur, fungsi dan elastisitas jaringan mukosa mulut. Mukosa
mulut terlihat pucat, kering, hilangnya stippling, terjadinya
oedema, dan elastisitas jaringan berkurang. Jaringan mukosa
mudah mengalami iritasi dan rapuh18.
 Perubahan klinis yang terjadi pada mukosa :
a) Jaringan flabby
Pada kasus resorpsi tulang alveolar, sering terjadi pada pasien yang
sudah lama kehilangan gigi sehingga mengakibatkan linggir
alveolar menjadi datar atau jaringan lunak sekitarnya menjadi
flabby. Jaringan flabby ialah respons dari jaringan ikat yang
mengalami hiperplasia yang awalnya diakibatkan oleh trauma atau
luka yang tidak dapat ditoleransi yang terjadi pada residual ridge.
Makin tebal jaringan hiperplastik yang terbentuk, maka makin
besar derajat jaringan flabby. Biasanya terjadi pada penderita yang
lama tidak memakai gigi tiruan atau dapat juga terjadi pada
penderita yang menggunakan gigi tiruan yang tidak pas18.

Gambar 1. Jaringan flabby pada anterior maksila.

21
a) Perubahan tekstur permukaan mukosa mulut
Terjadinya perubahan pada sel epitel mukosa mulut seperti
penipisan ketebalan lapisan sel, berkurangnya elastisitas serta
berkurangnya vaskularisasi yang mengakibatkan mukosa mulut
secara klinis terlihat menjadi lebih pucat, tipis, kering, dengan
proses penyembuhan yang melambat. Penyebabnya mukosa
mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap gesekan atau
trauma, yang diperparah dengan berkurangnya aliran saliva.
Seiring bertambahnya usia, stippling juga menghilang sehingga
menyebabkan mukosa gingiva menjadi licin18.

Gambar 2. Stippling-stippling pada mukosa mulut yang menghilang.


American Aging Association (2011) menyatakan, seiring
bertambahnya usia sel epitel mukosa oral akan menjadi lebih
pipih, sehingga dapat mempengaruhi penurunan proliferasi sel
dan ketebalan mukosa. Penelitian juga menunjukkan adanya
perbedaan bentuk sel epitel yang dihasilkan pada perempuan
menstruasi dan menopause. Pada perempuan menopause
bentuk sel epitel lebih pipih dibandingkan dengan bentuk sel
epitel pada perempuan menstruasi18.

22
Gambar 3. Perbandingan jumlah sel epitel pada rongga mulut perempuan (a)
mentruasi dan (b) menopause.
b) Sel epitel
Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa
mulut mulai mengalami penipisan, berkurangnya keratinasi,
berkurangnya kapiler dan suplai darah serta penebalan serabut
kolagen pada lamina propia. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan secara klinis pada mukosa dan dapat menyebabkan
penurunan senstivitas mukosa rongga mulut terhadap iritasi3,12.
b. Muskulus
Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga
terjadi pergerakan yang tidak terkontrol dari bibir, lidah dan
rahang. Unit motoris pada lansia menunjukkan waktu kontraksi
yang lebih panjang dan ambang batas terhadap panas berkurang.
Gaya maksimum yang dihasilkan oleh otot pterigoid dan masseter
berkurang sekitar 40%, kekuatan pengunyahan berkurang, jaringan
lemak fibrous meningkat dan kontraksi otot pengunyahan yang
kurang akurat sejalan dengan penambahan usia. Otot rahang orang
bergigi lebih tebal dibandingkan dengan orang tidak bergigi18.

23
c. Bentuk bibir

Gambar 4. Otot-otot mulut.


Pada lansia terjadi penurunan massa dari otot bibir yaitu m.
Orbicularis oris, yang mengakibatkan kemampuan otot lansia
ketika senyum semakin berkurang sehingga senyuman lansia
kelihatan lebih lebar secara transversal dan mengecil secara
vertikal18.

d. Lidah dan pengecapan

Gambar 5. Mulut kering akibat aliran saliva yang berkurang, terdapat fisur pada
dorsum lidah.

24
Manifestasi yang sering terlihat pada lansia adalah atrofi
papilla lidah dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan dengan ini
maka terjadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya
orang tua sering mengeluh tentang kelainan yang dirasakan
terhadap rasa tertentu misalnya manis, asin, asam dan pahit.
Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan sebagian
besar gigi, lidah bersentuhan dengan pipi saat mengunyah, menelan
dan berbicara18.

e. Ligament periodontal
Pada lanjut usia, terjadi kalsifikasi serat-serat kolagen yang
menyebabkan berkurangnya lebar ligamen periodontal. Fibroblas
juga berkurang dan strukturnya lebih irregular, berkurangnya
produksi matriks organik dan sisa sel epitel serta meningkatnya
jumlah serat elastis. Penurunan kepadatan sel dan aktivitas mitosis,
penurunan produksi matriks organik dan hilangnya asam
mukopolisakarida18.

f. Gingiva
Pada lansia terjadinya penambahan papila jaringan ikat dan
menurunnya keratinisasi epitel. Keadaan ini mengakibatkan
permeabilitas terhadap antigen bakteri meningkat, resistensi
terhadap trauma fungsional berkurang18.

Gambar 6. Skema migrasi gingiva ke apical akibat penuaan.

25
Pergerakkan gingival junction ke apikal meluas ke batas
sementum enamel. Migrasi epitel junction ke arah permukaan akar
dapat disebabkan oleh erupsi gigi melewati gingiva sebagai usaha
untuk mengatur kontak oklusal dengan gigi lawannya (erupsi pasif)
akibat hilangnya permukaan gigi karena atrisi. Hal ini dapat
berkaitan dengan resesi gingiva. Resesi gingiva yang terjadi pada
lanjut usia akibat kumulatif dari inflamasi atau trauma yang terjadi
pada periodontal, salah satu contohnya disebab menyikat gigi
terlalu kuat18.

Gambar 7. Gambaran klinis resesi gingiva pada gigi anterior bawah.

2) Perubahan pada jaringan keras :


a. Enamel18
a) Erosi, yaitu hilangnya lapisan terluar gigi secara progresif
akibat pengaruh bahan-bahan kimia tanpa adanya pengaruh
bakteri atau melarutnya enamel gigi (kalsium) oleh asam.
Penyebab utama larutnya enamel gigi adalah makanan atau
minuman yang mengandung asam yang mempunyai pH kurang
dari 5,5.

26
Gambar 8. Erosi pada permukaan enamel gigi lansia, gigi menjadi cekung dan
mengkilap.

b) Atrisi, yaitu hilangnya substansi gigi secara bertahap pada


permukaan atas gigi karena proses mekanis yang terjadi secara
fisiologis akibat pengunyahan. Ini terjadi pada permukaan atas
gigi akibat kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan
menggerakkan gigi berulang-ulang, serta kebiasaan
menggesergeser gigi saat tidur (bruxism).

Gambar 9. Atrisi pada gigilansia usia 83 tahun.

c) Abrasi, yaitu terkikisnya lapisan enamel gigi sehingga enamel


menjadi berkurang/hilang hingga mencapai dentin.
Penyebabnya yaitu gaya friksi (gesekan) langsung antara gigi
yang berkontak dengan objek eksternal karena cara menyikat
gigi yang tidak tepat, penggunaan gigi secara patologis akibat
dari kebiasaan buruk/pemakaian zat-zat abrasif secara oral,
merokok dengan pipa, dan mengunyah tembakau. Akibatnya

27
dari menyikat gigi yang termasuk dalam kategori ini muncul
sebagai penilaian transversal permukaan gigi, terutama gigi
kaninus dan premolar, dan biasanya sering ditandai di daerah
leher mahkota pada permukaan bukal dan labial, serta
cenderung asimetris dalam keparahannya tergantung pada
bagian kanan atau kiri.

Gambar 10. Abrasi pada servikal gigi kaninus dan premolar satu gigi lansia.

b. Dentin18

Gambar 11. Dead tracks yang merupakan tubulus kosong yang berisi udara pada
dentin gigi lansia.
Pada proses penuaan, terjadi reaksi kompleks dentin yaitu
pembentukan dentin sekunder yang merupakan kelanjutan

28
dentinogenesis serta reduksi jumlah odontoblas. Pembentukan
dentin sekunder terjadi pada atap dan dasar kamar pulpa. Pada
dentin juga terjadi sklerosis melalui pembentukan yang berlanjut
dari dentin tubular, hal ini menyebabkan reduksi kerentanan
dentinal pada lansia. Selain itu, juga terjadi pembentukan dentin
tersier yang merupakan respons rangsangan dan odontoblas yang
berdesakan serta tubulus dentin yang membengkok. Dead tracks
(saluran yang mati) berupa tubulus dentin yang kosong juga
dijumpai pada struktur dentin lansia.

c. Pulpa18

Gambar 12. Perubahan pada pulpa, berkurangnya ukuran kamar pulpa.


Dengan bertambahnya usia, reaksi kompleks pulpa terjadi
peningkatan kalsifikasi jaringan kolagen pulpa, penurunan
komponen seluler dan vaskuler. Ukuran ruang pulpa menurun
akibat pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan
bertambahnya usia. Terjadi penurunan pasokan arterial melalui
saluran akar, penurunan jumlah sel, penambahan fiber dan
penurunan jumlah kapiler di dalam pulpa, sehingga mempengaruhi
reaksi peradangan pada pulpa pasien lansia.

29
d. Tulang alveolar18

Gambar 13. Garis putih menunjukkan tinggi tulang alveolar normal, pada lanisa
ditemukan resorpsi tulang alveolar.

Resorpsi tulang alveolar menyebabkan pengurangan jumlah


tulang akibat kerusakan tulang karena adanya peningkatan
osteoklas sehingga terjadi proses osteolisis dan peningkatan
vaskularisasi. Degenerasi tulang alveolar menyebabkan gigi geligi
tampak lebih panjang. Resorpsi prosesus alveolaris terjadi terutama
setelah pencabutan gigi, sehingga tinggi wajah berkurang, pipi dan
labium oris tidak terdukung, dan wajah menjadi keriput. Resorpsi
krista alveolar dapat terjadi sampai setinggi 1 cm terutama pada
rahang tanpa gigi atau setelah pencabutan. Resorpsi pada kaput
mandibula dan fossa glenoidalis membatasi ruang gerak
pembukaan dan penutupan mandibula.

30
e. Sementum18

Gambar 14. Penebalan pada sementum seiring bertambahnya usia.

Penebalan sementum di sepanjang seluruh permukaan akar


meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan penebalan ini
lebih terlihat pada sepertiga apikal akar. Peningkatan ketebalan
sementum yang progresif, terlihat paling jelas pada apikal gigi.
Pada lansia berusia 75 tahun jumlah sementum lebih dari tiga kali
lipat bila dibandingkan dengan usia muda. Sedikit penambahan
pada remodelling sementum juga terjadi sejalan dengan usia dan
ditandai dengan area resorpsi dan aposisi, yang mungkin ikut
menyebabkan terjadinya peningkatan ketidakteraturan dari
permukaan segmental gigi lansia.

31
3) Perubahan pada Temporomandibular Joint

Gambar 15. Perubahan pada TMJ. Permukaan sendi menjadi licin,


kondilus mandibular mengecil sehingga pergerakan sendi menjadi
lebih lemah.
Perubahan pada sendi temporomandibular sering terjadi
pada usia 30-50 tahun. Perubahan ini terjadi akibat dari
proses degenerasi sehingga melemahnya otot-otot
pengunyahan yang mengakibatkan sukar membuka mulut
secara lebar. Perubahan yang terjadi antara lain:
a. Pengaruh pengurangan jumlah gigi akibat penuaan, terutama pada gigi
posterior diindikasikan sebagai penyebab gangguan TMJ. Hal ini
terjadi karena kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman
pada saat menutup mulut. Inilah yang memicu perubahan letak
kondilus pada fossa glenoid dan menyebabkan kelainan pada TMJ.
b. Akibat penuaan mengakibatkan kontraksi otot bertambah panjang saat
menutup mulut. Hal ini menyebabkan kerja sendi lebih kompleks.
c. Penuaan mengakibatkan remodelling (degradasi makromolekul sel dan
ekstraselular secara kontinu pada struktur dan fungsi jaringan ikat)
pada sendi. Remodelling ini merupakan adaptasi biologis terhadap
lingkungan yaitu respons stres biomekanis. Contohnya remodelling
sebagai kompensasi gigi yang telah dicabut. Akibat proses menua,
jaringan sendi mengalami reduksi sel yang progresif. Remodelling

32
terjadi pada bagian anterior dan posterior kondilus medial dan lateral
dan atap fossa glenoidalis.
d. Berkurangnya kemampuan proliferasi secara keseluruhan sehingga bila
terjadi kerusakan atau kematian sel jaringan TMJ, kemampuan untuk
melakukan reparasi dan reaksi jaringan terhadap rangsangan
pertumbuhan menurun. Di samping itu, terjadi penurunan respons
imun dan kemampuan pembentukan protein akibat rangsangan dari
luar.
e. Perubahan pada jaringan tulang rawan sendi yaitu menurunnya
ketebalan lapisan fibro kartilago pada permukaan kondilus sendi.
Terjadi degenerasi dari kondrosit sehingga menurunnya kemampuan
kartilago terhadap rangsangan tekanan.
f. Cairan sinovial menurun sehingga terjadi krepitasi pada gerak sendi
dan pada keadaan yang lebih parah diskus artikularis akan robek atau
mengalami kerusakan.
g. Perubahan pada ligamen sendi mengakibatkan menurunnya ketebalan
kapsul sendi dan daya tahan regangan dari serat kolagen yang
membentuk ligamen TMJ. Menurunnya ketahanan regangan
mengakibatkan penurunan keleluasaan artikulasi TMJ.

Peningkatan stres diyakini dapat menyebabkan kebiasaan buruk


seperti bruxism dan clenching, sehingga menyebabkan penggunaan otot
secara berlebihan dan dapat berakibat timbulnya nyeri pada TMJ. Selain
faktor stress psikologi, jumlah kehilangan gigi yang cenderung meningkat
seiring bertambahnya usia juga menjadi faktor predisposisi tingkat
keparahan TMD yang semakin tinggi7,6.

Selain itu perubahan pada oklusi yang disebabkan oleh perawatan


gigi seperti pencabutan gigi, pemakaian gigi tiruan, penambalan gigi,
pemasangan crown dan bridge, perawatan saluran akar, serta perawatan
ortodontik dapat menimbulkan terjadinya TMD apabila terjadi kesalahan

33
dalam penetapan oklusi yang tidak sesuai. Setiap kesalahan pada
penentuan oklusi yang disebabkan oleh perawatan gigi menyebabkan
peningkatan ketegangan otot dan nyeri pada TMJ sehingga menyebabkan
keluhan TMD ringan13.

4) Perubahan pada persarafan18


Pada korteks serebral sel saraf mengalami penurunan sebesar 36%-
60% pada usia 18-95 tahun. Pada korda spinalis penurunan yang terjadi
tidak terlalu berarti sampai usia 60 tahun, tetapi setelah itu terjadi reduksi
antara 5%-50%. Neurotransmitter juga mengalami penurunan sehingga
akan terjadi gangguan fungsi pada lansia. Pusat pengendalian saraf otonom
adalah hipotalamus. Gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan
asetilkolin, atekolamin dopamin, dan noradrenalin. Perubahan
neurotransmisi pada ganglion otonom berupa penurunan pembentukan
asetilkolin yang disebabkan oleh penurunan enzim utama kolinasetilase.

5) Perubahan pada saliva dan kelenjar saliva18,20,19


Pada lansia terjadinya atropi pada kelenjar saliva yang akan
menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya yang dapat
menyebabkan xerotomia. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi
perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana parenkim
kelenjar akan hilang dan digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak.
Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Secara
umum, saliva berperan dalam proses perlindungan pada permukaan mulut,
pengaturan kandungan air, pengeluaran virus-virus dan produk
metabolisme organisme dan mikroorganisme, pencernaan makanan dan
pengecapan, serta diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel kulit, epitel dan
saraf. Selain itu, penyakit- penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut
dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan dapat memberikan
pengaruh xerotomia pada usia lanjut.

34
6) Sistem Stomatognatik18
Sistem stomatognatik merupakan kombinasi struktur cavum oris
yang terlibat dalam proses bicara, pengecapan, mastikasi dan penelanan
yang terdiri dari gigi, rahang, otot pengunyahan, persyarafan dan TMJ.
Penuaan mengakibatkan kehilangan kontak oklusal yang dapat
mengganggu kestabilan lengkung gigi sehingga mengganggu fungsi
pengunyahan. Pada proses bicara, huruf konsonan dibentuk oleh
pemutusan aliran udara di atas laring. Pemutusan ini dapat dilakukan oleh
salah satunya karena gigi sehingga jika gigi sudah tanggal, pembentukan
huruf konsonan terganggu dan menghambat proses bicara. Produk bicara
juga dipengaruhi oleh otot pengunyahan.

35
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lanjut usia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau lebih,
yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya.
Umumnya setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua
adalah masa hidup manusia yang terakhir. Pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial.

Dari hasil diskusi kelompok kecil ini didapatkan bahwa lanjut usia
memiliki beberapa klasifikasi salah satunya dari WHO pada tahun 1999
yaitu mulai dari usia pertengahan(middle age) antara usia 45 sampai 59,
lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75
– 90 tahun, dan terakhir yaitu usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
Proses penuaan juga dijelaskan dalam banyak teori contohnya pada
Stochastic Theories, Programmed Theories, The Neuroendocrine Theory,
dll. Kemudian proses menua memiliki beberapa tahapan yaitu tahap
subklinik, tahap transisi, dan tahap klinik. Pada saat terjadi proses menua,
terjadi pula perubahan-perubahan pada tubuh secara umum, dan secara
khususnya juga dapat terjadi perubahan pada rongga mulut.

3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik
dari segi diskusi kelompok maupun dalam penyusunan laporan ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan
hasil diskusi kelompok kecil ini.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhiatman AAGW, Kusumadewi S, Griadhi PA. 2018. Hubungan


Kehilangan Gigi Dengan Status Gizi dan Kualitas Hidup Lansia di Desa
Penatahan Kecamatan Penebel Tabanan. ODONTO Dent J.
2. Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Penduduk Lansia. Jakarta.
3. Barnes IE, Angus W. (2006). Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Jakarta:
EGC
4. Hanin I. 2012. Hubungan Kemampuan Mastikasi (Analisis Menggunakan
Alat Ukur Kemampuan Mastikasi Dengan Kualitas Hidup Wanita Pra-
Lansia dan Lansia. Thesis. Jakarta: Universitas Indonesia. 18-20.
5. Handayani., Dkk. (2013). Pesantren Lansia sebagai upaya meminimalkan Risko
Penurunan Fungsi/Kognitif pada Lansia di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia
Unit II Pucang Semarang. Jurnal Keperawatan Komunitas, 1(1), 1-9.
6. Habib SR, Al Rifaiy MQ, Awan KH, Alsaif A, Alshalan A, Altokais Y.
(2015). Prevalence and severity of temporomandibular disorders among
university students in Riyadh. Saudi Dent J ;27(3):125–30.
7. Impiani Y., dkk. (2021). Gambaran Temporomandibular Disorder pada
Lanjut Usia melalui Fonseca’s Questionnaire. e-GiGi, Volume 9 Nomor 1,
hlm. 64-70
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Situasi dan Analisis
Lanjut Usia. Jakarta
9. Kusumawardani, D., & Andanawarih, P. (2018). Peran Posyandu Terhadap
Kesehatan Lansia di Perumahan Bina Griya Indah Kota Pekalongan. Jurnal
siklus, 7(1), 273-277.
10. Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
11. Kholifah,Siti Nur.(2016).Keperawatan Gerontik.Pusdik SDM
Kesehatan,Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

37
12. Kaidah S., dkk. (2014). GAMBARAN KLINIS MUKOSA RONGGA
MULUT PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
BUDI SEJAHTERA BANJAR BARU. dentino jurnal kedokteran gigi vol.
II nomor 1
13. Komiyama O, Obara R, Iida T, Nishimura H, Okubo M, Uchida T, et al.
(2014). Age-related associations between psychological characteristics and
pain intensity among Japanese patients with temporo- mandibular
disorder. J Oral Sci. ;56:221-5.
14. Putra, G. S. M., Dkk. (2014). Reminiscence Therapy Dengan Metode Terapi
Aktivitas Kelompok Meningkatkan Fungsi Kognitif Pada Lansia, Indonesian
Journal of Community Health Nursing, 3(1), 124-132.
15. Pangkahila, J. A. (2013). Pengaturan Pola Hidup dan Aktivitas Fisik
Meningkatkan Umur Harapan Hidup. Sport and Fitness Journal, 1(1), 1-7.
16. Pathath, A. W. (2017). Theories of Aging. International Journal of
Indian Psychology. 4(3).
17. Pangkahila W. Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup.
Anti-Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas;
2007. Hal :9, 106,108
18. Primasari, Ameta. (2018). Proses Penuaan dari aspek kedokteran gigi.
Edisi ke-2. Medan: USU press.
19. Pedersen PH, Loe H. (2007). Geriatric Dentistry (1st ed). Copenhagen:
Munksgard
20. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. (2009). Principles and Practice of Oral
Medicine (2nd ed). Philadelphia: Saunders,

38

Anda mungkin juga menyukai