Anda di halaman 1dari 13

Tugas Keperawatan Gerontik

MASALAH YANG TERJADI PADA LANSIA DENGAN MASALAH ATAU GANGGUAN


KOMUNIKASI SEPERTI INSOMNIA, IMMOBILITY, DAN KONSTIPASI

DOSEN PENGAMPUH

Ns. Andi Mursyidah, S.Kep, M.Kes

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2 | KELAS

Meiske Uli (841422147) Delawati Lahmudin (841422156)


Febriani Alinti ( 841422146) Endro Budiharto (841422164)
Miftahul Jannah Dai (841422170) Ceci R. Nihe ( 841422143 )
Karman Hemuto (841422162) Yusril D. Latinapa (841422181)
Berliana F. Hasan (841422166)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, serta kepada keluarga, sahabat, kerabat
beliau sekalian.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan
Gerontik yang berjudul “Masalah yang terjadi pada lansia dengan masalah atau gangguan
komunikasi seperti insomnia, immobility, dan konstipasi” dapat selesai sesuai waktu yang telah
kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Andi Mursyidah, S.Kep, M.Kes, selaku dosen pendamping Universitas Negeri
Gorontalo
2. Kedua orang tua.
3. Teman teman sekalian
Yang mana telah memberikan dukungan, bantuan, beserta dorongan semangat agar
makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi penulis tentunya bertujuan untuk
menjelaskan atau memaparkan point-point di makalah ini, sesuai dengan pengetahuan yang
kami peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber yang lain. Semoga semuanya memberikan
manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan ataukata-kata di dalam makalah ini, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Gorontalo, 29 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan .....................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Insomnia...............................................................................................................2-3
B. Immobility............................................................................................................4-5
....................................................................................................................................
C. Konstipasi ............................................................................................................5-8

BAB 3 PENUTUP...............................................................................................................9
A. Kesimpulan..............................................................................................................9
....................................................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iii

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia
harapan hidup, dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk
Lanjut Usia. Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota masyarakat yang semakin
bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa perubahan, antara lain: perubahan penampilan pada bagian wajah,
tangan dan kulit, perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf, pencernaan dan
perubahan panca indera.
Lanjut usia atau usia tua (lansia) adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu
yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh bermanfaat.
Seiring meningkatnya usia, terjadi perubahan dalam sturktur dan fungsi pada sel, jaringan
serta sistem organ. Perubahan tersebut mempengerahui kemunduran kesehatan fisik yang
pada akhirnya akan berpengaruh pada kerentanan terhadap penyakit.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana masalah umum yang terjadi pada lansia dengan masalah atau gangguan
komunikasi seperti insomnia, immobility, dan konstipasi?

C. Tujuan
Untuk mengetahui masalah yang terjadi pada lansia dengan masalah atau gangguan
komunikasi seperti insomnia, immobility, dan konstipasi.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. INSOMNIA
1. Definisi
Insomnia merupakan gangguan tidur paling sering pada usia lanjut, yang ditandai
dengan ketidakmampuan untuk mengawali tidur, mempertahankan tidur, bangun terlalu
dini atau tidur yang tidak menyegarkan.
Insomnia pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu
perubahan dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak
nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di inginkan. Gangguan tidur pada lansia jika
tidak segera ditangani akan berdampak serius dan akan menjadi gangguan tidur yang
kronis. Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk
mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti pelupa, konfusi dan
disorientasi.
Gangguan tidur merupakan keluhan utama yang sering dialami lansia, dengan
perkiraan lebih dari setengah jumlah lansia yang berusia diatas 60 tahun mengalami
kesulitan tidur dan terjadi perubahan pola tidur seiring bertambahnya usia seperti
perubahan arsitektur tidur, tidur malam lebih mudah terganggu, kondisi mutu dan
durasinya juga terganggu, lansia cenderung mempunyai keinginan untuk tidur siang yang
lebih besar dibandingkan orang muda. Seorang lansia sering terbangun dimalam hari dan
membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tertidur dan selama penuaan,pola tidur
mengalami perubahan yang khas yang membedakan dari orang-orang muda,perubahan-
perubahan itu mencakup kelatenan tidur, terganggu pada dini hari, dan peningkatan
jumlah tidur siang serta jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur lebih dalam menurun
(Sumirta & Laraswati, 2017)
2. Dampak
Dampak Insomnia pada lansia; misalnya mengantuk berlebihan di siang hari,
gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang
tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Beberapa gangguan tidur dapat
mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan
fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan akibat

2
gangguan tidur. Menurut data WHO, di Amerika Serikat, lansia yang mengalami
kecelakaan akibat gangguan tidur per tahun sekitar delapan puluh juta orang, biaya
kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta
dollar.
Melihat akibat dari gangguan tidur pada lansia diatas diperlukan penanganan atau
sikap yang tepat untuk mengatasinya dengan tindakan non farmakologis seperti hindari
dan meminimalkan penggunaan minum kopi, teh, soda dan alkohol, serta merokok
sebelum tidur dapat mengganggu kualitas tidur lansia, hindari tidur siang terutama setelah
pukul 14.00 WIB dan batasi tidur siang, batas untuk satu kali tidur kurang dari 30 menit,
pergi ke tempat tidur hanya bila mengantuk, mempertahankan suhu yang nyaman di
kamar tidur, suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur (Sumirta &
Laraswati, 2017)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Insomnia pada lansia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu dari factor status
kesehatan, penggunaan obat-obatan, kondisi lingkungan, stres psikologis, diet/nutrisi,
gaya hidup menyumbangkan insomnia pada usia lanjut. Insomnia pada usia lanjut
dihubungkan dengan penurunan memori, konsentrasi terganggu dan perubahan kinerja
fungsional. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang
lambat, terutama stadium 4, gelombang alfa menurun,dan meningkatnya frekuensi
terbangun di malam hari atau meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya
terbangun. Selain itu kebanyakan lansia beresiko mengalami insomnia yang disebabkan
oleh berbagai faktor seperti pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan
obat-obatan, dan penyakit yang dialami (Sumirta & Laraswati, 2017)
4. Cara mengatasi
Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya. Penggunaan tutup telinga dan
tutup mata dapat mengurangi pengaruh buruk lingkungan. Selain itu lansia harus
membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur di siang hari dan lansia harus
pula dibantu untuk menghilangkan kecemasannya. Membaca sampai mengantuk dan
mendengarkan lagu-lagu biasanya merupakan salah satu cara untuk menghilangkan
kecemasan yang mengganggu tidur pada lansia (Sumirta & Laraswati, 2017).

3
B. IMOBILITY (KURANG BERGERAK)
1. Definisi
Imobillity merupakan keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis.
Penyebab imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak
seimbangan, dan masalah psikologis. Informasi penting yang harus dipahami yakni
lamanya menderita disabilitas yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang
mempengaruhi, dan pemakaian obat-obatan. Jika imobilisasi tidak ditangani akan
menyebabkan komplikasi misalnya instabilitas yang mengakibatkan pasien terjatuh
hingga patah tulang (Sunarti, Sri dkk. 2019)
2. Faktor-faktor immobility
Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada pasien lansia. Beberapa penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri,
lemah, kekuatan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Rasa nyeri, baik dari
tulang (osteoporosis, osteomalasia, penyakut paget, metastase kanker pada tulang,
trauma), sendi (osteoartritis, artritis rematoid, gout), otot (polinialgia, pseudoklaudikasio),
atau masalah pada kaki dapat menyebabkan imobilisasi. Penyakit Parkinson, artritis
rematoid, gout, dan obat-obatan antipsikotik seperti halo peridol, dapat menyebabkan
kekakuan (Sunarti, Sri dkk. 2019). Pasien yang datang ke UGD dengan masalah
imobilisasi pada umumnya akibat riwayat jatuh yang disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu perubahan fisiologis dan penyakit akibat proses menua, penyakit akut, efek
samping obat, dar zat seperti alkohol (Sunarti, Sri dkk. 2019)
3. Dampak immobility pada lansia
a. Perubahan metabolisme
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Gangguan fungsi gastriointestinal
d. Perubahan system pernafasan
e. Perubahan kardiovaskular

4
f. Perubahan system musculoskeletal
Perubahan yang terjadi dalam system musculoskeletal sebagai dampak dari imobilitas
adalah sebagai berikut:
a. Gangguan muscular
b. Gangguan skeletal
c. Gangguan system integument
d. Gangguan eliminasi
e. Perubahan perilaku
4. Solusi
Latihan Range Of Motion (ROM) merupakah salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, mengembalikan kemampuan menggerakkan
otot, mengurangi kaku sendi dan kelemahan otot sehingga dapat meningkatkan mobilitas
fisik (Sianipar, Resmi & Jemaulana, 2021). Latihan Range Of Motion (ROM) yang
dilakukan dengan benar dan secara rutin akan memberikan dampak pada kekuatan otot
dan rentang gerak sendi bagi kelompok lansia (Nindawi, Endang & Nur, 2021).
diagnosa gangguan mobilitas fisik sebagai hal utama yang harus diatasi dengan
memberikan intervensi berupa latihan Range Of Motion (ROM). Latihan dilakukan
selama 4 hari di kediaman Klien. Sebelum diberikan latihan ROM klien terlebih dahulu
diberikan pendidikan kesehatan terkait latihan ROM. Pendidikan kesehatan sangat
penting khususnya untuk terapi non-farmakologi seperti latihan ROM ini. ROM
merupakan penatalaksanaan non-farmakologis yaitu fisioterapi untuk mengurangi nyeri
dan meningkatkan atau mempertahankan kekuatan otot dan sendi (Rino & Al Fajri,
2021).
Lansia yang mengalami imobilitas fisik seharusnya melakukan latihan fisik agar tidak
terjadi penurunan kekuatan otot (Setyorini & Niken, 2018). Dalam penelitian lain juga
mengatakan bahwa latihan ROM dapat meningkatkan kekuatan otot, fleksibilitas sendi
dan kemampuan mobilitas pada lansia dan secara tidak langsung berpengaruh pada
tingkat kemandirian lansia (Pratiwi & Hidayat, 2020).

C. KONSTIPASI (SULIT BUANG AIR BESAR)


1. Pengertian

5
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi
buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar atau buang
air besar diperlukan mengejan secara berlebihan. Hal ini terjadi pada semua kelompok
umur tetapi lebih sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 65 tahun dan umur
dibawah 4 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, perhatian yang lebih
besar difokuskan pada populasi usia lanjut menyangkut cara peningkatan kesehatan dan
kualitas hidup. Kelompok usia lanjut merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah
kesehatan karena berbagai perubahan fisiologi dan psikologi yang umum terjadi.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna yang terbanyak pada usia lanjut (Pradani,
dkk. 2015)
Pada masyarakat lanjut usia, penyakit-penyakit kronis dan ketidakmampuan
(disability) banyak dijumpai seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai
perubahan fisik. Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia yaitu pada sistem
gastrointestinal yang mengalami perubahan struktur dan fungsi usus besar. Pada usus
besar lansia terjadi peningkatan kelokan-kelokan pembuluh darah sehingga motilitas
kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi air dan elektrolit
meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses menjadi lebih keras,
sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan keluhan yang sering didapat pada
lansia.
2. Faktor-faktor penyebab
Penyebab konstipasi pada lansia bukan hanya dari penurunan fungsi organ tubuh
seperti sistem gastrointestinal tetapi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang tidak teratur, kurang
olahraga, dan penggunaan obat-obatan. Selain itu konstipasi juga dapat disebabkan oleh
asupan serat, asupan cairan, aktivitas fisik, stres, konsumsi kopi, konsumsi minuman
probiotik, dan posisi saat buang air besar. Asupan serat yang kurang dapat menimbulkan
konstipasi. Semakin tercukupi asupan serat maka frekuensi defekasi semakin normal
yaitu diatas 3 kali dalam seminggu dan sebaliknya semakin tidak tercukupi asupan serat
maka frekuensi defekasi akan semakin berkurang yaitu dibawah 3 kali / minggu (Pradani,
dkk. 2015)
3. Dampak

6
a. Penurunan fungsi organ tubuh
b. Perubahan fisik
c. Kanker kolon
d. Impaksi (fases keras dan kering)
e. Hemoroid
f. Depresi
4. Solusi
a. Asupan serat yang cukup

Salah satu yang harus diperhatikan pada usia ini adalah konsumsi serat dan intake
cairan setiap hari. Ini bertujuan agar manusia lansia terhindar dari terjadinya kanker
kolon, wasir, hemoroid dan konstipasi. Serat makanan bersifat hidrofilik atau
pembentuk masa. Kemampuan serat makanan sebagai laksansia tergantung dari
kemampuannnya menghindari pencernaan dan absorpsi di usus halus dan
menghindari metabolisme bakteri di kolon. Peningkatan volume di usus yang
berkaitan dengan bahan padat dan air diduga menstimulasi motilitas dan peningkatan
transit isi usus melalui kolon, sehingga meningkatkan feses yang dikeluarkan.
Konsistensi feses juga dipengaruhi oleh serat makanan sehingga mempermudah
defekasi. Efektivitas serat makanan sebagai bahan pembentuk masa tergantung pada
jumlah, kemampuan mengikat air, banyaknya penghancuran oleh proses fermentasi
bakteri dan efektivitas produk fermentasi yang dapat meningkatkan efek laksatif. Ada
hubungan antara asupan serat dengan kejadian konstipasi pada lansia di Wilayah
Kerja Puskesmas Saigon Kecamatan Pontianak Timur, maka diharapkan para lansia
untuk mengatasi konstipasi dengan melakukan penyesuaian pola makan dan
perubahan gaya hidup. Makanan kaya serat (30-35%), misalnya gandum, buah-
buahanan dan sayuran dapat meringankan konstipasi (Saputra, dkk, 2016)
b. Asupan cairan yang cukup
Cairan tubuh (bahasa Inggris: interstitial fluid, tissue fluid, interstitium) adalah
cairan suspensi sel di dalam tubuh yang memiliki fungsi fisiologis tertentu. Konsumsi
cairan yang ideal untuk memenuhi kebutuhan harian bagi tubuh manusia adalah 1 ml
air untuk setiap 1 kkal konsumsi energi tubuh atau dapat juga diketahui berdasarkan
estimasi total jumlah air yang keluar dari dalam tubuh. Secara rata-rata tubuh orang

7
dewasa akan kehilangan 2.5 L cairan per harinya. Sekitar 1.5 L cairan tubuh keluar
melalui urin, 500 ml melalui keluarnya keringat, 400 ml keluar dalam bentuk uap air
melalui proses respirasi (pernafasan) dan 100 ml keluar bersama dengan feces (tinja).
Sehingga berdasarkan estimasi ini, konsumsi antara 8-10 gelas (1 gelas = 240 ml)
biasanya dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan 1 gelas per
harinya 16 Perubahan rasa haus dimana rasa dahaga menurun (hipodipsia) berkurang
kemampuan untuk mensekresi urin dan mempertahankan body water terjadi pada
lansia menyebabkan resiko tinggi terjadi dehidrasi. Untuk itu dianjurkan untuk
mengkonsumsi air sebanyak 1500–2000cc per hari atau 30cc/kg bb/Hari 3 Untuk
mempertahankan status hidrasi, setiap orang dalam sehari rata-rata memerlukan 2.5 L
air. Jumlah tersebut setara dengan cairan yang dikeluarkan tubuh baik berupa
keringat, uap air, maupun cairan yang keluar bersama tinja 17 Semakin tubuh
kekurangan air, gerak kolon semakin lambat dibagian bawah agar tersedia lebih
banyak waktu untuk penyerapan ulang cairan pada sisa metabolisme. Proses
pencegahan hilangnya air ini adalah sebuah mekanisme lain pencadangan air oleh
tubuh.
Salah satu bagian tubuh tempat hilangnya air akan dicegah selama mekanisme
pengelolaan kekeringan adalah kolon, melalui penyesuaian konsistensi dan kecepatan
aliran bahan sisa. Feses menjadi keras serta tidak cukup air untuk mengalir ketika
gerakan ampas metabolism di kolon menjadi lambat dan mukosa menyerap banyak
air. Proses ini mengakibatkan pengeluaran tinja akan menjadi sulit Status hidrasi yang
rendah dapat memperburuk konstipasi pada lanjut usia, karena pada umumnya lanjut
usia membatasi asupan cairan yang dapat menyebabkan seringnya buang air kecil.
Perubahan rasa haus dimana rasa dahaga menurun (hipodipsia) berkurang
kemampuan untuk mensekresi urin dan mempertahankan body water terjadi pada
lansia menyebabkan resiko tinggi terjadi dehidrasi. Untuk itu dianjurkan untuk
mengkonsumsi air sebanyak 1500–2000 cc perhari atau 30cc/kgbb/Hari.
b.

8
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lanjut usia atau usia tua (lansia) adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu
yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh bermanfaat. Kemudian
masalah umum yang terjadi pada lansia itu antara lain insomnia, immobility, gangguan
penglihatan, dan gangguan pendengaran
Insomnia pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan
dalam kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau
mengganggu gaya hidup yang di inginkan. Membaca sampai mengantuk dan mendengarkan
lagu-lagu biasanya merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan yang
mengganggu tidur pada lansia. Dan imobillity merupakan keadaan tidak bergerak/tirah
baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Penyebab imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidak seimbangan, dan masalah psikologis.
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi
buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar atau buang air
besar diperlukan mengejan secara berlebihan. Solusinya dengan asupan serat yang cukup dan
asupan cairan yang cukup.
B. Saran
Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana masalah umum yang terjadi pada lansia
dengan masalah atau gangguan komunikasi dan mengetahui bagaimana cara dan solusi
mengatasi masalah tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA
Sumirta, I. N., & Laraswati, A. I. (2017). FAKTOR YANG MENYEBABKAN GANGGUAN
TIDUR (INSOMNIA) PADA LANSIA I Nengah Sumirta AA Istri Laraswati.
Cut Putri Wahyuni, Juanita, Nurul Hadi,. (2022). PENATALAKSANAAN RANGE OF
MOTION PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS : SUATU STUDI
KASUS. JIM Fkep Vol. 1 No. 2
Vita Rizky Pradani, M. Zen Rahfiludin, Suyatno JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-
Journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN ASUPAN SERAT, LEMAK, DAN POSISI
BUANG AIR BESAR DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA LANSIA
Fani Saputra, Marlenywati, Ismael Saleh. (2016). HUBUNGAN ANTARA ASUPAN SERAT DAN
CAIRAN (AIR PUTIH) DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA LANSIA.

iii

Anda mungkin juga menyukai