Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Insomnia dan Impaksi

Dosen Pembimbing:
Setho Hadisuyatmana, S.Kep. Ns., M.NS (CommHlth&PC)

Disusun Oleh:
Cucu Eka Pertiwi (131611133007)
Regyana Mutiara Guti (131611133013)
Dwi Utari Wahyuning Putri (131611133019)
Verantika Setya Putri (131611133026)
Rizki Jian Utami (131611133032)
Muhammad Hidayatullah A.M. (131611133039)
Annisa Fiqih (131611133045)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
MARET, 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas
Mata Kuliah Keperawatan Gerontik yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Lansia
dengan Insomnia dan Impaksi”.

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada Dosen Pembimbing mata kuliah


Keperawatan Gerontik, Bapak Setho Hadisuyatmana, S.Kep. Ns., M.NS
(CommHlth&PC) yang telah membimbing kami selama perkuliahan hingga dapat
menyelesaikan tugas makalah ini.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi


pembacanya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran
dari pembaca sangat kami butuhkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah
berikutnya. Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 4 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Khusus................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 4
2.1 Konsep Insomnia...................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Insomnia........................................................................... 4
2.1.2 Etiologi Insomnia........................................................................... 4
2.1.3 Patofisiologi Insomnia.................................................................... 5
2.1.4 WOC............................................................................................7
2.1.5 Manifestasi klinis........................................................................... 8
2.1.4 Penatalaksanaan medis................................................................10
2.1.5 Pemeriksaan penunjang...............................................................12
2.2 Konsep Impaksi........................................................................................ 13
2.2.1 Definisi Impaksi............................................................................. 13
2.2.2 Etiologi Impaksi............................................................................. 13
2.2.3 Patofisiologi impaksi...................................................................... 14
2.2.4 WOC............................................................................................15
2.2.3 Manifestasi klinis........................................................................... 16
2.2.4 Penatalaksanaan medis.................................................................16
2.2.5 Pemeriksaan penunjang................................................................20
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................... 22
3.1 Asuhan Keperawatan Insomnia............................................................ 22
3.1.1 Kasus.............................................................................................. 22
3.1.2 Pengkajian...................................................................................... 22
3.1.3 Analisa data dan Diagnosa............................................................. 25
3.1.4 Intervensi........................................................................................ 27
3.2 Asuhan Keperawatan Impaksi.................................................................. 32
3.2.1 Kasus.............................................................................................. 32
3.2.2 Pengkajian...................................................................................... 32
3.2.3 Analisa data dan Diagnosa............................................................. 47
3.2.4 Intervensi........................................................................................ 49
BAB 4 PENUTUP...................................................................................................... 54
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 54
4.2 Saran......................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 55
LAMPIRAN............................................................................................................... 56

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang
dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap
(Hurlock, 1999). Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik dengan terlihatnya ada penurunan fungsi organ tubuh.
Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis, sosial,
kognitif, dan juga kondisi biologis yang kesemuanya saling berinteraksi satu
sama lain sehingga dapat memunculkan berbagai macam gangguan seperti
gangguan fungsi tidur dan buang air besar. Menurut Prasadja (2009),
gangguan fungsi tidur yang sering dialami lansia salah satunya adalah
insomnia. Insomnia merupakan kesukaran dalam memulai dan
mempertahankan tidur sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tidur yang
adekuat, baik kualitas maupun kuantitas (Saputra, 2013). Biasanya seseorang
yang mengalami insomnia akan lebih sulit memulai tidur, sering terbangun
saat tidur hingga terbangun lebih dini dan sulit untuk tidur kembali (Atoilah &
Kusnadi, 2013). Pada lansia juga mengalami gangguan buang air besar seperti
impaksi. Impaksi fekal (Fecal Impaction) pada lansia merupakan massa feses
yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi
material feses yang berkepanjangan.
Menurut data dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2003,
kurang lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur,
dengan keluhan yang sedemikian hebatnya sehingga menyebabkan tekanan
jiwa bagi penderitanya. Menurut data International Of Sleep Disorder dalam
Japardi (2005), rasio gangguan tidur pada lansia yaitu, sleep apnea 1-2%,
narkolepsi 0,03%-0,16%, sleep walking 16%, sindroma kaki gelisah (Retless
Legs Syndrome) 16%, periodik limb movement disorders 29%. Dan kurang
lebih 20%-50% lansia di Indonesia mengeluh mengalami insomnia atau sulit
tidur (Rubin Dalam Budi, 2011). Menurut Kurniawan (2012) diperkirakan tiap
tahun 20%-40% orang dewasa dan lansia mengalami kesukaran tidur dan 17%

1
diantaranya mengalami masalah serius. Di Jawa Timur kejadian insomnia
lansia pada tahun 2009 mencapai sekitar 10% dari seluruh jumlah lansia di
Jawa Timur 3% diantaranya mengalami gangguan yang serius (Yunita dalam
Kurniawan, 2012). Gangguan impaksi sendiri, Menurut National Health
Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika
mengeluh menderita impaksi fekal terutama anak-anak, wanita dan orang usia
65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta
kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan
pencahar (NIDDK, 2000).
Masalah insomnia yang terjadi pada lansia ini disebabkan oleh banyak
hal. Hal-hal yang bisa menyebabkan terjadinya insomnia pada lansia tersebut
berupa faktor dari luar (ekstrinsik) yaitu gaya hidup dan lingkungan yang
kurang tenang serta faktor dari dalam (intrinsik) yaitu kecemasan, kondisi
fisik, dan depresi. (Susilo dan Wulandari, 2011). Faktor-faktor penyebab
insomnia secara garis besar yaitu stres atau kecemasan, depresi, kelainan-
kelainan kronis, efek samping pengobatan, pola makan yang buruk, kafein,
nikotin, alkohol, dan kurang berolahraga. Untuk penyebab lainnya bisa
berkaitan dengan kondisi-kondisi spesifik seperti usia lanjut, wanita hamil,
riwayatdepresi atau penurunan. (Rafknowledge, 2004). Pada lansia, juga
mengalami gangguaan impaksi fekal, sebagai akibat dari penumpukan sensasi
saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam
menanggapi sinyal untuk defekasi. Impaksi fekal merupakan masalah umum
yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan
kekuatan dan tonus otot.
Perawatan lansia (Gerontic Nursing) merupakan bidang keperawatan
spesifik yang memfokuskan perhatian terhadap pengkajian kesehatan dan
status fungsional usia lanjut (Sunaryo, 2016 dikutip dalam Lueckenotte,2000).
Menurut Sunaryo, dkk (2016) bahwa keperawatan gerontik adalah suatu
bentuk pelayanan professional yang didasarkan ilmu dan kiat/teknik
keperawatn gerontik yang berbentuk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual
yang komprehensif, ditujukan pada lanjut usia baik sehat maupun sakit pada
tingkat individu, keluarga, dan komunitas maupun masyarakat. Peran perawat
sangat penting dalam memberikan pelayanan keperawatan pada lansia yang

2
mengalami berbagai macam masalah. Perawat sebagai pemberi pelayanan
diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk
penanganan gangguan insomnia dan impkasi pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana konsep gangguan insomnia pada lansia?
2) Bagaimana konsep gangguan impaksi fekal pada lansia?
3) Bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan gangguan insomnia?
4) Bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan gangguan impaksi fekal?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Setelah melakukan perkuliahan Keperawatan Gerontik ini diharapkan
mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada kelompok lansia dengan
gangguan insomnia dan impaksi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan konsep gangguan insomnia pada lansia
2) Menjelaskan konsep gangguan insomnia pada lansia
3) Menjelaskan asuhan keperawatan pada kelompok lansia dengan
gangguan insomnia
4) Menjelaskan asuhan keperawatan pada kelompok lansia dengan
gangguan impaksi fekal

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Insomnia


2.1.1 Definisi Insomnia
Insomnia merupakan suatu gangguan tidur yang paling sering
terjadi dan paling dikenal oleh masyarakat. Insomnia merupakan kesulitan
dalam memulai atau mempertahankan tidur. Biasanya pasien dengan
insomnia seringkali memiliki keluhan yang tidak spesifik, selain keluhan
insomnia itu sendiri (Kaplan et. al., 2010). Gangguan ini dapat bersifat

3
sementara atau menetap. Periode singkat atau sementara insomnia paling
sering dikarenakan kecemasan. Sedangkan pada insomnia menetap
merupakan keadaan yang cukup sering ditemukan dengan masalah yang
paling sering, yaitu kesulitan untuk jatuh tertidur (Sadock B. & Sadock V.,
2014). Insomnia juga dapat dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan lama
terjadinya, yaitu transient insomnia yang hanya berlangsung 2 sampai 3
hari, shortterm insomnia berlangsung hingga 3 minggu dan longterm
insomnia yang dapat terjadi dalam waktu lebih lama, ini biasanya
disebabkan oleh kondisi medis atau psikiatri tertentu (Maslim, 2007).

2.1.2 Etiologi Insomnia


Faktor-faktor resiko berikut ini dapat menyebabkan gangguan tidur
insomnia. Berikut ini adalah penjelasan faktor resiko yang mempengaruhi
terjadinya insomnia :
1. Usia
Pada orang-orang usia lanjut dilaporkan lebih sering mengalami
kesulitan memulai dan mempertahankan tidur. Keadaan ini terjadi
karena adanya perubahan yang berhubungan dengan penuaan pada
mekanisme otak yang meregulasi waktu dan durasi tidur tersebut
(Nicholi, 1999). Terdapat pula perbedaan pola tidur diantara orang
dengan usia lanjut dengan orang-orang usia muda. Kebutuhan tidur
akan semakin berkurang dengan bertambahnya usia seseorang.
Pada usia 12 tahun kebutuhan tidur adalah sembilan jam,
berkurang menjadi delapan jam pada usia 20 tahun, lalu tujuh jam
pada usia 40 tahun, enam setengah jam pada usia 60 tahun dan
pada usia 80 tahun menjadi hanya enam jam (Prayitno, 2002).
2. Jenis kelamin
Resiko insomnia ditemukan lebih tinggi terjadi pada wanita
daripada laki-laki (Sateia & Nowell, 2004). Hal ini dikatakan
berhubungan secara tidak langsung dengan faktor hormonal, yaitu
saat seseorang mengalami kondisi psikologis dan merasa cemas,
gelisah ataupun saat emosi tidak dapat dikontrol akan dapat
menyebabkan hormon estrogen menurun, hal ini bisa menjadi salah
satu faktor meningkatnya gangguan tidur (Purwanto, 2008).
3. Kondisi medis dan psikitari

4
Insomnia bisa terjadi karena adanya kondisi medis yang dialami,
seperti penyalahgunaan zat, efek putus zat, kondisi yang
menyakitkan atau tidak menyenangkan dan bisa juga karena
adanya kondisi psikiatri, seperti kecemasan ataupun adanya
depresi. Keluhan yang dialami adalah sulit dalam memulai tidur
dan mempertahankan tidur (Kaplan et. al., 2010).
4. Faktor Lingkungan dan Sosial
Kehidupan sosial dan lingkungan sehari-hari juga dapat
menyebabkan insomnia, seperti pensiunan dan perubahan pola
sosial, kematian dari pasangan hidup, suasana kamar tidur yang
tidak nyaman dan adanya perasaan-perasaan negatif dari lansia itu
sendiri (Adiyati, 2010).

2.1.3 Patofisiologi Insomnia


Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang
bertujuan untuk mengembalikan stamina untuk kembali beraktivitas. Tidur
dan terbangun diatur oleh batang otak, thalamus, hypothalamus dan
beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan
tidur. Hasil yang diproduksi oleh mekanisme 6 serebral dalam batang otak
yaitu serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang berperan
sangat penting dalam menginduksi rasa kantuk, juga sebagai medula kerja
otak(Guyton & Hall, 2008). Dalam tubuh serotonin diubah menjadi
melatonin yang merupakan hormone katekolamin yang diproduksi secara
alami oleh tubuh.Adanya lesi pada pusat pengatur tidur di hypothalamus
juga dapat mengakibatkan keadaan siaga tidur. Katekolamin yang
dilepaskan akan menghasilkan hormone norepineprin yang akan
merangsang otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Stress juga
merupakan salah satu factor pemicu, dimana dalam keadaan stress atau
cemas, kadar hormone katekolamin akan meningkat dalam darah yang
akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga seseorang akan terus
terjaga (Perry, dalamIswari & Wahyuni, 2013).
Kecepatan metabolik seluruh tubuh dihitung melalui penggunaan
O2 persatuan waktu ternyata lebih tinggi pada pasien insomnia
dibandingkan pada orang normal. Data elektrofisiologi hyperarousal

5
menunjukkan peningkatan frekuensi gelombang beta pada EEG selama
tidur NREM. Aktivitas gelombang beta dikaitkan dengan aktivitas
gelombang otak selam terjaga. Penurunan dorongan tidur pada pasien
insomnia dikaitkan dengan penurunan aktivitas gelombang delta. Data
neuroendokrin tentang hyperarousal menunjukan peningkatan level
kortisol dan adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur, terutama
pada setengah bagian pertama tidur pada pasien insomnia. Penurunan level
melatonin tidak konsisten ditemukan. Data menurut functional
neuroanatomi studies of arousal tentang hyperarousal menunjukan pola-
pola aktivitas metabolisme regional otak selama tidur NREM melalui
SPECT (single-photon emission computer tomography) dan PET
( positron emission tomography). Pada penelitian PET yang pertama pada
insomnia primer terjadi peningkatan kecepatan metabolisme glukosa baik
pada waktu tidur maupun terjaga.
Selama terjaga, pada pasien insomnia primer ditemukan penurunan
aktivitas dorselateral prefrontal cortical. Dari hasil penelitian-penelitian
tersebut menunjukkan hyperarousal pada tidur NREM dan hypoarousal
frontal selama terjaga, hal inilah yang menyebabkan keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh pasien baik pada saat terjaga maupun tidur. Pada pasien
yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi peningkatan
gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas metabolik di
kortek orbita frontal dan mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal ini
juga mendukung hipotesis mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan
SPECT pada pasien insomnia primer, selama tidur NREM terjadi
hipoperfusi diberbagai tempat yang paling jelas pada basal ganglia.
Kesimpulan penelitian imaging mulai menunjukkan perubahan fingsi
neuroanatomi selama tidur NREM yang berkaitan dengan insomnia primer
maupun sekunder.

2.1.4 WOC

Prekursor Lesi nukleus Gangguan akrtivitas Lesi pada


asam amino subcereleus kolinergik sentral nukleus raphe

L-tryptophan Norepinefrin ACH menurun


menurun meningkat 6
Sintesis serotonin ↓ Tidur REM Terjaga Insomnia

menurun sementara

Gangguan tidur

insomnia

Hipofungsi serotonin

Basal ganglia Nucleus


2.1.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis insomnia yang biasanya dirasakan umumnya
berupa waktu tidur yang
Tegang, kurang,
cemas, mudah terbangun saat malam hari,
depresi,
bangun pagi lebih awal,obsesif
rasa mengantuk yang dirasakan sepanjang hari
dan sering tertidur sejenak (Bestari, 2013). Hal ini menyebabkan kualitas
tidur seseorang menjadi menurun. Akibatnya akan terlihat pada kehidupan
sehari-hari, yaitu menurunnya kualitas hidup, produktivitas dan
keselamatan serta dapat menyebabkan tubuh terasa lemah, letih dan lesu
akibat tidur yang tidak lelap (Sumedi et. al., 2010).
Gejala-gejala atau indikator insomnia pada individu dalam (Morin,
2003) dibedakan menjadi 4, yaitu:
a. Tingkat keparahan gangguan tidur (severity)
Tingkat keparahan ditandai dengan waktu yang diperlukan hingga
jatuh tertidur dan durasi terbangun setelah jatuh tertidur yaitu lebih
dari 30 menit. Bangun tidur lebih awal dimaksud dengan terbangun
di pagi hari (lebih dari 30 menit dari waktu yang diinginkan),
disertai ketidakmampuan untuk kembali tidur, dan sebelum total
waktu tidur mencapai 6,5 jam. Indikator ini digunakan untuk
mengukur keluhan insomnia secara subjektif.
b. Frekuensi kesulitan tidur (frequency)
Frekuensi merupakan kesulitan tidur yang dialami individu dalam
satu minggu yang dapat terjadi selama tiga malam atau lebih. Hal
ini disertai dengan kesulitan untuk memulai dan mempertahankan
tidur. Misalnya waktu tidur yang terganggu selama satu minggu

7
terjadi selama 4 - 5 malam, diikuti dengan tidur yang tidak
terganggu selama 1 - 2 malam 16 jangka pendek (berlangsung
antara satu sampai empat minggu), dan insomnia terus menerus
lebih dari satu bulan.
c. Durasi kesulitan tidur (duration)
Durasi kesulitan tidur merupakan lamanya insomnia yang diderita
oleh individu dalam 1 bulan atau 6 bulan terakhir. Indikator ini
ditandai dengan kondisi yang terjadi selama beberapa hari dan
seberapa sering individu mengalami jet lag (dikarenakan jam kerja
atau kegiatan yang mengharuskan individu untuk bepergian ke luar
negeri dengan waktu yang berbeda), insomnia 16 jangka pendek
(berlangsung antara satu sampai empat minggu), dan insomnia
terus menerus lebih dari satu bulan
d. Konsekuensi siang hari (associated daytime consequences)
Konsekuensi di siang hari merupakan dampak insomnia terhadap
kehidupan sehari-hari pada individu. Hal yang sering dikeluhkan
oleh individu antara lain kelelahan fisik, sulit berkonsentrasi dan
kurang fokus, masalah dalam mengingat, dan gangguan mood
(misalnya, mudah marah). Menurut Rafknowledge (2004)
Gejala-gejala yang umumnya muncul pada seseorang yang mengalami
insomnia ditandai dengan ciri-ciri:
a) Kesulitan jatuh tertidur atau tidak tercapainya tidur nyenyak.
Gejala kesulitan jatuh tertidur atau tidak tercapainya tidur nyenyak
berhubungan dengan latensi tidur. Latensi tidur adalah waktu yang
diperlukan mulai dari berangkat tidur hingga tertidur. Seseorang
dengan kualitas tidur baik menghabiskan waktu kurang dari 15
menit untuk dapat memasuki tahap tidur selanjutnya secara
lengkap. Sebaliknya, lebih dari 20 menit menandakan level
insomnia yaitu seseorang yang mengalami kesulitan dalam
memasuki tahap tidur selanjutnya (Buysse, 2005). Keadaan ini bisa
berlangsung sepanjang malam dan dalam tempo berhari-hari,
berminggu-minggu atau lebih.

8
b) Merasa lelah saat bangun tidur dan tidak merasakan kesegaran
Individu yang mengalami insomnia seringkali merasa tidak pernah
tertidur sama sekali.
c) Sakit kepala di pagi hari (sering disebut efek mabuk, padahal
nyatanya orang tersebut tidak minum-minum di malam itu). Sakit
kepala merupakan suatu 17 gejala neurotik pada seseorang yang
mengalami situasi yang menekan. Sakit kepala yang dialami oleh
individu merupakan sebuah respon terhadap stres atau situasi yang
menekan tersebut (Puri, Laking & Treasaden, 2008).
d) Kesulitan berkonsentrasi
e) Mudah marah
Individu yang mudah marah dapat disebabkan karena waktu tidur
yang kurang. Individu yang tidak dapat tidur nyenyak atau tidak
memenuhi waktu tidur yang cukup akan bangun dalam keadaan
yang tidak segar dan justru terasa lelah karena perasaan cemas dan
khawatir yang masih menyelimuti akibat tekanan yang diterima
sebelum memulai tidur. Dalam hal ini perawat pulang dari bekerja.
Perasaan khawatir ini akan menyebabkan individu mengalami
perasaan tersudut dan tidak aman. Perasaan tersudut tersebut
membuat individu merasa ketakutan dan cenderung hilang kendali
sehingga individu lebih sensitif dan mudah marah (Puri, Laking &
Treaseden, 2008).
f) Mengantuk di siang hari. Dari penjabaran gejala-gejala insomnia
dari beberapa ahli tersebut di atas, peneliti akan menggunakan
gejala-gejala insomnia menurut Morin (2003), yaitu meliputi
tingkat keparahan gangguan tidur (severity), frekuensi kesulitan
tidur (frequency), durasi kesulitan tidur (duration) dan konsekuensi
di siang hari (associated daytime consequences). Peneliti
menggunakan gejala-gejala yang dikemukakan oleh Morin (2003).

2.1.6 Penatalaksanaan Medis


Adapun penatalaksanaan insomnia terdiri dari terapi non-
farmakologis dan terapi farmakologis. Berikut ini adalah penjelasannya:
 Terapi non-farmakologis
Teknik deconditioning : pada teknik ini pasien diminta untuk
menggunakan tempat tidurnya hanya untuk tidur dan bukan untuk

9
hal-hal lainnya, bila pasien tidak tertidur dalam 5 menit, maka
mereka diminta untuk bangun dan melakukan hal lain. Terkadang,
berganti tempat atau ruangan tidur berguna bagi pasien (Sadock B.
& Sadock V., 2014).
Edukasi tentang sleep hygiene menurut Ebert Michael H. (2008)
dengan menggunakan terapi kontrol stimulus, yaitu :
1) Terapi Kontrol Stimulus
Menjaga waktu tidur dan terbangun agar konstan, bahkan saat
hari libur. Saat sudah di tempat tidur hentikanlah kegiatan
menonton tv, membaca buku atau bekerja. Hindari tidur siang.
Berolahraga secara rutin (3-4 kali per minggu), namun hindari
berolahraga di sore hari bila mengganggu waktu tidur nantinya.
Hentikan atau kurangi mengkonsumsi alkohol, kafein, rokok
dan substansi lain yang dapat mengganggu tidur. Sebelum tidur
lakukan aktifitas yang dapat menenangkan. Aturlah agar
ruangan tempat tidur terasa nyaman dan tenang.
2) Terapi kognitif : pasien insomnia sering memiliki pemikiran
dan kepercayaan yang negatif tentang konsekuensi dari kondisi
mereka. Membantu pasien dalam menangani pemikiran dan
kepercayaan mereka yang tidak tepat adalah tujuan dasar dari
terapi ini. Hal ini juga dapat menurunkan kecemasan yang
berhubungan dengan insomnia (Pigeon, 2010).
3) Terapi pembatasan tidur (retriksi) : terapi ini didasarkan pada
prinsip bahwa membatasi waktu yang dihabiskan di tempat
tidur dapat membantu memperbaiki kualitas tidur nantinya
(McCurry et. al., 2007).
 Terapi Farmakologis
Terdapat dua penggolongan obat untuk pasien-pasien insomnia,
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine. Dimana golongan
benzodiazepine adalah nitrazepam dengan dosis anjuran 5 – 10
mg/malam, flurazepam 15 – 20 mg/malam dan estazolam 1 – 2
mg/malam. Sedangkan, zolpidem dengan dosis anjuran 10 – 20
mg/malam merupakan golongan non-benzodiazepam. Pada orang-
orang usia lanjut, dosis yang diberikan harus lebih kecil dan
peningkatan untuk dosis harus dilakukan secara perlahan untuk

10
menghindari terjadinya oversedation dan intoksikasi (Maslim,
2007).

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium klinik
Blood gas analyzes, jika ada tanda hipoksia, terutama pada pasien
penyakit paru obstruksi kronik
2. Laboratorium tidur
Dengan alat polisomnogram. Untuk menghitung apneu hipopneu index
(AHI), jumlah total episode apnea dibagi lama tidur. Jika AHI > 5x/jam
maka diagnosis OSA bisa ditegakkan
3. Multiple Sleep Latency Test
Untuk pasien yg mengeluh mengantuk terus setiap hari dengan riwayat
GTGP yg belum jelas. Uji ini mencatat munculnya 2 atau lebih stadium
REM dan menunjukkan pasien dalam kondisi narcolepsy. MSLT dapat
membantu diagnosis insomnia primer.
4. Pemeriksaan pencitraan
Untuk persiapan terapi pembedahan, meliputi refleksi akustik
somnofluoroskopi dan radiologis sefalometri
5. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) : Diagnosis RLS dan PMLS.
Elektromiografi (EMG) adalah teknik untuk mengevaluasi dan rekaman
aktivitas listrik yang dihasilkan oleh otot rangka. EMG dilakukan
menggunakan alat yang disebut Electromyograph, untuk menghasilkan
rekaman yang disebut Elektromiogram.
6. Pemeriksaan Elektroen sefalogram (EEG)
EEG merupakan suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui
aktivitas gelombang otak. Sedangkan elektroenchephalografi adalah
suatu metode pencatatan gelombang otak menggunakan alat yang peka
terhadap gelombang otak. Neuron-neuron mampu mengeluarkan
gelombang listrik dengan tegangan yang sangat kecil (mV), yang
kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga
terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat
ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang alfa, beta, theta
dan sebagainya.

2.2 Konsep Impaksi

11
2.2.1 Definisi Impaksi
Impaksi fekal (Fecal Impaction) merupakan massa feses yang keras
di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material
feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake
cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat dan kelemahan
tonus otot (Hidayat,2006).
Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di
dalam rektum yang tidak dapat di keluarkan akibat konstipasi yang tidak
diatasi.

2.2.2 Etiologi Impaksi


Banyak lansia mengalami impaksi fekal sebagai akibat dari
penumpukan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau
kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Impaksi fekal
merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas,
kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot. Klien yang
menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang
paling berisiko mengalami impaksi.
Faktor-faktor risiko impaksi fekal pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan
analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat
kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis,
neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk
BAB, mengabaikan dorongan BAB, impaksi fekal imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia,
volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani,
inersia kolon.
6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat,
imobilitas/kurang olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut.

2.2.3 Patofisiologi Impaksi


Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja
otot-otot polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi

12
sisitem reflek, kesadaran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari
tempat BAB.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltic usus besar yang
menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus interna.
Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks
kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang
dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk
BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut.
Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan
otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam
proses ini.
Patogenesis impaksi fekal bervariasi macam-macam, penyebabnya
multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon
tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal
tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan
respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik
akibat degenerasi pleksus yenterikus, sedangkan pengurangan rangsang
saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan
usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang
meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di
usus. Ini dibuktikan dengan efek impaksi fekal sediaan opiat karena dapat
menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan
menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya
tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia
khususnya pada wanita. Pada penderita impaksi fekal mempunyai
kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras,
menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini
berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.

2.2.4 WOC

Proses Menua, Usia, gender, kelemahan,


gangguan metabolisme tidaksadar, kebingungan
13
Degenarasi pleksus Penurunan rangsang Kadar beta Tonus otot spinter
venterikus saraf pada otot polos endorphin melemah
sirkuler meningkat
Kekuatan otot
Inervasi instrinsik Relaksasi
Memanjangnya polos menurun
tonus
Pengurangan respon waktu gerakan usus Kesulitan
ototkolon
Motilitas
motoric sigmoid Perut terasa mengeluarkan feses
berkurang
Feses tertahan di penuh
Menghambat Mengejan lebih
usus/rektum MK :Defisiensi reflex keras dan lama
MK :Gangguan nutrisi Kurang dari
MK : Gaya MK :Resiko
Rasa Nyaman kebutuhan Tubuh
hidup kurang Kerusakan
gerak Integritas Kulit
Nyeri akut

2.2.5 Manifestasi Klinis


Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan impaksi fekal
adalah: (ASCRS, 2002)
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. Mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rectum saat BAB
6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB
7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

2.2.6 Penatalaksanaan Medis


Tatalaksana non farmakologik
1. Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan impaksi fekal.
Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk
minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari)
untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia
cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan
yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak

14
bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya
stabil.
2. Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan
waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar
mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang
menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat
berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-
kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan
masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga menyediakan
substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak
rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat
tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada
pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan
jumlah serat dapat menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan
buang besar tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang
seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.
3. Bowel training
Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa
untuk buang air besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum lebih
mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal
untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk
dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan pada pasien
usia lanjut yang mengalami gangguan kognitif. Pada pasien yang
sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur,
dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien
yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang
baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.
4. Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana
tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan.
Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi
mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan
atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning

15
bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak, meninggalkan
tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan interval 15
menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu
saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan
menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed
pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan
untuk merangsang gerakan usus.
5. Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu
dilakukan untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti
obat yang diperkirakan menimbulkan impaksi fekal. Obat
antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial
menimbulkan impaksi fekal. Obat yang mengandung zat besi juga
cenderung menimbulkan impaksi fekal, demikian obat anti hipertensi
(antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan
obat-obatan yang sering pula menyebabkan impaksi fekal.
Tatalaksana farmakologik
a. Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran.
Sediaan yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti
pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti
metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif
dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak
menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut,
tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti
menurunkan impaksi fekal pada orang usia lanjut dan nyeri defekai
pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus
diimbangi dengan asupan cairan.
b. Pelembut tinja
Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang
lanjut usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate
sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan
feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses.
Docusate sebenarnya tidak dapat menolong impaksi fekal yang kronik,

16
penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan
harus dicegah.
c. Pencahar stimulant
Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut.
Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi
peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg
senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun
tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya
menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia
lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai
dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur.
Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal
malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon individu.
Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik
minimal dan sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada
usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi secara
supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik. Penggunaan
rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi
sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu.
d. Pencahar hyperosmolar
Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di
dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi
bentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida.
Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic
meningkatkan cairan intraluminal dan menurunkan pH feses.
Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek
waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang
mengalami impaksi fekal. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama
menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati impaksi fekal pada
orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-
30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar
hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen dan
merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar
hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.

17
e. Enema
Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon;
hasil yang kurang baik biasanya karena pemberian yang tidak
memadai. Enema harus digunakan secara hati-hati pada usia lanjut.
Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin membutuhkan
enema secara berkala untuk mencegah skibala. Namun, pemberian
enema tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan efek samping.
Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe paling aman
untuk penggunaan rutin, karena tidak menghasilkan iritasi mukosa
kolon. Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds) sebaiknya tidak
diberikan pada orang usia lanjut.

2.2.7 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi
yang bermanfaat untuk mempelajari masalah eliminasi. Analisa
kandungan feses di laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis
seperti tumor, perdarahan, dan infeksi.
2. Spesiemen feses.
Perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa
spesimen diambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada
wadah yang tepat, dan dikirim ke laboratorium tepat waktu. Institusi
menyediakan wadah khusus untuk tempat spesimen feses. Beberapa
pemeriksaan memerlukan penempatan spesimen di dalam pengawetan
kimia.
Pemeriksaan diagnostik meliputi:
a. Kolonoskopi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya gangguan
atau kelainan pada usus besar (kolon) dan rektum yang sering
menimbulkan gejala berupa sakit perut, darah pada tinja, diare kronis,
gangguan buang air besar atau gambaran abnormal di usus pada
pemeriksaan foto Rontgen dan CT scan
b. Endoskop fiberoptic
Endoskopi merupakan pemeriksaan rongga tubuh menggunakan
endoskop yang digunakanuntuk diagnosis atau penyembuhan. Teknik
ini menggunakan serat optik dan teknologi video sehingga

18
memampukan keseluruhan struktur tubuh dapat diinspeksi secara
keseluruhan. Banyak penyembuhan yang dulunya melalui operasi
tetapi saat ini sudah lebih mudah serta lebih aman menggunakan
endoskopi.
c. Rontgen dengankontras.
Media kontras merupakan suatu bahan atau media yang dimasukkan
ke dalam tubuh pasien untuk membantu menegakkan diagnosa dalam
pemeriksaan radiografi, sehingga media yang dimasukkan tampak
lebih radioopaque atau lebih radiolucent pada organ tubuh yang
diperiksa.

19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Lansia dengan Insomnia


3.1.1 Kasus
Ny. M usia 67 tahun datang ke rumah sakit Universitas Airlangga dengan
keluhan sering pusing karena sulit memulai tidur pada malam hari, sering
terbangun pada malam hari dan hanya tidur 2 jam setiap malam. Ny. M
mengatakan bahwa memiliki riwayat hipertensi sejak usia 50 tahun. Klien
tampak lelah, kantong mata membesar, lingkar mata menghitam, terlihat
mengantuk dan menguap. Dari hasil pemeriksaan TTV klien didapatkan
tekanan darah 160/100 mmHg, suhu 36,5°C, RR 24x/menit, nadi
80x/menit.

3.1.2 Pengkajian
Tanggal pengkajian : 20 Februari 2019
Nama Pengkaji : Ners. R
Ruang : Poli Penyakit Dalam
Waktu pengkajian : 11.00 WIB
A. Identitas Pasien
Nama : Ny.M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 67 tahun
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Surabaya
Tanggal Masuk RS :-
No. Register :-
Ruangan/Kamar :-
Diagnosa Medis : Hipertensi

B. Keluhan Utama
Klien mengatakan seminggu ini sulit untuk memulai tidur pada malam
hari dan sering terbangun pada malam hari.
C. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Provocative/palliative
Pasien memiliki penyakit hipertensi. Hal-hal yang
memperbaiki keadaan adalah jika pasien minum obat pasien
mengatakan dirinya bisa tidur dan sebaliknya.

20
2. Quantitiy/quality
Pasien mengatakan tidak bisa tidur dan sangat lelah. Wajah
pasien tampak lelah, kantong mata membesar, lingkar mata
menghitam, dan kelihatan mengantuk dan menguap.
3. Severity
Pasien mengatakan bahwa penyakitnya sangat mengganggu
dirinya sehingga dia kesulitan untuk tidur di malam hari.
Sehingga pada siang hari badan terasa letih.
4. Time
Pada malam hari jam 23:30 wib pasien tidak dapat tidur.
Mulai tertidur pukul 02.00 wib dan bangun pukul 06.00
wib. Terjadi seminggu terakhir.
b. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Ny. M mempunyai penyakit hipertensi sejak usia 50 tahun. Klien
mengatakan pengobatan hanya dengan berobat jalan dan klien
mengkonsumsi obat penurun tekanan darah dan obat tidur. Klien
tidak pernah dirawat di rumah sakit dan tidak memiliki riwayat
alergi.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien tidak memiliki penyakit keturunan
d. Riwayat Keadaan Psikososial
Klien merasa cemas karena tidak bisa tidur saat malam hari dan
badan terasa lelah di pagi hari.
D. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : composmentis
b. Tanda-Tanda Vital
Suhu tubuh : 36,5°C
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 24x/menit
TB : 170 cm
BB : 67 kg
c. Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala : bentuk bulat, simetris, kulit kepala bersih
2. Rambut : bersih, tidak berbau
3. Mata : bentuk simetris, konjungtiva anemis,
lingkar mata tampak menghitam, kantung mata membesar
4. Hidung : tidak ada polip, tidak ada pernafasan
cuping hidung
5. Telinga : normal, tidakadasekretdandarah

21
6. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar limfe
7. Integumen : kulit bersih, terasa hangat dan lembab,
warna kulit sawo matang, turgor kembali kurang dari 3
detik, tidak ada kelainan pada kulit
8. Dada :
(a). Paru
- Inspeksi thorak : bentuk normal
- Pernafasan : frekuensi 24x/menit, irama
teratur dan reguler, tidak ada tanda kesulitan
bernafas
- Palpasi getaran suara : fremitus taktil seimbang kiri
& kanan
- Perkusi : terdengar bunyi resonan
- Auskultasi : suara nafas normal, suara
ucapan jelas, suaratambahan tidak ada terdengar

(b). Jantung

E. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


F. Palpasi : ictus cordis (PMI) pada ics 5 mid
clavicula sinistra,teratur
G. Perkusi : batas jantung intercosta 4-5
H. Auskultasi : bunyi jantung didapat s1 dan s2
tunggal, lup dup(normal), murmur tidak ada,
frekuensi 80x/menit
(c). Abdomen
4 Inspeksi : bentuk abdomen normal, simetris,
tidak tampak massa/benjolan, bayangan pembuluh
darah tidak tampak
5 Auskultasi : peristaltik 8 x/i, tidak ada suara
tambahan
6 Palpasi : tanda nyeri tekan tidak ada, tidak
teraba massa/benjolan, tidak ada tanda ascites, tidak
ada pembengkakan hepar
7 Perkusi : suara abdomen timpani, ascites (-)
9. Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

3.1.3 Analisa Data dan Diagnosa

22
No Data Etiologi MK

1 DS: Manula Insomnia


Klien mengatakan susah ↓
untuk tidur, tidur tidak Kematian sel neuron
nyenyak, sulit untuk ↓
memulai tidur,sulit
untuk Retraksi dendrite yang
melanjutka ntidur jika berlanjut
sudah terbangun. ↓
DO: Hilangnya hubungan
informasi antar sel
- Klien tampak lemas saraf
- Lingkar mata tampak ↓
menghitam dan Perubahan sistem
kantung mata vaskuler pada otak
membesar ↓
- TTV: Terjadi proses
TD 160/100 mmhg; aterosklerotik dan
RR : 24x/menit; arteriosklerosis
HR : 80x/menit; ↓
T : 36,5°C Penurunan peranan
dari retina, nucleus
suprakiasmatikum,
glandula pinealis yang
berperan pada
sirkardian tidur

Insomnia

2 DS: Manula Gangguan pola tidur


Klien mengatakan kurang ↓
tidur di malam hari, tidur Penurunan fisiologi
malam hanya 4 jam mulai tidur
pukul 02.00-06.00 wib, ↓
sering terbangun pada Penurunan elastisitas
malam hari, dan sering pembuluh darah
mengantuk padasiang hari. ↓
DO: Hipertensi
- Klien tampak lemas ↓
dan sering menguap Peningkatan vaskuler
- Lingkar mata tampak cerebral

Myalgia

Gangguan pola tidur

3 DS: Manula Keletihan

23
Klien mengatakan tubuh ↓
terasa letih pada siang hari Penurunan fisiologi
karena malam hari kurang tidur
tidur. ↓
DO: Gangguan pola tidur
- Klien tampak kelelahan, ↓
kurang energi dan Penurunan pemulihan
mengantuk fungsi organ
- Waktu tidur pasien ↓
hanya 4 jam perhari
Keletihan

Diagnosa Keperawatan

 Insomnia berhubungan dengan perubahan hormonal (Domain 4.


Aktivitas/Istirahat, Kelas 1. Tidur/Istirahat, Kode 00095)
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak
menyehatkan (Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 1.
Tidur/Istirahat, Kode 00198)
 Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur (Domain 4.
Aktivitas/Istirahat, Kelas 3. Keseimbangan Energi, Kode 00093)

3.1.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Insomnia Setelah dilakukan Peningkatan Tidur


berhubungan tindakan keperawatan (1850)
dengan perubahan selama 3 x 24 jam
hormonal diharapkan masalah 1. Tentukan pola
(Domain 4. keperawatan insomnia tidur/aktivitas pasien
Aktivitas/Istirahat, teratasi dengan kriteria Rasional:
Kelas 1. hasil : Memberikan
Tidur/Istirahat, Tidur (0004) informasi
Kode 00095) dasardalammenentu
Definisi: 1. [000401/I] Jam tidur kan rencana
Gangguan pada tidak terganggu (5) perawatan.
kuantitas dan 2. [000403/I] Pola 2. Bantu untuk
kualitas tidur yang tidur tidak terganggu menghilangkan
menghambat (5) situasi stres sebelum
fungsi. 3. [000404/I] Kualitas tidur
tidur tidak terganggu Rasional: Stres
(5) dapat menghambat

24
4. [000418/I] Tidur pemikiran pasien
dari awal sampai memulai untuk tidur
habis di malam hari 3. Anjurkan untuk
secara konsisten tidak tidur di siang
tidak terganggu (5) hari
5. [000408/I] Perasaan Rasional:
segar setelah tidur Meningkatkan
(5) pasien untuk dapat
6. [000421/I] Kesulitan tidur pada malam
memulai tidur tidak hari
ada (5) 4. Kelompokkan
kegiatan perawatan
untuk
meminimalkan
jumlah (jam)
terbangun;
memungkinkan
untuk siklus tidur
minimal 90 menit
Rasional: Supaya
pasien mampu
membangun pola
tidur yang sesuai
5. Sesuaikan
lingkungan untuk
meningkatkan tidur
Rasional:
Kenyamanan dapat
membuat pasien
relaksasi dan
membantu pasien
untuk tetap tidur

2. Gangguan pola Setelah dilakukan Manajemen


tidur berhubungan tindakan keperawatan Lingkungan :
dengan pola tidur selama 3 x 24 jam Kenyamanan (6482)
tidak menyehatkan diharapkan masalah
(Domain 4. keperawatan gangguan 1. Jelaskan tujuan
Aktivitas/Istirahat, pola tidur teratasi pasien dan keluarga
Kelas 1. dengan kriteria hasil : dalam mengelola
Tidur/Istirahat, Status Kenyamanan: lingkungan dan
Kode 00198) Lingkungan (2009) kenyamanan yang
Definisi: optimal
Interupsi jumlah 1. [200903/V] Rasional:
waktu dan kualitas Lingkungan yang Memberikan
tidur akibat faktor kondusif untuk informasi kepada
eksternal. tidur tidak pasien dan keluarga
terganggu (5) pasien untuk
2. [200902/V] Suhu membantu

25
ruangan tidak memenuhi
terganggu (5) kenyamanan pasien
3. [200909/V] 2. Ciptakan lingkungan
Pencahayaan yang tenang dan
ruangan tidak mendukung
terganggu (5) Rasional: Supaya
4. [200912/V] periode tidur tidak
Tempat tidur yang terganggu dan
nyaman tidak pasien rileks
terganggu (5) 3. Sediakan lingkungan
5. [200916/V] yang aman dan
Kontrol terhadap bersih
suara ribut tidak Rasional:
terganggu (5) Mengurangi
gangguan tidur
4. Berikan atau
singkirkan selimut
untuk meningkatkan
kenyamanan
terhadap suhu
Rasional:
Meningkatkan
kenyamanan
sehingga dapat
meningkatkan
keinginan untuk
tidur
5. Sesuaikan
pencahayaan untuk
memenuhi
kebutuhan kegiatan
individu, hindari
cahaya langsung
pada mata
Rasional:
Meningkatkan
kenyamanan
sehingga dapat
meningkatkan
keinginan untuk
tidur
6. Monitor waktu tidur
pasien setiap hari
dan jam
Rasional:
Mengetahui
perkembangan pola

26
tidur pasien

3. Keletihan Setelah dilakukan Manajemen Energi


berhubungan tindakan keperawatan (0180)
dengan gangguan selama 3 x 24 jam
tidur diharapkan masalah 1. Tentukan jenis dan
(Domain 4. keperawatan keletihan banyaknya aktivitas
Aktivitas/Istirahat, teratasi dengan kriteria yang dibutuhkan
Kelas 3. hasil : untuk menjaga
Keseimbangan Kelelahan: Efek yang ketahanan
Energi, Kode Mengganggu (0008) Rasional:Rencana
00093) yang
1. [000801/I] Malaise menyeimbangkan
Definisi: tidak ada (5) periode aktivitas
Keletihan terus 2. [000803/I] dengan periode
menerus dan Penurunan energi istirahat dapat
penurunan tidak ada (5) membantu pasien
kapasitas untuk 3. [000804/I] menyelesaikan
kerja fisik dan Gangguan dengan aktivitas pilihan
mental pada tingkat aktivitas sehari- tanpa berkontribusi
yang lazim. hari tidak ada (5) pada tingkat
kelelahan.
Tingkat Kelelahan 2. Monitor intake
(0007) nutrisi untuk
mengetahui sumber
1. [000701/I]
energi yang adekuat
Kelelahan tidak
Rasional:Pasien
ada (5)
akan memerlukan
2. [000721/I]
asupan lemak,
Keseimbangan
karbohidrat, protein,
antara kegiatan dan
vitamin, dan mineral
istirahat tidak
yang seimbang
terganggu (5)
untuk memberi
sumber energi
3. Bantu pasien untuk
menetapkan prioritas
aktivitas yang akan
dilakukan
Rasional:Menetapk
an prioritas adalah
salah satu metode
konservasi energi
yang memungkinkan
pasien
memanfaatkan
energi yang tersedia
untuk
menyelesaikan

27
aktivitas penting.
4. Monitor waktu dan
lama tidur pasien
Rasional: Jam tidur
tanpa gangguan
dapat berkontribusi
pada restorasi energi
5. Ajarkan pasien
mengenai
pengelolaan
kegiatan dan teknik
manajemen waktu
untuk mencegah
kelelahan
Rasional:
Pengelolaan
kegiatan dan
manajemen waktu
dapat membantu
pasien menghemat
energi dan
menghindari
kelelahan

3.2 Asuhan Keperawatan Lansia dengan Impaksi


3.2.1 Kasus
Tn. A berusia 68 tahun tinggal di panti wredha. Saat ini klien mengeluh
tidak bisa buang air besar (BAB) selama seminggu, keluhan dirasakan
selama 3 bulan terakhir. Setelah 1 minggu Tn. A bisa BAB namun
mengalami kesulitan mengeluarkan feses (konsistensi keras). Tn. A merasa
penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan bentuk
fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Klien tampak pucat.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 150/90 mmHg, HR : 106
x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,2 oC, TB : 158 cm, bising usus 2x/menit.
Tn A bercerita bahwa sehari minum air kurang lebih 1000 cc saja. Tn A
jarang berolahraga karena berpedapat olahraga itu tidak penting, serta
jarang melakukan aktivitas pekerjaan rumah .

3.2.2 Pengkajian

28
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA

ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER

Nama wisma : Wisma Sentosa Tanggal Pengkajian : 25-2-2019

1. IDENTITAS :
KLIEN
Nama : Tn. A
Umur : 68 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Surabaya
Tanggal datang : 5 Januari 2016, Lama Tinggal di Panti 3 tahun
2. DATA :
KELUARGA
Nama : Nn. B
Hubungan : Anak kandung
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya, Telp : 081226778xxx
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama: Tn. A mengatakan sudah 1 minggu belum buang air besar.

Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan: bertanya pada


petugas panti tentang kondisi yang dialaminya.

Obat-obatan: -

4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES


MENUA) :

FUNGSI FISIOLOGIS

1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : √
Perubahan BB : √
Perubahan nafsu : √
makan
Masalah tidur : √
Kemampuan ADL : √
KETERANGAN : Tn. A mengalami penurunan nafsu makan

2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : √

29
Pruritus : √
Perubahan pigmen : √
Memar : √
Pola penyembuhan lesi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada
sistem integumen

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : √
Pembengkakan kel : √
limfe
Anemia : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada
sistem hematopoetic
`
4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : √
Pusing : √
Gatal pada kulit kepala : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada kepala

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan : √
penglihatan
Pakai kacamata : √
Kekeringan mata : √
Nyeri : √
Gatal : √
Photobobia : √
Diplopia : √
Riwayat infeksi : √

30
KETERANGAN : Tn. A merasa bagian matanya tidak nyaman
saat berada pada cahaya yang terang

6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : √
Discharge : √
Tinitus : √
Vertigo : √
Alat bantu dengar : √
Riwayat infeksi : √
Kebiasaan membersihkan : √
telinga
Dampak pada ADL : Saat Tn. A tidak menggunakan
alat bantu dengar, Tn. A tidak
bisa mendengar dengan jelas
KETERANGAN : Tn. A harus menggunakan alat
bantu dengar setiap hari

7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : √
Discharge : √
Epistaksis : √
Obstruksi : √
Snoring : √
Alergi : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan pada hidung sinus

8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : √
Kesulitan menelan : √
Lesi : √
Perdarahan gusi : √
Caries : √
Perubahan rasa : √
Gigi palsu : √
Riwayat Infeksi : √
Pola sikat gigi : Tn. A menggosok giginya 2x sehari
saat mandi
KETERANGAN : Tn. A kurang dapat membedakan
rasa makanan sehingga Tn. A tidak
pernah menghabiskan makanannya.

31
9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : √
Nyeri tekan : √
Massa : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada leher

10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : √
Nafas pendek : √
Hemoptisis : √
Wheezing : √
Asma : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem pernafasan

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : √
Palpitasi : √
Dipsnoe : √
Paroximal nocturnal : √
Orthopnea : √
Murmur : √
Edema : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada
sistem kardiovaskuler

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : √
Nausea / vomiting : √
Hemateemesis : √
Perubahan nafsu : √
makan
Massa : √
Jaundice : √
Perubahan pola BAB : √
Melena : √
Hemorrhoid : √
Pola BAB : Tn. A sudah 1 minggu tidak bisa buang air
besar
KETERANGAN : Tn. A mengalami penurunan nafsu makan
dan sering memilih-milih jenis makanan

32
13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : √
Frekuensi : 4-5 x sehari
Hesitancy : √
Urgency : √
Hematuria : √
Poliuria : √
Oliguria : √
Nocturia : √
Inkontinensia : √
Nyeri berkemih : √
Pola BAK : Normal, dengan warna kuning jernih
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada
sistem perkemihan

14. Reproduksi (laki-laki)


Ya Tidak
Lesi : √
Disharge : √
Testiculer pain : √
Testiculer massa : √
Perubahan gairah sex : √
Impotensi : √

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : √
Bengkak : √
Kaku sendi : √
Deformitas : √
Spasme : √
Kram : √
Kelemahan otot : √
Masalah gaya berjalan : √
Nyeri punggung : √
Pola latihan : Tn. A kurang aktif dalam beraktivitas
akibat kelemahan otot yang dialami
Dampak ADL : Tn. A menjadi kurang gerak
KETERANGAN : Tn. A sering duduk-duduk saja, jarang
mau melakukan latihan fisik bersama
penghuni panti yang lain

16. Persyarafan
Ya Tidak

33
Headache : √
Seizures : √
Syncope : √
Tic/tremor : √
Paralysis : √
Paresis : √
Masalah memori : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem
persyarafan

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


Psikososial YA Tidak
Cemas : √
Depresi : √
Ketakutan : √
Insomnia : √
Kesulitan dalam mengambil : √
keputusan
Kesulitan konsentrasi : √
Mekanisme koping : Mekanisme koping Tn. A adaptif
Persepsi tentang kematian : Tn. A menganggap bahwa kematian adalah hal
yang wajar terjadi pada semua orang, Tn. A mempersiapkan diri dengan
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dampak pada ADL :-

Spiritual
6. Aktivitas ibadah : Tn. A rajin sholat berjamaah dengan penghuni
panti jompo yang lain
7. Hambatan :-

KETERANGAN :Tn. A mampu menjalankan fungsi spiritual dengan baik


tanpa adanya hambatan

6. LINGKUNGAN :

10. Kamar: Kamar Tn. A terlihat bersih dan rapi

11. Kamar mandi : sudah sesuai dengan kondisi lansia. Lantainya tidak
licin, penerangan cukup dan ada pegangan di kamar mandi.

12. Dalam rumah.wisma : Wisma terlihat bersih, rajin dibersihkan oleh


petugas wisma, penerangan cukup.

34
13. Luar rumah : Terlihat asri karena banyak pepohonan yang ditanam di
luar wisma

7. ADDITIONAL RISK FACTOR


Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi
kondisi saat ini :
Sejak muda, Tn. A kurang mau beraktivitas fisik seperti olahraga. Tn. A
banyak menghabiskan waktu untuk menjalankan hobi membaca.

8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES

6. Kemampuan ADL : mampu menjalankan ADL dengan


bantuan minimal.
7. Aspek Kognitif : tidak tejadi gangguan pada aspek kognitif.
Masih mampu mengingat kejadian yang telah terjadi.
8. Tes Keseimbangan :14 detik (tidak risiko tinggi jatuh)
9. GDS :4 (tidak diindikasikan depresi)
10. Status Nutrisi :4 (moderate nutritional risk)
11. Fungsi social lansia : sering berbincang dengan lansia
lain dalam wisma mengenai pengelaman-pengalaman pribadi.
12. Hasil pemeriksaan Diagnostik :
Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan
Kemampuan ADL 25 Februari 2019 90 (ketergantungan sedang)
MMSE 25 Februari 2019 27 (tidak ada gangguan
kognitif)
Tes keseimbangan 25 Februari 2019 14 detik (tidak risiko jatuh)
(Time Up Go Test)
GDS 25 Februari 2019 4 (tidak diindikasikan depresi)
Status nutrisi 25 Februari 2019 5 (moderate nutritional risk)
Fungsi sosial lansia 25 Februari 2019 8 (fungsi baik)

Lampiran

1. Kemampuan ADL

35
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)

No Kriteria Skor Skor


yang
didapat
1 Makan 0 = tidak mampu 10
5 = dengan bantuan (memaotong
makanan, mengoleskan selai , dll atau
membutuhkan menu makanan
tertentu, misal makana cair, bubur)
10 = mandiri
2 Mandi 0 = dependen 5
5 = mandiri
3 Berpakaian 0 = dependen 10
5 = butuh bantuan
10 = mandiri (mengancingkan, memakai
resleting, menalikan renda/tali)
4 Berhias 0 = butuh bantuan dalam perawatan 5
pribadi
5 = mandiri (mencuci wajah. Keramas,
gosok gigi, bercukur)
5 Kontrol Bowel 0 = inkontiensia/ membutuhkan bantuan 10
(BAB) enema untuk BAB
5 = sesekali BAB tidak sadar (occasional
accident)
10 = Kontrol BAB baik
6 Kotrol Bladder 0 = inkontiensia atau memakia kateter dan 10
(BAK) tidak mampu merawat kateter dan baik
5 = sesekali BAK tidak sadar (occasional
accident)
10 = Kontrol BAK baik
7 Penggunaan toilet 0 = Tidak mampu 10
(mencuci, menyeka, 5 = butuh bantuan, tetapi bisa melakukan
menyiram) sesuai dengan mandiri
10 = mandiri
8 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5
5 = dengan bantuan
10 = mandiri
9 Mobilisasi di 0 = tidak mampu mobilisasi atau 15
permukaan datar berjalan/kursi roda < 45,72 m (50 yard)
5 = mandiri dengan kursi roda > 45,72 m
(50 yard), mampu memosisikan kursi
roda di pojok ruangan
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang >
45,72 m (50 yard)
15 = berjalan mandiri (mungkin dengan
bantuan alat, pegangan) sejauh >
45,72 m (50 yard)

36
10 Berpindah ( dari 0 = tidak mampu berpindah, tidak dapat 10
kursi ke tempat duduk dengan seimbang
tidur dan sebaliknya 5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau 2
orang yang membantu)
10 = dengan bantuan lebih sedikit
15 = mandiri
TOTAL SKOR 90

Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total
21-60 = Ketergantungan berat
61-90 = ketergantungan sedang
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri
(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006)
Kesimpulan : 90 (ketergantungan sedang)

MMSE (Mini Mental Status Exam)

Nama : Tn. A
Tgl/Jam: 25 Februari 2019 Pukul 08.30 WIB

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksim Klien
al
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : .................. Hari :.................................
Musim : ..................Bulan : ..............................
Tanggal :
2 Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara: …………...Panti : …………………
Propinsi: …………Wisma/Kamar : …………
Kabupaten/kota :
………………………………………
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi, piring,
kertas), kemudian ditanyakan kepada klien,
menjawab :
a. Kursi 2). piring 3). Kertas
4 Perhatian 5 4 Meminta klien berhitung mulai dari 100
dan kemudia kurangi 7 sampai 5 tingkat.
kalkulasi Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72 5).
65
5 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
pada poin ke- 2 (tiap poin nilai 1)

37
1)……….. 2)…………… 3)…………..
6 Bahasa 9 7 Menanyakan pada klien tentang benda (sambil
menunjukan benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata
berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :
Minta klien untuk mengikuti perintah berikut
yang terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah yang dituliskan di
kertas nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis
kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling
bertumpuk

Total nilai 30 27 Tidak ada gangguan kognitif


Interpretasihasil :
24 – 30 : tidakadagangguankognitif
18 – 23 : gangguankognitifsedang
0 - 17 : gangguankognitifberat
Kesimpulan : 27 (tidak ada gangguan kognitif)

2. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test

No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)


1. 25 Februari 2019 jam. 16
09.00
2. 25 Februari 2019 jam. 13
09.15
3. 25 Februari 2019 jam. 12
09.30
Rata-rata Waktu TUG 14

Interpretasi hasil Tidak risiko tinggi jatuh

Observasi gaya berjalan Tanpa alat bantu, lurus, namun agak

38
lama

Interpretasi hasil:

Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:


≤ 14 detik Tidak risiko jatuh
>14 detik Risiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6
bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan
dalam mobilisasi dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen,
Foss & Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991)

3. GDS
Pengkajian Depresi

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan 1 0 1
kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 0
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 1 0 1
melakukan sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan 1 0 0
anda
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri 1 0 0
anda
Jumlah 4
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam
Gerontological Nursing, 2006)
Interpretasi : Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi

39
Kesimpulan : 4 (tidak diindikasikan depresi)

4. Status Nutrisi

Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:

No Indikators score Pemeriksaan


1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan 2 1
perubahan jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 2
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum 2 0
minuman beralkohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya 2 0
sehingga tidak dapat makan makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli 4 0
makanan
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum 1 0
obat 3 kali atau lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam 2 0
bulan terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang 2 2
cukup untuk belanja, memasak atau makan sendiri
Total score 5
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam
Introductory Gerontological Nursing, 2001)

Interpretasi:

0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6 ≥ : High nutritional risk
Kesimpulan : 5 (moderate nutritional risk)

5. Fungsi sosial lansia


APGAR keluarga dengan lansia

40
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia

NO URAIAN FUNGSI SCORE


1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluargaADAPTATION 2
(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)sayaPARTNERSHIP 2
membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) sayaGROWTH 1
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas / arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) sayaAFFECTION 2
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-
emosi saya seperti marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan sayaRESOLVE 1
meneyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL 8
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 2 2). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik
Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005
Kesimpulan : 8 (fungsi baik)

3.2.3 Analisa Data dan Diagnosa

No Data Etiologi MK

1. DS: Kelemahan otot, Risiko konstipasi


- Tn. A sudah 1 minggu asupan cairan kurang, fungsional kronis
tidak bisa buang air kurang beraktivitas (00236)
besar.
- Tn. A mengalami

kejadian seperti ini
kurang lebih dalam 3
bulan terakhir Gangguan
- Minum sehari kurang motilitas usus
lebih 1.000 cc

41
- Tn. A mengaku Tn. A ↓
kurang aktif dalam
beraktivitas akibat Feses tertahan di
kelemahan otot yang
dialami. rektum
- Tn. A kurang dapat
membedakan rasa ↓
makanan sehingga
Tn. A tidak pernah Kesulitan BAB
menghabiskan
makanannya ↓

DO: Risiko konstipasi

- Klien tampak pucat fungsional kronis


- Tn. A tampak sering
duduk-duduk saja,
jarang mau
melakukan latihan
fisik bersama
penghunni panti yang
lain
2. DS: Usia Gaya hidup
- Tn. A kurang aktif kurang gerak

dalam beraktivitas (00168)
akibat kelemahan otot
yang dialami Kurang minat
- Tn. A mengaku beraktivitas
kurang minat pada
aktivitas fisik

(jogging, senam
lansia, dsb)
- Tn A berpendapat jika Kelemahan Otot
olahraga tidak
penting, lebih suka ↓
membaca koran
DO: Gaya hidup kurang
- Tn. A tampak sering gerak
duduk-duduk saja,
jarang mau
melakukan latihan
fisik bersama
penghuni panti yang
lain
3. DS: Usia Resiko Kerusakan

42
- Tn. A mengatakan ↓ Integritas Kulit
bentuk fesesnya keras
dalam minggu ini Tonus otot
sampai sekarang
spinter melemah
- Tn. A merasa
kesulitan dalam ↓
defekasi dan penuh
perjuangan dalam
Kekuatan otot
mengejan
polos menurun
- Tn. A mengatakan
sehari minum air

kurang lebih 1000 cc
saja
Kesulitan
DO:
mengeluarkan
Tn. A tampak mengejan ↓ feses
- keras saat defekasi
- Feses (konsistensi ↓
keras)
Mengejan lebih
keras dan lama

Risiko Kerusakan
Integritas Kulit

Diagnosa Keperawatan
1. Risiko konstipasi fungsional kronis (Domain 3. Kelas 2. 00236)
2. Gaya hidup kurang gerak (Domain 1. Kelas 1. 00168)
3. Risiko kerusakan integritas kulit (Domain 11. Kelas 2. 00047)

3.2.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Risiko konstipasi Setelah dilakukan Konseling Nutrisi


- Bina hubungan
fungsional kronis tindakan
terapeutik
(Domain 3. Kelas 2. keperawatan selama

43
00236) 3x24 jam individu berdasarkan rasa
Definisi : rentan
mampu percaya diri dan
mengalami
meningkatkan atau saling
kesulitan atau tidak
memperbaiki menghormati
teratur dalam - Kaji asupan
kesehatan
evakuasi feses, makanan dan
yang telah terjadi Kriteria hasil : kebiasaan dan
hamper tiga bulan kebiasaan makan
1621 perilaku patuh:
dalam setahun, pasien
diet yang sehat
- Fasilitasi untuk
yang dapat
1. 162112 mengidentifikasi
mengganggu
memakan sajian perilaku makan
kesehatan.
sayuran yang yang harus diubah
- Berikan informasi
direkomendasika
sesuai kebutuhan
n per hari
2. 162111 mengenai
memakan sajian perlunya
buah yang modivikasi diet
direkomendasika bagi kesehatan
- Kaji ulang
n per hari
3. 1621114 pengukuran intake
Menyeimbangka dan output cairan
n antara intake pasien, nilai HB,
output cairan tekanan darah,
4. 1632 Perilaku atau penambahan
patuh: pada dan penurunan
aktivitas yang berat badan sesuai
disarankan kebutuhan
5. 163202 - Ciptakan
mengidentifikasi lingkungan makan
manfaat dari yang
aktivitas fisik menyenangkan
6. 163210 - Atur makanan
Berpartisipasi yang sesuai

44
dalam dengan
beraktivitas fisik kesenangan klien
sehari-hari
7. Memodivikasi
aktivitas fisik Terapi aktivitas
seperti yang
- Pertimbangkan
diarahkan oleh
kemampuan klien
kesehatan
dalam
professional
berpartisipasi
1633 Partisipasi melalui aktivitas
dalam latihan spesifik
1. 163307 - Bantu klien untuk
menyeimbangka memilih aktivitas
n aktivitas dan pencapaian
sehari – hari tujuan melalui
dengan olahraga aktivitas yang
2. 163308
konsisten dengan
Melakukan
kemampuan fisik,
olahraga secara
fisiologis dan
teratur
sosial
- Bantu klien untuk
menjadwalkan
waktu-waktu
spesifik terkait
dengan aktivitas
harian
- Bantu klien
meningkatkan
motivasi diri
untuk berolahraga
(senam rutin
bersama anggota
panti yang lain)
2. Gaya hidup kurang Setelah dilakukan Pendidikan kesehatan

45
gerak (Domain 1. tindakan
Kelas 1. 00168) keperawatan selama
Definisi : - Identifikasi faktor
3x24 jam individu
Suatu kebiasaan internal atau
mampu
hidup yang eksternal yang
mengaplikasikan
dicirikan oleh dapat
informasi untuk
tingkat aktivitas meningkatkan atau
meningkatkan,
yang rendah. mengurangi
memelihara dan
motivasi untuk
menjaga kesehatan
berperikau sehat
Kriteria hasil :
- Tentukan
1855 Pengetahuan pengetahuan
gaya hidup sehat kesehatan dan
gaya hidup
 185517
perilaku sehat saat
Pentingnya aktif
ini
secara fisik
 185516 Manfaat - Tekankan manfaat
olahraga teratur kesehatan positif
yang langsung
(manfaat
berolahraga) bisa
diterima oleh klien

- Tekankan
pentingnya
aktivitas fisik
sehari – hari
(jalan-jalan di pagi
hari, menyapu,
berkebun) sesuai
kemampuan klien

3. Risiko kerusakan Setelah dilakukan Manajemen impaksi

46
integritas kulit tindakan 1. Monitor frekuensi,
konsistensi,
(Domain 11. Kelas keperawatan selama
bentuk, volume,
2. 00047) 3x24 jam individu dan warna feses
Definisi : rentan dengan cara yang
dapat mencegah
mengalami tepat.
terjadinya kerusakan
kerusakan 2. Monitor bising
integritas kulit.
usus
epidermis dan/atau
dermis, yang dapat Kriteria hasil : 3. Dukung
peningkatan
mengganggu asupan cairan
0113 Penuaan fisik
kesehatan.
4. Intruksikan klien
- 011324 pada diet tinggi
mampu serat
mengontrol 5. Sarankan
BAB penggunaan
laksatif yang tepat
0602 Hidrasi 6. Konsultasikan
dengan dokter jika
-Intake cairan impaksi masih
tidak terganggu tetap terjadi.
7. Hilangkan impaksi
1015 Fungsi feses secara
Gastrointestinal manual jika
diperlukan.
- 101503
frekuensi
BAB tidak
terganggu

- 101505
konsistensi
feses
melunak

- 101536 tidak
mengalami
konstipasi

47
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan
seseorang dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara
bertahap. Berbagai permasalahan perubahan yang terjadi ialah insomnia
dan impaksi. Insomnia merupakan suatu gangguan tidur yang paling sering
terjadi dan paling dikenal oleh masyarakat. Insomnia merupakan kesulitan
dalam memulai atau mempertahankan tidur, sedangkan impaksi adalah
kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum yang tidak
dapat di keluarkan akibat konstipasi yang tidak diatasi. Berbagai masalah
kemunduran pada lansia disebabkan oleh banyak factor, dari faktor luar
(ekstrinsik) yaitu gaya hidup dan lingkungan yang kurang tenang serta
faktor dari dalam (intrinsik) yaitu kecemasan, kondisi fisik, dan depresi.
Penanganan secara tepat dapat mengatasi gejala dan dampak yang
ditimbulkan dari gangguan insomnia dan impaksi.

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya pembelajaran ini, perawat dapat meningkatkan
pelayanan dengan sebaik-baiknya terkait gangguan insomnia dan impaksi
pada lansia. Perawat mampu memiliki keterampilan untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang terbaik dengan klien sehingga akan
memberikan dampak kenyamanan untuk klien.

48
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta :


Graha Ilmu Badan Pusat Statistik 2013. Profil Penduduk Lanjut Usia.
Jakarta : Komnas Lansia

Blackwell, W. (2015-1017). NANDA International, Inc. 9600 Garsington Road,


Oxford, OX4 2DQ, UK: The Atrium, Southern Gate, Chichester, West
Sussex, PO19 8SQ, UK.

Indriana, Yeniar. 2012. Gerontologi & Progeria : Pustaka Belajar


Judith. 2009. Immobilisasi dan Instabilitas. Jakarta : EGC

Lane, R., & St. Louis, M. (2013). NURSING INTERVENTIONS


CLASSIFICATION (NIC), SIXTH EDITION. United States of America:
Elsevier.

Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Muhith, Abdul S.Y. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarts : ANDI

Nadya, C. (2017). Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan Prioritas Masalah


Gangguan Kebutuhan Dasar Istirahat : Hipertensi di Kelurahan Sari Rejo
Medan Polonia. Karya Tulis Ilmiah, 1-18.

Nugroho. (2008) Keperawatan Gerontologi. Edisi 3. Jakarta : EGC

Sibarani, D. R. (2017). Asuhan Keperawatan pada Ny. M dengan Prioritas


Masalah Kebutuhan Dasar: Istirahat & Tidur Pasien Hipertensi di
Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia. Karya Tulis Ilmiah, 1-51.

49
Sue Moorhead, P. R. (2014). NURSING OUTCOMES CLASSIFICATION (NOC).
Kidlington, Oxford OX5 1GB: Elsevier Global Rights.

Tamher. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

50
LAMPIRAN
ROLEPLAY ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
DENGAN INSOMNIA DAN IMPAKSI

Uta : Ibu A

Regy : Anak 2

Cucu : Ibu B

Tika : Perawat

Jian: Nenek Yati

Dayat: Anak 1

Anisa: dokter

Nenek Yati mengeluh pusing dan lelah di sekujur tubuh. Setelah dilakukan pengkajian
ditemukan bahwa Tekanan Darah Nenek Yati naik dari sebelumnya yang hanya 120/80
mmHg menjadi 150/90 mmHg. Selain TD yang naik dari hasil pengkajian ditemukan bahwa
Nenek Yati juga menjadi mudah emosi, mudah lelah dan adanya perubahan emosi secara
signifikan. Keluarga klien mengatakan Nenek Yati mudah terbangun dengan suara sekecil
apapun. Ditambah lagi cucu Nenek Yati hobby bermain video game ditengah malam dan
berteriak-berteriak membuat Nenek Yati terbangun dan pada akhirnya susah tidur lagi.

(SCENE 1 )

Pukul 21.30 Dayat bermain video game dengan adiknya dan membuat suasana rumah
menjadi gaduh

Anak 1 (Dayat): “Ayooo cepat kiri mas kiri.. giring bola nya”

Anak 2 (Regy): “Goalll goalll goaaaaaallllll”

Anak 1 (Dayat): “ Maju dek maju!!”

Ibu 1 (uta): “ Le nduk jangan rame! Mbah lagi tidur. Kasihan nanti kalau kebangun susah
tidur lagi”

24
Anak 2 (Regy): “Bentar toh buk. Lagi seru nihh. Mas dayat mau menang. Masih jam 10
iniloh”

Ibu 1 (uta): “ iya nduk iyaa. Tapi jangan keras keras kasihan mbah mu”

Tiba-tiba Nenek Yati keluar kamar bingung dan jalan bolak-balik tanpa tujuan seperti orang
bingung.

(SCENE 2 )

Kebiasaan Nenek Yati yang terbangun membuat nya tidak bisa untuk tidur kembali. Hal ini
akhirnya membuat emosi Nenek Yati mudah tersulut dan mudah lelah dalam melakukan
aktivitas sehari-hari

Ibu 1 (uta): “Bu makanan nya kok nggak di habiskan toh buk? Ini masih banyak. Nanti kalau
ibu sakit bagaimana?”

Nenek Yati (Jian): Pura pura tidak mendengar dan memasang wajah marah

Ibu 1 (uta): “dimakan ya bu. Sini biar Saya suapi, biar ibu semangat makanya”

Nenek Yati (Jian): “Sebentar nak! Masih kenyang ibu!”

Ibu 1 (Uta): Sudah kenyang bagaimana bu? Tadi pagi ibu belum sarapan dan ini sudah akan
masuk sore hari.

Nenek Yati (Jian): Ibu gak mau! Ndak usah maksa maksa nak.

Akhirnya ibu jian meninggalkan meja makan, pelan pelan menuju kamarnya.

Waktu menunjukan pukul 3 sore.

Anak 2 (Regy): “Nek tumben nggak keluar jalan jalan nyari udara segar?”

Nenek Yati (Jian): “ nggak wes nduk capek. Lain kali saja”

Anak 2 (Regy): “ibuuuuk. Nenek nggak mau jalan jalan sore sama olahraga. Nanti ngeluh
badanya sakit semua”

Ibu 1 (Uta): “ Ayo buk, saya anterin jalan jalan sore buk. Biasanya ibu paling suka jalan jalan
toh. Kata ibu biar sehat dan untuk olahraga toh?”

25
Nenek Yati (Jian): “Aduuhh nduk jangan teriak-teriak. Nenek sudah tua tapi nenek belum tuli.
Pusing kepala nenek kalau denger kamu teriak teriak. Nggak usah maksa maksa nenek
olahraga. Kamu sendiri sana loh olahraga sama ibumu”

Anak 2 (Regy): “Yaelah nek kan regy nanya. Kok jadi marah marah sihh”

Dengan tidak menghiraukan omongan cucu nya. Nenek Yati meninggalkan mereka dengan
wajah masam dan penuh emosi

(SCENE 3)

Ibu 1 bingung dan merenung dengan perubahan Nenek Yati. Hingga akhirnya datang ibu 2
yang menyarankan untuk ibu 1 membawa Nenek Yati secara rutin ke posyandu lansia untuk
berobat. Untuk mengetahui sebenarnya apa alasan dari perubahan mood, emosi berlebih dan
fisik yang cepat lelah dari Nenek Yati.

Ibu 2 (cucu): “Assalamualaikum bu uta, ada apa pagi pagi gini kok sudah murung gini”

Ibu 1 (Uta): “Begini loh ibu cucu, si mbah itu sekarang jadi suka marah marah, terus males
makan. Lemas dan mudah lelah. Belum lagi kalau di kasih tahu emosi nya malah meledak-
ledak”

Ibu 2 (cucu): “loalah kok bisa seperti itu bu uta. Kok sama seperti mertua saya dulu”

Ibu 1 (Uta): “terus waktu mertua ibu seperti itu dulu, sama ibu cucu dibawah kemana ya?
Karena kan saya bingung. Ini kali pertama saya mengalami hal seperti ini”

Ibu 2 (cucu): “Saya dulu mendaftarkan anak saya ke posyandu lansia. Alhamdulillah setelah
itu marah- marah nya berkurang dan sudah kembali lagi nafsu makan nya”

Ibu 1 (uta): “loh kalau boleh tau, memangnya ibu nya bu cucu dulu kenapa ya kok bisa
sampai seperti ibu saya ini?

Ibu 2 (cucu): “kalau ibu saya dulu karena insomnia, kata perawat nya karena ibu saya yang
suka sering kebelet pipis di tengah malam. Beser bukk”

Ibu 1 (uta): “ loalah hampir sama. Tapi setau saya ibu saya ke toilet itu tanpa alasan, hanya
mondar mandir saja.”

26
Ibu 2 (cucu): “Jadi seperti itu, baik bu daripada makin bingung dan berspekulasi aneh aneh
lebih baik langsung aja di ikutkan ke posyandu lansia. Lumayan bu biar masalah nya bisa
ditemukan dan ibu uta lebih tenang karena kondisi ibu nya ibu uta segera membaik. Baik bu
saya pamit dulu mau beli beras di depan. Wassalamualaikum”

Ibu 1 (uta):” Waalaikumsalam. Terimakasih ibu cucu atas masukanya”

(SCENE 4)

Ibu 1 akhirnya membawa Nenek Yati ke posyandu lansia untuk memeriksakan dan
menanyakan penyebab masalah yang terjadi akhir-akhir ini kepada Nenek Yati.

Dokter (Anisa): “Selamat datang ibu, monggo silahkan duduk”

Ibu 1 (uta): “ Terimakasih dokter” (menggangdeng Nenek Yati untuk ikut duduk)

Dokter (Anisa): “Jadi kalau boleh saya tau, keluhan Nenek Yati apa ya bu?”

Ibu 1 (uta): “Begini dok, ibu saya akhir-akhir ini sering sekali emosi, belum lagi untuk nafsu
makan nya sendiri menurun,beliau juga menjadi mudah sekali untuk lelah dalam melakukan
sesuatu. Kira kira ibu saya ini kenapa ya dok?”

Dokter (Anisa): “Baik sebelumnya Nenek Yati di ukur tekanan darah nya terlebih dahulu oleh
suster tika ya bu. Kalau ibu mau menemani Nenek Yati saya persilahkan”

(Dilakukan Ttv oleh Perawat dan pengkajian)

Perawat (Tika): “Selamat siang bu. Saya suster verantika yang pada hari ini bertugas di
puskesmas sumberejo ini. Saya tensi dulu ya bu, kira kira tensi normal nya Nenek Yati
biasanya berapa ya bu?”

Ibu 1 (uta): “Ibu saya normalnya 120/80 biasanyan tidak lebih dari itu”

Perawat (Tika): “Kalau nafsu makan yang menurun itu apakah sudah lama terjadi bu?”

Ibu 1 (uta): “ndak tuh sus. Kira kira sekitar semingguan ini saja, itupun terjadi bersamaan
dengan emosi ibu saya yang cepat sekali berubah.”

Perawat (Tika): “Hayoo nenek kenapa kok gak mau makan?”

Nenek Yati (jian): “Lha emang saya ndak lapar kok disuruh makan”

27
Perawat (Tika): “Kalau sudah waktu nya makan bagaimana? Nanti lain waktu kalau sudah
waktunya makan mungkin ibu uta bisa memulai dengan menyuapi Nenek Yati untuk
pertamanya, nanti jika Nenek Yati sudah lahap makanya, mungkin ibu mulai bisa
membiarkan Nenek Yati makan sendiri”

Ibu 1 (Uta): “Loh sus saya sudah menawari itu ke ibu saya, tapi tetap saja ibu saya ndak mau
makan walaupun di suapin sekalipun”

Perawat (Tika):”wah ini tensi nya Nenek Yati tinggi ibu, kira kira apakah tidur nenek kurang
nyenyak akhir akhir ini?”

Ibu 1 (uta): “Yang saya tau sus ibu saya sering mondar mandir keluar kamar bila terbangun
dan akan sulit untuk tidur kembali”

Perawat (tika): “Nenek biasanya terbangun karena apa? Kebelet pipis atau ada sesuatu yang
mengganggu nenek?”

Nenek Yati (Jian): “Aku itu sudah tua gak bisa kaget, kalau cucu saya teriak teriak biasanya
saya langsung bangun, susah tidur lagi sus. Bingung sus. Baru bisa tidur lagi lamaaa sekali,
tapi ujung ujungnya pasti saya terbangun lagi”

Perawat (tika): “Apa sebelumnya jadwal tidur Nenek Yati tidak teratur? Nenek tidur jam
berapa?”

Ibu 1 (uta): “Iya sus, tidur ibu saya memang kadang malam dan kadang pukul 7 sudah tidur.
Tapi kalau anak anak sudah mulai main video game akhirnya ibu terbangun dan susah untuk
kembali tidur. Seperti tadi yang sudah saya jelaskan”

Perawat (Tika): “ Ternyata seperti itu bu. Nenek Yati ini terkena insomnia dengan tipe
gangguan lingkungan, gangguan tidur yang paling umum terjadi pada lansia. sebenarnya Hal
ini adalah salah satu gejala penuaan yang normal dan umum terjadi. Orang lanjut usia,
tepatnya di atas 65 tahun biasanya melaporkan susah tidur nyenyak, tiba-tiba bangun di
tengah malam, atau hanya bisa tidur selama beberapa jam saja semalam.Hal ini bisa sangat
berbahaya bila sudah mengganggu aktivitas sehari-hari dan mampu membuat Nenek sering
mengantuk di siang hari. Maka dari itu kita harus mampu meningkatkan kualitas tidur
mereka.”

Ibu 1 (Uta): “Bagaimana ya sus caranya, agar tidur ibu saya nyenyak? Apakah perlu adanya
konsumsi obat”

Perawat (Tika): “ibu uta bisa menggunakan metode stimulus control Melalui metode ini pasien
diedukasi untuk mengunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan menghindari aktivitas lain

28
seperti membaca dan menonton tv di tempat tidur. Ketika mengantuk Nenek Yati bisa datang ke
tempat tidur, akan tetapi jika selama 15- 20 menit berada disana Nenek tidak bisa tidur maka
Nenek harus bangun dan melakukan aktivitas lain sampai merasa mengantuk baru kembali ke
tempat tidur. Metode ini juga harus didukung oleh suasana kamar yang tenang ibu sehingga
mampu mempercepat pasien untuk tertidur. Dengan metode terapi ini, pasien mengalami
peningkatan durasi tidur sekitar 30-40 menit.”

Ibu 1 (Uta): “Selain itu apakah ada lagi sus yang bisa saya terapkan ke ibu saya?”

Perawat (Tika):”Ibu juga bisa menerapkan terapi relaksasi, Tujuan terapi ini adalah mengatasi
kebiasaan usia lanjut yang mudah terjaga di malam hari saat tidur terutama pada beberapa usia
lanjut yang mengalami kesulitan untuk tertidur kembali setelah terjaga. Metode terapi relaksasi
meliputi: melakukan relaksasi otot, latihan pernapasan dengan diafragma, yoga atau meditasi.
Tapi ada beberapa hal yang perlu ibu uta ketahui, Pada pasien usia lanjut sangat sulit melakukan
metode ini karena tingkat kepatuhannya sangat rendah. Tapi jika ibu setuju untuk menerapkan
cara ini. Saya akan mengajarkan bagaimana caranya”

Ibu 1 (uta): “selain itu apakah ada hal hal yang perlu saya perhatikan sus?”

Perawat (Tika): “Iya bu ada, dan masih ada hubunganya dengan terapi-terapi yang sudah saya
jelaskan tadi. Pertama, ibu uta harus membatasi waktu di tempat tidur setiap hari pada jumlah
yang sama sebelum terjadinya gangguan tidur , Hentikan obat yang bekerja pada susunan
saraf pusat (kafein, nikotin, alkhohol, stimulan), Hindari tidur sekejap pada siang hari,
Dapatkan hubungan fisik dengan program olah raga , Hindari stimulasi malam hari.
Mungkin Nenek Yati bisa berendam dalam air panas menjelang waktu tidur selama 20 menit
untuk meningkatkan temperatur tubuh, dan pastikan Nenek Yati Makan pada waktu yang
teratur setiap hari, hindari makan banyak sebelum tidur Lakukan relaksasi rutin setiap malam,
seperti relaksasi otot progresif atau meditasi Pertahankan kondisi tidur yang menyenangkan.
Bagaimana bu kira kira apakah ada pertanyaan lagi? Bila sudah mari kembali kepada dokter
anisa?

Ibu 1 (uta):”sejauh ini belum ada sus terimakasih atas penjelasan suster”

Perawat (Tika): “Baik ibu,nenek mari saya antarkan ke dokter anisa, siapa tau ada resep obat
yang diresepkan oleh beliau”

(SCENE 5)

Dokter (Anisa):”Baik bu untuk hasil tensi dan pemeriksaan lain sudah saya terima dari suster
Tika. Ini ada resep dari saya, ibu bisa tebus di apotek. Apakah ada yang mau ditanyakan?”

Ibu 1 (uta): “sepertinya tidak ada dok. Terimakasih dokter anissa, suster Tika”

29
Dokter+ Perawat: “Baik bu sama-sama.”

30

Anda mungkin juga menyukai