SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur bermunajat atas kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan taufiq, hidayah, rahmat dan karunianya serta kelapangan dalam berpikir
dan waktu, sehingga kelompok dapat menyusun dan menyelesaikan makalah dengan
judul “ Asuhan Keperawatan Kronik Anak pada Sistem Hematologi ”. Makalah
ini disusun sebagai tugas kelompok pada mata kuliah keperawatan anak.
Makalah ini bertujuan agar dapat menjadi referensi bagi kita sebagai seorang calon
perawat untuk lebih memahami tentang penyakit-penyakit yang berbahaya bagi anak pada
sistem hematologi. Agar kita sebagai calon perawat dapat mengetahui gejala, woc, serta asuhan
keperawatan pada klien anak dengan masalah sistem hematologi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.3.2 Etiologi ................................................................................................................ 26
2.3.3 Klasifikasi ........................................................................................................... 27
2.3.4 Patofisiologi ........................................................................................................ 32
2.3.5 Manifestasi Klinis ............................................................................................... 33
2.3.6 WOC ................................................................................................................... 35
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 36
2.3.8 Penatalaksanaan .................................................................................................. 37
2.3.9 Komplikasi .......................................................................................................... 37
2.3.10 Prognosis ........................................................................................................... 38
2.3.11 Asuhan Keperawatan ........................................................................................ 38
BAB III Kasus Semu .............................................................................................................. 46
3.1 Kasus ...................................................................................................................... 46
3.2 Asuhan Keperawatan ............................................................................................. 46
BAB IV Penutup .................................................................................................................... 51
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 51
4.2 Saran ...................................................................................................................... 51
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 52
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada banyak penyakit pada anak yang menyangkut sistem hematologi contohnya
anemia, hemofilia, dan thalasemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Sementara, Hemofilia adalah
kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sexlinked resesif dan
autosomal resesif. Dan Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan
oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Ketiga penyakit tersebut merupakan penyakit pada system hematologi yang
paling sering dijumpai pada anak. Anemia masih menjadi masalah besar bagi kesehatan
masyarakat global dengan jumlah penderita yang mencapai hingga 2,3 miliar –
diperkirakan 50% nya disebabkan oleh Anemia Defisiensi Besi (ADB). Pada penyakit
thalasemia Badan kesehatan dunia atau WHO (2012) menyatakan kurang lebih 7% dari
penduduk dunia mempunyai gen thalasemia dimana angka kejadian tertinggi sampai
dengan 40% kasusnya adalah di Asia. Prevalensi karier thalasemia di Indonesia
mencapai 3 - 8%. Pada tahun 2009, kasus thalasemia di Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 8,3% dari 3653 kasus yang tercatat di tahun 2006. Pada kasus
hemofilia diturunkan secara X-linked recessive dengan prevalensi 5000-10.000
penduduk laki-laki yang lahir hidup. Penderita dengan hemofilia A, B atau C, inhibitor
langsung melawan faktor VIII, IX atau XI selama diberikan terapi pengganti. Insiden
terbentuknya inhibitor pada hemofilia berkisar 20-40%, sedangkan pada penderita
hemofilia B berkisar 1-6%.
Ketiga penyakit ini memiliki tanda gejala yang hampir sama. Pada penderita
anemia biasanya penderita penyakit ini terlihat lesu, lemah, letih, pucat dikarenakan
kurangnya darah. Sementara gejala thalasemia adalah berat badan yang rendah, sesak
napas, mudah lelah, dan sakit kuning. Dan gejala utama hemofilia adalah perdarahan
yang sulit berhenti atau berlangsung lebih lama, termasuk perdarahan pada hidung
(mimisan), otot, gusi, atau sendi.
Pada anemia diberikan penanganan Suplementasi tabet Fe, Fortifikasi makanan
dengan besi dan diberikan tablet penambah darah. Dan pada pendrita hemofila untuk
mencegah terjadinya perdarahan, penderita biasanya diberikan suntikan faktor
pembekuan darah. pada kasus hemofilia A, dokter akan memberikan suntikan octocog
1
alfa atau desmepressin. Sedangkan untuk kasus hemofilia B, dokter akan memberikan
suntikan nonacog alfa. Sementara pada klien Thalasemia kemungkinan dapat diobati
dengan transfusi darah tali pusat dan transplantasi sumsum tulang dan juga transfusi
darah secara rutin diperlukan bagi penderita thalasemia beta.
1.3 Tujuan
Tujuannya setelah dilakukan perkuliahan ini mahasiswa mampu mengetahui
dan mengidentifikasi penyakit kronik pada sistem hematologi beserta dengan asuhan
keperawatannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANEMIA
2.1.1. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah kurang dari normal. Secara fungsional, anemia merupakan penurunan
jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer (penurunan oxygen caring capacity). Secara praktis, anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, kemudian hematokrit
(Sudoyo, et al., 2010)
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). Anemia adalah istilah
yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin
dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin serta kehamilan, batas
normal dari kadar Hb dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :
2.1.2. Klasifikasi
Berdasarkan Sudoyo, et al (2010) anemia diklasifikasikan menurut
beberapa hal, yaitu:
1) Klasifikasi menurut etiopatogenesis
3
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
i. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
ii. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
Anemia akibat penyakit kronis
Anemia sideroblastik
iii. Anemia defisiensi vitamin B12
Anemia aplastik
Anemia mieloptisik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
b. Anemia akibat hemoragi
i. Anemia pasca perdarahan akut
ii. Anemia akibat perdarahan kronik
c. Anemia hemolitik
i. Anemia hemolitik intrakorpuskular
Gangguan membran eritrosit (membranopati)
Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat
defisiensi G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati):
thalassemia dan hemoglobinopati struktural
ii. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik mikroangiopatik
d. Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui atau dengan
pathogenesis yang kompleks
2) Klasifikasi berdasarkan gambaran morfologi
a. Anemia hipokromik mikrositer: bila MCV < 80 fl dan MCH <
27 pg
4
b. Anemia normokromik normositer : bila MCV 80-95 fl dan MCH
27-34 pg
c. Anemia makrositer : bila MCV> 95 fl
3) Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan
Berikut adalah klasifikasi menurut WHO (2014)
2.1.3. Etiologi
Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah (eritrosit)
yang diproduksi dalam tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Penurunan
kadar hemoglobin selama kehamilan disebabkan oleh ekspansi yang lebih
besar dari volume plasma dibandingkan dengan peningkatan volume sel darah
merah (eritrosit). Disproporsi antara tingkat kenaikan untuk plasma dan
eritrosit memiliki perbedaan yang paling signifikan selama trimesrer kedua
(American Pregnancy Association, 2015).
5
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia (Dhaar & Robbani,
2008). Berdasarkan Pribadi, et al (2015) meskipun anemia defisiensi besi
merupakan penyebab terbanyak, tetapi anemia dapat disebabkan oleh beberapa
hal lainnya, antara lain:
1) Hemolisis akibat malaria atau penyakit bawaan seperti talasemia
2) Defisiensi G6PD
3) Defisiensi nutrient seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin
C
4) Kehilangan darah kronis akibat cacing dan malabsorbsi besi
6
b. Sering berdebar-debar
c. Sakit kepala dan iritabel
d. Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku
e. Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white)
f. Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah, meradang
dan sakit.
g. Jantung dapat takikardi
h. Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly
i. Penderita defisiensi besi berat mempunyai rambut rapuh, halus serta kuku
tipis, rata, mudah patah dan berbentuk seperti sendok.
Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah,
lalai. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan
kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke
atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).
2.1.5. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-
sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor,
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut
terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik
atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai
hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan
masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma
(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sclera.Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai
rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi
darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika
suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat
menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari
7
2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti
komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah
rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998)
2.1.6. Web of Caution (WOC) Anemia
Anemia
Anoreksia
MK: Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
2.1.7. Penatalaksanaan Medis
8
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
9
LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu
hidup lebih pendek.
Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB), SDP : jumlah sel total sama
dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau
menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau
tinggi (hemolitik), Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masukan/absorpsi, besi serum : tak ada (DB); tinggi
(hemolitik), TBC serum : meningkat (DB), Feritin serum : meningkat (DB),
Masa perdarahan : memanjang (aplastik), LDH serum : menurun (DB), Tes
schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP), Guaiak : mungkin positif
untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut /
kronis (DB).
Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam hidroklorik bebas (AP). Aspirasi sumsum
tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah,
ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal:
peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah
(aplastik). Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi
perdarahan : perdarahan GI (Doenges, 1999).
2.1.9. Asuhan Keperawatan Anemia Pada Anak
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Identitas klien terdiri atsa Nama, Umur, Jenis kelamin, MRS
Alamat, dan lain-lain.
B. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
10
Keluhan yang biasanya dialami pasien anak dengan Anemia
yaitu Lemah badan dan anak sering rewel.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Antenatal: Penggunaan sinar-X yang berlebihan
Natal: obat-obatan
Postnatal: Pendarahan, gangguan sistem pencernaan
Nutrisi: Nafsu makan selalu menurun dan badan lemah
Activity: Jantung berdebar, lemah badan, sesak nafas,
penglihatan kabur
Tidur : kebutuhan istirahat dan tidur yang kurang
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Anak merasa lemah dalam waktu lama atau setelah
melakukan aktivitas. Adanya pendarahan, pusing, jantung
berdebar, demam, nafsu makan menurun, kadang-kadang sesak
nafas, penglihatan kabur dan telinga berdengung.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga pada klien anak dengan
anemia yaitu Adakah penyakit degeneratif dari keluarga untuk
dikaji. Atau adanya penyakit ganas dan menular yang dimiliki
oleh anggota keluarganya.
C. Pemeriksaan
a) Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan Leher
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya
penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala
atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
2. Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan
menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat
penyakit mata lainya.
3. Hidung
Biasanya dilakukan pemeriksaan bentuk hidung, Kaji
adanya kelainan dan fungsi olfaktori.
11
4. Mulut
Biasanya ada perdarahan pada gusi. Gangguan rasa
menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok..
5. Leher
Kaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan,
pembesran tiroid serta adanya pembesaran vena jugularis
pada anak.
6. Dada/Thorax
Paru-paru:
I :biasanya simetris kiri-kanan
P :biasanya fremitus kiri-kanan
P :biasanya Hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah
A : biasanya vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada
7. Jantung
I : biasanya Ictus tidak terlihat
P : biasanya Ictus teraba 1 jari
P :biasanya jantung tidak dalam batas normal
(kardiomegali)
A :biasanya irama jantung tidak teratur, serta takikardi
8. Abdomen:
I : biasanya tidak asites, cekung,
P : biasanya Hepar teraba (hepatomegali), nyeri ulu hati
P : biasanya Tympani
A : biasanya bising usus normal
9. Genitourinaria
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta adanya
tanda-tanda kelainan yang lain. Inspeksi genitalia dan kaji
adanya kelainan yang timbul.
10. Ekstremitas
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan adanya
tanda-tanda sianosis.
b) Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
1. Tekanan darah
12
Dalam batas normal tekanan darah dapat berubah dari
hipertensi ringan sampai berat. Bahkan hipotensi jika
mengalami perdarahan yang parah.
2. Suhu
Fase awal suhu tubuh meningkat, lebih dari 37o C (normal
36o C- 37o C) karena mengalami penurunan trombosit dalam
darah.
3. Nadi
Frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan (takikardi)
4. RR
Sesak nafas, dispnea, RR meningkat di atas normal (normal
20-50x/mnt).
5. Pengkajian B1-B6
a. B1 Breath : Pada pasien dengan anemia biasanya
mengalami Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek,
dan cepat lelah saat melakukan aktivitas jasmani, Hal
tersebut merupakan menifestasi dari kurangnya
pengiriman oksigen.
b. B2 Blood : Klien anemia anak biasanya mengalami
Takikardia dan bising jantung menggambarkan beban
jantung dan curah jantung meningkat, pucat pada kuku,
telapak tangan, serta membran mukosa bibir dan
konjungtiva. Keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri
koroner. Angina (nyeri dada) khususnya pada pasien usia
lanjut dengan stenosis koroner dapat diakibatkan karena
iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat
menimbulkan gagal jantung kongestif sebab otot jantung
yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri
dengan beban kerja jantung yang meningkat.
c. B3 Brain :Adanya Disfungsi neurologis, sakit kepala,
pusing, kelemahan, dan tinitus (telinga berdengung).
d. B4 Bladder: Pada pasien anak dengan anemia. Biasanya
mengalami gangguan ginjal dan penurunan urine.
13
e. B5 Bowel : Penurunan intake nutrisi disebabkan karena
anoreksia, nausea, konstipasi atau diare, serta stomatitis
(sariawan lidah dan mulut).
f. B6 Bone : klien mengalami kelemahan untuk
beraktivitas
2. Diagnosa
1. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Domain 4. Aktivitas/ istirahat, kelas 4. Respon
kardiovaskuler/pulmonal. Kode 1982)
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan (Domain 2. Nutrisi, kelas 1.
Makan. Kode 00002)
3. Ketidakefektifan perfusi perifer b.d menurunnya pengangkutan
oksigen ke jaringan sekunder dari penurunan jumlah sel-sel darah
merah di sirkulasi (Domain 4. Aktivitas/istirshat, Kelas 4. Respons
kardiovaskuler/pulmonal. Kode00204)
4. Ketidakefektifan polanapas b.d Keletihan (Domain 4.
Aktivitas/istirshat, Kelas 4. Respons kardiovaskuler/pulmonal.
Kode00032)
3. Intervensi
14
- Kolaborasi /
konsultasi dengan ahli
terapi fisik / okupasi,
spesialisasi,
rehabilitas.
2.2. HEMOFILIA
2.2.1. Definisi
Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan
karakteristik sexlinked resesif dan autosomal resesif. Hemofilia adalah kelainan
perdarahan kongenital yang disebabkan oleh kekurangan faktor VIII (faktor
antihemofilik) yang terkait dengan Hemofilia A, atau faktor IX (faktor
15
Christmas) yang terkait dengan Hemofilia B (Diana, 2012). Kedua hemophilia
diturunkan secara X-linked resesif, dan primer menyerang laki-laki tapi
ditransimisikan oleh wanita. Meskipun hemofilia merupakan penyakit
herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat
lingkungan endogen maupun eksogen. Gejala yang paling sering terjadi ialah
perdarahan, baik di dalam tubuh (internal bleeding) maupun di luar tubuh
(external bleeding).
Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat keluarga
dari duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaaan resesif
terkait-x. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada 1 dari 5000 laki-laki.
Hemofilia B ( defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya.
2.2.2. Klasifikasi
Klasifikasi beratnya hemofilia bergantung pada kadar faktor VIII atau
faktor IX dalam plasma. Diklasifikasikan hemofilia berat bila kadar kadar
F.VIII atau F.IX kadar hemostatik untuk F.VIII adalah > 30-40%, dan untuk
F.IX adalah >25-30%. Dikenal 3 jenis hemofilia, yaitu:
1. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII/anti hemophilic factor)
2. Hemofilia B (defisiensi faktor IX/Christmas factor)
3. Hemofilia C (defisiensi faktor XI).
2.2.3. Etiologi
Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang
diperlukan untuk koagulasi darah akibat kekurangan faktor VIII atau XI, terjadi
hambatan pembentukan trombin yang sangat penting untuk pembentukan
16
normal bekuan fibrin fungsional yang normal dan pemadatan sumbat trombosit
yang telah terbentuk pada daerah jejas vaskular. Hemofilia A disebabkan oleh
defisiensi F VIII, hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX dan hemofilia
C disebabkan karena defisesinsi F XI.
2.2.4. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena
anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX
(hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh
gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang
merupakan komponen yang yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-
faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera
vascular (Cecily Lynn Betz, 2009)
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah,
adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi
bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi
antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan
penyembuhan pembuluh darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor
von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah
proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit
dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi
trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah
juga melepaskan tissue faktor dan mengubah permukaan pembuluh darah,
sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin.
Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur
intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang
lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.
17
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak
kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau
trauma ringan.
Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan
walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa
5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita (Muscari, Mary
E. 2005)
2.2.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan,
pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta
keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga
kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Gambaran klinis hemofilia A dan B sulit dibedakan. Manifestasi klinis
perdarahan pada hemofilia A dan B sejalan dengan derajat defisiensinya.
Perdarahan yang umum dijumpai adalah mudah memar, perdarahan oral
khususnya perdarahan gusi, hemartrosis dan hematoma yang terjadi secara
spontan atau setelah adanya trauma.
18
2.2.6. Web of Caution (WOC)
Defisiensi faktor VIII, faktor IX
atau faktor XI dalam tubuh
Hemofilia
2.2.7. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a) Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b) Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
c) Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d) Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis
akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e) Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik
fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis
19
hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor
pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk mengatasi
episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada factor yang
kurang.
3. Terapi lainnya
a) Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A
ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b) Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu
aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru
et al, 2010)
c) Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d) Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e) Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f) Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak
dan sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)
2.2.8. Asuhan Keperawatan Hemofilia
1. Pengkajian
a. Biodata klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki
1 kromosom x. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat
saja (carrier)
b. Riwayat penyakit sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada
jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis
subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang
c. Riwayat penyakit dahulu
Fokus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering
terjadi infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi akibat
perdarahan yang terus menerus dan apabila sering terjadi perdarahan
20
yang terus-menerus pada daerah sendi akan mengakibatkan kerusakan
sendi, dan sendi yang paling rusak adalah sendi engsel, seperti patella,
pergelangan kaki, siku. Pada sendi engsel mempunyai sedikit
perlindungan terhadap tekanan, akibatnya sering terjadi
perdarahan.sedangkan pada sendi peluru seperti panggul dan bahu,
jarang terjadi perdarahan karena pada sendi peluru mempunyai
perlindungan yang baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang
menimbulkan kerusakan sendi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter
seperti kekurangan faktor viii protein dan faktor pembekuan ix yang:
Kurang dari 1% tergolong berat
Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter
lainnya yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
e. Riwayat psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien
f. Pola aktifitas
Klien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang
memungkinkan dapat mengganggu pola aktifitas klien. Pola istirahat
akan terganggu dengan adanya nyeri anak sering menangis.
Pengkajian fisik
a. B1 (Breathing) : pernafasan dangkal dan kusmaul serta
krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction
rub pericardial.
b. B2 (Blood) : terjadi perdarahan secara terus-menerus dan
adanya luka memar di dekat area perdarahan
c. B3 (Brain) :
- Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan
kabur, edema periorbital.
- Rambut: mudah rontok, tipis dan kasar
21
- Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,
peradangan gusi.
- Hidung : pernapasan cuping hidung
- Leher : pembesaran vena leher.
- Neurosensory: Pusing, tampak lemas, kesadaran kompos
mentis sampai koma,
d. B4 (Bladder) : Hematuria (urin mengandung darah), dan
oliguria
e. B5 (Bowel) : mual muntah, cegukan,
f. B6 (Bone) : nyeri area pinggang, asites, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop
Pemeriksaan Diagnostik
Uji laboratorium dan diagnostic
a. Jumlah trombosit (normal)
b. Masa protombia (normal)
Uji pembangkitan tromboplastisin (dapat menemukan
pembentukan yang tidak efisien dari tromboplastin akibat
kekurangan F VIII)
Masa pembekuan thrombin
Uji fungsi hati(kadang-kadang) digunakan untuk
mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum
glutamic-piruvic transaminase (SGPT), SGOT, fosfatase
alkali, bilirubin)
2. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan yang aktif
akibat perdarahan
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal akibat
perdarahan
c. Perubahan perfusi jaringan b.d perdarahan aktif
22
3. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Kekurangan volume Tujuan: 1. Kaji tingkat
cairan b.d kehilangan Agar tidak terjadi perdarahan dan
volume cairan yang aktif kekurangan volume cairan pembeuan perdaarahan
akibat perdarahan klien
Kriteria Hasil: R: Dapat mengetahui
- Klien mengetahui tingkat perdarahan
penyebab kekurangan untuk pemberian
volume cairan intevensi selaanjutnya
- Klien mengetahui cara
untuk mengatasi 2. Observasi TTV setiap
kekurangan volume 4-6 jam
cairan R: Mengetahui
- Klien dapat melakukan perkembangan klien
cara yang telah
diajarkan untuk 3. Ukur intake dan output
mengatasi kekurangan cairan klien
volume cairan R: Membantu
- Membrane mukosa mengontrol
lembab keseimbangan cairan
- Turgor kulit kembali tubuh klien
dalam 2 detik
4. Anjurkan untuk
- Cairan masuk dan
minum yang banyak
cairan keluar seimbang
R: Untuk
- Ttv dalam batas
meminimalkan
normal
terjadinya kekurangan
volume cairan
5. Kolaborasi dalam
pemberian cairan yang
adekuat
R: Meminimalkan
terjadinya kekurangan
cairan akibat
perdaarahan yang
dialami klien
Gangguan mobilitas fisik Tujuan: 1. Pantau tingkat
b.d kerusakan Agar tidak terjadi ganguan inflamasi atau rasa
musculoskeletal akibat mobilitas fisik. sakit pad sendi
perdarahan Tidak terjadi gangguan R: Tingkat aktivitas
konsep diri atau latihan tergantung
dari proses inflamasi
Kriteria Hasil:
23
- Klien mampu 2. Bantu dengan cara
beradaptasi dengan latihan aktif klien
keterbatasan R: Meningkatkan
fungsional tubuhnya fungsi sendi, kekuatan
- Tonus otot klien kuat otot dan stamina
- Klien mampu umum
berpindah posisi
dengan mandiri 3. Ubah posisi klien
setiap 4-6 jam
R: Mencegah
kekakuan pada otot
klien
5. Ciptakan lingkungan
yang aman dan
nyaman
R: Menghindari cedera
akibat
kecelakaan/terjatuh
Perubahan perfusi Tujuan/kriteria hasil: 1. Kaji penyebab
jaringan b.d perdarahan Tidak terjadi penurunan perdarahan.
aktif kesadaran, pengisian R: dengan mengetahui
kapiler baik, perdarahan penyebab dari
dapat teratasi. perdarahan maka akan
membantu dalam
menentukan intervensi
3. Kolaborasi dalam
pemberian IVFD
adekuat
24
R: mempertahankan
keseimbangan cairan
dan elektrolit serta
memaksimalkan
kontraktilitas/curah
jantung sehingga
sirkulasi menjadi
adekuat
4. Kolaborasi dalam
pemberian transfuse
darah
R: memperbaiki/
menormalkan jumlah
sel darah merah dan
meningkatkan
kapasitas pembawa
oksigen sehingga
perfusi jaringan
menjadi adekuat
2.3. THALASEMIA
2.3 1. Definisi
Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut.
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di
daerah Laut Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan
pembesaran limfa setelah berusia satu tahun. Anemia dinamakan splenic atau
eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan
nama penemunya (Ganie, 2005).
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh
kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel
darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan
terjadilah anemia (Herdata.N.H. 2008 dan Tamam.M. 2009).
Thalasemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalasso yang berarti laut.
Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Thomas B. Cooley tahun 1925 di
daerah Laut Tengah, dijumpai pada anak-anak yang menderita anemia dengan
pembesaran limfa setelah berusia satu tahun. Anemia dinamakan splenic atau
25
eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan
nama penemunya (Ganie, 2005).
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh
kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel
darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan
terjadilah anemia (Herdata.N.H. 2008 dan Tamam.M. 2009).
2.3 2. Etiologi
Thalasemia adalah penyakit turunan, diwariskan dari orang tua untuk
anak-anak melalui gen mereka. Seorang anak biasanya tidak mengalami gejala
kecuali jika kedua orang tuanya membawa gen talasemia. Jika hanya satu
orangtua membawa gen talasemia pada anak, maka anak tersebut memiliki
sifat talasemia. Sifat thalassemia tidak akan berkembang menjadi penyakit
yang besar, dan tidak ada perawatan medis diperlukan.
Banyak orang tua yang membawa talasemia, tetapi sering kali tidak
terdiagnosis karena gejalanya tidak tampak. Sering, talasemia tidak
didiagnosis pada keluarga sampai bayi lahir dan membawa gen talasemia. Jadi
jika seseorang dalam sebuah keluarga membawa gen talasemia, sebaiknya
bijaksana untuk berkonsultasi dengan dokter, jika ingin memiliki keturunan.
Jika dokter menentukan bahwa anak berisiko talasemia, tes prenatal dapat
mengetahui jika anak yang belum lahir akan membawa gen talasemia atau
tidak.
26
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat
yang diturunkan. Sebagai penyakit turunan, thalasemia diturunkan dari orang
tua yang penderita thalasemia atau pembawa thalasemia. Thalasemia
digolongkan berdasarkan rantai asam amino yang terkena, yaitu : Alfa-
thalasemia (melibatkan rantai alfa), Beta-thalasemia (melibatkan rantai beta).
2.3 3. Klasifikasi
Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu
thalasemia alfa dan thalasemia beta :
1. Thalasemia Alfa
Anak-anak dengan sifat alfa-thalassemia tidak memiliki penyakit
talasemia. Orang-orang biasanya memiliki empat gen globin untuk alfa,
dua diwariskan dari setiap orangtua. Jika satu atau dua dari empat gen
yang terpengaruh, anak dikatakan telah mendapatkan alfa-thalassemia.
Sebuah tes darah tertentu yang disebut elektroforesis hemoglobin dapat
digunakan untuk melihat sifat alfa-thalassemia dan dapat dilakukan pada
masa bayi. Kadang-kadang, sifat alfa-thalassemia dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah rutin ketika baru lahir.Penyakit ini kadang lebih sulit
untuk dideteksi pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa.
27
Anak-anak yang memiliki sifat alfa-thalassemia biasanya tidak
memiliki masalah kesehatan yang signifikan, kecuali anemia ringan, yang
dapat menyebabkan kelelahan sedikit.
28
mayor pada awal kehamilan akan mengalami anemia, membengkak
karena kelebihan cairan, pembesaran hati dan limfa.janin ini biasanya
mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2. Thalasemia Beta
Beta thalasemia, bentuk paling umum, dikelompokkan menjadi 3
kategori: beta-thalasemia minor, intermedia, dan utama (anemia
cooley). Seseorang yang membawa gen beta thalasemia memiliki
kesempatan 25% (1 banding 4) memiliki anak dengan penyakit jika
pasangannya juga membawa sifat tersebut.
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai
globin beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari :
a. Beta Thalasemia Trait
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu
gen bermutasi. Penderita mengalami anemia ringan yang
ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).
Beta-thalassemia minor sering kali tidak terdiagnosis
karena anak-anak dengan kondisi ini tidak memiliki gejala yang
nyata selain anemia ringan dan sel darah merah yang kecil. Hal
ini sering dicurigai berdasarkan pada tes darah rutin seperti
hitung darah lengkap (CBC) dan dapat dikonfirmasi dengan
elektroforesis hemoglobin. Tidak ada perawatan yang
diperlukan.Seperti sifat alfa-thalassemia, anemia dengan kondisi
ini mungkin salah didiagnosa sebagai kekurangan zat besi.
b. Thalasemia Intermedia
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih
bisa produksi sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami
anemia yang derajatnya tergantung dari derajat nutrisi gen yang
terjadi.
Anak-anak dengan beta-thalassemia intermedia memiliki
berbagai efek dari penyakit ini - anemia ringan mungkin satu-
satunya gejala mereka atau mereka mungkin memerlukan
transfusi darah secara teratur.
Keluhan yang paling umum adalah kelelahan atau sesak
napas. Beberapa anak juga mengalami palpitasi jantung, juga
29
karena anemia, dan ikterus ringan, yang disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah yang abnormal yang dihasilkan
dari penyakit. Hati dan limpa dapat diperbesar, yang dapat
membuat tidak nyaman bagi seorang anak. Anemia berat juga
dapat mempengaruhi pertumbuhan.
Gejala lain beta-thalassemia intermedia adalah kelainan
tulang. Karena sumsum tulang bekerja keras untuk membuat sel
darah merah lebih banyak untuk melawan anemia, anak-anak
mengalami pembesaran tulang pipi mereka, dahi, dan tulang
lainnya. Batu empedu adalah komplikasi yang sering karena
kelainan dalam produksi empedu yang melibatkan hati dan
kantong empedu.
Beberapa anak dengan beta thalassemia intermedia
mungkin memerlukan transfusi darah hanya sesekali. Mereka
akan selalu memiliki anemia, tetapi tidak perlu transfusi darah
kecuali selama sakit, komplikasi medis, atau di kemudian hari
selama kehamilan.
Anak-anak lain dengan bentuk penyakit yang
memerlukan transfusi darah secara teratur. Pada anak-anak,
tingkat hemoglobin rendah atau jatuh sangat mengurangi
kemampuan darah untuk membawa oksigen ke tubuh, sehingga
sangat lelah, pertumbuhan yang buruk, dan kelainan wajah.
Transfusi teratur dapat membantu meringankan masalah ini.
Beta-thalassemia intermedia sering didiagnosis pada
tahun pertama kehidupan. Dokter akan meminta untuk menguji
ketika seorang anak mengalami anemia kronis atau kondisi
riwayat keluarga. Selama didiagnosis dengan baik dan belum
mengalami komplikasi yang serius, maka dapat diobati dan
ditangani.
c. Thalasemia Mayor
Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat
membentuk hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada
oksigen yang dapat disalurkan keseluruh tubuh, yang lama-
30
kelamaan akan menyebabkan kekurangan O2, gagal jantung
kongestif, maupun kematian. Penderita thalasemia mayor
membutuhkan transfusi darah yang ruti dan perawatan medis
demi kelangsungan hidupnya (Dewi.S 2009 dan Yuki 2008).
Beta-thalassemia mayor adalah kondisi yang parah di
mana transfusi darah secara teratur diperlukan bagi anak untuk
bertahan hidup. Meskipun transfusi seumur hidup beberapa
dapat menyelamatkan nyawa mereka, tapi juga menimbulkan
efek samping yang serius: kelebihan beban besi dalam tubuh
pasien talasemia. Seiring waktu, orang-orang dengan talasemia
mengumpulkan deposito dari besi, terutama di hati, jantung, dan
endokrin (hormon yang memproduksi) kelenjar. Deposito
akhirnya dapat mempengaruhi fungsi normal jantung, dan hati,
di samping pertumbuhan dan menunda pematangan seksual.
Untuk meminimalkan deposito besi, anak-anak harus
menjalani terapi khelasi (penghapusan zat besi). Pengobatan
dilakukan dengan meminum obat setiap hari melalui mulut atau
subkutan atau administrasi intravena.
Terapi khelasi diberikan 5 sampai 7 hari seminggu dan
telah terbukti dapat mencegah kerusakan hati dan jantung dari
kelebihan zat besi, memungkinkan untuk mengalami
pertumbuhan normal dan perkembangan seksual, dan
meningkatkan rentang hidup. Konsentrasi besi dipantau setiap
beberapa bulan sekali. Kadang-kadang biopsi hati diperlukan
untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat dari beban besi
tubuh.
Anak-anak dengan transfusi yang teratur harus dipantau
secara ketat untuk tingkat zat besi dan komplikasi kelebihan zat
besi pada obat khelasi.
Risiko lain yang terkait dengan transfusi darah kronis
adalah anak-anak akan memiliki reaksi alergi yang dapat
mencegah transfusi lebih lanjut dan menyebabkan penyakit yang
serius.
31
Baru-baru ini, beberapa anak telah berhasil menjalani
transplantasi sumsum tulang untuk mengobati thalassemia
mayor. Namun, ini hanya dalam kasus-kasus penyakit talasemia
sangat melumpuhkan. Ada resiko yang cukup besar untuk
transplantasi sumsum tulang: prosedurnya melibatkan
kehancuran dari semua sel-sel pembentuk darah di sumsum
tulang dan repopulating ruang sumsum dengan sel donor yang
harus cocok sempurna (perbandingan terdekat biasanya dari
saudara kandung).
Prosedur ini biasanya dilakukan pada anak-anak muda
berusia 16 tahun yang tidak memiliki penyakit hati yang serius.
Darah membentuk sel-sel induk yang diambil dari darah
tali pusat juga telah berhasil ditransplantasikan, dan penelitian
menggunakan teknik ini diharapkan meningkat. Saat ini
pengobatan sumsum tulang adalah satu-satunya obat yang
diketahui untuk penyakit ini.
2.3 4. Patofisologi
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri
dari 2 rantai alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 %
dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai
2 rantai alfa dari 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada
keadaan normal. Haemoglobin F (foetal) setelah lahir Fetus senantiasa
menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu
tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai
alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin
kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada
pasangan dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewasa
(HbA). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada
dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan
eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu
karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak
dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis
32
didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai
normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa.
Destruksi eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas
(eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.
(Soeparman, dkk, 1996).
33
seseorang menderita talasemia, limpa harus bekerja sangat keras.
Akibatnya, limpa menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini membuat
penderita mengalami anemia parah. Jika limpa menjadi terlalu besar
maka limpa tersebut harus disingkirkan.
4. Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan penyakit hemoglobin H atau thalassemia beta mayor
(disebut juga Cooley's anemia) akan mengalami talasemia berat. Tanda dan
gejala-gejala muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Mereka
mungkin akan mengalami anemia parah dan masalah kesehatan serius
lainnya, seperti:
a. Pucat dan penampilan lesu
b. Nafsu makan menurun
c. Urin akan menjadi lebih pekat
d. Memperlambat pertumbuhan dan pubertas
e. Kulit berwarna kekuningan
f. Pembesaran limpa dan hati
g. Masalah tulang (terutama tulang di wajah)
34
Penyebab primer: Penyebab sekunder:
Mutasi DNA
Peningkatan O2 berkurang
Hb defekstif
Ketidakseimbangan polipeptida
Penumpukan besi
Ketidakseimbangan Suplai O2 ke jaringan perifer<
suplai O2 dan kebutuhan
MK: Ketidakefekifan perfusi jaringan perifer
Hipoksia
36
2.3 9. Penatalaksaan
1. Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11
g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
2. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diet buruk
3. Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk
mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau
subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit darah
transfusi.
4. Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh
Desferioksamin..
5. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan
darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko
infeksi.
6. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk
merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
7. Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada
umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA –
Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30%
kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)
8. Menghindari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging
berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau, sebagian dari
sarapan yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol.
2.3 10. Komplikasi
Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita
thalassemia berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, orang-orang ini
harus menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu.
1. Jantung dan Liver Disease
Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita
thalassemia. Sebagai hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam
darah. Hal ini dapat merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati.
Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan
adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia.
Penyakit jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan
terlebih lagi serangan jantung.
37
2. Infeksi
Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah
penyebab utama penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian.
Orang-orang yang limpanya telah diangkat berada pada risiko yang lebih
tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.
3. Osteoporosis
Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah,
termasuk osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat
lemah, rapuh dan mudah patah.
2.3 11. Prognosis
Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang
mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah
infeksi dan pemberian chaleting agents untuk mengurangi hemosiderosis
(harganya pun mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara
berkembang). Thalasemia tumor trait dan Thalasemia beta HbE yang
umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa.
2.3 12. Asuhan Keperawatan Thalasemia
1. Pengkajian
A. Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut
Tengah (Mediteranial) seperti Turki,Yunani, dll. Di Indonesia
sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkanmerupakan penyakit darah yang paling banyak diderita
B. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya
jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun,
sedangkan pada thalassemia minor biasanya
anak akan dibawa keRS setelah usia 4 tahun.
C. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan
atas atau infeksi lainnya. Inidikarenakan rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
D. Pertumbuhan dan Perkembangan
38
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbang sejak masih bayi.Terutama untuk thalasemia
mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya
danadanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupisdan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor,sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
E. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan,
sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
F. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya.
Anak lebih banyak tidur/istirahat karenaanak mudah lelah.
G. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu
diperiksa apakah orang tua jugamempunyai gen thalasemia. Jika
iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
H. Riwayat Ibu Saat Hamil (ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor resikotalasemia. Apabila diduga ada
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkinsering dialami oleh anak setelah lahir.
I. Data Keadaan Fisik Anak
a) Keaadan Umum : lemah dan kurang bergairah, tidak selincah
anak lain yang seusia.
b) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentukkhas, yaitu kepala membesar
dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung),
jarakmata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c) Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d) Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e) Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dandisebabkan oleh anemia kronik.
39
f) Abdomen : terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan
hati (hepatospek nomegali).
g) Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia,
BB di bawah normal.
h) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas tidak tercapai dengan baik.Misal tidak tumbuh
rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak
tidak dapatmencapai tapa odolense karena adanya anemia
kronik.
i) Kulit : warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulitakan menjadi kelabu seperti
besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi
dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
J. Pemeriksaan Persistem
a) B1 (Breathing)
Sesak nafas, nyeri dada, napas cepat, RR > 12-
20x/menit,terjadi karena ada beberapa jaringan dan organ
yang mengalami kekurangan oksigen, adakah suara napas
tambahan, adakah suara napas yang terdengar berat, adakah
retraksi sternal, intercoste, adakah tanda – tanda distress
pernapasan, perhatikanwarna kulit pasien (adakah sianosis,
pucat), perhatikan warna membran mukosa (warna pink, atau
pucat), apakah kulit tampak hangat, kering, atau dingin kulit
tampak hangat, kering, atau dingin. Pada pasien dengan
gangguan perfusi jaringan perifer akan muncul tanda – tanda
tersebut.
b) B2 (Blood)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, akral
dingin, CRT > 2 detik, konjungtiva anemis, adanya sianosis,
warna kulit pasien pucat, adakah tanda – tanda sindrom
kompartemen.
c) B3 (Brain)
40
Terjadi penurunan sensoris, GCS = 4,5,6, padapasien
koma GCS = 1,1,1, pupil isokort, kesadaran : compos metis,
coma
d) B4 (Bladder)
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine,riwayat ISK,
riwayat gangguan BAK, apakah warna urine normal.
e) B5 (Bowel)
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah,dehidrase,
apakah ada riwayat gastritis, sirosishepatis, apendisitis, dan
pankreatitis, apakah adarasa nyeri pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Periksa warna, tekstur, turgor, adakah tanda-tanda
pucat,sianosis, kekuningan, cepat lelah,lemah, apakah ada
penyakit kulit akut, seperti bintikmerah, luka bakar,
memar, ptechiae. Apakah adapenyakit kulit kronis, seperti
eksema, acne,dermatitis alergi, pedikulosis, psoriosis dan
adakahgangren di ekstrimitas.
2. Diagnosa
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d ketidakseimbangan
suplai oksigen dengan kebutuhan
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
3) Gangguan tumbuh kembang b.d efek ketidakmampuan fisik
3. Intervensi
DIAGNOSA NOC NIC
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1) Monitor TTV
perfusi jaringan 2x24 jam diharapkan : 2) Terapi Oksigen
perifer b.d - Klien tidak merasa lemas 3) Manajemen
ketidakseimbangan - Ekstremitas normal sensasi perifer
suplai oksigen - Klien dapat beraktivitas
dengan kebutuhan seperti biasa
- TTV dalam batas normal
Kriteria Hasil :
41
1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang
ditandai dengan:
- Tekanan systole dan diastole
dalam rentang normal seperti
yang diharapkan
- Tidak ada ortostatik hipertensi
- Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
- Berkomunikasi dengan jelas
- Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan
3. Menunjukkan fungsi sensori motori kranial
yang utuh:
- Tingkat kesadaran membaik
- Tidak ada gerakan involunteer
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1) Monitor nutrisi
nutrisi kurang dari 1x24 jam diharapkan : anak
kebutuhan b.d - Nafsu makan klien meningkat 2) Monitor selera
anoreksia - BB klien ideal makan anak
Kriteria Hasil : 3) Kolaborasi
- Adanya peningkatan BB dengan ahli gizi
- BB ideal untuk
- Mampu mengidentifikasi menentukan
kebutuhan nutrisi jumlah kalori
- Tidak ada tanda-tanda dan nutrisi yang
malnutrisi dibutuhkan anak
- Tidak terjadi penurunan BB 4) Kaji ada atau
yang berarti tidaknya alergi
makanan
42
5) Memberikan
peningkatan
intake Fe,
protein, dan
vitamin C
6) Berikan
informasi
kepada keluarga
tentang
kebutuhan
informasi
Gangguan tumbuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1) Tingkatkan
kembang b.d efek 3x24 jam diharapkan anak dapat tumbuh normal komunikasi
ketidakmampuan dan mampu berinteraksi dengan lingkungan verbal dan
fisik sekitarnya menstimulasi
taktil anak
Kriteria Hasil: 2) Berikan intruksi
- Anak dapat melakukan berulang dan
aktivitas dengan optimal sederhana
sesuai dengan usianya 3) Dorong anak
- Keluarga dan anak mampu untuk
menggunakan koping karena melakukan
adanya ketidakmampuan sosialisasi
- Kematangan fisik anak dengan
kelompok
4) Berikan
reinforcement
positif atas hasil
yang dicapai
anak
5) Melakukan
terapi nutrisi
kepada anak
43
44
BAB III
KASUS SEMU
3. 1. Kasus
An A (laki-laki berumur 5 tahun) dibawa ke Rumah Sakit Dr. Soetomo. Ibu
Klien mengatakan pasien pucat, lemas terlihat perut membesar dan saat diraba terasa
keras ( splenomegali ). Pasien dibawa ke Rumah Sakit A untuk mendapatkan
penanganan dan transfusi darah. Pasien menderita thalasemia sejak berumur 2 bulan
dan pernah dirawat di RS. Pasien selalu rutin kontrol ke RS untuk mendapatkan
transfusi darah semenjak mempunyai penyakit thalasemia. Pasien tidak mampu
beraktivitas berat seperti sepak bola, berlari karena kelemahan yang dialami. Klien
menolak untuk makan. TD: 100/70 mmHg; N:90 x/menit; S: 36,5 ºC; RR: 22x/menit.
TB: 110 CM; BB: 20 kg. Keadaan umum lemah, konjungtiva anemis, sklera
kekuningan, tidak ada nyeri, bibir pucat, mukosa bibir lembab, CRT > 3 detik, turgor
kulit baik, warna kulit pucat keabu-abuan, tidak ada lesi dan nyeri tekan serta terjadi
adanya penumpukan besi. Dari hasil pemeriksaan lab didapat Hb : 6,8 g/dL.
3. 2. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas Klien Identitas Penanggung Jawab
Nama : An. A Nama Ibu : Ny Z
Umur :5 tahun Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Buruh Tani
Agama : Islam Alamat : Surabaya
Alamat : Surabaya
Tanggal MRS: 24-09- 2018
Dx : Thalasemia mayor
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan bahwa An A pucat dan lemah
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 24 September 2018, sore jam 08.00, pasien dibawa
ke Rumah Sakit dengan keluhan badan pucat dan lemas. Pasien
45
mendapatkan penanganan dan transfusi darah. Pada saat
pengkajian, pasien hanya mendapatkan infus NaCl 0,9 %. TD:
100/70 mmHg; N:90 x/menit; S: 36,5 ºC; RR: 22x/menit. TB:
110 CM; BB: 20 kg. Keadaan umum lemah, konjungtiva anemis,
sklera kekuningan, tidak ada nyeri, bibir pucat, mukosa bibir
lembab, CRT > 3 detik, turgor kulit baik, warna kulit pucat
keabu-abuan, tidak ada lesi dan nyeri tekan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Orang tua pasien mengatakan An A memiliki thalasemia sejak
berumur 2 bulan dan pernah dirawat di Rumah Sakit
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak mengetahui apakah ada riwayat thalasemia dalam
keluarganya
5) Riwayat Alergi
Ibu pasien mengatakan An A tidak memiliki alergi, baik
makanan maupun obat
c. Pengkajian Fisik
1) Pernafasan B1 (Breath)
RR : 22x/menit
2) Kardiovaskuler B2 (Blood)
Akral hangat, CRT > 3 detik
3) Persyarafan & Penglihatan B3 (Brain)
Konjungtiva anemis, sklera kekuningan
4) Perkemihan B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah pada sistem perkemihan klien
5) Pencernaan B5 (Bowel)
TB: 110 CM; BB: 20 kg. Nafsu makan klien menurun, berat
badan turun. Tubuh klien terlihat lemas
6) Muskuloskeletal B6 (Bone & Integumen)
Keadaan umum klien lemah, turgor kulit baik, warna kulit pucat
keabu-abuan.
46
2. Analisa Data
MASALAH
DATA ETILOGI
KEPERAWATAN
DS: orang tua Thalasemia Ketidakefektifan perfusi
mengatakan anak lemah jaringan perifer
Kekurangan Hb
dan pusing
O2 dalam darah turun
Kelelahan
Intoleransi Aktivitas
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perununan Hb
2) Intoleransi Aktifitas b.d penggunaan otot bantu nafas
47
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan (2660)Manajemen
jaringan perifer keperawatan 3x 24 jam Sensasi Perifer
Domain 4 Aktivitas/ didapatkan kriteria hasil: a. Monitor sensasi tunpul
Istrirahat (0407) Perfusi Jaringan: Perifer atau tajam dan panas
Kelas 4 Kardiovaskular/ a. Pengisian kapiler jari (5) dingin yang dirasakan
pulmonal b. TTV normal pasien
c. Muka pucat tidak ada (5) b. Monitor adanya
parasthesia (mati rasa,
Keterangan: 5 pada a dan b= tingling, hipertesia,
tidak ada deviasi dari kisaran hipotesia, dan tingkat
normal nyeri)
c. Instruksikan keluarga
untuk mengecek suhu
tubuh pasien
d. Instruksikan keluarga
untuk memeriksa adanya
kerusakan kulit
e. Monitor kemampuan
BAB dan BAK
f. Lindungi tubuh untuk
perubahan yang ekstrim
g. Berikan Obat analgesik
48
d. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk dapat
melakukan pergerakan
otot
0180 Managemen Energi
a. Kaji aktivitas
fisiologi pasien
yang menyebabkan
kelelahan
b. Pilih intervensi
untuk mengurangi
kelelahan
c. Tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas
yang dibutuhkan
untukmenjaga
ketahanan
d. Monitor sistem
kardiorespirasi
pasien
5. Implementasi
No Hari/ Tanggal No. Diagnosa Tindakan
1. Mengecek suhu tubuh klien
Mengedukasi keluarga anak
Senin, 24
1 untuk memeriksa ada/tidaknya
September 2018
kerusakan kuliat pada anak.
Memberikan obat analgesic
2. Melakukan kolaborasi dengan
Selasa, 25
2 fisioterapi dalam pemberian
September 2018
terapi aktivitas kepada anak.
49
Membantu anak dalam
melakukan aktivitas
Memasang peyanggah tempat
tidur di bed anak
6. Evaluasi
No Hari/ Tanggal No. Diagnosa Evaluasi
1. S : An. A sudah tidak mengeluh pusing
O : An. A terlihat masih lesu, Hb : 6,8
g/dl, CRT> 3 detik
Senin, 24
1 TD: 100/70 mmHg; N:90 x/menit; S:
September 2018
36,5 ºC; RR: 22x/menit.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2. S : Orang tua mengatakan kelemahan
yang diderita An. A sudah mulai
berkurang
O : An.A belum mampu melakukan
Selasa, 25 aktivitas berat, kulit pucat, CRT> 3
2
September 2018 detik
TD: 100/70 mmHg; N:90 x/menit; S:
36,5 ºC; RR: 22x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
50
BAB IV
PENUTUP
4. 1. Kesimpulan
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah kurang dari normal. Sementara, Hemofilia adalah kelompok kelainan
pembekuan darah dengan karakteristik sexlinked resesif dan autosomal
resesif. Dan Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan
oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Anemia disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial
(zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel
darah merah. Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor
yang diperlukan untuk koagulasi darah akibat kekurangan faktor VIII atau
XI. sementara Thalasemia sendiri akibat diwariskan dari orang tua untuk
anak-anak melalui gen mereka.
Pencegahan anemia sendiri dapat dilakukan dengan Suplementasi
tabet Fe, Fortifikasi makanan dengan besi, Mengubah kebiasaan pola
makanan. Untuk hemofilia sendiri memiliki banyak terapi dan dibagi jadi 3
terapi suportif, Terapi Pengganti Faktor Pembekuan dan terapi lainnya. Dan
thalasemia sendiri dapat diberikan Transfusi darah berupa sel darah merah
(SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya
10 – 20 ml/kg BB., Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diet
buruk dan vitamin C
4. 2. Saran
Kelompok menyadari masih ada banyaknya kesalahan atau
kekurangan dalam makalah ini maka dari itu kritik dan saran diperlukan
agar membuat makalah ini menjadi lebih baik.
51
DAFTAR PUSTAKA
Oehadian, Amaylia. 2012. “Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia”. Bandung: Sub bagian
Hematologi Onkologi Medik, Bagian Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin, Bandung.
Volume 39, Nomor 6. (http://www.kalbemed.com/Portals/6/04_194CME-
Pendekatan%20Klinis%20dan%20Diagnosis%20Anemia.pdf. (Diakses pada 9 Oktober
2018) )
http://www.ichrc.org/105-tatalaksana-anemia
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12151/6.%20BAB%20II.pdf?sequen
ce=6&isAllowed=y
Nurshanty, Ade dan Djoko Heri H. 2016. Pseudotumor Hemofilia, Suatu Komplikasi Hemofilia
yang Jarang. Malang : Jurnal Kedokteran Brawijaya.
52