Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang atau
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan.
Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan
yang tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan
helplessness karena berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya
sembuh dari penyakit kronis (Sarafino, 2006). Rasa sakit yang diderita akan
mengganggu aktivitasnya sehari-hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya
(Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).
Sistem perkemihan adalah bagian dari anatomi dan fisiologi tubuh manusia,
yang sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Sistem
perkemihan berfungsi untuk mengolah zat-zat yang tidak diperlukan dalam tubuh
dan memiliki beberapa proses. Sehingga dengan keluarya zat yang tidak baik bagi
tubuh maka tubuh akan terhindar dari beberapa penyakit yang menyangkut sistem
perkemihan. Adapun salah satu penyakit yang terdapat pada sistem perkemihan
adalah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah yang tidak jarang ditemukan
pada anak. Kemajuan yang pesat dalam pengelolaan menjadikan prognosis
penyakit ini membaik sehingga pengenalan dini GGK merupakan masalah yang
penting. Membaiknya pengobatan pada akhir-akhir ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu bertambahnya pengertian tentang patofisiologi GGK, aplikasi yang
tepat dari prinsip pengelolaan medis GGK, dan kemajuan teknologi dalam tehnik
dialisis serta transplantasi ginjal. Pada saat ini, telah dimungkinkan pengelolaan
GGK pada anak yang sangat muda, pengelolaan ditujukan untuk mempertahankan
kemampuan fungsional nefron yang tersisa selama mungkin dan memacu
pertumbuhan fisik yang maksimal, sebelum dilakukannya dialisis atau
transplantasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep pengambilan keputusan pada penyakit kronis anak?

1
1.2.2 Bagaimana prinsip etik dalam pengambilan keputusan pada penyakit
kronis anak?
1.2.3 Bagaimana konsep system perkemihan dalam tubuh?
1.2.4 Bagaimana konsep gagal ginjal kronispada anak?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep pengambilan kepurutas pada penyakit kronis
anak
1.3.2 Untuk mengetahui prinsip etik dalam oengambilan keputusan pada
penyakit kronis anak
1.3.3 Untuk mengetahui konsep system perkemihan dalam tubuh
1.3.4 Untuk mengetahui konsep gagal ginjal kronis pada anak

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengambilan Keputusan


2.1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan

2
Menurut Schiffman & Kanuk (2008), keputusan adalah seleksi terhadap
dua atau lebih alternative pilihan. Dengan kata lain, untuk membuat keputusan
harus terdapat alternative pilihan.
Menurut Davis, keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang
dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti
terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan
tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dalam perencanaan.
Keputusan dapat berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang menyimpang
dari rencana semula (Hasan, 2002 : 9).
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis
terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data,
menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang
tepat.
Menurut Beach & Connolly, pengambilan keputusan merupakan bagian
dari suatu peristiwa yang meliputi diagnose, seleksi tindakan, dan
implementasi (Moordiningsih & Faturochman, 2006).
Sweeney dan Farlin mengartikan pengambilan keputusan sebagai proses
dalam mengevaluasi satu atau lebih pilihan dengan tujuan untuk meraih hasil
terbaik yang diharapkan (Sarwono, 2009).
Moorhead dan Griffing (2010), berpendapat bahwa pengambilan
keputusan merupakan suatu proses pengambilan pilihan dari sejumlah
alternative yang didalamnya terdapat elemen-elemen informasi, tujuan,
pilihan tindakan, kemungkinan tindakan hingga hasil, nilai yang berhubungan
dengan tujuan setiap hasil dan salah satu pilihan tindakan.
2.1.2 Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan
Menurut Kemdal dan Montgomery, factor-faktor yang mempengaruhi
dalam proses pengambilan keputusan antara lain :
a. Circumstances : keadaan sekitar
b. Preferences : berkaitan dengan harapan, tujuan, dan keinginan yang bervariasi
pada setiap individu
c. Emotions : reaksi positif atau negative terhadap situasi, orang lain, dan
alternative-alteratif yang berbeda
d. Actions : interaksi individu terhadap lingkungan
e. Beliefs : pembuktian dari apa yang diyakini atau dijadikan acuan

3
2.1.3 Definisi Etik
Etik adalah suatu norma yang mengatur seseorang untuk berperilaku
secara baik dan buruk. (Pasturscalia, 1971).
Etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana
seharusnya manusia hidup di masyarakat yang mengatur seseorang dalam
berperilaku.
2.1.4 Tipe-Tipe Etika
a. Bioetik
Adalah ilmu mempelajari tentang permasalahan etik yang berhubungan
dengan masalah biologi dan pengobatan. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik
mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau
bahkan membahayakan kemampuan organism terhadap perasaan takut dann
yeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan
biologi.
b. Clinical ethics/ Etik klinik
Merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik
selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh: adanya persetujuan atau
penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis
yang kurang bermanfaat.
c. Nursing ethics/ Etik Perawatan
Merupakan suatu landasan yang dipakai dalam pelaksanaan praktik
keperawatan, mengarah pada tanggung jawab dan moral. (k2-nurse, 2009).
2.1.5 Dilema etik
Adalah situasi yang dihadapi seseorang untuk membuat suatu keputusan
mengenai perilaku yang layak harus dibuat. (Arens dan Loebbecke, 1991: 77).
Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilemma
etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang
menghadapi dilemma tersebut, yaitu:

1. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan

2. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta

3. Menentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang


dipengaruhi dilema

4
4. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema

5. Menentukan konsekuensi yang mungkin dari setiap alternative

6. Menetapkan tindakan yang tepat

A. Model pemecahan masalah (Megan, 1989)

a. Mengkaji situasi

b. Mendiagnosa masalah etik moral

c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan

d. Melaksanakan rencana

e. Mengevaluasi hasil

B. Kerangka pemecahan dilemma etik (Kozier & Erb, 2004)

a. Mengembangkan data dasar

‐ Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana


keterlibatannya

‐ Apa tindakan yang diusulkan

‐ Apa maksud dari tindakan yang diusulkan

‐ Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan


yang diusulkan

b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut

c. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang


direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut

5
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat

e. Mengidentifikasi kewajiban perawat

f. Membuat keputusan

C. Model Murphy dan Murphy

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan

b. Mengidentifikasi masalah etik

c. Siapa yang terlibatdalam pengambilan keputusan

d. Mengidentifikasi peran perawat

e. Mempertimbangkan berbagai alternatif yang mungkin dilaksanakan

f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap


alternative keputusan

g. Memberi keputusan

h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai


dengan falsafah umum untuk perawatan klien

i. Analisa situasi hingga hasil actual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.

D. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981)

a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan


yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual

b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi

6
c. Mengidentifikasi isu etik

d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional

e. Mengidentifikasi posisi moral dan petunjuk individual yang terkait

f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada.

2.2 Prinsip-Prinsip etik


a. Otonomi (Autonomy)
Adalah prinsip dimana seseorang mampu untuk membuat keputusan secara
mandiri tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. Praktik professional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan
tentang perawatan dirinya.

b. Berbuat baik (Beneficience)

Melakukan sesuatu yang baik dan memberikan manfaat bagi klien dan pasien.

c. Keadilan (Justice)

Melakukan tindakan berdasarkan prinsip legal moral dan kemanusiaan.


Melakukan sesuatu secara seimbang berdasarkan hukum, standar praktik dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

d. Tidak merugikan (Non-maleficience)

Tidak menimbulkan bahaya/ cedera fisik dan psikologis pada klien.

e. Kejujuran (Veracity)

Penuh dengan kebenaran. Menyampaikan sesuatu secara benar, akurat,


komprehensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya pada klien tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan.

f. Menepati janji (Fidelity)

7
Dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seorang
perawat untuk mempertahankan komitmen ynag dibuatnya kepada pasien.

g. Kerahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorang
pun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diizinkan oleh klien
dengan bukti persetujuan. (Geoffry hunt. 1994).

2.3 Konsep Sistem Perkemihan

2.3.1 Definisi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa
urin (air kemih) (Speakman, 2008).

Sistem perkemihan merupakan organ vital yang berperan penting dalam


melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolism
tubuh, dan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem ini secara
kontinu membuang dan mereabsorbsi air dan substansi terlarut dalam darah,
serta mengeliminasi setiap substansi yang tidak dibutuhkan dalam tubuh
(Wylie, 2011).

2.3.2 Fungsi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan mempunyai fungsi, sebagai berikut:

8
a) Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan
sejumlah cairan ke dalam urin dan melepaskan eritopoitein, serta
melepas renin.

b) Melakukan kontribusi stabilisasi pH darah dengan mengontrol jumlah


keluarnya ion hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam urin.

c) Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi


pengeluaran nutrisi tersbeut pada saat proses eliminasi produk sisa,
terutama pada saat pembuangan nitrogen seperti urea dan asam urat.

d) Membantu organ hati dalam mendetoksisasi racun selama kelaparan,


deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan (Muttaqin & Sari,
2014).

2.3.3 Anatomi Dan Fisiologi System Perkemihan

Sistem perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Sistem perkemihan mempunyai dua ginjal untuk menjaga fungsi ekskresi.
Organ ini memproduksi urin yang berisikan air, ion- ion, dan senyawa-
senyawa solute yang kecil. Urin meninggalkan kedua ginjal dan melewati
sepasang ureter menuju dan ditampung sementara pada kandung kemih,
selanjutnya terjadi proses ekskresi urin yang dinamakan miksi, terjadi ketika
adanya kontraksi dari otot-otot kandung kemih menekan urin untuk keluar
melewati uretra dan keluar dari tubuh (Muttaqin & Sari, 2014).

9
a. Ginjal

Ginjal adalah organ saluran kemih yang terletak di rongga


retroperiotoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan
sisi cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai
hilus renalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan
struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh darah, sistem
limfatik, dan sistem saraf. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal
ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya pada sisi
yang lain.

Ginjal lelaki relatif lebih besar ukurannya daripada perempuan.


Ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah 11,5 cm (Panjang) x 6 cm
(lebar) x 3,5 cm (tebal), dengan beratnya bervariasi antara 120-170
gram,atau kurang lebih 0,4 % dari berat badan. Ginjal dibungkus oleh
jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true
capsule) ginjal, yang melekat pada parenkim ginjal (Purnomo,2014).

Ginjal berperan dalam mempertahankan homeostasis dengan


fungsi mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan
osmolaritas (konsentrasi zat terlarut ) CES. Ginjal dapat

10
mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit, dengan
menyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang
dipertahankan di tubuh atau dikeluarkan di urin dalam kisaran yang
sangat sempit yang memungkinkan kehidupan, meskipun pemasukan
dan penge luaran konstituen-konstituen ini melalui saluran lainsangat
bervariasi. Organ ginjal melakukan tugasnya mempertahankan
homeostasis sehingga komposisi urin dapat bervariasi. Ginjal
mempunyai fungsi yang sebagian besar membantu mempertahankan
stabilitas lingkungan cairan internal antara lain: pengaturan
keseimbangan air dan elektrolit di tubuh, pengaturan keseimbangan
asam basa tubuh, pengaturan volume plasma, mengeluarkan (
mengekskresikan ) produk- produk akhir (sisa) metabolism tubuh,
mengeluarkan banyak senyawa asing, meghasilkan eritropoietin dan
rennin (Sherwood,2009).

Ginjal secara anatomis terbagi menjadi 2, yaitu korteks dan


medulla ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superficial dan di
dalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit
fungsional terkecil ginjal, sedangkan medulla ginjal terletak lebih
profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan
hasil ultrafiltrasi berupa urin. Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus
kontortus (TC) proksimalis, Loop of Henle, tubulus kontortus (TC)
distalis, dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa hasil
metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomerulus dan
kemudian setelah sampai ditubulus ginjal,beberapa zat yang masih
diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat sisa metabolisme yang
tidak diperlukan oleh tubuh mengalami sekresi membentuk urin
(Purnomo,2014).

Fungsi ginjal antara lain :

11
 Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh, kelebihan air dalam
tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin yang encer
dalam jumlah besar.

 Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion, fungsi


ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran
yang abnormal dari ion-ion.

 Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, ginjal


menyekresi urin sesuai dengan perubahan pH pada darah dimana
hasil akhir metabolisme protein dalam tubuh dipengaruhi oleh
sifat urin yaitu asam dan basa. pH urin bervariasi antara 4,8 – 8,2.

 Ekskresi sisa – sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat dan


kreatinin), bahan – bahan yang diekskresi oleh ginjal antara lain;
zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan
kimia asing (pestisida).

 Fungsi hormonal dan metabolisme, ginjal menyekresi hormon


rennin yang mempunyai peranan penting dalam mengatur tekanan
darah ( sistem rennin- angiotensin-aldesteron) yaitu untuk
memproses pembentukan seldarah merah (eritropoiesis). Ginjal
juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin
Daktif) yang diperlukan untuk absorbs ion kalsium di usus.

 Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin, angio


tensin dan aldosteron yang berfungsi meningkatkan tekanandarah.

 Pengeluaran zat beracun, ginjal mengeluarkan polutan, obat-


obatan, zat tambahan makanan,atau zat kimia asing lain dalam
tubuh (Syaifuddin, 2009).

b. Ureter

12
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi
mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Setiap
ureter pada orang dewasa memiliki panjang kurang lebih 20 cm,
memiliki dinding yang terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel
transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat
melakukan gerakan peristaltic (berkontraksi) untuk mengeluarkan urin
ke kandung kemih (Muttaqin & Sari, 2014).

c. Kandung kemih

Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas tiga lapis
otot destrusor yang saling beranyaman. Dinding kandung kemih
terdapat dua bagian besar yakni ruangan yang berdinding otot polos
yang terdiri dar i badan (korpus) yang merupakan bagian utama
dimana urin berkumpul dan leher (kolum) yang merupakan lanjutan
dari badan yang berbentuk corong. Kandung kemih berfungsi
menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui
uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Kandung kemih
mempunyai kapasitas maksimal dalam menampung urin, dimana pada
orang dewasa besarnya adalah ± 300-450 ml. Kadung kemih pada saat
kosong terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada
di atas simfisis sehingga dapat di palpasi dan diperkusi (Muttaqin
&Sari,2014)

d. Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari


kandung kemih melalui proses miksi. Uretra secara anatomi dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra
diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan kandung kemih dan uretra, serta s fingter uretraeksterna
yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter

13
uretrainternaterdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem
simpatetik sehingga pada saat kandung kemih penuh, sfingter ini
terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang
dipersarafi oleh sistem somatik. Panjang uretra pada pria dewasa
antara 23-25 cm yang berfungsi sebagai saluranreproduksi sedangkan
panjang uretra pada wanita antara 3-5 cm. Perbedaan panjang inilah
yang memyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urin lebih sering
terjadi pada pria (Purnomo, 2014).

2.4 Konsep Gagal Ginjal Kronis

2.4.1 Definisi

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan istilah terbaru yang


dikeluarkan oleh The National Kidney Foundation’s Kidney Disease and
Outcome Quality Initiative (NKF-KDOQI) pada tahun 2002, adalah suatu
keadaan dimana terjadi kerusakan ginjal yang ditandai dengan ada atau
tidaknya penurunan laju filtrasi glomerulus yang terjadi selama minimal 3
bulan. Kerusakan ginjal itu sendiri adalah suatu keadaaan abnormal patologis
yang terjadi pada ginjal yang di tandai dengan ditemukannya pertanda atau
marker pada pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah,urin
dan juga radiologis. Sedangkan, penurununan laju filtrasi glomerulus dalam
hal ini adalah kurang dari 60ml/menit/1,73m.

Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi


yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, Setiyohadi,Alwi, dkk,
2006).

Penyakit ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang


progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

14
menyebabkan uremia/ retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Smeltzer & Bare, 2001).

2.4.2 Etiologi

Pada anak, penyakit ginjal kronis dapat disebabkan penyakit


kongenital, didapat, genetik, atau metabolik. Penyebab yang mendasari
berkaitan erat dengan usia pasien saat penyakit ginjal kronis pertama
terdeteksi. Penyakit ginjal kronis pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun
biasa disebabkan abnormalitas kongenital seperti hipoplasia atau displasia
ginjal, dan/atau uropati obstruktif. Penyebab lain adalah sindrom nefrotik
kongenital, sindrom prune belly, nekrosis korteks, glomerulosklerosis fokal
segmental, penyakit ginjal polikistik, trombosis vena renalis, dan sindrom
hemolitik uremik.Setelah usia 5 tahun, penyakit-penyakit didapat (berbagai
bentuk glomerulonefritis termasuk lupus nefritis) lebih mendominasi.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan berkelanjutan pada
penyakit ginjal kronis, yaitu glomerulosklerosis, pembentukan fibrosis
tubulointerstisial, proteinuria, dan sklerosis vaskular.

2.4.3 Klasifikasi

National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative


(NKF KDOQI) membagi derajat penyakit ginjal kronik berdasarkan LFG.

Deraja Gambaran LFG (ml/menit/1.73m2)


t
I Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥90
atau meningkat
II Kerusakan ginjal dengan penurunan 60-89
ringan LFG
III Penurunan sedang LFG 30-59
IV Penurunan berat LFG 15-29
V Gagal ginjal <15 atau dialisis

15
Klasifikasi PGK tersebut digunakan untuk anak di atas dua tahun
sehubungan dengan proses pematangan ginjal yang masih berlangsung.
Nilai LFG digunakan sebagai fokus utama dalam pedoman ini karena LFG
dapat menggambarkan fungsi ginjal secara menyeluruh.
2.4.4 Manifestasi Klinis

Penderita gagal ginjal kronik akan menunjukkan beberapa tanda dan


gejala sesuai dengan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari
dan usia penderita. Penyakit ini akan menimbulkan gangguan pada berbagai
organ tubuh anatara lain:

a. Manifestasi kardiovaskular : Hipertensi, gagal jantung kongestif,


edema pulmonal, perikarditis.
b. Manifestasi dermatologis : Kulit pasien berubah menjadi putih seakan-
akan berlilin diakibatkan penimbunan pigmen urine dan anemia. Kulit
menjadi kering dan bersisik. Rambut menjadi rapuh dan berubah
warna. Pada penderita uremia sering mengalami pruritus.
c. Manifestasi gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah,
cegukan,penurunan aliran saliva, haus, stomatitis.
d. Perubahan neuromuscular : Perubahan tingkat kesadaran, kacau
mental, ketidakmampuan berkosentrasi, kedutan otot dan kejang.
e. Perubahan hematologis : Kecenderungan perdarahan
f. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum, lebih mudah
mengantuk, karakter pernapasan akan menjadi kussmaul dan terjadi
koma (Brunner danSuddarth, 2001).
2.4.5 Patofisiologi

Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan


Sylvia A. Price,(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu
keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai
penyebab diantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular

16
hipertensif, gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik
(penyalahgunaan analgesik), nefropati obstruktif(saluran kemih bagian atas
dan saluran kemih bagian bawah).

Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein


yang normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam
darah, sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh,
akibat semakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga
kerja ginjal akan semakin berat.

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan


penurunan jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens.
Substansi darah yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk
memfiltrasinya. Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen,
urea darah (BUN) meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine
secara normal. Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan
cairan. (Brunner & Suddarth, 2002).

Asidosis metabolik dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal


mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan
mengabsorpsi bikarbonat. Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi
eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang
berkurang, perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet
Suyono, 2001).

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam


metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.

17
Sehingga menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan
penurunan metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan
osteodistrofi (penyakit tulang uremik).

Infeksi penyakit vaskulair Penyakit metabolic nefropati


peradangan gangguan toksik nefropati obstruksi
jaringan penyambung gangguan kongenital

Kerusakan nefron ginjal


2.4.6 WOC / Pathway

Penurunan cadangan Insuf renal (BUN, creat Gagal ginjal stadium akhir
ginjal (asimptomatik) meningkat, nokturia, (90% massa nefron hancur,
poliuri) BUN, creat meningkat, oliguri)

Perubahan system tubuh

System GI: hemato endokri Syaraf cardiovasc kulit System


anoreksia, logi n otot ular lain
nausea,

Gangguan hipergli Pegal Penuruna Gatal, gg. gg. asam


MK: fungsi kemi tungkaI, n sirkulasi metabolis basa
ketidakseim trombosit kesemuta ke ginjal me lemak,
bangan n gg.
nutrisi: Asidosis
kurang dari Metabolis
metabolik
kebutuhan me Vit D
MK: risiko MK: risiko
tubuh perdaraha MK: nyeri ketidakakti
n akut fan perfusi Gangguan
ginjal elektrolit
MK: risiko
kerusakan
integritas
kulit MK:
18 ketidaksei
mbangan
cairan dan
elektrolit
2.4.7 Komplikasi

Komplikasi PGK antara lain gangguan pertumbuhan, malnutrisi,


anemia, hipertensi, gangguan elektrolit, dan osteodistrofi renal.

a. Gangguan Pertumbuhan
Derajat gagal tumbuh berhubungan dengan usia awitan penyakit
denganpenyebab multifaktorial, di antaranya faktor anoreksia,asidosis
metabolik kronik, terapi steroid, nutrisi yangtidak adekuat, kurangnya
insulin-like growth factor-I(IGF-I), testosteron dan estrogen selama
masa pubertastidak adekuat, dan penyakit tulang.
b. Malnutrisi
Malnutrisi pada gagal ginjal kronis terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu
malnutrisi tipe 1 dan malnutrisi tipe 2. Pada malnutrisi tipe 1 umumnya
terjadi karena asupan kalori dan protein yang kurang. Penurunan
albumin hanya sedikit sehingga pemberian nutrisi yangadekuat serta
dialisis akan menunjukkan perbaikan status nutrisi. Malnutrisi tipe 2
terkait dengan inflamasi, sering disebut sebagai malnutrition
inflamation atheroclerosis (MIA). Pada kondisi ini, selain pemberian
nutrisi dandialisis, penting memperhatikan penyakit lain yang
menyertai serta respon inflamasikronis.
c. Anemia

19
Anemia menyebabkan kelemahan, penurunan aktivitas dan kognitif,
serta berkurangnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan penurunan
kualitas hidup. Anemia berat dapat meningkatkan beban jantung,
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati maladaptif,
sehingga meningkatkan risiko kematian karena gagal jantung maupun
penyakitjantung iskemia. Anemia pada PGK(Penyakit Ginjal Kronik)
paling seringdisebabkan oleh defisiensi eritropoetin dan zat
besi.Penyebab lain adalah inflamasi, kehilangan darah kronik,
hiperparatiroid, keracunan alumuniun,defisiensi vitamin B12 dan asam
folat, hemolisis,serta efek samping obat imunosupresif dan
angiotensinconverting enzyme (ACE) inhibitor.

d. Hipertensi

Hipertensi dapat disebabkan oleh kelebihan cairan dan aktivasi sistem


reninangiotensin-aldosteron.Eritropoetin, glukokortikoid,dan
siklosporin A dapat menaikkan tekanan darahsecara
langsung.Hipertensi menentukan progresivitasPGK, maka tata laksana
hipertensi memegang peranpenting dalam mempertahankan kondisi
ginjal danmeningkatkan usia harapan hidup.

e. Gangguan Elektrolit

Gangguan elektrolit, asidosis metabolik, penurunan sintesis amonia


ginjal, dan penurunan ekskresi asam juga terdapat pada pasien PGK.
Hiperkalemia terjadi karena ketidakmampuan ginjal
mengeksresikalium, dengan manifestasi klinis berupa malaise,nausea,
gangguan neuromuskular, dan disritmia jantung. Hiponatremia terjadi
karena pengeluaran natrium yang banyak melalui urin atau karena
kelebihan cairan, dan menunjukkan gejala mual, muntah, letargi,
iritable, kelemahan otot, kram otot, pernafasan Cheyne Stokes,
gangguan kesadaran, kejang umum, dan kematian. Hipokalsemia

20
disebabkan berbagai factor seperti hiperfosfatemia, absorbsi yang
tidak adekuatdalam saluran cerna, dan resistensi tulang
terhadaphormon paratiroid. Hipokalsemia menyebabkanspasme
karpopedal, tetani, laringospasme, dan kejang.Hiperfosfatemia
disebabkan absorbsi fosfor daridiet yang tidak teratur, ekskresi fosfat
melalui ginjalmenurun, dan hipokalsemia. Akibat hiperfosfatemiaakan
terjadi hipokalsemia dan kalsifikasi sistemik sepertikalsifikasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia sertanefrokalsinosis.

f. Osteodistrofi Renal

Osteodistrofi renal adalah gangguan tulang pada PGK dengan


manifestasi klinis antara lain kelemahanotot, nyeri tulang, gangguan
berjalan, fraktur patologis,dan gangguan pertumbuhan. Pada anak
dalam pertumbuhan, dapat terjadi rakhitis, varus dan valgustulang
panjang.

2.4.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges


(1999) adalah :

1) Urine

a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.

b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh


pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.

21
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.

2) Darah

a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb


biasanya kurang dari 7-8 gr

b. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti


azotemia.
c. GDA, pH menurun, asidosismetabolik (kurangdari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen
dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein, bikarbonat
menurun, PaCO2 menurun.
d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e. Magnesium fosfat meningkat
f. Kalsium menurun
g. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam
amino esensial.
h. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.

3) Pemeriksaan Radiologi

a. Fotoginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan


bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).

b. Pielogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi


ekstravaskuler
c. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.

22
d. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e. Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis hostologis.
f. Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g. Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h. Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
i. Pielogramintravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
j. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor).
k. Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasive ginjal

2.4.9 Penatalaksanaan

Secara umum tata laksana PGK terdiri dari memperlambat perburukan


fungsi ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi, serta mengganti fungsi
ginjal dengan dialisis dan transplantasi bila terindikasi.

a. Pemantauan klinis dan laboratorium dilakukan secara teratur.


b. Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, ureum,kreatinin, albumin,
elektrolit, dan alkalin fosfatase.
c. Perlu dicegah progresifitas anemia dan anemia yang berkelanjutan, maka
direkomendasikan untuk memeriksa hemoglobin secara berkala apabila
hematokrit dalam rentang 33%-36% dan hemoglobindalam rentang 11,0-
12,0 g/dL (NKF-KDOQI).
d. Eritropoetin diberikan pada pasien predialisis dengan kadar hemoglobin di
bawah 10 g/dL, diberikan secara subkutan 1-3 kali per minggu dengan
rentang dosisinisial antara 30-300 unit/kgbb/minggu.
e. Terapi besioral sebaiknya diberikan jika kadar feritin plasma dibawah 100
ng/mL, anjuran dosis 2-3 mg/kgbb/hariterbagi dalam 2-3 dosis. Zat besi

23
diberikan dalamkeadaan perut kosong dan tidak diberikan
bersamaandengan pengikat fosfat.
f. Tata laksana hipertensi meliputi terapi non farmakologis dan
farmakologis. Meskipun sering diberikan antihipertensi multipel,
dianjurkan dimulai dengan obat tunggal dengan dosis rendah kemudian
ditingkatkan secara perlahan sampai tekanan darah terkontrol, kecuali
pada pasien dengan hipertensi emergensi dan urgensi yang membutuhkan
penurunan tekanan darah dengan segera. Target tekanan darahyang ingin
dicapai adalah di bawah persentil 90 atau<130/80 mmHg.
g. Hiperfosfatemia ditata laksana dengan diet rendah fosfat, obat pengikat
fosfat, mengontrol kadarhormon paratiroid, bila perlu dilakukan dialisis.
Dietrendah fosfat sulit dilakukan, sementara hemodialisis tiga kali/minggu
hanya mampu mengekskresi 900 mgfosfat, sehingga obat pengikat fosfat
paling banyakdigunakan seperti kalsium karbonat, kalsium asetat,atau
sevelamer.
h. Tujuan terapi osteodistrofi renal pada PGK adalah mencegah deformitas
tulang dan normalisasi kecepatanpertumbuhan dengan intervensi diet
rendah fosfatdan terapi farmakologi berupa pengikat fosfat danvitamin D.

24
BAB 3

SIMULASI DAN KASUS

3.1 Peran

Dokter : Niswatul Ulfa

Perawat 1 : Elyn Zoegestyn

Perawat 2 : Annisa Fitriani

Ustadzah : Devi Rahmaningrum

Pasien : Gita Aula

Ayah pasien : Fadilah Ramadhan

Ibu pasien : Ishomatul Faizah

Narator : Eka Hariyanti

3.2 Kasus

Tn. F dan Ny. I pada hari minggu datang membawa anaknya An.G (14 th)
ke RSUD dengan keadaan mengkhawatirkan. Ny. I mengatakan bahwa anaknya
pada saat berkemih keluar kencing berwarna merah secara terus-menerus.
Keadaan ini sudah sering dialami oleh An. G. Sebelumnya An.B memang
mempunyai riwayat penyakit batu ginjal. Setelah dirawat dan mnedapatkan

25
pemeriksaan lebih lanjut An.G didiagnosa mengalami komplikasi yaitu gagal
ginjal kronis di kedua ginjal. Tidak hanya itu An. G juga mengalami CA ginjal
kiri, dimana ginjal An. G harus dilakukan pengangkatan sehingga CA tidak
melebar ke area yang lebih luas. Pada saaat itu tindakan ini adalah satu-satunya
tindakan yang dapat dilakukan dengan segera untuk menyelamatkan nyawa An.
G. Tetapi, permasalahannya tidak hanya pada pengangkatan ginjal. Yang menjadi
masalah adalah An. G juga mengalami gagal ginjal kanan dan kiri sehingga CA
ginjal An. G diangkat dan teratasi akan percuma karena ginjal sebelah kanan
telah mengalami kegagalan sehingga sangat tidak memungkinkan bagi An. G
bisa melanjutkan hidup hanya dengan satu ginjal. Selain terapi hemodialisa, yang
rutin dua kali setiap minggu, karena kondisi ginjal sebelah kanan yang juga
mengalami penurunan fungsi. Disaat yang bersamaan ada klien lain yang
meninggal dunia dan sebelum meninggal klien tersebut bersedian mendonorkan
kedua ginjalnya kepada An. G. Pihak keluarga tersebut bersedia untuk
mengizinkan anggota keluarganya mendonorkan ginjalnya kepada An. G.

Kedua orang tua An. G sangat berterimakasih kepada klien dan keluarga
yang bersedia mendonorkan ginjalnya tersebut kepada anak mereka. Tetapi, Ny. I
tidak bersedia menerima donor ginjal tersebut karena Ny I adalah seorang
muslim yang fanatik dimana meyakini bahwa menerima donor organ terlebih lagi
dari orang yang telah meninggal dunia adalah perbuatan dosa. Ny I mengatakan
hal tersebut sama saja melanggar kehormatan dan penganiyaan terhadap jenazah.

Sesuai sabda Rasulullah SAW : “memecahkan tulang mayat itu, sama saja
dengan memecahkan tulang orang hidup.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu
Hibban)

3.3 Dialog

Di ruang rawat inap (pasca pengangkatan ginjal sebelah kiri)

Perawat 1 : Selamat pagi dek Gita. Perkenalkan saya Ners Elyn yang bertugas

26
pada hari ini. Bagaimana keadaannya?
Pasien : Lemes dan nyeri ners.
Perawat 1 : Ya sudah, Ners periksa dulu ya (sambil melakakukan pemeriksaan
ttv)
Ibu : Bagaimana perkembangan anak saya ners?
Perawat 1 : Hasil pemeriksaan tensinya 120/80 bu. Suhunya 37.5 C. Nadi 102
x/mnt. Pernfasannya 28x/mnt masih sesak. Dan kondisinya sangat
lemah bu. Saya juga ingin menyampaikan terkait tindakan lebih
lanjut adek Gita. Jadi, dokter menyarankan adek Gita dilakukan
tindakan transplantasi ginjal secepatnya karena kondisinya yang
semakin melemah.
Ibu : Saya kurang setuju ners dengan tindakan itu karena sesuai sabda
Rasulullah SAW : “memecahkan tulang mayat itu, sama saja
dengan memecahkan tulang orang hidup.” (H.R. Ahmad, Abu
Dawud, dan Ibnu Hibban). Saya tidak mau berbuat dosa itu sama
saja melanggar kehormatan dan menganiaya jenazah.
Ayah : Iya benar apa yang dikatakan istri saya Ners.
Perawat 1 : Iya bapak saya mengerti dan paham. Tetapi kemarin bapak dan ibu
sudah mendengar sendiri serta mengetahui jika pendonor sebelum
meninggal bersedia mendonorkan ginjalnya, dari pihak keluarganya
pun juga sudah menyetujui dan ikhlas, karena mereka juga merasa
iba kepada adek Gita yang kondisinya semakin lemah.
Ayah : Apa tidak ada tindakan lain Ners?
Perawat 1 : Mohon maaf bapak satu-satunya tindakan yang perlu segera
dilakukan yaitu transplantasi ginjal tersebut karena ginjal yang
sebelah kiri sudah diangkat sedangkan yang kanan ini sudah
mengalami penurunan/ kegagalan fungsi.
Ibu : Selama ini juga sudah dilakukan cuci darah bahkan 2 kali dalam
seminggu. Apa itu tidak membantu Ners?
Perawat 1 : Itu membantu bu tetapi tidak sepenuhnya. Perlu adanya tindakan
lebih lanjut mengingat kondisi anak ibu yang seperti ini. Semua
tindakan yang disarankan dokter itu juga ditentukan berdasarkan
perkembangan kondisi anak ibu saat ini. Tetapi semua keputusan
ada pada bapak dan ibu selaku orang tua pasien.

27
Ibu : Saya tetap tidak setuju Ners
Perawat 1 : Iya sudah bu besok dokter Ulfa visite untuk melihat kondisi adek
Gita. Dan menjelaskan lebih lanjut mengenai tindakan ini. Saya
permisi dulu ibu bapak.
Ayah + ibu : Iya Ners, terimakasih.

Keesokan harinya dokter Ulfa visite menuju ruang An. Gita untuk melakukan
pemeriksaan.

Dokter : Selamat pagi adek Gita. Bagaimana keadaannya?


Pasien : (tidak menjawab dan tampak lemah)

Ayah : Ini dok, anak saya semakin pucat dan lemas


Dokter : Iya saya periksa dulu ya pak. Dek Gita periksa dulu ya. (melakukan
pemeriksaan)
Ayah : Bagaimana dok keadaan anak saya?
Dokter : Kondisi anak bapak semakin memburuk.
Ibu : Lalu bagaiaman dok? Apa yang harus kami lakukan?
Dokter : Harus segera dilakukan transplantasi ginjal bu
Ibu : Iya kemarin sudah disampaikan Ners Elyn, tapi saya tidak setuju
karena itu perbuatan dosa dok menyakiti jenazah.
Dokter : Begini bu, tindakan transplantasi ini merupakan satu-satunya yang
bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa anak ibu saat ini yang
kondisinya semakin memburuk. Sudah tidak ada alternative lain
karena fungsi ginjal anak ibu menurut pengukuran fungsi ginjal
didapatkna <10%. Maka dari itu saya menyarankan transplantasi
ginjal ini untuk segera dilakukan.
Ayah : Anak saya bisa meninggal begitu dok, jika tidak segera dilakukan?
Dokter : Nyawa seseorang berada di tangan Allah swt. Saya sebagai dokter
berusaha semaksimal mungkin untuk membantu anak bapak.
Ibu : Jika dilakukan transplantasi ginjal apakah anak saya bisa sembuh ?
Dokter : Begini bu saya jelaskan adapun kelebihan dari tindakan ini yaitu
ginjal baru akan bekerja sama seperti halnya ginjal normal, penderita
akan merasa lebih sehat dan lebih normal, penderita tidak perlu lagi
melakukan cuci darah. Adapun kekurangan tindakan ini yaitu
membutuhkan proses pembedahan besar, tubuh bisa menolak ginjal

28
yang didonorkan akan tetapi dapat dibantu dengan rutin minum obat
imunosupresan. Dan jika tidak dilakukan tindakan ini kondisi anak
ibu akan semakin memburuk dan dapat menyebabkan kematian. Jadi
mungkin ibu dan bapak perlu mempertimbangkan semua ini karena
keputusan tetap ada pada bapak dan ibu.
Ayah : Sudahlah bu kita setuju saja demi anak kita.
Ibu : Bapak kan sudah tahu sendiri hukumnya, dan anak kita juga
kemungkinan bisa menolak tubuhnya. Tidak 100% sembuh.
Dokter : Begini pak bu saya menyarankan untuk mendatangkan pemuka
agama untuk menjelaskan hukum mengenai tindakan ini dan sharing
ilmu juga sesuai keyakinan bapak dan ibu.
Ayah : Yasudah dok besok saya datangkan Ustadzah Devi tetangga saya
yang biasanya juga pengajian bersama istri saya dok. Bagaimana
bu?
Ibu : Iya sudah pak datangkan saja.

Tidak beberapa lama setelah dokter keluar ruangan pak Fafa menelfon ustadzah
Devi untuk datang ke RS mengingat kondisi anaknya yang semakin melemah. Dan
ustadzah Devi datang tepat saat Ners Anisa melakukan pemeriksaan TTV.

Perawat 2 : Selamat siang dek Gita. Diperiksa dulu ya (melakukan TTV)


Ustadzah : Assalamualaikum..
Semua : Waalaikumsalam
Ibu : Eh bu ustadzah Devi, silahkan masuk
Ustadzah : Bagaimana keadaan Gita bu?
Ibu : Ya begini bu ustadzah semakin lemah. Oiya sebenarnya saya dan
bapak mengundang ustadzah ingin bertanya mengenai hukumnya
transplantasi ginjal itu merupakan perbuatan dosa kan ustadzah?
Karena sudah jelas sabda Rasulullah SAW : “memecahkan tulang
mayat itu, sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup.”
Ustadzah : Iya bu benar. Tetapi sebentar, apakah adek Gita akan dilakukan
tindakan itu Ners?
Perawat 2 : Iya bu benar sekali karena itu merupakan tindakan satu-satunya
untuk membantu adek Gita. Dokter menyarankan tindakan ini harus
segera dilakukan mengingat kondisi adek Gita yang terus

29
memburuk. Dan memang tindakan ini tidak 100% langsung
menyembuhkan pasien tetapi setidaknya kami sudah berusaha
semaksimal mungkin untuk memberikan tindakan yang terbaik
untuk adek Gita.
Ustadzah : Baik saya paham Ners. Begini bu Ishomatul dan pak Fafa memang
mendonorkan organ tubuh dari manusia yang sudah meninggal
hukumnya haram seperti hadist yang bu Ishoma paparkan tadi.
Tubuh manusia tidak boleh diperlakukan sebagai benda material
semata, transplantasi dilakukan dengan memotong organ tubuh
seseorang untuk diletakkan atau di cangkokkan pada tubuh orang
lain, padahal tubuh manusia bukanlah benda material semata yang
dapat di potong dan dipindah-pindahkan.
Ibu : Tuh kan ners, hukumnya haram
Ustadzah : Sebentar bu, terdapat dalil kedua yang hukumnya memperbolehkan.
Transplantasi merupakan salah satu jenis pengobatan, sedangkan
pengobatan merupakan hal yang disuruh dan di syari’atkan dalam
islam. Terdapat dua kemaslahatan yaitu antara maslahah menjaga
kesucian mayat dan maslahah menyelamatkan nyawa manusia yang
sakit. Ada pendapat yang memperbolehkan transplantasi organ
mayat ini jika memiliki syarata-syarat :
1. Ada persetujuan/izin dari pemilik organ asli (wasiat) atau ahli
warisnya, tanpa paksaan
2. Si penerima donor telah mengetahui segala implikasi
pencangkokkan
3. Pencangkokkan dilakukan oleh yang ahli dalam ilmu tersebut.
Organ tidak diperbolehkan melalui proses transaksi jual beli
4. Seorang muslim hanya boleh menerima organ dari muslim
lainnya kecuali dalam keadaan mendesak.
Beberapa lembaga fatwa Islam saat ini lebih dominan berpandangan
mendukung transplantasi organ tubuh. Seperti contohnya Fiqh Islam
(Lembaga dibawah liga Islam dunia di Arab Saudi)
Ibu : Jadi boleh ya Ustadzah jika ini untuk menyelamatkan nyawa orang

30
lain?
Ustadzah : Iya boleh bu
Ayah : Terimakasih Ustadzah sudah datang kemari dan memberi penjelasan
tadi. Kalau begitu Ners saya dan istri saya setuju untuk dilakukan
tindakan ini.
Perawat 2 : Baik bapak silahkan menuju Nurse Station untuk menandatangani
surat persetujuan tindakan.
Ayah : Baik Ners.

Di nurse station

Perawat 2 : Baik bapak, ini terdapat surat-surat persetujuan tindakan pasien.


Bapak dapat membacanya terlebih dahulu, jika ada yang kurang
jelas bisa ditanyakan kepada saya dan tanda tangan di tempat yang
telah disediakan.
Ayah : Baik Ners.
Ini sudah Ners.
Perawat 2 : Iya pak, sebentar saya cek terlebih dahulu. Baik sudah lengkap pak
artinya bapak sudah menyetujui segala tindakan yang akan
dilakukan pada An. Aulia
Ayah : Iya Ners. Terimakasih

BAB 4

ANALISA KASUS

4.1 Analisa Kasus

31
Sesuai langkah-langkah kerangka pemecahan etik yang dikemukakan oleh
Murphy dan Murphy:

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan

Pada kasus di atas dapat disimpulkan bahwa ginjal An. G tersisa satu
sebelah kanan dan juga tidak berfungsi dengan baik sehingga perlu dilakukan
transplantasi ginjal.Pada An. G yang telah memiliki riwayat GGK
sebelumnya, sudah rutin melakukan hemodialysis smeinggu dua kali.

Pada kasus transplantasi ginjal dokter wajib memberikan pemberitahuan


terhadap donor maupun penerima organ transplantasi berkaitan dengan tujuan,
prosedur sifat operasi, akibat, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi.

Karena pada kasus di atas pendonor telah setuju untuk mendonorkan


ginjalnya dan keluarga tidak keberatan, maka selanjutnya adalah dokter
mmeberitahukan tentang prosedur transplantasi organ terhadap calon
penerima organ.

Tahapan Transplantasi:

 Pra-operatif

Persiapan pra-operatif untuk calon resepien bertujuan untuk : menilai


kemampuan menjalani operasi besar, menilai kemampuan menerima obat
imunosupresi untuk jangka waktu yang lama, menilai status vascular
anastosmosis, menilai traktus urinarius bagian bawah, menghilangkan semua
sumber infeksi, menilai dan mmepersiapkan unsur psikis.
Persiapan pra-operatif untuk calon donor : menilai kerelaan (taka da
unsur paksaan atau jual beli), menilai kemampuan untuk nefrektomi, menilai
akibat jangka panjang ginjal tunggal, menilai kemungkinan anastosmosis,
menilai kecocokan golongan darah, HLA dan crossmatch.

 Obat-obat imunosupresi

32
Untuk mencegah terjadinya rejeksi kepada pasien yang mengalami
transplantasi ginjal diberikan obat-obat imunosupresi. Ada beberapa macam
obat imunosupresi yang tersedia pada umumnya dikelompokkan menjadi:
Obat imunosupresi konvensional: siklosporin-A, kortikosteroid,
azatioprin, antibody monoclonal OKT-3, antibody poliklonal ALG (Anti
Lymphocyte Globulin), ATG (Anti Thympocyte Globulin).
Obat imunosupresi baru yaitu tacrolimus dan mycophenolate mofetil.
Efek samping tacrolimus hamper sama dengan siklosporin, infeksi yang
timbul biasanya CMV (Cytomegali Virus), ATG (Anti Thympocyte
Globulin), ALG (Anti Lympocyte Globulin), MMF (micophinolatemofetil).

 Proses Transplantasi Ginjal

Ginjal yang rusak diangkat.Kelenjar adrenal dibiarkan di tempatnya


arteri dan vena renal diikat.Ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka.Arteri
renal dari donor dijahit ke arteri iliaka dan vena renal dijathit ke vena
iliaka.Ureter ginjal donor dijahit ke kandung kemih atau vesika urinary.
Setelah terhubung, ginjal akan dialiri darah yang akan dibersihkan. Urine
biasanya langsung diproduksi.Tetapi beberapa keadaan, urine diproduksi
bahkan setelah beberapa minggu. Ginjal lama akan dibiarkan di tempatnya.
Tetapi jika ginjal tersebut menyebabkan infeksi atau menimbulkan penyakit
darah tinggi, maka harus diangkat.

 Pasca Transplantasi

Tujuan perawatan setelah transplantasi ginjal adalah untuk


mempertahankan homeostatis sampai ginjal transplan dapat berfungsi
dengan baik.

a) Terapi imunosupresif, kelangsungan ginjal transplan bergantung pada


kemampuan tubuh untuk menyekat respons imun terhadap ginjal
transplan. Untuk mengurangi dan mengatasi mekanisme pertahanan
tubuh, medikasi imunosupresif seperti Azathioprine (Imuran),

33
kortikosteroid (prednisole), siklosporin, dan OKT-3 (antibody
monoclonal) dapat diberikan secara bertahap selama beberapa minggu.

b) Rejeksi tandur, rejeksi transplan ginjal dan kegagalan dapat terjadi dalam
waktu 24 jam (hiperakut), dalam 3 sampai 14 hari (akut), atau setelah
beberapa tahun pertama setelah transplantasi. Ultrasound dapat digunakan
untuk mendeteksi pembesaran ginjal, sedangkan biopsy renal dan tekni
radiografik digunakan untuk mengevaluasi rejeksi transplan, jika
transplan ditolak maka pasien akan kembali menjadi dialysis. Ginjal yang
ditolak tersebut dapat diangkat kembali atau tidak bergantung kapan
penolakan tersebut terjadi dan risiko infeksi jika ginjal dibiarkan di
tempat.

Besarnya risiko infeksi dan rejeksi, maka melakukan pengkajian


terkait tanda dan gejala rejeksi transplan seperti oliguri, edema,
peningkatan tekanan darah, pertambahan BB, bengkak atau nyeri tekan
diseluruh ginjal transplan. Hasil tes kimia darah (BUN dan kreatinin) dan
hitung leukosit serta trombosit dipantau dengan ketat, karena
imunosupresi akan menekan pembentukan leukosit dan trombosit. Pasien
dipantau ketat akan adanya infeksi karena mengalami kegagalan
penyembuhan atau infeksi akibat terapi imunosupresif dan komplikasi
gagal ginjal.

Indikasi Transplantasi Ginjal

 Usia 13 – 60 tahun

 Tidak mengidap penyakit berat, keganasan, TBC, hepatitis, jantung

 Harus dapat menerima terapi imunosupresif dalam waktu yang lama dan
harus patuh minum obat

 Sudah mendapat HD yang teratur sebelumnya

 Mau melakukan pemeriksaan pasca transplantasi ginjal

34
Kontraindikasi Transplantasi Ginjal

 Pasien yang berumur lebih dari 70 tahun. Karena pada usia tersebut sudah
sering ditemukan gangguan-gangguan pada organ-organ lain yang akan
mempengaruhi proses pembedahan, karena pada usia tersebut ginjal
sudah mengalami penurunan fungsi.

 Terdapat risiko tinggi pada pasien dengan kanker yang disertai


penyebaran (metastasis)

 Penyakit lanjut yang sulit diobati

 Obesitas

 Ginjal kanan

 Pembuluh darah ginjal multiple

 Infeksi akut : tuberkulosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut

 Infeksi kronik, bronkietakis,

b. Mengidentifikasi masalah etik

Ibu An. G tidak menyetujui pelaksanaan tindakan tranplantasi ginjal


pada anaknya karena keyakinan yang dinautnya. Merujuk pada prinsip etik
otonomi maka, keputusan tentang pemilihan tindakan medis sepenuhnya ada
pada klien, dalam hal ini orang tua An. G. Namun, di sisi lain sesuai prinsip
etik nomaleficience (tidak merugikan) yang mengharuskan perawat untuk
menjaga keselamatan pasien, maka terjadi dilema etik dalam kasus diatas.
Apabila tidak dilakukan tindakan sesuai anjuran medis maka kondisi anak
akan terus memburuk dan dapat mengakibatkan kematian.

c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan

 Tn. F (Kepala Keluarga)

 Ny. I (Ibu anak G)

35
 An. G (Perlu dilibatkan tentang kondisi medis dan tindakan medis yang akan
dilakukan untuk memutuskan tindakan medis selanjutnya)

 Dokter (Sebagai pembuat keputusan medis untuk pasien)

 Perawat penanggungjawab pasien

 Ustadzah (sebagai penengah dan orang yang mengerti tentang hokum


agama)

d. Mengidentifikasi peran perawat

Sesuai kasus diatas peran perawat adalah sebagai fasilitator antara klien
sebagai penerima layanan kesehatan dan dokter sebagai pemberi layanan
kesehatan agar terjadi kesepahaman antara klien dan dokter.Bisa juga perawat
dalam kasus diatas yang berhubungan dengan keyakinan, memfasilitasi
klien/keluarga untuk berkonsultasi dengan orang yang lebih berkompeten.

Sebagai konsultan perawat harus mampu menjawab semua pertanyaan


klien/keluarga tentang kondisi penyakit, tindakan yang akan dilakukan dan
sebagainya.

e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin


dilaksanakan

Pada kasus diatas, alternative lain tidak memungkinkan karena fungsi


ginjal sesuai pengukuran fungsi ginjal dengan rumus Cockroft-Gault
didapatkan <10%. Sehingga transplantasi merupakan pilihan tindakan satu-
satunya yang bisa dilakukan.

Kelebihan dilakukan transplantasi ginjal:

 Ginjal baru akan bekerja sama seperti halnya ginjal normal.


 Penderita akan merasa lebih sehat dan lebih normal.
 Penderita tidak perlu melakukan dialysis.
 Penderita mempunyai usia harapan hidup yang lebih besar.

36
Kekurangan transplantasi ginjal:
 Butuh proses pembedahan besar.
 Proses untuk mendapatkan ginjal lebih lama atau sulit.
 Tubuh bisa menolak ginjal yang didonorkan.
 Penderita harus rutin minum obat imunosupresan yang mempunyai banyak
efek samping
Jika tidak dilaukan Transplantasi ginjal:
 Harapan hidup berkurang.
 Keadaan pasien akan semakin memburuk.
Kelebihan hemodialisis :
 Tidak ada nyeri atau sakit selama prosedur
 Dapat dilaksanakan dengan bersantai
 Dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan memperpanjang usia
 Dapat menghambat progresivitas penyakit
 Dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal akut maupun kronik
Kekurangan hemodialisis :
 Fungsi ginjal yang tersisa cepat menurun
 Pembatasan asupan cairan dan diet lebih ketat
 Kadar hemoglobin lebih rendah, sehingga kebutuhan akan eritropoietin
meningkat
f. Mempertimbangkan Besar Kecilnya Konsekuensi Untuk Setiap
Alternatif Keputusan
Sekitar 90% ginjal hasil transplantasi tetap berfungsi setelah satu
tahun, dan sekitar 3% sampai 5% ginjal hasil transplantasi tidak lagi
berfungsi setelah satu tahun. Transplantasi ginjal selal memiliki risiko
penolakan oleh tubuh, seingga sangat penting bagi pasien yang menerima
donor ginjal untuk mengonsumsi semua obat-obatan yang diberikan dokter
untuk mengendalikannya.Secara keseluruhan, ginjal yang didapat dari donor
hidup memiliki tingkat keberlangsungan hidup yang lebih baik daripada
ginjal yang diperoleh dari donor jenazah.

37
Efek samping Transplantasi:
 Perdarahan dan infeksi.
 Terjadi penolakan organ transplantasi namun dapat diatasi dengan konsumsi
obat-obatan tertentu.
 Meningkatkan risiko terkena hipertensi.
 Kemungkinan lemas dan tidak bisa beraktifitas berat
Apabila tidak dilakukan transplantasi ginjal, maka pada akhirnya akan
memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian.
g. Pemberian Keputusan
Tn. F sebagai kepala keluarga adalah pengambil keputusan dalam kasus
An.G.diatas
h. Mempertimbangkan Bagaimana Keputusan Tersebut Hingga Sesuai
Dengan Falsafah Umum Untuk Perawatan Klien.
Falsafah Keperawatan menurut Jean Watson (Caring).Caring adalah
suatu ilmu pengetahuan yang mencakup suatu hal berperikemanusiaan,
orientasi ilmu pengetahuan manusia ke proses kepedulian pada manusia,
peristiwa, dan pengalaman. Ilmu pengetahuan caring meliputi seni dan umat
manusia seperti halnya ilmu pengetahuan. Perilaku Caring meliputi
mendengarkan penuh perhatian, penghiburan, kejujuran,kesabaran, tanggung
jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat membuat suatu
keputusan.
Sesuai teori diatas perawat berusaha agar klien dapat mengambil
keputusan dengan tepat, melalui tukar pendapat yang baik dan tidak
memaksakan pendapat.Memberi masukan dan pengertian sesuai dengan ilmu
keperawatan.Memfasilitasi klien untuk bertukar pikiran dengan orang yang
ahli dibidangnya sehingga klien dapat memutuskan pilihan pengobatan
dengan tepat.
i. Analisa Situasi Hingga Hasil Aktual dari Keputusan Telah Tampak dan
Menggunakan Informasi Tersebut untuk Membantu Membuat
Keputusan Berikutnya.

38
Pada kasus diatas Tn.F dan Ny.I selaku orangtua dari An.G memiliki
keyakinan yang bertolak belakang dengan keputusan medis yang diusulkan
oleh dokter sehingga diperlukan sharing ilmu dan pendapat oleh ahli
keagamaan sesuai dengan keyakinan orangtua An.G . Sesuai sabda Rasulullah
SAW: “Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang
orang hidup.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, san Ibnu Hibban).
Hukum Mendonorkan organ tubuh dari manusia yang sudah meninggal
Pendapat pertama, Hukumnya Haram
Dalil pendapat pertama:
Kesucian tubuh manusia; setiap bentuk agresi atas tubuh manusia
merupakan hal yang terlarang, karena ada beberapa perintah Al-Qur’an dan
Hadist yang melarang.Di antara hadist yang terkenal “Mematahkan tulang
mayat sesorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan
tulang orang tersebut ketika ia masih hidup”.
Tubuh manusia adalah amanah; hidup, diri dan tubuh manusia pada
dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang
harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya
kepada orang lain.
Tubuh manusia tidak boleh diperlakukan sebagai benda matrial
semata; transplantasi dilakukan dengan memotong organ tubuh seseorang
untuk diletakkan (dicangkokkan) pada tubuh orang lain, padahal tubuh
manusia bukanlah benda material semata yang dapat dipotong dan dipindah-
pindahkan.
Pendapat Kedua, Hukumnya Boleh
Dalil pendapat kedua:
Transplantasi merupaka salah satu jenis pengobatan, sedangkan
pengobatan merupakan hal yang disuruh dan disyariatkan dalam Islam.
Terdapat dua hal yang mudharat dalam masalah ini yaitu antar
memotong bagian tubuh yang suci dan dijaga dan antara menyelamatkan
kehidupan yang membutuhkan kepada organ tubuh mayat tersebut.Namun

39
kemudharatan yang terbesar adalah kemudharatan untuk menyelamatkan
kehidupan manusia.Maka dipilihlah sesuatu yang kemudharatannya terbesar
untuk dihilangkan yaitu memotong organ mayat untuk menyelamatkan
kehidupan manusia.
Qiyas atas maslahat membuka perut mayat wanita yang hamil yang
lewat 6 bulan yang disangka kuat hidup anaknya. Qiyas atas boleh membuka
perut mayat jika di dalam perutnya terdapat harta orang lain.
Terdapat dua hal kemaslahatan yaitu antara maslahah menjaga
kesucian mayat dan antara maslahah menyelamatkan nyawa manusia yang
sakit dengan transplantasi organ mayat tersebut.
Namun pendapat yang membolehkan transplantasi organ mayat ini
memiliki syarat-syarat yaitu:
1. Ada persetujuan/izin dari pemilik organ asli (atau wasiat) atau dari ahli
warisnya (sesuai tingkatan ahli waris), tanpa paksaan.

2. Si resipien (yang menerima donor) telah mengetahui persis segala


implikasi pencangkokan.

3. Pencangkokan dilakukan oleh yang ahli dalam ilmu pencangkokan


tersebut. Tidak boleh menuntut ganti pendonoran organ dengan harta
(uang dan sebagainya). Organ tidak diperoleh melalui proses transaksi
jual beli karena tidak sah menjual belikan organ tubuh manusia.

4. Seseorang muslim hanya boleh menerima organ dari muslim lainnya


kecuali dalam keadaan mendesak (tidak ada muslim yang cocok
organnya atau tidak bersedia di donorkan dengan beberapa alasan).

40
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang


atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam
bulan. Rasa sakit yang diderita Klien akan mengganggu aktivitasnya sehari-
hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya. Gagal ginjal kronik (GGK)
merupakan masalah yang tidak jarang ditemukan pada anak. Sistem perkemihan
terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Sistem perkemihan
mempunyai dua ginjal untuk menjaga fungsi ekskresi. Penyakit GGK dapat
menimbulkan banyak komplikasi seperti gangguan pertumbuhan, malnutrisi,
anemia, hipertensi, gangguan elektrolit, dan sebagainya.

41
Pada saat ini, telah dimungkinkan pengelolaan GGK pada anak yang sangat
muda, pengelolaan ditujukan untuk mempertahankan kemampuan fungsional
nefron yang tersisa selama mungkin dan memacu pertumbuhan fisik yang
maksimal, sebelum dilakukannya dialisis atau transplantasi.

5.2 Saran

Menyadari bahwa penyusun masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penyusun akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan.

Daftar Pustaka

Leni Ervina, Dahler Bahrun, Hertanti Indah Lestari. 2015. Tatalaksana Penyakit
Ginjal Kronik pada Anak. E-Journal UNSRI : MKS, Th. 47, No. 2, April
2015. https://ejournal.unsri.ac.id. Diakses pada 9 Oktober 2018
Salwani, D. (2016). Malnurtisi Pada Gagal Ginjal Kronik.

Suyatni. 2017. “Efektivitas Bladder Training Kegel Exercise terhadap Inkontinensia


Urine pada Wanita Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Sokaraja

42
Banyumas Jawa Tengah”. Bachelor Thesis, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. http://repository.ump.ac.id (Diakses pada 9 Oktober 2018)

Tena, Heribertus Agustinus Bilo. 2017. “Pengaruh Penundaan Sampel Urin pH


Alkali Metode Konvensional terhadap Unsur Organik Sedimen Urin”..
Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang.
http://repository.unimus.ac.id (Diakses pada 9 Oktober 2018)

Jaya, Hendri Tanu., Sudung Pardede. (2014). “Nutrisi pada Anak dengan Penyakit
Gagal Ginjal Kronik”. CDK-213. Volume 41 No. 2. Diakses di
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_213Nutrisi%20pada%20Anak
%20dengan%20Penyakit%20Ginjal%20Kronik.pdf pada 10 Oktober 2018

Pardede, Sudung., Swanty Chunnaedy. (2009). “Penyakit Ginjal Kronik Pada Anak”.
Sari Pediatric. Vol 11 No.3

Krisnana, Ilya., dkk. (2018). “Buku Ajar Keperawatan Anak 2”. Surabaya : Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga

43

Anda mungkin juga menyukai