DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH
1. Deni Mispansyah I1031191013
2. Alfa Naufal Barri Mubarok I1031191020
3. Rahmadi I1031191022
4. Ihsan Hadi Nugroho I1031191032
5. Syahrul Putra I1031191045
6. Novita Tri Rezeki I1031191046
7. Nada Westy Nurahayu I1031191048
8. Fadhlia I1031191050
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata
kuliah PSIKOSOSIAL DAN KEBUDAYAAN.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
a. Latar Belakang.........................................................................................................1
b. Rumusan Masalah....................................................................................................5
c. Tujuan......................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................7
a. Landasan Teori........................................................................................................7
1. Pengertian Lanjut Usia......................................................................................7
2. Proses Penuaan..................................................................................................8
3. Teori-Teori Mengenai Proses Menjadi Tua.......................................................9
4. Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia.........................................................11
5. Karakteristik Lanjut usia...................................................................................14
6. Transcultural Nursing........................................................................................15
7. Sunrise Model Leininger...................................................................................19
8. Factor-Faktor Pengkajian Cultural Nursing......................................................20
9. Cultural Care Preservation or Maintenance.......................................................23
10. Pendekatan Keperawatan pada Lansia...............................................................25
b. Kasus.......................................................................................................................26
c. Hasil Pembahasan Kasus.........................................................................................26
a. Kesimpulan .............................................................................................................28
b. Saran .......................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
musculoskeletal, gastrointestinal, genitalia urinaria, endokrin dan
integument Proses penuaan pada lansia terjadi seiring bertambahnya umur
lansia, yang akan menimbulkan permasalahan terkait aspek kesehatan,
ekonomi, maupun sosial. Oleh karena itu perlunya peningkatan pelayanan
kesehatan terhadap lanjut usia sehingga lansia dapat meningkatkan
kualitas hidupnya.Berdasarkan aspek kesehatan, lansia akan mengalami
proses penuaan yang ditandai dengan penurunan pada daya tahan fisik
sehingga rentan terhadap penyakit. Penurunan fungsi fisik yang terjadi
pada lansia yakni penurunan sistem tubuh seperti sistem saraf, perut,
limpa, dan hati, penurunan kemampuan panca indera seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan perasa, serta penurunan kemampuan
motorik seperti kekuatan dan kecepatan. Berbagai penurunan ini
berpengaruh terhadap kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari
hari dan terhadap status keschatannya. Data dari Riskesdas 2013
menyebutkan bahwa penyakit yang banyak terjadi pada lansia yaitu
Penyakit Tidak Menular (PTM), seperti hipertensi, artritis, stroke,
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan DiabetesMellitus (DM).
Selain berdampalk pada kondisi fisik lansia, proses penuaan juga
berdampak pada kondisi psikologisnya.Secara ekonomi, umumnya lansia
dipandang sebagai beban daripada sumber daya. Sedangkan secara sosial,
kehidupan lansia dipersepsikan negatif yaitu dianggap tidak banyak
memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat. Stigma yang
berkembang di masyarakat tersebut membuat lansia mengalami penolakan
terhadap kondisinya dan tidak bisa beradaptasi di masa tuanya, sehingga
akan berdampak pada kesejahteraan hidup lansia.Peningkatan pelayanan
kesehatan terhadap lanjut usia diperlukan untuk mewujudkan lansia yang
sehat, berkualitas, dan produktif di masa tuanya. Pelayanan kesehatan pada
lansia harus diberikan sejak dini yaitu pada usia pra lansia (45-59 tahun).
Saat ini diketahui bahwa peningkatan pertumbuhan penduduk lansia
menjadi salah satu masalah yang besar terkait dengan masalah sosial dan
kesehatan di berbagai negara (Cook &Halsall, 2012). Kondisi ini juga
2
terjadi pada penduduk di Indonesia bahkan lebih cepat dibandingkan
dengan banyak negara lain, sehingga telah menyebabkan Badan Pusat
Statistik menjadikan abad 21 sebagai abad lansia bagi bangsa Indonesia.
Indonesia akan mengalami peningkatan lansia sebesar 41,4% padatahun
2025 yangmerupakan angka peningkatan tertinggi di dunia (Depkes,
2013). Bahkan pada tahun 2020-2025, Indonesia akan menduduki
peringkat ke empat dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan umur harapan hidup
diatas 70 tahun. Berdasarkan jumlah penduduk usia lanjut (60 tahun ke
atas) di Asia untuk Indonesia memperoleh peringkat ke empat yaitu pada
tahun 2010 jumlah penduduk usia lanjut 8,8% diperkirakan menjadi24,5 %
tahun 2050 sedangkan Negara lain Korea 42,6 %, Cina 35,2 %
danVietnam 27,7 9% (Robert, 2014).
Presepsi masyarakat mengenai terjadinya proses penuaan yaitu
terkadang berbeda satu sama lain tergantung dari kebudayaan yang ada
dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Mereka yang memiliki
pandangan positif soal menjadi tua hidup lebih panjang dan menjalani
masa tuanya dengan lebih baik dan Orang-orang itu tidak rentan terhadap
depresi dan kecemasan. Mereka juga menunjukkan peningkatan
kesejahteraan dan pulih lebih cepat dari penyakit. Tetapi bagi mereka yang
berpandangan negative maka penuaan atau menua adalah suatu hal yang
memalukan karena kulit menjadi keriput, dan badan menjadi bungkuk
serta rambut memutih karena uban,. Penuaan memiliki dampak signifikan
pada masyarakat . Orang-orang dari berbagai usia cenderung berbeda
dalam banyak aspek, seperti tanggung jawab hukum dan sosial, pandangan
hidup, dan persepsi diri. Kaum muda cenderung memiliki lebih sedikit hak
hukum (jika mereka di bawah usia mayoritas ), mereka lebih cenderung
mendorong perubahan politik dan sosial, mengembangkan dan
mengadopsi teknologi baru, dan membutuhkan pendidikan. Orang tua
memiliki persyaratan yang berbeda dari masyarakat dan pemerintah, dan
seringkali memiliki nilai yang berbeda pula, seperti untuk hak milik dan
hak pensiun. Orang yang lebih tua juga cenderung memilih, dan di banyak
3
negara kaum muda dilarang memilih. Dengan demikian, kaum lansia
memiliki pengaruh politik yang relatif lebih, atau setidaknya berbeda.
Dalam masyarakat yang berbeda, usia dapat dilihat atau diperlakukan
secara berbeda. Misalnya, usia dapat diukur mulai dari konsepsi atau sejak
lahir, dan mulai pada usia nol atau usia satu. Transisi seperti mencapai
pubertas , usia mayoritas, atau pensiun seringkali penting secara sosial.
Konsep penuaan yang berhasil dan penuaan yang sehat mengacu pada
aspek sosial dan fisik dari proses penuaan. Jika dikaitan dengan
kebudayaan kita dapat mengambil salah satu contoh yaitu budaya inut,
Budaya Inuit adalah contoh di mana ulang tahun tidak dirayakan karena
kedewasaan tidak ditandai dalam hal tahun. Budaya Navajo adalah satu
lagi di mana usia tidak dihitung selama bertahun-tahun berlalu sejak lahir.
Dalam hal ini, usia diukur melalui tonggak tertentu dalam kehidupan
seseorang, seperti saat pertama kali mereka tertawa. Dalam budaya di
mana usia tidak diukur dengan tahun sejak lahir, sebagian besar individu
tidak tahu berapa usia mereka dalam tahun. Orang-orang dalam budaya ini
mungkin lebih penting dalam aspek lain dari kelahiran mereka, seperti
musim, praktik pertanian, atau koneksi spiritual yang terjadi ketika
mereka dilahirkan. Suatu budaya juga dapat memilih untuk menempatkan
penekanan yang lebih besar pada garis keturunan keluarga daripada usia,
seperti yang dilakukan dalam masyarakat Maya. Orang dewasa Maya tidak
akan menentukan tanggung jawab dan status anak dalam hal usia
berdasarkan tahun, melainkan oleh senioritas relatif terhadap orang lain
dalam keluarga atau komunitas. Tujuan utama menghitung usia dalam hal
tahun sejak kelahiran adalah untuk kenyamanan pengelompokan individu
berdasarkan usia, seperti yang diperlukan dalam masyarakat industri.
Praktik medis dan sekolah wajib yang dihasilkan dari industrialisasi
sebagian besar diperhitungkan dalam kebutuhan untuk menghitung usia
dalam hal tahun sejak lahir. Bahkan di masyarakat kebarat-baratan seperti
Amerika Serikat, usia dalam hal tahun sejak kelahiran tidak dimulai
sampai pertengahan 1800-an.
4
Memahami budaya yang dianut oleh klien/keluarga merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam memberikan pelayanan keperawatan
yaitu dengan pendekatan transkultural. Hal ini didasarkan pada ilmu dan
kiat yang mencakup pemberian pelayanan secara bio-psiko-sosio-kultural
dan spiritual secara komprehensif baik menghargai perilaku caring, nilai-
nilai keyakinan tentang sehat-sakit, pola-pola tingkah laku yang bertujuan
mengembangkan pengetahuan yang ilmiah dan humanistik (Sunaryo,
2014). Proses keperawatan digunakan karena merupakan suatu pendekatan
yang terorganisasi dan sistematis dalam menelaah respons klien.
Pengkajian dilakukan sesuai dengan latar belakang budaya klien,
pengkajian dilakukan berdasarkan pada tujuh komponen yang ada pada
“sunrise model”, tujuh komponen dimensi budaya dan struktur sosial yang
saling berinteraksi diantaranya faktor teknologi, faktor agama dan falsafah
hidup, faktor sosial dan keterikatan keluarga, faktor nilai budaya dan gaya
hidup, faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, faktor ekonomi, faktor
pendidikan (Sudiharto, 2007).
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk
interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang
berupa norma, adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam
kehidupan dengan yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama
dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikat dalam
proses yang dijalaninya. Keberlangsungan terus-menerus dan lama
merupakan proses internalisasi dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi
pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang
kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi
keperawatan (cultural nursing approach). Transkultural adalah suatu
pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisis dan studi
perbandingan tentang perbedaan budaya (Leininger, 1978). Keperawatan
transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan pada
perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau
meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan
psikokultural sesuai latar belakang budaya. Pelayanan keperawatan
5
transkultural diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lanjut usia?
2. Apa perubahan yang terjadi pada lanjut usia
3. Apa itu transcultural nursing?
4. Apa karakteristik lanjut usia?
5. Apa factor-faktor pengkajian cultural nursing
6. Bagaimana pandangan perawat terhadap perawatan lanjut usia?
7. Bagaimana peran perawat dalam menangani perbedaan budaya dan
perbedaan pendapat dan persepsi lanjut usia dalam hal kesehatan,
sehingga bisa merubah cara pandang pada perawatan lanjut usia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian lanjut usia
2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lanjut usia
3. Untuk mengetahui transcultural nursing
4. Untuk mengetahui karakteristik lanjut usia
5. Untuk mengetahui factor-factor pengkajian cultural nursing
6. Untuk mengetahui peran perawat dalam menangani perbedaan budaya
dan perbedaan pendapat dan persepsi lanjut usia dalam hal kesehatan,
sehingga bisa merubah cara pandang pada perawatan lanjut usia
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian Lanjut Usia
7
periode akhir dari rentang kehidupan manusia. Melewati masa ini,
lansia memiliki kesempatan untuk berkembang mencapai pribadi yang
lebih baik dan semakin matang. Lansia adalah periode dimana
organisme telah mencapai masa keemasan atau kejayaannya dalam
ukuran, fungsi, dan juga beberapa telah menunjukkan kemundurannya
sejalan dengan berjalannya waktu (Suardiman, 2011).
2. Proses Penuaan
8
dan sistem penawar racun yang semakin berubah seiring berjalannya
usia. Kecepatan proses penuaan pada setiap individu berbeda-beda
tergantung sikap dan kemauan dalam mengendalikan proses penuaan.
Dalamhal ini pola hidup seseorang akan memberikan andil cukup
besar dalam prosespenuaan. Tidak jarang seseorang yang berusia lanjut
tetap semangat, energik,optimis dan tidak merasa tua bahkan selalu
berusaha mempertahankan diri untuk dapat tampil lebih muda.
(Darmojo. 2006).
9
Teori aktivitas beranggapan bahwa orang lanjut usia harus
bisa tetap aktif dalam dunia sosial bila dia ingin hidup bahagia dan
mempunyai harga diri yang tinggi. Paham teori aktivitas
beranggapan bahwa dalam masa usia lanjut orang sering
mengalami keadaan yang bertentangan dengan kebutuhan
psikisnya yaitu misalnya dia dipensiun dan dilepas oleh masyarakat
padahal dia masih senang aktif dan mempunyai hubungan sosial
yang banyak,sehingga dia memperoleh kepuasan hidup (ife
satisfaction) yang rendah.
10
a) Dimensi Perjalanan Hidup
b) Dimensi Historis
1) Perubahan Fisik
a) Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan
penurunan tampilan dan fungsi fisik. lansia menjadi lebih
pendek akibat adanya pengurangan lebar bahu dan
pelebaran lingkar dada dan perut, dan diameter pelvis. Kulit
11
menjadi tipis dan keriput, masa tubuh berkurang dan masa
lemak bertambah.
b) Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi
adanya penebalan dan kaku, terjadi penurunan kemampuan
memompa darah (kontraksi dan volume) elastisistas
pembuluh darah menurun serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
c) Perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan
usia yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru yaitu
penurunan elastisitas paru, otot-otot pernapasan
kekuatannya menurun dan kaku, kapasitas residu
meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli
melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun dan terjadinya penyempitan pada bronkus.
d) Perubahan integumen terjadi dengan bertambahnya usia
mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit, dimana
epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat
elastis berkurang dan keriput serta kulit kepala dan rambut
menipis, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar
keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki
tumbuh seperti tanduk.
e) Perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur
dan fungsi sistem saraf. Saraf pancaindra mengecil
sehingga fungsi menurun serta lambat dalam merespon dan
waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress,
berkurangnya atau hilangnya lapisan mielin akson sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan refleks.
f) Perubahan musculoskeletal sering terjadi pada wanita pasca
monopause yang dapat mengalami kehilangan densitas
tulang yang masif dapat mengakibatkan osteoporosis,
terjadi bungkuk (kifosis), persendian membesar dan
12
menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut
dan mengalami sklerosis.
g) Perubahan gastroinstestinal terjadi pelebaran esofagus,
terjadi penurunan asam lambung, peristaltik menurun
sehingga daya absorpsi juga ikut menurun, ukuran lambung
mengecil serta fungsi organ aksesoris menurun sehingga
menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim
pencernaan.
h) Perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada
aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus
menurun dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasikan urine ikut menurun.
i) Perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang
dapat menyebabkan otot-otot melemah, kapasitasnya
menurun, dan terjadi retensi urine
j) Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran
timpani atrofi yang dapat menyebabkan ganguan
pendengaran dan tulang-tulang pendengaran mengalami
kekakuan.
k) Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang
menurun terhadap sinar, adaptasi terhadap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak
(Siti dkk, 2008).
2) Perubahan Psikologis
13
terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya ekonomi
(Fatimah, 2010).
3) Perubahan Kognitif
4) Perubahan Sosial
14
Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka
mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosio-ekonomi dan latar
pendidikan yang berbeda dan pola hidup yang berbeda. Bila
perbedaan tersebut bertambah sesuai dengan usia, maka perbedaan
tersebut akan membuat orang bereaksi secara berbeda terhadap
situasi yang sama.
15
6. Transcultural Nursing
16
d) Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang
menganggap budayanya adalah yang terbaik.
e) Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok
budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang
lazim.
f) Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
g) Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan
metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat
untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan
budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang orang, dan saling memberikan
timbal balik di antara keduanya.
h) Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan,
bantuan dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok
dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik actual
maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan manusia.
i) Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk
membimbing, mendukung dan mengajarkan individu, keluarga,
kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan
untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
j) Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk
mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan
untuk membimbing, mendukung atau memberi kesempatan
individu, keluarga, kelompok untuk memepertahankan kesehatan,
sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan
dan mencapai kematian dengan damai.
k) Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga
kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai di
atas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki
oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. (Pratiwi, 2011).
17
Dalam penerapan asuhan keperawatan transkultural, seorang
perawat perlu memahami paradigma keperawatan transkultural, yaitu cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai dan konsep konsep dalam terlaksananya
asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya terhadap empat
konsep sentral, yaitu: manusia, keperawatan, kesehatan dan lingkungan.
(Sutria, 2013).
b) Kesehatan/ sehat-sakit
c) Lingkungan
18
suatu totalitas kehidupan di mna klien dengan budayanya saling
berinteraksi.
d) Keperawatan
e) Asuhan keperawatan
a) Culturale Care
b) World View
19
Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang
kehidupannya sehingga menimbulkan keyakinan dan nilai.
e) Professional System
20
Teknik negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang
dengan budaya tertentu untuk beradaptasi/berunding terhadap
tindakan dan pengambilan kesehatan.
21
Agama sangat mempengaruhi cara seseorang berupaya
untuk mencegah penyakit, dan agama memainkan peran kuat
dalam ritual yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan.
Agama menggariskan praktik moral, sosial, dan diet yang
dirancang untuk menjaga penganutnya sehat dan dalam keadaan
seimbang. Agama juga memainkan peran penting dalam persepsi
tentang pencegahan penyakit pada penganutnya. Misalnya pada
umat Islam, salah satu alternatif pengobatan adalah dengan do‟a.
(Sutria, 2013).
22
e) Faktor Kebijakan dan Peraturan Rumah Sakit yang berlaku
(Political and Legal Factors)
23
klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada
tahap ini adalah: tingkat pendidikan, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
24
Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang
Padang pelit,orang Jawa halus.
Menerima dan memahami metode komunikasi.
Menghargai perbedaan individual.
Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
Menyediakan privasi terkait kebutuhan pribadi.
10. Pendekatan Keperawatan pada Lansia
a) Pendekatan Fisik
25
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan
agar lansia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin
mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan
bertahap.
c) Pendekatan Sosial
B. Kasus
C. Pembahasan Kasus
26
Dari kasus diatas seorang nenek yang berusia 60 tahun datang
menjenguk cucunya dengan bergantian dengan keluarga lainnya, perawat
yang berdinas saat itu sedang melakukan asuhan keperawatan dengan
metode sunrise model dan perawat ingin memberi bedak pada bayi namun
dilarang oleh nenek B karena pemberian bedak dapat membuat batuk pada
cucunya. Dari hal tersebut bisa dilihat bahwa adanya perbedaan persepsi
antara kebudayaan dan kebiasaan dari Nenek B dalam mengurus bayi
karena cara mengurus bayi dengan kebudayaan dan kebiasaan orang tua
zaman dulu berbeda dengan tata cara mengurus bayi dengan cara yang
dilakukan tenaga medis yang sesuai SOP.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Culturale Care
2. World View
5. Professional System
28
7. Cultural Care Acommodation
B. Saran
Demi menjaga kesejahteraan para lansia dalam menikmati hari
tua mereka, maka dalam pelayanan terhadap mereka perlu diperhatikan
hal-hal seperti kepercayaan, pola tingkah laku, serta budaya dari lansia
tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan gaya hidup
29
yang di inginkan. Dan perlu mempertahankan budaya apabila budaya klien
tidak bertentangan dengan kesehatan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Marhani, M. (2016). Cultural Care Terhadap Kesehatan Ibu dan Anak Adat
Tolotang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar).
Sari, M. T., & Prastianty, S. (2017). Sick Health Behaviors of the Jambi Malay
Tribe Based on Transcultural Nursing Approach (Sunrise Model) at Muara
Kumpeh Village Kumpeh Ulu District Muaro Jambi Regency. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 17(3), 216-226.
31