Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN KEHILANGAN

KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing : Latifa Aini S., S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. KOM

Oleh :
Kelompok 4
H.A.P. Desthalia Cyatraningtyas 162310101116
Mila Khanifa 162310101145

Alvinda Apriliatul Jannah 162310101153


Gevin Yensya 162310101164
Akhmad Naufal Suud 162310101172

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan pembahasan tentang “ Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Kehilangan”. Tidak lupa kami mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta untuk kedepannya dapat memperbaiki entuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 1 Mei 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii

BAB 1. PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................3
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah.................................................................................3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4

2.1 Konsep Lansia...........................................................................................................4

2.2 Konsep Kehilangan..................................................................................................7

2.3 Asuhan Keperawatan..............................................................................................9

BAB 3. PEMBAHASAN.................................................................................................14

3.1 Analisis Jurnal...........................................................................................................14

3.2 Pengkajian Keperawatan.......................................................................................14

BAB 4. KESIMPULAN.................................................................................................32

4.1 Kesimpulan.................................................................................................................32

4.2 Saran............................................................................................................................ 32

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 33

LAMPIRAN

ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Lansia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2013 jumlah lansia didunia telah

mencapai 800 miliar orang. Sedangkan jumlah lansia di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke
tahun, menurut data Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) diperkirakan pada
tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta orang. Sementara menurut Data Statistik
Indonesia (2013), provinsi Jawa Tengah termasuk dalam kategori yang mempunyai jumlah lansia
banyak, yaitu sekitar 11,16% dari keseluruhan jumlah penduduk (Yasami, 2013; Kemsos RI, 2007;
Data Statistik Indonesia, 2013).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya. Hal tersebut
menyebabkan lansia tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua adalah fenomena alamiah yang bisa terjadi pada semua manusia sebagai akibat
bertambahnya umur, oleh karena itu fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan
yang wajar namun bila tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan berbagai masalah (Maryam, et
al., 2008).

1
Pada lansia akan terjadi penurunan kondisi fisik maupun biologis, psikologis serta perubahan
kondisi sosial. Di sisi lain, permasalahan yang muncul pada lansia adalah mengalami kehilangan, yaitu
kehilangan dari sesuatu yang dapat berupa harta, kesehatan, pekerjaan, serta anggota keluarga atau
pasangan hidup. Sesuai dengan salah satu tugas perkembangan lansia yang harus dilalui agar dapat
melakukan penyesuaian diri dengan keadaan, sehingga lansia dapat mencapai kepuasan hidupnya yaitu
menyesuaikan diri setelah mengalami kehilangan. Dengan adanya kehilangan, terutama kehilangan
orang-orang yang terkasih pada dapat menyebabkan perasaan kesendirian pada lansia yang dapat
memicu terjadinya masalah gangguan mental, seperti depresi, insomnia, dan munculnya halusinasi
tentang kematian (Nalungwe, 2009).

Depresi merupakan masalah gangguan mental yang sering dijumpai pada lansia. Keadaan
depresi pada lansia membuat lansia merasa malas untuk melakukan kegiatan apapun, sehingga membuat
lansia sulit untuk mendapatkan bantuan. Selain hal tersebut, pandangan yang menyatakan lansia rentan
terkena gangguan mental juga dapat menjadi faktor pencegah lain bagi lansia untuk melakukan interaksi
sosial (Ferrer, 2009).

Menurut penelitian Mi-Ra Won (2013), di Korea sebanyak 46,3% dari total

225 orang lansia telah mengalami depresi akibat kehilangan pasangan hidupnya. Lansia tersebut
mengungkapkan bahwa mereka tidak puas dengan kehidupanya, bahkan sebanyak 15% diantaranya
menggunakan obat-obatan dan alkohol serta berpikir untuk bunuh diri. Sebagai akibat dari
ketidakmampuan lansia untuk menyesuaikan dirinya dengan hilangnya anggota keluarga, resiko depresi
sangat mungkin muncul pada lansia, yang dapat ditandai dengan terjadinya gangguan perasaan, seperti
kemurungan, kesediahan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, perasaan bersalah atau berdosa, merasa
tidak berdaya dan putus asa. Bahkan dalam beberapa kasus keadaan depresi dapat membuat lansia
melakukan bunuh diri (Monk

et al, 2012; McDougall et al, 2007).

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengaruh kehilangan terhadap kesehatan lansia?
2. Bagaimana proses terjadinya kehilangan pada lansia?
3. Apa alternatif intervensi yang dapat diberikan terhadap masalah kehilangan
pada lansia?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


Mengetahui pengaruh kehilangan pada lansia terhadap kesehatan dan
intervensi yang efektif dalam penanganan terhadap resiko maupun masalah pada
klien dengan kehilangan.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Lanjut Usia atau Lansia adalah proses perkembangan manusia pada tahap
akhir dalam kehidupan seseorang (Dalami,2010). Di Indonesia seseorang dikatakan
lansia apabila sudah berusia 60 tahun ke atas. Menurut WHO dalam Nugroho,2008
ada 4 tahap lansia, yaitu usia pertengahan (Middle Age) yaitu usia 45-59 tahun,
lanjut usia(Elderly) antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (Old) antara 75-90 tahun, dan
Usia sangat tua (Very Old) diatas 90 tahun. Lansia adalah keadaan seseorang yang
merupakan proses dari kehidupan manusia yang ditandai dengan gangguan
fisiologis,sosial dan psikososial (Mitchell.dkk,2016).

Menurut Rahayuni, Utami & Swedarma (2015) proses menua adalah proses
biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap individunya, berjalan terus-menerus
dan berkesinambungan. Proses menua merupakan proses perubahan yang terjadi,
perubahan tersebut berupa penurunan fisik, mental, psikososial dan perubahan
peran sosial pada lansia. Lansia dapat mengalami penurunan aktivitas dikarenakan
keterbatasan mobilitas, kelemahan fisik dan penurunan status sosial dan keadaan ini
cenderung akan berdampak pada kesehatan
2.1.2 Proses Menua
Proses penuaan (menjadi tua) adalah bersifat alami dan tidak dapat dihindari
dan akan dialami oleh setiap manusia. Proses penuaan akan berpengaruh pada
derajat kesehatan. Kondisi fisik yang semakin menurun, seiring dengan penurunan
psikis lansia sehingga produktifitas semakin menurun. Produktifitas yang menurun
menjadikan lansia kurang dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat
lingkungannya, sehingga lebih suka pada dunia lansia sendiri, merasa “tidak
diorangkan”, merasa tidak diperlukan, merasa tidak berguna, merasa terpisah dan
tersisihkan dari pergaulan (Yayasan Gerontologi Abiyoso Propinsi Jawa Timur,
2009).

4
Lansia memiliki masalah sendiri yang berhubungan dengan proses menua
(aging process) dengan segala akibat fisik, psikologis dan sosial (Dalami, 2010).
2.1.3 Teori Penuaan
Teori penuaan secara umum menurut Azizah (2011) dapat dibedakan menjadi
dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.
1. Teori Biologi
a. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel
pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu diobrservasi,
jumlah sel– sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah
akan terlihat

sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem 11 musculoskeletal


dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat
diganti
jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem
tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan
memperbaiki diri (Azizah, 2011)
b. Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia.
Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia
pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa
protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh
dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda.
Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia (Tortora dan Anaggnostakos, 1990 dalam Azizah,2011).
Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit
yang kehilangan elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya

5
penurunan mobilitas dan

kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah, 2011).

6
c. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun
dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksink tersebut membuat
struktur membran sel mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi
kesalahan genetik (Tortora dan Anaggnostakos, 1990 dalam Azizah,2011).
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitas sel dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses
pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh.
Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi
proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut.

Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi


sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan
dan
organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem
tubuh (Azizah, 2011).
d. Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari
sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses 13 penuaan. Mutasi yang berulang atau
perubahan protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi
isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel
yang mengalami perubahan tersebut sebagai se lasing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya
peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya
pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya

7
terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa

membelah-belah (Azizah, 2011).

8
e. Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004)
dalam Azizah (2011), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur
karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah
satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran
hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon
pertumbuhan.
2. Teori Psikologis
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya

setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap


terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah meraka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial
(Azizah, 2011).
b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity
pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan
dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga
dan hubungan interpersonal (Azizah, 2011).
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011).

2.2 Konsep Kehilangan


2.3.1 Pengertian Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual meupun potensial yang dapat

dialami individu ketika berpisah dengan suatu yang sebelumnya ada, baik sebagian

9
atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan

2.3.2 Manifestasi Klinis Kehilangan


a. Tahap 1: Merasa shock atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua
tingkah laku yang tidak bersifat merusak merupakan sikap penyesuaian
pada tahap ini.
b. Tahap 2: Munculnya kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut
kemungkinan klien lanjut usia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
tentang peristiwa kehilangan tersebut. Tingkah laku penyesuaian diri,
yaitu mulai mengakui peristiwa kehilangan tersebut serta pengaruhnya

terhadap seseorang.
c. Tahap 3: Pulih kembali, tingkah laku yang tampak, misalnya
kemampuan untuk memahami dan menghayati kehilangan tersebut.
Setelah itu melanjutkan kegiatan hidupnya sehari-hari dengan cara:
merencanakan masa depannya, seraya mengingat kembali kejadian baik
yang menyenangkan maupun yang menyedihkan yang diakibatkan oleh
peristiwa tersebut secara realistis.

2.3.3 Jenis-Jenis Kehilangan


a. Kehilangan objek eksternal, misalnya kehilangan karena kecurian atau
kehancuran akibat bencana alam.
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal, misalnya kehilangan karena
berpindah rumah, dirawat di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan.
c. Kehilangan sesuatu atau individu yang berarti, misalnya kehilangan
pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, kehilangan orang
yang dipercaya, atau kehilangan binatang peliharaan.
d. Kehilangan suatu aspek diri, misalnya kehilangan anggota tubuh dan

fungsi psikologis atau fisik.

10
Dewasa Lansia

e. Kehilangan hidup, misalnya kehilangan karena kematian anggota


keluarga, teman dekat, atau diri sendiri.
2.3.4 Tipe Kehilangan
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,

kematian orang yang sangat berarti / di cintai.


b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.3.5 Perbedaan kehilangan pada dewasa dan lansia
Perbedaan konsep kehilangan menurut Carstensen (2006) and Wakefield J. C
(2007)

11
Dewasa Lansia
1. Saat merasa kehilangan akan berespon 1. Lansia lebih dapat mengatur emosi
dengan kesedihan yang mendalam dari respon terhadap kehilangan,
2. Dapat bersikap lebih terbuka, sehingga sehingga cenderung menutupi emosi
bersedia berbagi perasan sedih akibat kesedihan
kehilangan dengan orang lain 2. Lebih bersikap tertutup, tidak
3. Merasakan hilangnya kasih-sayang menceritakan hal kecil dan bersedia
apabila kehilangan orang yang berbagi tentang hal yang dianggap
disayangi besar
4. Merasa tidak berharga dan tidak 3. Merasakan kesepian akibat kehilangan
memiliki minat untuk melakukan orang yang disayangi
kegiatan 4. Merasa kebingungan dengan peran
5. Saat merasa sedih akibat kehilangan yang dapat dilakukan dalam keluarga

lebih fokus pada kesedihan diri sendiri akibat kehilangan


6. Emosi lebih fluktuatif dan mudah marah 5. Cenderung memikirkan keadaan orang
7. Kurang kesiapan psikologis untuk lain disamping kesedihannya sendiri
mengatasi kesedihan akibat kehilangan akibat kehilangan yang dialami
8. Akibat kesedihan yang dialami karena 6. Lebih dapat mengatur emosi yang
kehilangan menurunkan jam tidur 2-3 dirasakan
jam disbanding waktu normal 7. Kesiapan psikologis terhadap
9. Cenderung mengalami penurunan kehilangan lebih matang
berat badan karena nafsu makan 8. Terjadi penurunan jam tidur hingga
berkurang
tidak dapat tidur sama sekali
9. Meski mengalami kesedihan tidak
mengalami kesulitan makan

2.3 Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian

12
1. Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka citaklien:
apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan
melaluiperilaku.Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian gar
mengetahuiapa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
1) Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
2) Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
3) Perilaku koping yang adekuat selama proses

2. Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:


a. Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalamkeluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkansikap optimis
dalam

menghadapi suatu permasalahan termasuk dalammenghadapi perasaan


kehilangan.
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup
yangteratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang
lebihtinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutamayang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanyasangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahandengan
orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhiindividu dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).e.
e. Struktur KepribadianIndividu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah
diri akanmenyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadapstress yang dihadapi.

3. Faktor presipitasi pada Kehilangan antara lain meliputi :

a. Kehilangan kesehatan
13
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi di masyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintaif.
f. Kehilangan kewarganegaraan

4. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stress yang dirasakansangat menyakitkan. Regresi
dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresiyang dalam. Dalam keadaan
patologis

mekanisme koping tersebut sering dipakaisecara berlebihan dan tidak tepat.

5. Respon Spiritual
a. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
b. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
c. Tidak memilki harapan; kehilangan makna

6. Respon Fisiologis
a. Sakit kepala, insomnia
b. Gangguan nafsu makan
c. Berat badan turun
d. Tidak bertenaga
e. Palpitasi, gangguan pencernaan
f. Perubahan sistem imune dan endokrin

7. Respon Emosional
a. Merasa sedih, cemas

b. Kebencian
14
c. Merasa bersalah
d. Perasaan mati rasae.
e. Emosi yang berubah-ubah
f. Penderitaan dan kesepian yang berat
g. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu ataubenda
yang hilang
h. Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaani.
i. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

8. Respon Kognitif
a. Gangguan asumsi dan keyakinan

b. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan


c. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
d. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to
ClinicslPratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka
yangberdasarkan pada pada tipe kehilangan.
2.3.3 Rencana asuhan keperawatan
Intervensi untuk klien yang berduka :
a. Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang
adaptif
b. Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan
c. Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa
lalusaat ini
d. Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal
e. Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.

f. Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan

15
g. Gunakan komunikasi yang efektif
h. Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
i. Dorong penjelasan
j. Ungkapkan hasil observasi
k. Gunakan refleksi
l. Cari validasi persepsi
m. Berikan informasi
n. Nyatakan keraguan
o. Gunakan teknik menfokuskan
p. Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan halyang
tersirat

Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti


a. Kehadiran yang penuh perhatian
b. Menghormati proses berduka klien yang unik
c. Menghormati keyakinan personal klien
d. Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
e. Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang
berhubungandengan kehilangan

16
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Analisis Jurnal
Studi yang dilakukan oleh L Joshep (2017) menyimpulkan bahwa, lansia
yang tinggal sendirian dan merasa kesepian memiliki perubahan signifikan dalam
status biofisiologis, depresi, kualitas tidur dan kualitas hidup. Lansia yang
menerima terapi Tai Chi mengalami penurunan status biologis seperti tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Penurunan yang sangat signifikan dalam
skor nyeri dan depresi juga terjadi pada orang tua yang menerima terapi Tai Chi.
Kualitas tidur dan kualitas hidup meningkat secara signifikan di antara orang tua
yang menerima terapi Tai Chi. Terapi Tai Chi adalah terapi yang efektif dalam
menjaga kesejahteraan fisik dan psikologis lansia. Penelitian juga menunjukan
bahwa latihan Taichi efektif dalam

mengurangi depresi di kalangan lansia. Namun tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat depresi dan usia, jenis kelamin, status pendidikan, pekerjaan
sebelumnya, status perkawinan, jumlah anak, lama tinggal di rumah tua dan
sumber pendapatan.

S.J Liao (2018) menyatakan bahwa Tai Chi mengurangi gejala depresi di
antara orang tua yang tinggal di komunitas. Ini mungkin merupakan solusi yang layak
secara ekonomi untuk manajemen depresi di negara-negara berkembang yang
berpenduduk padat. Efek sinergis potensial dari olahraga dan musik serta efek jangka

panjang dari intervensi perlu dieksplorasi dalam studi masa depan.

Penelitian Chin-chin (2018)memberikan bukti bahwa program latihan gerak


Tai-Chi dua kali seminggu selama 6 bulan menghasilkan beberapa manfaat kognitif
dan fisik pada lansia. Terutama untuk merelaksasi tingkat pikiran negatif lansia
yang mengalami kesedihan atau depresi, gerakan-gerakan olahraga Tai-Chi yang
dilakukan teratur dapat menetralisir fungsi kognitif pada lansia.

3.2 Pengkajian Keperawatan


1. Identitas Klien

17
Nama : Ny. S

Umur : 85 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : Belum tamat SD

Pekerjaan : Ibu Rumah

Tangga

Alamat : Jalan Slamet Riyadi Gang Damai

Status Perkawinan : Cerai mati

Sumber Informasi : Klien dan Keluarga

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Klien mengeluhkan sering sedih dan menangis

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien merasa kesehatannya menurun, mengalami insomnia dan sering merasa pusing
karena tekanan darahnya naik.

c. Riwayat Kesehatan Terdahulu

i. Penyakit yang pernah dialami

Klien memiliki riwayat hipertensi, asam urat dan 8 bulan yang lalu MRS karena
muntaber.

ii. Alergi

18
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun obat – obatan apapun.

iii. Imunisasi

Klien mengatakan lupa dengan imunisasi yang pernah didapatkan.

iv. Kebiasaan

Jika klien merasa sakit, klien selalu memeriksakan diri ke klinik praktik dokter yang
sering dikunjunginya.

v. Obat – obatan yang digunakan

Klien menggunakan obat- obatan sesuai resep dokter.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan bahwa keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit.

e. Genogram

19

Anda mungkin juga menyukai