Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DIMENSIA

Oleh: Erika Dwi Puspitasari


NIM: 201420100001

PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BAKTI INDONESIA BANYUWANGI

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan segala rahmatnya yang
telah diberikan kepada kita sehingga kita bisa menjalani aktivitas dengan lancar,
hingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan isi maupun bentuk yang
sederhana.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi saya, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Banyuwangi, 2 Mei 2023

Erika Dwi Puspitasari

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan masalah.........................................................................................6
C. Tujuan...........................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Konsep Dimensia..........................................................................................6
1. Definisi......................................................................................................6
2. Etiologi......................................................................................................7
3. Manifestasi klinis......................................................................................9
4. Patofisiologi.............................................................................................11
5. Klasifikasi................................................................................................12
6. Komplikasi..............................................................................................14
7. Pemeriksaan penunjang...........................................................................15
8. Penatalaksanaan.......................................................................................16
B. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia adalah individu yang berada dalam tahapan usia


dewasa akhir, dengan usia diatas 60 tahun. Lansia adalah kelompok umur
manusia yang sudah memasuki tahap akhir dalam fase kehidupan.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan mengalami proses yang
disebut aging prosses atau proses penuaan. Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah suatu tahap
terakhir dalam proses kehidupan seorang individu atau masa dimana
individu secara alami mengalami berbagai macam perubahan
keseimbangan baik dari segi fisik, mental (Indra Ruswadi, 2022).
Selain mengalami kemunduran pada fisiknya, lansia juga
mengalami penurunan kemampuan daya ingat atau biasa disebut demensia
atau pikun, kehilangan memori secara perlahan, kehilangan keseimbangan
dan propriosepsi, tidak mampu melakukan tugas dengan baik, kehilangan
kepribadian seperti perasaan yang tidak stabil, rasa tersinggung, kurang
mempercayai orang lain dan lupa untuk melakukan hal yang penting
misalnya saja merawat diri dan lingkungannya (Rosdhal & Kowalski,
2019).
Prevalensi lansia di dunia pada tahun 2015 sekitar 901 juta orang
dan diperkirakan jumlah lansia pada tahun 2030 mengalami peningkatan
1,4 miliar. Prevalensi lansia di Indonesia termasuk lima besar dengan
jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa
pada tahun 2010 menjadi 28,8 juta jiwa pada tahun 2020 atau menjadi dua
kali lipat 36 juta pada tahun 2025 (WHO.,2021).
Menurut (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,2018). di
Kalimantan Barat sebanyak 49.181 jiwa lansia dengan rentang
umur 60-75 tahun berada di kota Pontianak dengan ketergantungan ringan
18,49% dan ketergantungan berat 1,41% serta data penderita demensia
pada lansia di Pusat Rehabilitasi lanjut Usia Mulia Dharma Pontianak
tahun 2021 berjumlah 9 orang. Adapun program pemerintah dalam upaya

1
untuk meningkatkan status kesehatan para lansia yaitu peningkatan upaya
rujukan
kesehatan bagi lansia melalui pengembangan keperawatan pegiatri di
Rumah Sakit, penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan dan
gizi bagi lansia ke semua provinsi, dan pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan dan pembinaan kelompok (Qasim.,2021).
Pasien dengan dimensia ringan dapat melanjutkan aktivitas
di rumah yang relatif normal tetapi jarang di tempat kerja, Beberapa pasien
dengan gangguan berat dapat hidup sendiri jika mereka mendapat
dukungan dari masyarakat, termasuk kunjungan setiap hari dari keluarga
maupun teman sejawat namun lansia yang terganggu orientasi dan
psikologis nya biasa ditempatkan di panti werdha ataupun pusat
rehabilitasi untuk lansia. Dilihat dari fenomena tingginya angka dimensia
pada lansia khususnya yang berumur >60 tahun diperlukannya asuhan
keperawatan yang profesional untuk dilakukan pengkajian yang lebih
komprehensif melalui pendekatan proses asuhan keperawatan gerontik
dalam mengatasi masalah dimensia pada lansia dengan adanya peran
keluarga maupun orang terdekat untuk merawat lansia yang mengalami
dimensia.

B. Rumusan masalah

Bagaimana konsep asuhan keperawatan gerontik pada pasien dimensia?

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan gerontik pada pasien dengan
dimensia
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan penyakit dimensia
b. Menjelaskan pengkajian pada pasien dimensia
c. Menjelaskan diagnosa pada pasien dimensia
d. Menjelaskan intervensi serta implementasi pada pasien dimensia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dimensia

1. Definisi

Definisi dimensia menurut WHO adalah sindrom neuro degeneratif


yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan
progesifitas disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti
kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan.
Kesadaran pada dimensia tidak terganggu. Dimensia merupakan tanda
- tanda menurun daya ingat, kemampuan untuk berfikir, terjadi
perubahan perilaku lebih ke arah penurunan, dan menurunnya ADL.
Menurunnya kapasitas kepribadian dan kapasitas kognitif secara umum
(WHO, 2019).
Demensia adalah sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari. Penurunan fungsi kognitif yang berujung
pada demensia menyebabkan lansia menjadi tidak produktif sehingga
memunculkan problem dalam kesehatan masyarakat dan tentunya
berdampak pada bertambahnya pembiayaan keluarga, masyarakat dan
pemerintah (Moeloek, 2016).

2. Etiologi

Menurut Aspiani (2019) penyebab demensia dibedakan menjadi dua :


a. Penyebab demensia yang reversible
1) Drugs (obat)
Misalnya obat sedative, obat penenang, obat antikonvulsan,
obat anti hipertensi, obat antiaritmia. Semua obat memiliki
efek samping yang potensial misalnya depresi, disorientasi,
dan demensia, termasuk obat yang kita kira tidak berbahaya

3
seperti penghilang rasa sakit, obat batuk dan obat pencahar.
Sirkulasi darah yang buruk, metabolisme umum yang
menurun, sembelit dan penurunan fungsi detoksifikasi
(menetralisirkan racun) hati dapat menjadi penyebab
keracunan obat pada segala usia.
2) Emotional (emosional)
Gangguan emosional misalnya depresi. Riwayat pasien
yang mendukung demensia adalah kerusakan bertahap seperti
tangga (stepwise) misalnya depresi yang menyebabkan 9
kehilangan memori dan kesukaran membuat keputusan diikuti
oleh periode yang stabil dan kemudian akan menurun lagi.
Awitan dapat perlahan atau mendadak.
3) Metabolic dan endokrin
Misalnya adalah diabetes melitus, hipoglikemia, gangguan
tiroid, gangguan elektrolit. Keadaan hiperglikemi dan
resistensi insulin dapat mengakibatkan komplikasi kronis pada
penderita dengan pengobatan jangka panjang yaitu komplikasi
makrovaskular, mikrovaskular dan komplikasi neuropati.
Komplikasi diabetes mellitus tipe 2 menyebabkan terjadinya
perubahan dan gangguan di berbagai sistem, termasuk sistem
saraf pusat, dan hal ini berhubungan dengan gangguan fungsi
kognitif
4) Eye and ear
Disfungsi mata dan telinga.
5) Nutritional
Kekurangan vitamin B6 (pellagra), vit B1 (sindrom
wernicke), vitamin B12 (anemia pernisiosa), asam folat dan
asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 merupakan
komponen penting dari membran sel dari semua sel di dalam
tubuh. Kekurangan asam lemak omega-3 dapat meningkatkan
risiko penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia atau

4
demensia. Para ilmuan percaya bahwa asam lemak omega-3
DHA adalah perlindungan terhadap penyakit demensia.

6) Tumor dan trauma


Tumor otak terutama tumor metastatik (dari payudara dan
paru) dan meningioma akan mengganggu keseimbangan antara
neurotransmitter di otak.
7) Infeksi
Ensefalitis oleh virus misalnya herpes simplek, bakteri
misalnya pneumococcus, TBC, parasit, fungus, abses otak,
neurosifilis. Penyebab demensia terkait infeksi adalah semua
agen penyebab infeksi pada SSP dapat secara tunggal atau
bersama-sama menyebabkan terjadinya infeksi dengan
memanfaatkan faktor virulensi yang dimilikinya. Dengan
faktor virulensi tersebut, agen infeksi mampu menginduksi
respon inflamasi di otak dengan akibat terjadinya proses
neurodegenerasi, suatu proses yang mengakibatkan terjadinya
demensia.
8) Arterosklerosis
Komplikasi penyakit arterosklerosis adalah infark miokard
dan gagal jantung. Jantung dan paru-paru berhubungan dengan
berat ringannya kekurangan oksigen di otak. Kekurangan
oksigen ini pada gilirannya dapat menyebabkan episode akut
kebingungan dan dapat menyebabkan demensia kronis.
b. Penyebab demensia yang non reversible
1) Penyakit degeneratif 11 Misalnya penyakit alzheimer, penyakit
huntington, kelumpuhan supranuklear progresif, penyakit
parkinson.
2) Penyakit vaskuler Misalnya penyakit serebrovaskuler oklusif
(demensia multi-infark), embolisme serebral, arteritis, anoksia
sekunder akibat henti jantung, gagal jantung.

5
3) Demensia traumatik Misalnya perlukaan kranio-serebral,
demensia pugi-listika.
4) Infeksi Misalnya sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS),
infeksi opportunistik, demensia pasca ensefalitis

3. Manifestasi klinis

Menurut Asrori dan putri (2021), menyebutkan ada beberapa tanda


dan gejala yang dialami pada demensia antara lain :
a. Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia
adalah lupa tentang informasi yang baru di dapat atau di pelajari,
itu merupakan hal biasa yang diamali lansia yang menderita
demensia seperti lupa dengan pentujuk yang diberikan, nama
maupun nomer telepon, dan penderita demensia akan sering lupa
dengan benda dan tidak mengingatnya.
b. Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita demensia akan sering kesulitan untuk
menyelesaikan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang
mengalami demensia terutama Alzheimer Disease mungkin tidak
mengerti tentang langkah-langkah dari mempersiapkan aktivitas
sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan perlatan
rumah tangga dan melakukan hobi.
c. Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami demensia akan kesulitan dalam
mengelola kata yang tepat, mengeluarkan kata-kata yang tidak
biasa dan sering kali membuat kalimat yang sulit untuk di mengerti
orang lain
d. Disorientasi waktu dan tempat
Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai
penyakit demensia lupa dengan hari atau diaman dia berada, namun
dengan lansia yang mengalami demensia akan lupa dengan jalan,
lupa dengan di mana mereka berada dan bagaimana mereka bisa

6
sampai di tempat itu, serta tidak mengetahui bagaimana kembali ke
rumah.

e. Tidak dapat mengambil keputusan


Lansia yang mengalami demensia tidak dapat mengambil
keputusan yang sempurna dalam setiap waktu seperti memakai
pakaian tanpa melihat cuaca atau salah memakai pakaian, tidak
dapat mengelolah keuangan.
f. Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasana hati menjadi
sedih maupun senang atau mengalami perubahan perasaan dari
waktu ke waktu, tetapi dengan lansia yang mengalami demensia
dapat menunjukkan perubahan perasaan dengan sangat cepat,
misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian
seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang
dialami lansia dengan demensia dapat mengalami banyak
perubahan kepribadian, misalnya ketakutan, curiga yang
berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan pada
anggota keluarga

4. Patofisiologi

Penyakit degenerative pada otak, gangguan vaskular dan penyakit


lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolic dan toksisitas secara
langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron
mengalami kerusakan melalui mekanisme iskema, infark, inflamasi,
deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping
itu, kadar neurotransmitter di otak yang di perlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan
gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan
sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood.

7
Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena
(kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya
dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu
keadaan konfusio akut demensia (Darmojo, 2019).

Pathway

8
Gambar 1. Pathway dimensia

5. Klasifikasi

9
Klasifikasi Demensia menurut Aspiani (2019) dapat dibagi dalam 3
tipe yaitu:
a. Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
1) Demensia Kortikal
Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang
terjadi pada korteks serebri substansia grisea yang berperan
penting terhadap proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia kortikal
adalah Penyakit Alzheimer, Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy
Bodies, sindroma Korsakoff, ensefalopati Wernicke, Penyakit
Pick, Penyakit CreutzfeltJakob
2) Demensia Subkortikal
Merupakan demensia yang termasuk non-Alzheimer,
muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks serebri
substansia alba. Biasanya tidak didapatkan gangguan daya
ingat dan bahasa. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
demensia kortikal adalah penyakit Huntington, hipotiroid,
Parkinson, kekurangan vitamin B1, B12, Folate, sifilis,
hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia, penyakit
Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.
b. Demensia Reversibel dan Non reversible
1) Demensia Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang dapat
diobati. Yang termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat
reversibel adalah keadaan/penyakit yang muncul dari proses
inflamasi (ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses keracunan
(intoksikasi alkohol, bahan kimia lainnya), gangguan
metabolik dan nutrisi (hipo atau hipertiroid, defisiensi vitamin
B1, B12, dll).

2) Demensia Non Reversibel

10
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang tidak
dapat diobati dan bersifat kronik progresif. Beberapa penyakit
dasar yang dapat menimbulkan demensia ini adalah penyakit
Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick, CreutzfeltJakob, serta
vaskular.
c. Demensia Pre Senilis dan Senilis
1) Demensia Pre Senilis
Merupakan demensia yang dapat terjadi pada golongan
umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang dapat
mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit degeneratif pada
sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular,
gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab
trauma, infeksi dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab
toksik (keracunan), anoksia)
2) Demensia Senilis
Merupakan demensia yang muncul setelah umur 65 tahun.
Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak
yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi mental.

6. Komplikasi

Kushariyadi (2021) menyatakan komplikasi yang sering terjadi


pada demensia adalah:
a. Peningkatan resiko infeksi diseluruh bagian tubuh
1) Ulkus diabetikus
2) Infeksi saluran kencing
3) Pneumonia
b. Thromboemboli, infarkmiokardium
c. Kejang
d. Kontraktur sendi
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri

11
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan
menggunakan peralatan.

7. Pemeriksaan penunjang

Menurut Untari, Novijayanti & Sugihartiningsih (2019) Pada lansia


pemeriksaan dilakukan dapat dimulai dengan pemeriksaan sederhana
hingga yang paling seksama sebagaimana berikut:
a. Lansia mengeluh mengalami gangguan ingatan, daya pikir.
Misalnya kurang lancarnya bicara, sulit menentukan kata-kata yang
tepat (fungsi eksekutif yang terganggu).
b. Menanyakan riwayat keluhan dari keluarga atau relasi yang
terdekat maupun yang terpercaya.
c. Pemeriksaan skrining neuropsikologis/ kognitif MMSE (Mini
Mental State Examination), skrining 7 menit. Tes ini yang paling
15 sering dipakai mencakup tes orientasi, perhatian, bahasa,
memori, dan keterampilan visualspasial. Pemeriksaan ini
mempunyai skor maksimal 30. Jika mempunyai skor di bawah 24,
pasien patut dicurigai mengalami demensia. Meskipun nilai skor ini
sangat subjektif karena pengaruh pendidikan juga berperan pada
tingginya nilai skor, apalagi jika seseorang dengan pendidikan
tinggi dengan gejala di alzheimer, pasien tersebut masih mungkin
mempunyai nilai skor yang lebih tinggi dari 24. Sebaliknya, pasien
yang berpendidikan rendah dapat menunjukkan nilai skornya
kurang dari 24, tetapi pasien tidak menderita demensia alzheimer.
d. Pemeriksaan status mental dengan Short Portable Mental Status
Questionaire (SPMSQ). Berikut instrumentnya : Short Portable
Mental Status Questionaire (SPMSQ) adalah suatu instrumen yang
saling menunjang, mudah dipergunakan, dan tidak memerlukan
bahan-bahan yang bersifat kusus.
e. Diagnosti Medis lainnya, meliputi:
1) CT scan
2) MRI

12
3) Positron Emission Tomography (PET)
4) Single Photo Emission Computed Tomography (SPELT)
f. Pemeriksaan neurologic lengkap
g. Pemeriksaan laboratorium darah dan radiologi
h. Pemeriksaan EEG, walaupun tidak memberi gambaran spesifik
demensia alzheimer
i. Pemeriksaan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder)
j. Pemeriksaan kriteria NINCDS-ADRDA (National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Alzheimer Disease
and Related Disorder Association).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien demensia menurut Aspiani (2019)


sebagai berikut:
a. Farmakoterapi
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Glantamine,
Memantine
2) Demensia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet
seperti Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan
aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gagguan kognitif
3) Demensia karena stroke yang berturut-urut tidak dapat diobati,
tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan
dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau
kencing manis yang berhubungan dengan stroke
4) Jika hilangnya ingatan disebabkan oleh depresi, diberikan obat
anti- depresi seperti Sertraline dan Citalopram
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-
ledak, yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering
digunakan antipsikotik (misalnya Haloperidol, Quetiaoine dan
Risperidone)

13
b. Dukungan atau peran keluarga Mempertahankan lingkungan yang
familiar akam membantu penderita tetap memiliki orientasi.
Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka angka
c. Terapi simtomatik Menurut Erwanto & Kurniasih (2018) Penderita
penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatika yaitu terapi
rekreasional dan aktifitas dimana upaya yang dapat dilakukan
dengan memberikan terapi brain gym. Brain gym ini berupa senam
otak dengan melibatkan petugas untuk mengajarkan
gerakangerakan mudah pada pasien demensia

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Menurut Kholifah (2019), pengkajian keperawatan pada lansia
adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia untuk memperoleh
data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah,
penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data
yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyektif
meliputi data:
a. Identitas klien yaitu meliputi data nama, tempat/tanggal lahir,
jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa
b. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi klien yang diperoleh
melalui wawancara yaitu meliputi data pekerjaan saat ini,
pekerjaan sebelumnya, sumber pendapatan, kecukupan
pendapatan
c. Lingkungan tempat tinggal klien yang diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara meliputi data kebersihan dan
kerapian ruangan, penerangan, sirkulasi udara, keadaan kamar
mandi dan wc, pembuangan air kotor, sumber air minum,
pembuangan sampah, sumber pencemaran, privasi, risiko injuri
d. Riwayat kesehatan yang dibagi menjadi :

14
1) Status kesehatan saat ini yaitu meliputi keluhan utama dalam
1 tahun terakhir, gejala yang dirasakan , faktor pencetus,
frekuensi timbulnya keluhan, upaya mengatasi keluhan,
apakah mengonsumsi obat-obatan, serta apakah
mengonsumsi obat tradisional.
2) Riwayat kesehatan masa lalu yaitu meliputi data tentang
penyakit yang pernah diderita, riwayat alergi, riwayat
kecelakaan, riwayat pernah dirawat di rs, serta riwayat
pemakaian obat.
e. Pola fungsional yaitu data yang meliputi data :
1) Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan yaitu data
tentang pandangan klien terhadap kesehatannya serta
kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
2) Nutrisi metabolik yaitu data yang meliputi tentang frekuensi
makan, nafsu makan, jenis makanan, makanan yang tidak
disukai, alergi terhadap makanan, pantangan makanan, serta
apakah ada keluhan yang berhubungan dengan makan klien.
3) Eliminasi yaitu data tentang buang air kecil dan buang air
besar yang meliputi data frekuensi dan waktu, konsistensi,
riwayat pemakaian obat pencahar serta keluhan yang
berhubungan dengan buang air kecil dan buang air besar
klien.
4) Aktivitas pola latihan yang meliputi data tentang rutinitas
mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari, apakah
ada masalah dalam aktivitas harian, serta kemampuan
kemandirian klien.
5) Pola istirahat tidur meliputi pengkajian tentang lama tidur
malam dan tidur siang serta keluhan yang dirasakan
berhubungan dengan tidur klien.
6) Pola kognitif persepsi yang meliputi pengkajian tentang
apakah ada masalah penglihatan dan pendengaran pada klien

15
serta apakah ada masalah dalam pengambilan keputusan pada
klien.
7) Persepsi diri-pola konsep diri yaitu pengkajian yang meliputi
bagaimana klien memandang dirinya sebagai lansia serta
bagaimana persepsi klien tentang pandangan orang lain
terhadap dirinya.
8) Pola peran-hubungan yang meliputi pengkajian tentang peran
serta ikatan klien dan juga kepuasan tentang peran klien di
lingkungannya baik di pekerjaan, sosial maupun dalam
hubungan keluarga.
9) Seksualitas meliputi data riwayat reproduksi, kepuasan
seksual, serta apakah ada masalah maupun keluhan lain
berhubungan dengan seksualitasnya.
10) Koping-pola toleransi stress yaitu data tentang faktor
penyebab timbulnya stres pada klien serta bagaimana upaya
klien dalam mengatasi stresnya.
11) Nilai-pola keyakinan meliputi data tentang bagaimana pola
spiritual, keyakinan klien tentang kesehatannya, serta
keyakinan agama pada klien.
f. Pemeriksaan fisik yaitu pengkajian yang diperoleh petugas
melalui pemeriksaan terhadap keadaan fisik klien yang meliputi
data tentang keadaan umum, tanda-tanda vital, berat badan, tinggi
badan, kepala, rambut, mata, telinga, mulut, gigi dan bibir, dada,
abdomen, kulit, ekstremitas atas, ekstremitas bawah.

Ada juga pengkajian khusus pada lansia yang meliputi pengkajian


status fungsional dan pengkajian status kognitif:

a. Pengkajian status fungsional dengan pemeriksaan Index Katz


b. Pengkajian status kognitif
1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah
penilaian fungsi intelektual lansia

16
2) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif
dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian, dan
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa

Tabel diagnosa keperawatan dan intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


.

1. Gangguan Memori Setelah dilakukan asuhan Latihan memori


(D.0062) berhubungan keperawatan selama 3x90 (1.06188)(SIKI,
dengan proses penuaan menit diharapkan 2018)
(SDKI, 2017) kemampuan mengingat a. Observasi
pada klien meningkat Identifikasi
dengan kriiteria hasil: masalah yang
a. Klien mengungkapkan dialam
kemampuan b. Identifikasi
mempelajari hal baru kesalahan terhadap
b. Klien mengungkapkan orientasi
kemampuan mengingat c. Monitor perilaku
informasi faktual dan perubahan
c. Klien mengungkapkan memori
kemampuan mengingat
Terapeutik
perilaku tertentu yang
pernah dilakukan a. Rencanakan
d. Klien mengungkapkan metode mengajar
kemampuan mengingat sesuai
peristiwa kemampuan
e. Klien dapat melakukan pasien
kemampuan yang b. Koreksi kesalahan
dipelajari orientasi
c. Fasilitasi
mengingat
kembali

17
pengalaman masa
lalu
d. Fasilitasi
kemampuan
konsentrasi
(senam otak)
e. Stimulasi
menggunakan
memori pada
peristiwa yang
baru terjadi
(seperti
menanyakan
kembali nama
petugas)
f. Libatkan keluarga
dalam perawatan
Edukasi
g. Jelaskan tujuan
dan prosedur
latihan - Ajarkan
teknik memori
yang tepat

2. Risiko Jatuh (D.0143) Setelah dilakukan asuhan Manajemen


(SDKI, 2017) keperawatan selama 3x90 Keselamatan
menit diharapkan tingkat Lingkungan
jatuh pada klien menurun (1.14513) (SIKI,
dan keamanan lingkungan 2018)
rumah klien meningkat Obesarvasi
dengan kriteria hasil: a. Identifikasi
a. Tidak ada kejadian jatuh kebutuhan
pada klien keselamatan
b.Adanya peningkatan b. Monitor
pemeliharaan rumah perubahan status
klien keselamatan

18
c. Adanya peningkatan lingkungan
pencahayaan lingkungan
Terapeutik
klien
d.Adanya peningkatan a. Hilangkan bahaya
kebersihan keselamatan
penyimpanan klien lingkungan
e. Adanya peningkatan b. Modifikasi
kebersihan hunian klien lingkungan untuk
f. Adanya peningkatan meminimalkan
keamanan kunci pada bahaya dan risiko
pintu klien c. Sarankan
menyediakan alat
bantu keamanan
lingkungan
d. Libatkan keluarga
dalam perawatan

Edukasi

a. Informasikan
klien dan
keluarga tentang
risiko bahaya
lingkungan

3. Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan Manajemen Perilaku


Manajemen Kesehatan (L.12104) (SLKI, 2019) (1.12463) (SIKI,
(D.0112) (SDKI, 2017) Setelah dilakukan asuhan 2018) Observas
keperawatan selama 2x90 a. Identifikasi
menit diharapkan harapan untuk
manajemen kesehatan mengendalikan
pada klien meningkat perilaku
dengan kriteria hasil:
Terapeutik
a. Klien melakukan
tindakan untuk a. Diskusikan
mengurangi faktor tanggungjawab
risiko

19
b. Klien menerapkan terhadap perilaku
program perawatan b. Jadwalkan
c. Aktivitas sehari-hari kegiatan
klien efektif terstruktur
memenuhi tujuan c. Tingkatkan
kesehatan aktivitas fisik
d. Klien sesuai kemampuan
mengungkapkan tidak d. Beri penguatan
kesulitan dalam positif terhadap
menjalani program keberhasilan
perawatan/pengobatan mengendalikan
perilaku
e. Hindari berdebat
atau menawar
batas perilaku
yang telah
ditetapkan
f. Libatkan keluarga
dalam perawatan

Edukasi

a. Informasikan
keluarga klien
bahwa keluarga
sebagai dasar
pembentukan
kognitif

4. Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan


(D.0054) berhubungan (SLKI, 2019) Setelah Mobilisasi (1.05173)
dengan nyeri, penurunan dilakukan asuhan (SLKI, 2018)
kekuatan otot, kekakuan keperawatan selama 3x90 Observasi
sendi, gangguan sensori menit diharapkan a. Identifikasi
persepsi, gangguan mobilitas fisik pada klien adanya nyeri
kognitif (SDKI, 2017) meningkat dengan kriteria atau keluhan
hasil: fisik lainnya

20
a. Klien dapat Terapeutik
menggerakan
a. Libatkan
ekstremitas
keluarga untuk
b. Kekuatan otot klien
membantu
meningkat
pasien dalam
c. Rentang gerak (ROM)
meningkatkan
klien meningkat
pergerakan
d. Tidak ada nyeri saat
bergerak Edukasi
e. Tidak ada kaku sendi a. Jelaskan tujuan
pada klien dan prosedur
f. Tidak ada gerakan mobilisasi
tidak terkoordinasi b. Anjurkan
g. Tidak ada keterbatasan melakukan
gerak 8. Tidak ada mobilisasi dini
kelemahan fisik c. Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan

5. Manajemen Kesehatan Manajemen Kesehatan Bimbingan


Tidak Efektif (D.0116) (L.12104)(SLKI, 2019) Antisipatif (I.12359)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan (SLKI, 2018)
gangguan persepsisensori keperawatan selama3x90 Observasi
(SDKI, 2017) menit diharapkan a. Identifikasi
manajemen kesehatan metode
pada klien meningkat penyelesaian
dengan kriteria hasil: masalah yang
a. Klien melakukan biasa digunakan
tindakan untuk b. Identifikasi
mengurangi faktor kemungkinan
risiko perkembangan
b. Klien menerapkan atau krisis
program perawatan situasional yang
c. Aktivitas hidup sehari- akan terjadi serta
sehari efektif dampaknya pada

21
memenuhi tujuan individu dan
kesehatan klien keluarga
d. Klien mengatakan
Terapeutik
tidak sulit untuk
menerapkan program a. Fasilitasi
perawatan memutuskan
bagaimana masalah
akan diselesaikan
b. Fasilitasi
memutuskan siapa
yang akan
dilibatkan dalam
menyelesaikan
masalah
c. Gunakan contoh
kasus untuk
meningkatkan
keterampilan
menyelesaikan
masalah
d. Fasilitasi
mengidentifikasi
sumber daya yang
tersedia
e. Fasilitasi
menyesuaikan diri
dengan perubahan
peran
f. Jadwalkan tindak
lanjut untuk
memantau atau
memberi dukungan
g. Libatkan keluarga
dan pihak terkait ,
jika perlu

22
h. Berikan referensi
baik cetak ataupun
elektronik ( mis .
materi pendidikan ,
pamflet )

Edukasi

a. Jelaskan
perkembangan
dan perilaku
normal
informasikan
harapan yang
realistis terkait
perilaku pasien
b. Latih teknik
koping yang
dibutuhkan
untuk mengatasi
perkembangan
atau krisis
situasional

Kolaborasi

a. Rujuk ke
lembaga
pelayanan
masyarakat ,
jika perlu

23
DAFTAR PUSTAKA

Abas, I., Setiawan, A., Widyatuti, W., & Maryam, R. S. (2020). Senam Gerak
Latih Otak (Glo) Mampu Meningkatkan Fungsi Kognitif Lanjut Usia.
Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11(1), 70.
https://doi.org/10.26751/jikk.v11i1.716

Al-Finatunni’mah, A., &Nurhidayati, T. (2020). Pelaksanaan Senam Otak untuk


Peningkatan Fungsi Kognitif pada Lansia dengan Demensia. Ners Muda,
1(2), 139. https://doi.org/10.26714/nm.v1i2.5666

Aspiani, R. Y. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 2. Jakarta:


CV. Trans Info Media.

Azizah, L. M., Martiana, T., & Soedirham, O. (2017). © 2017 International


Journal Of Nursing and Midwifery. International Journal Of Nursing and
Midwefery, 1, 1–10. Cross, J. (2018). Nursing the Patient with Altered
Cognitive Function. 109–123. https://doi.org/10.1007/978-3-319-76681-
2_9

Dewi, S. R. (2016). Pengaruh Senam Otak Dan Bermain Puzzle Terhadap Fungsi
Kognitif Lansia di PLTU Jember. Jurnal Kesehatan Primer, 1, 64–69.

Erwanto, R., & Amigo, T. A. E. (2017). Efektivitas Art Therapy dan Brain Gym
Terhadap Fungsi Kognitif Lansia. Jurnal Kesehatan, 10(02), 1–12.

Erwanto, R., & Kurniasih, D. E. (2018). Perbedaan Efektifitas Art therapy dan
Brain gym terhadap Fungsi Kognitif dan Intelektual pada Lansia Demensia
di BPSTW Yogyakarta. Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan, 7(2), 34–41.
https://doi.org/10.30994/sjik.v7i2.165

Fictoria F. djibrael. Asuhan keperawatan lansia Ny. F.P dengan demensia di


wisma teratai UPT panti sosial penyantun lanjut usia budi
agung kupang.2018

24
Johanes,J. S. X. (2020). Hubungan fungsi kognitif dengan kualitas hidup
pada lansia.

Kementrian Kesehatan Republik Iindonesia. laporan provinsi kalimantan barat


RISKESDAS. 2018

Kholifah (2019). Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan : Kemenkes RI

L Bavelaar et al. (2021). Penelitian Eksplorasi di Farmasi Klinis dan


Sosial. 3(2001). https://doi.org/10.1016/j.rcsop.2021.100054

Maulani, Zulviana Nurahma, Khofifah Aryanti, Novi Arsita, Puji Lestari,


Parulian Geofany Silitonga, Rossa Berlian Cahyaningsih, Tia Bella Sunari,
et al. 2021. “Efektivitas Virtual Reality ( vr ) dalam Peningkatan
Kualitas Hidup LansiaProgram Studi S1 Keperawatan , Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Sistem informasi kesehatan yakni
yaitu Peraturan Pemerintah Republik Pemerintah mempersiapkan
Global yang berusia di atas 60 tahun” 5: 63–74.
https://doi.org/10.33377/jkh.v5i2.103

PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.

Skripsi-2020, 7(1), 34–40.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.


pemerintah peduli kesehatan usia lanjut.2021

Untari, I., Noviyanti, R. D., & Sugihartiningsih. (2019). Buku Pegangan Kader:
Peduli Demensia pada Lansia. Surakarta: Jasmine.

25

Anda mungkin juga menyukai