Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA

Disusun Oleh: Kelompok 7

1. Nabilah Eka Suci


2. Masrukhah
3. Melly Dian
4. Indah Maulidiah
5. Siti Zubaedah
6. Eprilia Widyasari
7. Riska Mianti
8. Rizka Ayuningtyas

RPL 2

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Asuhan Keperawatan
pada Pasien Lansia dengan Gangguan Sistem Persarafan: Demensia”. Ucapan
terimakasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Gerontik,
rekan rekan, serta semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan serta
memberi pemahaman kepada para mahasiswa mengenai gangguan system persarafan pada
lansia salah satunya demensia serta khususnya bagi kami sebagai penulis.

Kami telah berusaha untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun
kami menyadari bahwa kami memiliki banyak keterbatasan dikarenakan pengetahuan kami
yang masih minim dan terbatas. Oleh karena itu kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik
penulisan, maupun dari isi makalah, kami memohon maaf. Kritik dan saran dari berbagai
pihak sangat kami harapkan demi perbaikan kami dalam tugas selanjutya.

Depok, Maret 2024

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.................................................................................................................1
2.1. Latar Belakang..........................................................................................................1
2.2. Tujuan........................................................................................................................1
2.3. Manfaat......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1. Pengertian Lansia......................................................................................................3
2.2. Batasan Lansia...........................................................................................................3
2.3. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia.....................................................................4
2.4. Pengertia Demensia...................................................................................................6
2.5. Patologi.......................................................................................................................7
2.6. Manifestasi Klinis......................................................................................................8
2.7. Tahapan Gejala Dimensia........................................................................................9
2.8. Faktor-Faktor Terjadinya Demensia Alzheimer..................................................11
2.9. Penatalaksanaan demensia.....................................................................................11
2.10. Asuhan Keperawatan..........................................................................................12
BAB III PENUTUP................................................................................................................21
2.1. Kesimpulan..............................................................................................................21
2.2. Saran.........................................................................................................................21
Daftar Pustaka........................................................................................................................22

ii
BAB I
Pendahuluan
2.1. Latar Belakang
Penuaan penduduk telah berlangsung secara pesat terutama di negaraberkembang
pada dekade pertama abad Millennium ini. Pada saat ini penduduklanjut usia di
Indonesia telah mengalami peningkatan dari sebelumnya yaituberjumlah sekitar 24 juta
dan tahun 2020 diperkirakan akan meningkat sekitar 30-40juta jiwa (Komnaslansia,
2011).

Meningkatnya populasi ini akan dapat menimbulkan munculnya masalah–


masalahpenyakit pada usia lanjut. Menurut Departemen Kesehatan tahun 1998, terdapat
7,2 %populasi usia lanjut 60 tahun keatas untuk kasus demensia. Kira–kira sebanyak 5 %
usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan akanmeningkat dua kali lipat setiap 5
tahun mencapai lebih 45% pada usia diatas 85tahun (Nugroho, 2008). Masalah yang
biasa terjadi pada lansia yaitu masalah kesehatan dengan penyakit demensia.

Lansia yang mengalami demensia sangat membutuhkan bantuan dan dukungan


dari keluarga dan sekelilingnya. Sebagai perawat, kita mempunya peran dalam
menangani pasien lansia dengan penyakit demensia yaitu seperti melaksanakan hobi dan
aktivitas harian, orientasi realitas, memberikan informasi dan pelatihan pada keluarga,
pengasuh, dan pasien, memberikan stimulasi melalui latihan/ permainan, dan lain
sebagainya.

2.2. Tujuan
2.2.1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan
pada klien lansia gangguan system persarafan karena penyakit demensia.
2.2.2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui definisi dari demensia
2) Memahami tanda dan gejala dari demensia
3) Mengetahui faktor-faktor penyebab demensia
4) Penatalaksanaan demensia
5) Membuat pengkajian keperawatan demensia
6) Menentukan diagnosis keperawatan demensia
7) Menyusun Perencanaan untuk memecahkan masalah mengenai demensia

1
2.3. Manfaat
Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai mengapa lansia mengalami
gangguan sistem persarafan karena penyakit demensia, serta untuk memberikan
informasi kepada pembaca mengenaiasuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien
lansia gangguan sistem persarafan karena penyakit demensia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lansia
Berdasarkan Undang-Undang Repbluki Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan Lansia, maka yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes RI, 2014). Lansia terjadi pada pria maupun
wanita, masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang dan atau jasa ataupun tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada orang lain.

Penuaan adalah suatu proses yang terjadi terus menerus dan berkesinambungan,
selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh
sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes
RI, 2013). Proses penuaan adalah peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami oleh
setiap individu. Perubahan terjadi dari berbagai aspek fisik, mental, dan social (Nugroho,
Abikusno, 2013). Perubahan mental yang dialami karena perasaan kehilangan terutama
pasangan hidup maupun sanak keluarga atau teman dekat (bereavement), sering
menyendiri, perasaan ketersendirian sampai menjadi lupa (demensia).

2.2. Batasan Lansia


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menggolongkan lansia menjadi 4 kelompok, yaitu:

1) Usia pertengahan (middle age) yaitu seseorang yang berusia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) berusia 74-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) yaitu seseorang dengan usia lebih dari 90 tahun
Sedangkan Depkes RI (1999 dalam Maryam, 2008) menetapkan bahwa lanjut usia
digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu:
1) Pralansia, orang yang usianya 45-59 tahun
2) Lansia, orang yang usianya 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi, yaitu lansia dengan masalah kesehatan
4) Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu bekerja atau melakukan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/ jasa
5) Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah dan
tergantung pada orang lain

3
2.3. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, social dan seksual (Azizah, 2011).

1) Perubahan fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran: Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60tahun.
b. Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut:
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur.
d. Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
e. Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah bagian dari penuaan
fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur.
f. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negatif.

4
g. Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
h. Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
i. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total parutetap,
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang
paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
j. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata:
- Kehilangan gigi
- Indra pengecap menurun
- Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun)
- Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah
k. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
l. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
m. Sistem reproduksi

5
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
2) Perubahan Kognitif
a. Memory (daya ingat, ingatan)
b. IQ (Intellegent Quocient)
c. Kemampuan Belajar (Learning)
d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f. Pengambilan Keputusan (Decission Making)
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. Kinerja (Performance)+)
i. Motivasi
3) Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat Pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri

2.4. Pengertia Demensia


Demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan–
lahan dan dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari–hari orangyang
terkena.Gangguan kognitif (proses berpikir) tersebut adalah gangguan mengingat
jangka pendek dan mempelajari hal–hal baru, gangguan kelancaranberbicara (sulit
menyebutkan nama benda dan mencari kata–kata untukdiucapkan), keliru mengenai
tempat - waktu – orang atau benda, sulit hitungmenghitung, tidak mampu lagi membuat
rencana, mengatur kegiatan, mengambilkeputusan, dan lainnya (Sumijatun dkk, 2005).

6
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan
fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil
keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif
biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.

Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan


fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan memengaruhi aktivitas
sosial dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Penyakit
yang meningkatkan gejala demensia antara lain adalah penyakit Alzheimer, masalah
vaskular seperti demensia multi infark, hidrosefalus tekanan normal, penyakit
Parkinson, alkoholisme kronis, penyakit Pick, penyakit Huntington, dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya


sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas social. Kemunduran
kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori/daya ingat
(pelupa).

2.5. Patologi
Penyakit alzheimer ditemukan oleh seorang dokter ahli saraf dari Jerman bernama
Dr. Alois Alzheimer pada tahun 1906. Penyakit ini 60% menyebabkan kepikunan/
demensia dan diperkirakan akan meningkat terus, bahkan diramalkan pertumbuhannya
akan lebih cepat daripada kecepatan pertambahan jumlah penduduk usia diatas 65 tahun.
Pada tahun 2025, jumlah penderita demensia di Asia Pasifik akan meningkat dua kali
lipat, lebih cepat daripada negeri barat. Pada umumnya, angka kejadian penyakit
alzheimer sangat berkaitan dengan usia. Semakin tua populasinya, semakin tinggi angka
kejadiannya. Angka prevalensi akan bertambah dua kali lipat pada setiap pertambahan
lima tahun setelah usia 65 tahun. Lima persen dari seluruh populasi usia 65 tahun di
negara barat adalah penderita penyakit Alzheimer, 16% terdapat pada kelompok usia 85
tahun, dan 32% terdapat pada kelompok usia 90 tahun. Penyakti alzheimer
mengakibatkan sedikitnya 2/3 kasus demensia. Penyebab spesifik dari penyakit
alzheimer belum diketahui secara pasti. Dr.Alois Alzheimer pertama kali
mendeskripsikan 2 jenis struktur abnormal pada otak mayat penderita alzheimer. Yaitu
ditemukan plak amiloid dan kekusutan neurofibril. Amiloid menyebabkan rusaknya

7
jaringan otak, plak amiloid ini berasal dari protein yang lebih besar,protein prekusor
amiloid (APP). Keluarga dengan riwayat alzheimer telah menjalani penelitian dan
beberapa diantaranya mengalami mutasi pada gen APPnya.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi.
Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular, Seperti namanya, berkembang
menjadi infark multipel di otak. Namun, tidak semua orang yang menderita infark
serebral multipel mengalami demensia. Dalam perbandingannya dengan penderita
penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark mengalami awitan
penyakit yang tiba-tiba. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini
secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan
penyakit yang lama dan parah akan mengalami demensia. Selain itu dementia juga dapat
disebabkan karena menurunnya neurotransmitter yang dimana itu berperan dalam
patofisiologi dari demensia yaitu asetikolin dan norepineprin. Sebuah penelitian
mengatakan bahwa dimensia dapat disebabkan karena menurunnya asetikolin.

2.6. Manifestasi Klinis


Gambaran utama demensia adanya gangguan memori, setidaknya satu di antara
gangguan-gangguan kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam
hal fungsi eksekutif. Defidit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu
fungsi social atau okupasiona serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur
sebelumnya (Jefferies, 2009)

a. Gangguan Memori
Ketidakmampuan untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan hal-hal yang
baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal
lahir, anggota keluarga, dan bahkan dengan namanya sendiri.
b. Gangguan Orientas
Orientasi dapat terganggu secara progresif. Sebagai contohnya, pasien dengan
demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah dari kamar
mandi.

8
c. Gangguan Bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam mengungkapkan isi
pikirannya.
d. Apraksia
Penderita sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang
sangat mereka ketahui.
e. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh.
f. Gangguan Fungsi Eksekutif
Ditandai dengan sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuautan keputusan dan
penilaian.
g. Perubahan Keperibadian
Pasien menjadi introvert dan kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka
terhadap orang lain. Waham paranoid, mudah marah dan meledak-ledak, delusi
paranoid dan halusinasi, agitasi, wandering (mondar-mandir, dan gangguan tidur)
(Clark et al, 2010).

Gangguan psikologis yang sering terlihat adalah depresi, ansietas, tidak dapat diam,
apatis, dan paranoid.

Demensia atau pikun adalah kemunduran kognitif. Ada beberapa mitos tentang lanjut
usia:

1) Bila lanjut usia perlu demensia atau kepikunan, hal itu merupakan proses menua
sehingga sering dianggap sebagai hal yang wajar saja. Kenyataannya: usia adalah
faktor kenaikan utama untuk demensia dan 20% usia di atas 80 tahun menderits
demensia alzheimer, 80% tidak diterima demensia alzheimer.
2) Bila lanjut usia menderita demensia alzheimer, sudah tidak dapat dilakukan apa-apa
lagi. Kenyataannya: pada stadium ringan dan sedang, klien masih dapat ditolong
saat menerima awal, diberikan nasihat, dan bantuan informasi yang baik sat dan
benar.
3) Daya Ingat hanya merupakan bagian proses menua. Kenyata- annya: daya ingat
yang buruk merupakan abnormalitas dan perlu diperiksakan ke dokter ahli.

9
Demensia atau pikun bukan hal yang alamiiah, tetapi merupakan penyakit yang
disebabkan oleh kematian atau kerusakan sel otak.
4) Lanjut usia sering lupa. Lupa yang wajar disebut pelupa jinak, sedangkan lupa yang
lanjut dan tidak wajar disebut malignant forgetfulness.

2.7. Tahapan Gejala Dimensia


a. Tahap awal
- Perubahan alam perasaan atau kepribadian
- Gangguan penilaian dan penyelesaian
- Konfusi tentang tempat (tersesat)
- Konfusi tentang waktu
- Kesulitan dengan angka,uang dan tagihan
- Anomia ringan
- Menarik diri dan depresi
b. Tahap pertengahan
- Gangguan memori saat ini dan masa lalu
- Anomia, agnosia, afasia
- Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah yang parah
- Konfusi waktu dan tempat yang semakin buruk
- Gangguan persepsi
- Kehilangan pengendalian impuls
- Ansietas, gelisah, berkeras
- Hiperoralitas
- Kemungkinan kecurigaan, delusi dan halusinasi
- Konfabulasi
- Gangguan kemampuan merawat diri yang sangat besar
- Mulai terjadi inkontinensia
- Gangguan siklus tidur-bangun

c. Tahap akhir
- Gangguan yang parah pada kognitif
- Ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman
- Gangguan komunikasi yang parah (bergumam,mengerutu,mengeluh)
- Defisit perawatan diri

10
- Inkontinensia kandung kemih dan usus
- Pergerakan tangan yang hiperaktif
- Penurunan nafsu makan, disfasia dan resiko aspirasi
- Depresi sistem imun yang menyebabkan resiko infeksi
- Gangguan mobilitas fisik karena penurunan kekuatan otot
- Menarik diri atau isolasi sosial
- Gangguan waktu tidur-bangun dengan peningkatan waktu tidur

2.8. Faktor-Faktor Terjadinya Demensia Alzheimer


Penyebab demensia alzheimer masih belum diketahui secara pasti (idiopati), tetapi ada
beberapa teori menjelaskan kemungkinan adanya:

1) Faktor genetik
2) Radikal bebas
3) Toksin amiloid
4) Pengaruh logam aluminium
5) Akibat infeksi virus
6) Pengaruh lingkungan lain

Semakin dini penyakit demensia alzheimer dikenali, semakin baik hasil


penanganannya daripada penyakit yang sudah lanjut. Penyakit alzheimer muncul sebagai
gejalaperubahan perilaku, kognisi, dan perubahan aktivitas hidup sehari-hari sehingga
anggota keluarga dan orang terdekat yang mengenali perubahan tersebut. Bahkan, pasien
sendiri dan pasangannya (istri atau suami) tidak mudah mengenali perubahan tersebut,
karena perjalanan yang setahap demi setahap tanpa dirasakan dan disadari. Hingga saat
kini, belum ada obat untuk penyembuhannya.

Faktor predisposisi dan risiko penyakit ini adalah:

1) Lanjut usia (usia di atas 65 tahun)


2) Genetik/keturunan, riwayat keluarga mempunyai peran 40%, mutasi kromosom
1, 14, 19, dan 21
3) Trauma kepala
4) Kurang Pendidikan
5) Hipertensi sistolik
6) Sindrom Down

11
2.9. Penatalaksanaan demensia
a) Penatalaksaan Farmakologis
Pada penderita demensia reversible bertujuan untuk pengobatan kausal, misalnua
pada hiper/ hipotiroidi, defisiensi vitamin B12, intoksikasi, gangguan nutrisi, infeksi,
dan ensefalopati metabolik
Pada demensia Alzheimer pengobatan bertujuan untuk menghentikan progresivitas
penyakit dan mempertahankan kualitas hidup. Beberapa golongan obat yang
direkomendasikan, antara lain:
 Pengobatan Simptomatis:
Pengobatan dengan golongan penghambat asetilkoloinestrerase (seperti
donepezil, hidroklorida, rivastigmin, dan galantamin) bertujuan untuk
mempertahankan jumlah asetilkolin yang produksinya menurun. Obat golongan
NMDA seperti memantin sudah dipasarkan di Indonesia saat ini.
 Pengobatan dengan disease modifiying agents:
 Obat golongan Obat Anti Inflamasi NonSteroid (OAINS)
 Antioksidan
 Neuropatik
 Obat yang bekerja pada beta amyloid protein, dan presenilin
b) Penatalaksaan Non-Farmakologis
o Berikan tempat yang dapat mengurangi stressor lansia
o Berikan keamanan lansia untuk beraktifitas seperti jalur ke kamar mandi dll.
o Bantu aktivitas lansia jika tidak dapat mobilisasi mandiri
o Terapi aktifitas yang mudah dilakukan lansia
o Berikan rasa aman dengan keyakinan verbal dan berikan kenyamanan dengan
memberi selimut saat tidur
o Tingkatkan rasa keakraban pasien dengan orang lain dan jaga barang barang
kebutuhan pasien tetap berada di dekat pasien dan dalam rentang yang dikenal
pasien
o Gunakan distraksi atau pengalihan untuk mengembalikan ingatan yang
menyenangkan
o Jangan menghardik/ mengajari pasien, bicara dengan suara yang tenang namun
jelas dengan Bahasa yang sederhana

12
2.10. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Anamnesis
 Identitas pasien
Meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, 50%
populasi berusia lebih dari 85 tahun), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan
diagnosis medis.
 Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien dan keluarga untuk meminta bantuan
kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif dan
kelumpuhan gerak ekstremitas.
 Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis pasien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan
yang baru. Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa
klien sering mengalami bertingkah laku aneh dan kacau. Pada tahap lanjut
dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa pasien menjadi tidak
dapat mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-
hari atau mengenali anggota keluarga.
 Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obat antiansietas,
penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama dan
mengalami sindrom down yang pada suatu saat kemudian menderita
penyakit Alzheimer pada saat usia 40 tahun.
 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit demensia ditemukan hubungan sebab genetik yang jelas.
Diperkirakan 10%-30% dari pasien demensia menunjukkan tipe yang
diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit demensia familia. Pengkajian
adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes
melitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang
dapat mempercepat progresifnya penyakit. Riwayat Medis Umum
 Faktor resiko demensia
o Riwayat infeksi kronis (missal HIV dan sifilis)
13
o Gangguan endokrin (hiper/ hipotiroid)
o Diabetes mellitus
o Hyperlipidemia
o Aterosklerosis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan laboratorium hanya
dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu
pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversibel,
walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya
dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormon tiroid, kadar asam folat.
 Pemeriksaan: CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya
tumor, hidrosephalus atau stroke
 Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram) Pada pemeriksaan EEG tidak
memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar hasilnya normal.
Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan
difus dan kompleks periodic
 Tes single photon emission computed tomography (SPECT) dan
positronemission tomography (PET) dapat menunjukkan hipoperfusi atau
hipometabolisme temporal-parietal pada penyakitAlzheimer dan
hipoperfusi atau hipometabolisme frontotemporal pada FTD.
 Pemeriksaan cairan otak Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai
awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai
rangsangan meningen dan panas, tes sifilis (+), penyengatan meningeal
pada CT scan.
 Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari/ fungsional dan
aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk
sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk
fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,

14
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan
neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan
untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi
 Tes fungsi kognitif (Paulus alam, 2017)
i. Mini Mental State Examination (Mmse) (Folstein)
ii. Clock Drawing Test
iii. Montreal Cognitive Assessment (Nasreddin)
2) Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan memori berhubungan dengan proses penuaan. D.0062

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler. D.0109

3. Risiko jatuh berhubungan dengan usia ≥ 65 tahun. D.0143

4. Risiko deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan


& factor psikologis (keengganan untuk makan) D.0032

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan, kurangnya


control tidur, kurangnya privasi. D.0055

3) Intervensi Keperawatan

No DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


PERENCANAAN
. KEPERAWATAN HASIL
1. Gangguan memori Untuk meningkatkan daya ingat Observasi
b.d proses penuaan Kriteria hasil : - Identifikasi masalah memori
- Verbalisasi kemampuan yang dialami
mempelajari hal baru meningkat - Identifikasi kesalahan
- Verbalisasi kemampuan terhadap orientasi
mengingat informasi faktual - Monitor prilaku dan
meningkat perubahan memori selama
- Verbalisasi kemampuan terapi
mengingat prilaku tertentu yang Terapeutik
pernah dilakukan meningkat - Rencanakan metode
- Verbalisasi kemampuan mengajar sesuai kemampuan
mengingat pasien
- Stimulasi memori dengan

15
- Peristiwa meningkat mengulang pikiran yang
- Verbalisasi pengalaman lupa terakhir kali diucapkan, jika
menurun perlu
- Koreksi kesalahan orientasi
- Fasilitasi mengingat kembali
pengalaman masa lalu, jika
perlu
- Fasilitasi tugas pembelajaran
(mis. Mengingat informasi
verbal dan gambar
- Fasilitasi kemampuan
konsentrasi (mis. Bermain
kartu pasangan), jika perlu
- Stimulasi menggunakan
memori pada peristiwa yang
baru terjadi (mis. Bertanya
kemana saja ia pergi akhir-
akhir ini), jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
latihan
- Ajarkan teknik memori yang
tepat (mis. Imajinasi visual,
perangkat memori
Kolaborasi
- Rujuk pada terapi okupsi,
jika perlu
2. Defisit perawatan Perawatan diri meningkat Observasi
diri b.d gangguan Kriteria hasil : - Identifikasi kebiasaan
neuromuskular - Kemampuan mandi meningkat aktifitas perawatan diri sesuai
- Kemampuan menggunakan usia
pakaian meningkat - Monitor tingkat kemandirian
- Kemampuan makan meningkat - Identifikasi kebutuhan alat

16
- Kemampuan ke toilet meningkat bantu kebersihan diri,
- Verbalisasi keinginan berpakaian, berhias, dan
melakukan perawatan diri minat makan
melakukan perawatan diri Terapeutik
- Mempertahankan kebersihan diri - Sediakan lingkungan yang
- Mempertahankan kebersihan teraputik
mulut - Siapkan keperluan pribadi
- Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai
mandiri
- Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas diri
Edukasi
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan

3. Risiko jatuh b.d Derajat jatuh menurun Observasi


usia ≥ 65 tahun Kriteria hasil : - Identifikasi faktor resiko
- Jatuh dari tempat tidur menurun jatuh ( mis. Usia > 65 tahun,
- Jatuh saat berdiri menurun penurunan tingkat kesadaran,
- Jatuh saat duduk menurun defisit kognitif, hipotensi
- Jatuh saat berjalan menurun ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan
penglihatan, neurofati)
- Identifikasi resiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai kebijakan institusi
- Identifikasi faktor lingkungan

17
yang meningkatkan risiko
jatuh ( mis. Lantai licin,
penerangan kurang)
- Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala ( mis.
Fall morse scale, humpty
dumpty, scale ) jika perlu
- Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
- Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
stasion
- Gunakan alat bantu berjalan (
mis. Kursi roda, walker )
- Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil
memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
18
- Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
- Ajarkan cara menggunkan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat
4. Risiko deficit Status nutrisi membaik dengan Observasi
nutrisi kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
berhubungan - Porsi makan yang dihabiskan - Identifikasi alergi dan
dengan cukup meningkat makanan kesukaan
ketidakmampuan - Nafsu makan membaik - Identifikasi kebutuhan kalori
menelan makanan - Frekuensi makan membaik - Monitor asupan makanan
& factor psikologis - IMT dalam rentang normal - Monitor BB
(keengganan untuk Terapeutik
makan) - Fasilitasi penentuan diet
- Sajikan makanan dengan
suhu yang sesuai
- Beri makanan TKTP
- Berikan suplemen makanan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
5. Gangguan pola Pola tidur membaik dengan kriteria Observasi
tidur berhubungan hasil: - Identifikasi pola aktivitas dan
dengan hambatan - Kemampuan beraktifitas tidur
lingkungan, meningkat - Identifikasi pengganggu tidur
kurangnya control - Keluhan sulit tidur menurun - Identifikasi makanan/
tidur, kurangnya - Keluhan tidak puas tidur menurun minuman yang mengganggu
privasi
19
tidur
Terapeutik
- Modifikasi lingkungan,
ciptakan lingkungan yang
nyaman dengan pencahayaan
yang sesuai
- Batasi waktu tidur siang
- Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal rutin untuk
tidur
- Lakukan pemijatan sebelum
tidur untuk meningkatkan
kenyamanan
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur
yang cukup
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menghambat tidur
- Ajarkan Teknik relaksasi otot
autogenic

20
BAB III
PENUTUP
2.4. Kesimpulan
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian, dan dapat mengganggu
kinerja dan aktivitas kehidupan sehari–hari orang yang terkena.

Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah,
sehingga keadaan ini pada mulanya tidak disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan,
kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan
benda. Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang
tepat dan dalam pemikiran Abstrak (misalnya dalam pemakaian angka). Sering terjadi
perubahan kepribadian.

Demensia karena penyakit Alzheimer biasanya dimulai secara samar. Gejala awal
biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi; tetapi bisa juga bermula
sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian
lainnya.

2.5. Saran
Penulis berharap pembaca dapat memahami penjelasan yang sudah disusun dalam
makalah, selain itu diharapkan untuk mempelajari lebih lanjut dari beberapa sumber
mengenai asuhan keperawatan pada klien pada pasien lansia dengan gangguan sistem
persyarafan: demensia agar pemahaman yang dimiliki menjadi lebih kuat. Penulis
menyadari bahwa makalah diatas banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis
akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

21
Daftar Pustaka

Anam, Paulus. 2017. Panduan Praktik Klinik: Diagnosa dan Penatalaksanaan Demensia.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

Kartikasari, Dwiyani, dan Fitria handayani. 2012. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Pada Lansia Demensia Oleh Keluarga. Jurnal Nursing Studies, Vol 1, No 1

Munir, Badrul. 2015. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC

Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Ed.2. Jakarta: EGC

Ekasari, Mia F, dkk. 2018. Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia Konsep dan Berbagai
Intervensi. Malang: Wineka Media

22

Anda mungkin juga menyukai