Oleh
NIM: 01707010051
Kelas: Keperawatan B
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang penulis miliki. Penulis berterima kasih kepada Pak Bhakti Permana S.Kep., Ners.,
M.Kep., M.Si selaku tutor yang telah memberikan tugas ini kepada tim penulis.
Tiada gading yang tak retak. Andaipun retak jadikanlah sebagai ukiran, begitupun
dengan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu melalui kata pengantar ini
tim penulis sangat terbuka menerima kritik serta saran yang membangun sehingga
penulis dapat memperbaikinya.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan bagi pembacanya mengenai asuhan keperawatan pada lansia.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.
Makalah ini membahas mengenai proses pengkajian kasus pada lansia, diagnose,
hingga intervensi keperawatan yang diberikan kepada lansia berdasarkan kasus. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekali lagi
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan serta
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................................
BAB I..................................................................................................................................................
PENDAHULUAN..............................................................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................................................
1.4 Manfaat.....................................................................................................................................
BAB II................................................................................................................................................
PEMBAHASAN.................................................................................................................................
2.1 ASKEP Teori............................................................................................................................
2.2 ASKEP Pengkajian...................................................................................................................
2.3 Diagnosa...................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun
2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS, 1992). Bahkan data Biro Sensus Amerika Serikat
memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga lanjut usia terbesar diseluruh
dunia pada tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan Taeuber, 1993).
Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah populasi lansia berusia 60
tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2
milyar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun)
Proyeksi penduduk oeleh Biro Pusat Statistik menggabarakn bahwa antara tahun 2005-2010
jumlah lansia akan sama dengan jumlah balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh
jumlah penduduk.
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat
perkembangan yang cukup baik, maka akan makin tinggi pula angka harapan hidup
penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada
tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansai mulai mendapat perhatian pemerintah dan
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap berhasilnya pembangunan, yaitu
bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya jumlah lansia di Indonesia. Dengan
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan makin panjangnya usia harapan hidup sebagai
akibat yang telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki
pengalaman, keahlian dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan.
Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian
khusus dari pemerintah dann masyarakat (GBHN, 1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para profesional kesehatan,
serta bekerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan
(morbiditas) dan kematian (mortalitas) lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, dan
lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu ditingkat individu lansia, kelompok
lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sasana Tresna Wreda (STW), Sarana
Pelayanan Kesehatan Tingkat Dasar (primer), Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat
Pertama (sekunder), dan Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi pada lansia.
Perancangan Hari Lanjut Usia Nasional (HALUN) pada tanggal 29 Mei 1996 di Semarang
Oleh Presiden Soeharto merupakan bukti dan penghargaan pemerintah terhadap lansia.
Pada sebuah provinsi di Cina disebutkan terdapat populasi lansia yang sebagian besar
berusia lebih dari 100 tahun masih hidup dengan sehat dan sedikit sekali prevalensi
kepikunaannya. Menurut mereka, rahasianya adalah menghindari makanan modern, banyak
mengonsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik yang tinggi, sosialisasidengna warga lainnya, serta
hidup ditempat yang sangant bersih dan jauh dari polusi udara.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat mempertahankan kesehatan dan
kemandirian para lansia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Unruk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliyah Keperawatan Gerontik serta
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian lansia dan tipe-tipe lansia
b. Agar mahasiswa mengetahui berbagai teori lansia
c. Agar mahasiswa mengetahui masalah-masalah kesehatan lansia
d. Agar mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Untuk masyarakat: sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan
2. Untuk Mahasiswa: di harapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembanding
tugas serupa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun.
1. Klasifikasi Lansia
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
d. Lansia Potensial
Lansia yagn masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)
e. Lansia tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
orang lain (Depkes RI, 2003)
2. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervasiasi
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, penglaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang
berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri
pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya.
Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut:
Pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa pensiun.
Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga
berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah
untuk belajar dan menikah.
Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal ini, karena
lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum
muda memperoleh kerja yang lebih luas.
Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses yang menarik diri yang
terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihindari serta hal ini harus
diterima oleh lansia dan masyarakat.
Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al (1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang suskses bergantung dari bagaimana seorang
lansia merasakan kepuasaan dalam melakukan aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia
dapat menurun, akan tetapi disisis lain dapat dikembangkan, misalnya peran baru
lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT, seorang duda atau janda serta
ditinggal wafat oleh pasangan hidupnya.
Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan
suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku
mereka semasa mudanya.
Pokok-pokok teori aktiivitas adalah:
Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan
sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyususnan kebijakan
terhadap lansia, karena memungkinkan para lansia untuk berinteraksi sepenuhnya
di masyarakat.
Teori kesinambungan
Teori ini dianut oleh pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehiduupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia. Hal ini dapat
terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah
meskipun ia telah menjadi lansia.
Menurut teori penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan merupakan suatu
pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi pada teori kesinambungan
merupakan pergerakan dan proses banyak arah, bergantung dari bagaimana
penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya.
Kesulitan untuk menerapkan teori adalah bahwa sulit untuk memperoleh
gambaran umum tentang seseorang karena kasus tiap orang sangat berbeda.
Pokok-pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut :
Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam
proses penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannya di masa lalu,
lansia harus memilih peran apa yang harus dipertahankan atau
dihilalngkan.
Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
Lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara untuk
beradaptasi
Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori Freud,
Buhler, Jung dan Erickson. Sigmund Freud meniliti tentang psikonalisis saerta
perubahan psikososial anak dan balita. Erickson (1930), membagi kehidupan
menjadi delapan fase, yaitu:
Lansia yang menerima apa adanya
Lansia yang takut mati
Lansia yang merasakan hidup penuh arti
Lansia yang menyesali diri
Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan
Lansia yang kehidupannya berhasil
Lansia yang merasa terlambat untuk memperbaiki diri
Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan(ego
integrity vs despair)
Joan Birchenall, R. N., Med. Dan Mary E. Streight R. N . (1973), menekankan
perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna memahami perubahan emosi
dan sosial seseorang selama fase kehidupannya.
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan
suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut
yang dapat bernilai positif maupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak
menggariskan bagaimana cara menajdi tua yang diinginkan atau yang seharusnya
diterapkan oleh lansia tersebut.
Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai berikut:
Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial
yang baru, yaitu pensiun atau menduda/menjanda.
Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat perannya yang berakhir di
dalam keluarga, kehilangan identitas, dan hubungan sosialnya akibat
pensiun, serta ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temanya.
Teori stratifikasi usia
Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia berdasarkan usa kronologisyang
menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kakpasitas, peran, kewajiban
dan hak mereka berdasarkan usia.
Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah strruktur dan
prosesnya
Struktur mencakup hal-hal sebagai berikut:bagaimanakah peran dan
harapan menurut penggolongan usia; bagaimanakah penilaian strata oelh
strata itu sendiri dan strata lainnya; bagaimanakah penyebaran peran dan
kekuasaan yang tak merata pada masing-masing strata, yang didasarkan
pada pengalaman dan kebijakan lansia.
Proses mencakup hal-hal berikut: bagaimanakah menyesuaikan
kedudukan seseorang dengan peran yang ada; bagaimanakah cara
mengatur transisi peran secara berurutan dan terus menerus.
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah sebagai berikut:
Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat
Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran diantara penduduk.
4. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada jpengertian hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.
James Fowler mengungkapkan tujuh tahap perkembangan kepecayaan (Wong, et
.al, 1999). Fowler juga meyakini bahwa kepercayaan atau demensia spiritual adalah
suatu kekuatan yang memberi arti bagi kehidupan seseorang.
Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai suatu bentuk pengetahuan dan
cara berhubungan dengan kehidupan akhir. Menurutnya, kepercayaan adalah suatu
fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain
dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih dan harapan.
Fowler meyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara orang dan lingkungan
terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan. Fowler juga
berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan
dari prinsip cinta dan keadilan.
b. Sistem persyarafan
Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan
Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
Mengecilnya syaraf panca indera.
Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium
& perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan
terhadap dingin
c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia
1) Penglihatan
Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat, susah melihat dalam cahaya gelap
Hilangnya daya akomodasi
Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang
Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala
2) Pendengaran
Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun
Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin
3) Pengecap dan penghidu
Menurunnya kemampuan pengecap.
Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan
berkurang
4) Peraba
Kemunduran dalam merasakan sakit.
Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk
berdasarkan berat ringannya :
Depresi ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
Depresi sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
Depresi berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.
Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik,
sosial dan biologik.
Biologik: sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi,
DM, strokeketerbatasan gerak, gangguan pendengaran atau penglihatan.
Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.
Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.
c. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan
peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia dari
pada usia dewasa muda adalah :
Gangguan tidu
Ngantuk siang hari
Tidur sejenak di siang hari
Pemakaian obat hipnotik
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan
tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa
muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur
primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis
umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah
gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga
termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini
hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah
perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur
pada lansia. Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai
dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya
gejala fungsi kognitif, perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, dan insomnia.
d. Paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya.
Bila kondisi ini berlangsung lama dan tidak ada dasarnya, hal ini merupakan
kondisi yang disebut paranoid.
Gejala-gejalanya antara lain:
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-
orang disekelilingnya;
Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang
disekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya;
Paranoid dapat merupakan manisfestasi dari masalah lain, seperti depresi dan
rasa marah yang ditahan.
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan
rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alasan yang jelas dalam
setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.
2. Budaya
Walaupun sudah lebih dari separuh abad penelitian telah menunjukkan bahwa pola
penuaan bervariasi secara dramatis diantara budaya berbeda, tetapi hanya baru-baru ini
perhatian yang serius diberikan kepada bagaimana faktor budaya memengaruhi pengalaman
penuaan pada lansia di Amerika serikat. Sebagian dari penelitian tidak memperhatikan
faktor budaya tersebut, akibat mitos orang Amerika tentang “ketidakjelasannya”. Mitos ini
muncul dari suatu teori budaya tentang adanya persamaan dengan perpekstif etnosentris
orang Eropa. Mitos ini mempromosikan gagasan bahwa semua orang Amerika adalah sama
(misalnya: seperti orang kelas menengah dari keturunan Eropa). Selama beberapa tahun,
gagasan bahwa kesukuan tidak perlu diperhitungkan merupakan hal yang menonjol dalam
pemberian pelayanan kesehatan, termasuk keperawatan. Namun, gagasan yang slah ini
menghalangi suatu pemahaman yang sensitif tentang pasien, keluarga dan masyarakat dann
mengaburkan isu penting di dalam keperawatan gerontologi. Perawat perlu disiapkan untuk
bekerja bersama klien dari berbagai kelompok budaya dan untuk memahami bagaimana
faktor budaya memengaruhi perilaku kesehatan. Perawat yang memahami dan menerima
perbedaan yang timbul dari variasi budaya berada pada posisi yang lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan lansia dari suku manapun. Afiliasi budaya memberikan latar
belakang kontekstual yang perlu diantisipasi oleh perawat tentang perbedaan di dalam nilai-
nilai. Agama, garis otoritas, pola kehidupan, proses komunikasi dan bahasa, dan pola
kepercayaan dan praktik-praktik berhubungan dengan penyakit dan kesehatan. Pengetahuan
tentang keanekaragaman budaya memberikan petunjuk terhadap maksud perilaku yang
sebaliknya mungkin dinilai dengan cara negatif atau sedikitnya salah dipahami. Budaya
meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan dari suatu kelompok orang. Pemahaman
tentang variabel budaya sangat penting untuk praktik keperawatan dengan dua alasan utama.
Pertama, hal itu membawa kearah pemahaman yang lebih baik tentang perilaku pasien dan
keluarga mereka. Karena pola budaya digunakan sebagai cara untuk menggambarkan
penyakit, hal itu memengaruhi persepsi tentang orang sakit oleh kelompok dan
mengidentifikasi penyakit yang sesuai dan perilaku mencari pelayanan keseehatan. Kedua,
pemahaman terhadap faktor budaya membuat suatu pemahaman yang lebih lengkap .
Di negara-negara Eropa dan Jepang, pelayanan lanjut usia dapat dikatakan sangat baik.
Tidak hanya dari segi kesehatan, namun juga dari pelayanan publik, jaminan sosial,
ketenagaan, dan sarana/prasarana umum. Semuanya ramah terhadap golongan lanjut usia.
Hal ini dikuatkan juga dengan struktur piramida penduduk yang dominan lanjut usia dan
pra-lanjut usia sehingga pelayanan lanjut usia yang optimal menjadi sebuah keniscayaan.
3. Ekonomi
Faktor ekonomi sangat mempengaruhi kesehatan lansia. Pada lansia secara umum yang
memiliki pendapatan sendiri cenderung menolak bantuan orang lain, sedangkan lansia yang
tidak memiliki pendapatan akan menggantungkan hidupnya pada anak atau saudaranya.
Lansia yang tidak memiliki cukup pendapatan meningkatkan risiko untuk menjadi sakit dan
disabilitas. Banyak lansia yang tinggal sendiri dan tidak mempunyai cukup uang untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat mempengaruhi mereka untuk membeli
makanan yang bergizi, rumah yang layak, dan pelayanan kesehatan. Lansia yang sangat
rentan adalah yang tidak mempunyai asset, sedikit atau tidak ada tabungan, tidak ada
pensiun dan tidak dapat membayar keamanan atau merupakan bagian dari keluarga yang
sedikit atau pendapatan yang rendah.
Sehingga pelayanan yang didapatkan lansia dengan ekonomi dibawah rata-rata sangat
minim. Mereka bahkan tidak lagi berpikir bagaimana cara pemenuhan kesehatan yang layak
untuknya melainkan bagaimana mereka bisa makan hari ini, esok dan seterusnya. Kondisi
lansia seperti ini yang sangat memprihatinkan, seharusnya petugas kesehatan harus cepat
tanggap terhadap kondisi seperti ini.
Sering kali di media menampilkan bagaimana orang dengan ekonomi dibawah rata-rata
tidak diperlakukan dengan sama terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
mereka. Hal ini sperti membuat mereka hilang harapan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak dengan melihat hal-hal seperti itu terjadi. Hal itu akan membuat
mereka berpikir berkali-kali sebelum mendatangi tempat pelayanan kesehatan.
4. Spiritual
Agama Islam memandang lansia dengan pandangan terhormat sebagaimana
perhatiannya terhadap generasi muda. Agama Islam memperlakukan dengan baik para lansia
dan mengajarkan metode supaya keberadaan mereka tidak dianggap sia-sia dan tak bernilai
oleh masyarakat. Dukungan terhadap para lansia dan penghormatan terhadap mereka adalah
hal yang ditekankan dalam Islam. Nabi Muhammad Saw bersabda, “penghormatan terhadap
para lansia muslim adalah ketundukan kepada Tuhan”.
Dalam Islam, penuaan sebagai tanda dan simbol pengalaman dan ilmu. Para lansia
memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, khususnya bahwa lansia adalah harta dari ilmu
dan pengalaman, serta informasi dan pemikiran. Oleh sebab itu, lansia harus dihormati,
dicintai dan diperhatikan serta pengalaman-pengalamannya harus dimanfaatkan. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “hormatilah orang-orang yang lebih tua dari kalian dan cintai
serta kasihilah orang-orang yang lebih muda dari kalian”. Oleh karena itu, pemerintah dan
masyarakat berkewajiban memperhatikan kondisi para lansia.
Mereka yang beragama Islam aktif dalam perkumpulan keagamaan, seperti Yasinan
yang dilakukan tiap minggu dan pengajian setiap bulan. Kegiatan ini dihadiri tidak hanya
oleh orang lanjut usia saja. Tetapi juga dihadiri oleh bapak/ibu yang masih muda, dan pra
lanjut usia. Mereka berkumpul bersama untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan ini
didukung teori pertukaran sosial dimana mereka melakukan kegiatan yang cara
pencapaiannya dapat berhasil jika dilakukan dengan berinteraksi dengan orang lain (Gulardi,
1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi
orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga
dan teman-teman (Hurlock, 1994). Kemajuan sosio-ekonomi, yang pada akhirnya akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidup.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme.
Studi lain menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan
sense of well being, terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig,
Smiley, & Gonzales, 1988 dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil
bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang
lebih baik (Cupertino & Haan, 1999 dalam Santrock, 2006).
Hasil studi menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau bermeditasi diasosiasikan
dengan panjangnya usia (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006). Hasil studi
lainnya yang mendukung adalah dari Seybold&Hill (2001 dalam Papalia, 2003) yang
menyatakan bahwa ada asosiasi yang positif antara religiusitas atau spiritualitas dengan well
being, kepuasan pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang negatif
dengan bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang. Hal ini mungkin terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stress dan
menahan produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin. Pengurangan hormon stress
ini dihubungkan dengan beberapa keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem
kekebalan tubuh yang semakin kuat (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006).
Agama dapat memainkan peran penting dalam kehidupan orang-orang tua (Mcfadden,
1996).
5. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh besar bagi kesehatan fisik dan mental manusia. Agama
Islam memiliki perhatian khusus terhadap masalah lingkungan. Rasulullah bersabda, "Alam
dan seluruh tanah di muka bumi adalah masjid dan tempat ibadah".
(http://indonesian.irib.ir). Aspek lingkungan yang dipengaruhi kualitas dan keterjangkauan
sarana kesehatan, keadaan tempat tinggal, sumber finansial, serta kesempatan rekreasi pada
lansia juga akan mempengaruhi kesehatan lansia. Sebagai contoh, bila di daerah lansia itu
tinggal sulit diakses pelayanan kesehatan karena jauhnya jarak atau medan yang tidak
bersahabat, hal ini akan menghambat lansia mendapat pelayanan kesehatan yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kesehatanya.
Contoh lain, lingkungan tinggal yang mendukung aktivitas keagamaan, atau anggota
masyarakat yang islami atau keterjangkauannya tempat-tempat ibadah hal ini akan
mendukung peningkatan perkembangan spiritualitas lansia menjadi lebih matang. Pada
akhirnya membantu lansia untuk menghadapi kenyataan termasuk dampak dari penuaan
fisik yang dialami, dan mengahadapi kenyataan tersebut. Sehingga lansia dapat berperan
aktif dalam kehidupan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun.
Tipe-tipe lansia:
Tipe arif bijaksana
Tipe mandiri
Tipe tidak puas
Tipe pasrah
Tipe bingung
Teori-teori proses penuaan:
1. Teori biologi
Teori genetik dan mutasi
Immunology slow theory
Teori stress
Teori radikal bebas
Teori rantai silang
2. Teori psikologi
3. Teori sosial
Teori interaksi sosial
Teori penarikan diri
Teori aktivitas
Teori kesinambungan
Teori perkembangan
Teori stratifikasi usia
4. Teori spiritual
Beare, Stanley. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta: ECG
http://miracleofnursing.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html?m=1
http://yenitarosaria.blogspot.com/2012/01/masalah-masalah-pada -lanjut-usia.html?m=1
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : Nenek (Oma) M. Magdalena
b. Umur : 03 April 1947, 68 tahun
c. Agama : Kristen Katholik
d. Pendidikan : SKP (SMA)
e. Pekerjaan : Tukang Pijat
f. Suku/bangsa : Indonesia / Bekas orang Belanda (Holland)
g. Status marital : -
h. Tanggal pengkj : 21 April 2015
i. Ruang : ruang 09
j. Alamat : Jl DI Pandjaitan No.35 Kotamobagu.
2. Identitas Penanggungjawab
a. Nama : Ibu Istiana Riastuti
b. Umur : 34 Tahun
c. Agama : Katholik
d. Pendidikan : D1 Keperawatan
e. Pekerjaan : Pengurus Panti Wreda Karitas
f. Hub. Dgn klien: Pengurus Panti
g. Alamat : Jl. DI Pandjaitan No.35 Kotamobagu
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh kesakitan pada saat berjalan dan duduk akibat cedera pada
kakinya.
b. Kesehatan dahulu
Pasien memiliki riwayat terkena Diabetes Melitus (DM) dan Hipertensi.
c. Kesehatan keluarga
Tidak terkaji
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tingkat kesadaran : Compos Mentis (Kesadaran penuh)
Penampilan : Rapih & bersih
Tanda vital : (tidak terkaji)
Tekanan Darah : (tidak terkaji)
Nadi : (tidak terkaji)
Respiratory Rate : (tidak terkaji)
Suhu : (tidak terkaji)
b. Kepala dan leher
Tidak terkaji
c. Sistem respirasi
Tidak terkaji
d. Sistem kardiovaskuler
Tidak terkaji
e. Sistem gastrointestinal
Tidak terkaji
f. Sistem genitourinaria
Tidak terkaji
g. Sistem musculoskeletal
Tidak terkaji
h. Sistem integument
Tidak terkaji
i. Sistem neurosensori
Tidak terkaji
j. Sistem endokrin
Tidak terkaji
6. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
1) Psikososial
Kondisi psikososialnya baik (klien bersahabat), akan tetapi klien cenderung
menyendiri dan menarik diri.
2) Emosional
Kondisi emosional stabil
Lanjutkan ketahap 2 bila minimal ada satu jawaban “ya” pada tahap I
Pertanyaan tahap II
Keluhan lebih dari 3 bulan/lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
Tidak
3) Spiritual
Baik, klien rajin beribadah (mengikuti apel/ibadah pagi, sore, dan malam hari)
Total Score : 70
Klien Ketergantungan sebagian
Jadi bartel indeks klien, termasuk kategori :
Mandiri : 130
Ketergantungan sebagian : 65-125
Ketergantungan total : < 60
8. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Short Portable Mental Status Quisioner
Benar Salah No Pertanyaan
X 1 Tanggal berapa hari ini ?
X 2 Hari apa sekarang ?
X 3 Apa nama tempat ini ?
X 4 Dimana alamat anda ?
X 5 Berapa umur anda ?
X 6 Kapan anda lahir ?
X 7 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
X 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
X 9 Sebutkan nama ibu anda ?
X 10 Kurang 3 dari 20 terus menerus secara menurun
Total Nilai 30 23
Total Score :
Aspek kognitif dan fungsi mental baik : jika total skor > 23
Kerusakan aspek fungsi mental ringan : jika total skor 18-22
Terdapat kerusakan aspek fungsi : jika total skor < 17
mental berat
Total Score : 11
Analisa Data
2.3 Intervensi
1. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien menyatakan nyeri terkontrol
- Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
- Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
kompensasi tubuh.
- TTV dalam batas normal
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Evaluasi atau lanjutkan pemantauan Tingkat aktifitas atau latihan
tingkat inflamasi atau rasa sakit pada tergantung dari perkembangan atau
sendi. resolusi dari proses inflamasi
2. Bantu dan ajari keluarga klien untuk Istirahat sistemik dianjurkan selama
pertahankan istirahat tirah baring atau eksaserbasi akut dan seluruh fase
duduk jika diperlukan, jadwal aktifitas penyakit yang penting untuk
untuk memberikan periode istirahat mencegah kelelahan dan
yang terus menerus dan tidur dimalam mempertahankan kekuatan.
hari yang tidak terganggu.
3. Bantu dan ajari keluarga dengan Mempertahankan atau menigkatkan
rentang gerak aktifatau pasif, demikian fungsi sendi, kekuatan otot dan
juga latihan resistif dan isometric jika stamina umum. Catatan: latihan yang
memungkinkan. tidak adekuat dapat menyebabkan
kekakuan sendi
4. Ajari klien dan keluarga ubah posisi
dengan sering dengan personel cukup Menghilangkan tekanan pada
serta demonstrasikan atau bantu tehnik jaringan dan meningkatkan sirkulasi,
pemindahan dan penggunaan bantuan tehnik pemindahan yang tepat dapat
mobilitas, mis: trapeze. mencegah robekan abrasi kulit.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Nugroho, 2000).
Proses penuaan dapat ditinjau dari aspek biologis, sosial dan psikologik. Teori-
teori biologis sosial dan fungsional telah ditemukan untuk menjelaskan dan
mendukung berbagai definisi mengenai proses penuaan. pendekatan multi disiplin
mengenai teori penuaan, perawat harus memiliki kemampuan untuk mensintesa
berbagai teori tersebut dan menerapkannya secara total pada lingkungan perawatan
klien usia lanjut termasuk aspek fisik, mental/emosional dan aspek-aspek sosial.
Dengan demikian pendekatan eklektik akan menghasilkan dasar yang baik saat
merencanakan suatu asuhan keperawatan berkualitas pada klien lansia.
3.2 Saran
Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
mungkin jauh dari tahapan kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan demi tercapainya
penyusunan makalah yang jauh lebih baik dimasa yang akan datang