Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

Oleh

Nama: Nurmala Datuela

NIM: 01707010051

Kelas: Keperawatan B

STIKES GRAHA MEDIKA


TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang penulis miliki. Penulis berterima kasih kepada Pak Bhakti Permana S.Kep., Ners.,
M.Kep., M.Si selaku tutor yang telah memberikan tugas ini kepada tim penulis.

Tiada gading yang tak retak. Andaipun retak jadikanlah sebagai ukiran, begitupun
dengan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu melalui kata pengantar ini
tim penulis sangat terbuka menerima kritik serta saran yang membangun sehingga
penulis dapat memperbaikinya.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan bagi pembacanya mengenai asuhan keperawatan pada lansia.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.

Makalah ini membahas mengenai proses pengkajian kasus pada lansia, diagnose,
hingga intervensi keperawatan yang diberikan kepada lansia berdasarkan kasus. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekali lagi
penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan serta
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Kotamobagu, 02 juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................................
BAB I..................................................................................................................................................
PENDAHULUAN..............................................................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................................................
1.4 Manfaat.....................................................................................................................................
BAB II................................................................................................................................................
PEMBAHASAN.................................................................................................................................
2.1 ASKEP Teori............................................................................................................................
2.2 ASKEP Pengkajian...................................................................................................................
2.3 Diagnosa...................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun
2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS, 1992). Bahkan data Biro Sensus Amerika Serikat
memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga lanjut usia terbesar diseluruh
dunia pada tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan Taeuber, 1993).
Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah populasi lansia berusia 60
tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2
milyar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun)
Proyeksi penduduk oeleh Biro Pusat Statistik menggabarakn bahwa antara tahun 2005-2010
jumlah lansia akan sama dengan jumlah balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh
jumlah penduduk.
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat
perkembangan yang cukup baik, maka akan makin tinggi pula angka harapan hidup
penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada
tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansai mulai mendapat perhatian pemerintah dan
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap berhasilnya pembangunan, yaitu
bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya jumlah lansia di Indonesia. Dengan
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan makin panjangnya usia harapan hidup sebagai
akibat yang telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki
pengalaman, keahlian dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan.
Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak
memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian
khusus dari pemerintah dann masyarakat (GBHN, 1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para profesional kesehatan,
serta bekerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan
(morbiditas) dan kematian (mortalitas) lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, dan
lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu ditingkat individu lansia, kelompok
lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sasana Tresna Wreda (STW), Sarana
Pelayanan Kesehatan Tingkat Dasar (primer), Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat
Pertama (sekunder), dan Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi pada lansia.
Perancangan Hari Lanjut Usia Nasional (HALUN) pada tanggal 29 Mei 1996 di Semarang
Oleh Presiden Soeharto merupakan bukti dan penghargaan pemerintah terhadap lansia.
Pada sebuah provinsi di Cina disebutkan terdapat populasi lansia yang sebagian besar
berusia lebih dari 100 tahun masih hidup dengan sehat dan sedikit sekali prevalensi
kepikunaannya. Menurut mereka, rahasianya adalah menghindari makanan modern, banyak
mengonsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik yang tinggi, sosialisasidengna warga lainnya, serta
hidup ditempat yang sangant bersih dan jauh dari polusi udara.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat mempertahankan kesehatan dan
kemandirian para lansia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Unruk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliyah Keperawatan Gerontik serta
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian lansia dan tipe-tipe lansia
b. Agar mahasiswa mengetahui berbagai teori lansia
c. Agar mahasiswa mengetahui masalah-masalah kesehatan lansia
d. Agar mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia

C.    Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.   Untuk masyarakat: sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan
2.   Untuk Mahasiswa: di harapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembanding
tugas serupa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun.
1. Klasifikasi Lansia
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun dengan
masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
d. Lansia Potensial
Lansia yagn masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)
e. Lansia tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
orang lain (Depkes RI, 2003)
2. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervasiasi
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, penglaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan
acuh tak acuh.
B. Teori-teori Proses Penuaan
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki keerusakan yang
diderita (constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami
berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut penyakit degeneratif.
1. Teori Biologi
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori
stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang.
 Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi menua terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi,
sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsi sel).
Terjadi pengumpulan pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi
dari produk sisa, sebagai contoh adalah adanya pigmen lipofusin di sel otot jantung
dan sel susunan saraf pusat pada lansia yang mengakibatkan teganggunya fungsi sel
itu sendiri.
Pada teori biologi dikenal istilah “pemakaian dan perusakan” (wear and tear) yang
terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi
lelah (pemakaian). Pada teori ini juga didapatkan terjadinya peningkatan jumlah
kolagen dalam tubuh lansia, tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan
kekurangan gizi.
 Immunology slow theory
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh.
 teori stress
teori stress mengungkapkan terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa yang
biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang menyebabkan
sel-sel tubuh lelah dipakai.
 Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan
regenerasi.
 Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua atau
usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel.
2. Teori Psikologi
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara ilmiah seiring dengan penambahan
usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan
mental dan keadaan fungsional yagn efektif.
Keperibadian individu yagn terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi
karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan
seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ditunjang
dengan status sosialnya.
Adanya penurunan dari inteletualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif,
memori dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit dipahami dan
berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan
adanya penurunan kemampuan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula
penurunan kemampuan untuk menerima, memproses dan merespon stimulus sehingga
terkadang akan muncul aksi atau reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.
Kemampuan kognitif dapat dikaitkan dengan penurunan fisiologis organ otak.
Namun untuk fungsi-fungsi positif yang dapat dikaji ternyata mempunyai fungsi yang
lebih tinggi, seperti simpanan informasi usia lanjut, kemampuan memberi alasan secara
abstrak dan melakukan penghitungan.
Memori adalah kemampuan daya ingat lansia terhadap suatu kejadian atau
peristiwa baik jangka pendek maupun jangka panjang. Memori terdiri dari atas tiga
komponen sebagai berikut:
 Ingatan paling singkat dan segera. Contohnya pengulangan angka.
 Ingatan jangka pendek. Contohnya peristiwa beberapa menit hingga beberapa
hari yang lalu.
 Ingatan jangka panjang.
Kemampuan belajar yangf menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan
fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada lansia juga berperan. Motivasi akan
semakin menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi
orang lain dan keluarga.
3. Teori Sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu teori
interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory),
teori aktivitas (activity theory), teori perkembangan (development theory) dan teori
stratifikasi usia ( age stratification theory).
 Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss (1954), Homans
(1961) dan Blau (1964) mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi berdasarkan
atas hukum pertukaran barang dan jasa. Sedangkan pakar lain Simmons (1945),
mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial
merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar
kemampuannya untuk melakukan tukar menukar.
Menurut Dowd (1980), interaksi antara pribadi dan kelompok merupakan upaya
untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan menekan kerugian hingga sesedikit
mungkin. Kekuasaan akan timbul apabila seseorang atau kelompok mendapatkan
keuntungan lebih besar dibandingkan dengan pribadi atau kelompok lainnya.
Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan
interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan
kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah sebagai berikut:
 Masyarakat terdiri atas faktor-faktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
 Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu.
 Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor harus
mengeluarkan biaya.
 Aktor senantiasa mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian.
 Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.

 Teori penarikan diri


Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan pertama
kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry (1961). Kemiskinan yang diderita
lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara
perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan disekitarnya.
Selain hal tersebut, masyarakat juga perlu mempersiapkan kondisi agar para
lansia tidak menarik diri. Proses penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia
mulai menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu:
 Kehilangan peran (loss of roles)
 Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationship)
 Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social moralres ad
values)

Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang
berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri
pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya.
Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut:
 Pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa pensiun.
Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga
berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah
untuk belajar dan menikah.
 Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal ini, karena
lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum
muda memperoleh kerja yang lebih luas.
 Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses yang menarik diri yang
terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihindari serta hal ini harus
diterima oleh lansia dan masyarakat.
 Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al (1972) yang
menyatakan bahwa penuaan yang suskses bergantung dari bagaimana seorang
lansia merasakan kepuasaan dalam melakukan aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia
dapat menurun, akan tetapi disisis lain dapat dikembangkan, misalnya peran baru
lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT, seorang duda atau janda serta
ditinggal wafat oleh pasangan hidupnya.
Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan
suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan perilaku
mereka semasa mudanya.
Pokok-pokok teori aktiivitas adalah:
 Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan
sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
 Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyususnan kebijakan
terhadap lansia, karena memungkinkan para lansia untuk berinteraksi sepenuhnya
di masyarakat.
 Teori kesinambungan
Teori ini dianut oleh pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehiduupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia. Hal ini dapat
terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah
meskipun ia telah menjadi lansia.
Menurut teori penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan merupakan suatu
pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi pada teori kesinambungan
merupakan pergerakan dan proses banyak arah, bergantung dari bagaimana
penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya.
Kesulitan untuk menerapkan teori adalah bahwa sulit untuk memperoleh
gambaran umum tentang seseorang karena kasus tiap orang sangat berbeda.
Pokok-pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut :
 Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam
proses penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannya di masa lalu,
lansia harus memilih peran apa yang harus dipertahankan atau
dihilalngkan.
 Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
 Lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara untuk
beradaptasi
 Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori Freud,
Buhler, Jung dan Erickson. Sigmund Freud meniliti tentang psikonalisis saerta
perubahan psikososial anak dan balita. Erickson (1930), membagi kehidupan
menjadi delapan fase, yaitu:
 Lansia yang menerima apa adanya
 Lansia yang takut mati
 Lansia yang merasakan hidup penuh arti
 Lansia yang menyesali diri
 Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan
 Lansia yang kehidupannya berhasil
 Lansia yang merasa terlambat untuk memperbaiki diri
 Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan(ego
integrity vs despair)
Joan Birchenall, R. N., Med. Dan Mary E. Streight R. N . (1973), menekankan
perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna memahami perubahan emosi
dan sosial seseorang selama fase kehidupannya.
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan
suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut
yang dapat bernilai positif maupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak
menggariskan bagaimana cara menajdi tua yang diinginkan atau yang seharusnya
diterapkan oleh lansia tersebut.
Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai berikut:
 Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
 Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial
yang baru, yaitu pensiun atau menduda/menjanda.
 Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat perannya yang berakhir di
dalam keluarga, kehilangan identitas, dan hubungan sosialnya akibat
pensiun, serta ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temanya.
 Teori stratifikasi usia
Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia berdasarkan usa kronologisyang
menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kakpasitas, peran, kewajiban
dan hak mereka berdasarkan usia.
Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah strruktur dan
prosesnya
 Struktur mencakup hal-hal sebagai berikut:bagaimanakah peran dan
harapan menurut penggolongan usia; bagaimanakah penilaian strata oelh
strata itu sendiri dan strata lainnya; bagaimanakah penyebaran peran dan
kekuasaan yang tak merata pada masing-masing strata, yang didasarkan
pada pengalaman dan kebijakan lansia.
 Proses mencakup hal-hal berikut: bagaimanakah menyesuaikan
kedudukan seseorang dengan peran yang ada; bagaimanakah cara
mengatur transisi peran secara berurutan dan terus menerus.
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah sebagai berikut:
 Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat
 Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
 Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran diantara penduduk.

4. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada jpengertian hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.
James Fowler mengungkapkan tujuh tahap perkembangan kepecayaan (Wong, et
.al, 1999). Fowler juga meyakini bahwa kepercayaan atau demensia spiritual adalah
suatu kekuatan yang memberi arti bagi kehidupan seseorang.
Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai suatu bentuk pengetahuan dan
cara berhubungan dengan kehidupan akhir. Menurutnya, kepercayaan adalah suatu
fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain
dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih dan harapan.
Fowler meyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara orang dan lingkungan
terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan. Fowler juga
berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan
dari prinsip cinta dan keadilan.

C. Masalah-masalah Pada Lansia


1. Penurunan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.
 Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal
 Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan sekret.
 Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah
udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada
pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
 Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal
50m²), menyebabkan terganggunya proses difusi.
 Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi
dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
 CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun
yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
 kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari
saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

b. Sistem persyarafan
 Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan
 Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
 Mengecilnya syaraf panca indera.
 Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium
& perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan
terhadap dingin
c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia
1) Penglihatan
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
 Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
 Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
 Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat, susah melihat dalam cahaya gelap
 Hilangnya daya akomodasi
 Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang
 Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala
2) Pendengaran
 Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
 Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun
 Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
 Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin
3) Pengecap dan penghidu
 Menurunnya kemampuan pengecap.
 Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan
berkurang
4) Peraba
 Kemunduran dalam merasakan sakit.
 Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.

5) cardiovaskuler pada usia lanjut


 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20
tahun Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
 Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan
posisi dari tidur keduduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
 Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
(normal ± 170/95 mmHg).
6) Sistem genito urinaria
 Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis
urin menurun proteinuria (biasanya + 1)
 Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria
susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin
 Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
 Atropi vulva.
 Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap
perubahan warna.
 Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas
untuk melakukan dan menikmati berjalan terus
7) Sistem endokrin / metabolik pada lansia
 Produksi hampir semua hormon menurun.
 Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah dan        berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
 Menurunnya aktivitas tiriod
 Menurunnya produksi aldosteron.
 Menurunnya sekresi hormon: progesteron, estrogen, testosteron.
 Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum
tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stress)
8) Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut
 Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
 Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi
indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah
terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
 Esofagus melebar.
 Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung
menurun, waktu mengosongkan menurun.
 Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
 Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
 Liver (hati), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah.
9) Sistem muskuloskeletal
 Tulang rapuh.
 Resiko terjadi fraktur.
 Kyphosis.
 Persendian besar & menjadi kaku.
 Pada wanita lansia > resiko fraktur.
 Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
 Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi badan berkurang)
10) sistem kulit & jaringan ikat
 Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
 Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan
adiposa
 Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu
tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
 Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan
menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
 Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka
kurang baik.
 Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
 Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut
kelabu
 Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
 Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
 Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
rendahnya akitfitas otot.
11) sistem reproduksi dan kegiatan sexual
 Perubahan sistem reprduksi
 Selaput lendir vagina menurun/kering.
 Menciutnya ovarium dan uterus.
 Atropi payudara.
 Testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur berangsur
 Dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan
baik
 Kegiatan sexual
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. Sexualitas pada lansia sebenarnya
tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat
pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak
yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat
bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan
rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas
dalam pengalaman seks.
2. PENYAKIT YANG DIDERITA LANSIA
a. Kencing manis (Diabetes Melitus)
 Tipe I: IDDM (Insulin dependent Diabetes melitus) cirinya :
 Banyak menyerang orang muda
 Disebabkan penghacuran total sel-sel beta pankreas
 Sangat mutlak tergantung pada terapi insulin
 Tipe II : NIDDM (Non insulin dependent diabetes melitus) cirinya:
 Paling banyak menyerang orang tua
 Sel beta pankredidas tidak dirusak tidak cukup memproduksi insulin
 Sehingga hati, otot serta sel lemak tidak beraksi secara wajar

Gejalanya adalah: polipagia, poliuria, polidipsia diikuti tubuh yang cepat


lelah, kurang tenaga, badan kurus, gatal-gatal, kesemutan dan luka yang sukar
sembuh.
b. Osteoporosis
Pada wanita, kekurangan hormon estrogen dapat menyebabkan khilangan masa
tulang dampak terhadap metabolisme kalsium akhirnya membuat tulang patah. Pada
pria, karena defisiensi testosteron, alkohol, penggunaan kortikosteroid, dan faktor
penuaan.
c. Dementia type Alzheimer
Dipengaruhi oleh hormon juga, pada wanita estrogen dapat meningkatkan
produksi zat dan aktifitas neorotransmeter, penurunan testoteron pada laki-laki akan
berpengaruh penurunan fungsi memori dan fungsi kognitif. Kondisi yang sangat berat
akan menyebabkan terjadinya penimbunan protein amiloid di darah otak sehingga
terjadi sindroma alzeimer.
Gejala-gejala Demensia Alzheimer sendiri meliputi gejala yang ringan sampai
berat. Sepuluh tanda-tanda adanya Demensia Alzheimer adalah:
 Gangguan memori yang memengaruhi keterampilan pekerjaan, seperti; lupa
meletakkan kunci mobil, mengambil baki uang, lupa nomor telepon atau
kardus obat yang biasa dimakan, lupa mencampurkan gula dalam minuman,
garam dalam masakan atau cara-cara mengaduk air.
 Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan, seperti; tidak mampu
melakukan perkara asas seperti menguruskan diri sendiri.
 Kesulitan bicara dan berbahasa
 Disorientasi waktu, tempat dan orang, seperti; keliru dengan keadaan sekitar
rumah, tidak tahu membeli barang ke kedai, tidak mengenali rekan-rekan atau
anggota keluarga terdekat.
 Kesulitan mengambil keputusan yang tepat
 Kesulitan berpikir abstrak, seperti; orang yang sakit juga mendengar suara atau
bisikan halus dan melihat bayangan menakutkan.
 Salah meletakkan barang
 Perubahan mood dan perilaku, seperti; menjadi agresif, cepat marah dan
kehilangan minat untuk berinteraksi atau hobi yang pernah diminatinya.
 Perubahan kepribadian, seperti; seperti menjerit, terpekik dan mengikut
perawat ke mana saja walaupun ke WC.
 Hilangnya minat dan inisiatif
d. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang dijumpai pada orang-orang lanjut usia ada beberapa
macam, yaitu :
 Penyakit Jantung Koroner
Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan
makanan kembali ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner
berkurang. Penyakit jantung koroner lebih banyak menyerang pria daripada
wanita, orang kulit putih dan separoh baya sampai dengan lanjut usia. Penyebab
dari penyakit jantung koroner ini adalah aterosklerosis, pada aterosklerosis terjadi
plak lemak dan jaringan serat sehingga menyempitkan bagian dalam arteri
jantung. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan, hipertensi, kegemukan,
merokok, diabetes, stress, kurang olahraga dan kolesterol tinggi.
Gejala yang muncul pada penyakit jantung koroner ini adalah angina, yaitu
ketidakcukupan aliran oksigen ke jantung. Perasaan sakit angina terjadi seperti:
terbakar, tertekan, dan tekanan berat di dada kiri yang dapat meluas ke lengan kiri,
leher, dagu dan bahu. Tanda yang khas saat penyerangan adalah timbulnya rasa
mual, muntah, pusing, keringat dingin dan tungkai serta lengan menjadi dingin.
 Serangan Jantung
Serangan jantung terjadi apabila salah satu arteri jantung tidak sanggup lagi
mensuplai darah ke bagian otot jantung yang dialirinya. Apabila terjadi
keterlambatan dalam pengobatan akan mengakibatkan kematian. Hampir separoh
dari kematian mendadak karena serangan jantung terjadi sebelum pasein tiba di
rumah sakit. Penyebab dari serangan jantung ini adalah karena pembentukan
arterisklerosis (pengerasan arteri jantung) yang berakibat pada penurunan aliran
darah. Faktor resikonya meliputi: faktor keturunan, tekanan darah tinggi,
merokok, kolesterol tinggi, diabetes, kegemukan, kurang olahraga, pemakaian
obat-obatan (terutama kokain), umur dan stres.
Gejala utama serangan jantung ini adalah rasa sakit seperti menusuk-nusuk dan
bersifat persisten pada dada kiri, menyebar ke lengan, rahang, leher, dan bahu
sampai 12 jam lamanya atau bahkan lebih. Tanda lain adalah perasaan seperti
bingung (bodoh), lelah, mual, muntah, sesak napas, dingin di lengan dan tungkai,
keringat dingin, cemas dan gelisah.

 Penyakit jantung hipertensi


Kebanyakan dengan bertambahnya usia seseorang, maka tensi atau tekanan
darahnya akan mengalami kenaikan. Berbagai penelitian telah dilakukan dan
disimpulkan bahwa di Indonesia rata-rata hipertensi (kanaikan tekanan darah)
berkisar 5 - 10% dan menjadi lebih dari 20% jika sudah memasuki usia 50 tahun
keatas. Hipertensi sistolik pada mulanya dianggap suatu gangguan kecil, akan
tetapi sekarang ini telah diakui sebagai pemegang peranan yang besar sebagai
faktor resiko serangan jantung. Pada usia lanjut tekanan darah cenderung
mengalami labilitas dan mudah mengalami hipotensi (tekanan darah rendah).
Untuk itu dianjurkan selalu mengukur tekanan darah pada waktu periksa maupun
saat kontrol pengobatan. Apabila tidak dilakukan kontrol rutin terhadap tekanan
darah, akan memperbesar terjadinya penyakit jantung hipertensi.
3. Masalah Sosial Pada Lansia
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.
Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup
membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah
meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
4. Masalah Psikologi Pada Lansia
a. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif
konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca
traumatik. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda,
tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia.
Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat
diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.
Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang
mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan
dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”).
Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik
karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan
secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti :
hydroxyzine, Buspirone.
b. Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia
bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis
kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi.
Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia
terdapat keluhan somatik.
Gejala depresi pada lansia, yaitu :
 Gejala utama:
 Afek depresi
 Kehilangan minat
 Berkurangnya energi (mudah lelah)
 Gejala lain:
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Kurang percaya diri
 Sering merasa bersala
 Pesimis
 Ide bunuh diri
 Gangguan pada tidur
 Gangguan nafsu makan

Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk
berdasarkan berat ringannya :
 Depresi ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
 Depresi sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
 Depresi berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.
Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik,
sosial dan biologik.
 Biologik: sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi,
DM, strokeketerbatasan gerak, gangguan pendengaran atau penglihatan.
 Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.
 Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.
c. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan
peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia dari
pada usia dewasa muda adalah :
 Gangguan tidu
 Ngantuk siang hari
 Tidur sejenak di siang hari
 Pemakaian obat hipnotik
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan
tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa
muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur
primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis
umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah
gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga
termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini
hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah
perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur
pada lansia. Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai
dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya
gejala fungsi kognitif, perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, dan insomnia.

d. Paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya.
Bila kondisi ini berlangsung lama dan tidak ada dasarnya, hal ini merupakan
kondisi yang disebut paranoid.
Gejala-gejalanya antara lain:
 Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-
orang disekelilingnya;
 Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang
disekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya;
 Paranoid dapat merupakan manisfestasi dari masalah lain, seperti depresi dan
rasa marah yang ditahan.
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan
rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alasan yang jelas dalam
setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.

D. Faktor-faktor yang Mempegaruhi Kesehatan Lansia


1. Sosial
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan psikososial yaitu merasakan atau sadar akan
kematian, penyakit kronis dan ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas fisiknya.
Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, dari segi ekonomi akibat dari
pemberhentian jabatan atau pension juga dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Hal tersebut
dapat meningkatkan risiko lansia untuk mengalami disablitas dan kematian lebih awal.
Dukungan social yang tidak cukup, sangat erat hubungannya dengan peningkatan kematian,
kesakitan dan depresi juga kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Lansia yang tidak mendapatkan dukungan social yang cukup 1,5 kali lebih besar
kemungkinan untuk mengalami kematian pada tiga tahun kedepan dari pada mereka yang
mendapatkan dukungan sosial yang cukup.
Oleh karena itu dibutuhkan dukungan sosial yang tinggi ,memiliki perasaan yang kuat
bahwa individu tersebut dicintai dan dihargi. Lansia dengan dukungan sosial yang tinggi
merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal itu dapat
mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat.

2. Budaya
Walaupun sudah lebih dari separuh abad penelitian telah menunjukkan bahwa pola
penuaan bervariasi secara dramatis diantara budaya berbeda, tetapi hanya baru-baru ini
perhatian yang serius diberikan kepada bagaimana faktor budaya memengaruhi pengalaman
penuaan pada lansia di Amerika serikat. Sebagian dari penelitian tidak memperhatikan
faktor budaya tersebut, akibat mitos orang Amerika tentang “ketidakjelasannya”. Mitos ini
muncul dari suatu teori budaya tentang adanya persamaan dengan perpekstif etnosentris
orang Eropa. Mitos ini mempromosikan gagasan bahwa semua orang Amerika adalah sama
(misalnya: seperti orang kelas menengah dari keturunan Eropa). Selama beberapa tahun,
gagasan bahwa kesukuan tidak perlu diperhitungkan merupakan hal yang menonjol dalam
pemberian pelayanan kesehatan, termasuk keperawatan. Namun, gagasan yang slah ini
menghalangi suatu pemahaman yang sensitif tentang pasien, keluarga dan masyarakat dann
mengaburkan isu penting di dalam keperawatan gerontologi. Perawat perlu disiapkan untuk
bekerja bersama klien dari berbagai kelompok budaya dan untuk memahami bagaimana
faktor budaya memengaruhi perilaku kesehatan. Perawat yang memahami dan menerima
perbedaan yang timbul dari variasi budaya berada pada posisi yang lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan lansia dari suku manapun. Afiliasi budaya memberikan latar
belakang kontekstual yang perlu diantisipasi oleh perawat tentang perbedaan di dalam nilai-
nilai. Agama, garis otoritas, pola kehidupan, proses komunikasi dan bahasa, dan pola
kepercayaan dan praktik-praktik berhubungan dengan penyakit dan kesehatan. Pengetahuan
tentang keanekaragaman budaya memberikan petunjuk terhadap maksud perilaku yang
sebaliknya mungkin dinilai dengan cara negatif atau sedikitnya salah dipahami. Budaya
meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan dari suatu kelompok orang. Pemahaman
tentang variabel budaya sangat penting untuk praktik keperawatan dengan dua alasan utama.
Pertama, hal itu membawa kearah pemahaman yang lebih baik tentang perilaku pasien dan
keluarga mereka. Karena pola budaya digunakan sebagai cara untuk menggambarkan
penyakit, hal itu memengaruhi persepsi tentang orang sakit oleh kelompok dan
mengidentifikasi penyakit yang sesuai dan perilaku mencari pelayanan keseehatan. Kedua,
pemahaman terhadap faktor budaya membuat suatu pemahaman yang lebih lengkap .
Di negara-negara Eropa dan Jepang, pelayanan lanjut usia dapat dikatakan sangat baik.
Tidak hanya dari segi kesehatan, namun juga dari pelayanan publik, jaminan sosial,
ketenagaan, dan sarana/prasarana umum. Semuanya ramah terhadap golongan lanjut usia.
Hal ini dikuatkan juga dengan struktur piramida penduduk yang dominan lanjut usia dan
pra-lanjut usia sehingga pelayanan lanjut usia yang optimal menjadi sebuah keniscayaan.
3. Ekonomi
Faktor ekonomi sangat mempengaruhi kesehatan lansia. Pada lansia secara umum yang
memiliki pendapatan sendiri cenderung menolak bantuan orang lain, sedangkan lansia yang
tidak memiliki pendapatan akan menggantungkan hidupnya pada anak atau saudaranya.
Lansia yang tidak memiliki cukup pendapatan meningkatkan risiko untuk menjadi sakit dan
disabilitas. Banyak lansia yang tinggal sendiri dan tidak mempunyai cukup uang untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini dapat mempengaruhi mereka untuk membeli
makanan yang bergizi, rumah yang layak, dan pelayanan kesehatan. Lansia yang sangat
rentan adalah yang tidak mempunyai asset, sedikit atau tidak ada tabungan, tidak ada
pensiun dan tidak dapat membayar keamanan atau merupakan bagian dari keluarga yang
sedikit atau pendapatan yang rendah.
Sehingga pelayanan yang didapatkan lansia dengan ekonomi dibawah rata-rata sangat
minim. Mereka bahkan tidak lagi berpikir bagaimana cara pemenuhan kesehatan yang layak
untuknya melainkan bagaimana mereka bisa makan hari ini, esok dan seterusnya. Kondisi
lansia seperti ini yang sangat memprihatinkan, seharusnya petugas kesehatan harus cepat
tanggap terhadap kondisi seperti ini.
Sering kali di media menampilkan bagaimana orang dengan ekonomi dibawah rata-rata
tidak diperlakukan dengan sama terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
mereka. Hal ini sperti membuat mereka hilang harapan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak dengan melihat hal-hal seperti itu terjadi. Hal itu akan membuat
mereka berpikir berkali-kali sebelum mendatangi tempat pelayanan kesehatan.

4. Spiritual
Agama Islam memandang lansia dengan pandangan terhormat sebagaimana
perhatiannya terhadap generasi muda. Agama Islam memperlakukan dengan baik para lansia
dan mengajarkan metode supaya keberadaan mereka tidak dianggap sia-sia dan tak bernilai
oleh masyarakat. Dukungan terhadap para lansia dan penghormatan terhadap mereka adalah
hal yang ditekankan dalam Islam. Nabi Muhammad Saw bersabda, “penghormatan terhadap
para lansia muslim adalah ketundukan kepada Tuhan”.
Dalam Islam, penuaan sebagai tanda dan simbol pengalaman dan ilmu. Para lansia
memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, khususnya bahwa lansia adalah harta dari ilmu
dan pengalaman, serta informasi dan pemikiran. Oleh sebab itu, lansia harus dihormati,
dicintai dan diperhatikan serta pengalaman-pengalamannya harus dimanfaatkan. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “hormatilah orang-orang yang lebih tua dari kalian dan cintai
serta kasihilah orang-orang yang lebih muda dari kalian”. Oleh karena itu, pemerintah dan
masyarakat berkewajiban memperhatikan kondisi para lansia.
Mereka yang beragama Islam aktif dalam perkumpulan keagamaan, seperti Yasinan
yang dilakukan tiap minggu dan pengajian setiap bulan. Kegiatan ini dihadiri tidak hanya
oleh orang lanjut usia saja. Tetapi juga dihadiri oleh bapak/ibu yang masih muda, dan pra
lanjut usia. Mereka berkumpul bersama untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan ini
didukung teori pertukaran sosial dimana mereka melakukan kegiatan yang cara
pencapaiannya dapat berhasil jika dilakukan dengan berinteraksi dengan orang lain (Gulardi,
1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi
orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga
dan teman-teman (Hurlock, 1994). Kemajuan sosio-ekonomi, yang pada akhirnya akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidup.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme.
Studi lain menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan
sense of well being, terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig,
Smiley, & Gonzales, 1988 dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil
bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang
lebih baik (Cupertino & Haan, 1999 dalam Santrock, 2006).
Hasil studi menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau bermeditasi diasosiasikan
dengan panjangnya usia (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006). Hasil studi
lainnya yang mendukung adalah dari Seybold&Hill (2001 dalam Papalia, 2003) yang
menyatakan bahwa ada asosiasi yang positif antara religiusitas atau spiritualitas dengan well
being, kepuasan pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang negatif
dengan bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang. Hal ini mungkin terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stress dan
menahan produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin. Pengurangan hormon stress
ini dihubungkan dengan beberapa keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem
kekebalan tubuh yang semakin kuat (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006).
Agama dapat memainkan peran penting dalam kehidupan orang-orang tua (Mcfadden,
1996).
5. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh besar bagi kesehatan fisik dan mental manusia. Agama
Islam memiliki perhatian khusus terhadap masalah lingkungan. Rasulullah bersabda, "Alam
dan seluruh tanah di muka bumi adalah masjid dan tempat ibadah".
(http://indonesian.irib.ir). Aspek lingkungan yang dipengaruhi kualitas dan keterjangkauan
sarana kesehatan, keadaan tempat tinggal, sumber finansial, serta kesempatan rekreasi pada
lansia juga akan mempengaruhi kesehatan lansia. Sebagai contoh, bila di daerah lansia itu
tinggal sulit diakses pelayanan kesehatan karena jauhnya jarak atau medan yang tidak
bersahabat, hal ini akan menghambat lansia mendapat pelayanan kesehatan yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kesehatanya.
Contoh lain, lingkungan tinggal yang mendukung aktivitas keagamaan, atau anggota
masyarakat yang islami atau keterjangkauannya tempat-tempat ibadah hal ini akan
mendukung peningkatan perkembangan spiritualitas lansia menjadi lebih matang.  Pada
akhirnya membantu lansia untuk menghadapi kenyataan termasuk dampak dari penuaan
fisik yang dialami, dan mengahadapi kenyataan tersebut. Sehingga lansia dapat berperan
aktif dalam kehidupan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun.
Tipe-tipe lansia:
 Tipe arif bijaksana
 Tipe mandiri
 Tipe tidak puas
 Tipe pasrah
 Tipe bingung
Teori-teori proses penuaan:
1. Teori biologi
 Teori genetik dan mutasi
 Immunology slow theory
 Teori stress
 Teori radikal bebas
 Teori rantai silang
2. Teori psikologi
3. Teori sosial
 Teori interaksi sosial
 Teori penarikan diri
 Teori aktivitas
 Teori kesinambungan
 Teori perkembangan
 Teori stratifikasi usia
4. Teori spiritual

Masalah-masalah pada kesehatan lansia:


a. Penurunan Masalah Fisik Dan Fungsi Tubuh
 Sistem pernapasan
 Sistem kardiovaskular
 Sistem reproduksi
 Sistem gastrointestinal
 Sistem persyarafan
 Sistem muskuloskeletal
 Sistem urinarius
 Penurunan fungsi panca indera
 Penurunan fungsi endokrin
Penyakit yang sering diderita lansia:
 Diabetes militus
 Osteoporosis
 Dementia type Alzheimer
 Penyakit Jantung

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia:


 Sosial
 Budaya
 Ekonomi
 Spiritual
 Lingkungan
B. Saran
Sebagaimana dalam pandangan islam, orang tua atau orang yang lebih tua dari kita harus
dihormati, dikasihi serta disayangi dan diperhatikan. Betapa beruntungnya menjadi tua, ada
banyak sekali orang yang tidak bisa menginjak usia tua, ada banyak sekali mereka yang tidak
bisa melihat anak serta cucunya tumbuh menjadi dewasa. Jadi, ketika kita bisa melihat orang
tua kita menjadi tua atau menginjak usia lanjut itulah saatnya kesempatan untuk kita
menyenangkan masa-masa tua mereka dengan kesuksesan anak-anaknya.
Sebagai perawat yang profesional yang sudah mempelajari ilmu gerontologi sudah
sewajarnya memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya untuk para lansia tidak hanya
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan biologisnya saja tetapi mencakup kebutuhan
psikologis dan spiritualnya.
Untuk para pembaca makalah ini silahkan memberikan masukan maupun kritikan atas
kekurangan dari makalah ini supaya untuk makalah-makalah selanjutnya bisa jauh lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Beare, Stanley. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta: ECG
http://miracleofnursing.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html?m=1
http://yenitarosaria.blogspot.com/2012/01/masalah-masalah-pada -lanjut-usia.html?m=1
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : Nenek (Oma) M. Magdalena
b. Umur : 03 April 1947, 68 tahun
c. Agama : Kristen Katholik
d. Pendidikan : SKP (SMA)
e. Pekerjaan : Tukang Pijat
f. Suku/bangsa : Indonesia / Bekas orang Belanda (Holland)
g. Status marital : -
h. Tanggal pengkj : 21 April 2015
i. Ruang : ruang 09
j. Alamat : Jl DI Pandjaitan No.35 Kotamobagu.

2. Identitas Penanggungjawab
a. Nama : Ibu Istiana Riastuti
b. Umur : 34 Tahun
c. Agama : Katholik
d. Pendidikan : D1 Keperawatan
e. Pekerjaan : Pengurus Panti Wreda Karitas
f. Hub. Dgn klien: Pengurus Panti
g. Alamat : Jl. DI Pandjaitan No.35 Kotamobagu

3. Status Kesehatan Saat Ini


Kesehatan saat ini tidak terlalu baik (tangan kanan klien tidak dapat digerakan, pada
kaki kanan klien terjadi deformitas tulang, dan pada kaki kiri klien terdapat luka
cedera)

4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh kesakitan pada saat berjalan dan duduk akibat cedera pada
kakinya.

b. Kesehatan dahulu
Pasien memiliki riwayat terkena Diabetes Melitus (DM) dan Hipertensi.
c. Kesehatan keluarga
Tidak terkaji

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tingkat kesadaran : Compos Mentis (Kesadaran penuh)
Penampilan : Rapih & bersih
Tanda vital : (tidak terkaji)
Tekanan Darah : (tidak terkaji)
Nadi : (tidak terkaji)
Respiratory Rate : (tidak terkaji)
Suhu : (tidak terkaji)
b. Kepala dan leher
Tidak terkaji

c. Sistem respirasi
Tidak terkaji

d. Sistem kardiovaskuler
Tidak terkaji

e. Sistem gastrointestinal
Tidak terkaji

f. Sistem genitourinaria
Tidak terkaji

g. Sistem musculoskeletal
Tidak terkaji

h. Sistem integument
Tidak terkaji

i. Sistem neurosensori
Tidak terkaji

j. Sistem endokrin
Tidak terkaji
6. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
1) Psikososial
Kondisi psikososialnya baik (klien bersahabat), akan tetapi klien cenderung
menyendiri dan menarik diri.

2) Emosional
Kondisi emosional stabil

Identifikasi masalah emosional :


Pertanyaan tahap I
 Apakah klien mengalami sukar tidur ?
Tidak

 Apakah klien sering merasa gelisah


Iya (kadang-kadang)

 Apakah klien sering murung atau menangis sendiri?


Tidak

 Apakah klien sering was-was atau khawatir ?


Iya

Lanjutkan ketahap 2 bila minimal ada satu jawaban “ya” pada tahap I
Pertanyaan tahap II
 Keluhan lebih dari 3 bulan/lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
Tidak

 Ada masalah atau banyak pikiran ?


Klien sering memikirkan keadaan cucu dan anak-anaknya

 Ada gangguan/masalah dengan keluarga klien ?


Tidak

 Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter ?


Tidak menggunakan obat

 Cenderung mengurung diri ?


Iya, klien cenderung mengurung diri (lebih suka di kamar daripada di luar)
Jika ada minimal 1 jawaban “ya” maka : masalah emosional (+)
Masalah emosisonal klien : (+)

3) Spiritual
Baik, klien rajin beribadah (mengikuti apel/ibadah pagi, sore, dan malam hari)

7. Pengkajian Fungsional Klien


a. Kartz Indeks
A. Mandiri dalam makan, kontinensia
(BAB/BAK), menggunakan pakaian,
pergi ke toilet, berpindah, dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu
fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu
fungsi yang lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian,
dan satu fungsi yang lain
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian,

ke toilet, dan salah satu fungsi yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet,
berpindah dan salah satu fungsi yang lain
G. Ketergantungan semua fungsi di atas
H. Lain-lain
b. Bartel Indeks
Dengan
No Kriteria Mandiri Ket
Bantuan
Makan Frekuensi : 3x sehari
1. 10 Jumlah : seimbang
Jenis : sayur dan lauk
Minum Frekuensi : Sering
2. 10 Jumlah : Seimbang
Jenis : Air putih
Berpindah dari kursi roda
3. ke tempat tidur atau 15
sebaliknya
Personal toilet (cuci muka, Frekuensi :
4. menyisir rambut, dan 0 Ditntukan oleh perawat
gosok gigi)
Keluar masuk toilet
(mencuci pakaian, Klien dimandikan dan sering
5. 5
menyeka tubuh, atau BAK sembarangan
menyiram)
6. Mandi 5 Frekuensi : 1x sehari
7. Jalan di permukaan datar 5 Dapat berjalan dengan baik
8. Naik turun tangga 5 Tidak mampu
9. Mengenakan pakaian 5 Dipakaikan oleh perawat
Kontrol bowel Frekuensi : terkadang
10. 5
sembarangan
Kontrol bladder Frekuensi : jarang
11. 5
Olahraga dan latihan Jenis : olahraga senam
Rekreasi dan pemanfaatan Klien tidak merajut, tidak
12. waktu luang 5 melakukan aktivitas, hanya
duduk-duduk

Total Score : 70
Klien Ketergantungan sebagian
Jadi bartel indeks klien, termasuk kategori :
Mandiri : 130
Ketergantungan sebagian : 65-125
Ketergantungan total : < 60
8. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Short Portable Mental Status Quisioner
Benar Salah No Pertanyaan
X 1 Tanggal berapa hari ini ?
X 2 Hari apa sekarang ?
X 3 Apa nama tempat ini ?
X 4 Dimana alamat anda ?
X 5 Berapa umur anda ?
X 6 Kapan anda lahir ?
X 7 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
X 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
X 9 Sebutkan nama ibu anda ?
X 10 Kurang 3 dari 20 terus menerus secara menurun

Total score : Salah 4

Jadi klien mengalami :


Fungsi intelektual utuh : jika jumlah salah 0-3
Fungsi intelektual ringan : jika jumlah salah 4-5
Fungsi intelektual sedang : jika jumlah salah 6-8
Fungsi intelektual berat : jika jumlah salah 9-10
b. Mini Mental Status Exam
Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
kognitif Maks Klien
Menyebutkan dengan benar
o Tahun
o Musim
1 Orientasi 5 3 o Tanggal
o Hari
o Bulan

Dimana kita berada ?


o Negara Indonesia
o Provinsi Sulawesi Utara
Orientasi 5 5 o Kota Kotamobagu
o PSTW.......
o Wisma ......

Sebutkan nama 3 objek oleh pemeriksa


masing-masing 1 detik kemudian minta
klien untuk menyebutkan ulang ketiga
objek tersebut ?
2 Registrasi 3 3 o Objek .....
o Objek .....
o Objek .....

Minta klien untuk memulai angka 100


dikurangi 7 sampai 5 kali/tingkat
o 93
Perhatian dan o 86
3 5 5
kalkulasi o 79
o 72
o 65

Minta klien untuk mengingat objek pada


nomor 2 (registrasi) dan nilai 1 poin
4 Mengingat 3 3 untuk jawaban benar untuk masing-
masing objek

5 Bahasa 9 Tunjukkan pada klien suatu benda dan


minta pada klien menyebutkan namanya
o Jam tangan
o Pulpen
Minta klien untuk mengulang kata-kata
4 berikut “tak ada jika atau tetapi”
 Pernyataan benar 2 buah : tak ada,
tetapi

Minta klien untuk mengikuti perintah yang


terdiri dari 3 langkah :
“ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai”

o Ambil kertas ditangan anda


o Lipat dua
o Taruh dilantai

Perintahkan klien untuk mengikuti hal


berikut :

o “Tutup mata anda”

Perintahkan klien untuk membuat


kalimat dan suatu gambar
o Tulis satu kalimat
o Manyalin gambar

Total Nilai 30 23

Total Score :
Aspek kognitif dan fungsi mental baik : jika total skor > 23
Kerusakan aspek fungsi mental ringan : jika total skor 18-22
Terdapat kerusakan aspek fungsi : jika total skor < 17
mental berat

9. Pengkajian Status Mental Gerontik


Nilai 1 : Jika klien menunjukkan kondisi di bawah ini
Nilai 0 : Jika klien tidak menunjukkan kondisi di bawah ini
Komponen Langkah Kriteria Nilai
utama dalam
bergerak
Perubahan Mata dibuka Tidak bangun dari tempat
posisi/gerakan Bangun dari duduk dengan satu gerakan,
keseimbangan kursi tetapi mendorong tubuhnya
keatas dengan tangan atau 1
bergerak ke depan kursi
terlebih dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri pertama
kali

Duduk ke Menjatuhkan diri ke kursi,


kursi tidak duduk ditengah kursi 1

Menahan Pemeriksa mendorong


dorongan pada sternum (perlahan-lahan
sternum sebanyak 3 kali). Klien
menggerakkan kaki, 1
memegang objek untuk
dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya

Mata ditutup Kriteria sama dengan


Bangun dari kriteria untuk mata terbuka 1
kursi

Duduk ke Kriteria sama dengan


kursi kriteria untuk mata terbuka 1

Menahan Kriteria sama dengan


dorongan pada kriteria untuk mata terbuka 1
sternum

Perputaran Menggerakkan kaki,


leher memegang obyek untuk
dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya, 0
keluhan vertigo, pusing atau
keadaan tidak stabil

Gerakan Tidak mampu untuk


menggapai menggapai sesuatu dengan 1
sesuatu bahu fleksi max, sementara
berdiri pada ujung-ujung
jari kaki tidak stabil,
memegang sesuatu untuk
dukungan

Membungkuk Tidak mampu


membungkuk untuk
mengambil objek-objek
kecil dari lantai, memegang 1
objek untuk bisa berdiri,
memerlukan usaha-usaha
multiple untuk bangun

Gaya berjalan Minta klien Ragu-ragu tersandung,


dan gerak untuk berjalan memegang objek untuk
ke tempat dukungan 1
yang
ditentukan

Ketinggian Kaki tidak naik dari lantai


langkah kaki secara konsisten (menggeser
(saat berjalan) atau menyeret kaki), 1
mengangkat kaki terlalu
tinggi (>50 cm)

Kontinuitas Setelah langkah-langkah


langkah kaki awal, langkah-langkah
(diobservasi menjadi tidak konsisten, 1
dari sampinh memulai mengangkat satu
klien) kaki sementara yang lain
menyentuh tanah

Kesimetrisan Tidak berjalan pada garis


langkah lurus, bergelombang dari
(diobservasi sisi ke sisi 0
dari samping
klien)

Penyimpanga Tidak berjalan pada garis


n jalur pada lurus, bergelombang dari
saat berjalan sisi ke sisi
(diobservasi 0
dari belakang
klien)

Berbalik Berhenti sebelum berbalik,


jalan sempoyongan, 1
bergoyang, memegang
obyek untuk dukungan

Total Score : 11

0-5 : Resiko jatuh rendah


6-10 : Resiko jatuh sedang
11-15 : Resiko jatuh tinggi

Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH


Berdasarkan data pengkajian data
di atas diperoleh lah data sebagai a. Klien mengalami Gangguan mobilisasi (gerak)
berikut. deformitas tulang
1) DO: akibat kecelakaan
- Ditemukan deformitas beberapa tahun silam
pada tulang lutut klien b. Ketika mengalami
- Klien memiliki riwayat perubahan pada posisi
hipertensi tulangnya, klien tidak
DS: ditangani oleh petugas
- Klien mengeluh kesakitan medis (dokter)
pada kakinya dan terus c. Akibat posisi kaki
memegang kakinya klien yang tidak
- Klien mengeluh kesakitan sesuai, klien sering
ketika berjalan. merasakan nyeri.
- Klien mengatakan tangan d. Pengaruh dari
kanannya sulit untuk hipertensi yang
digerakkan menyebabkan tangan
klien sulit digerakkan.

2) DO: a. Rasa sakit yang Gangguan Rasa Nyeri


- Pada kaki kiri klien dirasakan klien akibat (Persepsi sensori)
ditemukan sejumlah luka sejumlah luka yang
dan terdapat balutan luka disebabkan kaki klien
yang masih basah. terbentur.
- Klien memiliki riwayat b. Luka pada kaki klien
Diabetes Melitus (DM) sulit sembuh
DS: dikarenakan klien
- Klien mengeluh kaki menderita DM
kirinya sakit dan terus c. Kaki klien sering
memegang balutan luka. terantuk karena kaki
- Klien mengatakan klien cedera,
kakinya sering terantuk / ditambah faktor usia.
tersandung.

3) DO: a. Rasa mengantuk klien Gangguan psikososial


- Klien terlihat lelah dan disebabkan karena (ansietas)
mengantuk klien kurang/kesulitan
DS: untuk tidur.
- Klien berkata klien b. Klien sulit tidur
mengalami kesulitan karena klien sering
tidur. memikirkan
keluarganya (anak
dan cucu-cucunya)

4) DO: a. Klien pernah terjatuh Resiko tinggi terjadinya


- Bentuk tulang klien tidak akibat posisi tulang cedera dan terjatuh
sama (simetris) kaki yang tidak baik
- Klien tidak mampu untuk (deformitas tulang)
berjalan dengan baik b. Klien kesulitan
DS: berjalan akibat rasa
- Klien berkata pernah nyeri dan kondisi kaki
beberapa kali terjatuh yang kurang baik
- Klien berkata kalau klien c. Klien malas untuk
pernah beberapa kali beraktivitas
dibantu untuk berjalan. dikarenakan rasa
- Klien berkata takut untuk nyeri yang
senam atau beraktivitas ditimbulkan ketika
(jarang beraktivitas) berjalan.
Tabel prioritas masalah

Diagnosa Kriteria Jumlah Keterangan


No
Keperawatan A B C D E
1. Gangguan rasa nyeri 5 4 3 2 3 17 Diagnosa 1
berhubungan dengan
trauma jaringan
akibat jatuh

2. Gangguan mobilitas 4 3 2 3 2 14 Diagnosa 2


fisik yang
berhubungan dengan
keterbataan rentang
gerak.

3. Ansietas (Cemas) 3 2 2 2 2 11 Diagnosa 3


berhubungan dengan
psikososial dengan
keluarga

4. Resiko tinggi jatuh / 4 4 1 2 0 11 Diagnosa 4


cedera berhubungan
dengan gangguan
fisiologis
(Deformitas tulang
lutut kaki kanan)
Pembobotan :
Keterangan Kriteria: 1. Sangat
A. Besar dan Seringnya masalah rendah

B. Besarnya kerugian yang ditimbulkan 2. Rendah

C. Kecukupan ilmu pengetahuan dan 3. Cukup


teknologi
4. Tinggi
D. Ketersediaan sumber
5. Sangat
E. Kesiapan masyarakat terhadap
6. Sangat
program
tinggi
2.2 Diagnosa
1. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbataan rentang
gerak.
3. Ansietas berhubungan dengan psikososial dengan keluarga
4. Resiko tinggi jatuh berhubungan dengan gangguang fisiologis (Deformitas
tulang lutut kaki kanan)

2.3 Intervensi
1. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien menyatakan nyeri terkontrol
- Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
- Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
kompensasi tubuh.
- TTV dalam batas normal
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Evaluasi atau lanjutkan pemantauan Tingkat aktifitas atau latihan
tingkat inflamasi atau rasa sakit pada tergantung dari perkembangan atau
sendi. resolusi dari proses inflamasi

2. Bantu dan ajari keluarga klien untuk Istirahat sistemik dianjurkan selama
pertahankan istirahat tirah baring atau eksaserbasi akut dan seluruh fase
duduk jika diperlukan, jadwal aktifitas penyakit yang penting untuk
untuk memberikan periode istirahat mencegah kelelahan dan
yang terus menerus dan tidur dimalam mempertahankan kekuatan.
hari yang tidak terganggu.
3. Bantu  dan ajari keluarga dengan Mempertahankan atau menigkatkan
rentang gerak aktifatau pasif, demikian fungsi sendi, kekuatan otot dan
juga latihan resistif dan isometric jika stamina umum. Catatan: latihan yang
memungkinkan. tidak adekuat dapat menyebabkan
kekakuan sendi
4.  Ajari klien dan keluarga ubah posisi
dengan sering dengan personel cukup   Menghilangkan tekanan pada
serta demonstrasikan atau bantu tehnik jaringan dan meningkatkan  sirkulasi,
pemindahan dan penggunaan bantuan tehnik pemindahan yang tepat dapat
mobilitas, mis: trapeze. mencegah robekan abrasi kulit.

5.  Dorong klien mempertahankan


postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, Memaksimalkan fungsi sendi,
berjalan. mempertahankan mobilitas.

6. Ajarkan keluarga untuk memberikan Menghindari cedera akibat kecelakaan


lingkungan yang aman, mis: menaikkan atau jatuh.
kursi atau kloset, menggunakan
pegangan tangga pada bak atau
pancuran dan toilet, penggunaan alat
bantu mobilitas atau kursi roda

2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak


Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan
fleksibilitas sendi-sendi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Observasi tanda dan gejala Memberikan informasi sebagai dasar
penurunan mobilitas sendi, dan dan pengawasan keefektifan intervensi.
kehilangan ketahanan
2. Observasi status respirasi dan fungsi Memberikan informasi tentang status
jantung klien. respirasi dan fungsi jantung klien.

3. Observasi lingkungan terhadap


bahaya-bahaya keamanan yang
Mencegah risiko cedera pada lansia
potensial. Ubah lingkungan untuk
menurunkan bahaya-bahaya
keamanan.

4. Ajarkan tentang tujuan dan


pentingnya latiha
Meningkatkan harga diri:
meningkatkan rasa kontrol dan
5. Ajarkan penggunaan alat-alat bantu
kemandirian klien
yang tepat
Membantu perawatan diri dan
kemandirian pasien.

3. Ansietas berhubungan dengan psikososial dengan keluarga

Tujuan dan kriteria hasil yang diinginkan:

Intervensi Keperawatan Rasional


1. Mengkaji tingkat cemas klien 1.
2. 2. Mencatat pembatasan focus pikiran
3. Mengobservasi pola bicara klien
apakah cepat atau lambat
4. Mendiskusikan dengan klien tentang
apa yang dicemaskan oleh klien
5. Menanyakan mekanisme koping
yang digunakan oleh klien jika
sedang cemas
6.Mempertahankan kontak sering
dengan klien untuk mendengarkan
klien bercerita
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Nugroho, 2000).
Proses penuaan dapat ditinjau dari aspek biologis, sosial dan psikologik. Teori-
teori biologis sosial dan fungsional telah ditemukan  untuk menjelaskan dan
mendukung berbagai definisi mengenai proses penuaan. pendekatan  multi disiplin
mengenai teori penuaan, perawat harus memiliki kemampuan untuk mensintesa
berbagai teori tersebut dan menerapkannya secara total pada lingkungan perawatan
klien usia lanjut termasuk aspek fisik, mental/emosional dan aspek-aspek sosial.
Dengan demikian  pendekatan eklektik akan menghasilkan dasar yang baik saat
merencanakan suatu asuhan  keperawatan berkualitas pada klien lansia.

3.2 Saran
Penulis sadari dalam  penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
mungkin jauh dari tahapan  kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan demi tercapainya
penyusunan makalah yang  jauh lebih baik dimasa yang akan datang

Anda mungkin juga menyukai