Anda di halaman 1dari 40

ASKEP PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN KOGNITIF (DIMENSIA)

DAN PENGARUH PROSES MENUA PADA KOGNITIF LANSIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah (Keperawatan Gerontik)

Dosen Pengampu : Umi setyoningrum,S.Kep.,Ns

OLEH :

1. Aufa Aldhea Onaisha (010114a012)


2. Ismawati Nur Aini (010114a046)
3. Putu Novi Ernawati (010115a141)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017 / 2018

1
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Askep pada lansia
dengan gangguan kognitif (Demensia) dan pengaruh proses menua pada kognitif
lansia

Tugas dari mata kuliah keperawatan gerontik telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan dari beberapa sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan tugas ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
beberapa sumber yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dan tak lupa
saya ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini ibu (Umi
setyoningrum,S.kep.,Ns)

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan dan cara pengeditan kerapiaan dalam tugas ini.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari
dosen pembibing dan pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
banyak orang dan dapat memberikam manfaat maupun inspirasi terhadap para
pembaca.

Ungaran, 26 agustus 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang.......................................................................................... 4
b. Tujuan ...................................................................................................... 5
c. Rumusan Masalah .................................................................................... 5

BAB II KONSEP TEORI

a. Definisi ..................................................................................................... 7
b. Klasifikasi ................................................................................................. 7
c. Etiologi ................................................................................................... 15
d. Patofisiologi / Pathway ........................................................................... 16
e. Manifestasi Klinis ................................................................................... 18
f. Komplikasi ............................................................................................. 18
g. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 19
h. Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 19
i. Pengaruh Proses Menua pada Fungsi Kognitif Lansia ........................... 21

BAB III ASUHAN KEPERAWATA KOGNITIF DEMENSIA


a. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 24
b. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 26
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan ....................................................................................... 32
b. Saran ................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 3

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih.
Menurut The National Old Peoples Welfare Council di Inggris, penyakit atau
gangguan umum pada lanjut usia salah satunya adalah demensia. Demensia (pikun)
adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya, sehingga mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada demensia
biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat atau biasa yang
sering disebut juga dengan pelupa (Nugroho, 2008). Data dari World Health
Organization dan Alzheimers Disease International Organization melaporkan
jumlah total orang dengan demensia di seluruh dunia pada tahun 2015 diperkirakan
mencapai 47,5 juta dan sebanyak 22 juta jiwa di antaranya berada di Asia.
Di Negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta
orang usia lanjut penderita Penyakit Demensia Alzheimer. Angka ini diperkirakan
akan meningkat hampir 4 kali pada tahun 2050. Di antara mereka, 58% hidup di
negara- negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan proporsi ini
diproyeksikan meningkat menjadi 71% pada tahun 2050. Jumlah total kasus
demensia baru setiap tahun di seluruh dunia hampir 7,7 juta, artinya bahwa setiap 4
detik terdapat 1 kasus demensia yang baru. Jumlah orang dengan demensia
diperkirakan akan meningkat menjadi 75,6 juta pada tahun 2030 dan 135,5 juta pada
tahun 2050 (WHO, 2015).
Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak
ke-4 di dunia. Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain terjadinya
penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan
angka harapan hidup penduduk Indonesia. Di Indonesia, usia harapan hidup
meningkat dari 68,6 tahun (2004) meningkat menjadi 72 tahun (2015). Usia
harapan hidup penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat, sehingga
persentase penduduk Lansia terhadap total penduduk diproyeksikan terus

4
meningkat. Berdasarkan hasil Sensus Nasional tahun 2014, jumlah Lansia di
Indonesia mencapai 20,24 juta orang atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk
Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil
Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6% dari total jumlah
penduduk. Estimasi jumlah penderita Penyakit Demensia di Indonesia pada tahun
2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis
menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat juta orang pada tahun
2050. Bukannya menurun, tren penderita demensia di Indonesia semakin meningkat
setiap tahunnya (Kemenkes, 2016).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari penyakit demensia ?
2. Apa saja klasifikasi dari penyakit demensia?
3. Apa etiologi dari penyakit demensia?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit demensia?
5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit demensia?
6. Apa komplikasi dari penyakit demensia?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari penyakit demensia?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit demensia?
9. Bagaimana pengaruh proses menua terhadap fungsi kognitif lansia?

C. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Agar para pembaca baik mahasiswa maupun perawat dapat mengetahui asuhan
keperawatan askep pada lansia dengan gangguan kognitif (demensia)
2. Tujuan Intruksional Khusus
Tujuan khusus yang ingin capai dari makalah ini adalah penulis dapat
mengetahui:
a. Definisi
b. Klasifikasi

5
c. Etiologi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi klinis
f. Komplikasi
g. Pemeriksaan diagnostik
h. Penatalaksanaan
i. Pengaruh proses menua terhadap fungsi kognitif lansia
j. Asuhan keperawatan askep pada lansia dengan gangguan kognitif (dimensia)

6
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau
keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu (Elizabeth J. Corwin,
2009).
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari
(Nugroho, 2008).
Jadi dapat ditarik kesimpulan, demensia adalah penurunan kemampuan mental yang
biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian.

B. Klasifikasi Demensia
Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2009)
1. Menurut Umur:
a. Demensia senilis (>65th)
b. Demensia prasenilis (<65th)
2. Menurut perjalanan penyakit:
a. Reversibel (mengalami perbaikan)
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb). Pada demensia tipe ini terdapat

7
pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini
menyebabkan adanya:
- Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
- Inkontinensia urin.
- Demensia.
3. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
4. Menurut kerusakan struktur otak
a. Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 60 % memiliki demensia
tipe ini. orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois
Alzheimer sekitar tahun 1910.
Demensia ini ditandai dengan gejala :
- Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
- Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
- Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
- Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
- Kehilangan inisiatif
Faktor resiko penyakit Alzheimer :
- Riwayat demensia dalam keluarga
- Sindrom down
- Umur lanjut
- Apolipoprotein, E4
Faktor yang memberikan perlindungan terhadap alzheimer :
- Apolipoprotein E, alele 2,
- Antioxidans,
- Penggunaan estrogen pasca menopause
- NSAID

8
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,
walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah
ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk
fungsinya juga terjadi perubahan.
- Pada makroskopik : penurunan volume gyrus pada lobus frontalis dan
temporal.
- Pada mikroskopik : plak senilis dan serabut neurofibrilaris
Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah neurotransmiter. Hal ini
sangat mempengaruhi aktifitas fisiologis otak. Tiga neurotransmiter yang
biasanya terganggu pada Alzheimer adalah asetilkolin, serotorin dan
norepinefrin. Pada penyakit ini diperkirakan adanya interaksi antara genetic dan
lingkungan yang merupakan factor pencetus. Selain itu dapat berupa trauma
kepala dan rendahnya tingkat pendidikan.
Stadium demensia alzheimer
Penyakit demensia alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat berlangsung dalam
tiga stadium yaitu stadium awal, stadium menengah, dan stadium lanjut.
Stadium awal atau demensia ringan, ditandai dengan gejala yang sering
diabaikan dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian normal dari
proses menua. Umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan dalam berbahasa,
mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna, disorientasi waktu dan
tempat, sering tersesat ditempat yang biasa dikenal, kesulitan membuat
keputusan, kehilangan inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi
dan agitasi.
Stadium menengah atau demensia, sedang ditandai dengan proses penyakit
berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada stadium ini, klien
mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari dan
menunjukkan gejala sangat mudah lupa terutama untuk peristiwa yang baru dan
nama orang, tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah,
sangat bergantung pada orang lain, semakin sulit berbicara, membutuhkan

9
bantuan untuk kebersihan diri (ke toilet, mandi dan berpakaian), dan terjadi
perubahan perilaku, serta adanya gangguan kepribadian.
Stadium lanjut atau demensia berat, ditandai dengan ketidakmandirian dan
inaktif total, tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal), sukar
memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di sekitar
rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami inkontinensia (berkemih atau
defekasi), menunjukkan perilaku tidak wajar dimasyarakat, akhirnya bergantung
dikursi roda atau tempat tidur.
Penyebab demensia Alzheimer
Penyebab demensia alzheimer masih belum diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa teori menjelaskan kemungkinan adanya faktor genetik, radikal
bebas, toksin amiloid, pengaruh logam alumunium, dan akibat infeksi virus.
Semakin dini penyakit demensia alzheimer dikenali, semakin baik hasil
penanganannya daripada penyakit yang sudah lanjut. Penyakit alzheimer
muncul sebagai gejala perubahan perilaku, kognisi, dan perubahan aktivitas
hidup sehari- hari sehingga anggota keluarga dan orang terdekat yang mengenali
perubahan tersebut.
Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini adalah usia, riwayat
penyakit alzheimer (keturunan), kelamin, pendidikan. Faktor resiko yang
kemungkinan juga berpengaruh ialah adanya keluarga dengan sindrom Down,
fertilitas yang kurang, kandungan alumunium pada air minum, dan defisiensi
kalsium.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya
deteorisasi intelektual :
1) Stadium I (amnesia)
a. Berlangsung 2-4 tahun
b. Amnesia menonjol
c. Gangguan : - Diskalkulis
d. Memori jangka penuh
e. Perubahan emosi ringan

10
f. Memori jangka panjang baik
g. Keluarga biasanya tidak terganggu
2) Stadium II (Bingung)
a. Berlangsung 2 10 tahun
b. Kemunduran aspek fungsi luhur (apraksia, afasia, agnosia, disorientasi)
c. Episode psikotik
d. Agresif
e. Salah mengenali keluarga
3) Stadium III (Akhir)
a. Setelah 6 - 12 tahun
b. Memori dan intelektual lebih terganggu
c. Akinetik
d. Membisu
e. Inmontinensia urin dan alvi
f. Gangguan berjalan
Pedoman diagnostik menurut WHO (ICD-X)
a. Lupa kejadian yang baru saja dialami,
b. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari,
c. Kesulitan dalam berbahasa,
d. Diserorientasi waktu dan tempat,
e. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat,
f. Kesulitan berpikir abstrak,
g. Salah menaruh barang,
h. Perubahan suasana hati,
i. Perubahan perilaku / kepribadian,
j. Kehilangan inisiatif.
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan
penyakit ini. Pengobatan / pencegahan hanya dalam bentuk paliatif yaitu :
nutrisi tepat, latihan, pengawasan aktifitas, selain itu bisa diberikan obat
Memantine (N-metil) 25 mg/hr, propanolol (InderalR), Holoperidol dan

11
penghambatan dopamin potensi tinggi untuk kendali gangguan eprilaku
akut. Selain itu bisa diberikan Tracine Hydrocloride (Inhibitor
asetilkolinesterose kerja sentral) untuk gangguan kognitif dan
fungsionalnya.
Pencegahan antara lain bagaimana cara kita lebih awal untuk
mendeteksi AD (Alzheimer Disease) serta memperkirakan siapa yang
mempunyai faktor resiko terkena penyakit ini sehingga dapat dicegah lebih
awal. Pencegahan dapat juga berupa perubahan dari gaya hidup (diet,
kegiatan olahraga, aktivitas mental).
Tujuan penanganan Alzheimer :
a. Mempertahankan kualitas hidup yang normal
b. Memperlambat perburukan
c. Membantu keluarga yang merawat dengan memberi informasi yang
tepat
d. Menghadapi kenyataan penyakit secara realita
b. Demensia vascular
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
- Peningkatan reflek tendon dalam,
- Respontar eksensor,
- Palsi pseudobulbar,
- Kelainan gaya berjalan,
- Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering
pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer. Pencegahan
pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya;
hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan
MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
- Terdapat gejala demensia

12
- Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
- Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
c. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
Demensia dengan kumpulan Lewy (Lewy bodies) disebabkan oleh
kemunduran dan matinya sel-sel syaraf diotak. Nama itu berasal dari adanya
struktur-struktur abnormal berbentuk bola, disebut kumpulan Lewy, yang
tumbuh di dalam sel-sel syaraf. Diduga struktur itu ikut menyebabkan kematian
sel-sel otak. Orang yang mempunyai demensia dengan kumpulan Lewy
cenderung melihat sesuatu yang tidak ada (mengalami halusinasi visual),
mengalami kekakuan atau gemetar (parkinsonisme) dan kondisi mereka
cenderung berubah-ubah secara cepat, sering dari jam ke jam atau dari hari ke
hari. Gejala itu memungkinkan dibedakannya penyakit ini dari penyakit
Alzheimer. Demensia dengan kumpulan Lewy kadangkadang muncul
bersamaan dengan penyakit Alzheimer dan/atau demensia Vaskuler. Mungkin
sulit untuk membedakan demensia dengan kumpulan Lewy dari penyakit
Parkinson dan orang dengan penyakit Parkinson menderita demensia yang
serupa dengan yang terlihat pada demensia dengan kumpulan Lewy.
d. Demensia Lobus Frontal-Temporal
Ini adalah nama yang diberikan kepada sebuah kelompok demensia
jika terjadi proses kemunduran dalam satu atau keduanya dari lobus frontal
atau lobus temporal otak. Termasuk dalam kelompok ini adalah Fronto
Temporal lobus frontal dan lobus temporal), Progressive non-Fluent Aphasia
(Afasia Progresif non-Fluent, penderita secara berangsur-angsur kehilangan
kemampuan berbicara), Semantic Demensia (Demensia Semantik, penderita
tidak mengerti arti kata-kata) dan penyakit Pick. Lebih dari 50% orang
penderita FTLD mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.
Mereka yang mewarisinya sering mengalami mutasi gen pada protein tau
dalam kromosom 17 yang menyebabkan diproduksinya protein tau yang
abnormal. Tidak diketahui adanya faktor risiko lain.
e. Demensia Terkait Dengan SIDA(HIV-AIDS)

13
C. Etiologi
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal, Sering
pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan terdapat pada
tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada
metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia
senilis.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati.
Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
d. penyakit jacob-creutzfeld dll
3. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan
ini diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. penyakit- penyakit metabolic
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun
e. Hidrosefalus komunikans

D. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendrinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat
yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10% pada penuaan antara umur 30
sampai 70 tahun. Berbagain faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat

14
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu
keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmohjo, 2009).

15
PATHWAY DEMENSIA

Faktor predisposisi : virus lambat, proses autoimun, keracunan, gangguan peredaran darah
di otak, penyakit degenerative, faktor usia, genetic

Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks parietalis superior

Degenerasi neuron kolinergik

Kesulitan neurofibrilar yang difus Hilangnya serat saraf kolinergik di


korteks serebrum

Terjadi plak senilis kelainan neurotransmiter penurunan sel neuron


kolinergik yang berproyeksi ke
hipokampus dan amigdala

Asetokilin menurun pada otak

DIMENSIA

Perubahan kemampuan Kehilangan kemampuan Tingkah laku


merawat diri sendiri menyelesaikan masalah aneh dan kacau
dan cenderung
mengembara,
Defisit perawatan diri mempunyai
dorongan
melakukan
kekerasan

Perubahan mengawasi keadaan


Konfusi Kronik
kompleks dan berfikir abstrak Risiko Cedera
Emosi, labil, pelupa, apatis
Kerusakan Memori Lost deep memory

Perubahan proses pikir

16
E. Manifestasi Klinis
Menurut Nugroho (2009), Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap
sehingga pasien dengan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya
penyakit.
Gejala klinik dari demensia adalah :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi, pada penderita demensia, lupa
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya : lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

F. Komplikasi
Kushariyadi (2010), menyatakan komplikasi yang sering terjadi pada demensia adalah
:
1. Peningkatan resiko infeksi diseluruh bagian tubuh
a. Ulkus diabetikus
b. Infeksi saluran kencing
c. pneumonia
2. Thromboemboli, infark miokardium
3. Kejang
4. Kontraktur otot
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan perhatian

17
G. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan demensia antara
lain :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
2. Imaging : Computed Tomography (CT-scan) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI)
3. Pemeriksaan EEG
4. Pemeriksaan cairan otak
5. Pemeriksaan genetika
6. Pemeriksaan neuropsikologis

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan dimensia antara lain sebagai berikut :
1) Medis
Farmakoterapi
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan
antikoliesterase seperti : (Denopezil, Rivastigmine, Galantamine,
Memantine)
b. Demensia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti :
(Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif)
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapt diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke
d. Jika hilangnya ingatan disebabkan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram

18
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan obat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone)

2) Keperawatan
1. Terapi Simtomatik
Menurut (Nugroho, 2008), Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan
terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
2. Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu
penderita tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat membantu.
3. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :

19
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
Kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama
d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

I. Pengaruh Proses Menua Terhadap Fungsi Kognitif Lansia


Menua senantiasa disertai dengan perubahan di semua sistem didalam tubuh
manusia. Perubahan di semua sistem di dalam tubuh manusia tersebut salah satu
misalnya terdapat pada sistem saraf. Perubahan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan dari fungsi kerja otak. Penurunan ini terjadi pada usia 30-70
tahun (Fatmah 2010). walaupun tanpa adanya penyakit neurodegeneratif, jelas
terdapat perubahan struktur otak manusia seiring bertambahnya usia. Serta,
perubahan patologis pada serebrovaskular juga berhubungan dengan kemunduran
fungsi kognitif (Kuczynski 2009). Hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh
pada aktivitas sehari-hari (Activities of Daily Living-ADL) sehingga dapat
menurunkan kualitas hidup lansia yang berimplikasi pada kemandirian dalam
melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Nugroho 2008).
Menurut Pratikwo, et al. (2006), memang secara ideal manusia sebaiknya
menjadi tua dan dapat tetap sehat serta dapat mencapai umur 80-90 tahun dan
meninggal dunia dengan cepat tanpa menderita sakit atau ketergantungan yang
lama. Disinilah letak pentingnya kemandirian bagi lansia. Karena di akhir
kehidupan, lansia bukan berarti hanya menunggu datangnya kematian dengan tidak
produktif atau bahkan mengalami ketergantungan. Penting diketahui bahwa

20
walaupun usia semakin bertambah sebaiknya lansia tetap mendapatkan quality of
life yang tetap baik.
Diperkirakan bahwa sepertiga orang dewasa akan mengalami penurunan
fungsi kognitif secara bertahap yang dikenal sebagai gangguan kognitif ringan
seiring dengan bertambahnya usia mereka (Rendah 2004). Dilaporkan bahwa, angka
penurunan fungsi kognitif mencapai 70% (Pisani 2003). Padahal,fungsi kognitif
memegang peranan penting dalam memori dan sebagian besar aktivitas sehari-hari.
Dampaknya, fungsi fisik dan psikis lansia akan terganggu.
Gangguan yang terjadi pada fungsi fisik misalnya yaitu menurunnya fungsi
panca indera, minat dan fungsi organ seksual serta kemampuan motorik. Gangguan
yang terjadi pada fungsi psikis misalnya yaitu lansia menjadi sering mengalami
perasaan rendah diri,bersalah atau merasa tidak berguna lagi, apalagi bila mereka
telahditinggal mati oleh pasangan hidupnya. Kondisi-kondisi seperti ini membuat
mereka menutup diri dengan orang muda ataupun sebayanya sehingga sudah tidak
berminat untuk kontak sosial (Pieter & Lubis 2010).
Seiring dengan berjalannya waktu, lansia akan mengalami penurunan fungsi
kognitif. Fungsi kognitif dimaksudkan untuk menunjukkan kemapuan seseorang,
dalam hal ini lansia, untuk belajar, menerima dan mengelola informasi dari
lingkungan sekitar. Penurunan fungsi kognitif merupakan masalah yang cukup
serius karena dapat mengganggu ADL dan menurunkan tingkat kemandirian.
Namun tingkat kemandirian ini berbeda-beda antara satu lansia dengan lansia
yanglain. Mungkin dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi.
Fungsi kognitif dan kemandirian masing-masing memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhi. Mungkin faktor genetik/riwayat keluarga pada fungsi kognitif
tidak sesuai dengan tingkat kemandirian yang dimiliki oleh seseorang. Begitu pula
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian. Perubahan situasi
dan aturan sosial yang dihadapi setiap orang tentu tidaklah sama. Seseorang
mungkin memiliki perubahan situasi yang membuatnya lebih mampu untuk
mempertahankan kemandiriannya.

21
Pekerjaan, dalam hal ini gaya hidup, dapat pula dimengerti sebagai stres dan
lingkungan juga berhubungan. Faktor pekerjaan dapat mempercepat proses menua,
yaitu pada pekerja keras/over working seperti pada pekerja kasar, petani maupun
buruh (Sidiarto & Kusumoputro 1999). Situasi stres akan menghasilkan reaksi
emosional. Selain reaksi emosional, manusia seringkali menunjukkan penurunan
kognitif yang cukup berat jika berhadapan dengan stresor yang serius. Mereka akan
sulit berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran secara logis sehingga akan
mudah terdistraksi (Hannafort)

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOGNITIF DIMENSIA

A. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Riwayat
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2) Kaji adanya demensia
3) Dengan alat- alat yang sudah distandarisasi, meliputi:
a. Mini Mental Status Exam (MMSE)
b. Short portable Mental Status Questionnarie
4) Singkirkan kemungkinan adanya depresi
5) Dengan alat skrining yang tepat, seperti Geriatric Depression Scale ( Yesavage &
brink, untuk perbandingan gejala delirium, demensia, depresi.
6) Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
7) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung
terhadap:
a. Perilaku.
1. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari?
2. Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara
sosial?
3. Apakah klien sering meneluyur dan mondar mandir?
b. Afek.
1. Apakah klien menunjukkan ansietas?
2. Labilitas emosi?
3. Depresi atau apatis?
4. Iritabilitas?
5. Curiga?

23
6. Tidak berdaya?
7. frustasi?
c. Respon kognitif.
1. Bagaimana tingkat orientasi klien?
2. Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja
atau yang sudah lama terjadi?
8) Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga.
Cara Pengkajian
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia
dengan demensia, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku
pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang
saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika
mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
a. Kurang konsentrasi
b. Kurang kebersihan diri
c. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
d. Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
e. Tremor
f. Kurang kordinasi gerak
g. Aktiftas terbatas
h. Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah
lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil,
datar atau tidak sesuai. Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective
didapatkan melalui wawancara.
a. Data subyektif :
1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.

24
b. Data obyektif :
1. Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan
objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2. Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
3. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan
kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat
atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.

2. Pengkajian Fokus Pada Lansia


a. Barthel Indeks
No Kriteria Dengan bantuan Mandiri
1. Makan 5 10
2. Aktivitas ke toilet 5 10
3. Berpindah dari kursi roda atau sebaliknya, 5-10 15
termasuk duduk di tempat tidur
4. Kebersihan diri mencuci muka menyisir 0 5
rambut dan menggosok gigi
5. Mandiri 0 5
6. Berjalan di permukaan datar 10 25
7. Naik turun tangga 5 10
8. Berpakain 5 10
9. Mengontrol defekasi 5 10
10. Mengontrol berkemih 5 10
Total 100
Penilaian :
0-20 : Ketergantungan
21-61 : Ketergantungan berat atau sangat tergantung
62-90 : Ketergantungan berat
91-99 : Ketergantungan ringan

25
100 : Mandiri
(Sunaryo,dkk. 2016)

b. Pengkajian Posisi dan Keseimbangan (Sullivan Indeks Katz)


No Tes Koordinasi Keterangan Nilai
1. Berdiri dengan postur normal
2. Berdiri dengan postur normal menutup mata
3. Berdiri dengan kaki rapat
4. Berdiri dengan satu kaki
5. Berdiri fleks trunk dan berdiri ke posisi netral
6. Berdiri lateral dan fleks trunk
7. Berjalan tempatkan tumit salah satu kaki di depan jari
kaki yang lain
8. Berjalan sepanjang garis lurus
9. Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
10. Berjalan menyamping
11. Berjalan mundur
12. Berjalan mengikuti lingkaran
13. Berjalan pada tumit
14. Berjalan dengan ujung kaki
Jumlah
Keterangan :
4 : mampu melakukan aktivitas dengan lengkap
3 : mampu melakukan aktivitas dengan sedikit bantuan
2 : mampu melakukan aktivitas dengan bantuan maksimal
1 : tidak mampu melakukan aktivitas
(sunaryo, dkk. 2016)

26
c. Pengkajian Spiritual
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting, yaitu dilakukan
setelah pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual
memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu,
pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan
yang baik dengan pasien. Oleh karena itu, pengkajian sebaiknya dilakukan
setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan pasien, atau
perawat telah merasa nyaman untuk membicarakannya. Pengkajian yang perlu
dilakukan meliputi :
a) Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian ini disusun oleh Stoll (dalam Kozier, 2005) yang
mencakup konsep ketuhanan, sumber kekuatan dan harapan, praktik
agama dan ritual dan hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi
kesehatan
b) Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang
meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data objektif terutama
dilakukan melalui observasi. Pengkajian tersebut meliputi:
1) Afek dan sikap
i. Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis dan preokupasi?
2) Perilaku
j. Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab
suci atau buku keagamaan?
k. Apakah pasien seringkali mengeluh, tidak dapt tidur, bermimpi
buruk, dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta
bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama?

27
3) Verbalisasi
l. Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik
keagamaan lainnya?
m. Apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama?
n. Apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematian?
4) Hubungan interpersonal
o. Siapa pengunjung pasien?
p. Bagaimana pasien berespons terhadap pengunjung?
q. Apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien?
r. Bagaimana pasien berhubungan dengan pasien lain dan juga
dengan perawat?
5) Lingkungan
s. Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah
lainnya?
t. Apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur
keagamaan dan apakah pasien memakai tanda keagamaan
(misalnya memakai jilbab)

d. Pengkajian Mental
1) Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan
intelektual.
Benar Salah No Pertanyaan
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa anak anda?

28
6. Kapan anda lahir?
7. Siapakah Presiden Indonesia saat ini?
8. Siapakah Presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapakah nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru semua secara menurun
Jumlah
Interpretasi
Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 : Fungsi intelektual kerusakan berat

2) Mini-Mental State Exam (MMSE)


Mini-mental state exam (MMSE) digunakan untuk menguji aspek kognitif
dari fungsi mental : orientasi, registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat
kembali, dan bahada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melengkapi dan
menilai, tetapi tidak dapat digunakan, namun berguna untuk mengkaji
kemajuan klien.
No Aspek Nilai Nilai Kriteria
kognitif max klien
1. Orientasi 5 Menyebutkan:
a. Tahun
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
2. Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
a. Negara

29
b. Provinsi
c. Kabupaten
Registrasi 3 Sebutkan 3 nama objek (kursi, meja,
kertas) kemudian ditanyakan kepada klien,
menjawab :
a. Kursi
b. Meja
c. Kertas
3. Perhatian dan 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100,
kalkulasi kemudian dikurangi 7 sampai 5 tingkat
a. 100, 93,....,....,....
4. Mengingat 3 Meminta klien untuk menyebutkan objek
pada point 3
a. Kursi
b. Meja
c. .......
5. Bahasa 9 Menanyakan kepada klien tentang benda
(sambil menunjuk benda tersebut)
a. Jendela
b. Jam dinding
c. ........

Meminta klien untuk mengulang kata


berikut tanpa, jika, dan, atau, tetapi
Klien menjawab ....., dan, atau, tetapi

Meminta klien untuk mengikuti perintah


berikut yang terdiri dari 3 langkah.
Ambil pulpen di tangan anda, ambil kertas,

30
menulis saya mau tidur
a. Ambil pulpen
b. Ambil kertas
c. .........

Perintahkan klien untuk hal berikut (bila


aktivitas sesuai perintah nilai 1 poin) :
tutup mata anda
a. Klien menutup mata

Perintahkan pada klien untuk menulis satu


kalimat dan menyalin gambar (2 buah segi
5)
Total 30
Skor :
24-30 : Normal
17-33 : Probable gangguan kognitif
0-16 : Definitif gangguan kognitif

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis (Domain 5.
Persepsi/kognis, kelas 4 kognisi, 00131)
Batasan Karakteristik :
a. Ketidakmampuan mengingat peristiwa
b. Mudah lupa
c. Ketidakmmapuan mengingat informasi faktual
d. Ketidakmapuanmengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan
2. Konfusi kronik berhubungan dengan dimensia (Domain 5. Persepsi kognisi,
kelas 4 kognisi, 00129)
Batasan karakteristik :

31
a. Gangguan memori jangka panjang
b. Gangguan memori jangka pendek
c. Hambatan fungsi sosial
d. Perubahan kepribadian
e. Gangguan interpretasi
f. Gangguan kognitif kronik
3. Defisit Perawatan Diri (Domain 4, aktivitas/istirahat, kelas 5 perawatan diri)
Batasan Karakteristik :
a. Ketidakmampuan memadupadakan pakaian
b. Hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan
c. Ketidakmampuan menempatakan makanan ke alat makan

32
C. NANDA. NOC, NIC
NO DIAGNOSA NANDA NOC NIC

1 Kerusakan memori Setelah diberikan Manajemen dimensia


berhubungan dengan tindakan keperawatan (6460) :
gangguan neurologis diharapkan dengan - Sertakan anggota
Analisa data : Kriteria Hasil : keluarga dalam
DS : - Memori (0809) : perencanaan,
DO : - 080901 mengingat pemberian dan
- Ketidakmampuan informasi baru saja evaluasi perawatan
mengingat peristiwa terjadi secara sejauh yang
- Mudah lupa akurat diinginan
- Ketidakmampuan (Dipertahankan - Identifikasi pola-pola
mengingat informasi pada skala 3, perilau yang biasanya
faktual Ditingkatkan ke 4) untuk kegiatan
- Ketidakmampuan - 080902 mengingat seperti tidur,
mengingat perilaku informasi yang penggnaan obat,
tertentu yang pernah terbaru secara eliminasi, asupan
dilakukan akurat mkanan dan
Dimensia (Dipertahankan perawatan diri.
pada skala 3, - Monitor fungsi
Kehilangan kemampuan Ditingkatkan ke 4) kognitif,
menyelesaikan masalah - 080903 mengingat menggunakan alat
informasi yang pengkajian yang
Perubahan mengawasi sudah lama secara terstandar
keadaan kompleks dan akurat - Panggil pasien
berfikir abstrak (Dipertahankan dengan jelas, dengan
pada skala 3, nama ketika memulai
Emosi, labil, pelupa, apatis Ditingkatkan ke 4) interaksi, dan
berbicara perlahan
Lose deep memory - Bicara dengan suara

33
jelas, rendah, hangat
Kerusakan memori dan nada
menghormati
- Berikan waktu
istirahat untuk
mencegah kelelahan
dan mengurangi
stress

Latihan memori(4760)
- Diskusikan dengan
pasien atau keluarga
yang mengalami
maslah ingatan
- Stimulasi ingatan
dengan cara
mengulangi
pemikiran pasien
yang terakhir
diekspresikan,
dengan cara yang
tepat
- Kenang embali
pengalaman pasien
dengan cara yang
tepat
- Implementasikan
teknik mengingat
yang tepat, mislanya
visual imagery, alat

34
yang membntu
ingatan, permainan
ingatan, tanda-tanda
ingatan, teknik
asosiasi, membuat
daftar, menggunakan
omputer,
menggunakan papan
nama, atau berlatih
mengulang informasi
- Memonitor perilaku
pasien selama terapi
- Memonitor
perubahan-perubahan
dalam latihan
mengingat
2 Konfusi kronik berhubungan Setelah diberikan Manajemen obat 2380 :
dengan dimensia tindakan keperawatan - Tentukan obat apa
Analisa data : diharapkan dengan yang yang
DS : - Kriteria Hasil : diperlukan dan
DO : Tingkat dimensia (0920) kelola menurut
- Gangguan memori - 092004 kesulitan resep dan /
jangka panjang mengiat nama protocol
- Gangguan memori benda yang lasim - Kaji ulang pasien
jangka pendek di kenal dan atau keluarga
- Hambatan fungsi sosial (Dipertahankan secra berkala
- Perubahan kepribadian pada skala 3, mengenai jenis dan
- Gangguan interpertasi Ditingkatkan ke jumlah obat yang
- Gangguan kognitif 4) dikonsumsi
kronik - 092006 kesulitan - Pertimbangkan

35
mempertahakan pengetahuan pasien
Dimensia percakapan mengenai obat-
(Dipertahankan obatan
Kehilangan kemampuan pada skala 3, - Ajarkan pasien dan
menyelesaikan masalah Ditingkatkan ke / anggota keluarga
4) mengenai metode
Perubahan mengawasi - 092008 kesulitan pemberian obat
keadaan kompleks dan memproses yang sesuai.
berfikir abstrak informasi - Memberikan
(Dipertahankan pasien dan anggota
Emosi, labil, pelupa, apatis pada skala 3, keluarga mengenai
Ditingkatkan ke informasi tertulis
Lose deep memory 4) dan visual untuk
Kognisi 0900 : meningkatakan
Konfusi kronik - 09005 oerientasi pemahaman diri
kognisi mengenai
(Dipertahankan pemberian obat
pada skala 3, yang tepat
Ditingkatkan ke Stimulsi kognisi (4720) :
4) - Konsultasiakan
- 090006 memori dengan keluarga
langsung daam ranga
(Dipertahankan membangun dasar
pada skala 3, kognisi klien
Ditingkatkan ke - Sediakan kalender
4) - Rangsang memori
- 090008 memori dengan mengulang
masa lalu pemikiran terakhir
(Dipertahankan klien
pada skala 3, - Orientasikan kline

36
Ditingkatkan ke terhadap waktu
4) tempat dan orang
- 090009 - Berbicara pada
memproses klien
informasi - Gunakan sentuhan
(Dipertahankan yang bertujuan jika
pada skala 3, diperukan
Ditingkatkan ke - Minta klien
4) mengulang
informasi
3 Defisit Perawatan Diri Perawatan diri : Bantuan perawatan diri :
Analisa data : berpakaian 0302: berpakaian/berdandan
DS : - - 030201 memilih 1802
DO : pakaian - Letakkan pakaian
- Ketidakmampuan (Dipertahankan kotor ketempat
memadupadakan pada skala 3, pencucian
pakaian Ditingkatkan ke - Sediakan pakaian
- Hambatan 4) pribadi dengan
mempertahankan - 030206 tepat
penampialan yang mengancingkan Bentuan perawatan diri :
memuaskan baju pemberian makan 1803
- Ketidakmampuan (Dipertahankan - Makanan disajikan
menenmpatkan alat pada skala 3, dengan tepat dalam
makan Ditingkatkan ke nampan, sesuai
4) kebutuhan
Demensia Defisit (mislanya daging
perawatan diri : yang sudah
Perubahan kemampuan makan 0303 dipotong dan telur
merawat diri sendiri - 030304 menaruh yang sudah
makanan pada dikukus)

37
Defisit perawatan diri alat makanan - Berikan alat-alat
(Dipertahankan yang memfasilitasi
pada skala 3, pasien untuk
Ditingkatkan ke makan sendiri
4) sesuai kebutuhan
- 030301 Manajemen demensia :
menyiapkan memandikan 6462
makanan yang - Gunakan
akan disantap pendekatan yang
Defisit perawat fleksibel dengan
diri : mandi 0301 menyediakan
- 030102 pilihan dan kontrol
mengambil alat atas waktu dan
atau bahan jenis aktivitas
mandi mandi (pancuran
(Dipertahankan mandi, mandi di
pada skala 3, bak berendam atau
Ditingkatkan ke spons mandi)
4) - Bimbing untuk
- 030106 mandi secara
mengatur aliran perlahan-lahan
air dengan terebih
(Dipertahankan dahulu
pada skala 3, membiarkan
Ditingkatkan ke tetesan air di
4) tangan

38
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian pada diri
seseorang.

B. Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan
diagnosisnya membutuhkan ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan harus diingat penatalaksanaan pada pasien demensia
bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang juga mencakup psikososial dan
Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD).

39
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta:
FKUI
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta: EGC
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba medika
Nugroho, Wahjudi.2008. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC
Seryl Yohana Tumipa, Hendro Bidjuni, Jill Lolong.2017. Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Kejadian Demensia Pada Lansia Di Desa Tumpaan Baru
Kecamatan Tumpaan Amurang Minahasa Selatan. e-Journal Keperawatan
(e-Kp) Volume 5 Nomor 1.

40

Anda mungkin juga menyukai