Dosen Pembimbing :
Rr Dian Tristiana, S.Kep.Ns.M.Kep.
Disusun Oleh :
1. Asroful Hulam Z. (131711133109)
2. Meilinda Galih S. (131711133112)
3. I’zzatul Istiqomah (131711133125)
4. Qoulam Mir Robbir R. (131711133126)
5. Nadiya Sahara Annisa (131711133145)
6. Merry Noviyanti (131711133146)
7. Yuni Rengen (131711133163)
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya
saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Maternitas ini dengan membahas
Simulasi Tentang Pengambilan Keputusan dan Advokasi Pasien pada Kasus
Anemia dalam bentuk makalah. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas SGD
yang diberikan oleh Ibu dosen sebagai bahan pertimbangan nilai.
Penyusun
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3
2.1 Dasar Teori Demensia........................................................................................3
2.2 Konsep Gangguan Kognitif pada Lansia..........................................................20
2.3 Asuhan Keperawatan Secara Umum................................................................21
BAB III KASUS..............................................................................................................34
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................35
4.1 Pengkajian........................................................................................................35
4.2 Analisa Data.....................................................................................................37
4.3 Diagnosa...........................................................................................................39
4.4 Intervensi..........................................................................................................40
BAB V.............................................................................................................................46
PENUTUP.......................................................................................................................46
5.1 Kesimpulan......................................................................................................46
5.2 Saran................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................47
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik dan hidup secara terhormat
harus diiringi dengan langkah para penentu kebijakan dalam mengembangkan
pelayanan terintegrasi untuk usia lanjut. Hal itu dapat dilakukan dengan
mendirikan tempat rawat jalan terpadu dan perawatan kasus akut geriatri di
rumah sakit di seluruh Indonesia. Program lainnya adalah nutrisi usia lanjut,
tempat istirahat sementara, layanan psiko-geriatri dan dementia care,
dukungan care giver, pencegahan penyakit kronis dan konseling, digitalisasi
CGA, serta menyiapkan moda transportasi yang sesuai.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian konsep psikogeriatri secara umum.
2. Mengetahui pengertian konsep teori gangguan jiwa pada lansia khususnya
demensia dan depresi.
3. Mengetahui ruang lingkup asuhan keperawatan jiwa dalam penyakit
demensia dan depresi pada lansia .
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang
timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas
disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi,
kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada
demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai
dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi. Demensia
ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun)
karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan
kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif
seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual.
Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. (Roan
Witjaksana, 2008).
Demensia adalah sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat
kronik/progresif serta terdapat gangguan antara lain: daya ingat, daya
fikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, kemampuan menilai, kesadaran tidak berkabut, biasanya
disertai gangguan fungsi kognitif, dan ada kalanya diawali oleh
kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial
atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder
mengenai otak.
2.1.2. Klasifikasi
a. Demensia pada Alzheimer
Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan
pada sekitar 50 % kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan
penyakit degeneratif primer pada otak tanpa penyebab yang pasti.
Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini) dengan
perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di
atas 65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih
lambat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang
menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron
4
hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar
neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal. Gejala
yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
1) Amnesia
Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali
informasi baru yang didapat sebelumnya.
2) Agnosia
Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi
sensorisnya masih baik.
3) Aphasia
Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan
mengutarakan kata – kata yang akan diucapkan.
4) Apraxia
b. Demensia Vaskular
5
c. Demensia pada Penyakit Lain
1) Demensia pada penyakit Pick
2) Demensia pada penyakit Huntington
3) Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
4) Demensia pada penyakit Parkinson
5) Demensia pada penyakit HIV-AIDS
6) Demensia pada alkoholisme.
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak
dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vaskular (pembuluh
darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh
persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada
otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penyebab demensia menurut
Nugraha (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar:
6
- Khorea Huntington
- Penyakit jacob-creutzfeld
- Dll.
- Hidrosefalus komunikans
7
penyakit alzheimer, tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin
sering dan nyata, perlu dipertimbangkan kemungkinan penyakit
alzheimer (Nugroho, 2008).
2.1.5. Patopsikologi
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa
tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri
8
maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang
bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan
dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati,
tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada
demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau
ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada
fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi
nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi
berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap
penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat
tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada
stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat “cangkang
kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalamim disorientasi,
inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh
karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada
demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat
juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang
reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus
tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan
penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya
terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia
yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma
kepala).
9
2.1.6. Web of Causation (WOC)
10
2.1.7. Manifestasi Klinis
Penyakit demensia Alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat
berlangsung dalam tiga stadium yaitu stadium awal, stadium menengah,
dan stadium lanjut.
a. Stadium Awal atau Demensia Ringan
11
Ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif total, tidak
mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal), sukar
memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di
sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami inkontinensia
(berkemih atau defekasi), menunjukkan perilaku tidak wajar di
masyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau tempat tidur.
12
kawan-kawan mengatakan bahwa penambahan vitamin E dosis kecil
secara rutin dapat memeperlambat penurunan fungsi kognitif.
Untuk memperbaiki memori, ada beberapa obat yang bertujuan
memperkuat fungsi asetilkolin di susunan saraf pusat. Obat dari
golongan ini diharapkan menstimulir reseptor nikotinik untuk
menambah pelepasan neurotransmiter seperti asetilkolin dan
glutamat. Biasanya pemakaian obat ini dilakukan jangka panjang.
Obat-obatan yang termasuk golongan cholinesterse inhibitors yang
telah terbukti bermanfaat secara klinis untuk demensia antara lain:
- Reversible inhibitor: donezepil, galantamin
- Pseudoreversible inhibitors: rivastigmin
- Irreversible inhibitors: metrifonat
13
Pada mulanya, terapi perilaku dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip penyesuaian dan teori pembelajaran dengan
menggunakan strategi yang ditujukan untuk menekan atau
bahkan menghilangkan gangguan perilaku. Terapis akan sering
menggunakan grafik atau catatan harian untuk mengmpulkan
informasi mengenai manifestasi suatu bentuk gangguan
perilaku dan rangkaian peristiwa yang menyebabkannya.
Intervensi terapi kemudian dilaksanakan berdasarkan temuan
ini. Mengajarkan kembali cara untuk defekasi/meksi,
mengulang ritual tidur saat penderita menderita sulit tidur dan
lain-lain.
14
d) Terapi Ingatan/Kenangan (Reminiscence Therapy)
Terapi ingatan/kenangan bertujuan selain untuk
memperbaiki daya ingat, juga untuk menimbulkan rasa senang
saat mereka mengingat berbagai kenangan hidup mereka,
seperti saat menikah, melhirkan, liburan keluarga, dan lain-
lain. Terkadang dilakukan bersama-sama dengan terapi
alternatif, misalnya sambil menggambar / melukis dan
mendengarkan musik.
15
menunjukkan bahwa aktifitas fisik membantu meningkatkan
rasa percaya diri, memperbaiki kesehatan mental, pola tidur,
dan mood.
16
3) Psikoterapi Ringkas (Brief Psychotherapies)
a) Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
4) Stimulasi
Menciptakan jalur saraf yang baru merupakan salah satu
cara yang dipercaya mampu memperlambat efek dari demensia.
Ada begitu banyak stimulasi kreatif, seperti mempelajari
ketrampilan yang baru, melakukan hobi atau hal-hal yang baru
serta eksplorasi intelektual lainnya. Hal seperti ini nantinya akan
membuat jalur saraf baru dan akan ikut menunjang jaringan
kognitif orang-orang yang mengidap demensia.
5) Training
Dengan menggunaka MTA Memory Training Apps yang
merupakan aplikasi untuk membantu dalam mengolah otak agar
17
selalu aktif dan menyegarkan gejala demensia dini. Bebeberapa
hal yang dilakukan dalam pelatihan otak:
a. Tinggikan Latihan Otak
b. Aplikasi yang Cerdas
c. Fit Brains Trainer
d. Lumosity Brain Training
e. Permanan yang menggunakan memori sebagai latihan otak
6) Rehabilitasi
Prosentase untuk prevalensi orang yang mengalami
dimensia semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu
diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif maupun
kuratif. Baik bagi mereka tanpa masalah maupun yang sudah
bermasalah sesuai dengan yang sudah dibahas di atas.
Hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada
pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif maupun
kuratif. Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan
rekreasi terapeutik. Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan
dan mempertahankan kebutuhan psikososial lansia serta bertujuan
meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi,
mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
7) Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap masalah
perilaku orang dengan demensia (ODD). Kebanyakan ODD di
Indonesia masih dirawat di rumah bersama keluarga, namun
kemungkinan perawatan di institusi terjadi seiring perkembangan
penyakit dan perubahan struktur sosial dan keluarga. Menata
lingkungan fisik sekitar ODD sangatlah penting. Modifikasi
lingkungan, seperti modifikasi jalan keluar sebagai pembatas
subjektif telah digunakan untuk mengurangi masalah perilaku
ODD. Hal ini termasuk penggunaan cermin, penanda/garis-garis
di lantai dan kamuflase pintu. Metode ini aman, tidak mahal,
efektif, alternatif dari pengobatan obat atau pembatasan pada
18
pengananan masalah wandering ODD. The NICE Guidelines
berdasarkan 4 studi deskriptif, mengkombinasikan perangkat
adaptif dengan edukasi pengasuhdan modifikasi lingkungan
dilaporkan meningkatkan kemandirian ODD dan hal ini
mengurangi stress pengasuh. Saat memodifikasi lingkungan harus
disesuaikan dengan kebutuhan yang tergantung pada riwayat
personal, kultur, agama, dan derajat gangguan. 7 The SIGN
guidelines melakukan analisis pada beberapa tulisan dan
menyimpulkan perubahan pada lingkungan dapat memberikan 80
dampak posistif pada masalah perilaku ODD.
8) Perawatan dirumah
Perawatan di rumah umumnya dilakukan oleh pihak
keluarga maka dari itu intervensi dan edukasi untuk keluarga atau
pengasuh sangatlah penting demi terlaksananya perawatan di
rumah yang baik bagi penderita demensia. Intervensi psikososial
penting untuk ODD maupun pendampingnya. Pendamping pada
umumnya akan menghadapi berbagai konsekuensi akibat
perawatan jangka panjang, sehingga pendamping harus diberikan
dukungan pengetahuan, ketrampilan, dan psikososial. Intervensi
pengasuh dapat meliputi berbagai bentuk dan umumnya meliputi :
1. Konseling individu dan keluarga
2. Intervensi yang bisa dilakukan di rumah
3. Caregiver support group
4. Intervensi berbasis teknologi
5. Respite care
6. Pelatihan ketrampilan dan psikoedukasi untuk pendamping.
Perawatan ODD dilakukan secara holistik melalui
intervensi multikomponen dan sesuai kebutuhan spesifik masing-
masing pengasuh.
2.1.10. Pemeriksaan Penunjang
a. GPCOG
19
Penilaian Praktisi Umum Kognisi (GPCOG) (Brodaty et al.
2002) dirancang untuk digunakan dalam perawatan primer dan
mencakup sembilan item kognitif pasien langsung, dan enam
pertanyaan informan yang menilai perubahan selama beberapa tahun.
Secara total, dibutuhkan sekitar 6 menit. Ini memiliki kinerja yang
kuat pada sensitivitas dan spesifisitas dibandingkan MMSE dalam
mendeteksi demensia pada populasi perawatan primer yang khas
(Ismail et al. 2009).
b. AMTS
c. MMSE
20
digunakan untuk menunjukkan penurunan kognitif yang signifikan. Ini
banyak diterjemahkan dan digunakan. Versistandar (Molloy et al.
1991) meningkatkan keandalannya, dan mungkin yang paling penting
untuk pengaturan penelitian. MMSE sayangnya terkadang disalah
pahami sebagai tes diagnostik, padahal sebenarnya tes skrining
dengan sensitivitas yang relatif rendah. Ini memiliki efek lantai dan
langit-langit dan sensitivitas yang terbatas terhadap perubahan. Ini
secara teori harus membatasi penggunaannya yang lebih luas dalam
mendeteksi perubahan dalam pekerjaan klinis dan dalam penelitian,
walaupun dalam konteks ini masih banyak digunakan, dan bahkan
dianjurkan (NICE, 2006).
{Instrumen dilampirkan}
d. GDS
e. MOCA
Montreal Cognitive Assesment (MoCA) yang merupakan alat
ukur untuk mengetahui adanya gangguan kognitif seperti menelusuri
21
jejak secara bergantian, kemampuan visuokonstruksional, kemampuan
penanaman, daya ingat, perhatian, pengulangan kata, kelancaran
bahasa, kemampuan abstrak, memori tertunda, dan kemampuan
orientasi.
22
atau demensia adalah 1% pada usia 75 tahun dan meningkat menjadi
10% pada usia di atas 85 tahun. Sementara populasi saat ini
menunjukkan 5-7% dari penduduk di atas 65 tahun menderita
kepikunan atau demensia. Di Indonesia jumlah lansia di tahun 2000
mencapai 15,3 juta (7,4%) dan pada tahun 2005-2010 diperkirakan
meningkat menjadi 19 juta (8,5%) (Lumbantobing, 1995).
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60
persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering
dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s disease)
(Sadock, 2007).
2) Keluhan Utama
3) Pemeriksaan Fisik
23
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia.
Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan
yang menurun dan tidak mau makan.
4) Psikososial
a. Genogram
b. Konsep Diri
- Gambaran Diri
Stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri
karena proses patologik penyakit.
- Identitas
Bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
- Peran
Transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian
antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu
dimana individu tidak tahu dengan jelas perannya, serta peran
berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan
sumber yang cukup
- Ideal Diri
Keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
- Harga Diri
c. Hubungan Sosial
24
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep
diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususunya dengan orang
yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak
sehat maka individu dalam kekosongan internal.
d. Spiritual
e. Status Mental
1) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merwat
dirinya sendiri
2) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren
3) Aktivitas motorik, perubahan motorik dapat dimanifestasikan
adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif,
manerisme, otomatis, steriotipi
4) Alam perasaan, klien nampak ketakutan dan putus asa
5) Afek dan emosi, perubahan afek terjadi karena klien berusaha
membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung
mengalami perasaan tersebut dapat menimbulkan ansietas.
Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan
klien untuk melindungi dirinya, karena afek yang telah
berubah memampukan klien mengingkari dampak emosional
yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon
emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena
datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul datar, tidak sesuai, berlebihan, dan ambivalen.
25
6) Interaksi selama wanwancara, sikap klien terhadap pemeriksa
kurang kooperatif, kontak mata kurang
7) Persepsi, persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman
emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat
terjadi pada panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang, dan berat atau berkepanjangan.
Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
f. Proses Berpikir
g. Tingkat Kesadaran
h. Memori
1) Gangguan daya ingat jangka panjang: tidak dapat meningat
kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan.
2) Gangguan daya ingat jangka pendek: tidak dapat mengingat
kajadian yang terjadi dalam minggu terakhir.
26
3) Gangguan daya ingat sekarang: tidak dapat mengingat
kaejadian yang baru saja terjadi.
i. Tingkat Konsentrasi
j. Kemampuan Penilaian
l. Mekanisme Koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme.
Ketidakmampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor
27
penyebab primer terbentuknya pola tingkah laku patologis.
Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata
yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
28
2.2.2. Analisa Data
DO :
1. Klien tampak pucat Klien sering mengeluh
Nyeri kronis
2. DS : Faktor usia lanjut pada klien Ketidakseimbangan nutrisi
- Klien mengeluh tidak kurang dari kebutuhan
nafsu makan Perubahan anatomi dan tubuh
DO :
1. Klien terlihat lesu Klien mengalami demensia
29
Asupan makan klien berkurang
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
3. DS : Klien mengalami demensia Konfusi kronik
1. Klien sering lupa
2. Sulit berkonsntrasi Kerusakan system saraf
3. Penurunan
kemampuan dalam Klien sulit berkonsentrasi dan
mengenali benda sering lupa
disekitar
Klien sulit dalam mengenali
DO : benda sekitar
1. Klien menjawab
pertanyaan tidak Konfusi kronik
sesuai topik
2. Diajak berkomunikasi
tidak nyambung
2.2.3 Diagnosa
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 4. Kenyamanan Fisik
Kode 00133
30
Kode 00002
31
pengalaman nyeri terhadap pada sistem tubuh yang
kualitas hidup pasien lainnya, sehingga dapat
(misalnya tidur, nafsu makan, memperburuk kondisi dan
performa kerja). kualitas hidup klien
6. Mengenali faktor penyebab Klien perlu dimandirikan
nyeri dan tindakan untuk dalam hal pengobatan
mencegah nyeri nyeri agar dapat mengatasi
7. Evaluasi bersama pasien dan rasa nyeri sendiri
tim kesehatan lainnya, Segala sesuatu yang
mengenai efektivitas dilakukan oleh tenaga
tindakan pengontrolan nyeri kesehatan perlu evaluasi
yang pernah dilakukan untuk menentukan apakah
sebelumnya. tindakan perlu diteruskan
8. Instruksikan pasien untuk atau dihentikan.
menginformasikan pada Penanganan yang tepat
perawat jika pengurang nyeri oleh tenaga kesehatan
kurang tercapai dapat mengurangi nyeri
pada klien secara cepat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan
makan
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makan
Kode 00002
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi :
keperawatan selama 3x24 jam, Nutrisi yang masuk
pasienmenunjukkan status gizi 1. Tentukan jumlah kalori kedalam tubuh harus
baik dengan kriteria hasil: dan jenis nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan
- Manajemen nutrisi: intake dibutuhkan untuk tubuh agar tidak
nutrisi makanan dan cairan memenuhi persyaratan gizi menimbulkan
seimbang.
32
- Status nutrisi: tidak ada (Kolaborasi dengan ahli komplikasi lebih jauh
tanda-tanda malnutrisi. gizi). Klien tidak mengetahui
- Kontrol berat badan dalam 2. Anjurkan dan berikan diet yang tepat untuknya
rentang normal. informasi pada pasien berdasarkan
- Adanya peningkatan nafsu terkait dengan kebutuhan perkembangan dan
makan. makanan tertentu usianya
- Frekuensi mual dapat berdasarkan perkembangan Serat dapat mencegah
berkurang. atau usia. konstipasi
3. Yakinkan diet yang Jumlah nutrisi yang masuk
dimakan mengandung ke tubuh selama
tinggi serat untuk perawatan harus sesuai
mencegah konstipasi. dengan fluktuasi jumlah
4. Monitor jumlah nutrisi dan nutrisi tubuh
kandungan kalori Kemampuan pasien dalam
5. Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi
untuk mendapatkan nutrisi terkait dengan bentuk
yang dibutuhkan asupan nutrisi yang akan
diberikan kepada pasien
Merupakan indikator
Status Nutrisi : utama dalam pemberian
bentuk dan jumlah nutrisi
33
selama makan untuk relaks dalam makan
5. Kaji adanya alergi Alergi dapat memperparah
makanan keadaan klien dengan
6. Monitor mual klien menimbulkan komplikasi
Klien yang mengalami
mual biasanya akan
kembali memuntahkan
makanannya sehingga
tindakan yang diberikan
tidak akan memberikan
tujuan apapun
34
mengatasi anggapan rendah dan berbicara dan untuk menunjukkan sifat
diri yang negatif dengan perlahan pada klien care dari perawat itu sendiri
- Mampu mengenali 6. Gunakan kata-kata pendek, Memanggil klien dengan
tingkah laku dan kalimat, dan instruksi namanya merupakan salah satu
faktor penyebab. sederhana (tahap demi cara membina hubungan saling
tahap) percaya antara klien-perawat
7. Ciptakan aktivitas dan untuk menunjukkan sifat
sederhana, bermanfaat, dan care dari perawat itu sendiri
tidak bersifat kompetitif Menjaga perasaan klien,
sesuai kemampuan klien sehingga klien tidak merasa
8. Evaluasi pola tidur sedang dibentak atau digurui
Kolaborasi Kata yang pendek dapat
Berikan obat sesuai indikasi: mengurangi risiko klien
mengalami kebingungan
2.2.5. Evaluasi
1. MK : Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
35
O : Klien udah tidak memperlihatkan rasa nyeri
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi dan lanjutkan observasi
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi dan lanjutkan observasi
36
BAB III
KASUS
Kasus
Tn. B usia 79 tahun, tinggal di panti werdha budi luhur sejak 2 tahun yang
lalu, Saat ini kondisi fisik Tn.B mengalami gangguan memori dan orientasi. Tn. B
sering lupa dengan sesuatu yang telah dilakukannya seperti lupa arah jalan pulang
apabila sedang bepergian, sulit mandi, berpakaian, dan toileting. Sebelumnya
klien sudah pernah dibawa berobat ke PKM dan di diagnosa oleh dokter bahwa
Tn. D menderita demensia yang merupakan bagian normal dari proses penuaan.
Saat pengkajian di dapatkan bahwa TD : 140/80 MmHg, S : 37 oC, RR : 24
x/menit, N : 75x/menit. Nafsu makan klien menurun, fungsi mengunyah kurang
37
baik. Jumlah minum klien 1000cc/hari dengan air mineral. Perawat mengatakan
kekuatan otot klien menurun sehingga klien berjalan dengan lambat dan
menggunakan tongkat. Dari pemeriksaan lab didapatkan hasil Hb :9 gr/dl, leukosit
: 12000mm3, trombosit 340.000/mm3, dan pemeriksaan MMSE : klien mengalami
demensia berat dengan rentang normal 0-15 berat.
38
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Tn.B
b. Jenis Kelamin : Laki - laki
c. Umur : 79 Tahun
d. Status : Menikah
e. Agama : Islam
f. Suku/Bangsa : Indonesia
g. Pekerjaan : Wiraswasta
h. Alamat : Jambi
i. Tanggal Pengkajian : 20 September 2016
2. Riwayat Kesehatan
39
4) Riwayat psikologi : Klien menerima keadaannya walaupun suasana
hati klien merasa sedih, klien tampak sering tersinggung dan mudah
marah. Konsep diri klien menurun karena faktor usia dan proses
penuaan. Orientasi klien kurang baik karena kosentrasi yang menurun
sehingga klien mengalami penurunan daya ingat dengan nilai 11 yang
menyebabkan klien sulit aktivitas dan defisit perawatan diri. Memori
klien pendek karena sering kali lupa jalan pulang bila sedang
bepergian, sulit untuk mandi, berpakaian dan toileting.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-Tanda Vital :
‐ TD : 140/80 mmHg
‐ Suhu : 37oC
‐ Nadi : 75x/menit
‐ RR : 24x/menit
c. Sistem Pernafasan
40
Tidak ada kelainan pada sistem pernafasan
d. Sistem Kardiovaskuler
e. Sistem Pencernaan
f. Sistem Neurologi
Sistem Penciuman klien terganggu N.I (olfaktorius), Penglihatan klien
terganggu N.II (optikus), refleks menelan klien terganggu N.V
(trigeminus), dan pengecap klien terganggu N.XII (hipoglosus)
sedangkan untuk pendengaran klien masih normal N.VII (koklearis).
5. Kebutuhan klien sehari-hari : klien hanya makan kurang dari satu porsi
dan nafsu makan klien menurun, karena fungsi mengunyah yang kurang
baik sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Aktivitas klien juga
terganggu karena mengalami kaku sendi, klien pun berjalan
menggunakan alat bantu tongkat
41
mengatakan Tn.B Kematian sel otak
sering
tersinggung dan Gangguan kognitif
mudah marah
2. Klien sering lupa Kerusakan memori
DO :
1. Klien tampak
mengalami
gangguan memori
dan orientasi
2. Klien tampak
bingung
3. Pemeriksaan
MMSE : nilai 11
(berat)
2. DS : Demensia Isolasi sosial
Petugas panti
mengatakan klien Demensia alzeimer
tidak mau keluar
dari kamarnya Kematian sel otak
DO : Gangguan kognitif
menyendiri di
kamar Perubahan persepsi, transmisi dan
42
diajak Gangguan konsep diri
komunikasi
3. Klien tidak Isolasi social: menarik diri
melakukan
kontak mata
3. DS : Demensia
mengatakan klien
mengalami Kelemahan anggota gerak
kelemahan otot
dan sering Resiko cedera
mengalami kaku
sendi
DO : Risiko Cedera
1. Klien terlihat
berjalan berhati-
hati dan
menggunakan
bantuan alat yaitu
tongkat
2. Klien tampak
sering mengalami
kaku sendi
4.3 Diagnosa
1. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan kognitif
43
Domain 5. Persepsi/Kognisi
Kelas 4. Kognisi
Kode 00131
Kode 00053
4.4 Intervensi
Diagnosa NOC NIC
[4720] Stimulasi Kognisi
44
sikap
4. Mengidentifikasikan hari
dengan benar 4. Gunakan alat bantu
5. Mengindetifikasikan memori: ceklis, jadwal, dan
peristiwa saat ini yang catatan peringatan
signifikan R : Membantu klien dalam
menjalani aktivitas sehari-
hari dan menghindari
kelupaan
5. Berikan informasi
perbagian bagian kecil yang
konkrit
R : Membantu klien secara
perlahan untuk melatih
pikirannya untuk mengingat
R : Membantu memastikan
bahwa klien sudah
memahami informasi
45
[6460] Manajemen Demensia
1. Sertakan anggota keluarga
dalam perencanaan,
pemberian dan evaluasi
perawatan sejauh yang
diinginkan
R : Membantu memberikan
pengetahuan dan dukungan
kepada klien
3. Berikan isyarat/petunjuk
seperti peristiwa saat ini,
musim, lokasi, dan nama-
nama untuk membantu
orientasi
R : Membantu klien untuk
mengenalkan kejadian-
kejadian secara mendasar
46
kognitif dan minat klien.
R : Membantu klien
1. Klien dapat menemukan memenuhi perawatan diri
jalan yang telah dilewati dan ADL
Definisi : (4)
2. Imobilitas klien berkurang 2. Berikan aktivitas yang
(4) memenuhi komponen
Kesendirian yang dialami
3. Klien tidak menarik diri memori dan emosi
oleh individu dan dianggap
secara sosial (4)
timbul karena orang lain dan
sebagai suatu pernyataan R : Membantu
negatif atau mengancam mengembalikan memori
yang rusak
[1503] Keterlibatan Sosial
47
tetangga (4) klien sehingga klien
termotivasi dan tidak
menarik diri
R : Membantu mengetahui
permasalahan klien
[5100] Peningkatan
Sosialisasi
R : Membantu
menumbuhkan rasa percaya
klien dan dapat berinteraksi
baik dengan sesama
R : Membantu
48
meningkatkan harga diri
klien sehingga klien
termotivasi dan tidak
menarik diri
R : Membantu mengetahui
permasalahan klien
49
2. Kestabilan pergerakan oleh klien
tidak terganggu
3. Keseimbangan pergerakan 3. Sediakan lingkungan fisik
tidak terganggu dan rutinitas sehari-hari
yang konsisten
R : Membantu membina
hubungan saling percaya
pada klien
R : Membantu memberikan
kenyamanan pada klien
50
2. Bantu pasien untuk
menggunakan alas kaki
yang memfasilitasi pasien
untuk berjalan dan
mencegah cedera
R : Membantu menghindari
resiko cedera
R : Membantu menghindari
risiko jatuh
R : Membantu
memudahkan klien untuk
menjangkau saklar tempat
tidur
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual dan daya ingat
secara perlahan-lahan akibat menurunnya fungsi bagian luar jaringan otak,
sehingga memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari seperti menurunnya
kemampuan dalam berkomunikasi dan berbahasa, serta dalam pengendalian
emosi. Klasifikasi demensia berdasarkan DSM-IV-TR yakni Demensia tipe
Alzheimer dan Demensia tipe Vaskular. dimensia adalah penyakit akut atau
kronis, faktor hormonal dan nutrisi, kehilangan penglihatan dan pendengaran,
obat-obatan antipsikotik, antihistamin, antidepresan, dan antiparkinson.
Manifestasi klinis dari demensia adalah agitasi, gangguan kesadaran dan
52
pemahaman, pikiran yang kacau dan percakapan yang melantur, gangguan
siklus tidur-bangun, perubahan psikomotor, afasia, apraksia, agnosia,
konfabulasi, reaksi katastrofik, perseveration phenomenon, hiperoralitas,
kehilangan memori, berkurangnya kemampuan berkonsentrasi, sulit
mengambil keputusan, dan penilaian buru. Intervensi keperawanan dalam
menangani kasus dimensia dilakukan pengkajian, analisa data dan evaluasi
hasil dari asuhan keperawanan yang dilakukan.
5.2 Saran
a. Bagi Perawat
Perawat sebagai care giver diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada balita dan keluarga dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai mahasiswa diharapkan dapat memberikan edukasi kepada
masyarakat terutama kelompok lansia yang memiliki gangguan demensia
sesuai dengan teori yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
53
Fauci, A. S., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J. L.
2005.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba medika
Lumbantobing, S. M. 1995 . Demensia, Symposium Geriatric, Jakarta
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes.
Elsevier Health Sciences
54