Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

1. Sri Wahyuni Badjuka


2. Murtin Ismail
3. Moh. Riyan K. Tangahu
4. Londrawati L. Ibrahim

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


kepada Allah SWT. Karena dengan izin dan kuasa-Nyalah makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Imun: Stevens-Johnson yaitu mengenai konsep dasar, patofisiologi beserta
asuhan keperawatan mengenai gangguan pada sistem imun pada penyakit
Sindrom Stevens-Johnson.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik kami yang telah
menyusun tugas ini, dan bermanfaat pula kepada pembaca makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menemukan kesulitan, akan
tetapi dengan adanya ketekunan dan kesabaran akhirnya tugas ini dapat penulis
selesaikan.

Gorontalo, 1 April 2014

Kelompok 6

DAFTAR ISI

Namelist Of Group 6.....................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I EPIDEMIOLOGI...............................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................

A. Konsep Medis Sindrom Stevens-Johnson ..........................................

B. Asuhan Keperawatan Sindrom Stevens-Johnson ................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

16

BAB I
EPIDEMIOLOGI
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter,
Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter
tersebut

tidak

dapat

menentukan

penyebabnya.

(http://spiritia.or.id/li/pdf/LI562.pdf: 2013)
Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini, diantaranya eritema
multiforme mayor, namun yang lajim ialah sindrom stevens-johnson (SSJ). Juga
ada varian yang lebih parah lagi, yang disebut sebagai nekrolisis epidermal toksik
(toxic epidermal necrolysis/TEN).
Karena kesamaan dalam temuan klinis dan histopatologis, etiologi obat,
dan mekanisme terjadinya penyakit, SSJ dan NET mewakili keparahan varian dari
proses identik yang berbeda hanya dalam persentasi luas permukaan tubuh yang
terlibat, maka kedua penyakit dikelompokkan sebagai nekrolisis epidermal (NE).
Nekrolisis epidermal diklasifikasi dalam 3 kelompok berdasarkan luas permukaan
tubuh total di mana epidermis mengalami epidermolisis, yaitu SSJ (luas
permukaan tubuh yang terkena <10%), SSJ/NET overlap (10-30%), dan NET
(>30%).1
Insiden keseluruhan SSJ diperkirakan 1-6 kasus/juta/tahun1, dapat
mengenai semua ras.2 Rasio laki-laki/perempuan ialah 2:1.3 Angka kematian SSJ
521% dan TEN >30%.1 Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian sehingga perlu penanganan cepat dan tepat/optimal.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis Sindrom Stevens-Johnson
1. Definisi
Berikut ini beberapa pendapat mengenai definisi Sindrom StevensJohnson.
Menurut Kamus Dorland, 2010, Sindrom Stevens-Johnson adalah sindrom
yang dulunya diduga sebagai bentuk eritema multiforme yang berat. Gejalagejala respirasi prodromal mendahului lesi-lesi mukokutan yang khas dan
gejala-gejala lain. Pada area kulit yang luas dan membran mukosa oronasal,
genital dan kolon timbul makula dan menjadi nekrotik; krusta hemoragik
tampak pada bibir. Lesi pada mata dapat mencakup konjungtivitis, iritis,
keratitis, dan perforasi serta kekeruhan kornea, yang menyebabkan kebutaan.
Paru,gastrointestinal, jantung, dan dan ginjal juga dapat terlibat, seringkali
berakibat fatal.
Menurut Adhi Djuanda, tahun 2009, Sindrom Stevens-Johnson (SSJ)
merupakan sindrom yang mengenai kulit selaput lendir di orifisium, dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksis (NET)
ialah reaksi mukokutan akut yang ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan
epidermis luas, dan dapat menyebabkan kematian. (Valeyrie-Allanore L,
Roujeau J-C. 2008. Dalam Jurnal M. Athuf Thaha, 2009)
2. Penyebab
Penyebabnya tidak selalu mudah untuk dipahami, tetapi lebih dari separuh
kasus diyakini disebabkan oleh obat-obatan. Sebagian kecil karena Human
Immunodeficiency Virus infeksi, vaksinasi, penyakit graft-versus-host,
Systemic

Lupus

Erythematosus,

neoplasma,

dan

radiasi.

(Raylene M Rospond. 2008)


Berikut ini beberapa varian obat yang dapat menyebabkan NE, menurut
Jurnal M. Athuf Thaha, 2009.

Dari laporan kasus efek samping obat (ESO) di Indonesia yang diterima
oleh Badan POM RI pada tahun 2012, Seorang pasien laki-laki usia 48 tahun
dilaporkan mengalami efek samping obat berupa erupsi makulopapular, erosi
di mukosa mulut dan demam setelah menerima pengobatan Nevirapinekaptab
200 mg, kombinasi Lamivudine 150 mg + Zidovudine 300 mg kaptab dan
Kotrimoksazol selama 2 bulan untuk pengobatan HIV/AIDS.
3. Tanda dan Gejala
Pada Penderita Sindrom Steven Johnson lesi tersebar dan menutupi
sebagian besar tubuh, termasuk membran mukosa. Pada kondisi terburuk,
pasien terlihat seperti mengalami luka bakar yang serius dan ekstensif
meliputi bagian besar tubuh. (Raylene M Rospond, 2008)
Pada kasus yang paling ekstrem, menyebabkan terjadinya gangguan
sistemik yang berat. Sindrom ini terjadi akut, dengan didapatkan peradangan
yang hebat pada konjungtiva, mulut, dan genitalia sehingga dapat

menghalangi proses makan yang normal, mengganggu pengeluaran air


kencing, dan menimbulkan jaringan parut pada mata. Kadang-kadang pasien
bisa meninggal akibat gangguan yang hebat pada bronkopulmoner atau akibat
gagal ginjal. (Graham-Brown, et al, 2011)
Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam
tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan. Pada SSJ
ini terlihat trias kelainan berupa : kelainan kulit, kelainan selaput lendir di
orifisium, dan kelainan mata
a. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat
juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
b. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%),
kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%), sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Dimukosa mulut juga dapat
terbentuk pseudo-membran. Dibibir kelainan yang sering tampak ialah
krusta berwarna hitam yang tebal.
Lesi dimukosa mulut dapat juga terdapat difaring fraktus respiratorius
bagian atas dan esofagus. Somatitis dapat menyababkan pasien sukar atau
tidak

dapat

menelan.

Adanya

pseudomembran

difaring

dapat

menyebabkan keluhan sukar bernapas.


c. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering
adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjutivitis
purulen, kelopak mata edema dan sulit dibuka, perdarahan, simblefaron,
ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,
misalnya: nefritis dan onikolisis. (Adhi Djuanda, 2009)

4. Patofisiologi
Penyakit ini menurut Adhi Djuanda, 2009, sama dengan NET disebabkan
oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik) menurut klasifikasi Coomb dan
Gel. Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut tergantung kepada sel sasaran
(target cell).
Sasaran utama SSJ dan NET ilah pada kulit berupa destruksi keratinosit.
Pada alergi obat akan terjadi aktivitas sel T. termasuk CD4 dan CD8. IL-5
meningkat, juga sitokin-sitokin yang lain. CD4 terutama terdapat di dermis,
sedangkan CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresikan
ICAM-1, ICAM-2, dan MHC II. Sel Langerhans tidak ada atau sedikit. TNF
di epidermis meningkat.
5. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit NE dapat berupa sepsis,
gagal organ multisistem (>30%), komplikasi paru (>15%), komplikasi mata
(20-75%) (yang merupakan komplikasi lambat, akibat gangguan fungsi epitel
konjungtiva sehingga terjadi kekeringan gangguan lakrimasi dengan
konsekuensi terjadi radang kronis, fibrosis, ektropion, trikiasis, simblefaron,
ulkus kornea dan kebutaan). (Valeyrie-Allanore L, Roujeau J-C. 2008. Dalam
Jurnal M. Athuf Thaha, 2009)
SJS dan NET adalah reaksi yang gawat. Bila tidak diobati dengan baik,
reaksi ini dapat menyebabkan kematian, umumnya sampai 35% orang yang
mengalami NET dan 5-15% orang dengan SJS, walaupun angka ini dapat
dikurangi dengan pengobatan yang baik sebelum gejala menjadi terlalu
gawat. Reaksi ini juga dapat menyebabkan kehilangan cairan/darah,
gangguan keseimbangan elektrolit, syok, kebutaan total, kerusakan paru, dan
beberapa

masalah

lain

yang

tidak

dapat

disembuhkan.

(http://spiritia.or.id/li/pdf/LI562.pdf: 2013)
6. Perawatan
Asuhan pasien yang dapt diberikan antara lain termasuk penghentian obat
yang mengganggu, prosedur tindakan untuk mengatasi luka bakar derajat tiga
(meliputi penggantian cairan dan elektrolit), keseimbangan cairan dan nutrisi

harus benar-benar diperhatikan, terlebih-lebih karena pasien sukar atau tidak


dapat menelan akibat lesi dimulut dan ditenggorokan dan kesadaran dapat
menurun. Untuk itu dapat infuse, misalnya destrokse 5%, Nacl 9% dan laktat
Ringer berbanding 1 : 1 : 1 dalam 1 labu yang diberikan 8 jam sekali. Jika
dengan terapi tersebut belum tampak perbaikan dalam 2 hari, maka dapat
diberikan transfuse darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut. Efek
transfuse darah ialah sebagai imunorestorasi. Bila terdapat leucopenia
prognosisnya menjadi buruk, setelah diberi transfusi leukosit cepat menjadi
normal. Pencegahan dan perawatan infeksi-infeksi sepsis dan aplikasi salep
erythromycin pada mata. (Adhi Djuanda, 2009)
B. Asuhan Keperawatan Sindrom Stevens-Johnson
1. Pengkajian
I.

Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

II.

Riwayat Kesehatan
-

Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan

Riwayat Kesehatan Sekarang


Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien
dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan demam, malaise, kulit
merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.

Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan
dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien. pada klien
dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi
obat-obatan tertentu.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit
yang sama.

Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi
sosial.

III. Pola Fungsional Gordon


-

Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?

Pola nutrisi metabolic


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah
sakit?
d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau
sebaliknya?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan
nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.

Pola eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin,
konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau
perawat.

10

Pola aktivitas latihan


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di
rumah sakit?
b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c. Kaji tingkat ketergantungan klien

= mandiri

= membutuhkan alat bantu

= membutuhkan pengawasan

= membutuhkan bantuan dari orang lain

= ketergantungan

d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?


Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa
lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.
-

Pola istirahat tidur


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur
dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal
pada kulit.

Pola kognitif persepsi


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Kaji tingkat kesadaran klien
b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah
mengalami perubahan?
c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?

11

Klien dengan Steven Johnson akan mengalami gangguan pada


penglihatannya, penglihatannya menjadi kabur serta rasa nyeri dan
panas di kulitnya
-

Pola persepsi diri - konsep diri


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang
dialaminya?
b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c. Apakah klien merasa rendah diri?
Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa
malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra
dirinya.

Pola peran hubungan


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat
sekitarnya?

Pola reproduksi dan seksualitas


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?

Pola koping dan toleransi stress


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

Pola nilai dan kepercayaan


Pada pola ini kita mengakaji:
a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

12

IV.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
Palpasi: Turgor kulit, edema
Data fokus:
-

DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas


menurun

DO: kulit kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak


gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan integritas kulit b/d inflamasi dermal dan epidermal
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kesulitan menelan
c. Gangguan rasa nyaman, nyeri b/d inflamasi pada kulit
d. Gangguan intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
e. Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b/d konjungtivitis
3. Perencanaan
a. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
Kriteria Hasil : Menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh.
Intervensi :
1) Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta
perubahan lainnya yang terjadi.
Rasional :Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status
dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2) Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.
Rasional :Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju,
membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses
penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
3) Jaga kebersihan alat tenun.
Rasional : Untuk mencegah infeksi
4) Kolaborasi dengan tim medis.
Rasional : Untuk mencegah infeksi lebih lanjut

13

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan


Kriteria Hasil : Menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.
Rasional

memberikan

pasien/orang

terdekat

rasa

kontrol,

meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki


pemasukan.
2) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
3) Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional : meningkatkan nafsu makan
4) Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional : kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong
regenerasi jaringan.
c. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri berkurang
Menunjukkan ekspresi wajah tubuh rileks
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya.
Rasional : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya
keterlibatan jaringan
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit.
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan
kelelahan umum
3) Pantau TTV
Rasional

metode IV

sering

digunakan

pada awal

memaksimalkan efek obat, TTV meningkat menandakan nyeri.


4) Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan rasa nyeri

14

untuk

d. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik


Kriteria Hasil : Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1) Kaji respon individu terhadap aktivitas.
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari.
2) Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat
keterbatasan yang dimiliki klien.
Rasional : energi yang dikeluarkan lebih optimal
3) Jelaskan pentingnya pembatasan energi.
Rasional : energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
4) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien.
Rasional : klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
e. Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis
Kriteria Hasil :
Kooperatif dalam tindakan
Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi :
1) Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional : Menetukan kemampuan visual
2) Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : Memberikan keakuratan thd pengelihatan dan perawatan.
3) Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan.
Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
4) Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
Rasional : Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan
pengelihatan menurun.

15

DAFTAR PUSTAKA

http://spiritia.or.id/li/pdf/LI562.pdf: 2013 Lembar Informasi 562 mengenai


Sindrom Stevens Johnson pada Odha

Jurnal Thaha, M. Athuf. 2009. Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis


Epidermal Toksis di RSUP MH Palembang Periode 2006 2008. Jawa
Tengah: FKUD
1. Valeyrie-Allanore L, Roujeau J-C. Epidermal necrolysis (Stevens-Johnson
syndrome and toxic epidermal necrolysis). In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks
dermatology in general medicine, 7th ed. New York: McGrawHill
Companies Inc, 2008; p349-355.
2. Foster CS, Letko E. Stevens-Johnson syndrome. eMedicine. 2007;1-11.
3. Parrillo SJ, Parrillo CV. Stevens-Johnson syndrome. eMedicine. 2008:111.
4. Roujeau J-C, et al. Medication use and the risk of Stevens-Johnson
syndrome or toxic epidermal necrolysis. N Engl J Med. 1995;333:1600-8.
6. Blume JE. Drug eruptions. Available from: eMedicine Drug Eruptions
Blume 2007.mht

Djuanda, A. Aisyah. Hamzah, Mochtar. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 10. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/kulit-rambut-kuku-goeser-yohan.pdf
Terjemahan Raylene M Rospond. 2008. Patient Assessment in Pharmacy
Practise.

Buletin Berita MESO. Edisi Juni 2013. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI

16

Graham-Brown, Robin. Burns, Tony. 2011. Lecture Notes on Dermatologi.


Jakarta: Penerbit Erlangga

Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

17

Anda mungkin juga menyukai