Dosen Pembimbing :
Rr Dian Tristiana, S.Kep.Ns.M.Kep.
Disusun Oleh :
1. Asroful Hulam Z. (131711133109)
2. Meilinda Galih S. (131711133112)
3. I’zzatul Istiqomah (131711133125)
4. Qoulam Mir Robbir R. (131711133126)
5. Nadiya Sahara Annisa (131711133145)
6. Merry Noviyanti (131711133146)
7. Yuni Rengen (131711133163)
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya
saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Maternitas ini dengan membahas
Simulasi Tentang Pengambilan Keputusan dan Advokasi Pasien pada Kasus
Anemia dalam bentuk makalah. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas SGD
yang diberikan oleh Ibu dosen sebagai bahan pertimbangan nilai.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1 Dasar Teori Demensia......................................................................................... 3
2.2 Konsep Gangguan Kognitif pada Lansia .......................................................... 20
2.3 Asuhan Keperawatan Secara Umum................................................................. 21
BAB III KASUS ............................................................................................................... 34
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................. 35
4.1 Pengkajian ......................................................................................................... 35
4.2 Analisa Data ...................................................................................................... 37
4.3 Diagnosa ........................................................................................................... 39
4.4 Intervensi........................................................................................................... 40
BAB V .............................................................................................................................. 46
PENUTUP ........................................................................................................................ 46
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 47
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
tempat istirahat sementara, layanan psiko-geriatri dan dementia care,
dukungan care giver, pencegahan penyakit kronis dan konseling, digitalisasi
CGA, serta menyiapkan moda transportasi yang sesuai.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian konsep psikogeriatri secara umum.
2. Mengetahui pengertian konsep teori gangguan jiwa pada lansia khususnya
demensia dan depresi.
3. Mengetahui ruang lingkup asuhan keperawatan jiwa dalam penyakit
demensia dan depresi pada lansia .
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di
atas 65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih
lambat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang
menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron
hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar
neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal. Gejala
yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
1) Amnesia
Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali
informasi baru yang didapat sebelumnya.
2) Agnosia
Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi
sensorisnya masih baik.
3) Aphasia
Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan
mengutarakan kata – kata yang akan diucapkan.
4) Apraxia
Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik masih baik (contohnya mampu memegang
gagang pintu tapi tak tahu apa yang harus dilakukannya).
b. Demensia Vaskular
Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada
hampir 40 % kasus. Demensia ini berhubungan dengan penyakit
serebro dan kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi,
penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat TIA
sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada
umur 50-60 tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun.
Gambaran klinis dapat berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan
daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda gangguan neurologis
fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing, kelemahan,
perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih
baik.
4
c. Demensia pada Penyakit Lain
1) Demensia pada penyakit Pick
2) Demensia pada penyakit Huntington
3) Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
4) Demensia pada penyakit Parkinson
5) Demensia pada penyakit HIV-AIDS
6) Demensia pada alkoholisme.
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak
dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vaskular (pembuluh
darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh
persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada
otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penyebab demensia menurut
Nugraha (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal, sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri,
mungkin kelainan terdapat pada tingkat subseluler atau secara
biokimiawi pada sistem enzim atau pada metabolisme seperti yang
ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia senilis.
5
- Dll.
6
2.1.4. Perbedaan Demensia dan Delirium
2.1.5. Patopsikologi
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa
tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri
maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang
bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan
dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati,
tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada
demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau
ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada
7
fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi
nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi
berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap
penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat
tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada
stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat “cangkang
kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalamim disorientasi,
inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh
karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada
demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat
juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang
reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus
tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan
penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya
terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia
yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma
kepala).
8
2.1.6. Web of Causation (WOC)
9
2.1.7. Manifestasi Klinis
Penyakit demensia Alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat
berlangsung dalam tiga stadium yaitu stadium awal, stadium menengah,
dan stadium lanjut.
a. Stadium Awal atau Demensia Ringan
Ditandai dengan gejala yang sering diabaikan dan disalah
artikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian normal dari proses
menua. Umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan dalam
berbahasa, mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna,
disorientasi waktu dan tempat, sering tersesat ditempat yang biasa
dikenal, kesulitan membuat keputusan, kehilangan inisiatif dan
motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan agitasi.
10
genetik, radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam alumunium, dan
akibat infeksi virus. Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini
adalah usia, riwayat penyakit alzheimer (keturunan), kelamin,
pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan juga berpengaruh ialah
adanya keluarga dengan sindrom Down, fertilitas yang kurang,
kandungan alumunium pada air minum, dan defisiensi kalsium
2.1.8. Pencegahan
Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan resiko
terjadinyademensia diantaranya adalah (Stanley, 2007):
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otakseperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir
hendaknyadilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat danaktif.
d. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
2.1.9. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
Pengaruh obat-obatan dalam membantu pemulihan fungsi
kognitif pada penderita demensia vaskuler belum menunjukkan hasil
yang memuaskan. Namun beberapa jenis obat yang dapat
memperbaiki fungsi kognitif pada demensia vaskuler. Ginkgo biloba,
pentoksifilin, dan propentofilin dilaporkan berguna untuk
memperbaiki fungsi kognitif pada demensia vaskuler. Moris dan
kawan-kawan mengatakan bahwa penambahan vitamin E dosis kecil
secara rutin dapat memeperlambat penurunan fungsi kognitif.
Untuk memperbaiki memori, ada beberapa obat yang bertujuan
memperkuat fungsi asetilkolin di susunan saraf pusat. Obat dari
golongan ini diharapkan menstimulir reseptor nikotinik untuk
menambah pelepasan neurotransmiter seperti asetilkolin dan
glutamat. Biasanya pemakaian obat ini dilakukan jangka panjang.
11
Obat-obatan yang termasuk golongan cholinesterse inhibitors yang
telah terbukti bermanfaat secara klinis untuk demensia antara lain:
- Reversible inhibitor: donezepil, galantamin
- Pseudoreversible inhibitors: rivastigmin
- Irreversible inhibitors: metrifonat
Depresi, asietas/agitasi, kebingungan, gangguan tidur, dan
gangguan perilaku seksual sering menyertai terjadinya demensia
vaskuler. Maka dari itu penanganan hal-hal tersebut juga penting.
Seringkali penderita demensia vaskuler dengan depresi
memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat dibandungkan
dengan yang tanpa depresi.
12
mengulang ritual tidur saat penderita menderita sulit tidur dan
lain-lain.
13
kesempatan mengekspresikan diri dan melatih membuat
pilihan dengan memilih warna-warna yang akan dipakai dan
membentuknya karya sendiri.
14
Penggunaan cahaya redup sebagai terapi dapat
membantu memperbaiki disorientasi waktu. Juga memperbaiki
gangguan tidur.
15
5) Training
Dengan menggunaka MTA Memory Training Apps yang
merupakan aplikasi untuk membantu dalam mengolah otak agar
selalu aktif dan menyegarkan gejala demensia dini. Bebeberapa
hal yang dilakukan dalam pelatihan otak:
a. Tinggikan Latihan Otak
b. Aplikasi yang Cerdas
c. Fit Brains Trainer
d. Lumosity Brain Training
e. Permanan yang menggunakan memori sebagai latihan otak
6) Rehabilitasi
Prosentase untuk prevalensi orang yang mengalami
dimensia semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu
diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif maupun
kuratif. Baik bagi mereka tanpa masalah maupun yang sudah
bermasalah sesuai dengan yang sudah dibahas di atas.
Hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada
pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif maupun
kuratif. Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan
rekreasi terapeutik. Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan
dan mempertahankan kebutuhan psikososial lansia serta bertujuan
meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi,
mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
7) Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap masalah
perilaku orang dengan demensia (ODD). Kebanyakan ODD di
Indonesia masih dirawat di rumah bersama keluarga, namun
kemungkinan perawatan di institusi terjadi seiring perkembangan
penyakit dan perubahan struktur sosial dan keluarga. Menata
lingkungan fisik sekitar ODD sangatlah penting. Modifikasi
lingkungan, seperti modifikasi jalan keluar sebagai pembatas
subjektif telah digunakan untuk mengurangi masalah perilaku
16
ODD. Hal ini termasuk penggunaan cermin, penanda/garis-garis
di lantai dan kamuflase pintu. Metode ini aman, tidak mahal,
efektif, alternatif dari pengobatan obat atau pembatasan pada
pengananan masalah wandering ODD. The NICE Guidelines
berdasarkan 4 studi deskriptif, mengkombinasikan perangkat
adaptif dengan edukasi pengasuhdan modifikasi lingkungan
dilaporkan meningkatkan kemandirian ODD dan hal ini
mengurangi stress pengasuh. Saat memodifikasi lingkungan harus
disesuaikan dengan kebutuhan yang tergantung pada riwayat
personal, kultur, agama, dan derajat gangguan. 7 The SIGN
guidelines melakukan analisis pada beberapa tulisan dan
menyimpulkan perubahan pada lingkungan dapat memberikan 80
dampak posistif pada masalah perilaku ODD.
8) Perawatan dirumah
Perawatan di rumah umumnya dilakukan oleh pihak
keluarga maka dari itu intervensi dan edukasi untuk keluarga atau
pengasuh sangatlah penting demi terlaksananya perawatan di
rumah yang baik bagi penderita demensia. Intervensi psikososial
penting untuk ODD maupun pendampingnya. Pendamping pada
umumnya akan menghadapi berbagai konsekuensi akibat
perawatan jangka panjang, sehingga pendamping harus diberikan
dukungan pengetahuan, ketrampilan, dan psikososial. Intervensi
pengasuh dapat meliputi berbagai bentuk dan umumnya meliputi :
1. Konseling individu dan keluarga
2. Intervensi yang bisa dilakukan di rumah
3. Caregiver support group
4. Intervensi berbasis teknologi
5. Respite care
6. Pelatihan ketrampilan dan psikoedukasi untuk pendamping.
Perawatan ODD dilakukan secara holistik melalui
intervensi multikomponen dan sesuai kebutuhan spesifik masing-
masing pengasuh.
17
2.1.10. Pemeriksaan Penunjang
a. GPCOG
Penilaian Praktisi Umum Kognisi (GPCOG) (Brodaty et al.
2002) dirancang untuk digunakan dalam perawatan primer dan
mencakup sembilan item kognitif pasien langsung, dan enam
pertanyaan informan yang menilai perubahan selama beberapa tahun.
Secara total, dibutuhkan sekitar 6 menit. Ini memiliki kinerja yang
kuat pada sensitivitas dan spesifisitas dibandingkan MMSE dalam
mendeteksi demensia pada populasi perawatan primer yang khas
(Ismail et al. 2009).
b. AMTS
Mental Test Score (AMTS) (Qureshi dan Hodkinson, 1974)
adalah skala 10 item yang berasal dari skala yang lebih lama yang
diperkenalkan sebelumnya (Hodkinson, 1972). Setiap klinisi bisa
menggunakan ini, dan dibutuhkan hanya 3-4 menit. Ini menilai
orientasi, registrasi, recall dan konsentrasi, danskor 6 atau di bawah
(dari maksimum 10) telah terbukti berfungsi secara efektif untuk
demensia, meskipun seperti pada banyak layar singkat, nilai prediksi
positif rendah berarti penilaian tahap kedua selalu diperlukan
(Antonell iIncalze et al. 2003). Singkatnya dan kemudahan
penggunaannya menjadikannya popular sebagai tes skrining pada
pengaturan non specialis primer dan sekunder.
c. MMSE
MMSE (Folstein, dkk. 1975) adalah cara yang paling dikenal
dan paling banyak digunakan untuk mengukur kognisi dalam praktik
klinis di seluruh dunia. Skala ini dapat dengan mudah dikelola oleh
dokter atau peneliti dengan pelatihan minimal, memakan waktu
sekitar 10 menit dan menilai fungsi kognitif di bidang orientasi,
memori, perhatian dan perhitungan, konstruksi bahasa dan visual.
Skor pasien antara 0 dan 30 poin, dan cutoff 23/24 biasanya
digunakan untuk menunjukkan penurunan kognitif yang signifikan. Ini
banyak diterjemahkan dan digunakan. Versistandar (Molloy et al.
18
1991) meningkatkan keandalannya, dan mungkin yang paling penting
untuk pengaturan penelitian. MMSE sayangnya terkadang disalah
pahami sebagai tes diagnostik, padahal sebenarnya tes skrining
dengan sensitivitas yang relatif rendah. Ini memiliki efek lantai dan
langit-langit dan sensitivitas yang terbatas terhadap perubahan. Ini
secara teori harus membatasi penggunaannya yang lebih luas dalam
mendeteksi perubahan dalam pekerjaan klinis dan dalam penelitian,
walaupun dalam konteks ini masih banyak digunakan, dan bahkan
dianjurkan (NICE, 2006).
{Instrumen dilampirkan}
d. GDS
Skala Geriatrik Depresi (GDS) (Yesavage et al. 1983) adalah
penilaian yang paling umum digunakan untuk suasana hati yang
tertekan di kalangan orang tua, dan telah dipersingkat menjadi
beberapa versi, termasuk versi 15 item populer (GDS-15) [Sheikh
danYesavage, 1986]. GDS-15 biasanya dinilai sendiri meski bisa
dinilai oleh seorang asesor. Hal ini sensitive terhadap perubahan dan
dapat diandalkan pada orang tua dalam perawata ninstitusional.
Dibutuhkan sekitar 5-10 menit untuk mengelola. Kekurangan utama
dalam demensia adalah bahwa hal itu telah divalidasi untuk orang
dengan demensia ringan, tapi tidak untuk orang dengan demensia
sedang sampai berat (di antaranya tingkat penyelesaian mungkin
rendah karena sulit untuk memahami pertanyaan).
e. MOCA
Montreal Cognitive Assesment (MoCA) yang merupakan alat
ukur untuk mengetahui adanya gangguan kognitif seperti menelusuri
jejak secara bergantian, kemampuan visuokonstruksional, kemampuan
penanaman, daya ingat, perhatian, pengulangan kata, kelancaran
bahasa, kemampuan abstrak, memori tertunda, dan kemampuan
orientasi.
19
2.2 Konsep Gangguan Kognitif pada Lansia
20
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60
persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering
dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s disease)
(Sadock, 2007).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien
datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama
adalah kesadaran menurun.
3) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia.
Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan
yang menurun dan tidak mau makan.
4) Psikososial
a. Genogram
b. Konsep Diri
- Gambaran Diri
Stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri
karena proses patologik penyakit.
- Identitas
Bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
- Peran
Transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian
antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu
21
dimana individu tidak tahu dengan jelas perannya, serta peran
berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan
sumber yang cukup
- Ideal Diri
Keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
- Harga Diri
Ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
c. Hubungan Sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep
diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususunya dengan orang
yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak
sehat maka individu dalam kekosongan internal.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih
kuat. Tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksanakan
ibadahnya sesuai dengan agama kepercayaannya.
e. Status Mental
1) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merwat
dirinya sendiri
2) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren
3) Aktivitas motorik, perubahan motorik dapat dimanifestasikan
adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif,
manerisme, otomatis, steriotipi
4) Alam perasaan, klien nampak ketakutan dan putus asa
5) Afek dan emosi, perubahan afek terjadi karena klien berusaha
membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung
mengalami perasaan tersebut dapat menimbulkan ansietas.
22
Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan
klien untuk melindungi dirinya, karena afek yang telah
berubah memampukan klien mengingkari dampak emosional
yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon
emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena
datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul datar, tidak sesuai, berlebihan, dan ambivalen.
6) Interaksi selama wanwancara, sikap klien terhadap pemeriksa
kurang kooperatif, kontak mata kurang
7) Persepsi, persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman
emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat
terjadi pada panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang, dan berat atau berkepanjangan.
Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
f. Proses Berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien
terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum
diterima. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan
penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau
kejadian yang tidak logis. Klien tidak menelaah ulang kebenaran
realitas.
g. Tingkat Kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung, disorientasi waktu,
tempat dan orang.
h. Memori
1) Gangguan daya ingat jangka panjang: tidak dapat meningat
kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan.
2) Gangguan daya ingat jangka pendek: tidak dapat mengingat
kajadian yang terjadi dalam minggu terakhir.
23
3) Gangguan daya ingat sekarang: tidak dapat mengingat
kaejadian yang baru saja terjadi.
i. Tingkat Konsentrasi
Klien tidak mampu berkonsentrasi.
j. Kemampuan Penilaian
Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.
l. Mekanisme Koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme.
Ketidakmampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor
penyebab primer terbentuknya pola tingkah laku patologis.
Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata
yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
24
25
2.2.2. Analisa Data
No. Data Analisa Masalah Keperawatan
Nyeri kronis
2. DS : Faktor usia lanjut pada klien Ketidakseimbangan nutrisi
- Klien mengeluh tidak kurang dari kebutuhan
nafsu makan Perubahan anatomi dan tubuh
26
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
3. DS : Klien mengalami demensia Konfusi kronik
1. Klien sering lupa
2. Sulit berkonsntrasi Kerusakan system saraf
3. Penurunan
kemampuan dalam Klien sulit berkonsentrasi dan
mengenali benda sering lupa
disekitar
Klien sulit dalam mengenali
DO : benda sekitar
1. Klien menjawab
pertanyaan tidak Konfusi kronik
sesuai topik
2. Diajak berkomunikasi
tidak nyambung
2.2.3 Diagnosa
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 4. Kenyamanan Fisik
Kode 00133
27
2.2.4 Intervensi
Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 4. Kenyamanan Fisik
Kode 00133
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
28
7. Evaluasi bersama pasien dan nyeri agar dapat mengatasi
tim kesehatan lainnya, rasa nyeri sendiri
mengenai efektivitas Segala sesuatu yang
tindakan pengontrolan nyeri dilakukan oleh tenaga
yang pernah dilakukan kesehatan perlu evaluasi
sebelumnya. untuk menentukan apakah
8. Instruksikan pasien untuk tindakan perlu diteruskan
menginformasikan pada atau dihentikan.
perawat jika pengurang nyeri Penanganan yang tepat
kurang tercapai oleh tenaga kesehatan
dapat mengurangi nyeri
pada klien secara cepat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan
makan
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makan
Kode 00002
29
rentang normal. makanan tertentu usianya
- Adanya peningkatan nafsu berdasarkan perkembangan Serat dapat mencegah
makan. atau usia. konstipasi
- Frekuensi mual dapat 3. Yakinkan diet yang Jumlah nutrisi yang masuk
berkurang. dimakan mengandung ke tubuh selama
tinggi serat untuk perawatan harus sesuai
mencegah konstipasi. dengan fluktuasi jumlah
4. Monitor jumlah nutrisi dan nutrisi tubuh
kandungan kalori Kemampuan pasien dalam
5. Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi
untuk mendapatkan nutrisi terkait dengan bentuk
yang dibutuhkan asupan nutrisi yang akan
diberikan kepada pasien
Merupakan indikator
Status Nutrisi : utama dalam pemberian
bentuk dan jumlah nutrisi
1. Tentukan status gizi pasien
yang akan diberikan
dan kemampuan (pasien)
Berat badan yang ideal
untuk memenuhi
dan normal merupakan
kebutuhan gizi
indikator tercapainya
2. BB pasien dalam batas
tujuan yang diinginkan
normal
Berat badan merupakan
3. Monitor adanya penurunan
salah satu indikator utama
atau peningkatan berat
status nutrisi
badan
Lingkungan yang nyaman
4. Monitor lingkungan
dapat membantu pasien
selama makan
untuk relaks dalam makan
5. Kaji adanya alergi
Alergi dapat memperparah
makanan
keadaan klien dengan
6. Monitor mual klien
menimbulkan komplikasi
Klien yang mengalami
mual biasanya akan
30
kembali memuntahkan
makanannya sehingga
tindakan yang diberikan
tidak akan memberikan
tujuan apapun
Domain 5. Persepsi/Kognisi
Kelas 4. Kognisi
Kode 00129
31
tingkah laku dan tahap) percaya antara klien-perawat
faktor penyebab. 7. Ciptakan aktivitas dan untuk menunjukkan sifat
sederhana, bermanfaat, dan care dari perawat itu sendiri
tidak bersifat kompetitif Menjaga perasaan klien,
sesuai kemampuan klien sehingga klien tidak merasa
8. Evaluasi pola tidur sedang dibentak atau digurui
Kolaborasi Kata yang pendek dapat
mengurangi risiko klien
Berikan obat sesuai indikasi:
mengalami kebingungan
1. Antipsikotik, spt: terhadap instruksi perawat
haloperidol Aktivitas dapat meminimalisir
Vasodilator, spt: terjadinya penurunan
cyclospamol kemampuan kognitif klien atau
dapat mempertahankan
kemampuan kognitif klien
Istirahat yang cukup dapat
membantu memperbaiki
kondisi tubuh dari klien dan
mencegah kelelahan
Terapi obat dilakukan untuk
mencegah tingkat keparahan
kondisi patologis klien.
2.2.5. Evaluasi
1. MK : Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
O : Klien udah tidak memperlihatkan rasa nyeri
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi dan lanjutkan observasi
32
S : Klien mengatakan sudah terpenuhi nutrisi, dan tidak mual
O : Kebutuhan gizi klien sudah batas normal
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi dan lanjutkan observasi
33
BAB III
KASUS
Kasus
Tn. B usia 79 tahun, tinggal di panti werdha budi luhur sejak 2 tahun yang
lalu, Saat ini kondisi fisik Tn.B mengalami gangguan memori dan orientasi. Tn. B
sering lupa dengan sesuatu yang telah dilakukannya seperti lupa arah jalan pulang
apabila sedang bepergian, sulit mandi, berpakaian, dan toileting. Sebelumnya
klien sudah pernah dibawa berobat ke PKM dan di diagnosa oleh dokter bahwa
Tn. D menderita demensia yang merupakan bagian normal dari proses penuaan.
Saat pengkajian di dapatkan bahwa TD : 140/80 MmHg, S : 37oC, RR : 24
x/menit, N : 75x/menit. Nafsu makan klien menurun, fungsi mengunyah kurang
baik. Jumlah minum klien 1000cc/hari dengan air mineral. Perawat mengatakan
kekuatan otot klien menurun sehingga klien berjalan dengan lambat dan
menggunakan tongkat. Dari pemeriksaan lab didapatkan hasil Hb :9 gr/dl, leukosit
: 12000mm3, trombosit 340.000/mm3, dan pemeriksaan MMSE : klien mengalami
demensia berat dengan rentang normal 0-15 berat.
34
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Tn.B
b. Jenis Kelamin : Laki - laki
c. Umur : 79 Tahun
d. Status : Menikah
e. Agama : Islam
f. Suku/Bangsa : Indonesia
g. Pekerjaan : Wiraswasta
h. Alamat : Jambi
i. Tanggal Pengkajian : 20 September 2016
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Tn. B sering lupa dengan sesuatu yang telah
dilakukannya seperti lupa arah jalan pulang apabila sedang bepergian,
sulit mandi, berpakaian, dan toileting.
35
klien pendek karena sering kali lupa jalan pulang bila sedang
bepergian, sulit untuk mandi, berpakaian dan toileting.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Sadar, klien mengalami gangguan memori dan orientasi sehingga
klien tidak mampu melakukan defisit perawatan diri secara mandiri.
b. Tanda-Tanda Vital :
‐ TD : 140/80 mmHg
‐ Suhu : 37oC
‐ Nadi : 75x/menit
‐ RR : 24x/menit
c. Sistem Pernafasan
Tidak ada kelainan pada sistem pernafasan
d. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada kelainan pada sistem kardiovaskuler
e. Sistem Pencernaan
Tidak ada kelainan pada sistem pencernaan
f. Sistem Neurologi
Sistem Penciuman klien terganggu N.I (olfaktorius), Penglihatan klien
terganggu N.II (optikus), refleks menelan klien terganggu N.V
36
(trigeminus), dan pengecap klien terganggu N.XII (hipoglosus)
sedangkan untuk pendengaran klien masih normal N.VII (koklearis).
5. Kebutuhan klien sehari-hari : klien hanya makan kurang dari satu porsi
dan nafsu makan klien menurun, karena fungsi mengunyah yang kurang
baik sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Aktivitas klien juga
terganggu karena mengalami kaku sendi, klien pun berjalan
menggunakan alat bantu tongkat
1. DS : Demensia
1. Petugas panti
mengatakan Tn.B
Demensia alzeimer
sering
tersinggung dan
mudah marah
Kematian sel otak
2. Klien sering lupa
arah jalan pulang Kerusakan Memori
saat bepergian
Gangguan kognitif
DO :
37
2. Klien tampak
bingung
3. Pemeriksaan
MMSE : nilai 11
(berat)
2. DS : Demensia
Petugas panti
mengatakan klien
Demensia alzeimer
tidak mau keluar
dari kamarnya
DO :
3. Demensia
DS :
Risiko Cedera
1. Petugas panti
mengatakan klien Demensia vaskular
38
mengalami
kelemahan otot
Kelemahan anggota gerak
dan sering
mengalami kaku
sendi
Resiko cedera
DO :
1. Klien terlihat
berjalan berhati-
hati dan
menggunakan
bantuan alat yaitu
tongkat
2. Klien tampak
sering mengalami
kaku sendi
4.3 Diagnosa
1. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan kognitif
Domain 5. Persepsi/Kognisi
Kelas 4. Kognisi
Kode 00131
Kode 00053
39
4.4 Intervensi
5. Berikan informasi
40
perbagian bagian kecil yang
konkrit
R : Membantu klien secara
perlahan untuk melatih
pikirannya untuk mengingat
3. Berikan isyarat/petunjuk
seperti peristiwa saat ini,
musim, lokasi, dan nama-
41
nama untuk membantu
orientasi
R : Membantu klien untuk
mengenalkan kejadian-
kejadian secara mendasar
42
tetangga (4) termotivasi dan tidak
menarik diri
[5100] Peningkatan
Sosialisasi
1. Anjurkan kesabaran dalam
pengembangan hubungan
R : Membantu
menumbuhkan rasa percaya
klien dan dapat berinteraksi
baik dengan sesama
43
dengan gangguan kognitif keperawatan dalam waktu 1. Sertakan anggota keluarga
dan psikomotor 3x24 jam, diharapkan klien dalam perencanaan,
(Domain 11. dapat mencapai kriteria hasil: pemberian sertaevaluasi
Keamanan/Perlindungan, [0920] Tingkat Demensia perawatan yang diinginkan
Kelas 2. Cedera Fisik, Kode 1. Tidak ada kesulitan R : Membantu
00035) memproses informasi meningkatkan dukungan
2. Tidak ada kesulitan kepada klien
Definisi : melakukan kegiatan dasar 2. Tentukan jenis dan tingkat
Rentan mengalami cedera hidup sehari-hari defisit kognittif dengan
fisik akibat kondisi 3. Tidak ada imobilitas menggunakan alat
lingkungan yang 4. Tidak ada agitasi pengkajian yang standart
berinteraksi dengan sumber R : Membantu mengetahui
adaptif dan sumber [0212] Koordinasi defisit kognitif yang dialami
defensive individu yang Pergerakan oleh klien
dapat mengganggu 1. Kekuatan dari kontraksi 3. Sediakan lingkungan fisik
kesehatan otot tidak terganggu dan rutinitas sehari-hari
2. Kestabilan pergerakan yang konsisten
tidak terganggu R : Membantu klien melatih
3. Keseimbangan pergerakan kemampuan kognitif secara
tidak terganggu konsisten
4. Siapkan untuk berinteraksi
dengan menggunakan
kontak mata dan sentuhan
yangs sesuai
R : Membantu membina
hubungan saling percaya
pada klien
44
R : Membantu memberikan
kenyamanan pada klien
2. Bantu pasien untuk
menggunakan alas kaki
yang memfasilitasi pasien
untuk berjalan dan
mencegah cedera
R : Membantu menghindari
resiko cedera
3. Sediakan tempat tidur yang
rendah
R : Membantu menghindari
risiko jatuh
4. Tempatkan saklar posisi
tempat tidur ditempat yang
mudah dijangkau
R : Membantu
memudahkan klien untuk
menjangkau saklar tempat
tidur
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual dan daya ingat
secara perlahan-lahan akibat menurunnya fungsi bagian luar jaringan otak,
sehingga memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari seperti menurunnya
kemampuan dalam berkomunikasi dan berbahasa, serta dalam pengendalian
emosi. Klasifikasi demensia berdasarkan DSM-IV-TR yakni Demensia tipe
Alzheimer dan Demensia tipe Vaskular. dimensia adalah penyakit akut atau
kronis, faktor hormonal dan nutrisi, kehilangan penglihatan dan pendengaran,
obat-obatan antipsikotik, antihistamin, antidepresan, dan antiparkinson.
Manifestasi klinis dari demensia adalah agitasi, gangguan kesadaran dan
pemahaman, pikiran yang kacau dan percakapan yang melantur, gangguan
siklus tidur-bangun, perubahan psikomotor, afasia, apraksia, agnosia,
konfabulasi, reaksi katastrofik, perseveration phenomenon, hiperoralitas,
kehilangan memori, berkurangnya kemampuan berkonsentrasi, sulit
mengambil keputusan, dan penilaian buru. Intervensi keperawanan dalam
menangani kasus dimensia dilakukan pengkajian, analisa data dan evaluasi
hasil dari asuhan keperawanan yang dilakukan.
5.2 Saran
a. Bagi Perawat
Perawat sebagai care giver diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada balita dan keluarga dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai mahasiswa diharapkan dapat memberikan edukasi kepada
masyarakat terutama kelompok lansia yang memiliki gangguan demensia
sesuai dengan teori yang ada.
46
DAFTAR PUSTAKA
47
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition .
Lippincott Williams & Wilkins.
48