Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA LANSIA: DEMENSIA

Dosen Pembimbing :
Rr Dian Tristiana, S.Kep.Ns.M.Kep.

Disusun Oleh :
1. Asroful Hulam Z. (131711133109)
2. Meilinda Galih S. (131711133112)
3. I’zzatul Istiqomah (131711133125)
4. Qoulam Mir Robbir R. (131711133126)
5. Nadiya Sahara Annisa (131711133145)
6. Merry Noviyanti (131711133146)
7. Yuni Rengen (131711133163)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
OKTOBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya
saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Maternitas ini dengan membahas
Simulasi Tentang Pengambilan Keputusan dan Advokasi Pasien pada Kasus
Anemia dalam bentuk makalah. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas SGD
yang diberikan oleh Ibu dosen sebagai bahan pertimbangan nilai.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa pula kami mengucapkan


banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, walaupun ada beberapa hambatan
yang dialami dalam penyusunan makalah ini. Namun, berkat motivasi yang
disertai kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya berhasil teratasi

Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan


bagi pembaca. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan,
kiranya pembaca dapat memakluminya. Akhir kata dengan kerendahan hati, kritik
dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Sekian dan
terima kasih.

Surabaya, 9 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1 Dasar Teori Demensia......................................................................................... 3
2.2 Konsep Gangguan Kognitif pada Lansia .......................................................... 20
2.3 Asuhan Keperawatan Secara Umum................................................................. 21
BAB III KASUS ............................................................................................................... 34
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................. 35
4.1 Pengkajian ......................................................................................................... 35
4.2 Analisa Data ...................................................................................................... 37
4.3 Diagnosa ........................................................................................................... 39
4.4 Intervensi........................................................................................................... 40
BAB V .............................................................................................................................. 46
PENUTUP ........................................................................................................................ 46
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 47

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari
masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof,
preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan
lansia. Ada ciri-ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan
Psikogeriatri, yaitu : Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan
makin meningkatnya usia Adanya akumulasi dari penyakitpenyakit
degeneratif.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan
yang dibahas ada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan
bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan
masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi
dan lain-lain (Depkes.RI, 1992).
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
(homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan
(deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak,
misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber
dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian
pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis.
Memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas untuk usia lanjut
merupakan tantangan yang dihadapi bagi profesi perawat dan bagi bangsa
Indonesia. Visi yang sesuai dengan konsep baru proses menua yakni usia
panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik dan hidup secara terhormat
harus diiringi dengan langkah para penentu kebijakan dalam mengembangkan
pelayanan terintegrasi untuk usia lanjut. Hal itu dapat dilakukan dengan
mendirikan tempat rawat jalan terpadu dan perawatan kasus akut geriatri di
rumah sakit di seluruh Indonesia. Program lainnya adalah nutrisi usia lanjut,

1
tempat istirahat sementara, layanan psiko-geriatri dan dementia care,
dukungan care giver, pencegahan penyakit kronis dan konseling, digitalisasi
CGA, serta menyiapkan moda transportasi yang sesuai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep teori dari demensia pada lansia?
2. Bagaimana asuhan keperawatan demensia pada lansia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian konsep psikogeriatri secara umum.
2. Mengetahui pengertian konsep teori gangguan jiwa pada lansia khususnya
demensia dan depresi.
3. Mengetahui ruang lingkup asuhan keperawatan jiwa dalam penyakit
demensia dan depresi pada lansia .

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori Demensia


2.1.1. Definisi
Demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang
timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas
disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi,
kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada
demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai
dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi. Demensia
ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun)
karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan
kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif
seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual.
Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. (Roan
Witjaksana, 2008).
Demensia adalah sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat
kronik/progresif serta terdapat gangguan antara lain: daya ingat, daya
fikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, kemampuan menilai, kesadaran tidak berkabut, biasanya
disertai gangguan fungsi kognitif, dan ada kalanya diawali oleh
kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial
atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder
mengenai otak.
2.1.2. Klasifikasi
a. Demensia pada Alzheimer
Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan
pada sekitar 50 % kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan
penyakit degeneratif primer pada otak tanpa penyebab yang pasti.
Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini) dengan

3
perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di
atas 65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih
lambat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang
menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron
hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar
neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal. Gejala
yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
1) Amnesia
Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali
informasi baru yang didapat sebelumnya.
2) Agnosia
Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi
sensorisnya masih baik.
3) Aphasia
Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan
mengutarakan kata – kata yang akan diucapkan.
4) Apraxia
Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik masih baik (contohnya mampu memegang
gagang pintu tapi tak tahu apa yang harus dilakukannya).

b. Demensia Vaskular
Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada
hampir 40 % kasus. Demensia ini berhubungan dengan penyakit
serebro dan kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi,
penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat TIA
sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada
umur 50-60 tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun.
Gambaran klinis dapat berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan
daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda gangguan neurologis
fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing, kelemahan,
perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih
baik.

4
c. Demensia pada Penyakit Lain
1) Demensia pada penyakit Pick
2) Demensia pada penyakit Huntington
3) Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
4) Demensia pada penyakit Parkinson
5) Demensia pada penyakit HIV-AIDS
6) Demensia pada alkoholisme.
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak
dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vaskular (pembuluh
darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh
persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada
otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penyebab demensia menurut
Nugraha (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar:
1) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal, sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri,
mungkin kelainan terdapat pada tingkat subseluler atau secara
biokimiawi pada sistem enzim atau pada metabolisme seperti yang
ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia senilis.

2) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat


diobati. Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya:
- Penyakit degenerasi spino-serebelar
- Subakut leuko-ensefalitis seklerotik van Bogaert
- Khorea Huntington
- Penyakit jacob-creutzfeld

5
- Dll.

3) Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati,


dalam golongan ini diantaranya:
- Penyakit cerebro kardiovaskuler
- Penyakit-penyakit metabolik
- Gangguan nutrisi
- Akibat intoksikasi menahun
- Hidrosefalus komunikans

Demensia adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat


sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas sosial.
Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan
kemunduran memori atau daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang
disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut.
Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan kepikunan atau demensia dan
diperkirakan akan meningkat terus.
Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan
memori (daya ingat) yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan
menemukan atau menyebutkan kata yang tepat, tidak mampu mengenali
objek, lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil,
lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup pintu, suasana
hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya ingat,
dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang
tidak biasa.
Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap
penyakit alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda-beda, bisa
lebih cepat atau lebih lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan
penyakit alzheimer, tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin
sering dan nyata, perlu dipertimbangkan kemungkinan penyakit
alzheimer (Nugroho, 2008).

6
2.1.4. Perbedaan Demensia dan Delirium

Demensia dan delirium mungkin sangat sulit dibedakan, dan


seseorang mungkin memiliki keduanya. Bahkan, seringnya delirium
terjadi pada orang dengan demensia.

Demensia adalah penurunan progresif memori dan kemampuan


berpikir lainnya karena disfungsi bertahap dan hilangnya sel-sel otak.
Penyebab paling umum dari demensia adalah penyakit Alzheimer.

Beberapa perbedaan antara gejala delirium dan demensia meliputi:

1. Serangan. Terjadinya delirium terjadi dalam waktu singkat,


sementara demensia biasanya diawali dengan gejala yang relatif
kecil yang secara bertahap memburuk dari waktu ke waktu.
2. Perhatian. Ketidakmampuan untuk tetap fokus atau
mempertahankan perhatian secara signifikan terganggu pada
penderita delirium. Seseorang pada tahap awal demensia
umumnya tetap waspada.

3. Fluktuasi. Munculnya gejala delirium dapat berfluktuasi secara


signifikan dan sering sepanjang hari. Orang-orang dengan
demensia mungkin memiliki hari yang baik atau buruk, namun
memori dan kemampuan berpikirnya tetap pada tingkat yang
cukup konstan di hari itu.

2.1.5. Patopsikologi
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa
tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri
maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang
bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan
dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati,
tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada
demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau
ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada

7
fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi
nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi
berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap
penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat
tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada
stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat “cangkang
kosong” dalam diri mereka sendiri, pasien mengalamim disorientasi,
inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh
karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada
demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat
juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang
reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus
tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan
penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya
terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia
yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma
kepala).

8
2.1.6. Web of Causation (WOC)

9
2.1.7. Manifestasi Klinis
Penyakit demensia Alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat
berlangsung dalam tiga stadium yaitu stadium awal, stadium menengah,
dan stadium lanjut.
a. Stadium Awal atau Demensia Ringan
Ditandai dengan gejala yang sering diabaikan dan disalah
artikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian normal dari proses
menua. Umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan dalam
berbahasa, mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna,
disorientasi waktu dan tempat, sering tersesat ditempat yang biasa
dikenal, kesulitan membuat keputusan, kehilangan inisiatif dan
motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan agitasi.

b. Stadium Menengah atau Demensia Sedang


Ditandai dengan proses penyakit berlanjut dan masalah
menjadi semakin nyata. Pada stadium ini, klien mengalami kesulitan
melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari dan menunjukkan gejala
sangat mudah lupa terutama untuk peristiwa yang baru dan nama
orang, tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul
masalah, sangat bergantung pada orang lain, semakin sulit berbicara,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan diri (ke toilet, mandi dan
berpakaian), dan terjadi perubahan perilaku, serta adanya gangguan
kepribadian.

c. Stadium Lanjut atau Demensia Berat


Ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif total, tidak
mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal), sukar
memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di
sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami inkontinensia
(berkemih atau defekasi), menunjukkan perilaku tidak wajar di
masyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau tempat tidur.

Penyebab demensia Alzheimer masih belum diketahui secara pasti,


tetapi ada beberapa teori menjelaskan kemungkinan adanya faktor

10
genetik, radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam alumunium, dan
akibat infeksi virus. Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini
adalah usia, riwayat penyakit alzheimer (keturunan), kelamin,
pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan juga berpengaruh ialah
adanya keluarga dengan sindrom Down, fertilitas yang kurang,
kandungan alumunium pada air minum, dan defisiensi kalsium
2.1.8. Pencegahan
Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan resiko
terjadinyademensia diantaranya adalah (Stanley, 2007):
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otakseperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir
hendaknyadilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat danaktif.
d. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
2.1.9. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
Pengaruh obat-obatan dalam membantu pemulihan fungsi
kognitif pada penderita demensia vaskuler belum menunjukkan hasil
yang memuaskan. Namun beberapa jenis obat yang dapat
memperbaiki fungsi kognitif pada demensia vaskuler. Ginkgo biloba,
pentoksifilin, dan propentofilin dilaporkan berguna untuk
memperbaiki fungsi kognitif pada demensia vaskuler. Moris dan
kawan-kawan mengatakan bahwa penambahan vitamin E dosis kecil
secara rutin dapat memeperlambat penurunan fungsi kognitif.
Untuk memperbaiki memori, ada beberapa obat yang bertujuan
memperkuat fungsi asetilkolin di susunan saraf pusat. Obat dari
golongan ini diharapkan menstimulir reseptor nikotinik untuk
menambah pelepasan neurotransmiter seperti asetilkolin dan
glutamat. Biasanya pemakaian obat ini dilakukan jangka panjang.

11
Obat-obatan yang termasuk golongan cholinesterse inhibitors yang
telah terbukti bermanfaat secara klinis untuk demensia antara lain:
- Reversible inhibitor: donezepil, galantamin
- Pseudoreversible inhibitors: rivastigmin
- Irreversible inhibitors: metrifonat
Depresi, asietas/agitasi, kebingungan, gangguan tidur, dan
gangguan perilaku seksual sering menyertai terjadinya demensia
vaskuler. Maka dari itu penanganan hal-hal tersebut juga penting.
Seringkali penderita demensia vaskuler dengan depresi
memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat dibandungkan
dengan yang tanpa depresi.

b. Non Farmakologis (Cognitive Rehabilitation Therapy)


Secara garis besar, CRT dapat dilakukan berdasarkan
timbulnya gangguan sebagai berikut:
- Gejala utama: Gangguan kognitif, gangguan fungsional, dan
gangguan sosial
- Gejala tambahan: Agitasi, agresi, depresi, psikosis, ganggua
repetisi, gangguam tidur, dan gangguan perilaku non spesifik.
Cognitive Rehabilitation Therapy standar yang bisa dilakukan
bagi para penderita demensia mencakup:
1) Terapi Standar (Standart Therapies)
a) Terapi Perilaku (Behavioural Therapy)
Pada mulanya, terapi perilaku dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip penyesuaian dan teori pembelajaran dengan
menggunakan strategi yang ditujukan untuk menekan atau
bahkan menghilangkan gangguan perilaku. Terapis akan sering
menggunakan grafik atau catatan harian untuk mengmpulkan
informasi mengenai manifestasi suatu bentuk gangguan
perilaku dan rangkaian peristiwa yang menyebabkannya.
Intervensi terapi kemudian dilaksanakan berdasarkan temuan
ini. Mengajarkan kembali cara untuk defekasi/meksi,

12
mengulang ritual tidur saat penderita menderita sulit tidur dan
lain-lain.

b) Orientas realitas (Reality Orientation)


Orientasi realitas meupakan penatalaksanaan yang paling
banyak digunakan pada penderita demnsia, terutama yang
terkait dengan gangguan memori dan disorientasi. Cara ini
menggunakan daya ingatan tentang penderita dihibingkan
dengan lingkungannya. Misalnya dengan mengingatkan
berbagai benda, tanda dan aktifitas yang ada dalam suatu
lingkungan, dan dihubungkan dengan kondisi dan situasi
penderita pada saat itu.

c) Terapi Validasi (Validation Therapy)


Terapi validasi digunakan jika orientasi realitas kurang
atau tidak berhasil dilakukan. Terapi validasi membutuhkan
kesabaran dan empati yang kuat bagi para terapis, dan
melakukan percakapan yang intens namun tidak terdengar
menghakimi.

d) Terapi Ingatan/Kenangan (Reminiscence Therapy)


Terapi ingatan/kenangan bertujuan selain untuk
memperbaiki daya ingat, juga untuk menimbulkan rasa senang
saat mereka mengingat berbagai kenangan hidup mereka,
seperti saat menikah, melhirkan, liburan keluarga, dan lain-
lain. Terkadang dilakukan bersama-sama dengan terapi
alternatif, misalnya sambil menggambar / melukis dan
mendengarkan musik.

2) Terapi Alternatif (Alternative Therapies)


a) Terapi Seni (Art Therapy)
Terapi seni direkomendasikan sebagi suatu terapi untuk
meningkatkan stimulasi, interaksi sosial, dan memperbaiki rasa
percaya diri. Aktifitas menggambar/melukis memberi

13
kesempatan mengekspresikan diri dan melatih membuat
pilihan dengan memilih warna-warna yang akan dipakai dan
membentuknya karya sendiri.

b) Terapi Musik (Music Therapy)


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktifitas
bermusik (bernyanyi, bermain alat musik, dan mendengarkan
musik) membantu peningkatan perbaikan perilaku dan
psikologis, menimbulkan perasaan senang dan perbaikan
interaksi ssosial bagi para pederita demensia.

c) Terapi Aktivitas (Activity Therapy)


Terapi aktifitas dilakukan dengan melibatkan orang lain,
seperti bermain drama, olahraga, dan menari. Penelitian
menunjukkan bahwa aktifitas fisik membantu meningkatkan
rasa percaya diri, memperbaiki kesehatan mental, pola tidur,
dan mood.

d) Terapi Komplementer (Complementary Therapy)


Meskipun belum terbukti secara ilmiah, namun beberapa
terapi komplementer seperti pijat, reiki, dan refleksiologi dapat
menimbulkan rasa senang dan ketenangan bagi penderita
demensia.

e) Terapi Aroma (Aromatherapy)


Terapi aroma merupakan bagian dari terapi
komplemeter. Terapi aroma membantu memperbaiki fungsi
sensorik penderita demensia. Zat yang paling sering digunakan
untuk terapi aroma adalah ekstrak lavender dan balsam
melissa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi aroma
memperbaiki gangguan agitasi.

f) Terapi Cahaya (Bright-Light Therapy)

14
Penggunaan cahaya redup sebagai terapi dapat
membantu memperbaiki disorientasi waktu. Juga memperbaiki
gangguan tidur.

g) Terapi Multisensori (Multisensory Approaches)


Pendekatan multi-sensorik mencakup penggunan
beberapa terapi alternatif, seperti kamar dengan terapi aroma,
musik, cahaya redup.

3) Psikoterapi Ringkas (Brief Psychotherapies)


a) Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
Cognitve Behavioural Therapy (CBT) cocok untuk
diterapkan penderita demensia dengan misinterpretasi kognitif,
pikiran berprasangka, distorsi, kesulitan memecahkan masalah,
dan kesulitan berkomunikasi. Dengan kata lain, gambaran
klinis tersebut menunjukkan penderita demensia dengan pola
berpikir yang khas.

b) Terapi Interpersonal (Interpersonal Therapy)


Terapi interpersonal ditunjukan untuk penderita
demensia yang merasa sangat kesulitan dengan kondisinya. Ini
mencakup empat hal: konflik pribadi, gangguan kepribadian,
rasa kesedihan, dan masa transisi. Terapi ini cocok dilakukan
pada penderita demensia usia lanjut.
4) Stimulasi
Menciptakan jalur saraf yang baru merupakan salah satu
cara yang dipercaya mampu memperlambat efek dari demensia.
Ada begitu banyak stimulasi kreatif, seperti mempelajari
ketrampilan yang baru, melakukan hobi atau hal-hal yang baru
serta eksplorasi intelektual lainnya. Hal seperti ini nantinya akan
membuat jalur saraf baru dan akan ikut menunjang jaringan
kognitif orang-orang yang mengidap demensia.

15
5) Training
Dengan menggunaka MTA Memory Training Apps yang
merupakan aplikasi untuk membantu dalam mengolah otak agar
selalu aktif dan menyegarkan gejala demensia dini. Bebeberapa
hal yang dilakukan dalam pelatihan otak:
a. Tinggikan Latihan Otak
b. Aplikasi yang Cerdas
c. Fit Brains Trainer
d. Lumosity Brain Training
e. Permanan yang menggunakan memori sebagai latihan otak
6) Rehabilitasi
Prosentase untuk prevalensi orang yang mengalami
dimensia semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu
diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif maupun
kuratif. Baik bagi mereka tanpa masalah maupun yang sudah
bermasalah sesuai dengan yang sudah dibahas di atas.
Hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada
pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif maupun
kuratif. Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan
rekreasi terapeutik. Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan
dan mempertahankan kebutuhan psikososial lansia serta bertujuan
meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi,
mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
7) Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan penting terhadap masalah
perilaku orang dengan demensia (ODD). Kebanyakan ODD di
Indonesia masih dirawat di rumah bersama keluarga, namun
kemungkinan perawatan di institusi terjadi seiring perkembangan
penyakit dan perubahan struktur sosial dan keluarga. Menata
lingkungan fisik sekitar ODD sangatlah penting. Modifikasi
lingkungan, seperti modifikasi jalan keluar sebagai pembatas
subjektif telah digunakan untuk mengurangi masalah perilaku

16
ODD. Hal ini termasuk penggunaan cermin, penanda/garis-garis
di lantai dan kamuflase pintu. Metode ini aman, tidak mahal,
efektif, alternatif dari pengobatan obat atau pembatasan pada
pengananan masalah wandering ODD. The NICE Guidelines
berdasarkan 4 studi deskriptif, mengkombinasikan perangkat
adaptif dengan edukasi pengasuhdan modifikasi lingkungan
dilaporkan meningkatkan kemandirian ODD dan hal ini
mengurangi stress pengasuh. Saat memodifikasi lingkungan harus
disesuaikan dengan kebutuhan yang tergantung pada riwayat
personal, kultur, agama, dan derajat gangguan. 7 The SIGN
guidelines melakukan analisis pada beberapa tulisan dan
menyimpulkan perubahan pada lingkungan dapat memberikan 80
dampak posistif pada masalah perilaku ODD.

8) Perawatan dirumah
Perawatan di rumah umumnya dilakukan oleh pihak
keluarga maka dari itu intervensi dan edukasi untuk keluarga atau
pengasuh sangatlah penting demi terlaksananya perawatan di
rumah yang baik bagi penderita demensia. Intervensi psikososial
penting untuk ODD maupun pendampingnya. Pendamping pada
umumnya akan menghadapi berbagai konsekuensi akibat
perawatan jangka panjang, sehingga pendamping harus diberikan
dukungan pengetahuan, ketrampilan, dan psikososial. Intervensi
pengasuh dapat meliputi berbagai bentuk dan umumnya meliputi :
1. Konseling individu dan keluarga
2. Intervensi yang bisa dilakukan di rumah
3. Caregiver support group
4. Intervensi berbasis teknologi
5. Respite care
6. Pelatihan ketrampilan dan psikoedukasi untuk pendamping.
Perawatan ODD dilakukan secara holistik melalui
intervensi multikomponen dan sesuai kebutuhan spesifik masing-
masing pengasuh.

17
2.1.10. Pemeriksaan Penunjang
a. GPCOG
Penilaian Praktisi Umum Kognisi (GPCOG) (Brodaty et al.
2002) dirancang untuk digunakan dalam perawatan primer dan
mencakup sembilan item kognitif pasien langsung, dan enam
pertanyaan informan yang menilai perubahan selama beberapa tahun.
Secara total, dibutuhkan sekitar 6 menit. Ini memiliki kinerja yang
kuat pada sensitivitas dan spesifisitas dibandingkan MMSE dalam
mendeteksi demensia pada populasi perawatan primer yang khas
(Ismail et al. 2009).

b. AMTS
Mental Test Score (AMTS) (Qureshi dan Hodkinson, 1974)
adalah skala 10 item yang berasal dari skala yang lebih lama yang
diperkenalkan sebelumnya (Hodkinson, 1972). Setiap klinisi bisa
menggunakan ini, dan dibutuhkan hanya 3-4 menit. Ini menilai
orientasi, registrasi, recall dan konsentrasi, danskor 6 atau di bawah
(dari maksimum 10) telah terbukti berfungsi secara efektif untuk
demensia, meskipun seperti pada banyak layar singkat, nilai prediksi
positif rendah berarti penilaian tahap kedua selalu diperlukan
(Antonell iIncalze et al. 2003). Singkatnya dan kemudahan
penggunaannya menjadikannya popular sebagai tes skrining pada
pengaturan non specialis primer dan sekunder.

c. MMSE
MMSE (Folstein, dkk. 1975) adalah cara yang paling dikenal
dan paling banyak digunakan untuk mengukur kognisi dalam praktik
klinis di seluruh dunia. Skala ini dapat dengan mudah dikelola oleh
dokter atau peneliti dengan pelatihan minimal, memakan waktu
sekitar 10 menit dan menilai fungsi kognitif di bidang orientasi,
memori, perhatian dan perhitungan, konstruksi bahasa dan visual.
Skor pasien antara 0 dan 30 poin, dan cutoff 23/24 biasanya
digunakan untuk menunjukkan penurunan kognitif yang signifikan. Ini
banyak diterjemahkan dan digunakan. Versistandar (Molloy et al.

18
1991) meningkatkan keandalannya, dan mungkin yang paling penting
untuk pengaturan penelitian. MMSE sayangnya terkadang disalah
pahami sebagai tes diagnostik, padahal sebenarnya tes skrining
dengan sensitivitas yang relatif rendah. Ini memiliki efek lantai dan
langit-langit dan sensitivitas yang terbatas terhadap perubahan. Ini
secara teori harus membatasi penggunaannya yang lebih luas dalam
mendeteksi perubahan dalam pekerjaan klinis dan dalam penelitian,
walaupun dalam konteks ini masih banyak digunakan, dan bahkan
dianjurkan (NICE, 2006).
{Instrumen dilampirkan}

d. GDS
Skala Geriatrik Depresi (GDS) (Yesavage et al. 1983) adalah
penilaian yang paling umum digunakan untuk suasana hati yang
tertekan di kalangan orang tua, dan telah dipersingkat menjadi
beberapa versi, termasuk versi 15 item populer (GDS-15) [Sheikh
danYesavage, 1986]. GDS-15 biasanya dinilai sendiri meski bisa
dinilai oleh seorang asesor. Hal ini sensitive terhadap perubahan dan
dapat diandalkan pada orang tua dalam perawata ninstitusional.
Dibutuhkan sekitar 5-10 menit untuk mengelola. Kekurangan utama
dalam demensia adalah bahwa hal itu telah divalidasi untuk orang
dengan demensia ringan, tapi tidak untuk orang dengan demensia
sedang sampai berat (di antaranya tingkat penyelesaian mungkin
rendah karena sulit untuk memahami pertanyaan).

e. MOCA
Montreal Cognitive Assesment (MoCA) yang merupakan alat
ukur untuk mengetahui adanya gangguan kognitif seperti menelusuri
jejak secara bergantian, kemampuan visuokonstruksional, kemampuan
penanaman, daya ingat, perhatian, pengulangan kata, kelancaran
bahasa, kemampuan abstrak, memori tertunda, dan kemampuan
orientasi.

19
2.2 Konsep Gangguan Kognitif pada Lansia

Gangguan kognitif adalah gangguan yang berkaitan dengan


peningkatan usia. Gangguan ini menyebabkan penurunan fungsi otak
yang berhubungan dengan kemampuan atensi, konsentrasi, kalkulasi,
mengambil keputusan, reasoning, berpikir abstrak (Shiang Wu, 2011;
Wiyoto, 2002). Salah satu gangguan kognitif yang menjadi masalah
besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara maju dan mulai
muncul di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia adalah
dementia (Rohmah et al, 2006). Pada orang lanjut usia terdapat
kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat
seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya proses
menua (Kaplan et al, 2010). Proses penuaan yang disertai proses
degenerasi pada seluruh organ tubuh termasuk otak, akan menimbulkan
berbagai gangguan neuropsikologis, dan masalah yang paling besar
adalah demensia, diperkirakan mempunyai prevalensi 15% pada
penduduk usia lebih dari 65 tahun (Fields RB, 1999).
Salah satu tahapan penurunan fungsi kognitif adalah Mild
Cognitive Impairment yang merupakan gejala perantara antara
gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age Associated Memori
Impairment/AAMI) dan demensia. Penelitian menunjukkan bahwa
lebih dari separuh (50-80%) orang yang mengalami MCI akan
menderita demensia dalam waktu 5-7 tahun mendatang (Purwadi T,
2002).
Pada tahun 2020 di negara maju orang berusia di atas 80 tahun
akan meningkat sebesar 65% dan mencapai 138% di negara
berkembang. Pada keadaan tersebut insiden seseorang menjadi pikun
atau demensia adalah 1% pada usia 75 tahun dan meningkat menjadi
10% pada usia di atas 85 tahun. Sementara populasi saat ini
menunjukkan 5-7% dari penduduk di atas 65 tahun menderita
kepikunan atau demensia. Di Indonesia jumlah lansia di tahun 2000
mencapai 15,3 juta (7,4%) dan pada tahun 2005-2010 diperkirakan
meningkat menjadi 19 juta (8,5%) (Lumbantobing, 1995).

20
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60
persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering
dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s disease)
(Sadock, 2007).

2.3 Asuhan Keperawatan Secara Umum


2.2.1. Pengkajian
1) Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa/latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.

2) Keluhan Utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien
datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama
adalah kesadaran menurun.

3) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia.
Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan
yang menurun dan tidak mau makan.

4) Psikososial
a. Genogram

b. Konsep Diri
- Gambaran Diri
Stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri
karena proses patologik penyakit.
- Identitas
Bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
- Peran
Transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian
antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu

21
dimana individu tidak tahu dengan jelas perannya, serta peran
berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan
sumber yang cukup
- Ideal Diri
Keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
- Harga Diri
Ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.

c. Hubungan Sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep
diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususunya dengan orang
yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak
sehat maka individu dalam kekosongan internal.

d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih
kuat. Tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksanakan
ibadahnya sesuai dengan agama kepercayaannya.

e. Status Mental
1) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merwat
dirinya sendiri
2) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren
3) Aktivitas motorik, perubahan motorik dapat dimanifestasikan
adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif,
manerisme, otomatis, steriotipi
4) Alam perasaan, klien nampak ketakutan dan putus asa
5) Afek dan emosi, perubahan afek terjadi karena klien berusaha
membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung
mengalami perasaan tersebut dapat menimbulkan ansietas.

22
Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan
klien untuk melindungi dirinya, karena afek yang telah
berubah memampukan klien mengingkari dampak emosional
yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon
emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena
datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul datar, tidak sesuai, berlebihan, dan ambivalen.
6) Interaksi selama wanwancara, sikap klien terhadap pemeriksa
kurang kooperatif, kontak mata kurang
7) Persepsi, persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman
emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat
terjadi pada panca indera yaitu penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang, dan berat atau berkepanjangan.
Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
f. Proses Berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien
terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum
diterima. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan
penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau
kejadian yang tidak logis. Klien tidak menelaah ulang kebenaran
realitas.

g. Tingkat Kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung, disorientasi waktu,
tempat dan orang.

h. Memori
1) Gangguan daya ingat jangka panjang: tidak dapat meningat
kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan.
2) Gangguan daya ingat jangka pendek: tidak dapat mengingat
kajadian yang terjadi dalam minggu terakhir.

23
3) Gangguan daya ingat sekarang: tidak dapat mengingat
kaejadian yang baru saja terjadi.

i. Tingkat Konsentrasi
Klien tidak mampu berkonsentrasi.

j. Kemampuan Penilaian
Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.

k. Kebutuhan Klien Sehari-hari


1) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau
duduk dan geisah. Kadang-kadang terbangun tengah malam
dan sukar tidur kembali. Tidurnya mungkin terganggu
sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
2) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau
makannya hanya sedikit, karena putus asa, merasa tidak
berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan
berat badan.
3) Eliminasi: Klien mungkin terganggu buang air kecilnya,
kadang-kadang lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur
dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat
terganggu pola makan.

l. Mekanisme Koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme.
Ketidakmampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor
penyebab primer terbentuknya pola tingkah laku patologis.
Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata
yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

24
25
2.2.2. Analisa Data
No. Data Analisa Masalah Keperawatan

1. DS : Faktor usia lanjut pada klien Nyeri kronis


1. Klien mengatakan
sakit kepala(migraine) Perubahan anatomi dan
2. Klien mengeluh fisiologis pada otak klien
vertigo
3. Klien merasa tidak Klien mengalami demensia
nyaman
Kerusakan pada system saraf
DO :
1. Klien tampak pucat
Klien sering mengeluh
2. Klien tampak gelisah
migraine dan vertigo

Klien mengeluh nyeri kepala

Nyeri kronis
2. DS : Faktor usia lanjut pada klien Ketidakseimbangan nutrisi
- Klien mengeluh tidak kurang dari kebutuhan
nafsu makan Perubahan anatomi dan tubuh

DO : fisiologis pada otak klien


1. Klien terlihat lesu
2. Berat badan klien Klien mengalami demensia
berkurang
3. Klien terlihat lemah Kerusakan pada system saraf

Klien mengeluh tidak nafsu


makan

Asupan makan klien berkurang

26
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
3. DS : Klien mengalami demensia Konfusi kronik
1. Klien sering lupa
2. Sulit berkonsntrasi Kerusakan system saraf
3. Penurunan
kemampuan dalam Klien sulit berkonsentrasi dan
mengenali benda sering lupa
disekitar
Klien sulit dalam mengenali
DO : benda sekitar
1. Klien menjawab
pertanyaan tidak Konfusi kronik
sesuai topik
2. Diajak berkomunikasi
tidak nyambung

2.2.3 Diagnosa
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 4. Kenyamanan Fisik
Kode 00133

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kurang asupan makan
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makan
Kode 00002

3. Konfusi kronik berhubungan dengan demensia


Domain 5. Persepsi/Kognisi
Kelas 4. Kognisi
Kode 00129

27
2.2.4 Intervensi
Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 4. Kenyamanan Fisik
Kode 00133
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


keperawatan selama 3x24  Nyeri merupakan
1. Lakukan pengkajian nyeri
jam, pasien menunjukkan pengalaman subjektif yang
yang meliputi lokasi
nyeri telah berkurang dengan hanya bisa dirasakan
karateristik durasi, frekuensi,
kriteria hasil: klien, sehingga perawat
kualitas, intensitas atau
- Skala nyeri klien harus mengkaji agar
beratnya nyeri dan faktor
berkurang mengetahui tanda-tanda
pencetus.
- Ekpresi wajah klien nyeri.
2. Pastikan perawatan analgesik
tampak rileks  Analgesik merupakan obat
bagi klien.
- Klien melaporkan rasa anti nyeri
3. Mengajarkan teknik relaksasi
nyeri yang dirasakan  Relaksasi dapat
secara individual yang efektif
berkurang menurunkan kerja otot
untuk mencapai kenyamanan
- Klien mampu melakukan sehingga dapat mencegah
4. Gunakan strategi komunikasi
tindakan untuk nyeri
terapeutik untuk mengetahui
mengontrol rasa nyeri  Nyeri merupakan
pengalaman nyeri dan
pengalaman subjektif yang
sampaikan pernerimaan
hanya dapat dirasakan
pasien terhadap nyeri.
oleh klien
5. Tentukan akibat dari
 Nyeri dapat berdampak
pengalaman nyeri terhadap
pada sistem tubuh yang
kualitas hidup pasien
lainnya, sehingga dapat
(misalnya tidur, nafsu makan,
memperburuk kondisi dan
performa kerja).
kualitas hidup klien
6. Mengenali faktor penyebab
 Klien perlu dimandirikan
nyeri dan tindakan untuk
dalam hal pengobatan
mencegah nyeri

28
7. Evaluasi bersama pasien dan nyeri agar dapat mengatasi
tim kesehatan lainnya, rasa nyeri sendiri
mengenai efektivitas  Segala sesuatu yang
tindakan pengontrolan nyeri dilakukan oleh tenaga
yang pernah dilakukan kesehatan perlu evaluasi
sebelumnya. untuk menentukan apakah
8. Instruksikan pasien untuk tindakan perlu diteruskan
menginformasikan pada atau dihentikan.
perawat jika pengurang nyeri  Penanganan yang tepat
kurang tercapai oleh tenaga kesehatan
dapat mengurangi nyeri
pada klien secara cepat

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan
makan

Domain 2. Nutrisi

Kelas 1. Makan

Kode 00002

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi :  Nutrisi yang masuk


keperawatan selama 3x24 jam, kedalam tubuh harus
1. Tentukan jumlah kalori
pasienmenunjukkan status gizi sesuai dengan kebutuhan
dan jenis nutrisi yang
baik dengan kriteria hasil: tubuh agar tidak
dibutuhkan untuk
- Manajemen nutrisi: intake menimbulkan
memenuhi persyaratan gizi
nutrisi makanan dan cairan komplikasi lebih jauh
(Kolaborasi dengan ahli
seimbang.  Klien tidak mengetahui
gizi).
- Status nutrisi: tidak ada diet yang tepat untuknya
2. Anjurkan dan berikan
tanda-tanda malnutrisi. berdasarkan
informasi pada pasien
- Kontrol berat badan dalam perkembangan dan
terkait dengan kebutuhan

29
rentang normal. makanan tertentu usianya
- Adanya peningkatan nafsu berdasarkan perkembangan  Serat dapat mencegah
makan. atau usia. konstipasi
- Frekuensi mual dapat 3. Yakinkan diet yang  Jumlah nutrisi yang masuk
berkurang. dimakan mengandung ke tubuh selama
tinggi serat untuk perawatan harus sesuai
mencegah konstipasi. dengan fluktuasi jumlah
4. Monitor jumlah nutrisi dan nutrisi tubuh
kandungan kalori  Kemampuan pasien dalam
5. Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi
untuk mendapatkan nutrisi terkait dengan bentuk
yang dibutuhkan asupan nutrisi yang akan
diberikan kepada pasien
 Merupakan indikator
Status Nutrisi : utama dalam pemberian
bentuk dan jumlah nutrisi
1. Tentukan status gizi pasien
yang akan diberikan
dan kemampuan (pasien)
 Berat badan yang ideal
untuk memenuhi
dan normal merupakan
kebutuhan gizi
indikator tercapainya
2. BB pasien dalam batas
tujuan yang diinginkan
normal
 Berat badan merupakan
3. Monitor adanya penurunan
salah satu indikator utama
atau peningkatan berat
status nutrisi
badan
 Lingkungan yang nyaman
4. Monitor lingkungan
dapat membantu pasien
selama makan
untuk relaks dalam makan
5. Kaji adanya alergi
 Alergi dapat memperparah
makanan
keadaan klien dengan
6. Monitor mual klien
menimbulkan komplikasi
 Klien yang mengalami
mual biasanya akan

30
kembali memuntahkan
makanannya sehingga
tindakan yang diberikan
tidak akan memberikan
tujuan apapun

Konfusi kronik berhubungan dengan demensia

Domain 5. Persepsi/Kognisi

Kelas 4. Kognisi

Kode 00129

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Setelah diberikan 1. Kembangkan lingkungan  Hubungan saling percaya
tindakan keperawatan yang mendukung dan antara klien-perawat dapat
diharapkan klien mampu hubungan klien-perawat mempermudah tindakan
mengenali perubahan yang terapeutik. terapeutik yang akan diberikan
dalam berpikir dengan 2. Pertahankan lingkungan perawat
kriteria hasil: yang menyenangkan dan  Lingkungan yang
- Klien mampu tenang. menyenangkan dan tenang
memperlihatkan 3. Tatap wajah ketika dapat menaikkan mood klien
kemampuan kognitif berbicara dengan klien  Mempertahankan tatap mata
untuk emosi dan 4. Panggil klien dengan merupakan salah satu cara
pikiran tentang diri namanya membina hubungan saling
- Mampu 5. Gunakan suara yang agak percaya antara klien-perawat
mengembangkan rendah dan berbicara dan untuk menunjukkan sifat
strategi untuk dengan perlahan pada klien care dari perawat itu sendiri
mengatasi anggapan 6. Gunakan kata-kata pendek,  Memanggil klien dengan
diri yang negatif kalimat, dan instruksi namanya merupakan salah satu
- Mampu mengenali sederhana (tahap demi cara membina hubungan saling

31
tingkah laku dan tahap) percaya antara klien-perawat
faktor penyebab. 7. Ciptakan aktivitas dan untuk menunjukkan sifat
sederhana, bermanfaat, dan care dari perawat itu sendiri
tidak bersifat kompetitif  Menjaga perasaan klien,
sesuai kemampuan klien sehingga klien tidak merasa
8. Evaluasi pola tidur sedang dibentak atau digurui
Kolaborasi  Kata yang pendek dapat
mengurangi risiko klien
Berikan obat sesuai indikasi:
mengalami kebingungan
1. Antipsikotik, spt: terhadap instruksi perawat
haloperidol  Aktivitas dapat meminimalisir
Vasodilator, spt: terjadinya penurunan
cyclospamol kemampuan kognitif klien atau
dapat mempertahankan
kemampuan kognitif klien
 Istirahat yang cukup dapat
membantu memperbaiki
kondisi tubuh dari klien dan
mencegah kelelahan
 Terapi obat dilakukan untuk
mencegah tingkat keparahan
kondisi patologis klien.

2.2.5. Evaluasi
1. MK : Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan sistem saraf
S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
O : Klien udah tidak memperlihatkan rasa nyeri
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi dan lanjutkan observasi

2. MK : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kurang asupan makan

32
S : Klien mengatakan sudah terpenuhi nutrisi, dan tidak mual
O : Kebutuhan gizi klien sudah batas normal
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi dan lanjutkan observasi

3. MK : Konfusi kronik berhubungan dengan demensia


S : Klien belum mengingat hal hal yang biasa dilakukan
O : Klien belum mengingat kembali orang-orang terdekatnya
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi dan lanjutkan observasi

33
BAB III
KASUS

Kasus
Tn. B usia 79 tahun, tinggal di panti werdha budi luhur sejak 2 tahun yang
lalu, Saat ini kondisi fisik Tn.B mengalami gangguan memori dan orientasi. Tn. B
sering lupa dengan sesuatu yang telah dilakukannya seperti lupa arah jalan pulang
apabila sedang bepergian, sulit mandi, berpakaian, dan toileting. Sebelumnya
klien sudah pernah dibawa berobat ke PKM dan di diagnosa oleh dokter bahwa
Tn. D menderita demensia yang merupakan bagian normal dari proses penuaan.
Saat pengkajian di dapatkan bahwa TD : 140/80 MmHg, S : 37oC, RR : 24
x/menit, N : 75x/menit. Nafsu makan klien menurun, fungsi mengunyah kurang
baik. Jumlah minum klien 1000cc/hari dengan air mineral. Perawat mengatakan
kekuatan otot klien menurun sehingga klien berjalan dengan lambat dan
menggunakan tongkat. Dari pemeriksaan lab didapatkan hasil Hb :9 gr/dl, leukosit
: 12000mm3, trombosit 340.000/mm3, dan pemeriksaan MMSE : klien mengalami
demensia berat dengan rentang normal 0-15 berat.

34
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Tn.B
b. Jenis Kelamin : Laki - laki
c. Umur : 79 Tahun
d. Status : Menikah
e. Agama : Islam
f. Suku/Bangsa : Indonesia
g. Pekerjaan : Wiraswasta
h. Alamat : Jambi
i. Tanggal Pengkajian : 20 September 2016

2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Tn. B sering lupa dengan sesuatu yang telah
dilakukannya seperti lupa arah jalan pulang apabila sedang bepergian,
sulit mandi, berpakaian, dan toileting.

2) Kesehatan Dahulu : keluarga klien mengatakan dulunya klien pernah


bekerja di pabrik alumunium. Klien tidak pernah dirawat di RS, tidak
pernah dioperasi, tidak pernah alergi obat dan makanan dan klien juga
tidak mempunyai kebiasaan merokok, minum alkohol dan juga obat-
obatan.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak ada

4) Riwayat psikologi : Klien menerima keadaannya walaupun suasana


hati klien merasa sedih, klien tampak sering tersinggung dan mudah
marah. Konsep diri klien menurun karena faktor usia dan proses
penuaan. Orientasi klien kurang baik karena kosentrasi yang menurun
sehingga klien mengalami penurunan daya ingat dengan nilai 11 yang
menyebabkan klien sulit aktivitas dan defisit perawatan diri. Memori

35
klien pendek karena sering kali lupa jalan pulang bila sedang
bepergian, sulit untuk mandi, berpakaian dan toileting.

5) Riwayat sosial : Hubungan klien dengan keluarga/kerabat kurang


baik, hubungan klien dengan petugas dan penghuni lain kurang baik.
Dikarenakan klien mengalami gangguan memori dan orientasi
sehingga klien kurang berinteraksi sosial dengan baik.

6) Riwayat Spiritual : klien menganut agama islam, klien tampak sering


sholat dan sering berdoa.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Sadar, klien mengalami gangguan memori dan orientasi sehingga
klien tidak mampu melakukan defisit perawatan diri secara mandiri.

b. Tanda-Tanda Vital :

‐ TD : 140/80 mmHg

‐ Suhu : 37oC

‐ Nadi : 75x/menit

‐ RR : 24x/menit

c. Sistem Pernafasan
Tidak ada kelainan pada sistem pernafasan

d. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada kelainan pada sistem kardiovaskuler

e. Sistem Pencernaan
Tidak ada kelainan pada sistem pencernaan

f. Sistem Neurologi
Sistem Penciuman klien terganggu N.I (olfaktorius), Penglihatan klien
terganggu N.II (optikus), refleks menelan klien terganggu N.V

36
(trigeminus), dan pengecap klien terganggu N.XII (hipoglosus)
sedangkan untuk pendengaran klien masih normal N.VII (koklearis).

4. Memori : Gangguan daya ingat jangka panjang klien lupa dimana


sekarang dia berada, klien juga lupa siapa yang membawanya ke panti.
Gangguan daya ingat pendek : klien lupa arah jalan pulang saat
bepergian.

5. Kebutuhan klien sehari-hari : klien hanya makan kurang dari satu porsi
dan nafsu makan klien menurun, karena fungsi mengunyah yang kurang
baik sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Aktivitas klien juga
terganggu karena mengalami kaku sendi, klien pun berjalan
menggunakan alat bantu tongkat

4.2 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS : Demensia

1. Petugas panti
mengatakan Tn.B
Demensia alzeimer
sering
tersinggung dan
mudah marah
Kematian sel otak
2. Klien sering lupa
arah jalan pulang Kerusakan Memori

saat bepergian
Gangguan kognitif

DO :

1. Klien tampak Kerusakan memori


mengalami
gangguan memori
dan orientasi

37
2. Klien tampak
bingung
3. Pemeriksaan
MMSE : nilai 11
(berat)
2. DS : Demensia

Petugas panti
mengatakan klien
Demensia alzeimer
tidak mau keluar
dari kamarnya

Kematian sel otak

DO :

1. Klien tampak Gangguan kognitif


menyendiri di
kamar Isolasi sosial
2. Klien sulit untuk Muncul gejala neuropsikiatrik
diajak
komunikasi
3. Klien tidak Perubahan persepsi, transmisi dan
melakukan integrasi
kontak mata

Gangguan konsep diri

Isolasi social: menarik diri

3. Demensia
DS :
Risiko Cedera
1. Petugas panti
mengatakan klien Demensia vaskular

38
mengalami
kelemahan otot
Kelemahan anggota gerak
dan sering
mengalami kaku
sendi
Resiko cedera

DO :

1. Klien terlihat
berjalan berhati-
hati dan
menggunakan
bantuan alat yaitu
tongkat
2. Klien tampak
sering mengalami
kaku sendi

4.3 Diagnosa
1. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan kognitif
Domain 5. Persepsi/Kognisi
Kelas 4. Kognisi
Kode 00131

2. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kesehatan


Domain 12. Kenyamanan

Kelas 1. Kenyamanan Fisik

Kode 00053

3. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan kognitif dan psikomotor


Domain 11. Keamanan/Perlindungan
Kelas 2. Cedera Fisik
Kode 00035

39
4.4 Intervensi

Diagnosa NOC NIC

Kerusakan memori b.d Setelah dilakukan tindakan [4720] Stimulasi Kognisi


gangguan kognitif keperawatan dalam waktu 1. Rangsang memori dengan
(Domain 5. 5x24 jam, diharapkan klien mengulang pemikiran
Persepsi/Kognisi, Kelas 4. dapat mencapai kriteria hasil: terakhir klien
Kognisi, Kode 00131) [0908] Memori R : Membantu untuk
1. Mengingat memori yang mengingat pemikiran klien
Definisi : baru saja terjadi secara
2. Orientasikan klien terhadap
Ketidakmampuan akurat
waktu, tempat dan orang
mengingat beberapa 2. Mengingat informasi yang
R : Membantu klien
informasi atau keterampilan sudah lama secara akurat
beradaptasi dengan keadaan
sikap
sehari-hari
[0901] Orientasi Kognitif
1. Mengidentifikasi diri 3. Stimulasi perkembangan
sendiri klien dengan melibatkan
2. Mengidentifikasikan aktivitas untuk
orang yang signifikan meningkatkan pencapaian
3. Mengidentifikasi tempat dan pembelajaran denagan
saat ini memenuhi kebutuhan klien
4. Mengidentifikasikan hari R : Membantu
dengan benar meningkatkan pemenuhan
5. Mengindetifikasikan kebutuhan klien
peristiwa saat ini yang
4. Gunakan alat bantu
signifikan
memori: ceklis, jadwal, dan
catatan peringatan
R : Membantu klien dalam
menjalani aktivitas sehari-
hari dan menghindari
kelupaan

5. Berikan informasi

40
perbagian bagian kecil yang
konkrit
R : Membantu klien secara
perlahan untuk melatih
pikirannya untuk mengingat

6. Minta klien untuk


mengulang informasi.
R : Membantu memastikan
bahwa klien sudah
memahami informasi

[6460] Manajemen Demensia


1. Sertakan anggota keluarga
dalam perencanaan,
pemberian dan evaluasi
perawatan sejauh yang
diinginkan
R : Membantu memberikan
pengetahuan dan dukungan
kepada klien

2. Siapkan untuk berinteraksi


dengan menggunakan
kontak mata dan sentuhan
yang sesuai
R : Membantu membian
hubungan saling percaya
anatar perawat dan klien

3. Berikan isyarat/petunjuk
seperti peristiwa saat ini,
musim, lokasi, dan nama-

41
nama untuk membantu
orientasi
R : Membantu klien untuk
mengenalkan kejadian-
kejadian secara mendasar

4. Pilih aktivitas televisi atau


radio berdasarkan
kemampuan pengolahan
kognitif dan minat klien.
R : Membantu klien dalam
mengolah kemampuan
berpikir
Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan tindakan [4310] Terapi Aktivitas
dengan gangguan kesehatan keperawatan dalam waktu 1. Bantu dengan aktivitas fisik
(Domain 12. Kenyamanan, 2x24 jam, diharapkan klien secara teratur (misalnya,
Kelas 1. Kenyamanan Fisik. dapat mencapai kriteria hasil: berpindah, kebersihan diri)
Kode 00053) [0920] Tingkat Demensia R : Membantu klien
1. Klien dapat menemukan memenuhi perawatan diri
Definisi : jalan yang telah dilewati dan ADL
Kesendirian yang dialami (4)
2. Berikan aktivitas yang
oleh individu dan dianggap 2. Imobilitas klien berkurang
memenuhi komponen
timbul karena orang lain dan (4)
memori dan emosi
sebagai suatu pernyataan 3. Klien tidak menarik diri
R : Membantu
negatif atau mengancam secara sosial (4)
mengembalikan memori
yang rusak
[1503] Keterlibatan Sosial
1. Klien dapat berinteraksi 3. Berikan pujian positif

secara baik dengan karena kesediaannya untuk

anggota keluarga (4) terlibat dalam kelompok

2. Klien dapat berinteraksi R : Membantu

secara baik dengan meningkatkan harga diri


klien sehingga klien

42
tetangga (4) termotivasi dan tidak
menarik diri

4. Monitor respon emosi, fisik,


sosial dan spiritual terhadap
aktivitas
R : Membantu mengetahui
permasalahan klien

[5100] Peningkatan
Sosialisasi
1. Anjurkan kesabaran dalam
pengembangan hubungan
R : Membantu
menumbuhkan rasa percaya
klien dan dapat berinteraksi
baik dengan sesama

2. Berikan umpan balik


mengenai perbaikan dalam
perawatan penampilan
pribadi
R : Membantu
meningkatkan harga diri
klien sehingga klien
termotivasi dan tidak
menarik diri

3. Jelajahi kekuatan dan


kelemahan yang ada pada
jaringan hubungan saat ini
R : Membantu mengetahui
permasalahan klien
Risiko cedera berhubungan Setelah dilakukan tindakan [6460] Manajemen Demensia

43
dengan gangguan kognitif keperawatan dalam waktu 1. Sertakan anggota keluarga
dan psikomotor 3x24 jam, diharapkan klien dalam perencanaan,
(Domain 11. dapat mencapai kriteria hasil: pemberian sertaevaluasi
Keamanan/Perlindungan, [0920] Tingkat Demensia perawatan yang diinginkan
Kelas 2. Cedera Fisik, Kode 1. Tidak ada kesulitan R : Membantu
00035) memproses informasi meningkatkan dukungan
2. Tidak ada kesulitan kepada klien
Definisi : melakukan kegiatan dasar 2. Tentukan jenis dan tingkat
Rentan mengalami cedera hidup sehari-hari defisit kognittif dengan
fisik akibat kondisi 3. Tidak ada imobilitas menggunakan alat
lingkungan yang 4. Tidak ada agitasi pengkajian yang standart
berinteraksi dengan sumber R : Membantu mengetahui
adaptif dan sumber [0212] Koordinasi defisit kognitif yang dialami
defensive individu yang Pergerakan oleh klien
dapat mengganggu 1. Kekuatan dari kontraksi 3. Sediakan lingkungan fisik
kesehatan otot tidak terganggu dan rutinitas sehari-hari
2. Kestabilan pergerakan yang konsisten
tidak terganggu R : Membantu klien melatih
3. Keseimbangan pergerakan kemampuan kognitif secara
tidak terganggu konsisten
4. Siapkan untuk berinteraksi
dengan menggunakan
kontak mata dan sentuhan
yangs sesuai
R : Membantu membina
hubungan saling percaya
pada klien

[0221] Terapi Latihan :


Ambulasi
1. Berikan pasien pakaian
yang tidak mengekang

44
R : Membantu memberikan
kenyamanan pada klien
2. Bantu pasien untuk
menggunakan alas kaki
yang memfasilitasi pasien
untuk berjalan dan
mencegah cedera
R : Membantu menghindari
resiko cedera
3. Sediakan tempat tidur yang
rendah
R : Membantu menghindari
risiko jatuh
4. Tempatkan saklar posisi
tempat tidur ditempat yang
mudah dijangkau
R : Membantu
memudahkan klien untuk
menjangkau saklar tempat
tidur

45
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual dan daya ingat
secara perlahan-lahan akibat menurunnya fungsi bagian luar jaringan otak,
sehingga memengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari seperti menurunnya
kemampuan dalam berkomunikasi dan berbahasa, serta dalam pengendalian
emosi. Klasifikasi demensia berdasarkan DSM-IV-TR yakni Demensia tipe
Alzheimer dan Demensia tipe Vaskular. dimensia adalah penyakit akut atau
kronis, faktor hormonal dan nutrisi, kehilangan penglihatan dan pendengaran,
obat-obatan antipsikotik, antihistamin, antidepresan, dan antiparkinson.
Manifestasi klinis dari demensia adalah agitasi, gangguan kesadaran dan
pemahaman, pikiran yang kacau dan percakapan yang melantur, gangguan
siklus tidur-bangun, perubahan psikomotor, afasia, apraksia, agnosia,
konfabulasi, reaksi katastrofik, perseveration phenomenon, hiperoralitas,
kehilangan memori, berkurangnya kemampuan berkonsentrasi, sulit
mengambil keputusan, dan penilaian buru. Intervensi keperawanan dalam
menangani kasus dimensia dilakukan pengkajian, analisa data dan evaluasi
hasil dari asuhan keperawanan yang dilakukan.

5.2 Saran
a. Bagi Perawat
Perawat sebagai care giver diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada balita dan keluarga dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative

b. Bagi Mahasiswa
Sebagai mahasiswa diharapkan dapat memberikan edukasi kepada
masyarakat terutama kelompok lansia yang memiliki gangguan demensia
sesuai dengan teori yang ada.

46
DAFTAR PUSTAKA

Dochteran, J. M., & Bulechek, G. M. (2013). Nursing Interventions Classification


(NIC). 6th ed. America: Mosby Elseiver.

Fields RB, 1999, The dementias in Clinical Neuropsychology, American


Psychological Association, Washington DC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford:
Wiley Blackwell.

Kaplan H, Saddock B, Grebb J, 2010, Sinopsis Psikiatri Ilmu pengetahuan


Perilaku psikiatri klinis, Bina Rupa Aksara, Tangerang. Kasper, D. L.,
Fauci, A. S., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J. L.
2005.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba medika
Lumbantobing, S. M. 1995 . Demensia, Symposium Geriatric, Jakarta
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes.
Elsevier Health Sciences

Nasir Abdul, Abdul Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Salemba Medika

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geratrik. Jakarta: EGC


Purwadi T, 2002, Manajemen Penderita Mild Cognitif Impairment (MCL).
Simposium Demensia, Pertemuan Ilmiah Nasional Neurogeriatri Pertama,
Jakarta.
Rochmah W, Harimurti K, 2006, Demensia, In: Aru, Sudoyo, Setiyohadi B,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 4th edn, Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007. Delirium, dementia,
amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock’s Synopsis of

47
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition .
Lippincott Williams & Wilkins.

Shiang Wu-Ming,Tsuo-Hung Lan, Chun-Min Chen, et al, 2011, Socio-


demographic and health-related factors associated with cognitive
impairment in the elderly in Taiwan, BMC Public Health. 2011; 11: 22.
Published online 2011 January 11. doi: 10.1186/1471-2458-11-22 http://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3027136

Wiyoto. 2002. Gangguan Fungsi Kognitif Pada Stroke. Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan, Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: FK UNAIR.

48

Anda mungkin juga menyukai