Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEKERASAN


DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

OLEH
KELOMPOK 1 :
TAUFIK DAMA 2118039
VICA WINDI 2119044
FATRA TAIB 2118016
RAHMATYA PAKAYA 2118004
POPY RAHAYU INAKU 2118008
KRISTINA WISRANCE 2118043
ALAN YUSUF 2118020
SITI NURLAILAH 2118031
RAHMAT SAPII 2118032
NAHDATUL UMMIYATI 2118029

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2020/2021

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil‘alamin, dengan segala kerendahan hati, kami


panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN KORBAN KDRT” dan teman-teman
yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Kami selaku penulis berharap semoga kelak makalah ini dapat berguna
dan juga bermanfaat serta menambah wawasan tentang pengetahuan kita semua
tentang pentingnya Mempelajari Keperawatan jiwa II. Dalam pembuatan makalah
ini kami sangat menyadari masih sangat banyak terdapat kekurangan di sana sini
dan masih butuh saran untuk perbaikannya.

 Akhir kata, semoga makalah yang sederhana bisa dengan mudah di


mengerti dan dapat di pahami maknanya. Kami minta maaf bila ada kesalahan
kata dalam penulisan makalah ini, serta bila ada kalimat yang kurang berkenan di
hati pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Rentang Respon Marah
C. Karakteristik Kekerasan Dalam Rumah Tangga
D. Etiologi
E. Tanda Dan Gejala
F. Lingkup Rumah Tangga
G. Bentuk-Bentuk Kdrt
H. Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA
C. INTERVENSI
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan kebudayaan masyarakat, membawa banyak perubahan dalam
segala segi kehidupan manusia.  Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik
yang sifatnya positif ataupun yang negatif dapat mempengaruhi keseimbangan
fisik, mental, dan sosial.  Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan agar selalu sehat baik fisik, mental ataupun sosial.  Manusia
sebagai makluk biologi-psikologi-sosial-cultural mempunyai sejumlah kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi dan apabila mengalami kegagalan dalam mendapatkan
keutuhan tersebut, maka akan terjadi ketidakseimbangan (Stuart and
Sunnden,1991).
Seseorang akan beradaptasi terhadap ketidakseimbangan melalui mekanisme
penanganan yang dipelajari pada masa lampau.  Apabila seseorang berhasil
beradaptasi dimasa lampau, berarti ia telah mempelajari efektifitas mekanisme
penangganan yang sangat berguna bagi dirinya pada saat ini dan dimasa yang
akan datang dan sebaliknya, jika adaptasi dimasa lampau tak berhasil, maka ia tak
punya mekanisme penanganan yang adekuat untuk beradaptasi terhadap kesulitan
yang lebih komplek dimasa mendatang dan bisa menyebabkan terjadinya keadaan
yang mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan jiwa atau dengan kata lain
adalah gangguan jiwa.
Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa adalah ungkapan marah yang mal
adaptif yang dilakukan seseorang karena gagal dalam beradaptasi dan tak punya
mekanisme penanganan yang adekuat.  Ungkapan marah yang mal adaptif, salah
satunya adalah agresif, yang akan membahayakan karena dapat timbul dorongan
untuk bertindak baik secara kontruktif maupun destruktif dan masih terkontrol.
Marah agresif adalah suatu prilaku yang menyertai rasa marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak baik secara kontruktif maupun destruktif dan masih
terkontrol.  Pasien dengan marah agresif akan bersifat menentang, suka
membantah, bersikap kasar, kecenderungan menuntut secara terus-menerus,
bertingkah laku kasar disertai kekerasan  (Stuart and Sunden,1991).
Permasalahan yang dihadapi dalam perawatan pasien dengan marah agresif adalah
sikap pasien yang tak kooperatif, membahayakan dirinya sendiri dan lingkungan
serta masalah pasien yang dapat menimbulkan dorongan agresifnya.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit
jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan
seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan
marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh
keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga
selama perawatan klien setidaknya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan
tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan
yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan
serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan
perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien
mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada
keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan
proses keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar mengenai prilaku kekerasan pada keluerga?
2.  Bagaimana asuhan keperawatan jiwa prilaku kekerasan pada
keluarga?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan
jiwa perilaku kekerasan pada keluarga yang diharapkan akan mampu
mengidentifikasikan seluruh masalah yang terjadi sehubungan dengan
Perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus.
-     Untuk mengetahui konsep dasar mengenai perilaku kekerasan.
-     Untuk mengetahui mengenai asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan dalam keluarga lebih sering berbentuk
kekerasan dalam keluarga atau rumah tangga (KDRT). Berdasarkan UU
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk, baik
kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual, maupun ekonomi
yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang
secara kemudian memberikan dampak korban menjadi sangat trauma atau
mengalami penderitaan secara psikis. Perilaku kekerasan dalam keluarga
dapat terjadi pada semua orang yang tinggal dalam keluarga, suami, istri,
orang tua, anak, usia lanjut, ataupun pembantu, tanpa membedakan
gender ataupun posisi dalam keluarga.
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik
baik terhadap perempuan maupun  anak. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan  kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995)
Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosonal
dan seksual pada anak-anak pengabaian anak, pemukulan pasangan,
pemerkosaan terhadap suami atau istri dan penganiayaan lansia. Perilaku
penganiyaan dan prilaku kekerasan yang tidak akan dapat diterima bila
dilakukan oanng yang tidak dikenal sering kali di tolerannsi selama
bertahun-tahun dalam keluarga.  Dalam kekerasan keluarga, keluarga
yang normalnya merupakan tempat yang aman dan anggotanya merasa
dicintai dan terlindung, dapat menjadi tempat palinng berbahaya bagi
korban.
B. Rentang Respon Marah
Adaptif Maladaptif
Asertif - Frustasi - Pasif - Agresif - Amuk
Tindakan kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun ornag lain.
Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerkan motorik yang tidak dikontrol.
 Asertif   : Mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
 Frustasi  : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
 Pasif       : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami.
 Agresif   : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
 Amuk     : Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol.

C. Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga


1. Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak
mengundang orang lain datanng kerumah mereka atau tidak mengatakan
kepada orang lain apa yang terjadi. Anak dan wanita yang mengalami
penganiyaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa mereka akan
lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak-anak mungkin
diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan peliharaan mereka kan
dibunuh jika oranng diluar keluarga mengetahui penganiayaan tersebut.
Mereka ditakuti agar mereka menyimpan  rahasia atau mencegah orang
lain mencampuri “ urusan keluarga yang pribadi
2. Kekuasaan dan control
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada
dalam posisi berkuasa daan memilki kendali terhadap korban, baik korban
adalah anak, pasangan, atau lansia. Penganiaya bukan hanya menggunakan
kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial.
Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota keluarga yang
membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan untuk meluangkan
waktu diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya melakukan
penganiayaan emosional dengan meremehkan atau menyalahkan korban
dan sering mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian atau
ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan,
biasanya menyebabkan peningkatan prilaku kekerasan (singer at al, 1995).
3. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain
Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan
kekerasan dalam keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-
alkohol tidak menyebabkan individu menjadi penganiaya sebalik,
penganiaya juga cenderung menggunakan alkohol atau obat-obatan lain.
50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga
memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang mengalami
penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alkohol
mencapai 50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin bahwa alkohol dapat
menguurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebiih intens atau
sering (denham, 1995).
Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap
pasangan kencan atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s
division of violence prevention melaporkan bahwa studi mengidentifikasi
penggunaan alkohol atau obat yang berlebiihan yang dikaitkan dengan
penganiayaan seksual.
4. Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial
(humphreeys, 1997;tyra, 1996). Transmisi antargenerasi  menunjukkan
bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan suatu pola yang dipelajari.
Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan
belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara
menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat.
Akan tetapi tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga
menjadi penganiayaa atau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor
tunggal ini saja tidak menjelaskan prilku kekerasan yang terus ada.

D. Etiologi
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan /
keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan
cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya
dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri; pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani
bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya
mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan
diakui statusnya.
Faktor Internal
Contoh: pecemburu, suka ngomel, pengabaian pengurusan rumah
tangga, penuntut, suka bertengkar, kurang menghargai suami, ketergantungan
dan berpegang pada tradisi atau adat.
Faktor Eksternal
1. Sifat pribadi pelaku.
2. Tekanan hidup.
3. Ketimpangan gender dan social.
4. Masalah keuangan.
5. Budaya paternalistic
E. Tanda dan Gejala          
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala
atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah
diantaranya adalah:
 Perubahan fisiologi
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil
dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat,
kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
 Perubahan Emosional
Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang,
bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
 Perubahan Perilaku
Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada
suara keras dan kasar.
 Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
 Menyatakan Secara Asertif (Assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
 Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
 Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan

F. Lingkup Rumah Tangga


Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2
ayat 1):
1. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga)
G. Bentuk-Bentuk KDRT
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat (Pasal 6).
2.  Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7)
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar
dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain
untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Kekerasan seksual meliputi (pasal 8):
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b.  Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu.
4.  Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang
dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain
itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut (pasal 9)

H. Faktor penyebab perilaku kekerasan dalam keluarga


1. Biologi
Perubahan sistem limbik otak dan neurotransmitter menyebabkan individu
tidak mampu mengendalikan perilaku agresifnya.
2. Psikologi
Kegagalan, frustasi, ketidakpuasan, pernah jadi korban, saksi, atau pelaku
kekerasan.
3. Sosial budaya
Adanya perilaku agresif yang dapat memenuhi kebutuhan akan cenderung
diulang dalam cara penyelesaian masalah. Adanya penerimaan masyarakat
atas perilaku kekerasan yang terjadi, tidak adanya pencegahan, dan kurang
berperannya aspek hukum akan menyuburkan perilaku kekerasan di dalam
keluarga dan masyarakat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.      Pengumpulan data.
a.      Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah,
pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b.      Aspek emosional
Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain , mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c.       Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan,
bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d.      Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain lain. Individu
seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-
kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan

e.       Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji
individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan
spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek fisik terdiri
dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat,
tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme,
berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan,
humor.
2.      Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang
disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui
wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang
ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan
langsung oleh perawat.
3.      Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan
yang dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat
diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa
data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
4.      Aspek Fisik
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek
emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual :
mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik
diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
B.     Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan utama pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1.    Resiko Prilaku Kekerasan
Tgl No Diagnose Rencana keperawatan
Dx keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional


Resiko PrilakuTUM: 1.    Bina hubungan saling1.       
kekerasan klien dapat mengontrolpercaya.     Hubung
perilaku kekerasan pada      Salam terapeutik,percaya m
saat berhubungan denganperkenalan diri, beritahuterbuka pada
orang lain tujuan interaksi, kontraksebagai d
waktu yang tepat, ciptakanintervensi sel
TUK: lingkungan yang aman dan2.     
1.   Klien dapat membinatenang, observasi respon    Informa
hubungan saling percaya. verbal dan non verbal,penting ba
2.   Klien dapatbersikap empati. untuk mem
mengidentifikasi 2.    Klien dapatdalam m
penyebab perilakumengidentifikasi penyebabmasalah yang
kekerasan. perilaku kekerasan.     pengung
3.   Klien dapat      Beri kesempatan padaperasaan d
mengidentifikasi tanda-klien untuk mengugkapkanlingkungan
tanda perilaku kekerasan. perasaannya. mengancam
4.   Klien dapat      Bantu untukmenolong p
mengidentifikasi perilakumengungkapkan penyebabsampai ke
kekekerasan yang biasaperasaan jengkel / kesal penyelesaian
dilakukan. 3.    Klien dapat3.       
5.   Klien dapatmengidentifikasi tanda-tanda    Pengung
mengidentifikasi akibatperilaku kekerasan. kekesalan
perilaku kekerasan.       Anjurkan klienkonstruktif u
6.   Klien dapatmengungkapkan dilema danpenyelesaian
melakukan cara beresponsdirasakan saat jengkel. yang konstruk
terhadap kemarahan      Observasi tanda    mengeta
secara konstruktif. perilaku kekerasan pada klien. yang dilakuk
7.   Klien dapat      Simpulkan bersamasehingga
mendemonstrasikan sikaptanda-tanda jengkel / kesanuntuk interve
perilaku kekerasan. yang dialami klien.     memuda
8.   Klien dapat dukungan4.    Klien dapatdalam mengo
keluarga dalammengidentifikasi perilakukekerasan.
mengontrol perilakukekekerasan yang biasa4.       
kekerasan. dilakukan.     memuda
9.   Klien dapat      Anjurkan klien untukpemberian
menggunakan obat yangmengungkapkan perilakukepada klien.
benar. kekerasan yang biasa    mengeta
dilakukan. bagaimana
      Bantu klien bermainmelakukanny
peran sesuai dengan perilaku    memban
kekerasan yang biasamemberikan
dilakukan. untuk m
      Bicarakan dengan klienmasalahnya.
apakah dengan cara yang klien5.       
lakukan masalahnya selesai.     mencari
5.    Klien dapatkoping yang
mengidentifikasi akibatkonstruktif.
perilaku kekerasan     mengert
      Bicarakan akibat /benar dalam
kerugian dan perilakuperasaan mar
kekerasan yang dilakukan6.       
klien.     menamb
      Bersama klienpengetahuan
menyimpulkan akibat darikoping yang
perilaku kekerasan yang    mendoro
dilakukan. pengulangan
6.    Klien dapat melakukanpositif, m
cara berespons terhadapharga diri klie
kemarahan secara konstruktif.     dengan
      Tanyakan pada kliendapat deng
“apakah ia ingin mempelajarimengontrol
cara baru yang sehat”. klien.
      Berikan pujian jika7.       
klien mengetahui cara yang    memotiv
sehat. dalam mende
      Diskusikan dengan kliencara mengon
cara lain yang sehat. kekerasan.
-   Secara fisik : tarik nafas    mengeta
dalam / memukul botol / kasurklien terhada
atau olahraga atau pekerjaandiberikan.
yang memerlukan tenaga.     mengeta
-   Secara verbal : katakankemampuan
bahwa anda sering jengkel /melakukan
kesal. sehat.
-   Secara sosial : lakukan    meningk
dalam kelompok cara-caradiri klien.
marah yang sehat, latihan    mengeta
asertif, latihan manajemenklien selama
perilaku kekerasan. 8.       
-   Secara spiritual : anjurkan    memotiv
klien berdua, sembahyang,dalam
meminta pada Tuhan agarperawatan ke
diberi kesabaran.     menamb
7.    Klien dapatpengetahuan
mendemonstrasikan sikapkeluarga san
perilaku kekerasan. dalam peruba
      Bantu klien memilihklien.
cara yang paling tepat untuk    meningk
klien. pengetahuan
      Bantu kliendalam mer
mengidentifikasi manfaat yangsecara bersam
telah dipilih.     mengeta
      Bantu klien untukmana
menstimulasikan cara tersebut. menggunakan
      Beri reinforcementdianjurkan.
positif atas keberhasilan klien    mengeta
menstimulasi cara tersebut. keluarga dal
      Anjurkan klien untukklien.
menggunakan cara yang telah9.       
dipelajari saat jengkel / marah.     menamb
8.    Klien dapat dukunganpengetahuan
keluarga dalam mengontrolkeluarga tent
perilaku kekerasan. fungsinya.
      Identifikasi kemampuanmemberikan
keluarga dalam merawat klienpentingnya
dari sikap apa yang telahdalam
dilakukan keluarga terhadappenyembuhan
klien selama ini.
      Jelaskan peran serta
keluarga dalam merawat klien.
      Jelaskan cara-cara
merawat klien.
-   Terkait dengan cara
mengontrol perilaku kekerasan
secara konstruktif
-   Sikap tenang, bicara tenang
dan jelas.
-   Bantu keluarga mengenal
penyebab marah.
      Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien.
      Bantu keluarga
mengungkapkan perasaannya
setelah melakukan
demonstrasi.
9.    Klien dapat menggunakan
obat yang benar
      Jelaskan pada klien dan
keluarga jenis-jenis obat yang
diminum klien seperti : CPZ,
haloperidol, Artame.
      Diskusikan manfaat
minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa
seizin dokter.
BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
perempuan maupun  anak. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan  kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah


Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).


St.Louis Mosby Year Book, 2012
 Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
2014
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 2015
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2016
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2013

Anda mungkin juga menyukai