Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PROSEDUR TERAPI KOGNITIF PADA LANSIA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

Melyana Kwesaputra 105111100121


Dinda Nur Wahyuni Adnan 105111100321
Masniati 105111100421
Nadyah Kherunnisa 105111100521
St. Khadijah 105111100621
Nadyah Putri Ilhamsyah 105111100821
Mika Karmila 105111100921
Rifda Mardalena 105111101021
Rahmawati 105111101121

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023
LATAR BELAKANG

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta`ala


yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat
menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Makalah ini berjudul “Prosedur Terapi
Kognitif Pada Lansia”.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Gerontik. Kami ucapkan terima kasih kepada
dosen Ibu Aslinda, S. Kep, Ns., M. Kes yang telah banyak memberi bantuan
dengan arahan dan petunjuk yang jelas sehingga mempermudah dalam
menyelesaikan makalah ini.

Terima kasih juga kepada teman teman seperjuangan yang telah


mendukung selesainya tugas ini tepat waktu. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sangat terbuka
pada kritik dan saran yang membangun sehingga makalah ini bisa lebih
baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan medikal bedah II.

Makassar, 03 Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I .........................................................................................................4

PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar Belakang .................................................................................4

B. Rumusan Masalah ...........................................................................5

C. Tujuan ..............................................................................................5

BAB II ........................................................................................................6

PEMBAHASAN ..........................................................................................6

A. Latihan kognitif pada lansia ..............................................................6

B. Tes Kognitif Dan Interpretasi Latihan Kognitif Pada Lansia ............10

BAB III .....................................................................................................18

PENUTUP ...............................................................................................18

A. Kesimpulan ....................................................................................18

B. Saran .............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada beberapa dekade terakhir, kemajuan ilmu kedokteran


sangat berpengaruhpada perawatan kesehatan dan akan
mempengaruhi pertumbuhan populasi lanjut usia. Di Indonesia,
jumlah jiwa anggota keluarga umur 60 tahun ke atas, secara nasional
tahun 2009 diperkirakan sebanyak 15.504.089 jiwa atau 6,8% dari
seluruh jiwa dalam keluarga (BKKBN,2009). Menurut Lembaga
Demografi Universitas Indonesia, persentase jumlah penduduk
berusia lanjut pada tahun 1985 adalah 3,4% dari total penduduk dan
pada tahun 2000 mencapai 7,4%. Data Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) menyatakan bahwa peningkatan warga berusia lanjut
di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, yaitu 414%
hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan tahun
2020 mencapai 25,5 juta jiwa (Soejono,2006).
Akibat populasi usia lanjut yang meningkat maka akan
terjadi transisi epidemiologi yaitu bergesernya pola penyakit dari
penyakit infeksi dan gangguan gizi menjadi penyakit-penyakit
degeneratif, diabetes, hipertensi, neoplasma, dan penyakitjantung
koroner. Konsekuensi dari peningkatan warga usia lanjut adalah
meningkatnya jumlah pasien geriatri dengan kerakteristiknya yang
berbeda dengan warga usia lanjut atau dewasa muda. Karakteristik
pasien geriatrik adalah multipatologi, menurunnya daya cadangan
faali, berubahnya gejala dan tanda penyakit dari yang klasik,
terganggunya status fungsional pasien geriatri, dan kerap terdapat
gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006).
Jika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi
akut seperti infeksi, maka seringkali akan timbul gangguan
fungsi kognitif, depresi, imobilisasi, instabilisasi, dan inkontinensia

4
(atau lazim disebut sebagai geriatric giants). Keadaanakan semakin
rumit jika secara psikososial terdapat hendaya seperti neglected
atau miskin (finansial). Sehingga pendekatan untuk pasien geriatri
harus bersifat holistik danparipurna, yaitu bio-psiko-sosial, juga dari
sisi kuratif, reehabilitatif, preventif, danpromotif (Soejono,2006).
Pendekatan klinis yang lazim dikerjakan seperti anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan penunjang ditambah pengkajian untuk
mendeteksi gangguanyang terutama sering terdapat pada usia lanjut
yaitu fungsi kognitif dan afek, mobilitas, gait, keseimbangan,
kontinens, nutrisi, penglihatan dan pendengaran. Pengkajian status
ungsional untuk mengatasi hendaya menjadi penting karena
sering hal ini yangmenjadi skala prioritas penyelesaian masalah
(Supartondo,2001).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latihan kognitif pada lansia?


2. Bagaimana tes kognitif pada lansia?
3. Bagaimana Interpretasi hasil latihan kognitif pada lansia?

C. Tujuan

1. Mengetahui latihan kognitif pada lansia.


2. Mengetahui tes kognitif pada lansia.
3. Mengetahui Interpretasi hasil latihan kognitif pada lansia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latihan kognitif pada lansia

1. Perubahan Kognitif Pada Lansia


Proses penuaan menyebabkan kemunduran kemampuan
otak. Diantara kemampuanyang menurun secara linier atau
seiring dengan proses penuaan adalah
a. Daya Ingat (memori), berupa penurunan kemampuan
penamaan (naming) dankecepatan mencari kembali
informasi yang telah tersimpan dalam pusatmemori
(speed of information retrieval from memory).
b. Intelegensia Dasar (fluid intelligence) yang berarti
penurunan fungsi otak bagian kanan yang antara lain
berupa kesulitan dalam komunikasi non verbal, pemecahan
masalah, mengenal wajah orang, kesulitan dalam
pemusatan perhatian dan konsentrasi.
2. Definisi Demensia
Dimensia adalah penurunan kemampuan mental yang
biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi
gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara
mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun
(misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel
otak.
1) Kondisi Demensia
Kondisi gangguan kognitif pada lanjut usia dengan
berbagai jenis gangguan seperti mudah lupa yang
konsisten, disorientasi terutama dalam hal waktu,
gangguan pada kemampuan pendapat dan pemecahan

6
masalah, gangguan dalam hubungan dengan masyarakat,
gangguan dalam aktivitas di rumah dan minat intelektual
serta gangguan dalam pemeliharaan diri.
2) Tanda dan gejala
a. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
b. Pelupa
c. Sering mengulang kata-kata
d. Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang
makan
e. Cepat marah dan sulit di atur.
f. Kehilangan daya ingat
g. Kesulitan belajar dan mengingatin formasi baru
h. Kurang konsentrasi
i. Kurang kebersihan diri
j. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
k. Mudah terangsang
l. Tremor
m. Kurang koordinasi gerakan.
3) Pengenalan dini demensia
Pengenalan dini demensia berarti mengenali:
a. Kondisi normal (mengidentifikasi BSF dan AAMI):
kondisi kognitif padalanjut usia yang terjadi dengan
adanya penambahan usia dan bersifat wajar. Contoh:
keluhan mudah lupa secara subyektif, tidak ada
gangguan kognitif ataupun demensia.
b. Kondisi pre-demensia (mengidentifikasi CIND dan
MCI): kondisi gangguan kognitif pada lanjut usia
dengan ciri mudah lupa yang makin nyata dan dikenali
(diketahui dan diakui) oleh orang dekatnya. Mudah
lupa subyektif dan obyektif serta ditemukan

7
performa kognitif yang rendah tetapi belum ada
tanda-tanda demensia.
c. Kondisi demensia: kondisi gangguan kognitif pada
lanjut usia denganberbagai jenis gangguan seperti
mudah lupa yang konsisten, disorientasi terutama
dalam hal waktu, gangguan pada kemampuan
pendapat dan pemecahan masalah, gangguan dalam
hubungan dengan masyarakat, gangguan dalam
aktivitas di rumah dan minat intelektual serta gangguan
dalam pemeliharaan diri.
3. Strategi Latihan Kognitif
a. Menurunkan cemas
b. Tehnik relaksasic.
c. Biofeed back, menggunakan alat untuk menurunkan cemas
dan memodifikasi respon perilaku.
d. Systematic desenzatization. Dirancang untuk menurunkan
perilaku yang berhubungan dengan stimulus spesifik
misalnya karena ketinggian atau perjalanan melalui
pesawat. Tehnik ini meliputi relaksasi otot
denganmembayangkan situasi yang menyebabkan cemas.
e. Flooding. Klien segera diekspose pada stimuli yang paling
memicu cemas (tidak dilakukan secara berangsur – angsur)
dengan menggunakan bayangan/imajinasi.
f. Pencegahan respon klien. Klien didukung untuk
menghadapi situasi tanpa melakukan respon yang biasanya
dilakukan.
4. Terapi kognitif
a. Latihan kemampuan social meliputi: menanyakan
pertanyaan, memberikansalam, berbicara dengan suara
jelas, menghindari kiritik diri atau orang lai.

8
b. Aversion therapy: therapy ini menolong menurunkan
perilaku yang tidakdiinginkan tapi terus dilakukan. Terapi ini
memberikan stimulasi yang membuat cemas atau penolakan
pada saat tingkah laku maladaptive dilakukan klien.
c. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan
terapis tentang apa definisi perilaku yang akan dirubah atau
konsekuensi terhadap perilaku itu jika dilakukan. Meliputi
konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.

9
B. Tes Kognitif Dan Interpretasi Latihan Kognitif Pada Lansia

1. Tes kognitif MMSE

10
2. Teknik Pemakaian Dan Penilaian MMSE
MMSE menggunakan instrumen berbentuk berbagai
pertanyaan. Daftar pertanyaan terdapat pada gambar 1. Cara
penggunaannya adalah sebagai berikut (Folstein, 1975;
Setiati,2007):
a. Penilaian Orientasi (10 poin)
Pemeriksa menanyakan tanggal, kemudian pertanyaan dapat
lebih spesifik jika ada bagian yang lupa (misalnya: ”Dapatkah
anda juga memberitahukan sekarang musim apa?”). Tiap
pertanyaan yang benar mendapatkan 1 (satu) poin.
Pertanyaan kemudian diganti dengan,”Dapatkah anda

11
menyebutkan nama rumah sakit ini (kota, kabupaten, dll) ?”.
Tiap pertanyaan yang benar mendapatkan 1 (satu poin).
b. Penilaian Registrasi (3 poin).
Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda yang tidak
berhubungan dengan jelas dan lambat. Setelah itu pasien
diperintahkan untuk mengulanginya. Jumlah benda yang
dapat disebutkan pasien pada kesempatan pertama dicatat
dan diberikan skor (0-3). Jika pasien tidak dapat
menyebutkan ketiga nama benda tersebut pada kesempatan
pertama, lanjutkan dengan mengucapkan namanya sampai
pasien dapat mengulang semuanya, sampai 6 kali
percobaan. Catat jumlah percobaan yang digunakan pasien
untuk mempelajari kata-kata tersebut. Jika pasien tetap tidak
dapat mengulangi ketiga kata tersebut, berarti pemeriksa
harus menguji ingatan pasien tersebut. Setelah
menyelesaikan tugas tersebut, pemeriksa memberitahukan
kepada pasien agar mengingat ketiga kata tersebut, karena
akan ditanyakan sebentar lagi.
c. Perhatian dan kalkulasi (5poin)
Pasien diperintahkan untuk menghitung mundur dari 100
dengan selisih 7. hentikan setelah 5 angka. Skor berdasarkan
jumlah angka yang benar. Jika pasien tidak dapat atau tidak
dapat mengerjakan tugas tersebut, maka dapat digantikan
dengan mengeja kata ”DUNIA” dari belakang. Cara
menilainya adalah menghitung kata yang benar. Contohnya
jika menjawab “AINUD” maka diberi nilai 5, tetapi jika
menjawab “AINDU” diberi nilai 3.
d. Ingatan(3poin)
Pasien diperintahkan untuk mengucapkan 3 kata yang
diberikan sebelumnya kepada pasien dan disuruh

12
mengingatnya. Pemberian skor dihitung berdasarkan jumlah
jawaban yang benar.
e. Bahasa dan praktek (9 poin)
- Penamaan: Pasien ditunjukkan arloji dan diminta
menyebutkannya. Ulangi dengan menggunakan pensil.
Skor 1 poin setiap nama benda yang benar (0-2).
- Repetisi (pengulangan): Pasien diminta untuk mengulangi
sebuah kalimat yang diucapkan oleh penguji pada hanya
sekali kesempatan. Skor 0 atau 1.
- Perintah 3 tahap: pasien diberikan selembar kertas
kosong, dan diperintahkan, ” Taruh kertas ini pada tangan
kanan anda, lipat menjadi 2 bagian, dan taruh di lantai”.
Skor 1 poin diberikan pada setiap perintah yang dapat
dikerjakan dengan baik (0-3).
- Membaca: Pasien diberikan kertas yang bertuliskan
”Tutup mata anda” (hurufnya harus cukup besar dan
terbaca jelas oleh pasien. Pasien diminta untuk membaca
dan melakukan apa yang tertulis. Skor 1 diberikan jika
pasien dapat melakukan apa yang diperintahkan. Tes ini
bukan penilaian memori, sehingga penguji dapat
mendorong pasien dengan mengatakan ”silakan
melakukan apa yang tertulis” setelah pasien membaca
kalimat tersebut.
- Menulis: Pasien diberikan kertas kosong dan diminta
menuliskan suatu kalimat. Jangan mendikte kalimat
tersebut, biarkan pasien menulis spontan. Kalimat yang
ditulis harus mengandung subjek, kata kerja dan
membentuk suatu kalimat. Tata bahasa dan tanda baca
dapat diabaikan.
- Menirukan: pasien ditunjukkan gambar segilima yang
berpotongan, dan diminta untuk menggambarnya semirip

13
mungkin. Kesepuluh sudut harus ada dan ada 2 sudut
yang berpotongan unruk mendapatkan skor 1 poin.
Tremor dan rotasi dapat diabaikan.
3. Interpretasi Penilaian MMSE
Setelah dilakukan penilaian, skor dijumlahkan dan didapatkan
hasil akhir. Hasil yang didapatkan diintrepetasikan sebagai dasar
diagnosis. Ada beberapa interpretasi yang bisa digunakan.
Metode yang pertama hanya menggunakan single cutoff, yaitu
abnormalitas fungsi kognitif jika skor <24. metode lain
menggunakan range. Jika skor <21 kemungkinan demensia akan
meningkat, sedangkan jika skor >25 kecil kemungkinan
demensia.
Interpretasi lainnya memperhitungkan tingkat pendidikan
pasien. Pada pasien dengan tingkat pendidikan rendah (di bawah
SMP) ambang batas abnormal diturunkan menjadi 21, pada
tingkat pendidikan setingkat SMA abnormal jika skor <23, pada
tingkat perguruan tinggi skor abnormal jika <24.
Berat ringannya gangguan kognitif dapat diperkirakan dengan
MMSE. Skor 24-30 menunjukkan tidak didapatkan kelainan
kognitif. Skor 18-23 menunjukkan kelainan kognitif ringan. Skor
0-17 menunjukkan kelainan kognitif yang berat (Folstein, 1975).

Metode Skor Interpretasi


Single cutoff <24 abnormal
Range <21 Kemungkinan demesia lebih besar
<25 Kemungkinan demesia lebih kecil
Pendidikan 21 Abnormal pada tingkat pendidikan
<23 kelas 2 SMP
<24 Abnormal pada tingkat pendidikan
SMA

14
Abnormal pada tingkat pendidikan
penguruan tinggi
Keparahan 24-30 Tidak ada kelainan kognitif
18-23 Kelainan kognitif ringan
0-17 Kelainan kognitif berat
4. Tes Kognitif Abbreviated Mental Test Score AMT
No SETIAP JAWABAN BENAR MENDAPATSKOR
SATU POIN
1. Umur
2. Waktu (jam)
3. Alamat lengkap (pertanyaan di ulang saat akhir
wawancara
4. Tahun
5. Nama rumah sakit, institusi atau alamat rumah
(tergantung tempat wawancara)
6. Mengenal 2 orang (misalnya dokter, perawat, istri, dll)
7. Tanggal lahir
8. Tahun perang dunia 1 di mulai
9. Nama raja sekarang
10. Menghitung mundur dari skor 20 ke 1
Total Skor
SKOR KURANG DARI 6 MENUNJUKAN ADANYA
DEMENSIA

15
5. Interpretasi AMT
Perkiraan penggunaan waktu pelaksanaan harus di
perhatikan, karena waktu penilaian lebih panjang pada penderita
dengan kelalaian kognitif daripada yang tidak. Oleh sebab itu, di
kembangkan beberapa instrumen untuk menitai fungsi kognitif
pada penderita lanjut usia dengan waktu yang lebih pendek
daripada MMSE. Salah satu instrumen yang dikembangkan
adalah Abbreviated Mental Test Care (AMT)
(MacKenzie,1996:Tangalos,1996). AMT mempunyai sensifitas
dan spesivitas yang lebih rendah dalam mendeteksi adanya
kelainan kognitif daripada MMSE. AMT tampaknya kurang
menyenangkan, meskipun lebih mudah dan cepat untuk
digunakan. (Tombaugh,1992; MacKenzie,1996). Interpretasi
skor pada AMT adalah jika skor AMT <6 menunjukkan adanya
demensia.
The Abbreviated Mental Test (AMT) lebih singkat, terdiri dari
10 soal yang digunakan untuk skrining kelainan. Tes ini terdiri dari
10 pertanyaan yang diseleksi berdasarkan nilai diskriminatif dari
Mental Test Score yang lebih panjang. AMT termasuk komponen-
komponen yang mengikuti memori baru dan lama, atensi, dan
orientasi. Skor <8 merupakan batas yang menunjukkan defisit
kognitif yang bermakna. Tes ini menunjukkan secara cepat
penilaian beratnya penyakit dibandingkan tes yang lebih panjang.
Tes ini mampu mendeteksi perubahan kognisi yang berhubungan
dengan perkembangan pasca operatif pada delirium. Pada
pasien usia lanjut, tes ini dapat dikerjakan dalam 3 menit.
Terdapat versi 4 pertanyaan AMT (AMT4), dengan
pertanyaan tentang umur, tanggal lahir, tempat, dan tahun saja.
Tes ini lebih cepat, lebih mudah digunakan, dan lebih mudah
diingat oleh pemeriksa. Sehingga lebih meningkatkan

16
kemungkinan penggunaan tes ini secara rutin pada pasien usia
lanjut di rumah sakit yang sibuk atau di UGD.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi kognitif pada lansia telah terbukti efektif dalam


mengurangi gejala depresi, kecemasan, dan stres. Terapi ini juga
dapat membantu lansia untuk meningkatkan keterampilan koping
mereka, membangun harga diri, dan meningkatkan kualitas hidup
mereka secara keseluruhan.

B. Saran

1. Membangun hubungan terapeutik yang kuat. Terapis harus


menciptakan lingkungan yang aman dan suportif di mana lansia
merasa nyaman untuk berbagi pikiran dan perasaan mereka.
2. Menilai pikiran dan keyakinan lansia. Terapis harus membantu
lansia untuk mengidentifikasi pikiran dan keyakinan negatif yang
berkontribusi pada masalah emosional mereka.
3. Menantang pikiran dan keyakinan negatif. Terapis harus
membantu lansia untuk mempertanyakan dan menantang pikiran
dan keyakinan negatif mereka.
4. Mengembangkan keterampilan koping yang sehat. Terapis harus
membantu lansia untuk mengembangkan keterampilan koping
yang sehat untuk menghadapi stres dan kesulitan.
5. Mempromosikan harga diri yang positif. Terapis harus membantu
lansia untuk membangun harga diri yang positif dengan fokus
pada kekuatan dan pencapaian mereka.
6. Meningkatkan kualitas hidup. Terapis harus membantu lansia
untuk meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan
dengan membantu mereka untuk mencapai tujuan mereka dan
menjalani kehidupan yang lebih bermakna.

18
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2009.Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2009

Mac Kenzie DM, Copp P, Shaw RJ, et al,1996. Brief cognitive screening of
the elderly: acomparison of the Mini Mental State Examination
(MMSE), Abbreviated Mental Test (AMT) and Mental Status
Questionnaire (MSQ). Psychological Medicine; 26:427–30.

Tangalos EG, Smith GE, Ivnik RJ, et al. 1996.The Mini-Mental State
Examinationin general medical practice: clinical utilityand
acceptance MayoClinProc71:829–37

19

Anda mungkin juga menyukai