Anda di halaman 1dari 32

Tugas Keperawatan Medikal Bedah 3

“PBL KASUS SISTEM NEUROSENSORI”

Dosen Pembimbing :
Ns. Siti Fatimah, M.Kep
OLEH
KELOMPOK 2

YOHANES M. HARTOWIYONO (841422169)


FERTIAN ANTON YUNUS (841422157)
FERON LADIKU (841422177)
DANDY EKO PRATAMA (841422152)
INDRA WAHYU PRATAMA DAI (841422165)
LILLA PUJIARSIH ABDULLAH (841422173)
NURYATI HARUN (841422161)
NURMAWATI (841422190)
NINDI HARDIYANTI M. HARUN (841422148)
RAJIMAN (841422144)
SARTIKA BACHMID (841422185)
YUSRIL D. LATINAPA (841422181)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM NON REGULER


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta petunjuk-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan
pembuatan Asuhan Keperawatan ini dengan judul “ PBL Kasus Sistem Neurosensori”.
Shalawat serta salam kita panjatkan kepada baginda Rasulullah SAW yang kita nanti
– nantikan syafa’atnya di akhirat. Kemudian kami juga mengucapkan terima kasih kepada
Ns. Siti Fatimah, M.Kep yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 3 hingga kami mampu mengerjakan Asuhan Keperawatan ini dengan
baik.
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyeselaian Asuhan Keperawatan ini dan teman-teman serta
semua pihak yang tidak bisa kami ucapkan satu-persatu.
Kami sadar makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan. Maka besar
kiranya harapan kami untuk mendapatkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Makalah ini. Dan kami berharap PBL Kasus Sistem Neurosensori ini bisa
benar-benar bermanfaat bagi semua pihak.

Gorontalo, November 2022

Kelompok 2
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelasaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan telah mampu menjelaskan


tentang penyakit sistem Neurosensori.

SKENARIO 3

Pria usia 45 tahun diantar ke poli mata dengan KU mata kanan terasa nyeri, merah dan
disertai pandangan kabur sejak 3 hari yang lalu. Hasil pengkajian didapatkan klien
sebelum datang ke rumah sakit jatuh didepan wc. Skala nyeri 6 dirasakan sampai kepala
disertai mual dan muntah. Hasil pemeriksaan oftalmologi visus kanan 1/300 dan TIO mata
kanan 46 mmHg. Td : 150/90 mmHg, nadi 110x/m pernapasan 22x/menit.
LEMBAR KERJA MAHASISWA

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Nyeri
Nyeri adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan perasaan yang tidak
nyaman atau tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan yang
telah rusak atau yang berpotensi untuk rusak
b. Skala nyeri
Skala nyeri adalah tingkatan rasa nyeri dari tidak sakit sampai sangat sakit
yang terbagi menjadi beberapa angka, umumnya 0-10. Saat menggunakan skala
nyeri, pasien akan diminta untuk menilai rasa sakit yang dirasakan menggunakan
angka.
c. Mual
Mual adalah mekanisme pertahanan diri yang menyebabkan suatu sensasi
tidak nyaman di perut dan membuat seseorang merasa ingin muntah. Perut yang
terasa mual juga kadang menyebabkan seseorang untuk memuntahkan isi
perutnya.
d. Muntah
Muntah adalah kondisi ketika isi lambung keluar secara paksa melalui mulut.
Berbeda dari regurgitasi atau keluarnya isi lambung tanpa kontraksi, muntah
disertai kontraksi pada lambung dan otot perut. Muntah sendiri bukan suatu
penyakit, melainkan gejala dari gangguan kesehatan.
e. Pemeriksaan Oftalmologi
Oftalmoskopi atau funduskopi adalah bagian dari pemeriksaan mata yang
dinilai dapat mendeteksi dini berbagai penyakit serius secara akurat. Oftalmoskopi
bisa termasuk sebagai pemeriksaan mata rutin atau saat pasien dicurigai
mengalami kondisi tertentu yang memengaruhi pembuluh darah.
f. Visus
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan
pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan.
g. Tekanan Intra Okuler
Tekanan intraokular (TIO) adalah tekanan di dalam bola mata yang terbentuk
sebagai akibat dari produksi dan sirkulasi cairan bola mata secara terus
menerus.Peningkatan tekanan intraokular dapat dipengaruhi oleh produksi cairan
humor aquous yang berlebihan atau juga karena hambatan pengeluaran humor
aquous sehingga menimbulkan kerusakan pada saraf optik yang dapat
mengakibatkan kebutaan.

2. KATA / PROBLEM KUNCI


a. Nyeri pada mata
b. Mata merah
c. Pandangan kabur
d. Riwayat Jatuh
e. Mual Muntah
f. Visus tidak normal 1/300
g. Peningkatan TIO 46 mmHg
h. TD : 150/90 mmHg
i. Nadi 110 x/menit
1. MIND MAP

GLAUKOMA
KATARAK

Glaukoma ialah penyakit atau kelainan pada Katarak adalah sutatu penyakit ketika lensa mata
mata akibat kerusakan saraf mata yang dapat menjadi keruh dan berawan. Pada umumnya
menyempitkan lapang pandang dan hilangnya katarak berkembang perlahan dan awalnya tidak
fungsi pengelihatan. Penyebab atau faktor terasa menganggu.
risiko utama glaukoma ialah peningkatan
tekanan bola mata. Peningkatan bola mata
umunya berlangsung perlahan sehingga tidak
menimbulkan gejala pada awalnya sampai
MASALAH PADA
penderita sadar setelah terjadi penyempitan SISTEM
lapang pandang NEUROPRESEPSI

ENDOFTALMITIS
KONJUNGTIVITIS Endoftalmitis adalah peradangan
Konjungtivitis adalah suatu kondisi di mana
berat yang terjadi pada seluruh jaringan
terjadi peradangan pada salah satu mata yang intraocular yang mengenai dua dinding
di sebut konjungtiva. Konjungtiva ini bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa
merupakan selaput bening yang melapisi melibatkan sklera dan kapsula tenon.
seluruh bagian terdepan mata dan menjadi
pelindung pada mata
Penyakit Hematologi
Tanda dan Gejala
Glaukoma Katarak Konjungtivitis Endoftalmitis
Nyeri pada mata  -  
Mata merah  - √ 
Pandangan kabur   √ √
Riwayat Jatuh  √ - √
Mual Muntah  -
- -

Visus tidak  -
- -
normal 1/300
Peningkatan TIO  -
- -
46 mmHg

2. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a. Apa yang menyebabkan nyeri pada pasien Glaukoma?
b. Apa yang menyebabkan mata merah pada pasien Glaukoma?
c. Mengapa bisa terjadi peningkatan TIO pada pasien Glaukoma?
d. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan nyeri pada pasien Glaukoma?
e. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan mual pada pasien Glaukoma?

3. JAWABAN PERTANYAAN
a. Nyeri terjadi pada pasien glaukoma karena disebabkan oleh adanya peningkatan
tekanan intraokular sehingga membuat kerusakan pada saraf mata akibatnya membuat
mata menjadi nyeri dan kemerahan
b. Penyebab mata menjadi merah pada pasien glaukoma karena adanya peningkatan
tekanan intraokular mata
c. Peningkatan TIO pada glaukoma ini karena aliran aqueous humor yang terhambat pada
penutupan sudut kamera okuli anterior.
d. Penatalaksanaan nyeri pada pasien Glaukoma
Manajemen Nyeri
Observasi
 Identifikasi karakteristik,lokasi,durasi,frekuensi,kualitas, intensitasnyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang
 Memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan nonfarmakologis mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
e. Penatalaksanaan mual pada pasien Glaukoma
Manajemen Mual
Observasi
 Identifikasi pengalaman mual
 Identifikasi isyarat nonverbal ketidak nyamanan (mis. Bayi, anak-anak, dan mereka
yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
 Identifikasi dampak mual terhadapkualitas hidup (mis. Nafsu makan, aktivitas,
kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
 Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur)
 Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada kehamilan)
 Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
 Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik
 Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap, suara, dan
rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
 Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
 Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
 Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna, jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
 Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
 Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual (mis.
Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

4. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


Setelah pembelajaran ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara menentukan
penatalaksanaan keperawatan pada kasus yang telah di berikan.

5. INFORMASI TAMBAHAN
Tambahkan judul penelitian yang sudah dipublis “Tekhnik Relaksasi Pernapasan Benson
terhadap Intesitas Nyeri pada Penderita Glaukoma”
(Journal of Ners Community, Ainurrohman, Mono Pratico G, Roihatul Zahroh Universitas
Gresik)
6. KLARIFIKASI INFORMASI
Pada dasarnya nyeri yang di timbulkan oleh penyakit glaukoma adalah terjadinya
sumbatan pada saluran chanal schlem,yang mana ini bisa disebabkan berbagai macam
sebab salah satunya adalah peningkatan tekanan intra okuler. Latihan teknik relaksasi
pernafasan (Benson) secara teratur dapat mengendalikan intensitas nyeri dengan terjadinya
perubahan vasodilatasi pada saluran pembuangan cairan aquor humeus yang diproduksi
pada bola mata sehingga aliran pembuangan menjadi lancar, disamping juga menimbulkan
kondisi syaraf tubuh menjadi relaks. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial .

Nyeri dapat bersifat protektif yaitu dengan menyebabkan individu menjauhi suatu
rangsangan yang berbahaya atau tidak memiliki fungsi seperti nyeri kronik, nyeri
dirasakan apabila reseptor –reseptor nyeri spesifik teraktivasi. Nyeri dijelaskan secra
subyektif dan obyektif berdasarkan lama (durasi) kecepatan sensasi dan letak secara umum
dapat didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak nyaman baik ringan maupun berat. Nyeri
mempunyai arti yang berbeda untuk orang berbeda, orang yang sama pada waktu yang
berbeda.

Pernafasan lamban, menarik nafas panjang dan membuangnya dengan nafas pelan –
pelan akan memicu terjadinya sinkronisasi getaran seluruh sel tubuh dan gelombang
medan bioelektrik menjadi sangat tenang. Menurut Redwood (2004) hampir semua orang
bisa belajar untuk menimbulkan respon relaksasi, tidak memerlukan peralatan khusus dan
dipertimbangkan sangat aman untuk semuaorang. Relaksasi merupakan teknik untuk
menurunkan ketegangan otot dan menurunkan kecemasan akibat stress.

Relaksasi dapat dilakukan kepada individu atau kelompok yang memerlukan


kontrol perasaan dan lingkungan, variasi teknik digunakan tetapi dilakukan pernafasan
secara teratur, pengendoran kekuatan otot dan kesadaran. Penurunan vasokontriksi arteriol
memberi pengaruh pada perlambatan aliran darah yang melewati arteriol dan kapiler,
sehingga mempunyai waktu untuk mendistribusikan oksigen dan nutrisi ke sel, terutama
jaringan otak atau jantung dan menyebabkan metabolisme sel menjadi lebih baik karena
produksi ATP meningkat.Latihan relaksasi yang lebih intens dapat membantu kebugaran
tubuh dan menjadikan tubuh lebih memiliki daya tahan yang baik. Nyeri yang ditimbulkan
oleh peningkatan tekanan okuli pada penderita glaukoma dapat di minimalisasikan dengan
latihan relaksasi pernafasan (Benson).
Dari 19 responden yang kami teliti dan dilakukan intervensi rata –rata terjadi
penurunan intensitas nyeri yang ditimbulkan oleh penyakit glaukoma. Nyeri pada serangan
awal penderita glaukoma akan lebih mudah diatasi dengan latihan teknik relaksasi
pernafasan, kemungkinan besar nyeri yang relatif lama akan berdampak dengan perasaan
nyeri yang lebih luas sehingga penanganan nyeri akan lebih memerlukan konsentrasi yang
tinggi.

7. ANALISA & SINTESIS INFORMASI


Berdasarkan tanda dan gejala yang di gambarkan melalui kasus diatas kami dapat
menyimpulkan bahwa kasus diatas merupakan kasus Glaukoma yaitu penyakit
neuropresepsi yang ditandai dengan di mana jumlah sel darah merah atau kapasitas
pembawa oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.
Tanda dan gejala yang ada di kasus di atas adalah Keluhan utama mata kanan terasa
nyeri, merah dan disertai pandangan kabur sejak 3 hari yang lalu. Hasil pengkajian
didapatkan klien sebelum datang ke rumah sakit jatuh didepan wc. Skala nyeri 6 dirasakan
sampai kepala disertai mual dan muntah. Hasil pemeriksaan oftalmologi visus kanan 1/300
dan TIO mata kanan 46 mmHg. Td : 150/90 mmHg, nadi 110x/m pernapasan 22x/menit
Dari kasus diatas kami menarik 4 diagnosa keperawatanyaitu :
a. Nyeri Akut adalah pengalaman atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
b. Resiko jatuh adalah beresiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan
kesehatan akibat terjatuh
c. Nausea adalah perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorok atau
lambung yang dapat mengakibatkan muntah

8. LAPORAN DISKUSI
BAB I
(KONSEP MEDIS)

A. Definisi
Glaukoma ialah penyakit atau kelainan pada mata akibat kerusakan saraf mata
yang dapat menyempitkan lapang pandang dan hilangnya fungsi pengelihatan.
Penyebab atau faktor risiko utama glaukoma ialah peningkatan tekanan bola mata.
Peningkatan bola mata umunya berlangsung perlahan sehingga tidak menimbulkan
gejala pada awalnya sampai penderita sadar setelah terjadi penyempitan lapang
pandang (Pusdatin Kemenkes RI, 2019)
Glaukoma adalah kelainan yang terjadi pada mata yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola mata atau tekanan intra ocular (TIO), atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapang pandang. Galukoma dapat menunjukan kesan hijau
kebiruan pada pupil mata penderita. Kelainan mata ini disebabkan oleh bertambahnya
produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di
dareah sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas & Yulianti, 2019).
Cairan pada bola mata berfungsi memberikan nutrisi pada organ dalam bola
mata, namun pada penderita glaukoma siklus cairan mengalami ketidakseimbangan.
Cairan bola mata yang diproduksi seharusnya dikeluarkan, namun pada penderita
glaukoma terdapat masalah dalam saluran pengeluaran dan menyebabkan peningkatan
TIO pada pail saraf mata dan menyempitkan lapang pandang yang dapat menjadi
kebutaan (Ilyas & Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019).
Berdasarkan definisi diatas, glaukoma ialah penyakit atau kelainan pada mata
akibat kerusakan saraf bolah mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan bola
mata atau tekanan intra okular (TIO) akibat bertambahnya produksi cairan bola mata
atau berkurangnya pengeluaran cairan mata sehingga terjadi peningkatan TIO.

B. Etiologi
Faktor Risiko Penderita Glaukoma
Faktor resiko yang dapat terjadi ada penderita glaukoma menurut Kusumadjaja
Sp.M(K) (2019) dan Witmer (2016) ialah :
1. Tekanan intra okular (TIO) tinggi > 20 mmHg
2. Ras Asia dan Afrika dan orang dengan bilik mata depan yang dangkal
3. Usia diatas 40 tahun
4. Miopian (rabun jauh) tinggi atau hiperpobia (rabun dekat)
5. Riwayat penyakit degeneratif seperti: diabetes melitus,hipertensi, penyempitan
pembuluh darah, dan penyakit jantung coroner
6. Riwayat penyakit glaukoma pada keluarga (keturunan)
7. Riwayat trauma atau cedera pada mata
8. Penggunaan steroid jangka panjang

C. Klasifikasi
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi empat macam menurut Richard A. Harper
(2018) :
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma primer sudut terbuka atau primary open angle glaucoma (POAG)
Glaukoma primer sudut terbuka atau glaukoma simpleks ialah glaukoma yang
tidak diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata yang terbuka.
Glaukoma primer sudut terbuka dapat didiagnosis apabila ditemukan pada kedua mata
pada pemeriksaan pertama dan tanpa ditemukan kelainan yang dapat menjadi
penyebab. Terdapat 99% penderita glaukoma primer terdapat hambatan pengeluaran
cairan (aquos humor) pada jalinan trabekulum dan kanal Schlemm (Goldberg &
Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
Gejala POAG atau primer sudut terbuka terjadi secara lambat atau tanpa
disadari oleh penderita sehingga menyebabkan kebutaan yaitu menjadi glaukoma
absolut. Pada glaukoma simpleks tekanan bola mata tinggi atau lebih dari 20 mmHg.
Mata tidak merah dan tidak ada keluhan yang menganggu penderita tanpa disadari.
Gangguan saraf optik akan terlihat saat adanya gangguan lapang pandang atau
penyempitan lapang pandang (Ilyas & Yulianti, 2019).
2) Glaukoma primer sudut tertutup atau primary angle closer glaucoma (PACG)
Glaukoma primer sudut tertutup atau PACG ialah keadaan penigkatan IO
akibat penutupan sudut sebagian atau seluruhnya oleh iris perifer sehingga terjadi
obstruksi pada aliran aaquos humor. Blok pupil relatif menjadi penyebab mendasar
kasus PACG. Diprkirakan 91 % kebutaan bilateral di Asia Timur disebabkan PACG.
Hal ini didukung oleh perbedaan struktur anatomi bilik mata depan, dimana orang
Asia timur memiliki kedalaman mata depan yang lebih dangkal (Srisubekti &
Nurwasis, 2007; Wright, 1983).
Glaukoma sudut tertutup akut akan terjadi apabila terjadi penutupan tiba- tiba
pada jalan kelyar aquos humor. Hal ini akan menyebabkan rasa sakit yang berat
dengan tekanan bola mata yang tinggi (Goldberg & Susanna Jr, 2016; Ilyas &
Yulianti, 2019). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu kegawatdaruratan
pada mata. Glaukoma sudut tertutup akut akan membuat penderita merasa
pengelihatan berkabut dan menurun, merasa mual hingga muntah, hal disekitar
menjadi silau, dan mata terasa bengkak (Ilyas & Yulianti, 2019).
b. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital dapat terjadi pada sekitar 1:10.000 kelahiran bayi. Bayi
yang menderita glaukoma merupakan hasil perkembangan abnormal anyaman
trabekulum. Semakin awal anak terkena penyakit glaukoma, semakin parah
abnormalitas yang terbentuk. Hal itu semakin memperpaah glaukoma yang diderita
bayi atau anak gold (Goldberg & Susanna Jr, 2016). Glaukoma kongenital yang
terjadi pada anak dapat terjadi akibat penyakit keturunan (Ilyas & Yulianti, 2019).
Bayi memiliki mata yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Namun,
mata yang terlalu besar merupakan tanda bahaya, dimana mata bayi yang membesar
scara abnormal seperti maa lembu diebut bustalmik (Goldberg & Susanna Jr, 2016).
Peregangan bola mata yang mencapai titik maksimal dapat membuat membrane di
dalam kornea menjadi terbelah sehingga bola mata membesar. Bola mata yang
membesar awalanya dengan kornea terlihat jernis berubah menjadi putih dan keruh.
Tanda lainnya ialah air mata yang berlebihan saat menangis, mata merah, sensitif atau
tidak kuat melihat cahaya (Goldberg & Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
c. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder ialah glaukoma yang terjadi akibat kondisi yang dapat
menimbulkan glaukoma. Hal yang dapat menimbulkan glaukoma sekunder seperti:
perubahan lensa, kelainan atau inflamasi pada uvea, terdapat trauma mata
sebelumnya, terdapat tindakan bedah mata sebelumnya, adanya ruberosis, dan
penggunaan obat steroid jangka panjang. Tanda dan gejalanay sesuai dengan penyakit
yang mendasari. Terapi pada glaukoma sekunder selainan mnurunkan TIO, juga
mengatasi hal yang mendasarinya (Ilyas & Yulianti, 2019).
Glaukoma sekunder terjadi ketika sirkulasi di dalam mata terganggu. Hal ini
membuat aquos humor tidak dapat mencapai sistem drainase akibat penyakit lain yang
dapat membat gangguan pada struktur di dalam mata. Saat terjadi hambatan, TIO
meningkat cepat dan sangat tinggi sehingga memerlukan terapi spesifik yang cepat,
tepat, dan benar (Goldberg & Susanna Jr, 2016).
d. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari seluruh glaukoma. dimana
pada stadium glaukoma absolut sudah terjadi kebutaan akibat laju tekanan bola tinggi
yang menganggu fungsi lanjut. Seiring mata menjadi “buta”, mengakibatkan
penyumbatan pada pembuluh darah dan menimbulkan penyulit. Penyulit ini berupa
nevoskulariasi iris. Keadaan nevoskulariasi ini menimbulkan glaukoma hemoragik
yang memberikan rasa sakit yang kuat (Ilyas & Yulianti, 2019).
Penderita glaukoma absolut akan merasa mata keras seperti batu dan dengan
rasa sakit. Kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, dan papil atrofi. Pngobatan yang
dapat dilakukan berupa membrika sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi
badan siliar. Hal lainnya ialah dengan alkohol retobular atau melakukan pengangkatan
bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit (Ilyas &
Yulianti, 2019)
D. Patofisiologi
Penyebab utama glaukoma adalah meningkatnya tekanan bola mata di atas
20mmHg, penyebab lainnya adalah dan diabetes mellitus. Kortikosteroid jangka
panjang, miopia, trauma mata. Tekanan bola mata di atas normal yang terus menerus
akan merusak saraf penglihatan yang menyebabkan obstruksi jaringan trabekuler
sehingga ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan siliar atau
oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar Aqueos humor melalui
kamera okuli anterior (COA). Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan evaluasi
yang seksama. Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina
sehingga menimbulkan masalah keperawatan yaitu nyeri akut.
Iskemia menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.
Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis
sehingga munculnya masalah keperawatan ansietas pada pasien.
Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik serta retina adalah irreversible dan
hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan. Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang. Peningkatan tekanan vitreus dapat menyebabkan pergerakan iris ke depan
menyebabkan peningkatan TIO pada pasien glaukoma sehingga dilakukan operasi
yang menyebabkan munculnya masalah keperawatan kurang pengetahuan pada pasien
dalam operasi (L. B. Cantor et al., 2020; Ilyas & Yulianti, 2019; Poeter & Perry,
2010).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat dirasakan oleh penderita glaukoma menurut
Kusumadjaja Sp.M(K) (2019) dan Ilyas & Yulianti (2019) ialah :
1. Akut
a. Tekanan bola mata atau tekanan intra okular (TIO) > 40 mmHg
b. Pengelihatan menjadi kabur dan mata merah
c. Mengalami sakit kepala dan mata terasa sakit
d. Mual dan muntah ketika sakit kepala
e. Melihat pelangi pada cahaya lampu
2. Kronis
a. Mata tenang atau tanpa gejala sampai saraf mata rusak berat
b. Timbul perlahan-lahan
c. Terdapat tunnel vision atau pengelihatan menyempit seperti melihatdalam
Loron
d. Merasa tidak ada nyeri kepala atau mata dan tidak ada mual mutah
e. Tekanan bola mana menetap antara 20-30 mmHg
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan medis glaukoma yang dapat dilakukan berdasarkan Ilyas &
Yulianti (2019) dan Pusdatin Kemenkes RI (2019) ialah :
a. Tajam pengelihatan
Pemeriksaan tajam pengelihatan berfungsi untuk mengetahui fungsi
pengelihatan setiap mata. Pemeriksaan ini apat dilakukan dengan dua cara.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan optotype snellen untuk tajam
pengelihatan jauh dan jaeger chart untuk tajam pengelihatan dekat (Ilyas &
Yulianti, 2019).
Pemeriksaan optotype snellen untuk tajam pengelihatan jauh dengan cara
pasien duduk menghadap optotype snellen dengan jarak 6 meter. Kemudian
dipasangkan trial frame pada mata dan lalu ditutup dengan occlude. Pasien lalu
diminta membaca setia hurup pada optotype snellen mulai dari hurup besar hingga
huruf pada baris terkecil. Pemeriksaan ini dilakukan bergantian pada kedua mata
mulai dari mata kanan ke mata kiri (Budhiastra, 2017).
Pemeriksaan jaeger chart untuk tajam pengelihatan dekat dengan membaca
tulisan pada jaeger chart dengan jarak 33 cm. pemeriksaan ini dilakukan setelah
mendapat koreksi terbaik pada pemeriksaan tajam pengelihatan jauh. Cek mata
kanan terlebih dahulu, setelah itu cek mata kiri baru kemudian cek dengan kedua
mata terbuka. Catat sampai angka berapa pasien dapat membaca dengan jelas dan
benar. Apabila pasien tidak dapat membaca tulisan yang paling kecil maka
diberikan koreksi tambahan dengan lensa plus hingga pasien dapat melihat dengan
jelas seluruh tulisan pada jaeger Chart (Budhiastra, 2017).
b. Tonometri
Pemeriksaan tonometri ialah pemeriksaan tekanan bola mata atau TIO.
Proses pemeriksaan ini dengan menyentuh sebagian kecil bola mata dengan
semburan udara. Terdapat lima macam cara mengukur TIO, yaitu : tonometer
digital dengan probe, tonometer schizot, tonometer applanasi goldman, non concat
tonometer (NCT), dan hand held applanasi (Ilyas & Yulianti, 2019).
Pemeriksaan tonomteri applanasi goldmann memerlukan anastesi topical untuk
membuat mata menjadi mati rasa sebelum diperiksa (Goldberg & Susanna Jr,
2016). Kini pemeriksaan TIO dengan sistem moderen dengan tonometer probe
digital dan non concat tonometer (NCT) dianjurkan pada masa covid-19. Hal ini
untuk mencegah penyebaran covid-19 (Perdami, 2020).
c. Oftalmoskopia
Oftalmoskopia ialah pemeriksaan fundus okuli atau evaluasi struktur mata
bagian dalam. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya tanda- tanda
glaukoma dan mengevaluasi progresivitas penyakit. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan melebarkan pupil menggunakan obat tetes midriatil. Obat tetes midriatil
akan membuat pupil melebar sehingga saraf mata dapat terlihat jelas (Ilyas &
Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019).
d. Perietri
Pemeriksaan ini bertujuan untuk pemetaan lapang pandang terutama pada
derah sentral atau para sentral. Pemeriksaan in harus dilakukan dalam kondisi
tenang dan penuh konsentrasi. Lapang pandang normal adalah 90 derajat temporal,
60 derajat superior, 50 derajat nasal, dan 70 derajat inferior (Ilyas & Yulianti,
2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019).
e. Gonioskopi
Gonioskopi iala pemeriksaan sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) dan dapat dilihat pertemuan
iris dengan kornea disudut bilik mata. Penentuan sudut bilik mata dilakukan
dissetiap kasus yang dicurigai glaukoma (Ilyas & Yulianti, 2019).
f. Pakimetri
Pakimetri adalah alat untuk melakukan pemeriksaan ketebalan kornea mata.
Ketebalan kornea mata ialah jaringan bening yang berada paling depan dari bola
mata. Ketebalan kornea mata dapat mempengaruhi penghitungan TIO (Ilyas &
Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019)
G. Penatalaksanaan Medis
Glaukoma ialah penyakit yang tidak hanya disebabkan oleh peningkatan
cairan di dalam mata. Glaukoma juga dapat disebabkan oleh aliran aquos humor yang
lemah, tekanan bola mata yang normal atau tinggi, kerusakan saraf pengelihatan, dan
kehilangan pengelihatan tetap. Glaukoma dapat menyebabkan kehilangan pengeliatan
secara progresif dan irreversible (Ilyas & Yulianti, 2019).
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular
serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang
minimal. Penatalaksanaan glaukoma mencakup pemberian medikamentosa, dan terapi
bedah. (Goldberg & Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
Nama :    Tidak Terkaji
Jenis Kelamin               :    Pria      
Umur                            :    45 tahun
Agama                          :  Tidak Terkaji
Suku/bangsa                 :    Tidak Terkaji
Pendidikan                   :    Tidak Terkaji
Pekerjaan                       :    Tidak Terkaji
Alamat                         :    Tidak Terkaji
b. Penanggung Jawab
Nama                            :    Tidak Terkaji   
Umur                            :    Tidak Terkaji
Jenis Kelamin               :    Tidak Terkaji
Agama                          :    Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal pengkajian : Tidak Terkaji
2. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : mata kanan nyeri skala 6 dan kemerahan
2) Keluhan menyertai : penglihatan kabur sejak 3 hari yang lalu
b. Riwayat kesehatan dahulu : Tidak Terkaji
c. Riwayat keluarga : Tidak Terkaji
3. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi : mual dan muntah
b. Eliminasi : Tidak Terkaji
c. Istirahat dan Tidur : Tidak Terkaji
d. Aktifitas Fisik : Tidak Terekaji
e. Personal Hygiene : Tidak Terkaji
4. Data psikososial
a. Status Emosi : Tidak Terkaji
b. Konsep Diri : Tidak Terkaji
c. Interaksi Sosial : Tampak kebingungan dengan menjawab
pertanyaan
5. Pengkajian fisik
a. Keadaan Umum : Tidak Terkaji
b. Kesadaran : Tidak Terkaji
c. Tanda vital :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu tubuh : tidak terkaji
d. Kepala : - Mata : visus kanan 1/300, TIO mata kanan 46
mmhg
e. Leher : Tidak Terkaji
f. Dada dan Thorak :
Inpeksi : Tidak Terkaji
Palpasi : Tidak Terkaji
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : Tidak Terksji
g. Abdomen : Tidak Terkaji
h. Ekstremitas : Kuku tampak koilonychia
i. Genetalia : Tidak Terkaji
6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium :-
PATHWAY GLAUKOMA

Glaukoma

Peningkatan TIO

Sel saraf Optik Refleks Mual Rusaknya Sel


Tertekan Muntah Jaringan

Gangguan Nausea Nyeri Akut


Lapang Pandang

Interpretasi
Salah

Risiko Jatuh
Tabel PES

NO Data DS & DO Etiologi Diagnosa


Keperawatan
1. DS : Glaukoma NYERI AKUT
 Klien mengeluh mata kanan
terasa nyeri
 Klien mengatakan mata merah Peningkatan TIO

 Nyeri dirasakan dengan skala


Rusaknya Sel jaringan
nyeri 6, di rasakan sampai
kepala
NYERI AKUT
DO :
 TD meningkat ( 150./90 mmHg)
 Nadi meningkat (110 x/menit)
 TIO mata kanan 46 mmHg

2 Faktor resiko Glukoma RESIKO JATUH


 Klien mengatakan
pandangan kabur sejak 3 hari
yang lalu Peningkatan TIO

 Klien sebelum datang di


rumah sakit jatuh di depan
Sel saraf optik tertekan
WC
 Visus mata kanan 1/300
Gangguan lapang
pandang

Interpertasi salah

RESIKO JATUH
3 Ds: Glaukoma NAUSEA
 Klien mengeluh mual dan
muntah Peningkatan TIO
Do:
-
Refleks mual muntah

NAUSEA

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d :
DS :

 Klien mengeluh mata kanan terasa nyeri


 Klien mengatakan mata merah
 Nyeri dirasakan dengan skala nyeri 6, di rasakan sampai kepala

DO :

 TD meningkat ( 150./90 mmHg)


 Nadi meningkat (110 x/menit)
 TIO mata kanan 46 mmHg

2. Resiko jatuh b.d gangguan penglihatan (glaukoma) :


Faktor resiko
 Klien mengatakan pandangan kabur sejak 3 hari yang lalu
 Klien sebelum datang di rumah sakit jatuh di depan WC
 Visus mata kanan 1/300
3. Nausea b.d penekanan tekanan intraorbital (glaukoma) d.d :
Ds
 Klien mengeluh mual dan muntah

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan Dan


Intervesi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
(PPNI T. P., 2018)
(PPNI T. P., 2017) (PPNI T. P., 2019)
1 Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis d.d Setelah dilakukan Observasi
Ds : tindakan  Identifikasi
 Klien mengeluh keperawatan selama karakteristik,lokasi,durasi,f
mata kanan terasa 3x24 jam, di rekuensi,kualitas,
nyeri harapkan tingkat intensitasnyeri
 Klien mengatakan neyri menurun  Identifikasi skala nyeri
mata merah dengan KH :  Identifikasi respons nyeri
 Nyeri dirasakan  Keluhan non verbal
dengan skala nyeri nyeri  Identifikasi faktor yang
6, di rasakan sampai menurun  Memperberat dan
kepala  Frekuensi memperingan nyeri
nadi  Identifikasi pengetahuan
membaik dan keyakinan tentang
Do :
 Tekanan nyeri
 TD meningkat
darah  Identifikasi pengaruh
( 150./90 mmHg)
membaik budaya terhadap respon
 Nadi meningkat
(110 x/menit) nyeri

 TIO mata kanan 46  Identifikasi pengaruh nyeri

mmHg pada kualitas hidup


 Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan nonfarmakologis
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Resiko jatuh b.d Tingkat Jatuh Pencegahan Jatuh
gangguan Setelah dilakukan Observasi
penglihatan tindakan  Identifikasi faktor
(glaukoma) : keperawatan selama resiko jatuh (mis. usia
Faktor resiko 3x24 jam, di >65 tahun, penurunan
 Klien mengatakan harapkan tingkat tingkat kesdaran, defisit
pandangan kabur jatuh menurun kognitif,hipotensi
sejak 3 hari yang dengan KH : ortostatik, gangguan
lalu  Jatuh saat keseimbangan,
 Klien sebelum berdiri gangguan penglihatan,
datang di rumah menurun neuropati)
sakit jatuh di depan  Jatuh saat  Identifikasi resiko jatuh
WC berjalan setidaknya sekali setiap
 Visus mata kanan menurun shift atau sesuai
1/300  Jatuh saat di kenijakan institusi
kamar  Identifikasi faktor
mandi lingkungan yang
menurun meningkatkan risiko
jatuh (mis. lantai licin,
penerangan kurang)
 Hitung resiko jatuh
dengan menggunakan
skala
 Monitor kemampuan
berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
 Orientasikan ruangan
pada pasien dan
keluarga
 Pastikan roda tempa
tidur dan kursi roda
selalu dalam kondisi
terkunci
 Pasang handraik tempat
tidur
 Atur tempat tidur
mekanis pada posisi
terendah
 Tempatkan pasien
berisiko tinggi jatuh
dekat dengan pantauan
perawat dari nurse
station
 Gunakan alat bantu
berjalan
Edukasi
 Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
 Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
3 Nausea b.d penekanan Setelah dilakukan Manajemen Mual
tekanan intraorbital tindakan
(glaukoma) d.d : keperawatan selama Observasi
Ds 3x24 jam, di  Identifikasi pengalaman mual
 Klien mengeluh harapkan tingkat  Identifikasi isyarat nonverbal
mual dan muntah nausea menurun ketidak nyamanan (mis. Bayi,
dengan KH : anak-anak, dan mereka yang
 Perasaan tidak dapat berkomunikasi secara
ingin muntah efektif)
menurun  Identifikasi dampak mual
 Takikardia terhadapkualitas hidup (mis.
Nafsu makan, aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran, dan tidur)
 Identifikasi faktor penyebab
mual (mis. Pengobatan dan
prosedur)
 Identifikasi antiemetik untuk
mencegah mual (kecuali mual
pada kehamilan)
 Monitor mual (mis. Frekuensi,
durasi, dan tingkat keparahan)
 Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik
 Kendalikan faktor
lingkungan penyebab mual
(mis. Bau tak sedap, suara,
dan rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
 Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
 Berikan makan dalam
jumlah kecil dan menarik
 Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak berbau
dan tidak berwarna, jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
 Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
 Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah
lemak
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (mis.
Biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi Keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah di
rencanakan oleh perawat.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan dilakukan sesuai dengan tujuan dan outcome.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran eperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai