Anda di halaman 1dari 25

Tugas PBL (Problem Based Learning)

SISTEM NEUROPRESEPSI
Disusun Sebagai Pemenuhan Tugas Pada Mata Kuliah KMB III

OLEH:
KELOMPOK IV

1. APRILIYANI IMRAN (841422171)


2. ANGGUN INDRAYATI (841422159)
3. NUR FAHMIYA ILAHUDE (841422167)
4. FEBRIANI ALINTI (841422146)
5. SAPRIN B PANO (841422150)
6. FIRNA NAPU (841422179)
7. TIARA MAGFIRAH JUSUF (841422155)
8. PUTRI PATRICIA ABD. LATIF (841422175)
9. SILVONI PURNAMASARI SAYEDI (841422183)
10. MOHAMAD ALFANDI D. NUSSA (841422163)
11. ILYAS M. ALI (841422187)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM NON REGULER


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan “Pembahasan Kasus Glaukoma”. Penulisan
“Pembahasan Kasus Glaukoma” ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas pada mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. “Pembahasan Kasus Glaukoma” ini terwujud atas
biumbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu. Penulis pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Teman-teman kelompok 4, yang telah membantu menyelesaikan penyusunan


“Pembahasan Kasus Glaukoma”.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu kesehatan.

Gorontalo, November 2022

(Kelompok 4)

i
PEMICU 4
NYERI PADA MATA

Pria usia 45 tahun diantar ke poli mata dengan KU mata kanan terasa nyeri, merah dan
disertai pandangan kabur sejak 3 hari yg lalu. Hasil pengkajian didapatkan klien sebelum
datang ke rumah sakit jatuh didepan wc. Skala nyeri 6 dirasakan sampai kepala disertai mual
dan muntah. Hasil pemeriksaan oftalmologi visus kanan 1/300 dan TIO mata kanan 46
mmHg. TD: 150/90 mmHg, nadi 110 x/menit, pernapasan 22 x/menit.

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Nyeri
Nyeri adalah ketidaknyamanan yang dapat disebabkan oleh efek dari penyakit-
penyakit tertentu atau akibat cedera. (Andarmoyo, 2013)
b. Pemeriksaan oftalmologi
Oftalmologi adalah spesialisasi medis yang berurusan dengan diagnosis dan
pengobatan gangguan yang mempengaruhi mata dan bagian terkait dari sistem
visual.
c. TIO (Tekanan Intraokular)
TIO (Tekanan Intraokular) adalah suatu ukuran tekanan hidrostatik yang
ditimbulkan oleh tekanan jaringan dari bola mata (Murgatroyd dan Bembridge,
2008)

2. KATA / PROBLEM KUNCI


a. Nyeri
b. Mata merah
c. Pandangan kabur sejak 3 hari
d. Mual dan muntah
e. Pemeriksaan oftalmologi visus kanan 1/300
f. TIO mata kanan 46 mmHg
g. Nadi 110x/menit

1
3. MIND MAP

Konjungtivitis merupakan sebuah Katarak adalah proses degeneratif


penyakit mata yang mengenai berupa kekeruhan dilensa bola mata
konjungtiva dalam bentuk peradangan sehingga menyababkan menurunnya
non infeksi yang disertai dengan kemampuan penglihatan sampai
beberapa gejala subjektif maupun kebutaan (Kemenkes RI, 2019).
objektif (Robles Contreras et al, 2011).

RUAM PADA
MASALAH
NEUROPERSEPSI

Glaukoma adalah penyakit atau kelainan pada


mata akibat kerusakkan saraf mata yang dapat
menyempitkan lapang pandang dan hilangnya
fungsi penglihatan (Pusdatin kemenkes RI, 2019)

2
TABEL CEKLIST
NO MANIFESTASI GLAUKOMA KONJUNGTIVITI KATARAK
KLINIS
1 Nyeri √ √ -
2 Mata merah √ √ -
3 Pandangan kabur √ √ √

4 Mual dan muntah √ - -


TIO mata kanan
5 46 mmHg √ - -

6 Nadi meningkat √ - √
Tekanan darah
7 meningkat √ - √

Pemeriksaan
7 oftalmologi visus √ - -
kanan 1/300

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1. Apa saja faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita glaukoma ?
2. Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat kita ambil berdasarkan kasus diatas ?
3. Apa yang menyebabkan terjadi peningkatan TIO pada penderita glaukoma ?
4. Apa intervensi keperawatan utama yang dapat kita lakukan dalam kasus tersebut ?

5. JAWABAN PERTANYAAN
1. Menurut Kemenkes, 2015 Sebagian besar penderita glaucoma belum terdeteksi
atau terdiagnosis atau bahkan tertangani karena seringnya gejala glaucoma tidak
disadari penderita atau menyerupai gejala penyakit lain, sehingga kebanyakan
penderita baru terdiagnosis ketika telah lanjut bahkan terjadi kebutaan total.
Apabila penderita glaucoma tidak menyadari penyakit yang diderita, akan
berdampak pada kualitas hidup karena menyempitnya lapang pandang dan
mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
Penurunan kulitas hidup pada penderita glaucoma dapat terjadi karena berbagai
sebab antara lain kecemasan akan kebutaan, penurunan fungsi penglihatan,
ketidaknyamanan pengobatan, efek samping, maupun biaya pengobatan itu
sendiri.

3
2. Diagnosa keperawatan yang dapat diambil berdasarkan kasus diatas ialah antara
lain. :
- Nyeri akut berdasarkan keluhan nyeri pada mata sebelah kanan dengan skala
6 disertai peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi
- Gangguan persepsi sensori berdasarkan keluhan pandangan kabur pada mata
kanan, Oftalmologi Visus kanan 1/300, dan TIO mata kanan 46 mmHg
- Resiko jatuh berdasarkan keluhan bahwa klien pernah mengalami jatuh

3. Pada bola mata terdapat cairan di dalam bola mata yang disebut aqueous humor,
dimana cairan ini menyebabkan adanya tekanan pada saraf mata serta dapat
berfungsi memberi bentuk mata. Dalam keadaan normal, cairan tersebut akan
diproduksi dan secara alami akan mengalir masuk dan keluar dari mata.
Pada kondisi glaucoma terdapat sumbatan yang menyebabkan cairan tidak dapat
mengalir dengan baik sehingga menimbulkan tekanan dalam bola mata yang
mendesak kea rah saraf mata.

4. Intervensi keperawatan utama yang diambil berdasarkan masalah keperawatan


utama pada kasus ialah Manajemen Nyeri

Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, kupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing. ompres hangat dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

4
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


a. Di harapkan bisa mengerti dan mendalami masalah sistem neuropersepsi
b. Diharapkan bisa menganalisa penyakit yang terdapat pada kasus diatas
c. Untuk mengetahui pemeriksaan selanjutnya untuk menegakkan diagnose dari
kasus diatas.
d. Untuk mengetahui apakah adanya penatalaksanaan dari kasus diatas.
7. INFORMASI TAMBAHAN
Pengaruh edukasi melalui video terhadap self care management pada pasien glaukoma
8. KLARIFIKASI INFORMASI

Media audio visual merupakan media perantara atau penggunaan materi dan
penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi
yang dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Media pembelajaran
interaktif atau interactive video adalah suatu sistem penyampaian pengajaran yang
menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian komputer kepada penonton
yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara, tetapi juga memberikan
respon yang aktif, dan respon itu yang menentukan kecepatan dan efesiensi penyajian
(Arsyad, 2009). Tujuan pendidikan kesehatan melaui media video pada penderita
glaukoma mencakup tujuan kognitif dimana dapat mengembangkan kemampuan
kognitif yang menyangkut kemampuan mengenal hal yang baru dan dapat menunjukan
cara bersikap. Tujuan afektif dapat mempengaruhi dalam bersikap dan emosi. Tujuan
psikomotor dapat memperlihatkan contoh dalam keterampilan yang menyangkut gerak
(Arsyad, 2009).
Menurut Habibah, Ezdha, & Fitri (2019), pemberian metode audio visual efektif
diberikan selama tiga sesi untuk merubah self management. Setelah diberikan edukasi
melalui video pada pasien glaukoma terjadi peningkatan self care management dimana
pasien glaukoma mengetahui menjaga mata tetap bersih dengan cara pasien mencuci
tangan sebelum dan setelah kontak dengan mata terlebih dalam pemberian obat tetas
mata dan pasien juga mengetahui efek samping dalam mengkonsumsi kafein terhadap
penyakitnya serta pasien segera melaporkan kepada petugas kesehatan bila mana
terjadi tanda dan gejala yang tidak biasa pada mata.
9. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI
Pada kasus diatas, berdasarkan data juga diskusi yang dilakukan kelompok dapat
disimpulkan bahwa pasien kemungkinan menderita penyakit Glaukoma.

5
BAB I
KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Glaukoma ialah penyakit atau kelainan pada mata akibat kerusakan saraf
mata yang dapat menyempitkan lapang pandang dan hilangnya fungsi pengelihatan.
Penyebab atau faktor risiko utama glaukoma ialah peningkatan tekanan bola mata.
Peningkatan bola mata umunya berlangsung perlahan sehingga tidak menimbulkan
gejala pada awalnya sampai penderita sadar setelah terjadi penyempitan lapang
pandang (Pusdatin Kemenkes RI, 2019)
Glaukoma adalah kelainan yang terjadi pada mata yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola mata atau tekanan intra ocular (TIO), atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapang pandang. Galukoma dapat menunjukan kesan hijau
kebiruan pada pupil mata penderita. Kelainan mata ini disebabkan oleh
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya
pengeluaran cairan mata di dareah sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas &
Yulianti, 2019).
Cairan pada bola mata berfungsi memberikan nutrisi pada organ dalam bola
mata, namun pada penderita glaukoma siklus cairan mengalami
ketidakseimbangan. Cairan bola mata yang diproduksi seharusnya dikeluarkan,
namun pada penderita glaukoma terdapat masalah dalam saluran pengeluaran dan
menyebabkan peningkatan TIO pada pail saraf mata dan 9 menyempitkan lapang
pandang yang dapat menjadi kebutaan (Ilyas & Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes
RI, 2019).
Berdasarkan definisi diatas, glaukoma ialah penyakit atau kelainan pada
mata akibat kerusakan saraf bolah mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
bola mata atau tekanan intra okular (TIO) akibat bertambahnya produksi cairan
bola mata atau berkurangnya pengeluaran cairan mata sehingga terjadi peningkatan
TIO.

B. FAKTOR RISIKO PENDERITA GLAUKOMA


Faktor resiko yang dapat terjadi ada penderita glaukoma menurut Kusumadjaja
Sp.M(K) (2019) dan Witmer (2016) ialah
a. Tekanan intra okular (TIO) tinggi > 20 mmHg
b. Ras Asia dan Afrika dan orang dengan bilik mata depan yang dangkal
c. Usia diatas 40 tahun
d. Miopian (rabun jauh) tinggi atau hiperpobia (rabun dekat)
e. Riwayat penyakit degeneratif seperti: diabetes melitus, hipertensi, penyempitan
pembuluh darah, dan penyakit jantung coroner

6
f. Riwayat penyakit glaukoma pada keluarga (keturunan)
g. Riwayat trauma atau cedera pada mata
h. Penggunaan steroid jangka panjang

C. MANIFESTASI KLINIK PENDERITA GLAUKOMA


Tanda dan gejala yang dapat dirasakan oleh penderita glaukoma menurut
Kusumadjaja Sp.M(K) (2019) dan Ilyas & Yulianti (2019) ialah :
a. Akut
1) Tekanan bola mata atau tekanan intra okular (TIO) > 40 mmHg
2) Pengelihatan menjadi kabur dan mata merah
3) Mengalami sakit kepala dan mata terasa sakit
4) Mual dan muntah ketika sakit kepala
5) Melihat pelangi pada cahaya lampu
b. Kronis
1) Mata tenang atau tanpa gejala sampai saraf mata rusak berat
2) Timbul perlahan-lahan
3) Terdapat tunnel vision atau pengelihatan menyempit seperti melihat dalam
Lorong
4) Merasa tidak ada nyeri kepala atau mata dan tidak ada mual mutah
5) Tekanan bola mana menetap antara 20-30 mmHg

D. KLASIFIKASI GLAUKOMA
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi empat macam menurut Richard A.
Harper (2018) :
a. Glaukoma Primer
1) Glaukoma Primer Sudut Terbuka atau Primary Open Angle Glaucoma (POAG)
Glaukoma primer sudut terbuka atau glaukoma simpleks ialah glaukoma
yang tidak diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata yang
terbuka. Glaukoma primer sudut terbuka dapat didiagnosis apabila ditemukan pada
kedua mata pada pemeriksaan pertama dan tanpa ditemukan kelainan yang dapat
menjadi penyebab. Terdapat 99% penderita glaukoma primer 11 terdapat hambatan
pengeluaran cairan (aquos humor) pada jalinan trabekulum dan kanal Schlemm
(Goldberg & Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
Gejala POAG atau primer sudut terbuka terjadi secara lambat atau tanpa
disadari oleh penderita sehingga menyebabkan kebutaan yaitu menjadi glaukoma
absolut. Pada glaukoma simpleks tekanan bola mata tinggi atau lebih dari 20
mmHg. Mata tidak merah dan tidak ada keluhan yang menganggu penderita tanpa
disadari. Gangguan saraf optik akan terlihat saat adanya gangguan lapang pandang
atau penyempitan lapang pandang (Ilyas & Yulianti, 2019).

7
2) Glaukoma Primer Sudut Tertutup atau Primary Angle Closer Glaucoma
(PACG)
Glaukoma primer sudut tertutup atau PACG ialah keadaan penigkatan IO
akibat penutupan sudut sebagian atau seluruhnya oleh iris perifer sehingga terjadi
obstruksi pada aliran aaquos humor. Blok pupil relatif menjadi penyebab mendasar
kasus PACG. Diprkirakan 91 % kebutaan bilateral di Asia Timur disebabkan
PACG. Hal ini didukung oleh perbedaan struktur anatomi bilik mata depan, dimana
orang Asia timur memiliki kedalaman mata depan yang lebih dangkal (Srisubekti
& Nurwasis, 2007; Wright, 1983).
b. Glaukoma Congenital
Glaukoma kongenital dapat terjadi pada sekitar 1:10.000 kelahiran bayi.
Bayi yang menderita glaukoma merupakan hasil perkembangan abnormal anyaman
trabekulum. Semakin awal anak terkena penyakit glaukoma, semakin parah
abnormalitas yang terbentuk. Hal itu semakin memperpaah glaukoma yang diderita
bayi atau anak gold (Goldberg & Susanna Jr, 2016).
Glaukoma kongenital yang terjadi pada anak dapat terjadi akibat penyakit
keturunan (Ilyas & Yulianti, 2019)
Bayi memiliki mata yang lebih besar dibandingkan orang dewasa.Namun,
mata yang terlalu besar merupakan tanda bahaya, dimana mata bayi yang
membesar scara abnormal seperti maa lembu diebut bustalmik (Goldberg &
Susanna Jr, 2016)Peregangan bola mata yang mencapai titik maksimal dapat
membuat membrane di dalam kornea menjadi terbelah sehingga bola mata
membesar. Bola mata yang membesar awalanya dengan kornea terlihat jernis
berubah menjadi putih dan keruh. Tanda lainnya ialah air mata yang berlebihan
saat menangis, mata merah, sensitif atau tidak kuat melihat cahaya (Goldberg &
Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
c. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder ialah glaukoma yang terjadi akibat kondisi yang dapat
menimbulkan glaukoma. Hal yang dapat menimbulkan glaukoma sekunder seperti:
perubahan lensa, kelainan atau inflamasi pada uvea, terdapat trauma mata
sebelumnya, terdapat tindakan bedah mata sebelumnya, adanya ruberosis, dan
penggunaan obat steroid jangka panjang. Tanda dan gejalanay sesuai dengan
penyakit yang mendasari. Terapi pada glaukoma sekunder selainan mnurunkan
TIO, juga mengatasi hal yang mendasarinya (Ilyas & Yulianti, 2019).
Glaukoma sekunder terjadi ketika sirkulasi di dalam mata terganggu. Hal ini
membuat aquos humor tidak dapat mencapai sistem drainase akibat penyakit lain
yang dapat membat gangguan pada struktur di dalam mata. Saat terjadi hambatan,

8
TIO meningkat cepat dan sangat tinggi sehingga memerlukan terapi spesifik yang
cepat, tepat, dan benar (Goldberg & Susanna Jr, 2016).
d. Glaukoma Absolute
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari seluruh glaukoma. dimana
pada stadium glaukoma absolut sudah terjadi kebutaan akibat laju tekanan bola
tinggi yang menganggu fungsi lanjut. Seiring mata menjadi “buta”, mengakibatkan
penyumbatan pada pembuluh darah dan menimbulkan penyulit. Penyulit ini berupa
nevoskulariasi iris. Keadaan nevoskulariasi ini menimbulkan glaukoma hemoragik
yang memberikan rasa sakit yang kuat (Ilyas & Yulianti, 2019).
Penderita glaukoma absolut akan merasa mata keras seperti batu dan dengan
rasa sakit. Kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, dan papil atrofi. Pngobatan
yang dapat dilakukan berupa membrika sinar beta pada badan siliar untuk menekan
fungsi badan siliar. Hal lainnya ialah dengan alkohol retobular atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa
sakit (Ilyas & Yulianti, 2019)

E. PATOFISIOLOGI GLAUKOMA
Penyebab utama glaukoma adalah meningkatnya tekanan bola mata di atas
20mmHg, penyebab lainnya adalah dan diabetes mellitus. Kortikosteroid jangka
panjang, miopia, trauma mata. Tekanan bola mata di atas normal yang terus
menerus akan merusak saraf penglihatan yang menyebabkan obstruksi jaringan
trabekuler sehingga ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih
badan siliar atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar
Aqueos humor melalui kamera okuli anterior (COA). Peningkatan TIO > 23 mmHg
memerlukan evaluasi yang seksama. Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke
saraf optik dan retina sehingga menimbulkan masalah keperawatan yaitu nyeri
akut.
Iskemia menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan
jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis
sehingga munculnya masalah keperawatan ansietas pada pasien.
Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik serta retina adalah irreversible dan
hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan. Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang. Peningkatan tekanan vitreus dapat menyebabkan pergerakan iris ke depan
menyebabkan peningkatan TIO pada pasien glaukoma sehingga dilakukan operasi
yang menyebabkan munculnya masalah keperawatan kurang pengetahuan pada
pasien dalam operasi (L. B. Cantor et al., 2020; Ilyas & Yulianti, 2019; Poeter &
Perry, 2010).

9
F. PEMERIKSAAN MEDIS GLAUKOMA
Pemeriksaan medis glaukoma yang dapat dilakukan berdasarkan Ilyas &
Yulianti (2019) dan Pusdatin Kemenkes RI (2019) ialah :
a. Tajam pengelihatan
Pemeriksaan tajam pengelihatan berfungsi untuk mengetahui fungsi
pengelihatan setiap mata. Pemeriksaan ini apat dilakukan dengan dua cara.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan optotype snellen untuk tajam
pengelihatan jauh dan jaeger chart untuk tajam pengelihatan dekat (Ilyas &
Yulianti, 2019).
Pemeriksaan optotype snellen untuk tajam pengelihatan jauh dengan cara
pasien duduk menghadap optotype snellen dengan jarak 6 meter. Kemudian
dipasangkan trial frame pada mata dan lalu ditutup dengan occlude. Pasien lalu
diminta membaca setia hurup pada optotype snellen mulai dari hurup besar hingga
huruf pada baris terkecil. Pemeriksaan ini dilakukan bergantian pada kedua mata
mulai dari mata kanan ke mata kiri (Budhiastra, 2017). Pemeriksaan jaeger chart
untuk tajam pengelihatan dekat dengan membaca tulisan pada jaeger chart dengan
jarak 33 cm. pemeriksaan ini dilakukan setelah mendapat koreksi terbaik pada
pemeriksaan tajam pengelihatan jauh. Cek mata kanan terlebih dahulu, setelah itu
cek mata kiri baru kemudian cek dengan kedua mata terbuka. Catat sampai angka
berapa pasien dapat membaca dengan jelas dan benar. Apabila pasien tidak dapat
membaca tulisan yang paling kecil maka diberikan koreksi tambahan dengan lensa
plus hingga pasien dapat melihat dengan jelas seluruh tulisan pada jaeger Chart
(Budhiastra, 2017).
b. Tonometri
Pemeriksaan tonometri ialah pemeriksaan tekanan bola mata atau TIO.
Proses pemeriksaan ini dengan menyentuh sebagian kecil bola mata dengan
semburan udara. Terdapat lima macam cara mengukur TIO, yaitu : tonometer
digital dengan probe, tonometer schizot, tonometer applanasi goldman, non concat
tonometer (NCT), dan hand held applanasi (Ilyas & Yulianti, 2019).
Pemeriksaan tonomteri applanasi goldmann memerlukan anastesi topical
untuk membuat mata menjadi mati rasa sebelum diperiksa (Goldberg & Susanna Jr,
2016). Kini pemeriksaan TIO dengan sistem moderen dengan tonometer probe
digital dan non concat tonometer (NCT) dianjurkan pada masa covid-19. Hal ini
untuk mencegah penyebaran covid-19 (Perdami, 2020).
c. Oftalmoskopia
Oftalmoskopia ialah pemeriksaan fundus okuli atau evaluasi struktur mata
bagian dalam. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya tandatanda
glaukoma dan mengevaluasi progresivitas penyakit. Pemeriksaan ini dilakukan

10
dengan melebarkan pupil menggunakan obat tetes midriatil. Obat tetes midriatil
akan membuat pupil melebar sehingga saraf mata dapat terlihat jelas (Ilyas &
Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019).
d. Perimetri
Pemeriksaan ini bertujuan untuk pemetaan lapang pandang terutama pada
derah sentral atau para sentral. Pemeriksaan in harus dilakukan dalam kondisi
tenang dan penuh konsentrasi. Lapang pandang normal adalah 90 derajat 17
temporal, 60 derajat superior, 50 derajat nasal, dan 70 derajat inferior (Ilyas &
Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019).
e. Gonioskopi
Gonioskopi iala pemeriksaan sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) dan dapat dilihat pertemuan
iris dengan kornea disudut bilik mata. Penentuan sudut bilik mata dilakukan
dissetiap kasus yang dicurigai glaukoma (Ilyas & Yulianti, 2019).
f. Pakimetri
Pakimetri adalah alat untuk melakukan pemeriksaan ketebalan kornea mata.
Ketebalan kornea mata ialah jaringan bening yang berada paling depan dari bola
mata. Ketebalan kornea mata dapat mempengaruhi penghitungan TIO (Ilyas &
Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI, 2019)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Glaukoma ialah penyakit yang tidak hanya disebabkan oleh peningkatan
cairan di dalam mata. Glaukoma juga dapat disebabkan oleh aliran aquos humor
yang lemah, tekanan bola mata yang normal atau tinggi, kerusakan saraf
pengelihatan, dan kehilangan pengelihatan tetap. Glaukoma dapat menyebabkan
kehilangan pengeliatan secara progresif dan irreversible (Ilyas & Yulianti, 2019).
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular
serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang
minimal. Penatalaksanaan glaukoma mencakup pemberian medikamentosa, dan
terapi bedah. (Goldberg & Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).
a. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan dengan tujuan untuk mengatasi
kemungkinan yang menjadi penyebabnya (Ilyas & Yulianti, 2019). Penggunaan
terpai medikamentosa dapat dilihat pada tabel beikut:

11
b. Tindakan Bedah
Tindakan bedah dilakukan apabila setelah terapi medikamentosa atau
pengobatan tidak berhasil. Prognosis tergantung pada penemuan dan pengobatan
dini. Tindakan pembedahan tidak menjamin kesembuhan mata seluruhnya.
Tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan membuat filtrasi aquos humor kelar
bilik mata dengan beberapa tindakan. Apabila gagal dalam tindakan bedah maka
mata akan menjadi buta total (Ilyas & Yulianti, 2019).
Tindakan insisi bedah yang palig sering dilakukan untuk pasien glaukoma
ialah trabekulektomi dan implant tube. Prosedur ini akan membuat TIO turun
secara signifikan. Pada tindaka ini akan dibuat saluran yang melewati jalur aliran
keluar air mata yang alami. Tindakan bedah ini juga akan membuat risiko
komplikaasi yang signifikan (L. B. Cantor et al., 2020).
1) Trabekulektomi
Trabekulektomi ialah suatu prosedur yang menciptakan jalur baru
(fistula) sehingga disebut prosedur fistualiasi. Trabekulektomi menciptakan
jalur baru yang memungkinkan aqueous humor untuk mengalir keluar dari
bilik anterior melalui bedah korneosklera, pembukaan dan ke dalam
subkonjungtiva dan ruang sub-tendon. Trabekulektomi membuat fistula yang
berada dibwah penutup dengan ketebalan parsial (L. B. Cantor et al., 2020).
Indikasi tindakan trabekulektomi ilah perkembangan dari kerusakan
vsual dan TIO yang tidak terkontrol. Tindakan insisi ini dapat dilakukan ketika
terapi medis dan laser tidak cukup mencegah kerusakan progresif atau

12
pengobatan gagal. Dalam suatu situasi, misal ketika satu mata mengalami
kerusakan glaukoma yang signifikan dan TIO tinggi dan sudah ditoleransi oleh
terap medis. Dalam kasus tersebut, beberapa ahli bedah akan
merekomendasikan pembedahan sebelum deteksi kerusakan pasti (L. B. Cantor
et al., 2020).
Kontraindikasi tindakan trabekulektomi dapat secara okular atau
sistemik. Mata yang telah buta total tidak dipertimbangkan untuk tindakan
insisi. Cyclodestruction adalah aletrnatif yang lebih baik untuk menurunkan
TIO di mata yang telah buta total. Kondisi yang menjadi predisposisi
kegagalan trabekulektomi seperti neovakularisasi segemn anterior aktif atau
uveitis anterior aktif. Trabekulektomi sulit berhasil pada mata yang mengalami
konjungtiva ekstensif cedera (misalnya, setelah operasi ablasi retina atau
trauma kimia) atau yang memiliki sklera tipis dari operasi sebelumnya atau
skleritis nekrotikans. Dalam kasus seperti itu, kemungkinan keberhasilan juga
berkurang karena peningkatan risiko jaringan parut (L. B. Cantor et al., 2020)
2) Implant Tube
Pemasangan Implant tube umumnya melibatkan penempatan tabung di
bilik mata depan, di dalam sulkus siliaris atau melalui pars plana ke dalam
rongga vitreous. Tabung terhubung ke ekstraokular lempeng, yang melekat pada
sklera di wilayah ekuator dunia, antara otot ekstraokular, dan dalam beberapa
kasus terselip di bawah otot. Cairan mengalir keluar melalui tabung dan masuk
ke ruang subkonjungtiva di daerah lempeng ekstraokular (L. B. Cantor et al.,
2020).
Tindakan implant tube harus mempertimbangkan keadaan klinis seperti :
trabekulektomi yang gagal dengan penggunaan amtibiotik, uveitis yang aktif,
glaukoma neovascular, konjungtiva yang tidak memadai, apakhia, penggunaan
lensa. Endotel kornea borderline ialah kontraindikasi dari implant tube. (L. B.
Cantor et al., 2020).

13
PATHWAY GLAUKOMA

Usia > 40 th DM
kortikosteroid jangka
panjang miopia trauma
mata

Obstruksi jaringan trabekuler Peningkatan tekanan viterus

Hambatan pengaliran cairan Pergerakan iris kedepan


humor aqueous

TIO meningkat
TIO meningkat glaukoma

Tindakan operasi
Nyeri Gangguan saraf Mual, muntah
optik

Resiko ketidak seimbangan - Ansietas


Perubahan penglihatan perifer
nutrisi : kurang dari - Kurang pengetahuan
kebutuhan tubuh

Gangguan persepsi sensori


Resiko injury

14
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Pengkajian primer dan sekunder:
Identitas pasien
Nama : tidak dikaji
JK : Pria
Umur : 45 tahun
Alamat : tidak dikaji
Pendidikan : tidak dikaji
Pekerjaan : tidak dikaji
Agama : tidak dikaji
2) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri
3) Riwayat penyakit sekarang
Saat dilakukan pengkajian didapatkan bahwa klien mengeluh mata kanan
terasa nyeri, merah dan disertai pandangan kabur sejak 3 hari yang lalu.
4) Riwayat penyakit sebelumnya
Klien sebelum datang di rumah sakit jatuh didepan WC
5) Aktivitas/istirahat
Tidak dikaji
6) Integritas ego
Tidak dikaji
7) Eliminasi
Tidak dikaji
8) Makanan/cairan
Klien mengeluh mual dan muntah
9) Hygine
Tidak dikaji
10) Neuropersepsi sensori
TIO mata kanan 46 mmHg
11) Nyeri/kenyamanan
Skala 6 (sedang)
12) Interaksi social
Tidak dikaji

15
13) Pemeriksaan Fisik
Tanda tanda vital :
a) TD : 150/90
b) N : 110x/m
c) R : 22x/m
d) SB : -
14) Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan oftalmologi visus kanan 1/300

16
PATHWAY GLAUKOMA

Usia > 40 th DM
kortikosteroid jangka
panjang miopia trauma
mata

Obstruksi jaringan trabekuler Peningkatan tekanan viterus

Hambatan pengaliran cairan Pergerakan iris kedepan


humor aqueous

TIO meningkat
TIO meningkat glaukoma

Tindakan operasi
Nyeri Gangguan saraf Mual, muntah
optik

Resiko ketidak seimbangan - Ansietas


Perubahan penglihatan perifer
nutrisi : kurang dari - Kurang pengetahuan
kebutuhan tubuh

Gangguan persepsi sensori


Resiko injury

17
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Faktor pencetus NYERI AKUT

- Klien mengeluh nyeri Obstruksi jaringan trabekuler
pada mata kanan ↓
Hambatan pengaliran cairan
DO :
humor aqueous

- Skala 6 (sedang) ↓
TIO meningkat
- Frekuensi nadi

meningkat 110x/m
Nyeri
- Tekanan darah
meningkat 150/90
mmHg
2. DS : Faktor pencetus GANGGUAN
↓ PERSEPSI
- Klien mengeluh Obstruksi jaringan trabekuler SENSORI
pandangan kabur ↓
pada mata kanan Hambatan pengaliran cairan
humor aqueous
DO :

- Oftalmologi visus TIO meningkat

kanan 1/300 ↓
Gangguan saraf optik
- TIO mata kanan

46 mmHg
Perubahan penglihatan
perifer

Gangguan persepsi sensori
3. DS : Faktor pencetus RESIKO JATUH

- Klien pernah Faktor pencetus
mengalami jatuh di ↓
depan WC Obstruksi jaringan trabekuler

DO : -
Hambatan pengaliran cairan
humor aqueous

18

TIO meningkat

Gangguan saraf optik

Perubahan penglihatan
perifer

Resiko jatuh

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d agen pencedera fisik (trauma mata)
2. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan
3. Resiko jatuh d.d gangguan penglihatan (glaukoma)

C. Intervensi Keperawatan
No
SDKI SLKI SIKI
dx
1. Nyeri b.d agen pencedera Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
fisik (trauma mata) intervensi keperawatan Observasi
selama 3 x 24 jam, maka
Definisi : tingkat nyeri menurun, - Identifikasi lokasi,
Mengidentifikasi dan dengan criteria hasil : karakteristik, durasi,
mengelola pengalaman frekuensi, kualitas,
sensorik atau emosional yang - Keluhan nyeri intensitas nyeri.
berkaitan dengan kerusakan menurun - Identifikasi skala nyeri
jaringan atau fungsional - Muntah menurun - Identifikasi respons nyeri
dengan onset mendadak atau - Mual menurun non verbal
lambat dan berintensitas - Frekuensi nadi - Identifikasi faktor yang
ringan hingga membaik memperberat dan
berat dan konstan - Tekanan darah memperingan nyeri
membaik - Identifikasi pengaruh
Batasan Karakteristik : budaya terhadap respon
nyeri
DS : - Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
- Klien mengeluh nyeri - Monitor keberhasilan
pada mata kanan terapi komplementer
yang sudah diberikan
DO : - Monitor efek samping
penggunaan analgetik
- Skala 6 (sedang)
- Frekuensi nadi Terapeutik
- Berikan teknik
meningkat 110x/m
nonfarmakologis untuk
- Tekanan darah mengurangi rasa nyeri
meningkat 150/90 mmHg (mis. TENS, hipnosis,
kupresur, terapi musik,

19
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing.
ompres hangat dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan Minimalisasi rangsangan


b.d gangguan penglihatan intervensi selama 3 x 24 Observasi
Definisi : Mengurangi jumlah jam maka dengan kriteria
atau pola rangsangan yang status neurologis - Periksa status mental,
ada (baik internal membaik hasil : status sensori, dan
atau eksternal) - Pandangan kabur tingkat kenyamanan
menurun (mis. nyeri, kelelahan)
Batasan Karakteristik : - Sakit kepala menurun Terapeutik
- Tekanan darah sistolik
DS :
membaik - Diskusikan tingkat
- Kongesti konjungtiva toleransi terhadap beban
- Klien mengeluh
menurun sensori (mis. Bising,
pandangan kabur pada
mata kanan terlalu terang )
- Batasi stimulus
DO : lingkungan (mis. cahaya,
suara, aktivitas)
- Oftalmologi visus - Jadwalkan aktivitas
kanan 1/300 harian dan waktu
istirahat
- TIO mata kanan 46
- Kombinasikan
mmHg

20
prosedur/tindakan dalam
satu waktu, sesuai
kebutuhan

Edukasi

- Ajarkan cara
meminimalisasi stimulus
(mis. mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
obat yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
3. Resiko jatuh d.d gangguan Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
penglihatan (glaukoma) intervensi selama 3x24 Observasi
jam maka tingkat jatuh
Definisi : menurun dengan kriteria - Identifikasi faktor resiko
mengidentifikasi dan hasil : jatuh (mis, usia >65
menurunkan resiko terjatuh - Jatuh dari tempat tidur tahun, penurunan tingkat
akibat perubahan kondisi menurun kesadaran, defisit
fisik atau psikologis - Jatuh saat berdiri kognitif, hipotensi
menurun ortostatik, gangguan
Batasan Karakteristik : - Jatuh saat berjalan keseimbangan, gangguan
menurun penglihatan, neuropati)
DS :
- Jatuh saat di kamar - Identifikasi faktor
lingkungan yang
mandi menurun
- Klien pernah meningkatkan risiko
mengalami jatuh di jatuh (mis. Lantai licin,
depan WC penerangan kurang)
- Hitung risiko jatuh
DO : - dengan menggunakan
skala (mis. Fall Morse
Scale, Humpty Dumpty
Scale), jika perlu
- Monitor kemampuan
berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda dan
sebaliknya

Terapeutik

- Pastikan roda tempat


tidur dan kursi roda
selalu dalam kondisi
terkunci
- Atur tempat tidur
mekanis pada posisi
terendah
- Gunakan alat bantu
berjalan (mis, kursi roda,

21
walker)

Edukasi

- Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat
dari proses keperawatan. Implementasi keperawatan ialah serangkaian kegatan yang
dilakukan oleh perawat dalam membantu pasien selama menjalani perawatan agar
mendapatkan hasil yang diharapkan. Implementasi kepeawatan dilakukan sesuai
dengan perencanaan yang telah dibuat (Hidayat, 2021).

E. EVALUASI

Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan ialah tahapan terkahir dari proses


keperawatan. Evaluasi terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi
hasil. Evaluasi proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai
respon pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang telah dibuat
(Hidayat, 2021)

22
DAFTAR PUSTAKA

Anita. 2016. Perawatan Paliatif Dan Kualitas Hidup Penderita Kanker. Tanjong Karang
Asra D. 2011. Leukemia Artikel. Surabaya: Universitas USU.
A V. Hoffard, P. A. H Moss; alih bahasa, Brahm U. Pendit, Liana Setiawan, Anggraini
Iriani; editor edisi bahasa Indonesia, Ferd Sandra. 2013. Kapita selekta Hematologi.
Edisike-6. Jakarta: EGC.
Carolin Dkk. 2019. Acute Myeloid Leukemia. PBL. Denpasar: Universitas Udayana/RSUP
Sanglah
Diana L Rahmatilah, dkk. 2019. Edukasi dan Deteksi Dini Peenyakit Leukemia Kepada
Masyarakat di RPTRA Tunas Harapan Sunter Jakarta. Jurnal Berdikari, Vol 2 N0 2.
Lestari, et al. 2015. 2016. Analisis Potret Perawatan Paliatif Pasien Leukimia Anak Di
RSUP Sardjito. Yogyakarta
Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
Shania Octa Sativa. 2019. Pengaruh Genetik, Gaya Hidup dan Lingkungan pada Kejadian
Leukemia Mieloblastik Akut. JIMKI, Vol 8 No 1
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat PPNI. Edisi 1. Jakarta

INTERNET
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Hemostasis_SC.pdf
http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/pengabdianfarmasi/article/view/1962
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/79/mengenal-takikardi

23

Anda mungkin juga menyukai