Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


GLAUCOMA

OLEH :
TRIA MAHARANI
NIM : 2023207209086

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU - LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2024/2024
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Glaukoma adalah kerusakan pada saraf mata akibat tingginya tekanan di dalam bola mata. Kondisi
ini ditandai dengan nyeri di mata, mata merah, penglihatan kabur, serta mual dan muntah.
Glaukoma perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya kebutaan.

2. Etiologi/ Faktor Resiko


Penyebab glaukoma adalah kerusakan di saraf mata. Kerusakan tersebut umumnya terkait dengan
peningkatan tekanan di mata akibat penumpukan aqueous humour yang mengalir ke seluruh
bagian mata.
Glaukoma sering disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular (TIO). Bilik antara kornea
dan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor yang diproduksi oleh mata dan mengalir
terus menerus dari posterior ke anterior lalu kemudian mengalir keluar melalui kanal Schlemm.
Siklus ini membantu mempertahankan tekanan sehat yang konstan di mata. Aqueous humor juga
memberi nutrisi pada kornea, iris, dan lensa.
Jika aqueous humor tidak dapat mengalir dengan baik, maka akan terjadi penumpukan dan
tekanan di dalam mata meningkat. Saraf optik menjadi terjepit dan tertekan sehingga akibatnya
sel-sel saraf ini bisa mati.
Tekanan intraokular yang tinggi menyebabkan kerusakan akan bergantung pada berbagai faktor,
seperti seberapa kuat dan tingkat kerentanan saraf optik yang bervariasi pada tiap orang.
Pada glaukoma sudut tertutup, drainase aqueous humor dapat tersumbat sepenuhnya. Jika itu
terjadi, tidak ada aqueous humor sama sekali yang dapat keluar dari mata, dan peningkatan
tekanan intraokuler pada mata terjadi dengan cepat.
Tekanan intraokular diukur dalam mmHg (milimeter air raksa), satuan yang sama seperti yang
digunakan untuk tekanan darah. Kisaran tekanan intraokuler normal adalah 10-21 mmHg.
Tapi glaukoma tidak selalu disebabkan oleh tekanan intraokular yang tinggi. Sekitar setengah
dari semua orang yang menderita glaukoma mengalami kerusakan saraf optik tanpa tekanan
intraokular yang tinggi. Glaukoma jenis ini juga disebut glaukoma tekanan normal (NTG).
Penyebab lain glaukoma yang lain adalah suplai darah yang buruk ke saraf optik. Dalam hal ini,
tidak cukup oksigen dan nutrisi yang mencapai sel saraf. Glaukoma juga dapat terjadi akibat
radang, cedera atau penyakit pembuluh darah. kondisi ini kemudian disebut glaukoma sekunder.
Penyebab pasti kerusakan saraf optik kadang tidak bisa teridentifikasi, atau bisa terjadi akibat
kombinasi faktor-faktor yang muncul secara bersamaan.

3. Patofisiologi
Lebih dari 1 juta serabut saraf berjalan melalui saraf optik, yang mentransmisikan sinyal visual
dari fotoreseptor di dalam retina luar ke area pemrosesan visual lobus oksipital. Berbagai jenis
glaukoma semuanya menyebabkan kerusakan pada lapisan serat saraf retina.
Cairan di dalam ruang mata disebut aqueous humor, diproduksi oleh sel epitel non-pigmen dari
prosesus siliaris, dengan pola produksi mengikuti irama sirkadian individual. Cairan ini
memiliki sistem drainase teratur dan terus menerus melalui pupil, trabecular meshwork anterior,
sklera, insersi iris, dan kemudian ke kanal Schlemm, selanjutnya ke sistem vena episklera dan
sistem vena orbita selanjutnya ke dalam sirkulasi vena sistemik.
Jalinan trabekular terdiri dari beberapa lapisan jaringan ikat dan endotelium kanal Schlemm.
Aliran keluar cairan melalui jalur aliran keluar konvensional ini bergantung pada tekanan yang
berfungsi sebagai katup satu arah untuk drainase aqueous.
Sebaliknya, jalur keluar uveosklera memungkinkan keluarnya aqueous yang tidak bergantung
pada tekanan melalui permukaan otot siliaris dan akar iris, ke dalam ruang suprasiliar dan
suprachoroidal.
Seiring waktu, terjadi penurunan aliran keluar aqueous melalui trabecular meshwork, sementara
produksi aqueous body ciliary tidak menurun secara signifikan. Ketidakseimbangan aliran
keluar dan produksi aqueous menyebabkan peningkatan fluktuasi rata-rata Tekanan intraokuler
yang lebih besar.
Peningkatan dan fluktuasi TIO umumnya terlihat pada pasien dengan glaukoma. Akibat
peningkatan TIO yang berkepanjangan, serabut saraf bisa mulai mati dan atrofi,
memperlihatkan bentuk "cupped" atau melengkung seperti cakram yang terlihat pada
funduskopi.
Tekanan intraokular memiliki banyak faktor yang menyebabkannya berfluktuasi sepanjang hari,
seperti detak jantung, pernapasan, olahraga, status cairan, obat sistemik, waktu, konsumsi
alkohol, posisi pasien, dan obat topikal.
Saat ini, pembacaan tekanan skrining tekanan intraokuler lebih tinggi dari 21 mmHg dianggap
di atas tekanan mata fisiologis yang beresiko kerusakan saraf glaukoma.
Pasien dengan glaukoma tekanan normal juga cenderung memiliki kondisi vaskular sistemik
seperti fenomena Raynauds, migrain, sleep apnea, penyakit arteri karotis, dan perubahan
tekanan darah.
Pada glaukoma sudut tertutup akut, jalur drainase jalinan trabekular ini tertutup baik oleh iris
yang terdorong ke depan, lensa yang bergeser ke anterior, atau iris tertarik ke depan oleh
jaringan fibrosa, yang menghalangi aliran keluar aqueous

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat dirasakan oleh penderita glaukoma menurut
Kusumadjaja Sp.M(K) (2019) dan Ilyas & Yulianti (2019) ialah :
a. Akut
1) Tekanan bola mata atau tekanan intra okular (TIO) > 40 mmHg
2) Pengelihatan menjadi kabur dan mata merah
3) Mengalami sakit kepala dan mata terasa sakit
4) Mual dan muntah ketika sakit kepala
5) Melihat pelangi pada cahaya lampu
b. Kronis
1) Mata tenang atau tanpa gejala sampai saraf mata rusak berat
2) Timbul perlahan-lahan
3) Terdapat tunnel vision atau pengelihatan menyempit seperti melihat dalam Lorong
4) Merasa tidak ada nyeri kepala atau mata dan tidak ada mual mutah
5) Tekanan bola mana menetap antara 20-30 mmHg

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan medis glaukoma yang dapat dilakukan berdasarkan Ilyas & Yulianti (2019) dan
Pusdatin Kemenkes RI (2019) ialah :
a. Tajam pengelihatan
Pemeriksaan tajam pengelihatan berfungsi untuk mengetahui fungsi pengelihatan setiap
mata. Pemeriksaan ini apat dilakukan dengan dua cara. Pemeriksaan yang dilakukan ialah
pemeriksaan optotype snellen untuk tajam pengelihatan jauh dan jaeger chart untuk tajam
pengelihatan dekat (Ilyas & Yulianti, 2019).
Pemeriksaan optotype snellen untuk tajam pengelihatan jauh dengan cara pasien duduk
menghadap optotype snellen dengan jarak 6 meter. Kemudian dipasangkan trial frame
pada mata dan lalu ditutup dengan occlude. Pasien lalu diminta membaca setia hurup
pada optotype snellen mulai dari hurup besar hingga huruf pada baris terkecil.
Pemeriksaan ini dilakukan bergantian pada kedua mata mulai dari mata kanan ke mata
kiri (Budhiastra, 2017).
Pemeriksaan jaeger chart untuk tajam pengelihatan dekat dengan membaca
tulisan pada jaeger chart dengan jarak 33 cm. pemeriksaan ini dilakukan setelah
mendapat koreksi terbaik pada pemeriksaan tajam pengelihatan jauh. Cek mata kanan
terlebih dahulu, setelah itu cek mata kiri baru kemudian cek dengan kedua mata terbuka.
Catat sampai angka berapa pasien dapat membaca dengan jelas dan benar. Apabila pasien
tidak dapat membaca tulisan yang paling kecil maka diberikan koreksi tambahan dengan
lensa plus hingga pasien dapat melihat dengan jelas seluruh tulisan pada jaeger Chart
(Budhiastra, 2017).
b. Tonometri
Pemeriksaan tonometri ialah pemeriksaan tekanan bola mata atau TIO. Proses
pemeriksaan ini dengan menyentuh sebagian kecil bola mata dengan semburan udara.
Terdapat lima macam cara mengukur TIO, yaitu : tonometer digital dengan probe,
tonometer schizot, tonometer applanasi goldman, non concat tonometer (NCT), dan hand
held applanasi (Ilyas & Yulianti, 2019).
Pemeriksaan tonomteri applanasi goldmann memerlukan anastesi topical untuk membuat
mata menjadi mati rasa sebelum diperiksa (Goldberg & Susanna Jr, 2016). Kini
pemeriksaan TIO dengan sistem moderen dengan tonometer probe digital dan non concat
tonometer (NCT) dianjurkan pada masa covid-19. Hal ini untuk mencegah
penyebaran covid-19 (Perdami,
2020).
c. Oftalmoskopia
Oftalmoskopia ialah pemeriksaan fundus okuli atau evaluasi struktur mata bagian dalam.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya tanda- tanda glaukoma dan
mengevaluasi progresivitas penyakit. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melebarkan
pupil menggunakan obat tetes midriatil. Obat tetes midriatil akan membuat pupil melebar
sehingga saraf mata dapat terlihat jelas (Ilyas & Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI,
2019).
d. Perimetri
Pemeriksaan ini bertujuan untuk pemetaan lapang pandang terutama pada derah sentral
atau para sentral. Pemeriksaan in harus dilakukan dalam kondisi tenang dan penuh
konsentrasi. Lapang pandang normal adalah 90 derajat temporal, 60 derajat superior,
50 derajat nasal, dan 70 derajat inferior (Ilyas & Yulianti, 2019; Pusdatin Kemenkes RI,
2019).
e. Gonioskopi
Gonioskopi iala pemeriksaan sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
meletakkan lensa sudut (goniolens) dan dapat dilihat pertemuan iris dengan kornea disudut
bilik mata. Penentuan sudut bilik mata dilakukan dissetiap kasus yang dicurigai glaukoma
(Ilyas & Yulianti, 2019).
f. Pakimetri
Pakimetri adalah alat untuk melakukan pemeriksaan ketebalan kornea mata.
Ketebalan kornea mata ialah jaringan bening yang berada paling depan dari bola mata.
Ketebalan kornea mata dapat mempengaruhi penghitungan TIO (Ilyas & Yulianti, 2019;
Pusdatin Kemenkes RI, 2019)

6. Komplikasi
Glaukoma yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi kehilangan penglihatan permanen
ataupun kebutaan. Tindakan perawatan dapat memperlambat kehilangan penglihatan tambahan,
tetapi tidak dapat memulihkan penglihatan yang sudah hilang.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan glaukoma disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahannya. Namun, saat ini
tidak ada pengobatan yang dapat memulihkan kehilangan penglihatan yang telah terjadi, hanya
dapat membantu mencegah kerusakan lebih lanjut dan kehilangan penglihatan. Pengujian bidang
visual dan pemetaan kehilangan penglihatan sangat membantu dalam memantau perkembangan
penyakit.
Glaukoma sudut terbuka umumnya ditangani pada awalnya dengan obat-obatan untuk
menurunkan tekanan mata. Trabeculoplasty laser juga digunakan sebagai pilihan pengobatan
utama dalam beberapa kasus.
Jika penatalaksanaan medis tidak berhasil dicapai, prosedur seperti laser trabeculoplasty,
trabeculectomy, memasukkan drainase valve/tube shunt, atau perawatan laser ke badan ciliary
untuk mengurangi produksi aqueous dapat digunakan untuk mengontrol tekanan intraokuler
(TIO).
Bedah glaukoma invasif minimal (MIGS) adalah pilihan tindakan bagi pasien yang menderita
glaukoma ringan-sedang. MIGS memiliki tingkat keamanan yang lebih baik dibandingkan
dengan trabeculectomy konvensional dan shunt tube, waktu pemulihan yang lebih cepat, dan
telah terbukti efektif untuk mengurangi TIO.
Glaukoma tegangan normal dapat diberikan obat-obatan untuk menurunkan tekanan intraokular
dan juga harus diobati bersamaan dengan kondisi medis lain yang mungkin mendasarinya.
Jika penatalaksanaan medis gagal, trabekuloplasti laser atau operasi filtrasi dapat digunakan jika
ada perkembangan kehilangan penglihatan yang berkelanjutan. Dalam penelitian Glaukoma
tekanan normal kolaboratif pasien dengan glaukoma tekanan normal, penurunan TIO sebesar
30% terbukti memperlambat atau menstabilkan hilangnya lapang pandang.
Glaukoma sudut tertutup adalah keadaan darurat dan bisa menyebabkan kerusakan saraf optik,
kerusakan saraf iskemik, atau oklusi vaskular retina. Pasien diberikan obat untuk mengurangi
tekanan mata secepat mungkin, tetapi biasanya diperlukan juga prosedur laser iridotomy perifer
untuk membuka sudut drainase ruang anterior.
Setelah krisis akut ditangani, pasien berisiko tinggi mengalami serangan pada mata kontralateral
dan oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk gonioskopi dan jika sempit, iridotomi
profilaksis pada mata lainnya.
Pada Glaukoma sekunder penyebab yang mendasari harus diobati dengan opsi penambahan obat-
obatan untuk menurunkan tekanan intraokular tergantung pada penyebab yang mendasarinya

B. Konsep Proses Keperawatan


1. Pengkajian
Identifikasi Klien Dama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl 8F/,
diagnosamedis, suku bangsa, status perkawinan.
2. Keluhan utama
terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri hebat dikepala, mual
muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri hebat dikepala,
mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
b. Riwayat penyakit dahulu
mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah terdapathubungan
dengan penyakit yang diderita sebelumnya.
c. Riwayat penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertical atau horisontal
memiliki penyakit yang serupa.
4. Pola fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi klien dalam menilai/melihat dari pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita
serta kemampuan klien dalam merawat diri dan juga adanya perubahan dalam pemeliharaan
kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan.
Pada pola nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji pola makan dan
komposisi, berapa banyak / porsi, jenis minum dan berapa banyak jumlahnya
c. Pola eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi tetap dikaji
konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah dan sulit tidur karena nyeri / sakit
hebat menjalar sampai kepala.
e. Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien mengalami
penurunan.
f. Pola persepsi konsep diri
Meliputi: body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas terhadap penyakitnya,
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada klien ini akan menjadi mengalami gangguan pada fungsi penglihatan dan pada
kongnitif tidak mengalami gangguan. penglihatan berawan dan kabur, tampak lingkaran
cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia/glaukoma akut.
Perubahan kacamata pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Tanda:papil menyempit
dan merah / mata keras dengan kornea berawan.peningkatan air mata.
h. Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain, apakah mengalami perubahan karena penyakit yang dideritanya.
i. Pola reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi penglihatannya serta
koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.

5. Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi didasarkan pada pemeriksaan funduskopi, uji lapang pandang, tonometri, tomografi
koherensi optik, dan gonioskopi. Pemeriksaan yang bermanfaat lainnya termasuk ketajaman
visual untuk melihat apakah penglihatan terpengaruh, pachymetry untuk mengevaluasi ketebalan
kornea, dan pemindaian retina untuk membantu memantau perubahan progresif pada lapisan serat
saraf retina.
Glaukoma didiagnosis berdasarkan temuan klinis karakteristik neuropati optik progresif atau cacat
bidang visual berdasarkan modalitas pengujian yang tercantum di atas. Tidak ada baku tunggal
untuk diagnosis glaukoma.
penampilan saraf optik yang khas, faktor risiko, dan menyusun hasil pengujian tambahan untuk
menegakkan diagnosis dan stadium glaukoma yang benar.
American Academy of Ophthalmology merekomendasikan pemeriksaan mata komprehensif rutin
untuk pasien dengan faktor risiko glaukoma dengan frekuensi yang ditentukan secara individual,
dengan mempertimbangkan usia, faktor risiko, ras, dan riwayat keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori (penglihatan) (D. 0085) b.d Gangguan penglihatan
2. Risiko Jatuh (D.0143) b.d Gangguan Penglihatan
3. Ansietas (D.0080) b.d Krisis situasional
3. Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang
diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan Persepsi Sensori Persepsi sensori membaik (Slki L.09083) Minimalisasi Rangsangan (Siki I.08241)
(penglihatan) (D.0085) b.d 1. Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan
Gangguan penglihatan 1. Verbalisasi melihat meningkat
2. Respons sesuai stimulus membaik (mis. nyeri, kelelahan)
3. Distorsi sensori menurun 2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis.
4. Konsentrasi membaik
Bising, terlalu terang)
5. Orientasi membaik
3. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara, aktivitas)
4. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
5. Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai
kebutuhan
6. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis. mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi, membatasi kunjungan)
7. Kolaborasi dalam prosedur/tindakan
8. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi stimulus
persepsi
2. Risiko Jatuh (D.0143) b.d Tingkat jatuh menurun (Slki L.14138) Pencegahan Jatuh (Siki I.14540)
Gangguan Penglihatan 1. Jatuh saat berdiri menurun 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
2. Jatuh saat duduk menurun 2. Identifikasi resiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai
3. Jatuh saat berjalan menurun dengan kebijakan institusi
4. Jatuh saat dipindahkan menurun 3. Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
5. Jatuh saat di kamar mandi menurun (misalnya lantai licin, penerangan kurang)
6. Jatuh saat membungkuk menurun 4. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (Misalnya Fall Morse
Scale, Humpty Dumpty Scale) Jika perlu
5. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya
6. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
7. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam keadaan
terkunci
8. Pasang Handrail tempat tidur
9. Tempatkan pasien beresiko tinggi dekat dengan pantauan perawat
atau nurse station
10. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
11. Gunakan alat bantu berjalan
12. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
13. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
14. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
15. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
16. Anjurkan melebarkan kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri

3. Ansietas (Sdki D.0080) b.d Tingkat Ansietas menurun (Slki L.09093) Reduksi ansietas (Siki I.09314)
Krisis situasional
1. Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan
kondisi yang dihadapi menurun stressor.
2. Perilaku gelisah dan tegang menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Palpitasi, tremor, dan pucat menurun 3. Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
4. Konsentrasi dan pola tidur membaik 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
5. Orientasi membaik 5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
6. Pahami situasi yang membuat ansietas
7. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
9. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
10. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
11. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
12. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
13. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
14. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
15. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
16. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
17. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
18. Latih teknik relaksasi
19. Referensi:
DAFTAR PUSTAKA

Dietze J, Blair K, & Havens SJ. 2022. Glaucoma. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

Douglas J.Rhee, MD. 2021. Overview Of Glaucoma. MSD Manual. Professional Edition.

Jonas, J. B., Aung, T., Bourne, R. R., Bron, A. M., Ritch, R., & Panda-Jonas, S. 2017. Glaucoma. The
Lancet, 390(10108), 2183–2193. doi:10.1016/s0140-6736(17)31469-1

Matt Vera, BSN., RN. Glaucoma Nursing Care Plans. Nurses Labs

RN Pedia. N.D. Glaucoma Nursing Care Plan & management.

PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai