Anda di halaman 1dari 31

1

REFERAT
MEDICAL MANAGEMENT OF GLAUCOMA

Pembimbing :
dr. Jusuf Wijaya, Sp.M

Disusun Oleh :
Hanna Gabriela Solang 1261050047
Temmy Hadinata Wiranegara 1261050063
Cindy Tanya 1261050076
Nadhifa Trivandari 1261050102

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSU UKI
PERIODE 07 NOVEMBER 12 DESEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan

(cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan
intraokular. Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya.
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat
terkena glaukoma , dan di antara kasus-kasus tersebut , sekitar 50% tidak terdiagnosis. sekitar 6 juta
orang mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk 100.000 penduduk Amerika, menjadikan
penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Glaukoma
sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih, menyebabkan penyempitan
lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi
sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang luas. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih
besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berta
dibandingkan dengan ras kulit putih . Glaukoma sudut tertutup didapatkan didapatkan pada 10-15%
kasus ras kulit putih. Persentase ini jauh lebih tinggi pada orang Asia dan suku Inuit. Glaukoma
sudut tertutup primer berperan pada lebih 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China.
Glaukoma tekanan normal merupakan paling sering di Jepang.

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar
aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka)
atau gangguan akeses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup) Terapi
ditunjukan untuk menurunkan tekanan intraokular dan apabila mungkin memperbaiki sebab yang
mendasarinya. Tekanan intraokular diturunkan dengan cara mengurangi produksi aqueous humor
atau dengan meningkatkan aliran keduanya, menggunakan obat, laser, atau pembedahan. Obatobatan yang biasanya diberikan secara topikal, tersedia untuk menurunkan produkasi aqueous
humor atau meningkatkan aliran keluar aqueous. Pembuatan pintas sistem drainase melalui
pembedahan bermanfaat pada kebanyakan bentuk glaukoma bila terdapat kegagalan respons dengan
terapi obat. Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektifitas terapi
ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraokular (tonometri), inspeksi diskus optikus,
dan pengukuran lapangan pandang secara teratur. Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan
dengan cermat dan cepat. Oftalmoskop untuk mendeteksi cupping diskus optikus dan tonometri
untuk mengukur tekanan intraokular harus menjadi bagian dari pemeriksaan oftalmologik rutin
semua pasien yang berusia lebih dari 35 tahun. Pemeriksaan-pemeriksaan ini terutama penting pada
pasien dengan riwayat glaukoma dalam keluarga dan termasuk kelompok risiko tinggi, seperti ras
kulit hitam yang dianjurkan melakukan skrinning teratur setiap 2 tahun sekali sejak usia 35 tahun
dan setahun sekali sejak usia 50 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Aqueous Humor


Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata.
a) Komposisi Aqueous Humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisis bilik mata depan dan
belakang. Volumenya adalah sekitar 250, dan kecepatan pembentukannya yang memiliki
variasi diurnal, adalah 2.5 /menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan
plasma. Komposisi aqueos humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini
memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi, protein , urea, dan
glukosa yang lebih rendah.
b) Pembentukan & Aliran Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma processus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel
siliaris. Setelah masuk ke bilik mata depan aqueos humor mengalir melalui pupil ke bilik
mata depan, lalu ke anyaman trabekular di sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi
pertukaran diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris. Peradangan

atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan kadar protein. hal ini disebut plasmoid
aqueous dan sangat mirip dengan serum darah.
c) Aliran Keluar Aqueous Humor
Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori
yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal schlemm. Kontraksi otot siliaris
melalui insersi ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman
tersebut sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran aqueous
humor ke dalam kanal schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran
transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal sclemm (sekitar 30 saluran
pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah
kecil aqueous humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan
ke dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan sklera.

2.2 Patofisiologi Glaucoma


Mekanisme utama penurunan pengelihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion
retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti-dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus opticus. Diskus opticus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan
optik.
Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh mekanisme sudut
terbuka maupun yang tertutup akan dibahas sesuai dengan entitas penyakitnya. Efek peningkatan
tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular.
Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan
kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus opticus. Pada
glaucoma sudut terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak meningkat lebih dari 30 mmHg
dan kerusakan sel ganglion terjadi setelah waktu yang lama, sering setelah beberapa tahun. Pada
glaukoma tekanan normal, sel-sel ganglion retina mungkin rentan mengalami kerusakan akibat
tekanan intraokular dalam kisaran normal, atau mekanisme kerusakannya yang utama mungkin
iskemia caput nervi optici.
2.3 Penilaian Glaucoma Secara Klinis
a) Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Instrumen yang paling lus
digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang didekatkan ke slitlamp dan
mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan
kornea berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran. Tekanan intraokular mata yang
korneanya tebal, akan ditaksir terlalu tinggi; yang korneanya tipis, ditaksir terlalu rendah.
Kesulitan ini dapat diatasi oleh dengan tonometer kontur dinamik pascal. Tonometertonometer aplanasi lainnya, yaitu tonometer Perkins dan TonoPen, keduanya portabel;
pneumatotonometer yang dapat digunakan walaupun terdapat lensa kontak lunak di
permukaan kornea yang ireguler. Tonometer Schiotz adalah tonometer portabel;

Tonometer ini mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban yang diketahui
sebelumnya.

Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Penyebaran didasarkan


pada distribusi Gauss, tetapi dengan kurva miring ke kanan. Pada usia lanjut, rerata
tekanan intraokular lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma
sudut terbuka primer 32-50% individu yang terkena akan memperlihatkan tekanan
intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan tekanan
intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengidap glaukoma sudut terbuka
primer; untuk menegakkan diagnosis. Diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus
potikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan intraokular terusmenerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang normaln, pasien dpat
diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma.
b) Gonioskopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan iris, yang di
antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi sudut ini yakni lebar (terbuka),
sempit, atau tertutup memberi dampak penting pada aliran kelua aqueous humor. Lebar

sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan,
menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer
menggunakan slitlamp. Akan tetapi sudut bilik mata depan sebaknya ditentukan dengan
gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Apabila
keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan processus iris dapat terlihat sudut
dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman
trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakn sempit. Apabila garis Schwalbe tidak
terlihat, sudut dinyatakan tertutup.

Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata hiperpia kecil memiliki
sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini dan
berperan pada beberapa kasus glaukoma sudut tertutup.
c) Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral)
cawan fisiologik yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus
opticus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada
mata hiperopia, lubang skleranya kecil sehingga cawan optik juga kecil. Pada mata
miopia hal yang sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan
kelainan - kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya substansi
diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran cawan diskus optikus disertai dengan

pemucatan diskus di daerah cawan. Bentuk - bentuk lain atrofi optikus menyebabkan
pemucatan luas tanpa peningkatan pencekungan diskus optikus.
Pada glaukoma mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik atau
pencekungan superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi
diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser
ke belakang. Seiring engan pembentukan cekungan, pembuluh retina di diskus tergeser ke
arah hidung. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut
sebagai cekungan bean-pot yang tidak memperihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.
Rasio cawan - diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran
cawan optik terhadap diameter diskus, misalnya cawan kecil rasionya 0,1 dan cawan
besar 0,9. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan
intraokular, rasio cawan-diskus lebih dari 0.5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara
kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakykan dengan oftalmoskopi langusng atau
dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak kornea khusus yang
memberi tiga dimensi. Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma adalah
atrofi lapisan serat saraf retina, yang mendahului timbulnya kelainan diskus optikus.
Kerusakan ini dapat terdeteksi dengan oftalmoskop atau foto fundus, keduanya
dilengkapi dengan cahaya bebas-merah, optical coherence tomography, scanning laser
polarimetry, atau scanning laser tomography.
d) Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak
spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai
pada semua penyakit nervus opticus; namun, pola kelainan lapangan pandang, sifat

10

progresivitas dan hubungannya dengan kelainan diskus optikus merupakan ciri khas
penyakit ini.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya titik
buta. Perluasan kontinyu ke lapangan pandang daerah Bjerrum- 15 derajat dari fiksasi
membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan
lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma
Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal sering disertai
oleh nasal step karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan
lapangan pandang perifer cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter.
Selanjutnya mungkin terdapat hubungan ke defek arkuta, menimbulkan breakthrough
perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh
pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman penglihatan sentral bukan merupakan petunjuk
perkembangan penyakit yang dapat diandalkan. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman
penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang tiap-tiap
mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20
tetapi secara legal buta.

11

Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah automated
perimeter, perimeter Goldmann. Conventional automated perimetry paling sering
menggunakan perimeter Humphrey, dengan stimulus putih pada latar belakang putih
(perimetri white on white). Defek lapangan pandag tidak terdeteksi sampai kira-kira
terdapat kerusakan ganglion retina sebanyak 40%. Berbagai penyempurnaan untuk
mendeteksi kelainan lapangan pandang dini diantaranya adalah perimetri blue on yellow,
juga dikenal sebagai short-wavelength automated perimetry (SWAP).

2.4 Terapi Terhadap Peningkatan Tekanan Intraokular


A.

Terapi Medis
a)

Supresi Pembentukan Aqueous Humor


Penyekat adrenergik-beta dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan
obat lain. Larutan timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%,
levobunolol 0,25% dan 0,5%, metipranolol 0,3%, serta carteolol 1% dua kali sehari
dan gel timolol maleate 0,1%, 0,25%, dan 0,5% sekali setiap pagi adalah preparatpreparat yang tersedia saat ini. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah
penyakit obstruksi jalan napas kronik terutama asma dan defek hantaran jantung.
Betaxolol, dengan selektivitas yang relatif tinggi terhadap receptor 1 lebih jarang
menimbulkan efek samping respiratorik, tetapi obat ini juga kurang efektif dalam
menurunkan tekanan intraokular. Depresi, kebingungan, dan fatigue dapat timbul
pada pemakaian obat penyekat beta topikal, frekuensi timbulnya efek sistemik dan
tersedianya obat-obat lain telah menurunkan popularitas obat penyekat adrenergikbeta.
Apraclonidine (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah
terapi laser) adalah suatu agonis adrenergik-2 yang menurunkan pembentukan
aqueous humor tanpa menimbulkan efek pada aliran keluar. Ini terutama berguna

12

untuk mencegah peningkatan tekanan intraokular pascaterapi laser segmen anterior


dan dapat diberikan sebagai terapi jangka pendek pada kasus-kasus yang sukar
disembuhkan. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang karena bersifat
takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya insidens
reaksi alergi.
Brimonidine adalah suatu agonis adrenergik- yang terutama menghambat
pembentukan aqueous humor dan juga meningkatkan pengaliran aqueous keluar.
Obat ini dapat digunakan sebagai lini pertama atau sebagai tambahan, tetapi reaksi
alergi sering ditemukan.
Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan brizolamide 1% (dua atau tiga
kali sehari) adalah penghambat anhidrase karbonat topikal yang terutama efektif bila
diberikan sebagai tambahan, walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase
karbonat sistemik. Efek samping utama adalah rasa pahit sementara dan
blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga tersedia bersama timolol dalam
larutan yang sama.
Penghambat anhidrase karbonat sistemik acetazolamide adalah yang paling
banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif, yaitu dichlorphenamide dan
methazolamide digunakan pada glaukoma kronik bila terapi topikal kurang
memuaskan serta pada glaukoma akut dengan tekanan intraokular yang sangat tinggi
dan perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan pembentukan aqueous
humor sebanyak 40-60%.acetazolamide dapat diberikan per oral dalam dosis 125250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500 mg sekali atau
dua kali sehari, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg). Pengambat anhidrase
karbonat menimbulkan efek samping sistemik mayor yang membatasi kegunaannya
untuk terapi jangka panjang. Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan
aqueous humor serta menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.

13

b)

Fasilitasi Aliran Keluar Aqueous Humor


Analog prostaglandin larutan bimatoprost 0,003%, lanoprost 0,005% dan
travoprost 0,004%, masing-masing sekali setiap malam, dan larutan unoprostone
0,15% dua kali sehari meningkatkan aliran keluar aqueous melalui uveosklera.
Analog prostaglandin merupakan obat-obat lini pertama atau tambahan yang efektif.
Di banyak negara selain Amerika Serikat, latanoprost tersedia dalam bentuk larutan
kombinasi bersama timolol untuk digunakan satu kali setiap pagi. Semua analog
prostaglandin dapat menimbulkan hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kuli
periorbita, pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen (terutama
iris hijau-coklat dan kuning-coklat). Obat-obat ini juga sering dikaitkan dengan
reaktivasi uveitis dan keratitis herpes walaupun jarang serta dapat menyebabkan
edema makula pada individu dengan faktor predisposisi.
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar aqueous humor dengan
bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang
digunakan sejak ditemukannya analog prostaglandin, tetapi dapat bermanfaat pada
sejumlah pasien. Obat ini diberikan dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan
hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Carbachol
0,75-3%

adalah

obat

kolinergik

alternatif.

Obat-obat

parasimpatomimetik

menimbulkan miosis disertai penglihatan suram, terutama pada pasien katarak, dan
spasme akomodatif yang mungkin mengganggu pada pasien usia muda. Ablasio
retinae adalah kejadian yang jarang namun serius.
Epinephrine, 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan
aliran keluar aquous humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan
aqueous humor. Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk refleks
vasodilatasi konjungtiva, endapat adrenokrom, konjungtivitis folikular, dan reaksi
alergi. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisme secara

14

intraokular menjadi bentuk aktifnya. Baik epinefrin maupun dipivefrin tidak boleh
digunakan untuk mata dengan sudut bilik mata depan yang sempit. Kedua obat
tersebut menimbulkan efek simpang pada hasil bedah drainase glaukoma
sesudahnya.
c)

Penurunan Volume Vitreous


Obat-obat hiperosmotik mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain itu, juga
terjadi penurunan produksi aqueous humor. Penurunan volume vitreus bermanfaat
dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan
volume vitreus atau koroid) dan menimbulkan penutupan sudut (glaukoma sudut
tertutup sekunder).
Glycerin (glucerol) oral, 1mL/kg berat badan dalam suatu larutan 50% dingin
dicampur dengan jus lemon, adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi harus
hati-hati bila digunakan pada pengidap diabetes. Pilihan lain adalah isosorbide oral
dengan urea intravena atau manitol intravena.

d)

Miotik, Midriatik, & Sikloplegik


Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup
akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam
pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
digunakan sikloplegik (cyclopentolate dan atropine) untuk merelaksasi otot siliaris
sehingga aparatus zonular menjadi kencang dalam upaya menarik lensa ke belakang.

B.

Terapi Bedah & Laser


a)

Iridoplasti, Iridektomi, & Iridotomi Perifer

15

Blokade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi dengan
membentuk saluran langsung antara bilik mata depan dan belakang sehingga tidak
ada perbedaan tekanan di antara keduanya. Iridotomi perifer paling baik diakukan
dengan laser YAG: neodymium walaupun laser argon mungkin diperlukan pada iris
berwarna gelap. Tindakan bedah iridektomi perifer dilakukan bila iridotomi laser
YAG tidak efektif. Iridotomi laser YAG menjadi suatu tindakan pencegahan bila
dikerjakan pada sudut sempit sebelum serangan penutupan sudut.
Pada beberapa kasus penutupan sudut yang tekanan intraokularnya tidak
mungkin dikendalikan dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomi laser YAG,
dapat dikerjakan iridoplasti perifer laser argon (ALPI). Suatu cincin laser yang
membakar iris perifer menyebabkan kontraksi stroma iris dan secara mekanis,
menarik sudut bilik mata depan hingga terbuka. Terdapat risiko terjadinya tekanan
intraokular secara kronis, tetapi ini mencerminkan sulitnya kasus yang ditangani.
b)

Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran melalui
suatu lensa-gonio ke anyaman trabekular akan memudahkan aliran keluar aqueous
humor, ini terjadi karena efek yang dihasilkan pada anyaman trabekular dan kanal
Schlemm, atau adanya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi anyaman
trabekular. Teknik ini dapat diterapkan pada beragam bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari.
Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan
penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Trabekuloplasti
laser dapat digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer. Pada
sebagian besar kasus, tekanan intraokular perlahan-lahan akan kembali ke tingkat
praterapi dalam 2-5 tahun.

c)

Bedah Drainase Glaukoma

16

Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk


memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung
aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
Komplikasi yang utama adalah fibrosis jaringan episklera, yang menyebabkan
penutupan jalir drainase baru tersebut. Hal ini lebih mudah terjadi pada pasien
berusia muda, pasien berkulit hitam, pasien glaukoma akibat uveitis, dan pasien yang
pernah menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan bedah lainnya yang
melibatkan jaringan episkleral. Terapi adjuvan pra- dan pascaoperasi dengan
antimetabolit, seperti 5-fluorouracil dan mitomycin C memperkecil risiko kegagalan
bleb dan dikaitkan dengan kontrol tekanan intraokular yang baik. Akan tetapi, terapi
ini dapat menimbulkan komplikasi yang berkaitan dengan bleb, misalnya rasa tidak
nyaman terus-menerus pada mata, infeksi bleb, atau makulopati akibat hipotoni
okular persisten. Trabekulektomi mempercepat pembentukan katarak secara nyata.
Penanaman selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
aqueous humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tampaknya tidak
berespons terhadap trabekulektomi. Ini meliputi mata dengan glaukoma sekunder
terutama glaukoma neovaskular dan glaukoma pascabedah tandur kornea.
Viskokanalostomi dan sklerektomi dalam dengan implan kolagen
menghindarkan dilakukannya insisi ketebalan penuh (full thickness) ke dalam mata.
Penurunan tekanan intraokular yang dihasilkan tidak sebaik trabekulektomi, tetapi
komplikasi yang timbul mungkin lebih sedikit. Secara teknis, tindakan ini sulit
dikerjakan.
Goniotomi dan trabekulotomi adalah teknik-teknin yang bermanfaat untuk
mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terdapat sumbatan drainase
aqueous himor di bagian dalam anyaman trabekular.
d)

Tindakan Siklodestruktif

17

Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat menjadi
alasan untuk mempertimbangkan tindakan destruksi corpus ciliare dengan laser atau
pembedahan untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, terapi laser
YAG: neodymium thermal mode, atau laser dioda dapat digunakan untuk
menghancurkan corpus ciliare. Terapi biasanya diberikan dari luar melalui sklera,
tetapi telah tersedia sistem aplikasi laser endoskopi.

2.5 Glaukoma Primer


A.

Glaukoma Sudut Terbuka Primer


Glaukoma primer dengan sudut terbuka merupakan bentuk glaukoma yang paling
sering dijumpai di masyarakat. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka
primer adalah adanya proses degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan
materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm,
sehingga terjadi penurunan drainase dari aqueous humor yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular.

Glaukoma sudut terbuka dapat terjadi dengan onset juvenil (suatu glaukoma sudut
terbuka primer familial dengan onset dini), sekitar 5% dari seluruh kasus glaukoma sudut
terbuka bersifat familial, dan sekitar 3% bersifat non familial akibat mutasi gen myocilin
pada kromosom 1.
Peningkatan tekanan intraokular sangat mempengaruhi kelainan diskus optikus dan
lapang pandang dalam waktu jangka panjang. Walaupun terdapat hubungan yang jelas

18

antara meningkatnya tekanan intraokular dengan penurunan visus, namun efek yang
ditimbulkan akan berbeda pada setiap individu. Sebagian mata dapat menoleransi
peningkatan tekanan intraokular sehingga tidak menimbulkan gejala apapun pada discus
optikus dan lapang pandang yang disebut dengan hipertensi okular. Pada sebagian kasus
dapat terjadi gejala kelainan kelainan glaukomatosa dengan tekanan intraokular dalam
batas normal, yang disebut dengan glaukoma tekanan rendah.

Walaupun demikian, tekanan intraokular yang lebih tinggi sangat berkaitan erat
dengan kehilangan lapang pandang yang lebih berat. Terdapat bukti yang kuat bahwa
dengan mengendalikan tekanan intraokular menggunakan terapi medikamentosa ataupun
non-medikamentosa, akan memperlambat terjadinya kerusakan diskus optikus dan
penurunan lapang pandang. Pada setiap penurunan tekanan intraokular sebesar 1 mmHg,
akan menurunkan risiko progesivitas glaukoma sebesar 10%.
Pada semua kasus, dalam melakukan terapi terhadap

glaukoma

harus

dipertimbangkan antara kenyamanan terapi dengan komplikasi yang mungkin timbul.


Pada pasien yang berusia lanjut serta lemah, memiliki kemungkinan tidak dapat
menoleransi komplikasi yang timbul akibat terapi.
a) Diagnosis
Diagnosis glaukoma dengan sudut terbuka primer ditegakkan apabila
ditemukan kelainan-kelaianan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapang pandang
disertai dengan adanya peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik mata depan
terbuka dan tampak normal, dan tidak didapatkan adanya sebab lain yang
menyebabkan peningkatan dari tekanan intraokular. Beberapa pasien glaukoma

19

dengan sudut terbuka memiliki tekanan intraokular yang normal pada pemeriksaan
pertama kali, sehingga perlu pengamatan dengan pemeriksaan tonomoteri berulang.
b) Pemeriksaan Skrining untuk Glaukoma
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka prmer adalah tidak
adanya gejala pada awal penyakit, sehingga pasien enggan memeriksakan pada
dokter spesialis mata. Sewaktu pertama kali pasien merasakan adanya kehilangan
lapang pandang, biasanya telah terjadi kerusakan pada nervus optikus yang cukup
signifikan. Terapi harus diberikan sesegera mungkin agar mencegah kerusakan
nervus semakin berlanjut. Pada pemeriksaan mata secara teratur, memungkinkan
dokter untuk mendeteksi sedini mungkin adanya kelainan yang mengarah pada
glaukomatosa, sehingga dapat dilakukan terapi agar mencegah kerusakan nervus
opticus.
c) Perjalanan Penyakit & Prognosis
Tanpa dilakukannya terapi pengobatan pada pasien dengan glaukoma sudut
terbuka, akan terjadi progesivitas penyakit secara perlahan hingga menyebabkan
kebutaan total. Apabila diberikan obat tetes mata antiglaukoma, dapat mengontrol
tekanan intraokular, sehingga prognosis akan menjadi lebih baik. Trabekulektomi
merupakan terapi paling baik bagi pasien glaukoma dengan sudut terbuka yang
B.

mengalami perburukan.
Glaukoma Tekanan Normal
Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa dapat memiliki tekanan intraokular
yang tetap normal di bawah 21 mmHg. Patogenens yang mungkin adalah kepekaan
abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular pada caput nervi optici.
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan dengan adanya vasospasme. Perdarahan
diskus optikus lebih sering dijumpai pada glaukoma tekanan normal dibanding dengan
glaukoma dengan sudut terbuka primer.
Sebelum diagnosa galukoma tekanan normal ditegakkan, perlu disingkirkan
sejumlah entitas seperti :

20

1. Episode peningkatan tekanan intraokular sebelumnya, seperti pada penyakit uveitis


anterior, trauma, atau terapi steroid topikal.
2. Variasi diurnal yang besar pada tekanan intraokular dengan peningkatan mencolok, biasa
pada pagi hari.
3. Tekanan intraokular yang berubah sesuai postur tubuh, dengan peningkatan mencolok
ketika pasien berbaring.
4. Peningkatan tekanan intraokular yang intermitten, seperti pada penutupan sudut subakut.
5. Penaksiran tekanan intraokular yang terlalu rendah akibat ketebalan kornea yang
berkurang.
6. Penyebab kelainan diskus optiks dan lapang pandang yang lain seperti pada kelainan
diskus kongenital, neuropati optik herediter, dan atrofi optik akibat tumor dan penyakit
vaskular.
Kemungkinan

adanya

dasar

vaskular

pada

glaukoma

tekanan

normal

mengindikasikan penggunaan obat-obat penyekat kanal kalsium sistemik, namun


tindakan ini amasih belum memberikan manfaat yang nyata.
C.

Hipertensi Okular
Hipertensi okular adalah peningkatan tekanan intraokular tanpa kelainan diskus
optikus atau lapang padang dan lebih sering dijumpai di masyarakat dibanding dengan
glaukoma sudut terbuka primer. Faktor risiko dari peningkatan tekanan intraokular pada
hipertensi okular dapat terjadi seiring bertambahnya usia, riwayat glaukoma dalam
keluarga, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular dalam keluarga, dan mungkin riwayat
miopia. Timbulnya perdarahan diskus akibat hipertensi okular juga mengindikasikan
peningkatan risiko terjadinya glaukoma.
Pasien dengan hipertensi okular dianggap memiliki bakat terjadinya glaukoma,
dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan secara teratur. Pada pasien hipertensi
okular juga yang tidak mengalami glaukoma juga mungkin diakibatkan karena ketebalan
kornea yang sangat tebal sehingga memberikan hasil tekanan yang tinggi, sehingga perlu

D.

dilakukan pemeriksaan pada kornea.


Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi primer tanpa
disertai kelaninan lain. Peningkatan tekanan intraokular terjadi karena sumbatan aliran

21

keluar aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer. Diagnosis
ditegakan dengan melakukan pemeriksaan segmen anterior dan gonioskopi yang cermat.
Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya digunakan bila penutupan sudut primer
telah menimbulkan kerusakan nervus opticus dan kehilangan lapangan pandang. Faktorfaktor resikonya antara lain bertambahnya usia, jenis kelamin, riwayat keluarga
E.

galukoma.
Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup akut adalah suatu kedaruratan oftalmologik. Terjadi bila
terbentuk iris bomb yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer.
Hal ini menghambat aliran keluar aqueous dan tekanan intraokular meningkat dengan
cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan kabur.
Penutupan sudut pada mata hiperopia yang sudah mengalami penyempitan anatomik
bilik mata depan biasanya diekserbasi oleh pembesaran lensa kristalina yang berkaitan
dengan penuaan. Serangan akut tersebut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, terjadi
secara spontan dimalam hari, saat pencahayaan berkurang, namun dapat terjadi akibat
obat-obatan dengan efek antikolinergik atau simpatomimetik.
a) Temuan Klinis
Glaukoma sudut tertutup akut ditandai oleh munculnya kekaburan,
penglihatan mendadak yang di sertai nyeri hebat, halo, serta mual dan muntah,
peningkatan tekanan intraocular yang mencolok, bilik mata depan dangkal, korena
berkabut, pupil berdilatasi dan injeksi siliar.
b) Diagnosis Banding
Iritis akut lebih menimbulkan fotofobia dibandingkan galukoma akut,
Tekanan intraocular biasanya tidak meningkat, pupil konstriksi atau bentuknya
irregular dan kornea biasanya tidak edema, terdapat injeksi silier dalam.
Konjungtivitis akut biasanya terjadi bilateral, nyeri ringan atau tidak ada, dan
tidak ada gangguan penglihatan. Terdapat sekret mata dan konjungtiva yang
meradang hebat, tetapi tidak ada injeksi siliar, respon pupil dan tekanan intraocular
normal.

22

Konjungtivitis

Iritis Akut

Glaukoma

Trauma/Infeksi

Insidensi
Sekret
Visus
Nyeri
Injeksi

Akut
Sangat sering
Sedang/Banyak
Normal
Tidak ada
Difus

Sering
Tidak ada
Sedikit buram
Sedang
Sirkumkornea

Akut
Jarang
Tidak ada
Sangat buram
Berat
Sirkumkorneal

Kornea
Sering
Encer/Purulen
Biasanya buram

Konjungtiva
Kornea
Ukuran Pupil
Respon Cahaya
Tekanan

Jernih
Normal
Normal
Normal

l
Jernih
Kecil
Buruk
Normal

Berkabut
Midriasis
Tidak ada
Meningkat

Sesuai penyebab
Normal/Kecil
Normal
Normal

Intraokular
Organisme

Sesuai penyebab

Tidak ada

Tidak ada

Hanya pada ulkus

Sirkumkorneal

kornea
c) Komplikasi
Apabila terapi di tunda, iris perifer dapat melekat ke anyaman trabekular
(sinekia anterior) sehingga menimbulkan oklusi sudut bilik mata depan ireversibel
yang memerlukan tindakan bedah. Sering terjadi kerusakan nervus opticus.

d) Terapi
Pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan intraocular. Asetazolamid
intervena dan oral, bersama obat topikal (penyekat-beta dan apraclonidine).
Kemudian diteteskan pilokarpin 2% satu setengah jam setelah terapi dimulai, yaitu
saat

iskemia

iris

berkurang

dan

tekanan

intraocular

menurun

sehingga

memungkinkan sfingter pupil berespon terhadap obat. Setelah tekanan intraocular


dapat dikontrol harus dilakukan iridotomi perifer untuk membentuk hubungan
permanen antara bilik mata depan dan bilik mata belakang sehingga kekambuhan iris
F.

bomb dapat di cegah.


Glaukoma Sudut Tertutup SubAkut

23

Episode peningkatan tekanan intraokluar berlangsung singkat dan rekuren.


Didapatkan riwayat serangan berulang berupa nyeri, kemerahan dan kekaburan
penglihatan di sertai halo di sekitar cahaya pada satu mata. Serangan sering terjadi pada
malam hari dan sembuh dalam semalam. Diagnosis dapat dipastikan dengan Gonoskopi.
Terapinya adalah iridotomi perifer dengan laser.
G.

Glaukoma Sudut Tertutup Kronik


Para pasien ini bermanifestasi seperti yang diperlihatkan oleh pasien glaukoma sudut
terbuka primer, sering dengan penyempitan lapangan pandang yang ekstensif di kedua
mata.
Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan tekanan intraocular, sudut bilik mata depan
yang sempit disertai sinekia anterior perifer dalam berbagai tingkat serta kelainan diskus
optikus dan lapangan pandang.
Iridotomi perifer dengan laser harus dilakukan sebagai langkah pertama penanganan.
Ekstrasi katarak dengan implantasi lensa intraocular dapat mengendalikan tekanan
intraocular secara efektif. Epinerfin dan miotik kuat tidak boleh di pakai kecuali bila
sebelumnya telah dilakukan iridotomi atau iredektomi perifer, sebab obat- obat tersebut

H.

akan memperparah penutupan sudut.


Iris Plateau
Iris plateau adalah kelainan yang jarang dijumpai. Pada iris plateau, kedalaman bilik
mata depan sentral normal, tetapi sudut bilik mata depannya sangat sempit karena posisi
processus ciliares terlalu anterior. Mata dengan kelainan ini jarang mengalami blockade
pupil tetapi dilatasi akan menyebabkan merapatnya iris perifer sehingga menutup sudut,
sekalipun telah dilakukan iredektomi atau iridotomi perifer. Pengidap kelainan ini
mengalami glaucoma sudut tertutup akut pada usia muda dan sering mengalami

kekambuhan.
2.6 Glaukoma Sekunder
A. Glaukoma Pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen pada bilik
mata depan, terutama pada anyaman trabekular, sehingga akan mengganggu pengeluaran
aqueous humor. Studi dengan alat USG menunjukkan pelekukan iris ke arah posterior,

24

sehingga iris bersentuhan langsung dengan zonula ataupun processus ciliaris, yang
mengakibatkan gesekan kedua bagian tersebut dan terjadi pengelupasan pigmen, hal ini
yang menimbulkan defek transiluminasi.
Terapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan mampu
membalikkan konfigurasi iris yang abnormal, namun belum jelas apakah tindakan
tersebut dapat memberikan keuntungan untuk mencegah proses glaukoma.
Masalah yang sering ditemukan adalah glaukoma pigmentasi lebih cenderung terjadi
pada usia muda, hal ini meningkatkan kemungkinan dilakukan tindakan bedah drainase
disertai terapi antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering digunakan pada keadaan
ini, tetapi kecil kemungkinannya dapat menghilangkan kebutuhan bedah drainase.
B. Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada glaukoma eskfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih di
permukaan anterior lensa, processus ciliaris, zonula, permukaan posterior iris, melayang
bebas di bilik mata depan, dan di anyaman trabekular yang dapat menyumbat
pengeluaran aqueous humor. Terapinya sama dengan glaukoma sudut terbuka, insiden
timbulnya komplikasi saat bedah katarak lebih tinggi pada mata dengan sindrom
pseudoeksfoliasi.
C. Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
a) Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara
spontan, misalnya pada Sindrom Marfan. Dislokasi lensa ke arah anterior dapat
menimbulkan desakan ke arah pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan
sudut. Dislokasi juga dapat terjadi ke arah posterior masuk ke dalam vitreus, namun
mekanisme terjadi glaukoma masih belum jelas, hal ini mungkin terjadi disebabkan
kerusakan sudut akibat dislokasi pada saat terjadi traumatik.
Pada dislokasi anterior, terapi definitif adalah ekstraksi lensa segera setelah
tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi postrerior, lensa biasanya
dibiarkan dan glaukoma diterapi sama seperti glaukoma sudut terbuka.
b) Intumensensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan
pada proses katarak sehingga terjadi pembesaran ukuran. Lensa ini kemudian dapat

25

mendesak bilik mata depan, menimbulkan sumbatan pada pupil dan pendesakan
pada sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi
lensa segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.
c) Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa
anterior, dan memungkinkan protein protein lensa yang mencair masuk ke dalam
bilik mata depan. Terjadi reaksi reaksi peradarngan pada bilik mata depan,
anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein protein lensa, dan
menimbulkan peningkatan tekanan intraokular secara akut. Ekstraksi lensa
merupakan terapi definitif, dilakukan setelah tekanan intraokular dapat dikontrol
secara medis.
D. Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis
a) Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus
ciliare yang meradang berfungsi kurang baik. Naun, dapat pula terjadi peningkatan
tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman
trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema
sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam proses peradangan yang secara
spesifik mengenai sel-sel trabekula (trabekulitis). Salah satu penyebab meningkatnya
tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan steroid topikal.
Uveitis kronis atau rekuren menyebabkan gangguan fungsi trabekula yang permanen,
sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan
tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat
sinekia posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup
akut. Sindrom-sindrom uveitis yang cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder
adalah siklitis heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan
uveitis akibat herpes zoster dan herpes simpleks.
Terapi terutama ditunjukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian
terapi glaukoma sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan

26

kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost mungkin juga harus


dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksasaerbasi dan reaktivasi uveitis.
Terapi jangka panjang, di antaranya tindakan bedah, sering diperlukan karena
kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis
intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi
edah. Setiap uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior untuk
diterapi dengan midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi risiko seklsi
pupil.
b) Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran
corpus ciliare ke anterior yang menyebabkan penutupan-sudut sekunder, meluas ke
sudut bilik mata depan, memblok sudut filtrasi dengan dispersi pigmen, dan
neovaskularisasi sudut. Biasanya diperlukan enukleasi.
c) Pembengkakan Corpus Ciliare
Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa
ke anterior dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat
bedah vitreoretina atau krioterapi retika, pada uveitis posterior, dan pada terapi
topiramate.
E. Glaukoma Akibat Trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan tekanan dini tekanan
intraocular akibat perdarahan ke dalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat
anyaman trabecular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal dilakukan dengan
obat-obatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila tekanan intraokularnya tetap tinggi.
Secara klinis, bilik mata depan tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi
memperlihatkan resesi sudut.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan hilangnya
bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah cedera, maka akan
terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel.

F. Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular


a) Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan intraokular yang
bermakna dan sudut tertutup dapat menyebabkan glaukoma sumbatan siliaris.

Segera

27
setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan
akibat penimbunan aqueous di dalam dan di belakang korpus vitreum.
Terapi terdiri atas sikloplegik, midriatik, penekan aqueous humor dan obat- obatan
hiperosmotik. Obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus vitreum dan
membiarkan lensa bergeser ke belakang. Mungkin diperlukan sklerotomi posterior,
vitrektomi dan bahkan ekstrasi lensa.

b) Sinekia Anterior Posterior


Tindakan bedah yang menyebabkan mendatarnya bilik mata depan akan
menimbulkan pembentukan sinekia anterior perifer. Diperlukan pembentukan kembali bilik
mata depan melalui tindakan bedah dengan segera apabila hal tersebut tidak terjadi secara
spontan.

G. Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering disebabkan
oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetic stadium lanjut dan
oklusi vena centralis retina iskemik. Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut oleh
membrane fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.
Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit di atasi dan terapi sering tidak memuaskan.
Pada banyak kasus, terjadi kehilangan penglihatan dan di perlukan prosedur siklodestruktif untuk
mengontrol tekanan intraokular.

H. Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera


Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma pada sindrom
Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan fistula karotis-kavernosa,
yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas. Terapi
medis tidak dapat menurunkan tekanan intraokular di bawah tingkat tekanan vena episklera yang
meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah berkaitan dengan resiko komplikasi yang tinggi.

I. Glaukoma Akibat Steroid


Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topical dapat menimbulkan sejenis glaucoma
yang mirip dengan glaucoma sudut terbuka primer terutama pada individu dengan riwayat
penyakit ini pada keluarga. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek tersebut,
tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila tidak disadari dalam waktu yang lama. Pasien
yang mendapat terapi steroid topical atau sistemik harus menjalani tonometry dan oftalmoskopi
secara periodic, terutama apabila ada riwayat glaucoma pada keluarga.

2.7 Glaukoma Kongenital

28

Glaucoma kongenital jarang ditemukan. Glaucoma ini terbagi menjadi (1) glaucoma
kongenital primer, menunjukkan kelainan perkembangan yang terbatas pada sudut bilik mata depan;
(2) anomaly perkembangan segmen anterior sindrom Axenfeld-Rieger dan anomaly Peters,
keduanya disertai kelainan perkembangan iris dan kornea; dan (3) berbagai kelainan lain termasuk
anirida, sindrom Surge-Weber, neurofibromatosis-1, sindrom Lowe, dan rubella kongenital, - di sini,
anomali perkembangan sudut disertai dengan kelainan ocular dan ektraokular lain.
a) Temuan Klinis
Lima puluh persen kasus glaucoma kongenital bermanifestasi sejak lahir, 70% kasus
didiagnosis dalam 6 bulan pertama, dan 80% kasus terdiagnosis di akhir tahun pertama.
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan
berkurangnya kilau kornea. Tanda utaanya adalah peningkatan tekanan intraocular.
Pencekungan diskus optikus akibat glaucoma merupakan kelainan yang terjadi relative
dini dan yang terpenting. Temuan-temuan lanjut meliputi peningkatan diameter kornea
(melebihi 11.5 mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membrane Descemet, dan
peningkatan kedalaman bilik mata depan (yang disertai pembesaran generalisata segmen
anterior mata), serta edema dan kekeruhan stroma kornea.
b) Diangosis Banding
Megalokornea,
kekeruhan
kornea
akibat
distrofi

kongenital

atau

mukopolisakaridosis, dan rupture traumatik membrane Descemet harus disingkirkan.


Pengukuran tekanan intraocular, ginioskopi, dan evaluasi diskus optikus penting untuk
membuat diagnosis banding. Penilaiannya memerlukan anestesi umum.
c) Perjalanan Penyakit & Prognosis
Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul secara dini. Mata mengalami
peregangan hebat dan bahkan dapat rupture hanya karena trauma ringan. Pencekungan
diskus optikus khas glaucoma timbul relative cepat, menekankan perlunya terapi segera.
Terapi selalu dengan tindakan bedah, dan dapat dilakukan goniotomi atau trabekulektomi.
1.) Anomali Perkembangan Segmen Anterior
Kelompok penyakit yang jarang ini membentuk sutu spectrum gangguan
perkembangan segmen anterior, yang mengenai sudut, iris, kornea, dan kadang-kadang
lensa. Biasanya terdapat sedikit hypoplasia stroma anterior iris disertai jembatan-jembatan

29

filament yang menhubungkan stroma iris dengan kornea. Apabila jembatan filament
terbentuk di perifer dan berhubungan dengan garis Schwalbe yang mencolok dan tergeser
secara aksial (embriotokson posterior), penyakit yang timbul dikarenakan sebagai
sindrom Axenfeld. Apabila terjadi perlekatan iridokornea yang lebih luas yang disertai
disrupsi iris, dengan polikoria, dan anomaly tulang serta gigi, kelainan yang ada disebut
sindrom Rieger (suatu contoh disgenesis iridotrabekula). Apabila perlekatan terjadi di
antara iris sentral dan bagian sentral permukaan posterior kornea, penyakitnya disebut
anomaly Peters (suatu trabekulodisgenesis iridokornea).
Penyakit - penyakit ini biasanya diwariskan secara dominan walaupun dilaporkan
adanya kasus - kasus sporadic. Mutasi pada kormososm 4, 6, dan 13, yang kemungkinan
besar melibatkan gen-gen homebox, didapatkan pada pedigree sibrom Axenfeld-Rieger.
Glaucoma terjadi pada sekitar 50% mata dengan kelainan tersebut dan sering belum
muncul sampai masa kanak-kanak akhir atau dewasa muda. Angka keberhasilan
goniotomi jauh lebih rendah pada kasus-kasus ini, dan mungkin dianjurkan trabekulotomi
atau trabekulektomi. Banyak pasien semacam ini memerlukan terapi glaucoma medis
jangka panjang, dan prognosis bertahannya fungsi pengelihatan jangka panjang yang baik
meragukan.
2.) Aniridia
Gambaran khas aniridia, seperti yang diisyaratkan oleh namanya, adalah iris tidak
berkembang (vestigial). Pada banyak kasus, hanya ditemukan tidak lebih dari akar iris
atau suatu batas iris yang tipis. Dapat dijumpai deformitas mata yang lain, misalnya
katarak kongenital, distrofi kornea, dan hypoplasia fovea. Pengelihatan biasanya buruk.
Glaucoma sering kali timbul sebelum masa remaja dan biasanya tidak merespons
penatalaksanaan medis atau bedah.
Sindrom yang jarang ini diwariskan secara genetis. Pernah dilaporkan kasus-kasus
autosomal dominan dan autosomal resesif. Apabila terapi medis tidak efektif, dilakukan
tindakan bedah drainase glaucoma.

30

BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma merupakan penyakit mata dengan penurunan visus yang terjadi secara
gradual. Sering kali tidak ada gejala yang dirasakan oleh pasien dan pada akhirnya adalah
kehilangan daya pandang secara total (kebutaan). Tanpa tindakan yang tepat, glaukoma
dapat menyebabkan kebutaan. Pemeriksaan mata secara reguler, deteksi dini, dan tindakan
yang dilakukan dengan tepat dan cepat, dapat mencegah terjadinya penurunan lapang
pandang yang lebih jauh.
Mekanisme peningkatan tekanan dalam bola mata pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup).
Tatalaksana pada glaukoma dapat berupa tindakan medikamentosa berupa
pengobatan maupun dengan tindakan nonmedikamentosa, yaitu dengan cara pembedahan
pada bola mata. Pada glaukoma dengan sudut terbuka masih dapat ditoleransi dengan
pengobatan secara medikamentosa, di mana hal tersebut membantu untuk mencegah
terjadinya perburukan yang lebih lanjut pada kehilangan lapang pandang dan kerusakan
saraf mata.
Pasien dengan glaukoma masih dapat hidup dengan lapang pandang yang tersisa
akibat proses glaukoma. Pencegahan pengrusakan saraf optik mata perlu dicegah lebih lanjut
untuk membantu penghlihatan pada penderita glaukoma.

31

DAFTAR PUSTAKA
Salmon JF. Glaukoma. In: Susanto D, editor. Vaughan & Ashbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2016. Jakarta. :212-28
Ilyas HS, Yulianti SR. Glaukoma. In: Utama H, editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Badan Penerbit
FKUI. 2015. Jakarta. :222-9
Glaucoma Research Foundation. Understanding & Living with Glaucoma. Sans Fransisco.
Glaucoma Research Foundation. 2015 Available from:
http://www.glaucoma.org/GRF_Understanding_Glaucoma_EN.pdf
Onofrey BE. Key Issues in Glaucoma Management. In: Asefzadeh B, Cavallerano T, Dunbar MT,
editors. Boston: NECO. 2015. Available from: http://www.neco.edu/pdfs/general/KIG-Issue02.pdf
Asefzadeh B. Key Improving Adherence to Glaucoma Medication. In: Asefzadeh B, Cavallerano T,
Dunbar MT, editors. Boston: NECO. 2015. Available from: http://www.neco.edu/pdfs/general/KIGIssue02.pdf
Saxena R, Prakash J, Mathur P, Gupta SK. Pharmacotheraphy of Glaucoma. 2001;32(2): 73-82.
Available from: http://medind.nic.in/ibi/t02/i2/ibit02i2p71.pdf
Gupta N, Aung T, Congdon N, Dada T, Lerner F, Olawoye S, et al. ICO Guidelines for Glaucoma
Eye Care. Sans Fransisco. Internasional Council of Ophthalmology. 2016. Available from:
http://www.icoph.org/downloads/ICOGlaucomaGuidelines.pdf
Japan Glaucoma Society. Guidlines for Glaucoma. 2nd Edition. Tokyo. Japan Glaucoma Society.
2006. Available from: http://www.ryokunaisho.jp/english/Guidelines_for_Glaucoma.pdf

Anda mungkin juga menyukai