Pembimbing :
Oleh :
172010101108
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
DEFINISI
PATOFISIOLOGI
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu :
2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis Schlem.
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer Glaukoma sudut terbuka primer terdapat
kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologi utama berupa proses
degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat mengakibatkan penurunan
drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada
99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran
humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis schlemm.
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada
mata dengan predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya
peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran keluar humor aquos
akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.
3. Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi
akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital
seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora
dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma
kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada sudut kamera
okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat
berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital)
PATOGENESIS
Penyebab pasti glaukoma sudut terbuka belum pasti diketahui. Peningkatan TIO pada
POAG disebabkan karena peningkatan tahanan aliran pada trabekular meshwork dimana
dengan pertambahan usia terjadi proses degenerasi dan sklerosia/iskemik di trabkuler
meshwork. Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup primer (PACG) terjadi karena
mekanisme terdorongnya iris ke belakang menyentuh trabekular meshwork menyebabkan
sumbatan sudut kamera anterior oleh iris ferifer.
GEJALA
Gejala yang muncul akan berbeda-beda pada setiap penderita glaukoma. Akan tetapi
penderita glaukoma umumnya mengalami gangguan penglihatan. Beberapa gangguan
penglihatan yang muncul dapat berupa:
Penglihatan kabur
Terdapat lingkaran seperti pelangi ketika melihat ke arah cahaya terang
Memiliki sudut buta (blind spot)
Kelainan pada pupil mata, seperti ukuran pupil mata tidak sama.
PENILAIAN GLAUKOMA
1. Tonometri
b. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz pertama kali diperkenalkan tahun 1905 dengan berat dasar 16,5gr.
Tonometer Schiotz terdiri atas plunger metal yang dapat bergeser melalui lubang pada alas
metal berbentuk konkaf. Semakin besar indentasi kornea semakin besar skala yang terbaca,
artinya semakin rendah TIO. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil indentasi kornea akan
semakin kecil skala yang terbaca, artinya semakin tinggi TIO. Faktor – faktor yang dapat
menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan tonometer Schiotz adalah rigiditas okuler,
perubahan volume darah, dan ketebalan kornea yang ditemukan pada tekanan mata yang
rendah. Pada rigiditas okuler yang rendah tonometer Schiotz tidak dapat digunakan demikian
juga pada penderita dengan infeksi mata, pasca operasi dan alergi terhadap obat anestesi.
Tonometer Schiotz dapat juga digunakan untuk skrining massal, namun karena dalam
pengukuran sering didapati TIO lebih rendah dari semestinya dan memiliki variasi yang
cukup besar, maka nilai tonometer Schiotz dapat dipercaya bila TIO > 25 mmHg. Selain itu,
nilai yang didapat juga harus disesuaikan dengan usia, karena dalam satu penelitian
didapatkan adanya perbedaan hasil antara usia 50 dan 60 tahun. Teknik pengukuran TIO
dengan tonometer Schiotz secara ringkas sebagai berikut:
1. Pemeriksa menjelaskan teknik pemeriksaan dan penggunaan anestesi topikal sehingga
tidak akan terasa sakit.
2. Pasien berbaring dan difiksasi pada target di atas misalnya lampu atau tanda di langit-
langit atau dapat pula meminta pasien untuk mengangkat tangannya lalu ibu jari dijadikan
sebagai titik fiksasi.
3. Meneteskan anestesi topikal misalnya propakain 0,5%.
4. Kalibrasi tonometer pada plat yang sudah tersedia lalu bersihkan tonometer tip dengan
kapas alkohol dan keringkan di udara.
5. Pemeriksa membuka mata pasien tanpa menekan bola mata lalu tonometer diletakkan
di atas kornea. Tonometer harus sejajar dengan apeks kornea. Selain itu pemeriksa harus hati-
hati tidak menekan bola mata dengan tonometer.
6. Nilai TIO yang terukur jika skala terbaca antara 0,25 unit. Jika fluktuasi skala lebih
besar maka nilai pengukuran yang diambil adalah nilai tengah skala. Jika skala yang terbaca
kurang dari 3 maka digunakan beban yang lebih berat.
7. Pengukuran diulang 3 kali dengan perbedaan kurang dari 0,5 unit.
8. Rata-rata skala yang terbaca dikonversi ke dalam milimeter Hg menggunakan diagram
konversi yang telah tersedia.
c. Tonometer Goldmann
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan membuat
rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Tonometer applanasi merupakan alat
paling tepat untuk mengukur tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan
sklera. Teknik pengukuran TIO dengan tonometer Goldmann secara ringkas sebagai berikut :
1. Pemeriksa menjelaskan apa saja yang akan dilakukan pada saat pemeriksaan
2. Permukaan depan prisma dibersihkan dengan air dan dikeringkan dengan tisu kering
bahan yang mungkin meninggalkan residu toksik bagi retina yang harus dihindari.
3. Slit lamp digeser sesuai dengan posisi yang nyaman bagi pemeriksa
4. Penyaring biru dimasukkan ke dalam jalur slit lamp dan dibuka pada posisi yang
paling lebar dan harus cukup oblik dari sesi tepi iluminasi prisma sehingga tidak
menimbulkan refleksi yang menganggu.
5. Obat tetes anestesi local ditetes pada kornea,berguna untuk keakuratan tonometri.
6. Pemeriksa memberikan zat pendar untuk mengamati batas meniscus kontak kornea
dan tonometri,zat pendar harus segera
7. Slit lamp diatur sehingga subjek juga merasa nyaman.Subjek diminta untuk menatap
lurus kedepan dan menahan kedipan mata
8. Slit lamp digeser sepanjang aksis optikus untuk mencapai kornea,dengan menggeser
tonometer ke belakang, keseluruhan alat bergerak kira-kira 2 mm sampai 3 mm antetrior ke
arah kornea. Posisi awal harus lebih rendah dari aksis visual sehingga memungkinakan untuk
memberikan di bawah bulu kelopak mata tanpa disentuh, bila perlu kelopak mata diangkat
sedikit lalu prisma diposisikan berada di tengah.
9. Pemeriksa mulai melihat dari biomikroskop.
10. Tonometer diarahkan ke depan perlahan tepat permukaan kornea tersentuh.
d. Tonometer Perkins
Merupakan tonometer applansi yang hampir sama dengan tonometer Goldmann hanya
saja tonometer Perkins dapat digunakan berbagai posisi. Keakuratannya dapat disamakan
baik dalam posisi vertikal atau horizontal, tonometri dapat dilakukan pada bayi, anak, di
kamar operasai serta pada kornea yang mengalami astigmatisma. Teknik pengukuran TIO
dengan tonometer Perkins secara ringkas sebagai berikut:
1. Menjelaskan apa saja yang akan dilakukan oleh pemeriksa pada saat pemeriksaan.
2. Menganjurkan untuk memakai konsentrat zat pendar yang lebih besar.
3. Melakukan pada ruangan-ruangan yang gelap dan tenaga baterai harus baik
sehingga iluminasi dapat adekuat.
4. Kelopak mata tidak boleh menyentuh tonometer pada saat pemeriksaan.
5. Pemeriksa harus cermat terhadap kelebihan air mata sehingga tidak menyamarkan
ujung-ujung meniscus. Kewaspadaan ini terutama pada pemeriksaan mata pada
beberapa hari setelah operasi.
2. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada pasien
glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat
saraf pada bagian tepinya.
4. Ginioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus untuk
melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat
membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli
anterior.
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan kombinasi
dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β- adrenergic bloker misalnya timolol maleat
0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain.Timolol maleat
merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas
simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan
intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%. Reseptor
βadrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan
meningkatkan inflow humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor
sehingga menurunkan produksi humor aquos. Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker
dengan cara menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun.
Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa
3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10
jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat
diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan
enzim hati. Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan pada pasien
glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi
dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi okuler
dan glaukoma kongenital.
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan tidak
selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya apraklonidin memiliki efek
menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui
trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga
meningkatkan aliran keluar uveosklera. Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1%
dalam waktu 1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling
sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin dalam
menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler
pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan
mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi metabolisme dan
uptake katekolamin.
a. Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada mata dan bersifat
sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi muskulus ciliaris supaya iris membuka
dan aliran humor aquos dapat keluar.
b. Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan pada terapi
glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat baru yang paling efektif katena
dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping sistemik. Farmakokinetik
latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan diaktifkan menjadi asam latanopros.
Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4 jam setelah pemberian dan efek
maksimal yang terjadi antara 8-12 jam. Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran
keluarnya humor aqueus melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut
terbuka, hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada
pasien yang sensitif dengan latanopros.
4. Tindakan Operasi
• Untuk glaukoma sudut terbuka
- Laser trabekuloplasti
- Trabekulektomi
- Full-thickness Sclerectomy
- Laser iridektomi
- Laser gonioplasti atau iridoplasti perifer
- Pemasangan shunt
- Siklodialisis
- Viskokanalostomi