Anda di halaman 1dari 10

Tugas Pengganti Tutorial

Pembimbing :

dr. Ayu Munawaroh, M.biomed

Oleh :

Mahdy Ghulam Fatha Zuhri

172010101108

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
DEFINISI

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan


“cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan peningkatan
tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma. Mekanisme
peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar
humor aquos.

PATOFISIOLOGI

Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu :

1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar

2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis Schlem.

3. Level dari tekanan vena episklera.

Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran akuos humor.


Akuos humor dibentuk oleh prosesus siliaris, dimana masingmasing prosesus ini disusun oleh
lapisan epitel ganda, dihasilkan 2-2,5 ul/menit mengalir dari kamera okuli posterior, lalu
melalui pupil mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan melalui sistem vena,
yang terdiri dari jaringan trabekulum, justakanalikuler, kanal Schlem dan selanjutnya melalui
saluran pengumpul (collector channel). Aliran akuos humor akan melewati jaringan
trabekulum sekitar 90%. Sebagian kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior
hingga mencapai ruangan supra koroid, untuk selanjutnya akan keluar melalui sklera yang
intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah yang memasukinya. Jalur ini disebut juga
jalur uvoesklera (10-15%). Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21
mmHg. Pada banyak kasus peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan
resistensi aliran akuos humor. Beberapa faktor risiko dapat menyertai perkembangan suatu
glaukoma termasuk riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, ras, genetik, variasi diurnal,
olahraga, obat-obatan. Proses kerusakan papil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli
yang tinggi atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus
berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapangan pandang makin
bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapangan pandang dari ringan sampai
berat.
Glaucomatous optic neuropathy adalah tanda dari semua bentuk glaukoma. cupping
glaucomatous awal terdiri dari hilangnya akson-akson, pembuluh darah dan sel glia.
Perkembangan glaucomatous optic neuropathy merupakan hasil dari berbagai variasi faktor,
baik instriksi maupun ekstrinsik. Kenaikan TIO memegang peranan utama terhadap
perkembangan glaucomatous optic neuropathy. Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan
perkembangan glaucomatous optic neuropathy, teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik
menekankan pentingnya kompresi langsung serat-serat akson dan struktur pendukung nervus
optikus anterior, dengan distorsi lempeng lamina kribrosa dan interupsi aliran aksoplasmik,
yang berakibat pada kematian sel ganglion retina (RGCs). Teori iskemik fokus pada
perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi nervus atau proses
instrinsik pada nervus optikus. Gangguan autoregulasi pembuluh darah mungkin menurunkan
perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah optik secara normal meningkat
atau menurunkan tekanannya memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO dan
variasi tekanan darah. Pemikiran terbaru tentang glaucomatous optic neuropathy mengatakan
bahwa kedua faktor mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap kerusakan.
Glaukoma adalah seperti suatu kelainan family heterogen dan kematian sel ganglion terlihat
pada glaucomatous optic neuropathy yang bermediasi oleh banyak faktor.
KLASIFIKASI

1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer Glaukoma sudut terbuka primer terdapat
kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologi utama berupa proses
degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat mengakibatkan penurunan
drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada
99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran
humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis schlemm.
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada
mata dengan predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya
peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran keluar humor aquos
akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.

2. Glaukoma Sekunder Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder


merupakan manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata
dan paling sering disebabkan oleh uveitis.

3. Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi
akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital
seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora
dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma
kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada sudut kamera
okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat
berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital)

PATOGENESIS

Penyebab pasti glaukoma sudut terbuka belum pasti diketahui. Peningkatan TIO pada
POAG disebabkan karena peningkatan tahanan aliran pada trabekular meshwork dimana
dengan pertambahan usia terjadi proses degenerasi dan sklerosia/iskemik di trabkuler
meshwork. Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup primer (PACG) terjadi karena
mekanisme terdorongnya iris ke belakang menyentuh trabekular meshwork menyebabkan
sumbatan sudut kamera anterior oleh iris ferifer.

GEJALA

Gejala yang muncul akan berbeda-beda pada setiap penderita glaukoma. Akan tetapi
penderita glaukoma umumnya mengalami gangguan penglihatan. Beberapa gangguan
penglihatan yang muncul dapat berupa:

 Penglihatan kabur
 Terdapat lingkaran seperti pelangi ketika melihat ke arah cahaya terang
 Memiliki sudut buta (blind spot)
 Kelainan pada pupil mata, seperti ukuran pupil mata tidak sama.

PENILAIAN GLAUKOMA

1. Tonometri

Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang menggunakan alat


berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi biasnya penilaian tergantung
pada ketebalan kornea masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan
intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea
pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.Tonometer yang banyak digunakan adalah
tonometer Schiotz karena cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi
alat mudah dan tanpa komponen elektrik.Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22
mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada
glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang
normal pada saat pertama kali diperiksa. Jenis- jenis tonometri :

a. Tonometer Non - Kontak (air-puff)


Prototipe tonometer non contact pertama kali diperkenalkan oleh Grolman tahun 1970.
Tonometer ini mengukur TIO tanpa menyentuh mata. Alat ini menggunakan udara untuk
mendatarkan kornea lalu mengukur waktu dan jumlah energi yang diperlukan untuk
mendeformasi kornea. Hasil dari alat ini sangat bervariasi dan TIO kadang terukur lebih
tinggi terutama bila TIO > 20 mmHg, namun alat ini relatif mudah dipakai sehingga dapat
digunakan untuk memeriksa pasien dalam jumlah banyak seperti pada skrining
glaukoma.Tonometer non – kontak memiliki beberapa kelebihan dibandingkan tonometer
yang memerlukan kontak dengan kornea yaitu dapat digunakan pada penderita dengan
aberasi kornea, alergi terhadap obat tetes topikal, infeksi mata dan subyek yang baru saja
menjalani operasi.
Tonometer non- kontak mengukur TIO dengan cepat sehingga dapat terjadi variasi tiap
kali pengukuran. Jika pengukuran dilakukan segera setelah mengedip dan saat puncak pulsasi
okuli atau siklus respirasi maka hasil pengukuran akan tinggi. Oleh karena itu pengukuran
dengan menggunakan alat ini harus diulang 3 – 4 kali. Seluruh tonometer non- kontak
menginterpretasi pengukuran berdasarkan refleksi dari image kornea, karenanya sulit
mengukur TIO penderita dengan permukaan kornea yang abnormal. Selain itu penderita yang
tidak dapat memfiksasi mata dengan baik misalnya nistagmus tidak dapat diukur dengan alat
ini. Teknik pengukuran dengan menggunakan tonometer non- kontak sebagai berikut :
1. Pasien dalam posisi duduk lalu mata melihat ke depan
2. Setelah didapatkan posisi yang tepat (sentral), tombol pengukuran ditekan
3. Pengukuran diulang beberapa kali
4. Pemeriksa membaca hasil pemeriksaan pada hasil print out.

b. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz pertama kali diperkenalkan tahun 1905 dengan berat dasar 16,5gr.
Tonometer Schiotz terdiri atas plunger metal yang dapat bergeser melalui lubang pada alas
metal berbentuk konkaf. Semakin besar indentasi kornea semakin besar skala yang terbaca,
artinya semakin rendah TIO. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil indentasi kornea akan
semakin kecil skala yang terbaca, artinya semakin tinggi TIO. Faktor – faktor yang dapat
menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan tonometer Schiotz adalah rigiditas okuler,
perubahan volume darah, dan ketebalan kornea yang ditemukan pada tekanan mata yang
rendah. Pada rigiditas okuler yang rendah tonometer Schiotz tidak dapat digunakan demikian
juga pada penderita dengan infeksi mata, pasca operasi dan alergi terhadap obat anestesi.
Tonometer Schiotz dapat juga digunakan untuk skrining massal, namun karena dalam
pengukuran sering didapati TIO lebih rendah dari semestinya dan memiliki variasi yang
cukup besar, maka nilai tonometer Schiotz dapat dipercaya bila TIO > 25 mmHg. Selain itu,
nilai yang didapat juga harus disesuaikan dengan usia, karena dalam satu penelitian
didapatkan adanya perbedaan hasil antara usia 50 dan 60 tahun. Teknik pengukuran TIO
dengan tonometer Schiotz secara ringkas sebagai berikut:
1. Pemeriksa menjelaskan teknik pemeriksaan dan penggunaan anestesi topikal sehingga
tidak akan terasa sakit.
2. Pasien berbaring dan difiksasi pada target di atas misalnya lampu atau tanda di langit-
langit atau dapat pula meminta pasien untuk mengangkat tangannya lalu ibu jari dijadikan
sebagai titik fiksasi.
3. Meneteskan anestesi topikal misalnya propakain 0,5%.
4. Kalibrasi tonometer pada plat yang sudah tersedia lalu bersihkan tonometer tip dengan
kapas alkohol dan keringkan di udara.
5. Pemeriksa membuka mata pasien tanpa menekan bola mata lalu tonometer diletakkan
di atas kornea. Tonometer harus sejajar dengan apeks kornea. Selain itu pemeriksa harus hati-
hati tidak menekan bola mata dengan tonometer.
6. Nilai TIO yang terukur jika skala terbaca antara 0,25 unit. Jika fluktuasi skala lebih
besar maka nilai pengukuran yang diambil adalah nilai tengah skala. Jika skala yang terbaca
kurang dari 3 maka digunakan beban yang lebih berat.
7. Pengukuran diulang 3 kali dengan perbedaan kurang dari 0,5 unit.
8. Rata-rata skala yang terbaca dikonversi ke dalam milimeter Hg menggunakan diagram
konversi yang telah tersedia.

c. Tonometer Goldmann
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan membuat
rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Tonometer applanasi merupakan alat
paling tepat untuk mengukur tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan
sklera. Teknik pengukuran TIO dengan tonometer Goldmann secara ringkas sebagai berikut :
1. Pemeriksa menjelaskan apa saja yang akan dilakukan pada saat pemeriksaan
2. Permukaan depan prisma dibersihkan dengan air dan dikeringkan dengan tisu kering
bahan yang mungkin meninggalkan residu toksik bagi retina yang harus dihindari.
3. Slit lamp digeser sesuai dengan posisi yang nyaman bagi pemeriksa
4. Penyaring biru dimasukkan ke dalam jalur slit lamp dan dibuka pada posisi yang
paling lebar dan harus cukup oblik dari sesi tepi iluminasi prisma sehingga tidak
menimbulkan refleksi yang menganggu.
5. Obat tetes anestesi local ditetes pada kornea,berguna untuk keakuratan tonometri.
6. Pemeriksa memberikan zat pendar untuk mengamati batas meniscus kontak kornea
dan tonometri,zat pendar harus segera
7. Slit lamp diatur sehingga subjek juga merasa nyaman.Subjek diminta untuk menatap
lurus kedepan dan menahan kedipan mata
8. Slit lamp digeser sepanjang aksis optikus untuk mencapai kornea,dengan menggeser
tonometer ke belakang, keseluruhan alat bergerak kira-kira 2 mm sampai 3 mm antetrior ke
arah kornea. Posisi awal harus lebih rendah dari aksis visual sehingga memungkinakan untuk
memberikan di bawah bulu kelopak mata tanpa disentuh, bila perlu kelopak mata diangkat
sedikit lalu prisma diposisikan berada di tengah.
9. Pemeriksa mulai melihat dari biomikroskop.
10. Tonometer diarahkan ke depan perlahan tepat permukaan kornea tersentuh.

d. Tonometer Perkins
Merupakan tonometer applansi yang hampir sama dengan tonometer Goldmann hanya
saja tonometer Perkins dapat digunakan berbagai posisi. Keakuratannya dapat disamakan
baik dalam posisi vertikal atau horizontal, tonometri dapat dilakukan pada bayi, anak, di
kamar operasai serta pada kornea yang mengalami astigmatisma. Teknik pengukuran TIO
dengan tonometer Perkins secara ringkas sebagai berikut:
1. Menjelaskan apa saja yang akan dilakukan oleh pemeriksa pada saat pemeriksaan.
2. Menganjurkan untuk memakai konsentrat zat pendar yang lebih besar.
3. Melakukan pada ruangan-ruangan yang gelap dan tenaga baterai harus baik
sehingga iluminasi dapat adekuat.
4. Kelopak mata tidak boleh menyentuh tonometer pada saat pemeriksaan.
5. Pemeriksa harus cermat terhadap kelebihan air mata sehingga tidak menyamarkan
ujung-ujung meniscus. Kewaspadaan ini terutama pada pemeriksaan mata pada
beberapa hari setelah operasi.
2. Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada pasien
glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat
saraf pada bagian tepinya.

3. Pemeriksaan Lapang Pandang

Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan


pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated
perimeter.

4. Ginioskopi

Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus untuk
melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat
membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli
anterior.

TERAPI MEDIKAMENTOSA

1. Supresi Pembentukan Humor Aqueus


a. Golongan β-adrenergik Bloker

Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan kombinasi
dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β- adrenergic bloker misalnya timolol maleat
0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain.Timolol maleat
merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas
simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan
intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%. Reseptor
βadrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan
meningkatkan inflow humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor
sehingga menurunkan produksi humor aquos. Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker
dengan cara menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun.
Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa
3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10
jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat
diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan
enzim hati. Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan pada pasien
glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi
dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi okuler
dan glaukoma kongenital.

b. Golongan α2-adrenergik Agonis

Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan tidak
selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya apraklonidin memiliki efek
menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui
trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga
meningkatkan aliran keluar uveosklera. Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1%
dalam waktu 1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling
sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin dalam
menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler
pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan
mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi metabolisme dan
uptake katekolamin.

c. Penghambat Karbonat Anhidrase


 Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat menekan
pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif dalam menurunkan tekanan
intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5 µM. Apabila diberikan secara
oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat
bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat karena ekskresi pada urin. Indikasi
asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler, mencegah prolaps korpus
vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo tumor serebri. Kontraindikasi
relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis
dan urolithiasis. Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama antara lain
metalic taste, malaise,nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal, depresi sumsum
tulang, dan anemia aplastik.

 Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal


Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila digunakan secara
topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi
penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat
menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara menekan enzim karbonik
anhidrase II. Penghambat karbonik anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif
menurunkan tekanan intraokuler karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10µM.
Penghambat karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler
sebesar 15-20%. Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek
maupun jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk mencegah
kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping lokal yang dijumpai
seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi. Efek samping sistemik
jarang dijumpai seperti metalic taste, gangguan gastrointestinal dan urtikaria.

2. Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus

a. Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada mata dan bersifat
sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi muskulus ciliaris supaya iris membuka
dan aliran humor aquos dapat keluar.

b. Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan pada terapi
glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat baru yang paling efektif katena
dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping sistemik. Farmakokinetik
latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan diaktifkan menjadi asam latanopros.
Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4 jam setelah pemberian dan efek
maksimal yang terjadi antara 8-12 jam. Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran
keluarnya humor aqueus melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut
terbuka, hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada
pasien yang sensitif dengan latanopros.

3. Penurunan Volume Vitreus


Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat menggunakan obat
hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar
dari vitreus dan menyebabkan pengecilan vitreus sehingga terjadi penurunan produksi humor
aquos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut
dan maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior yang menyebabkan
penutupan sudut ( glaukoma sudut tertutup sekunder ).

4. Tindakan Operasi
• Untuk glaukoma sudut terbuka

- Laser trabekuloplasti

- Trabekulektomi

- Full-thickness Sclerectomy

- Kombinasi bedah katarak dan filtrasi

• Untuk glaukoma sudut tertutup

- Laser iridektomi
- Laser gonioplasti atau iridoplasti perifer

• Prosedur lain untuk menurunkan tekanan intraokuli

- Pemasangan shunt

- Ablasi badan siliar

- Siklodialisis

- Viskokanalostomi

• Untuk glaukoma kongenital

- Goniotomi dan trabekulotomi

Anda mungkin juga menyukai