Anda di halaman 1dari 26

SKENARIO 1

Seorang ibu membawa anaknya laki-laki berusia 11 tahun ke Puskesmas karena telinga
anaknya terasa sakit dan sering mengeluarkan nanah. Anak merintih kesakitan sambil
memegang telinganya. Hasil pengkajian: Nyeri telinga skala 6, mengeluh pusing dan sakit
kepala. TD 100/70 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 18x/menit, SB 39 oC. Ibu klien
terlihat cemas dan merasa bersalah karena baru membawa klien hari ini, sementara
keluhannya sudah 1 bulan yang lalu.

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Nanah
Nanah merupakan cairan kental berwarna putih kekuningan, hijau, atau, coklat. Nanah
biasanya menimbulkan aroma tidak sedap. Cairan nanah mengandung sel darah putih,
bakteri, dan jaringan tubuh yang mati
b. Nyeri
Nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang dapat membatasi kapabilitas dan
kemampuan seseorang untuk menjalankan rutinitas sehari-hari. Sering kali nyeri
menjadi sinyal peringatan awal untuk memperingatkan Anda bahwa ada sesuatu yang
tidak benar di tubuh Anda.
c. Pusing
Pusing adalah sensasi seperti berputar, kliyengan, melayang, atau kondisi ketika kamu
merasa akan pingsan. Pusing bisa terjadi pada siapa saja dengan sensasi yang berbeda
pada setiap orang. Sebenarnya, pusing bukanlah penyakit, melainkan gejala dari
perubahan tubuh atau gangguan kesehatan.
d. Cemas
Cemas adalah perasaan yang timbul ketika kita khawatir atau takut akan sesuatu. Rasa
takut dan panik adalah hal yang manusiawi

2. KATA/ PROBLEM KUNCI


a. Laki-laki
b. Umur 11 tahun
c. Sakit telinga
d. Nanah
e. Skala nyeri 6 (1-10)
f. Pusing
g. Sakit kepala
h. Suhu badan 390C
i. Cemas
j. Keluhan sudah 1 Bulan

3. MIND MAP

Otitis eksterna adalah infeksi yang terjadi


di saluran telinga luar. Infeksi telinga ini
bisa terjadi akibat masuknya air ke dalam
telinga saat mandi atau berenang. Air
yang tidak bisa keluar akan menyebabkan
liang telinga lembab sehingga memicu
pertumbuhan bakteri.

Keluar Otitis media adalah infeksi pada telinga


Cairan bagian tengah, tepatnya pada rongga di

dari belakang gendang telinga. Infeksi telinga

Kolesteatoma adalah pertumbuhan kulit


telinga bagian tengah ini, sering kali timbul
akibat batuk pilek, flu, atau alergi
secara tidak terkendali di telinga bagian
sebelumnya.
tengah atau belakang gendang telinga.
Kondisi yang menyerupai tumor ini
sebaiknya tidak Anda anggap remeh
karena bisa menyebabkan gangguan
pendengaran, bahkan ketulian jika tidak
ditangani dengan tepat
Lembar Ceklis

No Manifestasi Klinis Otitis Media Otitis Eksterna Koleastoma


1 Nyeri pada telinga √ √
2 Mengeluarkan Nanah √ √ √
3 Pusing √ √
4 Sakit kepala √
5 Gangguan Pendengaran √ √ √
6 Demam √

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1. Apa penyebab anak mengeluh nyeri pada bagian telinga?
2. Mengapa pada kasus di atas pasien mengeluh sering mengeluarkan nanah pada telinga
nya?

5. JAWABAN PERTANYAAN
1. Infeksi telinga merupakan penyebab umum sakit telinga. Pilek, alergi, sampai sinus
dapat menyebabkan saluran telinga bagian tengah tersumbat dan memicu infeksi.
Otitis media tidak hanya dapat menimbulkan demam, tetapi juga nyeri dengan
intensitas berat dan penurunan pendengaran. Otitis media merupakan penyakit infeksi
telinga yang memiliki tingkat rekurensi yang tinggi. Beberapa faktor risiko dilaporkan
dapat meningkatkan terjadinya rekurensi dan komplikasi otitis media.
2. Telinga bernanah paling sering disebabkan oleh infeksi di telinga bagian tengah.
Kondisi ini dikenal juga dengan sebutan otitis media dan biasanya dialami oleh anak-
anak. Pemicunya bisa bermacam-macam, tetapi paling umum adalah infeksi. Kuman
penyebab otitis media yang tersering adalah bakteri piogenik (menimbulkan nanah),
seperti Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus dan
Haemophilus influenzae

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


Setelah pembelajaran ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara menentukan
penatalaksanaan keperawatan pada kasus yang telah di berikan dan untuk mengetahui
pemeriksaan selanjutnya untuk menegakkan diagnose keperawatan dari kasus diatas

7. INFORMASI TAMBAHAN
Pengaruh Penyuluhan kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pencegahan Otitis
Media Akut berulang pada Anak.
8. KLARIFIKASI INFORMASI
Tingkat pengetahuan orangtua menjadi salah satu faktor penting dalam mempengaruhi
pengetahuan dan sikap yang tepat terhadap infeksi saluran nafas yang nantinya jika tidak
disikapi dengan tepat akan dapat menyebabkan otitis media akut serta komplikasi-
komplikasinya. Pola pikir tentang pentingnya sanitasi dan higiene diri juga memegang
andil yang besar dalam mencegah otitis media akut, namun tidak selamanya tingkat
pendidikan yang baik mencerminkan pengetahuan yang baik pula, dan juga sebaliknya
tingkat pendidikan yang rendah akan mencerminkan pengetahuan yang rendah.
9. ANALISA DAN SINTESIS INFORMASI
Berdasarkan keluhan yang dikeluhkan pasien pada kasus diatas tanda dan gejala yang
dikeluhkan pasien lebih mengarah pada kasus Otitis media Akut ( OMA ) sehingga
kelompok merumuskan diagnosa medis yang diangkat pada kasus di atas adalah OMA.
10. LAPORAN DISKUSI
BAB 1
KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Otitis media akut adalah peradangan telinga tengah yang gejalanya
berlangsung cepat seperti tanda-tanda dari efusi telinga tengah dan tanda inflamasi
pada telinga tengah. Otalgia dan demam adalah tanda paling klasik dari otitis
media akut yang telah terjadi pernanahan. Penemuan spesifik dari pemeriksaan
otoskop adalah hilangnya reflek cahaya, hilangnya bentuk normal membran
timpani, dan pembengkakan pada membran timpani (Toll & Nunez, 2012).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan
gejala dan tanda - tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik
lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia,
demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi
membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah
(Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah
ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang
terhadap pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,
dan otore (Kerschner, 2007).

B. ETIOLOGI
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus
lain tergolong sebagai non- patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme
penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-
30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira- kira 5% kasus dijumpai
patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-
hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif.
Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada
anak dan
neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae
sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada
orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner,
2007).
Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut, bakteri ditemukan pada
kultur pada telinga tengah. Spesies yang paling sering adalah haemophilus
influenzae dan streptococcus pneumoniae. Kultur pada nasofaring dapat
memberikan informasi berguna dalam keterlibatan bakteri pada otitis media
akut. Heikkinen dkk menemukan pada 25% dari pasiennya disebabkan oleh
steptococcus penumoniae, haemophilus influenzae pada 23%, moraxella
catarrhalis sekitar 15%. Telah didemostrasikan bahwa kekambuhan dari otitis
media akut memiliki hubungan positif dengan hasil kultur bakteri yang positif
pada nasofaring (Corbeel, 2007).
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai
tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang
paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus
(RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15%
dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan
membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi
imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner,
2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan
virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus
dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada
75% kasus (Buchman, 2003).
Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh respiratory syncytial virus
(RSV) pada awal tahun kehidupan. Prevalensi virus saluran pernafasan pada
cairan pada telinga tengah dari 456 anak berumur tujuh bulan sampai tujuh
tahun dengan otitis media akut adalah 41%. RSV adalah yang paling sering
ditemukan, diikuti dengan parainfluenza, influenza, enterovirus dan
adenovirus. Penemuan ini dikonfirmasi dengan penelitian lain dan
ditambahkan beberapa virus ke dalam daftar seperti rhinovirus, coronavirus,
metapheumovirus (Corbeel, 2007).

C. KLASIFIKASI OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,
bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre- supurasi, stadium supurasi,
stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai
oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif
di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran
timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya
juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga
menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang
tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi
mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan
dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi.
Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema
mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis
disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi
oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan
membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi
bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh
dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan
ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala
berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007;
Dhingra, 2007).
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen
atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema
pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial
terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga
luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah
dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa
dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus
berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil,
sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan 16
nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau
yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang
telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup
kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak
utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga
sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah
ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian
antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah
menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau
nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung
selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu
disebut otitis media supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007)
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup
kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran
kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika
membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman
rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi
otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi
membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus
atau hilang timbul (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

D. FAKTOR RESIKO OTITIS MEDIA


Faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-anak (pediatric) tergantung pada
banyak faktor seperti faktor inang dan faktor lingkungan. Faktor risiko ini adalah
usia, kolonisasi bakteri, menyusui, dan merokok pasif (Bardy dkk., 2014).
1. Usia
Puncak insiden dari otitis media akut adalah pada dua tahun pertama
kehidupan, khususnya pada 6-12 bulan. Peningkatan kerentanan terhadap otitis
media akut dapat dikaitkan dengan keadaan anatomi, dimana tuba Eusthacius
lebih pendek dan lebih horizontal dibandingkan dengan dewasa dan juga
karena faktor imunitas (Shaikh & Hoberman, 2010).
2. Kolonisasi bakteri
Kolonisasi pada nasofaring oleh otopathogen memprediksi onset awal dan
frekuensi dari otitis media pada semua anak-anak. Penelitian pada kelompok
pribumi menunjukan bahwa kolonisasi otopathogen ini lebih sering pada usia
muda dan dengan jumlah bakteri yang terkandung lebih tinggi (Bardy dkk.,
2014).
3. Kondisi lingkungan
Risiko terkena otitis media meningkat dengan adanya kontak dengan anak lain,
rumah dengan jumlah anggota keluarga yang melebihi seharusnya, kumuh, dan
interaksi dengan individual dengan otitis media akut. Beberapa studi meneliti
antara kondisi lingkungan yang tidak baik dengan risiko otitis media pada
komunitas pribumi. Lingkungan yang padat sudah dipastikan sebagai masalah
utama pada komunitas pribumi (Bardy dkk., 2014).
4. ASI
Literatur internasional menyatakan bahwa kekurangan ASI
ekslusif pada enam bulan pertama kehidupan meningkatkan risiko otitis media
akut pada bayi di bawah satu tahun, tetapi pada penilitan 280 anak - anak
pribumi menunjukan bahwa kurangnya ASI ekslusif tidak meningkatkan risiko
otitis media pada enam bulan awal kehidupan (Bardy dkk, 2014).
5. Merokok
Merokok pasif merupakan resiko yang penting terjadinya otitis media pada
anak-anak (Bardy dkk, 2014).

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2001) Gejala otitis media akut dapat
bervariasi antara lain : Nyeri telinga (otalgia), keluarnya cairan dari telinga,
demam, kehilangan pendengaran, tinitus, membran timpani tampak merah dan
menggelembung.
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di
dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat
batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa,
selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga
atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah
suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah
dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan
kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran
timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur
tenang (Djaafar, 2007).
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau
ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur,
keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau
tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging.
Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:

Skor Suhu Gelisah Tarik Kemerahan Bengkak pada


(ºC) telinga pada membran membran timpani
timpani (bulging
0 <38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1 38,0-38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan
2 8,6-39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang
3 >39,0 Berat Berat Berat Berat termasuk
otore
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan
angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat.
Apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama
dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat
dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C rektal (Titisari, 2005).

F. PATOFISIOLOGI
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting
pada otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga
ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang (Djaafar, 2007).
Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru
terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi
muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan
tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius
mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret.
Ventilas berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu
sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari
tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke
telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga
tengah ke nasofaring (Djaafar, 2007; Kerschner, 2007).
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan
edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius.
Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada
telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan
refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius
untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi
gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan
terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus
terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat,
drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi
sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator
inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus
respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga
menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus
bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak
bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat
merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses
inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di
telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme
pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi
adenoid (Kerschner, 2007).
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding
dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih
lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi
saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba
orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm
(Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring
menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media
pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang
sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi
obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid
merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa.
Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid
yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid
dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba
Eustachius (Kerschner, 2007).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan
pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada
bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon
pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi. Untuk menilai keadaan adanya cairan di telinga tengah juga
diperlukan pemeriksaan timpanometeri pada pasien (Efiaty AS, 2007)
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada
stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang
dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang
berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati
dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung
dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin
masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus
dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang
secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2
3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran
timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini
berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).
2. Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani
OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi (Buchman, 2003).
a. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani,
supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus
tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi
miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan
sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus
di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan
OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus
fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap
dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan
miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang
respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk
mengidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).
b. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis
merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya
mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis
adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif,
pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut
Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA
seperti otalgia, efusi telinga tengah, 31 gangguan pendengaran secara
signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif,
randomized trial yang telah dijalankan.
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media
dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan
miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak
memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah
didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika
terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).
PATHWAY

Bakteri Streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzae dan


Usia, kolonisasi bakteri, kondisi lingkungan,
moraxella catarhalis serta respiratory syncytial virus, influenza
ASI, merokok.
virus atau adenovirus.

Invasi Bakteri

Infeksi virus ini akan menyebabkan pembengkakan dan menghasilkan penumpukan sekresi mukosa.

Akumulasi sputum di belakang gendang telinga

OTITIS MEDIA

Perubahan status kesehatan Kuman melepaskan endotoksin Proses peradangan pada telinga
tengahtengah

Kurangnya pengetahuan keluarga Merangsang tubuh mengeluarkan Mengaktivasi reseptor nyeri


zat pirogen oleh leukosi

Pola perilaku keluarga kurang Melalui sistem saraf ascenden


mencari bantuan kesehatan Suhu tubuh meningkat

Merangsang thalamus
Manajemen kesehatan keluarga Hipertermia & korteks serebri
tidak efektif

Nyeri Muncul sensasi nyeri


BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
Nama :    Tidak Terkaji
Jenis Kelamin               :    Tidak Terkaji            
Umur                            :    Anak
Agama                          :  Tidak Terkaji
Suku/bangsa                 :    Tidak Terkaji
Pendidikan                   :    Tidak Terkaji
Pekerjaan                       :    Tidak Terkaji
Alamat                         :    Tidak Terkaji
b. Penanggung Jawab
Nama                            :    Tidak Terkaji   
Umur                            :    Tidak Terkaji
Jenis Kelamin               :    Tidak Terkaji
Agama                          :    Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Tanggal masuk : Tidak Terkaji
Tanggal pengkajian : Tidak Terkaji
1. Riwayat kesehatan
a. Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama : Keluhan telinga terasa sakit dan sering
mengeluarkan nanah
2) Keluhan menyertai : Tidak Terkaji
b. Riwayat kesehatan dahulu : Tidak Terkaji
2. Pola aktivitas fisik sehari-hari
a. Nutrisi : Tidak Terkaji
b. Eliminasi : Tidak Terkaji
c. Istirahat dan Tidur : Tidak Terkaji
d. Aktifitas Fisik : Tidak Terkaji
e. Personal Hygiene : Tidak Terkaji
3. Data psikososial
a. Status Emosi : Tidak Terkaji
b. Konsep Diri : Tidak Terkaji
c. Interaksi Sosial : Tidak Terkaji
4. Pengkajian fisik
a. Keadaan Umum : Tidak Terkaji
b. Kesadaran : Tidak Terkaji
c. Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x/mnt
Respirasi : 18 x/mnt
Suhu tubuh : 39℃
d. Kepala : mengeluh pusing dan sakit kepala
e. Leher : Tidak Terkaji
f. Dada dan Thorak :
Inpeksi : Tidak Terkaji
Palpasi : Tidak Terkaji
Perkusi : Tidak Terkaji
Auskultasi : Tidak Terkaji
g. Abdomen : Tidak Terkaji
h. Ekstremitas : Tidak Terkaji
i. Genetalia : Tidak Terkaji
5. Pemeriksaan penunjang
a. EKG : Tidak Terkaji
B. TABEL PES
DATA DATA SUBJEKTIF& DIAGNOSA
NO ETIOLOGI
DATA OBJEKTIF KEPERAWATAN
Data Subjektif : - OTITIS MEDIA HIPERTERMIA
1.
Data Objektif :
 SB : 39oC Proses peradangan pada
telinga

Kuman melepaskan
endotoksin

Merangsang tubuh
mengeluarkan
zat pirogen oleh leukosi

Suhu tubuh meningkat

Hipertermia

Data Subjektif : OTITIS MEDIA NYERI AKUT


2.  Klien mengeluh telinga
terasa sakit dan sering Proses peradangan pada
mengeluarkan nanah telinga tengahtengah
 Skala nyeri : 6
 Mengeluh sakit kepala dan
pusing Mengaktivasi reseptor nyeri
Data Objektif :
 Klien Nampak merintih
kesakitan sambal Melalui sistem saraf ascenden
memegang telinga
 TD : 100/70 mmhg Merangsang thalamus
& korteks serebri

Muncul sensasi nyeri

Nyeri Akut
Data Subjektif : OTITIS MEDIA MANAJEMEN
KESEHATAN
 Ibu klien merasa bersalah Perubahan status kesehatan KELUARGA
karena baru membawa TIDAK EFEKTIF
klien hari ini, sementara Kurangnya pengetahuan
keluhannya sudah 1 bulan keluarga
yang lalu
Data Objekif :
Pola perilaku keluarga kurang
 Ibu klien terlihat cemas mencari bantuan kesehatan
 Gejala penyakit klien
semakin memberat
dengan telinga yang Manajemen kesehatan
sering mengeluarkan keluarga tidak efektif
nanah dank lien yang
merintik kesakitan sambil
memegang telinga

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia b.d penyakit d.d :
Data Subjektif : -
Data Objektif :
 SB : 390C

2. Gangguan mobilitas fisik b.d agen pencedera fisiologi d.d :


Data Subjektif :
 Klien mengeluh telinga terasa sakit dan sering mengeluarkan nanah
 Skala nyeri : 6
 Mengeluh sakit kepala dan pusing

Data Objektif :
 Klien Nampak merintih kesakitan sambil memegang telinga
 TD : 100/70 mmhg

3. Manjemen kesehatan keluarga tidak efektif b.d konflik pengambilan


keputusan d.d :
Data Subjektif :
 Ibu klien merasa bersalah karena baru membawa klien hari ini,
sementara keluhannya sudah 1 bulan yang lalu
Data Objekif :
 Ibu klien terlihat cemas
 Gejala penyakit klien semakin memberat dengan telinga yang
sering mengeluarkan nanah dank lien yang merintik kesakitan
sambil memegang telinga

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan Dan
Diagnosa Keperawatan Intervesi Keperawatan
NO. Kriteria Hasil
(PPNI T. P., 2017) (PPNI T. P., 2018)
(PPNI T. P., 2019)
Hipertermia (D.0130) Termoregulasi Manajemen Hipertermia
1 (L.14134) (l.15506)
Kategori : Lingkungan
Definisi : Definisi :
Subkategori : Keamanan Pengaturan suhu Mengidentifikasi dan
tubuh agar tetap mengelolah peningkatan suhu
dan proteksi
berada pada rentang tubuh akibat disfungsi
Definisi : normal termoregulasi.
Kriteria hasil: Observasi :
suhu tubuh meningkat di
Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab
atas rentang normal intervensi hipertermia (mis. dehidrasi,
keperawatan selama 3 terpapar lingkungan panas,
tubuh.
x 24 jam maka penggunaan inkubator)
Proses penyakit Termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh
Membaik, dengan 3. Monitor komplikasi akibat
Penyebab :
kriteria hasil: hipertermi
1. Dehidrasi 1. Suhu tubuh Terapeutik :
membaik 1. Sediakan lingkungan yang
2. Terpapar lingkungan
2. Suhu kulit dingin
panas membaik 2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Proses penyakit
3. Berikan cairan oral
4. Ketidaksesuaian 4. Lakukan pendinginan
eksternal (mis.selimut
pakaian dan suhu
hipotermia atau kompres
lingkingan dingin pada dahi,
leher,dada, abdomen,
5. Peningkatan laju
aksila)
metabolism 5. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
6. Respon trauma
6. Berikan oksigen, jika perlu
7. Aktivitas berlebihan Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
8. Penggunaan
Kolaborasi :
inkubator 1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Nyeri Akut (D.0077) Tingkat nyeri Manajemen nyeri (l.08238)
2 (L.08066) Definisi :
Kategori : Psikologis
Definisi : Mengidentifikasi dan
Subkategori : nyeri dan Pengalaman sensosrik
mengelola pengalaman
atau emosional yang
kenyamanan sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan
Definisi : pengalaman kerusakan jaringan berkaitan dengan kerusakan
actual atau fungsional, jaringan atau fungsional dan
sensorik atau emosional
dengan onset onset mendadak atau lambat
yang berkaitan dengan mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
dan berintensitas
kerusakan jaringan actual ringan hingga berat berat dan konstan.
dan konstan Observasi :
atau fungsional, dengan
Kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi,
onset mendadak atau Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
intervensi keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas
lambat dan berintensitas
selama 3 x 24 jam nyeri
ringan hingga berat yang maka Status 2. Identifikasi skala nyeri
Kenyamanan 3. Identifikasi pengetahuan dan
berlangsung kurang dari 3
Meningkat, dengan kenyakinan tentang nyeri
bulan. kriteria hasil: 4. Monitor efek samping
1. Keluhan nyeri penggunaan analgetik
Penyebab :
menurun Terapeutik :
9. Agen pencedera 2. Meringis
5. Control lingkungan yang
menurun
fisiologis memperberat rasa nyeri (mis.
3. Kesulitan tidur
suhu rungan, pencahayaan,
10. Agen pencedera menurun
kebisingan)
4. Pola tidur
kimiawi 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
membaik
7. Pertimbangkan jenis dan
11. Agen pencedera fisik
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi :
8. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
10. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Manajemen kesehatan Perilaku kesehatan Dukungan Keluarga


3 (L.12107) merencanakan perawatan
keluarga tidak efektif
Definisi : (I.13477)
(D.0115) Kemampuan dalam Definisi :
mengubah gaya Memfasilitasi perencanaan
Kategori : perilaku
hidup/perilaku untuk pelaksanaan perawatan
Subkategori : memperbaiki status kesehatan keluarga.
kesehatan. Observasi :
penyuluhan dan
Kriteria hasil : 1. Identifikasi konsekuensi tidak
pembelajaran Setelah dilakukan melakukan tindakan bersama
intervensi keluarga
Definisi : pola penangan
keperawatan selama 3 2. Identifikasi tindakan yang
masalah kesehatan dalam x 24 jam maka dapat dilakukan keluarga
Manajemen kesehatan Terapeutik :
keluarga tidak
keluarga Membaik, 1. Motivasi pengembangan
memuaskan untuk dengan kriteria hasil: sikap dan emosi yang
memulihkan kondisi 1. penerimaan mendukung upaya kesehatan
terhadap status 2. Gunakan sarana dan fasilitas
kesehatan anggota kesehatan yang ada dalam keluarga
meningkat Edukasi :
keluarga.
2. kemampuan 1. Informasikan fasilitas
Penyebab : melakukan kesehatan yang ada di
tindakan lingkungan keluarga
1. Kompleksitas system
pencegahan 2. Anjurkan menggunakan
pelayanan kesehatan masalah kesehatan fasilitas kesehatan yang ada
meningkat 3. Ajarkan cara perawatan yang
2. Kompleksitas program
3. kemampuan bisa dilakukan keluarga
perawatan/pengobatan peningkatan 1.
kesehatan 1.
3. Konflik pengambilan
meningkat
keputusan
4. Kesulitan ekonomi
5. Banyak tuntuan
6. Konflik keluarga

E. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) adalah
pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan
pasien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
implementasi keperawatan terhadap pasien secara urut sesuai prioritas
masalah yang sudah dibuat dalam rencana asuhan keperawatan termasuk di
dalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu pelaksanaan asuhan
keperawatan (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajia
ulang rencana keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang meliputi
subjek, objek, pengkajian kembali (assessment), rencana tindakan (planning)
(Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat Investasi Masa Depan. Biro
Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Available from:
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180302/4725111/telinga-
sehatinvestasimasa-depan
Santoso, W., Purnomo, J. (2017). Effectiveness wound care using modern dressing method to
diabetic wound healing process of patient with diabetes mellitus in home wound care.
International Journal of Nursing and Midwifery, 1(2), 172- 181. Diakses dari
http://ijnms.net/index.php/ijnms/article/view/68/33

Anda mungkin juga menyukai