Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 10 MODUL 1
Infeksi pada Tulang Rahang

Disusun oleh : Kelompok 1


Alifya Syaidina (1910026002)
Ananda Rizky Adelia (1910026003)
Satya Meilisa Raudhanti (1910026004)
Putri Pradisha Adha (1910026005)
Alya Hana Natasya (1910026006)
Nida Midati Shadrina (1910026007)
Eka Meisyafara Wahidyana (1910026008)
Desty Tri Damayanti (1910026009)
Nur Fithriah (1910026010)
Karla Harmita (1910026011)

Tutor : drg. Masyhudi, M.Si


PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan blok 10
modul 1 yang berjudul “Infeksi pada Tulang Rahang” tepat pada waktunya.
Laporan ini kami susun dari berbagai sumber referensi dan juga hasil diskusi
kelompok kecil kami.
Kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. drg. Mashyudi, M.Si selaku tutor kelompok 3 yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan diskusi kelompok kecil (DKK).

2. Teman-teman kelompok 1 yang telah menyumbangkan pemikiran dan


tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil
(DKK).

3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


Angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.

Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini


sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi
kelompok kecil (DKK) ini. Akhirnya, kami menyelesaikan laporan ini dan
berharap dapat memberikan manfaat dan sumber pengetahuan yang sangat
berguna bagi seluruh masyarakat.

Samarinda, 04 Januari 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................ 1
1.3 Manfaat Penulisan .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
2.1 Skenario ........................................................................................... 3
2.2 Identifikasi Istilah sulit ................................................................... 3
2.3 Identifikasi Masalah ....................................................................... 4
2.4 Analisa Masalah .............................................................................. 4
2.5 Strukturisasi Konsep ...................................................................... 8
2.6 Learning Objective.......................................................................... 9
2.7 Belajar Mandiri ............................................................................... 9
2.8 Sintesis .............................................................................................. 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 26
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 26
3.2 Saran ............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sakit pada rahang dapat terjadi pada setiap orang, diikuti dengan
keluhan yang berbeda beda seperti demam, nyeri bahkan trismus. Hal ini
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri patogen dan memerlukan perawatan
segera untuk menghindari penyakit yang lebih serius apabila infeksi telah
menyebar. Salah satu penyakit infeksi pada tulang rahang yaitu osteomielitis.
Osteomielitis adalah keadaan infeksi yang terjadi pada tulang dan sumsum
tulang yang dapat terjadi pada tulang rahang baik maksila maupun mandibula
akibat infeksi kronis. Infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi
odontogenik. Osteomyelitis dapat dapat diklasifikasikan menjadi supuratif
atau non-supuratif dan sebagai proses akut atau kronis.
Osteomielitis umumnya disebabkan oleh mikroorganisme patogen
seperti Staphylococcus aureus. Selain faktor mikroorganisme, kondisi
sistemik yang mempengaruhi daya tahan tubuh dan kondisi yang merubah
vaskularisasi tulang rahang sangat berperan dalam onset dan keparahan
osteomyelitis. Jika hal ini terjadi diperlukan perawatan dengan mengeliminasi
sumber infeksi dan melakukan pencegahan agar tidak terjadi infeksi berulang.
Pembedahan dan antibiotik merupakan tatalaksana utama osteomielitis.
Prinsip penatalaksanaan osteomyelitis yaitu menyangkut eliminasi sumber
infeksi, pemberian antibiotik yang adekuat, melakukan sekuestrektomi,
debridement, dekortikasi, dan jika lesi ekstensif dilakukan reseksi dan
rekonstruksi,serta mengevaluasi dan memperbaiki sistem daya tahan tubuh
dengan meningkatkan asupan gizi ataupun suplemen dan multivitamin.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan faktor predisposisi dari
osteomielitis
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari osteomielitis
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala klinis dari osteomielitis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patologi dari osteomielitis
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan dari osteomielitis
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari osteomielitis
1.3 Manfaat
Dengan adanya laporan ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui
dan menjelaskan secara menyeluruh mengenai osteomielitis, etiologi dan
faktor predisposisi, klasifikasi, tanda dan gejala klinis , patologi, pemeriksaan
dan tata laksana osteomielitis.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Pagi hari Andi terbangun karena pipinya terasa sakit nyut-nyut. Sudah 3
hari Andi sakit gigi tapi tidak separah pagi ini. Betapa kagetnya dia ketika
bercermin di depan kaca pipi daerah rahang bawah bengkak besar, ketika
diraba keras, tak berbatas jelas, hangat dan sakit sekali. Cepat-cepat Andi
mandi dan pergi Puskesmas. Oleh drg Puskesmas dilakukan anamnesa dan
melihat kondisi umum serta pemeriksaan klinis ekstra oral dan intra oral.
Berdasarkan anamnesa sakit pada gigi tersebut sudah sering dirasakan tetapi
sembuh dengan sendirinya setelah minum antibiotika dan analgesik. Tetapi 3
hari yang lalu sakit gigi dirasakan lagi dengan gigi penyebab yang sama.
Kondisi umum Andi, Baik, Compos Mentis. Hasil pemeriksaan klinis Ektra
Oral: Inflamasi (+) daerah mandibula hingga depan telinga kanan, keras,
berbatas tidak jelas, hangat, dan sakit hingga ke telinga, trismus 2 jari. Hasil
pemeriksaan klinis intra oral : 46 berlubang besar, mobiliti(+) derajat 2, Tes
perkusi (+) nyeri, Druk/Tes tekan(+), calculus (+), daerah bukal sepanjang
gigi 48 hingga 43 terangkat dan berwarna kemerahan. Oleh drg Puskesmas
Andi dirujuk untuk dilakukan pengambilan foto panoramik. Apa yang terjadi
dengan Andi.....

2.2 Identifikasi Istilah Sulit


1. Antibiotik: Jenis obat untuk suatu bakteri, infeksi sebuah bakteri, substansi
untuk melawan mikroba. Berasal dari organisme hidup, biasanya
mikroorganisme, tidak bisa untuk virus. Mencegah pertumbuhan
mikroorganisme lainnya.
2. Compos mentis: Kesadaran yang sehat dan adequate. Kondisi sadar
sepenuhnya, respon pasien terhadap diri sendiri dan lingkungannya baik.
3. Analgesik: Kelompok obat untuk menghilangkan rasa sakit tanpa
menghilangkan kesadaran, hanya meredakan gejala tanpa mengatasi
penyebabnya. Bekerja pada SSP. Obat yang mengurangi rasa nyeri.
4. Test perkusi: Dilakukan dengan cara mengetuk permukaan oklusal gigi
bertujuan untuk mengetahui ada kelainan. Kalau tes positif akan terasa
nyeri. Mengevaluasi ukuran, batas, dan cairan di dalam mukus.
5. Trismus: Kekakuan pada daerah rahang dan leher sehingga pasien sulit
membuka mulut. Gerakan normal mandibular berkurang akibat konstraksi
otot mastikasi. Gangguan pada TMJ.
6. Mobiliti derajat 2: Kegoyangan gigi sekitar 1 mm atau lebih pada gerakan
upnormal. Mengakibatkan hilangnya gigi.

2.3 Identifikasi Masalah


1. Apa penyakit yang diderita oleh Andi?
2. Apa etiologi dari penyakit yang diderita Andi?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan Andi menderita penyakit tersebut?
4. Kenapa rasa sakit yang dirasakan Andi bisa sampai ke telinga?
5. Apa hubungan penyakit Andi dengan trismus?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan selain di skenario?
7. Apa saja tanda dan gejala penyakit yang diderita oleh Andi?
8. Kenapa andi masih merasakan sakit lagi padahal sudah meminum obat
analgesik?
9. Kenapa daerah bukal 43-48 bisa terangkat?
10. Apa saja penatalaksanaan dari penyakit yang diderita Andi?

2.4 Analisis Masalah


1. Apa penyakit yang diderita oleh Andi?
Penyakit yang diderita Andi adalah Osteomielitis karena
konsistensinya tidak lunak. Kronis karena terjadi infeksi yang berulang
dan biasanya asymptom. Bagian yang keras adalah jaringan parut yang
berfungsi mengisolasi bakteri. Batasnya tidak jelas. Osteomielitis andi
terjadi pada mandibular karena daerah mandibular andi bengkak, dan gigi
berlubang pada gigi 46. Osteomielitis mandibular lebih sering terjadi
daripada maxilla karena pada maxilla suplai darahnya lebih baik.
Osteomielitis hematogen karena adanya infeksi akibat gigi berlubang yang
terlalu lama dan tidak ditindak.
- Osteomielitis: peradangan pada tulang dan menyebar ke daerah
periosteum, dapat terjadi setelah adanya infeksi.
2. Apa etiologi dari penyakit yang diderita Andi?
- Mikroorganisme: neonatal kurang dari 1 tahun, contoh: streptococci;
anak kurang dari 16 tahun, contoh: Streptococcus; lebih dari 16 tahun,
contoh: staphylococcus.
- Berdasarkan angka kejadiannya.
- Penyebab utama: penyakit periodontal, bakteri staphylococcus aureus,
tertinggalnya bakteri pada tulang rahang setelah ekstraksi gigi,
gangrene radix (tidak tuntasnya ekstraksi gigi, sisa akar yang
tertinggal).
- Polimikroba: campuran streptococcus dan bakteri anaerob dari dalam
mulut.
- Osteopretrosis: kondisi tulang mudah patah.
- Lanjutan dari osteomielitis akut yang tidak ditangani.
- Staphylococcus aureus, salmonella streptococcus, neomococcus.
- Bakteri yang menyebar luas ke spasium wajah.
- Tidak ada keseimbangan antara flora normal dalam tubuh.

3. Faktor apa saja yang menyebabkan Andi menderita penyakit


tersebut?
Faktor predisposisi:
- Oral hygiene
- Orang yang rentan terhadap infeksi
- Faktor local: Peredarah darah yang tidak lancar, limfadema kronis
- Faktor host: kurangnya pengendalian infeksi dari awal
- Penyebaran bakteri ke rongga medulla dan kortikal rahang
- Kondisi sistemik: vaskularisasi tulang rahang berperan pada keparahan
dan onset osteomielitis
- Penggunaan antibiotic yang tidak tepat
- Merokok dan alcohol
- Radioterapi pada bagian mandibular
- Pengguna obat Injeksi
- Diabetes mellitus
- Fraktur yang terkontaminasi bakteri
4. Kenapa rasa sakit yang dirasakan Andi bisa sampai ke telinga?
Kalau sampai ke telinga, berarti andi menderita osteomielitis kronis
yang dapat menyebabkan infeksi ada telinga. Inflamasi yang sampai ke
telinga sehingga sakitnya bisa sampai ke telinga.

5. Apa hubungan penyakit Andi dengan trismus?


Edema mengganggu otot-otot mastikasi sehingga terjadi trismus. Nyeri
juga dapat memengaruhi kontraksi otot sehingga berkurangnya lebar
pembukaan mulut. Perubahan bentuk pada tulang akan memengaruhi TMJ
sehingga memengaruhi kemampuan pergerakan rahang. Sebelum nyeri,
akan terjadi putusnya kontinuitas jaringan, jaringan merangkan saraf
myelin C sehingga timbul rasa nyeri dan terbatasnya pergerakan rahang.
- Kalau infeksi sampai ke otot mastikasi dapat menyebabkan trismus.
- Trismus pada osteomielitis mungkin berpengaruh pada tingkat
keparahan osteomielitis.
- Tidak semua osteomielitis bergejala trismus.
- Osteomielitis kronis lebih condong mengalami trismus.
- Apabila ditangani dengan baik tidak menyebabkan trismus.

6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan selain di


skenario?
- Pemeriksaan radiografi: Dapat menunjukkan daerah yang terinfeksi,
terlihat adanya reabsorbsi tulang, dan jaringan upnormal.
- Pemeriksaan MRI: Mengetahui tingkat keparahan osteomielitis.
- Pemeriksaan CT scan: Tulang yang lebih detail. Diindikasikan kalau
semakin meluas infeksi ke jaringan lunak sekitarnya, kalau sudah
terlihat bengkak. Apabila menyebar sampai ke leher dapat
menggunakan CT scan.
- Pemeriksaan histopatologis dan biopsi tulang.
- Pemeriksaan laboratorium.
- Pembedahan atau biopsi untuk mengangkat penyebab osteomielitis.
- Kultur bakteri penyebab penyakit.
7. Apa saja tanda dan gejala penyakit yang diderita oleh Andi?
- Nyeri
- Pembengkakan yang bervariasi : disebabkan oleh nanah atau pus.
- Rasa panas
- Gigi goyang
- Sensitive terhadap perkusi
- Trismus
- Pembesaran bagian mandibular
- Rahang yang asimetris
- Nanah dan kerusakan pada jaringan sekitarnya
- Demam
- Malaise
- Adanya tanda-tanda peradangan local
- Osteomielitis hematogen: keluhan yang non spesifik rasa nyerinya
- Osteomielitis menular: demam, berkeringan pada malam hari terutama
pada fase akut, tanda peradangan disekitar area yang terinfeksi. Pada
kronis: terbentuk sekuestrum. Apabila dibiarkan menyebabkan infeksi
akut dan abses local.
- Bau yang busuk berkaitan dengan OH yang buruk.
- Kehilangan nafsu makan
- Sensasi seperti mati rasa dan rasa kesemutan.

8. Kenapa andi masih merasakan sakit lagi padahal sudah meminum


obat analgesik?
- Analgesik hanya meredakan rasa nyeri tapi tidak mengobati sumber
masalah penyakit. Pada antibiotik, ada bakteri yang resisten terhadap
antibiotik.
- Sumber infeksinya masih ada. Sumber infeksi belum tereliminasi
sehingga tetap menyebabkan rasa nyeri meskipun sudah mengonsumsi
obat antibiotik dan analgesik.
- Beberapa antibiotik hanya efektif melawan bakteri tertentu. Kalau
berlangsung cukup lama tidak bisa lagi diatasi dengan antibiotik.
Analgesik tidak mempan untuk menghilangkan rasa nyeri secara
permanen.
9. Kenapa daerah bukal 43-48 bisa terangkat?
- Karena adanya pembengkakan atau edema pada mandibula, dan
keluarnya eksudat pada periosteum sehingga periosteumnya yang
terangkat. Sehingga mungkin daerah bukal yang terangkat adalah
periosteum.
- Apabila ligament periodontal bermasalah, akan menyebabkan goyang
nya gigi. Keparahannya berhubungan dengan kerusakan jaringan
pendukung gigi.

10. Apa saja penatalaksanaan dari penyakit yang diderita Andi?


- Sekuestrektomi atau debridemen
- Meningkatkan status gizi
- Terapi antibiotic berdasarkan kultus dan pewarnaan gram
- Terapi penunjang untuk mecegah fraktur patologi
- Menghilangkan faktor penyebab penyakit
- Rekonstruksi cacat tulang
- Manajemen ruang mati: untuk menggantikan tulang yang mati dan
jaringan parut dengan jaringan vaskularisasi sehingga tulang bisa
vaskular lagi.
- Dekortikasi: jika osteomielitis berada di mandibular
- Antibiotik yang paling sering digunakan amoxycilin karena spectrum
yang luas.
- Tujuan umum pembedahan: terangkatnya jaringan nekrotik pada
infeksi dan mempertahankan tulang perifer yang layak.
- Evaluasi dan koreksi daya tahan tubuh pasien.

2.5 Strukturisasi Konsep

Osteomielitis

Etiologi dan
Tanda dan Gejala
faktor Klasifikasi Patologi Pemeriksaan Penatalaksanaan
Klinis
predisposisi
2.6 Learning Objective
1. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan faktor predisposisi dari
osteomielitis.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari osteomielitis.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala klinis dari osteomielitis.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patologi dari osteomielitis.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan dari osteomielitis.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari osteomielitis.

2.7 Belajar Mandiri

Pada step ini masing-masing anggota kelompok belajar secara mandiri


untuk menjawab learning objectives yang sebelumnya telah disepakati
bersama.

2.8 Sintesis
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi dan Faktor Predisposisi
Osteomielitis
A. Etiologi
Pada umumnya, osteomielitis disebabkan oleh mikroorganisme
patogen yang menginfeksi tulang rahang, seperti: Staphylococcus
aureus, Staphylococcus agalactiae, Escherichia coli adalah organisme
yang paling sering diisolasi dari darah dan tulang pada bayi.
Sedangkan Staphylococcus aureus, Staphylococcus pyogenes, dan
Haemophilus influenzae paling banyak diisolasi pada anak di atas usia
satu tahun. Staphylococcus aureus juga paling banyak diisolasi pada
orang dewasa. Kemudian organisme seperti jamur juga dapat
menyebabkan infeksi tulang.14
Saat ini terdapat kasus infeksi pada rahang yang ditemukan bahwa
penyebab infeksinya adalah bakteri aerob-anaerob. Banyak kasus yang
disebabkan oleh streptococci aerob, streptococci anaerob, dan anaerob
lainnya seperti fusobacterium, bacteriodes, peptostreptococcus. Bentuk
khusus dari osteomielitis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, Treponema pallidum, actinomyces, dan lain-lain.4
Osteomielitis atau infeksi pada bagian medular tulang diawali oleh
infeksi mikroorganisme. Sumber infeksi ini dapat muncul dari:4
1. Infeksi odontogenik, yang dapat berupa infeksi pulpa dan
periodontal.4
2. Cedera traumatis pada rahang, seperti patah tulang.4
3. Periostitis yang disebabkan oleh ulserasi gingiva atau infeksi
kelenjar getah bening akibat luka di wajah.4
4. Pada kasus yang jarang terjadi, penyebaran infeksi hematogen dapat
berasal dari tempat yang jauh.4
Terdapat juga beberapa etiologi berdasarkan tipe-tipe osteomielitis,
diantaranya adalah:
1. Osteomielitis Infantile
Infeksi ini disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Mikroorganisme patogen dapat masuk melalui luka yang ada pada
mukosa mulut. Infeksi ini juga dapat disebabkan oleh karena
adanya infeksi dari rongga hidung atau antrum maksila. Infeksi
hematogen oleh streptococci, pneumococci, atau staphylococcal
dari gigi molar desidui pertama juga dapat menjadi sumber infeksi.4
2. Osteomielitis Piogenik Akut
Tipe ini dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik yang dapat
berupa infeksi periapikal, periodontal, atau perikoronal. Infeksi
juga dapat disebabkan oleh kista odontogenik, tumor, atau abses
peritonsil. Infeksi dapat berasal dari luka setelah ekstraksi atau
patah pada tulang rahang. Infeksi juga dapat disebabkan karena
penggunaan instrumen yang terkontaminasi pada saat melakukan
ekstraksi gigi atau pada saat melakukan prosedur operasi.4
3. Osteomielitis Supuratif Kronik
Primary: disebabkan oleh infeksi organisme subvirulen
Secondary: disebabkan jika osteomielitis akut belum sepenuhnya
hilang.4
4. Osteomielitis Non-Supuratif Kronik
Disebabkan karena adanya respon terhadap infeksi tingkat
rendah yang mungkin ada di rahang selama bertahun-tahun.4
5. Osteomielitis Garre’s
Dapat disebabkan oleh karies pada gigi yang terlibat, infeksi
pada jaringan lunak di atasnya juga dapat menjadi etiologi dari tipe
ini.4
6. Actinomycosis
Disebabkan oleh spesies actinomyces. Actinomyces dapat
terlihat di beberapa bagian yang berbeda pada rongga mulut, seperti
pada kalkulus gigi, tonsillar crypts, kalkuli saliva, dan pada mukosa
mulut yang biasanya menyerang jaringan lunak melalui luka yang
ada pada rongga mulut atau melalui ulserasi.4
7. Osteomielitis Tuberculous
Disebabkan oleh Myobacterium tuberculosis, mikroorganisme
ini dapat menular ke rahang melalui:
● Inokulasi langsung dari basil ke dalam luka (seperti luka karena
trauma atau operasi) di mukosa mulut.
● Penyebaran langsung dari dahak yang terinfeksi ke dalam soket
ekstraksi atau garis fraktur.
● Penyebaran hematogen dari fokus utama di paru-paru tau di
tempat lain di tubuh.4
8. Osteoradionecrosis
Disebabkan oleh efek radiasi yang berlebihan.4

B. Faktor Predisposisi
Tulang yang normal sangat resisten terhadap infeksi, padahal
banyak mikroorganisme infektif yang dapat menyebabkan infeksi pada
tulang rahang (seperti gigi yang karies, periodontitis, dll). Faktor host
dapat mempengaruhi individu untuk berkembangnya osteomielitis.
Kurangnya pengendalian infeksi awal dapat menyebabkan infeksi yang
lebih parah. Lalu terdapat pula kondisi yang dapat menurunkan
pertahanan tubuh atau kondisi yang mengganggu vaskularisasi tulang,
serta kondisi yang dapat mengganggu inervasi tulang yang cenderung
dapat mempengaruhi pasien menjadi rentan terhadap berlangsungnya
osteomielitis, diantaranya adalah.4,14,17
Kondisi yang dapat menurunkan pertahanan tubuh:
● Diabetes
● Malnutrisi
● Agranulositosis
● Leukemia
● Konsumsi alkohol kronik
● Demam4
Kondisi yang dapat mengganggu inervasi dan vaskularisasi tulang
rahang:
● Terapi radiasi
● Penyakit tulang paget
● Displasia fibrosa
● Osteoporosis
● Osteopetrosis
● Tumor ganas tulang4,17

2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Klasifikasi Osteomielitis


• Klasifikasi menurut onset atau durasi penyakitnya:
- Osteomielitis akut
Osteomyelitis memiliki onset satu bulan, jika lebih dari
waktu tersebut maka menjadi osteomielitis kronis karena
mekanisme pertahanan host tidak mampu melawan patogen.
Schuknecht dan Valavanis menyebutkan bahwa terdapat
osteomielitis subakut sebagai tahap transisional dalam
osteomielitis akut pada saat minggu ke-3 dan ke-4 setelah muncul
gejala.6 Osteomielitis akut supuratif terjadi apabila proses
inflamasi akut menyebar melalui ruang medular tulang dan tubuh
tidak memiliki waktu yang cukup untuk bereaksi terhadap
infiltrate inflamasi.11 Osteomielitis akut umumnya merupakan
perluasan dari abses periapikal.15
- Osteomielitis kronis
Osteomielitis kronis terbagi menjadi beberapa sub klasifikasi,
yaitu:
a. Chronic Recurrent Multifocal Osteomyelitis (CRMO)
Osteomtelitis rekuren dikenal juga sebagai Chronic
nonbacterial osteomyelitis (CNO) yang merupakan menyakit
inflamasi tulang yang terjadi terutama pada anak-anak.
Penyakit ini termasuk sebagai gangguan autoinflamasi. 16
b. Garre’s Osteomielitis
Garre’s osteomielitis atau biasa dikenal dengan
osteomielitis kronis dengan periostitis proliferatif merupakan
subtipe dari osteomielitis yang memiliki reaksi inflamasi
periosteal sebagai komponen tambahan. Osteomielitis ini
umumnya terjadi akibat abses periapikal, infeksi pasca
pencabutan, atau gigi impaksi. 15
c. Osteomielitis kronis supuratif dan non supuratif
Osteomielitis kronis supuratif mempunyai sebutan lain,
yaitu osteomielitis kronis sekunder. Osteomielitis kronis
sekunder umumnya disebabkan oleh infeksi odontogenic
seperti penyakit periodontal, infeksi pulpa, luka pasca
ekstraksi, dan fraktur tulang yang terinfeksi. Berbeda dengan
osteomielitis kronis supuratif, osteomielitis kronis non
supuratif terjadi karena adanya peningkatan virulensi patogen
yang terlibat ataupun karena resistensi antibiotik.6
d. Osteomielitis Sklerosing
➢ Focal sclerosing osteomyelitis
Osteomielitis fokal biasa disebut juga dengan
osteomielitis periapikal. Pada kondisi ini, infeksi hanya
terbatas pada apeks akar gigi tanpa adanya invasi lebih
dalam ke tulang. 6
➢ Diffuse sclerosing osteomyelitis
Osteomielitis difus masih termasuk langka dan etiloginya
belum diketahui dengan jelas. Osteomielitis difus biasa
juga dikenal dengan sebutan osteomielitis primer. 6

• Klasifikasi berdasarkan mekanisme infeksinya:


- Hematogenous: penyebaran atau transport patogen melalui darah.
Mayoritas infeksi ini terjadi pada anak-anak.9
- Contiguous: pada kondisi ini, inokulasi bakteri berasal dari
daerah yang berdekatan. Contohnya yaitu post-traumatic
osteomyelitis.9
- Insufisiensi vascular: infeksi terjadi dari penetrasi
mikroorganisme langsung ke dalam tulang. Contohnya infeksi
akibat prosedur pembedahan atau faktur.14

• Klasifikasi berdasarkan anatomical stage:


- Stage 1 : merupakan osteomielitis yang melibatkan tulang
medular tanpa melibatkan tulang kortikal sehingga disebut
dengan osteomielitis medular.6
- Stage 2 : merupakan osteomielitis superfisial, infeksinya 2 cm
dan hanya terbatas pada tulang kortikal tanpa adanya kerusakan
pada tulang trabekular.6,9
- Stage 3 : localized osteomyelitis atau osteomielitis terlokalisasi.
Pada kondisi ini, infeksinya memiliki tepi yang jelas.9
- Stage 4 : dikenal dengan osteomielitis difus karena defeknya
lebih besar dari 2 cm dan menyebar ke seluruh tulang.6,9

• Klasifikasi berdasarkan host:


- A : kondisi host hormal dan sehat tanpa penyakit penyerta.9
- B : host memiliki satu atau lebih faktor penyebab. Ada dua, yaitu:
- Bl (lokal) : merokok, limfadema kronik, vena statis, bekas luka
yang lebar, artritis, dll.9
- Bs (sistemik) : diabetes melitus, malnutrisi, hipoksia kronis,
neoplasma, dll.9
- C : host dengan kondisi klinis yang buruk sehingga pada kondisi
ini perawatan bedah memiliki resiko yang lebih tinggi dari
osteomielitis itu sendiri.9

3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tanda dan Gejala Osteomielitis


Osteomielitis lebih sering terjadi pada mandibular daripada maksila,
dan pada keadaan akut sifatnya simtomatik, sedangkan pada keadaan
kronik biasanya asimtomatik tetapi juga disertai eksaserbasi secara
episodik. Osteomielitis kronis menyebabkan nyeri tulang intermitten
(berbulan-bulan hingga bertahun-tahun), nyeri tekan, dan drainase sinus.
Penyakit ini jarang terjadi pada maksila karena maksila adalah tulang
kortikal yang tipis dan kaya akan suplai darah.17
Gejalanya berupa rasa nyeri dan pembengkakan yang sifatnya
bervariasi, adanya limpadenopati regional, rasa panas dan malaise, gigi
goyang dan sensitif terhadap perkusi, adanya fistel, paraestesia n.mentale
pada bibir bawah, trismus jika otot mastikasi terinfiltrasi, pembesaran
mandibula, dan rahang asimetris. Secara umum, pasien mungkin datang
dengan nyeri di tempat yang terkena, pembengkakan, eritema, dan
drainase. Selanjutnya penyakitnya bersifat kronis membentuk fistel dan
kadang tidak menimbulkan rasa nyeri pada penderita. Pada sebagian besar
kasus, tidak ada rasa nyeri pada daerah wajah.3,17
Tanda-tanda infeksi akut seperti demam, mudah tersinggung, lesu, dan
tanda-tanda peradangan lokal dapat terjadi pada anak-anak. Jaringan lunak
yang menyelimuti tulang yang terinfeksi biasanya tidak terjadi pada anak-
anak dengan osteomielitis hematogen karena efektifitas respon terhadap
infeksi. Osteomielitis hematogen primer atau rekuren pada orang dewasa
biasanya menimbulkan keluhan samar nyeri nonspesifik dan demam
ringan, dan kadang-kadang manifestasi klinis akut seperti pada anak-
anak.14
Pada osteomielitis menular (contagious osteomyelitis), pasien
mungkin datang dengan tanda bakteremia seperti demam, menggigil, dan
keringat malam terutama pada fase akut. Nyeri tulang dan sendi yang
terlokalisasi, dan tanda peradangan di sekitar area yang terinfeksi juga
dapat muncul pada fase akut tetapi tidak pada fase kronis. Fase kronis
dapat berkembang baik dari osteomielitis hematogen atau menular.
Keropos tulang lokal dan pembentukan sequestrum yang sering terjadi
pada osteomielitis kronis. Abses lokal dan atau infeksi jaringan lunak akut
dapat muncul sebagai tanda obstruksi saluran sinus.14

4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Patologi dari osteomielitis


- Osteomielitis akut
Pada periode awal penyakit akut, suplai vaskular ke tulang
menurun karena infeksi yang meluas ke dalam lunak tisu. Area tulang
mati yang luas mungkin terbentuk saat meduler dan suplai darah
periosteal keduanya kompro mised.Namun, kondisi mati ini tulang
dapat dicegah jika dirawat agresif dan benar dengan antibiotic dan
mungkin dengan operasi. Jaringan berserat dan sel-sel inflamasi
kronis akan berkumpul di sekitar jaringan granulasi dan mati tulang
setelah infeksi terbentuk. Saat infeksi diatasi, file suplai vaskular di
sekitar area infeksi akan menurunkan hasil ketidak efektifan dari
respon inflamasi. Akut osteomielitis, jika tidak diobati secara efektif,
bisa menyebabkan penyakit kronis.14
Nekrosis jaringan tulang adalah penting fitur osteomielitis.
Granulasi jaringan berkembang di permukaan infeksi menghasilkan
enzim yang menyerap orang mati tulang. Resorpsi paling cepat terjadi
di persimpangan tulang hidup dan nekrotik. Jika area tulang mati
kecil, itu akan menjadi kecil seluruhnya hancur meninggalkan rongga
di belakang. Tulang kanselus nekrotik terlokalisasi osteomielitis
biasanya diserap kembali. Kapan beberapa tulang mati dipisahkan dari
tulang normal selama proses nekrosis dan dikelilingi oleh kumpulan
orang yang terinfeksi eksudat itu membentuk sequestrum. Tindakan
enzim proteolitik yang diproduksi oleh inang sel pertahanan, terutama
makrofag atau leukosit polimorfonuklear sebagian besar mengganggu
unsur organik di dalam kematian tulang. Sedangkan tulang kanselus
diserap kembali dan mungkin sepenuhnya diasingkan atau bahkan
hancur dalam dua sampai tiga minggu, pemisahan tulang kortikal
nekrotik akan membutuhkan dua minggu sampai enam bulan. Setelah
itu, tulang mati perlahan akan mulai rusak dan diserap kembali setelah
pemisahan lengkap.14

- Osteomielitis kronis
Adanya tulang nekrotik, yaitu pembentukan tulang baru, dan
eksudasi leukosit polimorfonuklear bergabung dengan komponen
darah lainnya adalah beberapa gambaran patologis dari osteomielitis
kronis. Fragmen yang masih hidup dari periosteum dan endosteum di
daerah infeksi membentuk tulang baru. Itu terbentuk involucrum,
selubung tulang hidup yang membungkus mengelilingi tulang mati di
bawah periosteum. Involucrum sering kali mengalami perforasi
dengan lubang yang bisa masuk nanah ke dalam jaringan lunak di
sekitarnya dan mengalir ke permukaan kulit menyebabkan sinus
kronis pembentukan. Ini juga mungkin meningkat secara bertahap
kepadatan dan ketebalannya untuk membentuk sebagian atau
seluruhnya diafisis baru. Meningkatnya jumlah dan kepadatan tulang
sesuai dengan ukuran tulang dan durasi serta luasnya dari infeksi.
Endosteum baru tulang bisa berkembang biak dan menghalangi kanal
meduler. Terutama pada anak-anak, setelah pertahanan tuan rumah
atau operasi pengangkatan sequestrum, rongga yang tersisa mungkin
isi dengan tulang baru. Namun, pada orang dewasa, file rongga bisa
bertahan atau ruang akan terisi dengan jaringan fibrosa yang mungkin
menghubungkan permukaan kulit melalui saluran sinus.14

5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan dari osteomielitis.


A. Pemeriksaan Laboratorium - Tes Darah
Pasien perlu menjalani pemriksaan laboratorium sebagai langkah
awal pemeriksaan. Pada osteomielitis akut sering ditemukan
leulositosis atau kelebihan sel darah putih, dimana hal ini umum
terjadi pada infeksi akut. Leukositosis relatif jarang terjadi pada
osteomielitis kronis. Pasien juga mungkin menunjukkan peningkatan
laju pengendapan eritrosit (ESR) dan Protein C-reaktif (CRP). ESR
dan CRP merupakan indikator inflamasi yang sangat sentitif dan non-
spesifik dalam tubuh. Oleh karena itu, penggunaan utamanya adalah
untuk mengikuti perkembangan klinis dari osteomielitis.12

B. Pemeriksaan Radiografis
1. Radiografi Panoramik
Radiografi panoramik sangat diperlukan dalam evaluasi awal
osteomielitis. Radiografi panoramik mudah dilakukan dan dapat
memberikan informasi penting, diantaranya, perubahan tampilan
tulang, sumber infeksi, dan kondisi predisposisi seperti tulang yang
fraktur atau penyakit tulang yang sudah ada sebelumnya. Perlu
waktu beberapa minggu hingga perubahan pada tulang dapat
tampak secara radiografis. Oleh karena itu, sering terdapat
gambaran panoramik rongga mulut tampak normal pada seorang
pasien yang menderita osteomielitis akut. Namun, gambaran
panoramik osteomielitis akut juga dapat menunjukkan adanya
sequestrum yang merupakan tanda klasik dari osteomielitis.12
2. Computerized Tomography Scan
CT Scan merupakan salah satu standar dalam mengevaluasi
penyakit pada maksilofasial seperti osteomielitis, karena CT Scan
menghadirkan pencitraan tiga dimensi yang tidak terdapat pada
gambaran panoramik. CT Scan dapat menunjukkan gambaran erosi
dini tulang kortikal yang sangat detail pada osteomielitis.
Pencitraan ini dapat menunjukkan seberapa luas lesi, sequestrum,
dan tulang yang fraktur. Namun, seperti rontgen polos, pada CT
Scan perlu terjadi demineralisasi tulang sebanyak 30 hingga 50
persen sebelum perubahan pada tulang dapat benar-benar terlihat,
sehingga dapat menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis
osteomielitis.12
3. Magnetic Resonance Imaging
MRI sangat baik untuk mengevaluasi lesi jaringan lunak pada
daerah maksilofasial. MRI dapat membantu diagnosis dini
osteomielitis dengan menunjukkan gambaran hilangnya sumsum
sebelum erosi kortikal atau sequestrum muncul. Sehingga, MRI
mungkin dapat mengidentifikasi osteomielitis lebih awal.12

C. Biopsi
Biopsi jaringan dilakukan untuk memperoleh pemeriksaan
histopatologis osteomielitis sehingga dapat mengidentifikasi
mikroorganisme penyebab. Material biopsi pasien pada osteomielitis
akut banyak mengandung tulang yang nekrotik. Tulang tersebut
menunjukkan adanya osteosit yang hilang dari lakuna, resorpsi tulang
bagian perifer, dan kolonisasi bakteri yang menyebabkan ineksi. Bagian
perifer tulang dan saluran havers juga mengandung debris nekrotik dan
inifltrat inlamasi akut yang terdiri dari leukosit polimorfonuklear.13
Pada material biopsi pasien osteomielitis kronis akan menunjukkan
komponen jaringan lunak yang signifikan yang terdiri dari jaringan ikat
fibrosa yang meradang secara kronis atau subakut yang mengisi bagian
intratrabekuler tulang. Selain itu, biasanya juga terdapat formasi abses
dan sequestrum yang tersebar.13
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Mengenai Penatalaksaan
Osteomielitis
Penatalaksanaan osteomielitis melibatkan dua aspek: medis dan
pembedahan. Jelas, langkah pertama dalam pengobatan osteomielitis
adalah diagnosis kondisi yang benar. Diagnosis dibuat dari evaluasi klinis,
evaluasi radiografi, dan diagnosis jaringan. Klinisi harus menyadari bahwa
keganasan dapat menyerupai presentasi osteomielitis dan harus
dipertahankan dalam diagnosis banding sampai disingkirkan oleh
histopatologi jaringan. Jaringan dari situs yang terkena harus dikirim untuk
pewarnaan gram, kultur, penentuan sensitivitas, dan evaluasi
histopatologi.7
Tujuan dilakukan penatalaksanaan osteomielitis adalah untuk
menyingkirkan puing-puing pendukung patogen, menyediakan stabilitas
regional dan mengganggu penghalang patofisiologi sambil membangun
kembali permeabilitas vaskular ke area yang terinfeksi. 8
Penatalaksanaannya meliputi: (A) Perawatan konservatif, dan (B)
Perawatan bedah. Pengobatan yang berhasil didasarkan pada prinsip-
prinsip dasar berikut: (1) Diagnosis dini, (2) Kultur bakteri dan pengujian
sensitivitas, (3) Terapi antibiotik yang memadai, tepat, dan cepat, (4)
Kontrol nyeri yang memadai, (5) Intervensi bedah yang tepat , (6)
Rekonstruksi, jika ada indikasi.10
A. Penatalaksanaan konservatif:
1. Istirahat total di tempat tidur. 10
2. Terapi suportif: Meliputi dukungan nutrisi berupa protein tinggi
dan diet tinggi kalori; dan multivitamin yang cukup. 10
3. Dehidrasi: Hidrasi secara oral atau melalui pemberian cairan. 10
4. Transfusi darah: Jika sel darah merah dan hemoglobin rendah. 10
5. Pengendalian nyeri: Ini dikendalikan dengan analgesik. Sedasi
dapat digunakan untuk menjaga pasien tetap nyaman dan
memungkinkan untuk tidur. 10
6. Agen antimikroba : Osteomielitis umumnya terjadi pada tulang
dengan suplai darah yang tidak adekuat atau pada pasien dengan
gangguan sistem imun. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik
dosis tinggi umumnya dianjurkan. Selain itu, karena tingkat
antibiotik yang adekuat dalam serum harus dipertahankan,
antibiotik harus diberikan secara intravena. Secara umum,
antibiotik yang direkomendasikan termasuk dalam kelas penisilin
karena aktivitasnya yang tinggi melawan bakteri yang biasa
terlibat. Klindamisin dan metronidazol dapat menjadi alternatif
yang sangat baik untuk pasien yang hipersensitif terhadap penisilin.
Beberapa antibiotik baru yang memberikan perlindungan yang
efektif meliputi: metronidazol, klindamisin, tikarsilin, asam
klavulonat, sefalosporin, vankomisin dalam kombinasi dengan
antibiotik lain, dan fluoroquinolones. 1,10
Regimen Antibiotik yang direkomendasikan untuk OML rahang
adalah sebagai berikut:
a. Regimen I (pilihan pertama): Sebagai terapi empiris, diberikan
Penicillin (Penicillin-V).
b. Regimen II didasarkan pada hasil kultur dan sensitivitas.
Penisilin yang tahan terhadap penisilinase, seperti oxacillin,
cloxacillin, dicloxacillin, atau flucloxacillin dapat diberikan. 10
7. Perawatan khusus untuk penyakit sistemik: Anemia, diabetes
mellitus, dan malnutrisi memerlukan perawatan khusus. Bentuk
infektif khusus dari OML kronis meliputi: tuberkulosis, sifilis, dan
aktinomikosis. Penatalaksanaannya sama, seperti pada OML
kronis; dan sebagai tambahan, masing-masing obat yang sesuai
harus diberikan. Tuberkulosis mungkin memerlukan terapi hingga
satu tahun, sedangkan aktinomikosis mungkin membutuhkan 2-3
bulan. 10

B. Penatalaksanaan bedah
Tujuan pembedahan adalah: (1) Untuk meningkatkan suplai darah
di area yang terkena sehingga memungkinkan penetrasi antibiotik
yang memadai; dan (2) Untuk memaksimalkan mekanisme pertahanan
tubuh dan kemampuan penyembuhan diri. 1
1. Insisi dan drainase
Harus dilakukan secepat mungkin. Ini mengurangi tekanan dan
rasa sakit yang disebabkan oleh penumpukan nanah. Insisi abses
harus dilakukan secara intraoral atau ekstraoral tergantung
lokasinya. Evakuasi nanah, dengan drainase, mengurangi
penyerapan produk beracun dan mencegah penyebaran infeksi
lebih lanjut di tulang; sehingga membantu dalam pelokalannya. 10
Konsistensi, warna, dan bau nanah dapat memberikan petunjuk
penting untuk diagnosis dan pengobatan awal. Pasien dengan
kondisi sistemik yang terganggu atau toksemia, gangguan operasi
dapat ditunda selama 2-3 hari. Berbagai metode yang digunakan
untuk menyebabkan drainase dari tulang meliputi: 10
a. Membuka ruang pulpa,
b. Dengan membuat fenestrasi melalui pelat kortikal di atas area
apikal dengan bor,
c. Di area edentulous, khususnya, rahang atas posterior atau daerah
tuberositas rahang atas, dengan membuat sayatan di atas puncak
alveolar, dan dengan membuat jendela, nanah dievakuasi, dan
d. OML pada sudut mandibula, atau ramus menaik, drainase dapat
dilakukan dengan sayatan kecil yang dibuat di atas titik paling
lembut, atau tepat di bawah mandibula. 10
2. Pencabutan gigi yang lepas atau rusak10
Kadang-kadang, drainase dilakukan dengan pencabutan gigi yang
bermasalah.
3. Debridemen10
Dilanjutkan dengan I/D, melalui debridemen area terdampak
harus dilakukan. Area tersebut dapat diairi dengan hidrogen
peroksida dan garam. Benda asing, jaringan nekrotik atau
sekuestrum kecil harus dibuang.
4. Dekortikasi10
Pengangkatan plat kortikal tulang lateral dan inferior yang
terinfeksi secara kronis 1-2 cm di luar area yang terkena. Dengan
demikian akses diberikan ke rongga meduler. Obwegeser (1960)
menganjurkan prosedur ini, karena mempersingkat waktu
penyembuhan.
Dekortikasi harus dilakukan pada stadium subakut atau kronis.
Ini didasarkan pada prinsip, bahwa tulang kortikal yang terlibat
adalah avaskular dan menampung mikroorganisme, sedangkan
abses ada di dalam rongga meduler, di mana antibiotik tidak dapat
menembus. Prosedur ini harus dilakukan, di mana rezim
konservatif awal telah gagal.
5. Irigasi kateter tertutup yang terus menerus atau terputus-putus 10
Setelah sekuestrektomi intraoral dan saucerization atau
decortication, dilakukan untuk memungkinkan drainase nanah dan
untuk menyediakan rute di mana antibiotik lokal dapat ditanamkan
dalam konsentrasi yang sangat tinggi.
6. Sequestrektomi8,10
Bagian integral dari terapi definitif. Ini membantu dalam
pembentukan proliferasi mikrovaskular lokal. Ini harus dilakukan
melalui insisi intra-oral; atau pendekatan ekstraoral
(submandibular), tergantung pada lokasi sekuestrum. Sequestra,
adalah (i) biasanya kortikal; dan mungkin (ii) kanselus, atau (iii)
kortiko-kanselus.
Sequestra umumnya terlihat 2 minggu setelah permulaan
infeksi, mereka mungkin diserap kembali atau dikeluarkan secara
spontan. Jika tetap ada, mereka mungkin terinfeksi secara kronis,
yang semakin memperumit resolusi infeksi. Dengan demikian,
potongan tulang nekrotik kecil yang merupakan mikroorganisme
avaskular dan pelabuhan perlu dihilangkan.
7. Saucerization
Eksisi tepi tulang nekrotik di atas fokus osteomielitis. Ini
berguna dalam bentuk kronis, karena memungkinkan penghapusan
sequestra yang terbentuk dan terbentuk dengan visualisasi yang
lebih baik. Ini dilakukan ketika pengangkatan sequestrum
meninggalkan rongga besar; dan untuk menghilangkan ruang mati
untuk menghindari infeksi ulang gumpalan yang luas. 10
Teknik Saucerization5
a. Prosedur ini dapat dilakukan dengan bius lokal atau total.
b. Gigi bergerak dan segmen tulang yang lepas diangkat.
c. Tulang yang terbuka atau terkena diangkat dengan kombinasi
ronguer dan bur bulat. Kedalaman saucerization berakhir di
dalam sumsum tulang yang berdarah. Semua margin harus
melibatkan tulang yang sehat dan berdarah. Semua segmen
tulang dan jaringan yang diangkat dikirim untuk pemeriksaan
histopatologi.
d. Semua tepi tulang dihaluskan, dan tempat pembedahan diirigasi
secara berlebihan.
e. Tempat pembedahan dibungkus dengan kain kasa pita. Kain
kasa diganti setiap 2–3 hari untuk merangsang pembentukan
jaringan jaringan yang sehat dengan epitelisasi pada lokasi
pembedahan.
8. Trephination 10
Atau fenestration adalah pembuatan lubang atau jendela tulang
di atas tulang kortikal yang berdekatan dengan proses infeksi untuk
amoniasi jaringan dan dekompresi kompartemen meduler.
Pengeboran lubang ke dalam korteks dan mencapai medula
menyediakan beberapa port transkortikal bedah, yang
memungkinkan komunikasi vaskular antara periosteum dan rongga
meduler.
9. Reseksi10
Jika bagian tulang yang luas terlibat dalam proses penyakit,
maka reseksi tulang rahang dianjurkan. Setelah reseksi,
rekonstruksi dianjurkan: a) untuk menjaga kontinuitas fragmen, b)
untuk mencegah fraktur patologis. c) untuk mencegah deformitas
wajah dan d) memberikan perlekatan pada jaringan lunak.
10. Rekonstruksi segera dan / atau tertunda10
Jenis pengobatan ini kontroversial dan dilakukan jika semua
jenis pengobatan sebelumnya gagal. Ini telah berhasil digunakan
dalam kasus (i) patah tulang patologis, (ii) persistensi infeksi
setelah dekortikasi, dan (iii) ketika kedua lempeng kortikal sangat
sakit. Rekonstruksi segera menawarkan keuntungan yang jelas dari
memperpendek masa sakit dan mempercepat pemulihan dan
rehabilitasi.
11. Perawatan pasca operasi10
Ini mencakup hal-hal berikut:
a. Terus menggunakan antibiotik, analgesik, dan larutan kumur
saline panas,
b. Hidrasi yang memadai, istirahat total, pengangkatan sequestrae,
jika berada di bagian alveolar tulang. Luka sebaiknya ditutup
terutama dengan drainase.
12. Terapi oksigen hiperbarik
Jenis pengobatan ini adalah alternatif yang ampuh untuk
reperfusi bedah dan sebagai tambahan untuk respons tubuh.
Peningkatan konsumsi oksigen mungkin karena respon inflamasi
yang lebih besar, eksudasi seluler dan respirasi fagosit. Selain
infeksi, organisme infektif juga mengonsumsi oksigen. Ini adalah
cara pengobatan di mana pasien menghirup oksigen 100% pada
tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer normal. Karena
tekanan oksigen yang meningkat, oksigen dalam jumlah besar larut
dalam darah, dan kemudian segera dikirim ke jaringan bahkan
dengan suplai darah yang buruk. Terapi ini memiliki sifat
neovaskularisasi dan merangsang sistem kekebalan tubuh. Selain
itu, dapat membunuh langsung bakteri tertentu. 1,10

Prinsip Tatalaksana Osteomyelitis2


A. Prinsip pengobatan osteomielitis akut pada rahang
1. Tetapkan diagnosis yang benar, berdasarkan riwayat, evaluasi
klinis, dan studi pencitraan.
2. Biopsi dalam kasus yang tidak jelas untuk menyingkirkan
patologi lain (misalnya keganasan).
3. Tentukan luasnya tulang dan jaringan lunak yang terinfeksi
4. Evaluasi dan koreksi defisiensi pertahanan host bila
memungkinkan.
5. Penghapusan sumber infeksi, biasanya fokus gigi, benda asing /
implan.
6. Insisi lokal dan drainase nanah,
7. Kuretase lokal dengan penghapusan sequestra dan saucerization
dangkal jika perlu.
8. Pengumpulan spesimen untuk pewarnaan Gram, kultur dan
sensitivitas, histopatologi.
9. Mulailah dengan terapi antibiotik spektrum luas empiris dan ubah
ke antibiotik yang dipandu kultur sesegera mungkin.
10. Debridemen bedah yang lebih luas jika perlu (misalnya,
dekortikasi, reseksi).
11. Kemungkinan terapi oksigen hiperbarik tambahan.

B. Prinsip pengobatan osteomielitis kronis sekunder pada rahang


1. Tetapkan diagnosis yang benar, berdasarkan riwayat, evaluasi
klinis, dan studi pencitraan.
2. Biopsi dalam kasus yang tidak jelas untuk menyingkirkan
patologi lain (misalnya keganasan).
3. Tentukan luasnya tulang dan jaringan lunak yang terinfeksi.
4. Evaluasi dan koreksi defisiensi pertahanan tuan rumah bila
memungkinkan.
5. Debridemen jaringan yang terinfeksi ditentukan berdasarkan
luasnya lesi (pengangkatan gigi yang terkena dan benda asing /
implan, sequestrektomi, kuretase lokal, saucerization,
decortication, reseksi).
6. Pengumpulan spesimen untuk pewarnaan Gram, kultur dan
sensitivitas, histopatologi.
7. Mulailah dengan terapi antibiotik spektrum luas empiris dan ubah
ke antibiotik yang dipandu kultur sesegera mungkin.
8. Kemungkinan terapi oksigen hiperbarik tambahan.
9. Debridemen bedah yang lebih luas jika perlu (mis., Dekortikasi
berulang, reseksi).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Osteomyelitis adalah keadaan infeksi yang terjadi pada tulang dan
sumsum tulang yang dapat terjadi pada tulang rahang akibat infeksi kronis.
Pada umumnya osteomielitis disebabkan oleh infeksi bakteri patogen
Staphylococus aureus, Staphylococcus agalactiae, Escheria coli . selain itu
faktor host juga mempengaruhi perkembangan osteomielitis seperti diabetes,
malnutrisi, dan konsumsi alkohol. Faktor lain yaitu terapi radiasi, dan
penyakit tulang lainnya. Osteomielitis dapat diklasifikasikan menjadi
osteomielitis akut, osteomielitis kronis, osteomielitis kronis supuratif dan non
supuratif dan osteomielitis sklerosing. Berdasarkan infeksinya dibagi menjadi
hematogenous, contigous dan insufisiensi vascular. Gejala yang umum
dirasakan penderita yaitu rasa nyeri dan pembengkakan, limpadenopati, rasa
panas dan malaise, gigi goyang dan sensitif terhadap perkusi.
Pada osteomielitis akut, apabila suplai vaskular pada tulang menurun,
dapat menyebabkan nekrosis jaringan tulang. Sehingga berkembang menjadi
osteomielitis kronis jika terdapat tulang yang nekrosis. Osteomielitis
membutuhkan pemeriksaan dan perawatan segera. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiografis seperti
radiografi panoramik, CT Scan, dan MRI, serta Biopsi. Penatalaksanaan
osteomielitis melibatkan dua aspek: Penatalaksanaan konservatif salah
satunya pemberian antibiotik dan pembedahan yang meliputi insisi, drainase,
ekstraksi, debridemen, dekortikasi, irigasi, sequestrektomi, saucerization dan
lain lain.

3.2 Saran
Dengan adanya laporan ini, diharapkan pembaca dapat mengetahui dan
memahami materi mengenai osteomielitis. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pihak. Diharapkan pembaca dapat mempelajari
materi ini lebih dalam dengan memperbanyak literasi. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam laporan ini maupun diskusi kami. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan kelompok kami di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Andersson, L. (2010). Oral and Maxillofacial Surgery. United Kingdom:


Blackwell Publishing Ltd.
2. Baltensperger, M. M. (2009). Osteomyelitis of the Jaws. Germany: Springer-
Verlag Berlin Heidelberg.
3. Bhowmik, D., Bhanot, R., Gautam, D., Rai, P., & Kumar, K. P. S. (2018).
Osteomyelitis-Symptoms, Causes and Treatment. Research Journal of
Science and Technology, 10(2), 165. https://doi.org/10.5958/2349-
2988.2018.00024.4
4. Chakravarthy, C. (2019). Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery (3rd
ed). New Delhi: Paras Medical Publisher.
5. Haggerty, C. J. (2015). Atlas of Operative Oral and Maxillofacial Surgery 1st
Ed. New Delhi: John Wiley & Sons, Inc.
6. Kakoschke, T. K., Aljohani, S., Kaeppler, G., Ehrenfeld, M., & Otto, S.
(2017). Osteomyelitis of the jaws. In Osteologie (Vol. 26, Issue 4).
7. Kalantar, M. H. (2013). A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial
Surgery Vol. 1. Croatia: Ana Pantar.
8. Karjodkar, F. R. (2009). Textbook of Dental and Maxillofacial Radiology 2nd
Ed. Panama: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
9. Lima ALL, et al. Recommendations for the treatment of osteomyelitis. Braz J
Infect Dis. 2014. http://dx.doi.org/10.1016/j.bjid.2013.12.005
10. Malik, N. A. (2008). Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd Ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
11. Miller, C. S., & Hall, E. H. (1999). Oral and maxillofacial pathology. In Oral
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and
Endodontics (Vol. 87, Issue 3).
12. Miloro, M., Ghali, G.E., Larsen, P. (2011). Peterson’s Principles of Oral and
Maxillofacial Surgery 3rd Edition. USA Shelton, Connecticut: People’s
Medical Publishing House.
13. Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M. (2016). Oral and Maxilloacial
Pathology 4th Edition. St. Louis, Missouri: Elsevier
14. Rawung, R., Moningkey, C. (2019). Osteomyelitis: A Literature
Review. Jurnal Biomedik (JBM), 11(2), 69-79.
15. Regezi et al. Oral Pathology. 4th ed. 2003.
16. Roderick, M.R., et al. Chronic recurrent multifocal osteomyelitis. Pediatric
Rheumatology. 2016. (14:47).
17. Syamsoelily, L., et al. (2013). Osteomielitis supuratif kronis pada mandibula
edentulus. Jurnal Dentofasial, 12(1), 33-37.

Anda mungkin juga menyukai