Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH SISTEM STOMATOGNATIK 1

SKENARIO 2 MODUL 2

Disusun oleh:
Kelas F

Muhammad Zaid N. (202011115) Jessica Cressvena L. (202011129)


Diandra Alya S. (202011116) Mayerita Cindy G.S. (202011130)
Muhammad Sandy R. (202011117) Amanda Ramadhini (202011131)
Afifah Zahra Feifang (202011118) Audrienydia Yovita (202011132)
Zhazha Amalia (202011119) Raden Roro Athaya (202011133)
Resti Febriyanti (202011120) Samantha Gabrielle (202011134)
Marissa Widyadhari (202011121) Ketut Idayanti (202011135)
Tarisha Aulia Putri (202011122) Orifalikssi Nadhira S. (202011136)
Aurelia Anindita H. (202011123) Dean Alyssa S. (202011137)
Dhea Amanda N. (202011124) Nafisa Muthiiah S. (202011138)
Adinda Kusuma P. (202011125) Fatima Mabkhot A. (201911058)
Shahnaz Alysia (202011126) Yessika Suharya D. (201911176)
Arya Agung P.P. (202011127)

Dosen Fasilitator:
drg. Desy Fidyawati, Sp.Perio dan Dr. drg. Rina Permatasari, Sp.KG

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya mulai dari awal proses pengerjaan hingga makalah ini
dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Makalah Sistem
Stomatognatik 1, Skenario 2 Modul 2” diajukan sebagai tugas blok Sistem
Stomatognatik 1.
Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu tim penulis ucapkan terima kasih
kepada:
1. drg. Desy Fidyawati, Sp.Perio dan Dr. drg. Rina Permatasari, Sp.KG
selaku dosen fasilitator
2. Orang tua dari masing-masing anggota kelompok yang telah memberikan
dukungan doa serta moril.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dalam penulisan maupun
pengolahan data. Kritik dan saran maupun evaluasi sangat diharapkan demi
perbaikan kedepannya. Akhir kata, besar harapan makalah ini dapat dijadikan
referensi, literatur atau kerangka pemikirian bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Terima kasih.

Jakarta, 28 Desember 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 2
1.3 TUJUAN PENULISAN .............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1 KARIES ....................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian............................................................................................... 3
2.1.2 Etiologi ................................................................................................... 4
2.1.3 Klasifikasi Karies ................................................................................... 6
2.1.4 Dampak Penyakit ................................................................................... 8
2.2 POKET RELATIVE ................................................................................... 9
2.2.1 Pengertian............................................................................................... 9
2.2.2 Etiologi dan Tanda Gejala ...................................................................... 9
2.2.3 Klasifikasi ............................................................................................ 10
2.3 NYERI ........................................................................................................ 10
2.3.1 Nyeri Menurut Perdosi dan Field ......................................................... 10
2.3.2 Jenis-jenis nyeri.................................................................................... 11
2.4 LIGAMEN PERIODONTAL .................................................................. 13
2.4.1 Pengertian dan Fungsi .......................................................................... 13
2.4.2 Sel-sel Pembentuk Ligamen Periodontal ............................................. 14
2.4.3 Pelebaran Ligamen Periodontal ........................................................... 15
2.5 PROSES MASTIKASI ............................................................................. 16
2.5.1 Pengertian............................................................................................. 16
2.5.2 Bagian Tulang dan Otot yang Berperan ............................................... 17
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi ................................................................. 19
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 20
3.1 VIGNETTE KASUS ................................................................................... 20
3.2 PROBLEM IDENTIFICATION ................................................................. 20

ii
3.3 HIPOTESIS (DIAGNOSIS SEMENTARA) .............................................. 20
3.4 MEKANISME............................................................................................. 21
3.5 LEARNING ISSUES .................................................................................... 21
BAB IV RINGKASAN ........................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email,
dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik, utamanya
disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Penyakit ini
ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat
menyebabkan nyeri.1
Karies dianggap sebagai penyakit multifaktorial, karena dua alasan utama.
Pertama, meskipun banyak penelitian, belum terbukti apakah itu disebabkan oleh
satu patogen tertentu atau oleh beberapa bakteri. Kedua, risiko terjadinya karies,
dan tingkat perkembangan penyakit, dipengaruhi oleh sejumlah besar faktor. Ini
membentuk hierarki di tingkat individu, perilaku, dan sosial:
1. Faktor individu: flora bakteri mulut; kelarutan mineral gigi; struktur
jaringan keras; laju dan komposisi aliran saliva.
2. Faktor perilaku: frekuensi konsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat yang dapat difermentasi; frekuensi dan efektivitas kebersihan
mulut; pola pemeriksaan gigi
3. Faktor sosial, seperti tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi,
mempengaruhi aspek perilaku individu yang mempengaruhi karies.
Kejadian karies pada anak sangat dipengaruhi oleh tingkat perawatan yang
diberikan oleh petugas yang merawatnya, terutama mengenai pola makan,
perhatian terhadap kebersihan mulut, dan kunjungan ke dokter gigi.
Gingiva pocket (pseudo atau false pocket atau relative pocket). Jenis pocket
ini dibentuk oleh pembesaran gingiva tanpa penghancuran jaringan jaringan
periodontal yang mendasarinya. Sulkus diperdalam karena peningkatan sebagian
besar gingiva terutama gingiva marjinal. Perubahan patologis terbatas pada

1
kompartemen gingiva. Pocket gingiva (relatif atau false) dibentuk oleh pembesaran
gingiva, tanpa kerusakan jaringan periodontal di bawahnya. Sulkus diperdalam
karena peningkatan sebagian besar gingiva.
Pocket gingiva terbentuk karena adanya pembesaran gingiva tanpa disertai
migrasi epithel cekat kearah apical. Pocket gingiva terjadi pada gingivitis atau pada
enlargement gingiva di mana tidak terjadi apical migration dari epitel junctional,
dengan demikian epithelium junction berada pada cemento enamel junction.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan-
pertanyaan yang akan menjadi pokok pembahasan dari makalah ini, yakni:
1. Apa pengertian karies?
2. Apa saja etiologi, klasifikasi, dan dampak dari karies?
3. Apa pengertian gingiva pocket?
4. Apa saja etiologi, klasifikasi, dan tanda gejala gingiva pocket?
5. Apa pengertian nyeri?
6. Apa saja jenis-jenis nyeri?
7. Apa pengertian dan fungsi ligamentum periodontal?
8. Apa pengertian dari proses mastikasi?
9. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses mastikasi?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas blok
Sistem Stomatognatik 1 adalah:
1. Mengetahui pengertian dari karies.
2. Mengetahui etiologi, klasifikasi, dan dampak dari karies.
3. Mengetahui pengertian dari gingiva pocket.
4. Mengetahui etiologi, klasifikasi, dan tanda gejala dari gingiva pocket.
5. Mengetahui pengertian nyeri.
6. Mengetahui jenis-jenis nyeri.
7. Mengetahui pengertian dan fungsi ligamentum periodontal.
8. Mengetahui pengertian dari proses mastikasi.
9. Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses mastikasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KARIES
2.1.1 Pengertian
Pada konferensi tahun 1948 tentang karies, karies gigi disebut sebagai
penyakit kalsifikasi jaringan gigi, yang disebabkan oleh asam yang didapatkan dari
aksi mikroorganisme di karbohidrat, ditandai dengan dekalsifikasi bagian
anorganik, diikuti oleh disintegrasi organik. substansi gigi. Lesi sebagian besar
terjadi pada daerah tertentu di gigi serta jenisnya ditentukan oleh sifat morfologi
jaringan tempat lesi tersebut timbul. WHO mendefinisikan karies sebagai proses
patologis posteruptif lokal yang berasal dari luar yang melibatkan pelunakan
jaringan keras gigi dan berlanjut ke pembentukan kavitas. Karies gigi, juga dikenal
sebagai kerusakan/gigi berlubang, adalah penyakit dimana proses bakteri merusak
struktur keras gigi (enamel, dentin dan sementum). Jaringan ini semakin rusak,
menghasilkan gigi berlubang (lubang di gigi). Ada beberapa definisi yang umum
digunakan:2
1. GV Black : Karies gigi didefinisikan sebagai pelarutan kimiawi garam
kalsium, pertama dari email kemudian dentin oleh asam laktat.
2. Shafer : Karies gigi didefinisikan sebagai penyakit mikroba ireversibel dari
jaringan kalsifikasi gigi yang ditandai dengan demineralisasi bagian
anorganik dan penghancuran zat organik gigi.
3. Kess and Ash : Karies gigi adalah penyakit yang melibatkan bagian keras
dari gigi yang terbuka di rongga mulut dan ditandai dengan disintegrasi
email, dentin dan sementum membentuk rongga terbuka.
4. Last: Karies gigi adalah penyakit akibat agen infeksi tertentu atau produk
toksiknya yang timbul melalui transmisi agen atau produknya dari orang,
hewan, atau reservoir yang terinfeksi ke pejamu yang rentan.
5. Selwitz: Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang dimulai dengan
pergeseran mikrobiologis dalam biofilm kompleks dan dipengaruhi oleh

3
aliran dan komposisi saliva, paparan fluoride, konsumsi gula makanan dan
oleh perilaku pencegahan (membersihkan gigi). Namun, ini terutama
merupakan penyakit yang berasal dari zaman kuno dan juga terjadi pada
populasi yang tidak pernah menggunakan gula atau makanan olahan.
2.1.2 Etiologi
Etiologi karies gigi tidak diragukan lagi merupakan persoalan kompleks
yang rumit oleh banyak faktor langsung dan tidak langsung. banyak teori sudah
berkembang selama bertahun-tahun; tetapi, tidak ada satu teori pun yang bisa
menjelaskan etiologi yang pasti. Teori-teori yang menjelaskan etiologi keries
yaitu:2
1. Teori Humoral
Hippocrates (400 SM) dan Galen (130 M) berpandangan bahwa karies
ditimbulkan oleh patologi humoral dan berpendapat bahwa keadaan
kesehatan atau penyakit tertentu dipengaruhi oleh jumlah relatif humor,
yaitu. darah, dahak, empedu kuning dan empedu hitam. Menurutnya, karies
gigi dihasilkan oleh aksi internal asam dan zat korosif. Ketidakseimbangan
pada humor ini menghasilkan proses penyakit
2. Teori Peradangan
John Hunter (1778) dan Thomas Bell (1831) berpendapat bahwa kerusakan
gigi ditimbulkan oleh peradangan internal. Itu terus diadvokasi oleh dokter-
dokter terkemuka di masa itu. tetapi, W.D. Miller menunjukkan bahwa tidak
mungkin menghasilkan proses inflamasi pada struktur keras gigi. dia
menunjukkan bahwa mengisi foil emas mungkin membuat proses inflamasi
akut di tulang atau jaringan lain, namun tidak akan mempengaruhi gigi.
Proses inflamasi menjadi penyebab kerusakan gigi tidak bisa dibuktikan
serta dibuang.
3. Teori Asidogenik/Teori Kimiaparasit
Berdasarkan teori ini karies disebabkan oleh asam yg dihasilkan oleh
mikroorganisme rongga mulut. 2 faktor utama yang dikenali pada proses
karies yaitu kuantitas & kualitas karbohidrat dan mikroorganisme rongga
mulut yg menghasilkan asam.

4
4. Teori Lingkungan dan Nutrisi
Ditetapkan bahwa vitamin serta mineral yg tersedia dalam nutrisi
memainkan peran penting pada perkembangan gigi. Ketersediaan vitamin
dan mineral ini secara terus menerus juga mempengaruhi disintegrasi dan
disolusi email. Beberapa penulis berpandangan bahwa hanya faktor
lingkungan yang berperan pada inisiasi serta perkembangan karies,
sedangkan vitamin/mineral hanya mempengaruhi selama perkembangan
jaringan gigi. Jaringan gigi yang berubah mungkin menjadi rentan terhadap
karies.
5. Teori Genetika
Karies telah ditetapkan sebagai penyakit multifaktorial, dipengaruhi oleh
aksi dan interaksi faktor genetik, lingkungan, serta perilaku. Aspek genetik
dari inang mempengaruhi faktor-faktor seperti respon imun inang, dampak
komponen saliva serta kebiasaan diet yang mempengaruhi sifat substrat
yang tersedia di mana organisme kariogenik tumbuh dan berkembang biak.
banyak penulis telah mengkonfirmasi peran genetika dalam kerentanan
karies.
6. Teori Levine
Faktor yang berhubungan dengan inisiasi serta progresi karies dibagi
menjadi 2 grup: pertama faktor yang mengatur ketahanan permukaan gigi
terhadap serangan asam serta kedua faktor yang memilih sumber dan
potensi pembentukan asam.
Faktor yang mengatur resistensi permukaan gigi.
• Morfologi gigi.
• Struktur mikro dan komposisi email.
• Aberasi di anatomi email.
Faktor yang mengatur produksi asam.
• Flora mulut yang menghasilkan plak dan asam.
• Diet berpotensi mengundang mikroorganisme kariogenik.
• Peredaran, viskositas dan kapasitas buffer saliva.
7. Konsep keseimbangan Karies

5
Featherstone (1999) mengusulkan 'konsep keseimbangan karies' dan
berpendapat bahwa karies merupakan akibat dari gangguan keseimbangan
antara patologis dan faktor pelindung. Karies berkembang apabila faktor
patologis melebihi faktor protektif.
Faktor patologisnya adalah:
• Mikroorganisme kariogenik/asidogenik.
• Kualitas karbohidrat yang bisa difermentasi.
• Frekuensi asupan karbohidrat dan pembersihannya.
• Kandungan mineral serta aliran air liur yang tidak memadai.
Faktor protektif adalah:
• Kandungan mineral serta aliran saliva yang cukup.
• Pasokan fluorida dari sumber ekstrinsik (fluoride, bersama dengan saliva)
kalsium dan fosfat menyediakan bahan untuk remineralisasi).
• Penggunaan antiplak yang efektif.
2.1.3 Klasifikasi Karies
1. Berdasarkan Lokasi
a. Karies pit dan fissure.
b. Karies permukaan halus.
c. Karies permukaan akar.
2. Berdasarkan Kecepatan Karies
a. Karies gigi akut.
b. Karies gigi kronis.
c. Karies gigi yang ditangkap.
3. Berdasarkan Jumlah Permukaan yang Terlibat
a. Karies sederhana: Karies yang hanya mengenai satu permukaan
gigi.
b. Karies majemuk: Karies yang melibatkan dua permukaan gigi.
c. Karies kompleks: Karies yang melibatkan tiga atau lebih permukaan
gigi.
4. Berdasarkan Usia Pasien

6
a. Nursing bottle caries: Selama masa bayi awal, bayi yang diberi susu
botol mengembangkan karies yang menyebar dengan cepat biasanya
pada gigi seri rahang atas.
b. Karies remaja: Karies terlihat pada populasi remaja karena
kebiasaan diet.
c. Karies akar: Karies sementum, terlihat pada pasien usia lanjut.
5. Berdasarkan Desain Perawatan dan Restoratif (GV Black)
a. Kelas I: Karies pada cacat struktural gigi seperti pit dan fisur dan
beberapa cacat alur dan permukaan oklusal gigi geraham dan
premolar, oklusal 2/3 permukaan bukal dan lingual gigi geraham dan
permukaan lingual gigi anterior.
b. Kelas II: Karies pada permukaan proksimal molar dan premolar.
c. Kelas III: Karies pada permukaan proksimal gigi anterior tanpa
melibatkan tepi insisal.
d. Kelas IV: Karies pada permukaan proksimal gigi anterior dengan
keterlibatan tepi insisal.
e. Kelas V: Karies terlihat pada sepertiga gingiva dari permukaan fasial
dan lingual gigi anterior dan posterior.
f. Kelas VI: Karies terlihat pada tepi insisal dan ujung cuspal molar
dan premolar, sudut aksial gigi atau permukaan yang sangat mudah
dibersihkan.
6. Klasifikasi menurut GJ Mount
Lesi karies terjadi di tiga lokasi utama dan memiliki empat ukuran yang
berbeda:3
a. Situs 1: Pit dan fisura, defek email pada permukaan oklusal gigi
posterior atau permukaan halus lainnya.
b. Situs 2: Enamel aproksimal dalam kaitannya dengan area yang
berkontak dengan gigi yang berdekatan.
c. Situs 3: Sepertiga servikal mahkota atau setelah resesi gingiva, akar
yang terbuka.
7. Sistem Klasifikasi Karies ADA

7
American Dental Association Caries Classification System (ADA-
CCS) mengkategorikan luas lesi karies sebagai awal, sedang dan berat
berdasarkan temuan klinis mengenai perkembangan lesi. ADA-CCS juga
telah mengkarakterisasi tempat asal lesi sebagai pit dan fissure, proksimal,
permukaan servikal/halus dan karies akar.3
a. Karies awal, didefinisikan sebagai lesi yang tampak tanpa kavitas
atau mikro kavitas yang terbatas pada email.
b. Karies sedang, menunjukkan kerusakan email dengan dentin karies
non-kavitas atau hilangnya sementum akar dengan dentin karies
non-kavitas.
c. Karies parah adalah lesi yang meluas ke dentin.
d. Karies pit dan fisura, mengacu pada karies anatomis pit dan fisura
semua gigi.
e. Karies proksimal, mengacu pada karies di dekat area kontak
permukaan gigi yang berdekatan (mungkin gigi apapun).
f. Karies servikal/permukaan halus, mengacu pada karies di area
servikal atau permukaan email halus lainnya dari mahkota anatomis
(mungkin ada di mana saja di sekitar lingkar penuh gigi).
g. Karies permukaan akar, mengacu pada karies pada permukaan akar
(apikal dari mahkota anatomis).

2.1.4 Dampak Penyakit


Jika karies gigi tidak diobati untuk waktu yang lebih lama, dapat
menyebabkan beberapa komplikasi berdasarkan sifat lesi karies. Mulai dari lesi
white spot kecil yang tidak aktif, dapat menyebabkan osteomielitis. Karies gigi
melalui berbagai tahap dan perkembangannya tergantung pada respon host dan
kronisitas lesi. Jika respon imun host lemah, karies gigi dapat menyebabkan
inflamasi pulpa yang menyebabkan; periodontitis apikal, abses periapikal,
granuloma periapikal, kista periapikal, selulitis, abses, periostitis, dan
osteomielitis.4

8
Karies gigi tidak mengancam jiwa, tetapi jika infeksi menyebar melalui
bidang wajah, pasien berada pada peningkatan risiko sepsis, kompromi saluran
napas (angina Ludwig), dan infeksi odontogenik, yang dalam satu penelitian
menyumbang 49,1% kasus abses leher dalam.5

2.2 POKET RELATIVE


2.2.1 Pengertian
Gingiva pocket (pseudo atau false pocket atau relative pocket). Jenis pocket
ini dibentuk oleh pembesaran gingiva tanpa penghancuran jaringan jaringan
periodontal yang mendasarinya. Sulkus diperdalam karena peningkatan sebagian
besar gingiva terutama gingiva marjinal. Perubahan patologis terbatas pada
kompartemen gingiva. Pocket gingiva (relatif atau false) dibentuk oleh pembesaran
gingiva, tanpa kerusakan jaringan periodontal di bawahnya. Sulkus diperdalam
karena peningkatan sebagian besar gingiva.6
Pocket gingiva terbentuk karena adanya pembesaran gingiva tanpa disertai
migrasi epithel cekat kearah apical. Pocket gingiva terjadi pada gingivitis atau pada
enlargement gingiva di mana tidak terjadi apical migration dari epitel junctional,
dengan demikian epithelium junction berada pada cemento enamel junction.
Penambahan kedalaman sulkus karena adanya pembesaran/peningkatan ketinggian
dari margin gingiva tanpa ada kerusakan dasar sulkus. Kedalaman klinis sulkus ini
melebihi 3mm dianggap sebagai pendalaman patologis yang disebut poket
periodontal. Permukaan bagian dalam suklus yang menghadap gigi dilapisi oleh
epitel sulcular, yang biasanya tidak berkeratin.6
2.2.2 Etiologi dan Tanda Gejala
Ruang terbuka yang abnormal dan letaknya antara gigi dan gingiva.
Disebabkan oleh resesi gingiva atau hilangnya perlekatan epitel. Gejala nya antara
lain:7
1. Marginal gingiva merah kebiruan, membesar, tepi menggulung dan terpisah
dari permukaan gigi
2. Zona vertikal biru kemerahan meluas dari gingiva margin ke attached
gingiva bahkan kadang-kadang sampai ke mukosa alveolar.

9
3. Sampai putusnya dalam kontinuitas faciolingual dari interdental gingiva
4. Gingiva edema, perubahan warna mengkilap, hal ini berkaitan dengan
permukaan akar yang terbuka.
5. Adanya perdarahan gingiva, keluarnya eksudat purulen bila di tekan dari
arah lateral
6. Keluarnya ekudat purulen bila ditekan dari arajh lateral kehilangan , extrusi
dan migrasi gigi
7. Diastema dimana tidak ada sebelumnya
2.2.3 Klasifikasi
1. Poket gingiva (relative/ false poket): poket yang terbentuk karena
pembesaran gingiva tanpa kerusakan jaringan periodontal dibawahnya.
2. Poket periodontal adalah pendalaman sulkus gingiva yang bersifat
patologis. Poket periodontal merupakan gambaran klinis penyakit
periodontal. Poket periodontal terjadi akibat kerusakan serabut kolagen
ligamen periodontal dan diperiksa menggunakan probe periodontal. Poket
periodontal dibagi menjadi 2 yaitu poket supraboni dan poket infraboni.
Poket infraboni adalah poket dengan dasar poket terletak di apikal puncak
tulang alveolar. Dinding lateral poket terletak diantara permukaan gigi dan
tulang alveolar.8

2.3 NYERI
2.3.1 Nyeri Menurut Perdosi dan Field
Menurut Internasional Association for the study of PAIN (IASP), nyeri ialah
suatu pengalaman sensorik atau emosional yang tidak nyaman yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial ada atau yang digambarkan
seperti kerusakan tersebut. Dalam praktek, nyeri ialah apa yang dikatakan atau
digambarkan oleh pasien sebagai nyeri, maka itulah nyeri. Nyeri akut adalah suatu
reaksi adaptive yang berguna untuk menjaga keutuhan jaringan, sedangkan nyeri
kronik merupakan suatu fenomena yang berbeda karena disini nyeri telah
kehilangan tujuan utamanya untuk memberikan peringatan. Dikategorikan nyeri

10
kronik bila nyeri terasa melampaui batas penyembuhan normal (batas waktu
bervariasi). Ada empat tahap jalur nyeri menurut Field, yaitu: 9,10
1) Tranduksi
Transduksi terjadi ketika kerusakan jaringan, seperti paku yang menusuk
kaki, luka dari pisau bedah, atau proses infeksi, diubah menjadi potensial
aksi di neuron aferen primer. Ketika ada kerusakan jaringan potensial atau
aktual, zat seperti prostaglandin diproduksi. Mediator inflamasi ini baik
secara langsung merangsang nosiseptor (reseptor nyeri di jaringan) atau
membuat nosiseptor peka untuk lebih siap menerima stimulus berbahaya.
2) Transmisi
Perambatan sinyal listrik dari saraf ke otak. Sinyal sebagai potensial aksi
berjalan ke atas akson aferen primer karena disebarkan oleh pencapaian
potensial ambang yang terus menerus karena pembukaan saluran Na+
gerbang tegangan ke hulu (disebut konduksi saltatori).
3) Modulasi
Modulasi nyeri mengacu pada proses di mana tubuh mengubah sinyal nyeri
saat ditransmisikan sepanjang jalur nyeri dan menjelaskan, setidaknya
sebagian, mengapa respons individu terhadap stimulus nyeri yang sama
terkadang berbeda.
4) Persepsi
Persepsi: Otak menafsirkan sinyal dan menghasilkan "Nyeri". Persepsi
terjadi ketika sinyal nosiseptif diterima oleh korteks yang terlibat di dalam
otak. Individu menjadi sadar terhadap trauma dan respons emosional dan
motorik dimulai. Itu telah mencapai kesadaran dan sekarang bergerak dari
nosisepsi ke rasa sakit (nyeri)
2.3.2 Jenis-jenis nyeri
Berdasarkan waktu nyeri dapat dibagi atas nyeri akut dan nyeri kronik.
Nyeri akut merupakan respon biologis normal terhadap cedera jaringan dan
merupakan sinyal terhadap adanya kerusakan jaringan misalnya nyeri pasca
operasi, dan nyeri pasca trauma muskuloskeletal. Nyeri tipe ini sebenarnya
merupakan mekanisme proteksi tubuh yang akan berlanjut pada proses

11
penyembuhan. Nyeri akut merupakan gejala yang harus diatasi atau penyebabnya
harus dieliminasi. Nyeri sub akut (1 – 6 bulan) merupakan fase transisi dimana nyeri
yang ditimbulkan kerusakan jaringan diperberat oleh konsekuensi problem
psikologis dan sosial. Nyeri kronis yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri tipe
ini sering kali tidak menunjukkan abnormalitas baik dari fisik maupun indikator-
indikator klinis lain seperti laboratorik maupun pencitraan. Keseimbangan
kontribusi faktor fisik dan psikososial dapat berbeda-beda dan menyebabkan respon
emosional yang berbeda pula antar individu yang satu dengan lainnya.11
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua, yaitu nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi
organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses penyembuhan dari
cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf atau
akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu
penyakit.11
Ada 4 jenis nyeri yaitu :
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus
karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada
stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan
adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital.
Contoh: nyeri pada operasi, dan nyeri akibat tusukan jarum.
2) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan
kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas
kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer
(seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati

12
lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medula
spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
4) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnormalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh
respon abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus
sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini
yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada
non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa
pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal
atau hiperesponsif .

2.4 LIGAMEN PERIODONTAL


2.4.1 Pengertian dan Fungsi
Ligamen periodontal terdiri dari jaringan ikat vaskular kompleks dan sangat
seluler yang mengelilingi akar gigi dan menghubungkannya ke dinding bagian
dalam tulang alveolar. Ligamentum periodontal telah dijelaskan dengan banyak
istilah. Diantaranya adalah desmodont, gomphosis, pericementum, ligamentum
alveolodental dan membran periodontal. Karena ini adalah jaringan ikat lunak yang
memberikan kontinuitas antara dua jaringan ikat termineralisasi, istilah ligamen
periodontal tampaknya lebih tepat. Dalam arah koronal, ligamentum periodontal
bersambung dengan lamina propria gingiva dan berkomunikasi dengan ruang
sumsum tulang alveolar melalui kanal Volkmann.12
Lebar rata-rata ruang ligamen periodontal tercatat sekitar 0,2 mm tetapi
terdapat variasi yang cukup besar. Meskipun keadaannya fibrous, ligamen
periodontal merupakan struktur seluler yang mempunyai beragam fungsi yang
penting bagi kesehatan alat mastikasi (pengunyahan) dalam jangka panjang. 13

Fungsi ligamen periodontal ialah:13


1. Fungsi fisikal atau suportif (merupakan fungsi utama)
• Menghantarkan tekanan oklusal ke tulang alveolar.

13
• Melekatkan gigi ke tulang alveolar.
• Mempertahankan hubungan jaringan gingiva ke gigi.
• Menahan dampak tekanan oklusal (shock absorption).
• Sebagai wadah jaringan lunak yang melindungi pembuluh darah dan
saraf dari cedera akibat tekanan mekanis
2. Fungsi formatif atau remodeling.
Sel dari ligamentum periodontal memiliki kapasitas untuk mengontrol
sintesis dan resorpsi dari sementum, ligamentum dan tulang alveolar.
Ligamentum periodontal mengalami renovasi konstan; sel dan serat lama
dipecah dan diganti dengan yang baru.
3. Fungsi Gizi dan Sensorik
Ligamentum periodontal memiliki suplai vaskuler yang kaya, ia
memberikan nutrisi ke sementum, tulang dan gingiva. Ligamen periodontal
disuplai oleh serabut saraf yang dapat mengirimkan sensasi sentuhan,
tekanan, dan nyeri ke pusat yang lebih tinggi. Bundel saraf mengikuti
jalannya pembuluh darah dan memasuki ligamen periodontal dari daerah
periapikal melalui saluran dari tulang alveolar. Bundel ini terbagi menjadi
serat mielin tunggal, yang kemudian kehilangan selubung mielinnya dan
berakhir di salah satu dari empat jenis terminasi saraf. Ujung bebas,
membawa sensasi nyeri:
a. Mekanoreseptor mirip Ruffini yang terletak di area apikal.
b. Sel-sel Meissner juga terletak pada mekanoreseptor terutama di
wilayah mid-root.
c. Ujung tekanan dan getaran seperti spindel, terletak terutama di
puncak. Sensasi nyeri ditularkan oleh saraf berdiameter kecil, suhu
dengan tipe menengah, tekanan oleh serat mielin besar.
2.4.2 Sel-sel Pembentuk Ligamen Periodontal
Ligamen periodontal memiliki komponen sel yang sangat penting yang
menjadikan ligamen periodontal dapat berfungsi dengan baik. Ada beberapa jenis
sel yang telah berhasil diidentifikasi dari ligamen periodontal, antara lain: sel
jaringan ikat, sel epitel rest dan sel imun.14

14
- Sel Jaringan Ikat: berisi fibroblast, sementoblas, dan osteoblas. Sel
fibroblast, selain mensintesa kolagen juga melakukan proses
fagositosis untuk serat kolagen lama dan didegradasi oleh enzim
hidrolisis. Sementoblas dan osteoblas, seperti halnya osteoklas dan
odontoklas, juga terdapat pada sementum dan permukaan tulang pada
ligamen periodontal.
- Sel Epitel Rest of Malassez membentuk kisi-kisi dari ligamen
periodontal dan didistribusikan dekat dengan sementum sepanjang
ligamen periodontal pada gigi. Jumlahnya paling banyak pada daerah
apikal dan servikal.
- Sel imun termasuk neutrophil, limfosit, makrofag, mast sel, dan
eosinofil.
Semua sel tersebut bergabung pada elemen neurovaskuler seperti halnya pada
jaringan ikat lainnya.

2.4.3 Pelebaran Ligamen Periodontal


Seluruh ligamen periodontal terdiri dari banyak bundel serat kolagen, yang
menempelkan sementum dari akar gigi ke soket tulang alveolar. Ini serat, dari
puncak alveolar ke puncak, termasuk alveolar serat puncak, serat horizontal,
miring, dan apikal Serat gingiva bebas menempelkan gingiva bebas ke sementum.
Kelompok keenam, serat transseptal, tidak terlihat pada karena mereka berjalan
langsung dari akar (cementum) satu gigi ke sementum dari gigi yang berdekatan
pada tingkat antara gingiva bebas dan serat puncak alveolar. Ligamentum
periodontal, terutama serat oblik, memberikan sebagian besar dukungan untuk gigi
dan resistensi untuk kekuatan seperti yang ditemui selama mengunyah
(pengunyahan). Ligamentum ini merupakan struktur yang dapat bertahan, dalam
kesehatan, mampu beradaptasi dan remodeling. Tingkat tulang yang sehat dapat
dinilai dengan baik pada radiografi. bahwa, dalam kesehatan, tingkat tulang
alveolar interproksimal adalah 1 sampai 2 mm apikal ke tingkat CEJ s dari gigi yang
berdekatan.15

15
Ligamen periodontal merupakan jaringan yang terdiri dari serat kolagen
yang menutupi dan melekatkan akar gigi terhadap tulang alveoler. Ligamen
periodontal juga terdiri dari syaraf dan serabut pembuluh darah yang kompleks.
Dengan terjadinya peningkatan aktivitas kolagenolisis dan vasodilatasi akibat dari
respons peradangan, ligamen periodontal yang terdiri dari pembuluh darah yang
kompleks akan mengalami pelebaran. Hasil gambaran radiografi dari pelebaran
ligamen periodontal terlihat sebagai garis radiolusen yang mengelilingi akar gigi
seperti pada hasil gambaran radiografi gigi sampel T001 dan T002 . Dilakukan
perhitungan nilai rataan/mean dan simpangan baku dari hasil pengukuran tebal
ligamen periodontal tebal ligamen periodontal dalam kondisi normal adalah
sebesar 0,25 mm. Dari hasil perhitungan nilai rataan/mean, dapat dinyatakan bahwa
sampel yang digunakan secara umum tidak mengalami pelebaran ligamen
periodontal karena nilai rataan/mean yang didapatkan kurang dari 0,25 mm.15

2.5 PROSES MASTIKASI


2.5.1 Pengertian
Mastikasi adalah suatu kompleksibilitas dari neuromuskular dengan
bantuan seluruh fungsi rahang atas, rahang bawah, bersama-sama dengan
tempromandibular, lidah, muskular sircumolar, otot-otot mastikasi, dan gigi dalam
membantu proses penghancuran makanan secara mekanik yang bertujuan
membentuk bolus kecil sehingga mempermudah proses penelanan. 16
Fungsi mastikasi yaitu memotong dan menggiling makanan, membantu
mencerna selulosa, memperluas permukaan, merangsang sekresi saliva,
mencampur makanan dengan saliva, melindungi mukosa, dan memengaruhi
pertumbuhan jaringan rongga mulut.Komponen mastikasi terdiri dari gigi geligi,
sendi temporomandibula, sistem saraf dan otot kunyah, dengan tahap yang terjadi
yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup mandibula, dan tahap
berkontaknya gigi antagonis dengan gigi lain atau kontak gigi dengan makanan.
Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadium antara lain: stadium volunter
dimana makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong keatas dan belakang

16
pada palatum lalu masuk ke faring. Selanjutnya pada stadium faringeal bolus pada
mulut masuk ke faring dan merangsang reseptor sehingga timbul refleks-refleks
antara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor faring sehingga
nafas berhenti sejenak. Kemudian pada stadium oesophangeal terjadi gelombang
peristaltik primer merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik faring dan
gelombang peristaltik sekunder yang berasal dari dinding oesophagus sendiri.
Proses ini sekitar 0,5-1 detik yang tidak dipengaruhi oleh kemauan. Setelah melalui
proses ini makanan siap untuk ditelan.16
2.5.2 Bagian Tulang dan Otot yang Berperan
Otot pengunyahan adalah sekelompok otot yang bertanggung jawab untuk
gerakan mengunyah rahang bawah pada sendi temporomandibular (TMJ), otot ini
meningkatkan proses makan, membantu dalam penggilingan makanan, dan juga
berfungsi untuk mendekati gigi rahang bawah dengan gigi rahang atas. Empat otot
utama pengunyahan berasal dari permukaan tengkorak dan melekat pada rami
mandibula di TMJ. Gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tersebut adalah elevasi,
depresi, penonjolan, retraksi, dan gerakan ke samping. 17 Tiga dari otot utama
bertanggung jawab untuk adduksi mandibula dan satu membantu dalam abduksi
mandibula. Otot pengunyahan dapat dibedakan menjadi otot primer dan otot
sekunder:
Otot-otot utama meliputi, masseter, temporal, pterygoid lateral, dan pterygoid
medial. Sedangkan otot-otot sekunder atau aksesori, meliputi buccinator, otot
suprahyoid (otot digastrik, otot mylohyoid, dan otot geniohyoid), otot infrahyoid
(otot sternohyoid, sternothyroid, thyrohyoid, dan omohyoid). 18
a) Otot masseter adalah salah satu otot pengunyahan. Masseter adalah otot
segi empat superfisial yang kuat yang berasal dari arkus zigomatikus dan
berinsersi di sepanjang sudut dan permukaan lateral ramus mandibula.
Masseter terutama bertanggung jawab untuk elevasi mandibula dan
beberapa protraksi mandibula. Ia menerima persarafan motoriknya dari
divisi mandibula nervus trigeminal. Suplai darah terutama dari arteri
masseter, cabang dari arteri maksilaris interna.

17
b) Otot temporalis adalah otot tipis berbentuk kipas yang terletak di dalam
fossa temporal tengkorak. Seiring dengan otot pterygoid medial, pterygoid
lateral dan masseter, itu termasuk dalam kelompok otot pengunyahan. Otot
temporalis berjalan secara superfisial, dari tulang temporal ke prosesus
koronoideus mandibula. Fungsi utama otot ini adalah untuk menghasilkan
gerakan mandibula pada sendi temporomandibular dan dengan demikian
memfasilitasi tindakan pengunyahan. Bagian anteriornya menggerakkan
mandibula ke arah dorsokranial (elevasi) sedangkan serabut posteriornya
menarik mandibula ke arah posterior (retrusi).
c) Otot pterigoid adalah dua dari empat otot pengunyahan, terletak di fossa
infratemporal tengkorak. Otot-otot ini terbagi menjadi dua pterygoid lateral
dan pterygoid medial. Fungsi utama otot pterigoid adalah untuk
menghasilkan gerakan mandibula pada sendi temporomandibular. Kedua
otot tersebut dipersarafi oleh cabang-cabang divisi mandibula dari nervus
trigeminal (CN V3), dan menerima suplai darah dari cabang-cabang arteri
maksilaris.
d) Otot suprahyoid adalah sekelompok empat otot yang terletak di atas tulang
hyoid leher. Otot-otot ini semua bertindak untuk mengangkat tulang hyoid
suatu tindakan yang terlibat dalam menelan. Suplai arteri ke otot-otot ini
adalah melalui cabang arteri wajah, arteri oksipital, dan arteri lingual.
e) Otot infrahyoid adalah sekelompok empat otot yang terletak di inferior
tulang hyoid di leher. Otot-otot ini dapat dibagi menjadi dua kelompok:
• Otot-otot omohyoid dan sternohyoid bidang superfisial. Otot
sternotiroid dan otot tirohyoid bidang dalam. Suplai arteri ke otot
infrahyoid adalah melalui arteri tiroid superior dan inferior, dengan
drainase vena melalui vena yang sesuai.
Tulang yang berperan penting dalam pengunyahan adalah rahang atas
(maxilla) dan rahang bawah (mandibula) dan palate membatasi bagian bawah
rahang atas. Kesenjangan antara palate dan mandibula mendefinisikan rongga
mulut. Mandibula dan maksila bergabung bersama melalui artikulasi
temporomandibular.19

18
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas mengunyah terutama
adalah jumlah gigi. Kehilangan gigi dapat mengganggu fungsi pengunyahan, pada
kehilangan gigi pada posterior seperti molar, cenderung kehilangan kontak gigi dan
gangguan pada otot pengunyahan yang dapat mengakibatkan gangguan pada TMJ
(Temporomandibular Join). Kehilangan gigi yang tidak segera diganti,selain akan
mengganggu fungsi pengunyahan, lambat laun dapat menyebabkan resorpsi tulang
alveolar. Faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengunyahan adalah kelainan
sendi rahang (Temporomandibular Disorder) atau TMD, Kelainan sendi rahang
merupakan suatu istilah yang menggambarkan keadaan sakit, kelainan, disfungsi
komponen pengunyahan atau mastikasi yang terdiri dari otot, tulang, persendian
temporomandibular serta persarafan.20

19
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 VIGNETTE KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 17 tahun datang ke klinik pendidikan RSGM
Moestopo dengan keluhan gigi belakang bawah kanan sering terasa sakit. Sakit
kadang-kadang timbul tiba-tiba tanpa ada rangsang. Jika terkena rangsangan dingin
sakitnya berlangsung lama, walaupun rangsang sudah dihentikan. Selain itu pasien
juga mengeluhkan pada gigi 36 sering kemasukan makanan, dan terasa sakit apabila
dipakai mengunyah. Pada pemeriksaan intraoral, tampak gigi 46 mengalami karies
di oklusal cukup dalam, gigi 36 terdapat tambalan komposit di daerah distal, titik
kontak loss, dan terdapat poket relative di daerah distal 3 mm, serta resesi 1 mm di
distal gigi 36. Pemeriksaan radiograf terlihat gigi 46 karies mencapai pulpa,
Perkusi dan palpasi negatif. Gigi 36 tambalan overhanging disertai pelebaran
l.igamentum periodontal Dokter gigi menjelaskan bahwa dengan adanya kondisi
ini, maka pasien akan mengalami gangguan pada proses mastikasi.

3.2 PROBLEM IDENTIFICATION


1) Jika terkena rangsangan dingin sakitnya berlangsung lama, walaupun
rangsang sudah dihentikan.
2) Sakit kadang-kadang timbul tiba-tiba tanpa ada rangsang.
3) Gigi belakang bawah kanan sering terasa sakit.
4) Gigi 36 sering kemasukan makanan dan terasa sakit apabila mengunyah
5) Gigi 46 mengalami karies di oklusal cukup dalam, gigi 36 terdapat
tambahal komposit di daerah distal, titik kontak loss,dan terdapat poket
relatif di daerah distal 3mm,serta resesi 1mm di distal gigi 36.

3.3 HIPOTESIS (DIAGNOSIS SEMENTARA)


1. Pulpitis Irreversible
2. Periodontitis

20
3.4 MEKANISME

3.5 LEARNING ISSUES


- Jelaskan apa pengaruh overhanging terhadap kelainan jaringan
periodontal?

21
jawab: Terjadinya overhanging restorasi dipandang sebagai salah satu
faktor yang berkontribusi menyebabkan gingivitis dan kehilangan
perlekatan jaringan periodontal. Hubungan overhanging dengan keparahan
kerusakan periodontal berdasarkan hasil evaluasi radiografi terhadap 100
gigi tanpa overhanging dan 100 gigi yang mengalami overhanging
didapatkan bahwa kerusakan tulang lebih besar terjadi pada gigi yang
overhanging. Keparahan terjadinya kehilangan tulang berbanding lurus
dengan keparahan overhanging. Ketika overhanging terjadi dan posisi gigi
tersebut berdekatan dengan gigi tetangga, overhanging secara signifikan
dapat mempengaruhi status periodontal gigi-gigi tersebut. Dengan demikian
overhanging tidak hanya menyebabkan akumulasi plak namun juga
meningkatkan kelainan periodontal tertentu.21
- Bagaimana terbentuknya poket?
jawab: Poket diklasifikasikan menjadi dua yaitu poket gingiva dan paket
periodontal. Poket gingiva atau pseudo- poket terbentuk akibat adanya
pembesaran gingiva akibat Hiperplasia Adema maupun obat obatan atau
hormon tanpa adanya destruksi jaringan Periodontal dibawahnya. Poket
periodontal merupakan pendalaman siklus secara patologis yang sudah
melibatkan kerusakan jaringan periodontall pendukung gigi. Poket
periodontal terbagi menjadi dua jenis yaitu poket Supraboni dan Phuket
infraboni poket supraboni merupakan kondisi di mana dasar poket terbentuk
dari lebih koronal dari tulang alveolar sedangkan poket infrabnm oni
merupakan kondisi di mana dasar poket berada di apikal tulang alveolar. 22
Poket gingiva terbentuk karena adanya pembesaran gingiva tanpa disertai
migrasi epithel cekat kearah apikal. Poket gingiva terjadi pada gingivitis
atau pada enlargement gingiva di mana tidak terjadi apical migration dari
epithelium junctional, dengan demikian epithelium junction berada pada
Cemento Enamel Junction. Penambahan kedalaman sulkus karena adanya
pembesaran/ peningkatan ketinggian dari margin gingiva tapa ada
kerusakan dasar sulkus. Kedalaman klinis sulkus ini melebihi 3 mm
dianggap sebagai pendalaman patologis yang disebut poket periodontal.

22
Permukaan bagian dalam sulkus yang menghadap gigi dilapisi oleh epitel
sulkular, yang biasanya tidak berkeratin. 23
- Apa saja yang mempengaruhi proses mastikasi?
Jawab : Mastikasi bertujuan untuk memproses makanan menjadi bolus
yang mudah untuk ditelan dan membantu dalam proses penyerapan nutrisi
ke dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi dasar dalam tubuh.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mastikasi diantaranya:24
1) kekuatan mastikasi
2) aktivitas otot mastikasi,
3) laju alir saliva.
4) Faktor tersebut dapat dikaitkan dengan usia. usia bukan merupakan
Faktor resiko yang secara langsung menyebabkan penurunan kemampuan
mastikasi, tetapi menjadi faktor yang mempengaruhi kekuatan mastikasi
dan laju alir saliva, yang keduanya menurun seiring bertambahnya usia.
Mastikasi adalah proses penghancuran makanan secara mekanik yang
bertujuan menghancurkan, menggiling dan mencampur makanan dengan
saliva, sehingga akhirnya terbentuk bolus makanan kecil yang dapat
mempermudah proses penelanan. Adapun pengaruh proses mastika yaitu
Penurunan produksi aliran saliva dan berkurangnya densitas mineral tulang
rahang dapat mempengaruhi sistem mastikasi. Sekresi saliva yang menurun
menyebabkan kondisi rongga mulut menjadi kering sehingga pergerakan
makanan terhambat dan mastikasi sulit untuk dilakukan. Tulang rahang
dengan densitas mineral yang menurun tidak dapat menerima beban
mastikasi secara penuh sehingga dapat mempengaruhi kemampuan
mastikasi. 25
Jumlah gigi yang ada di rongga mulut merupakan indikator yang penting
untuk efisiensi pengunyahan. jumlah gigi didalam rongga mulut dibawah 20
gigi akan mengalami gangguan fungsi dan kinerja mastikasi. Pada lansia
fungsi mastikasi berhubungan dengan atrofi otot, adanya penurunan
ketebalan otot masseter pada seseorang yang kehilangan gigi menyebabkan
penurunan kekuatan gigitan dan pada pengguna gigi tiruan penuh akan

23
mengalami kesulitan mengunyah makanan keras. Kondisi ini secara
substansial dapat mempengaruhi keinginan untuk menggigit, mengunyah,
menelan dan menyebabkan modifikasi pilihan makanan sehingga
berdampak terhadap kualitas hidup seseorang.25
- Jelaskan Gate control theory!
Jawab : Gate Control Theory merupakan model modulasi nyeri yang
populer. Teori ini menyatakan eksistensi dari kemampuan endogen untuk
mengurangi dan meningkatkan derajat perasaan nyeri melalui modulasi
impuls yang masuk pada kornu dorsalis melalui “gate” (gerbang).
Berdasarkan sinyal dari sistem asendens dan desendens maka input akan
ditimbang. Integrasi semua input dari neuron sensorik, yaitu pada level
medulla spinalis yang sesuai, dan ketentuan apakah gate akan menutup atau
membuka, akan meningkatkan atau mengurangi intensitas nyeri asendens.
Gate Control Theory ini mengakomodir variabel psikologis dalam persepsi
nyeri, termasuk motivasi untuk bebas dari nyeri, dan peranan pikiran, emosi,
dan reaksi stress dalam meningkatkan atau menurunkan sensasi nyeri.
Melalui model ini, dapat dimengerti bahwa nyeri dapat dikontrol oleh
manipulasi farmakologis maupun intervensi psikologis.26
- Mengapa pelebaran ligamentum periodontal berpengaruh terhadap
proses mastikasi?
Jawab : Bagian terpenting dari ligamen periodontal yang berfungsi untuk
menahan gaya kunyah adalah serat-serat (fiber). Ligamen periodontal juga
mengandung serabut saraf sensorik yang dapat memberi informasi taktil,
tekanan, dan rasa sakit melalui batang saraf trigeminus. Dari uraian tersebut,
terlihat bahwa ligamen periodontal mempunyai fungsi yang bersifat fisik.
Fungsi fisik ligamen periodontal adalah menyalurkan gaya kunyah ke
tulang, mengikat gigi ke tulang, memelihara hubungan antara gingiva
dengan gigi, sebagai penyerap syok pada fungsi pengunyahan, dan tempat
berlindung bagi pembuluh darah dan saraf.27
- Bagaimana perawatan terhadap pulpitis reversibel dan ireversibel?

24
Jawab: Pada pulpitis reversibel, vitalitas pulpa dapat dipertahankan jika
gigi dirawat, biasanya dengan menghilangkan karies, dan kemudian
direstorasi. Umumnya tidak diperlukan pengobatan, selain masa
penyembuhan pulpa. Pada pulpitis ireversibel, pulpitis dan gejala sisa
memerlukan terapi endodontik (saluran akar) atau pencabutan gigi. Dalam
terapi endodontik, lubang dibuat pada gigi dan pulpa diangkat. Sistem
saluran akar dibersihkan secara menyeluruh, dibentuk, dan kemudian diisi
dengan gutta-percha. Setelah terapi saluran akar, penyembuhan yang
memadai dimanifestasikan secara klinis dengan resolusi gejala dan
radiografi dengan pengisian tulang di daerah radiolusen di apeks akar
selama beberapa bulan. Jika pasien memiliki tanda-tanda infeksi sistemik
(misalnya, demam), antibiotik oral diresepkan (amoksisilin 500 mg setiap 8
jam; untuk pasien yang alergi penisilin, klindamisin 150 mg atau 300 mg
setiap 6 jam). Jika gejala menetap atau memburuk, terapi saluran akar
biasanya diulang jika saluran akar terlewatkan. 28
- Apa yang dimaksud dengan alodinia, hiperalgesia dan nyeri alih
(referred pain)?
Jawab: Sensasi nyeri terhadap rangsangan nyeri secara normal
(hiperalgesia) dan persepsi sensasi nyeri sebagai respon terhadap
rangsangan tidak nyeri secara umum (alodinia). Keduanya merupakan
respon nyeri yang terjadi secara spontan. Sedangkan, Reffered Pain (Nyeri
Alihan) merupakan nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan
sumber nyerinya.29
- Apa saja faktor yang menyebabkan pulpitis reversible dan
irreversible?
Jawaban : Reversible : karies, dentin terbuka, perawatan gigi baru-baru ini,
dan restorasi yang rusak.
Irreversible : Restorasi dalam, kerusakan gigi, pulpa terbuka, atau
kerusakan pulpa langsung atau tidak langsung lainnya dapat terjadi baru
atau di masa lalu.30
- Jelaskan definisi nyeri menurut Perdossi

25
Jawab : Menurut Internasional Association for the study of PAIN (IASP),
nyeri adalah suatu pengalaman sensorik atau emosional yang tidak nyaman
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial ada
atau yang digambarkan seperti kerusakan tersebut. Dalam praktek, nyeri
adalah apa yang dikatakan atau digambarkan oleh pasien sebagai nyeri,
maka itulah nyeri. Nyeri akut adalah suatu reaksi adaptive yang berguna
untuk menjaga keutuhan jaringan, sedangkan nyeri kronik merupakan suatu
fenomena yang berbeda karena disini nyeri telah kehilangan tujuan
utamanya untuk memberikan peringatan. Dikategorikan nyeri kronik bila
nyeri terasa melampaui batas penyembuhan normal (batas waktu
bervariasi).9
- Apa yang dimaksud dengan alodinia, hiperalgesia dan nyeri alih
(referred pain)?
Jawab :
- Alodina: persepsi sensasi nyeri sebagai respon terhadap rangsangan
tidak nyeri secara umum
- Hiperalgesia: sensasi nyeri terhadap rangsangan nyeri secara normal
- Nyeri alih: Nyeri alih merupakan sensari nyeri atau rasa nyeri
somatik dalam atau rasa nyeri viseral yang terasa didaerah somatik
superfisia
- Apa sajakah jenis-jenis nyeri?
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi: 31
1. Nyeri somatik luar
Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan
membran mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam
dan terlokalisasi
2. Nyeri somatik dalam
Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat
rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat
3. Nyeri viseral

26
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang
menutupinya (pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe
ini dibagi lagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal
terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi: 31
1. Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini
ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti; takikardi,
hipertensi, hiperhidrosis, pucat dan midriasis dan perubahan wajah;
menyeringai atau menangis.
2. Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda aktivitas
otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang
tetap bertahan sesudah penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau
awalnya berupa nyeri akut lalu menetap sampai melebihi 3 bulan.
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi: 31
1. Nyeri nosiseptif
Adanya kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel
imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik.
2. Nyeri neurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer
pada sistem saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur
serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan
terpotongnya saraf perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas
dan seperti ditusuk-tusuk dan kadang disertai hilangnya rasa atau
adanya sara tidak enak pada perabaan. Nyeri neurogenik dapat
menyebabkan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin terjadi secara
mekanik atau peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang
kemudian menghasilkan sympathetically maintained pain (SMP).

27
SMP merupakan komponen pada nyeri kronik. Nyeri tipe ini sering
menunjukkan respon yang buruk pada pemberian analgetik
konvensional.
3. Nyeri psikogenik
Berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan
depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang
Berdasarkan penyebabnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Nyeri onkologik
2. Nyeri non onkologik
Berdasarkan derajat nyeri dikelompokan menjadi:
1. Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas
sehari hari dan menjelang tidur.
2. Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya
hilang bila penderita tidur.
3. Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak
dapat tidur dan sering terjaga akibat nyeri.
- Jelaskan tahap timbulnya nyeri menurut Field!
Jawab:
Ada empat tahap Jalur Nyeri: Transduksi, Transmisi, Modulasi, dan
Persepsi:32
1. Transduksi
Transduksi terjadi ketika kerusakan jaringan, seperti paku yang
menusuk kaki, luka dari pisau bedah, atau proses infeksi, diubah
menjadi potensial aksi di neuron aferen primer. Ketika ada kerusakan
jaringan potensial atau aktual, zat seperti prostaglandin diproduksi.
Mediator inflamasi ini baik secara langsung merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri di jaringan) atau membuat nosiseptor peka untuk lebih
siap menerima stimulus berbahaya.
2. Transmisi
Perambatan sinyal listrik dari saraf ke otak. Sinyal sebagai potensial
aksi berjalan ke atas akson aferen primer karena disebarkan oleh

28
pencapaian potensial ambang yang terus menerus karena pembukaan
saluran Na+ gerbang tegangan ke hulu (disebut konduksi saltatori).
3. Modulasi
Modulasi nyeri mengacu pada proses di mana tubuh mengubah sinyal
nyeri saat ditransmisikan sepanjang jalur nyeri dan menjelaskan,
setidaknya sebagian, mengapa respons individu terhadap stimulus nyeri
yang sama terkadang berbeda.
4. Persepsi
Persepsi: Otak menafsirkan sinyal dan menghasilkan "Nyeri". Persepsi
terjadi ketika sinyal nosiseptif diterima oleh korteks yang terlibat di
dalam otak. Individu menjadi sadar terhadap trauma dan respons
emosional dan motorik dimulai. Itu telah mencapai kesadaran dan
sekarang bergerak dari nosisepsi ke rasa sakit (nyeri).

29
BAB IV
RINGKASAN
Karies gigi disebut sebagai penyakit kalsifikasi jaringan gigi, yang
disebabkan oleh asam yang didapatkan dari aksi mikroorganisme di karbohidrat,
ditandai dengan dekalsifikasi bagian anorganik, diikuti oleh disintegrasi organik.
substansi gigi. Lesi sebagian besar terjadi pada daerah tertentu di gigi serta jenisnya
ditentukan oleh sifat morfologi jaringan tempat lesi tersebut timbul. Etiologi karies
gigi tidak diragukan lagi merupakan persoalan kompleks yang rumit oleh banyak
faktor langsung dan tidak langsung. Jika karies gigi tidak diobati untuk waktu yang
lebih lama, dapat menyebabkan beberapa komplikasi berdasarkan sifat lesi karies.
Mulai dari lesi white spot kecil yang tidak aktif, dapat menyebabkan osteomielitis.
Pocket gingiva terbentuk karena adanya pembesaran gingiva tanpa disertai
migrasi epithel cekat kearah apical. Pocket gingiva terjadi pada gingivitis atau pada
enlargement gingiva di mana tidak terjadi apical migration dari epitel junctional,
dengan demikian epithelium junction berada pada cemento enamel
junction.Ligamen periodontal merupakan jaringan yang terdiri dari serat kolagen
yang menutupi dan melekatkan akar gigi terhadap tulang alveoler. Ligamen
periodontal juga terdiri dari syaraf dan serabut pembuluh darah yang kompleks
Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadium antara lain : stadium
volunter dimana makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong keatas dan
belakang pada palatum lalu masuk ke faring. Selanjutnya pada stadium faringeal
bolus pada mulut masuk ke faring dan merangsang reseptor sehingga timbul
refleks-refleks antara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor
faring sehingga nafas berhenti sejenak. Kemudian pada stadium oesophangeal
terjadi gelombang peristaltik primer merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik
faring dan gelombang peristaltik sekunder yang berasal dari dinding oesophagus
sendiri. Proses ini sekitar 0,5-1 detik yang tidak dipengaruhi oleh kemauan. Setelah
melalui proses ini makanan siap untuk ditelan.

30
DAFTAR PUSTAKA
1. Berkovitz B.K.B., G.R. Holland, B.J. Moxham. Oral Anatomy, Histology
and Embryology Fifth Edition. New York: Elsevier, 2018; 4-5, 176, 261,
303.
2. Sikri RK. Caries. India: CBS Publishers & Distributors Pvt. Ltd. 2017;1-4,
141-160
3. Sikri, Vimal K. Dental Caries. New Delhi: CBS Publishers & Distributors.
2017: 30-37
4. Daramola OO, Flanagan CE, Maisel RH, Odland RM. Diagnosis and
Treatment Of Deep Neck Space Abscesses. Otolaryngol Head Neck Surg.
2009 Jul;141(1):123-30. [PubMed]
5. Sapra, Amit. Dental Caries. StatPearls (October 6, 2021). Diakses melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551699/
6. Berkovittz B.K.B. Holland G.R. Moxham B.J. Oral Anatomy, Histology,
and Embriology. 5th edition. Elsevier.2018: 276
7. Dofka CM. Dental Terminology. 3rd ed. Clifton Park: Delmar Cengange
Learning; 2013, P: 418.
8. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, and Carranza FA. Carranza’s
Clinical Periodontology. 11th ed. 2012: 577-588
9. Aulina S., Aliah A, Pratiwi. KBH : Rehabilitasi pada Nyeri dalam Nyeri
Neuropatik Patofisiologi dan Penatalaksanaan, Kelompok Studi Nyeri.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2001. Hal.24
10. Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Ar- Ruzz,
Yogyakarta.
11. Wegener ST, Castillo RC, Haythornthwaite J, MacKenzie EJ, Bosse MJ.,
2011. Psychological distress mediates the effect of pain on function.
PAIN;152: 1349–1357
12. Reddy S. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics. 3th Ed.
New Delhi: Jaypee; 2011. p. 16-24

31
13. Newman GM, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Newman and
carranza’s clinical periodontology. 13th Ed. China: Elsevier. 2018. Pp. 32-
38
14. Caton J. 1989. Consensus Report: Periodontal Diagnosis and Diagnostic
Aids. In: Proceedings of the World Workshop in Clinical Periodontics. The
American Academy of Periodontology. Chicago. Pp: 2-5
15. Rickne CS, Gabriela Weiss. Woelfel’s Dental Anatomy.8th ed.2012; 203-
204)
16. Suhartini, Fisiologi Pengunyahan pada Sistem Stomatognasi. J UNEJ.
2015;8(3): 122-6
17. Basit H, Tariq MA, Siccardi MA. Anatomy, Head and Neck, Mastication
Muscles. StatPearls . Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541027/,
18. Oliver Jones, The Infrahyoid Muscles
by https://teachmeanatomy.info/neck/muscles/infrahyoid
19. Benjamin J. D. Le Révérend, Lisa R. Edelson, and Chrystel Loret,
Anatomical, functional, physiological and behavioural aspects of the
development of mastication by The British Journal Nutrition
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3927374/#!po=79.0816
20. S Pratama, H Koesmaningati and L S Kusdhany, The effect of various
factors on the masticatory performance of removable denture wearer,
Department of Prosthodontics, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia,
2017
21. Garna, Devy F, Amaliya.Status Periodontal dan Kehilangan Tulang
Alveolar pada Restorasi Proksimal yang Overhang. Bagian Periodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.2012
22. Harsas.Curettage Treatment On Stage lll and lv Periodontitis Patients.Jurnal
Of Indonesia Dental Association.PDGI.20211;48-49
23. Berkovittz B.K.B. Holland G.R. Moxham B.J. Oral Anatomy, Histology
and Embryology. 5th edition. Elsevier : 2018;276 dan Suryono. Drg. Bedah
Dasar Periodonsia. Deepublish. Yogyakarta. 2014; 4

32
24. Lamster IB, Asadourian L, Del CT, Friedman PK. The aging mouth:
differentiating normal aging from disease. Periodontology 2000. 2016;
72(1); 96-107.
25. Emami E, Souza RF, Kabawat M, Feine JS. The Impact of Edentulism on
Oral and General Health. International Journal of Dentistry 2013; 13: 1-7
26. Bachrudin M.2017.Patofisiologi Nyeri (Pain), Vol. 13 No. 4, Hal 10
27. Michael G. Newman, DDS. Carranza’Clinical Periodontology. 10th Ed.
Tokyo: Elsevier Saunders. 2011. P: 923.
28. Modaresi J, Dianat O, Mozayeni MA. The efficacy comparison of
ibuprofen, acetaminophen-codeine, and placebo premedica-tion therapy on
the depth of anesthesia during treatment of inflamedteeth. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2006
29. Guyton Dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. John E. Hall. 2013.
30. Berman LH, Hargreaves KM. Cohen’s Pathways of the Pulp 12th ed.
Elsevier. 2021;252
31. Benzon, et al., The Assessment of Pain, In Essential of Pain Medicine and
Regional Anaesthesia 2nd Edition. Philadelphia, 2005
32. Joseph F. Answine, MD, A Basic Review of Pain Pathways and Analgesia.
Penn State College of Medicine
by https://anesthesiaexperts.com/ February 11, 2019 .

33

Anda mungkin juga menyukai