Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KEBIASAAN BURUK YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN GIGI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Preventif Dentistry II


Dosen pengampu : drg. Eliza Herijulianti,M.Pd

Disusun oleh :

Rindi Aulika K P17325120430 Syadza Afifah P17325120438


Riska Yuliani N P17325120432 Tannisha Lavanya P17325120439
Rizal Ibrahim P17325120433 Vera Salma Fauziah P17325120440
Shofi Andrea P17325120434 Winda Gusnizar P P17325120441
Silmi Agnia R P17325120435 Windy Marsella A P17325120442
Siti Nisa Hoerunisa P17325120436 Yayu Hartini P17325120443
Siti Thoharoh P17325120437 Zia SIlmi Maulidiya P17325120444

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
D-IV TERAPIS GIGI
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Preventif Dentistry ini tepat
waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya
kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul Kebiasaan Buruk yang Dapat Mempengaruhi Kesehatan


Gigi dapat diselesaikan dengan baik. Saya berharap makalah tentang ini dapat menjadi
referensi bagi pihak yang tertarik. Selain itu, saya juga berharap agar pembaca mendapatkan
sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah berjudul ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, saya
memohon maaf.

Seiring dengan itu, saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu, Ibu drg.
Eliza Herijulianti,M.Pd yang telah membimbing kami dalam proses pembelajaran dan rekan-
rekan semua yang telah mendukung kelancaran proses pembuatan. Kami berharap makalah
ini bermanfaat bagi saya khususnya, dan para pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Bandung, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Kebiasaan Buruk .................................................................................... 3
2.2 Macam Macam Kebiasaan Buruk ............................................................................ 3
2.2.1. Kebiasaan Menghisap Jari (Thumb Or Finger Sucking) .................................. 3
2.2.2. Kebiasaan Menjulurkan Lidah (Tongue Thrusting) ......................................... 5
2.2.3. Kebiasaan Menghisap Bibir (Lip Sucking) ....................................................... 6
2.2.4. Kebiasaan Menggigit Kuku (Nail Bitting)........................................................ 6
2.2.5. Kebiasaan Menelan Yang Salah (Atypical Deglutition) ................................... 7
2.2.6. Bernafas Melalui Mulut (Mouth Breathing)..................................................... 8
2.2.7. Pemberian Susu Botol (Bottle feeding) ............................................................ 9
2.2.8. Bruxism .......................................................................................................... 10
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Maloklusi Akibat Kebiasaan Buruk ....... 10
2.4 Prevalensi Maloklusi Klas I Angle dengan Etiologi Kebiasaan Buruk ................. 12
2.4.1 Maloklusi Angle Kelas I ................................................................................. 12
2.4.2 Etiologi Maloklusi Angle Kelas I ................................................................... 13
2.5 Prevalensi Kebiasaan Buruk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ...................... 15
2.6 Dampak Merokok Pada Kesehatan Gigi ................................................................ 17
2.7 Pencegahan Serta Penanganan Kebiasaan Buruk yag Dapat Mempengaruhi
Kesehatan Gigi .................................................................................................................. 18
2.7.1 Pencegahan ..................................................................................................... 18
2.7.2 Penanganan ..................................................................................................... 18

ii
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 20
3.2 Saran ...................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebiasaan adalah tindakan berulang yang dilakukan secara spontan dan umumnya
terjadi pada masa kanak-kanak. Suatu kebiasaan di rongga mulut yang dapat
menyebabkan maloklusi disebut kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk berpengaruh
terhadap fungsi dentofasial seperti proses menguyah, bicara, oklusi gigi, strukutur
jaringan penyangga gigi maupun estetik. Apabila kebiasaan buruk berlanjut setelah usia
enam tahun maka dapat menyebabka maloklusi. Etiologi maloklusi dapat digolongkan
menjadi faktor umum dan lokal. Kebiasaan buruk merupakan salah satu faktor umum
yang berperan dalam terjadinya maloklusi. Macam kebiasaan buruk adalah menghisap
ibu jari, mendorong lidah, mengigit bibir dan kuku, kebiasaan menela yang salah,
bernafas melalui mulut, dan bruxism.
Suatu kebiasaan di rongga mulut yang dapat menyebabkan maloklusi disebut
kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk berpengaruh terhadap fungsi dentofasial seperti proses
mengunyah, bicara, oklusi gigi, struktur jaringan penyangga gigi maupun estetik.
Pengaruh ini dapat bersifat sementara atau permanen, tergantung keadaan dan usia anak.
Suatu kebiasaan yang berdurasi total sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup
tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini
yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan tersebut berlangsung
Kebiasaan buruk sering didistribusikan sebagai penyebab atau faktor resiko terjadinya
berbag macam maloklusi, baik itu pada gigitan terbuka,dengan insisivus maksila miring
ke fasial insisivus mandibula ke lingual, dan erupsi beberapa gigi insisivus menjadi
terhambat sehingga menyebabkan peningkatan overjet dan pengurangan overbite.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kebiasaan buruk?
2. Apa saja macam macam kebiasaan buruk?
3. Faktor apa yang mempengaruhi terjadinya maloklusi akibat kebiasaan buruk?

1
4. Apa saja prevalensi maloklusi klas i angle dengan etiologi kebiasaan buruk?
5. Bagaimana prevalensi kebiasaan buruk berdasarkan jenis kelamin dan usia?
6. Apa dampak merokok pada Kesehatan gigi?
7. Bagaimana penanganan kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui perilaku kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi
baik bagi pembaca maupun bagi penulis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebiasaan Buruk


Kebiasaan buruk adalah tindakan berulang-ulang yang dilakukan secara otomatis.
Perilaku berulang ini umum dilakukan pada masa kanak-kanak yang biasanya dimulai
dan berhenti secara spontan. Diketahuinya hubungan kebiasaan buruk oral (bad oral
habits) dengan kejadian karies pada anak usia pra sekolah. Kebiasaan buruk merupakan
sesuatu yang wajar pada anak usia kurang dari enam tahun dan dapat berhenti dengan
sendirinya pada anak usia kurang dari enam tahun. Apabila kebiasaan buruk tersebut
masih berlanjut setelah usia enam tahun maka dapat menyebabkan maloklusi, kelainan
pada bentuk wajah, dan kelainan pada bentuk palatum.
2.2 Macam Macam Kebiasaan Buruk
2.2.1. Kebiasaan Menghisap Jari (Thumb Or Finger Sucking)
Kebiasaan menghisap jari dapat dimulai sejak bayi masih dalam kandungan
ibu yaitu berupa refleks menghisap ibu jari yang lambat laun akan menjadi
kebiasaan yang menyenangkan karena rasa sangat nyaman sehingga dapat
membuatnya tertidur. Menghisap jari adalah sebuah kebiasaan dimana anak
menempatkan ibu jari atau jari yang lain di belakang gigi, kontak dengan bagian
palatal. Aktivitas menghisap ibu jari dan jari lain sangat berkaitan dengan otot-otot
sekitar rongga mulut. Beberapa faktor etiologi dan kondisi yang memicu kebiasaan
ini adalah: kelelahan, rasa bosan, ketegangan, kelaparan, ketakutan, stres
emosional, dan adanya faktor keinginan yang tidak terpenuhi.
Salah satu pemicu kebiasaan ini adalah karena bayi merasa kurang puas
menghisap susu dari ibu, yang mungkin dikarenakan hanya sedikit ASI yang
keluar, ibu terlalu sibuk bekerja atau memang tidak ingin menyusui bayinya. Pada
saat bayi menghisap susu ibunya, bibir akan menempel pada susu ibu dan tumbuh
perasaan nyaman, tetapi jika bayi menghisap susu dari botol maka perasaan
tersebut tidak ada. Hal ini menyebabkan dia mencari kepuasan dan kenikmatan

3
dengan menghisap sesuatu, dan yang paling mudah yaitu menghisap jari. Selain
itu, kebiasaan menghisap terjadi karena membawa rasa senang dan perasaan aman
pada waktu anak dalam masa sulit.
Kebiasaan menghisap sesuatu termasuk jari, yang tidak memberi nilai nutrisi
(non-nutritive), seringkali dianggap wajar. Akan tetapi, kebiasaan menghisap yang
berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat terjadi karena
adanya kombinasi tekanan langsung dari ibu jari maupun jari lain dan perubahan
pola tekanan bibir dan pipi pada saat istirahat. Tekanan pipi pada sudut mulut
merupakan tekanan yang tertinggi. Tekanan otot pipi terhadap gigi-gigi posterior
rahang atas ini meningkat akibat kontraksi otot buccinator selama menghisap pada
saat yang sama, sehingga memberikan resiko lengkung maksila menjadi berbentuk
V, ukurannya sempit dan dalam. Kebiasaan ini dihubungkan dengan lebar antar
kaninus dan antar molar yang sempit, pertambahan diskrepansi transversal
posterior, dan meningkatnya prevalensi gigitan silang posterior, serta
bertambahnya jarak gigit.
Efek kebiasaan menghisap terhadap perkembangan oklusal sangat bervariasi.
Menghisap ibu jari diperkirakan akan memberi efek yang berbeda daripada
menghisap jari lain. Tapi yang paling sering terjadi adalah ibu jari yang berada di
antara gigi-gigi anterior yang sedang erupsi sehingga menimbulkan gigitan terbuka
anterior yang bisa asimetris, tergantung pada posisi jari yang dihisap. Pada jari
dapat terjadi keratinisasi dan pembentukan kalus.
Tingkat keparahan maloklusi akibat kebiasaan menghisap jari atau benda lain
ditentukan oleh intensitas, frekuensi, durasi penghisapan, jari mana yang dihisap,
dan cara anak meletakkan jarinya. Anak yang terbiasa menghisap jempol atau
menghisap dot lebih besar kemungkinan untuk memiliki wajah yang kurang
proporsional saat remaja hingga dewasa, dibandingkan dengan anak yang diberi
ASI dalam periode waktu yang cukup lama dan tidak pernah memiliki kebiasaan
menghisap jari atau dot. Akibatnya, anak dapat memiliki profil muka yang
cembungakibat gigi depan yang protrusi.

4
2.2.2. Kebiasaan Menjulurkan Lidah (Tongue Thrusting)
Menjulurkan lidah (tongue thrusting) adalah penempatan ujung lidah diantara
gigi insisivus maksila dan mandibula saat penelanan, berbicara atau istirahat.
Etiologinya antara lain faktor genetik, kebiasaan, maturasional, retriksi mekanik
dan gangguan neurologi.
Pada pola penelanan normal, bagian dorsum lidah menyentuh palatum, ujung
lidah ditempatkan di belakang insisivus maksila, gigi saling berkontak dan bibir
tertutup. Penempatan posisi lidah yang salah jika dibiarkan akan menyebabkan
pola penelanan menjadi abnormal.
Kebiasaan menjulurkan lidah pada anak-anak bisa terjadi karena perubahan
yang tertunda dari pola penelanan bayi (infantile swallow) ke pola penelanan
normal. Biasanya, transisi dimulai sekitar umur 2 tahun dan selesai pada umur 6
tahun. Proses penelanan bayi berubah menjadi penelanan normal saat gigi
posterior desidui erupsi, tetapi terkadang penelanan normal terlambat dan pola
penelanan bayi berlangsung dalam waktu yang lama sehingga terjadinya maloklusi
gigi seperti gigitan terbuka anterior dan protrusi rahang atas.
Tongue thrust diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu: simple
tongue thrust dan complex tongue thrust. Simple tongue thrust adalah kebiasaan
menjulurkan lidah dengan gigi berkontak pada saat penelanan. Kebiasaan ini dapat
menyebabkan maloklusi tergantung pada durasi, intensitas dan frekuensi.
Complex tongue thrust adalah kebiasaan menjulurkan lidah dengan gigi terpisah
pada saat penelanan.
Untuk mendapatkan anterior seal secara normal biasanya dilakukan dengan
mengatupkan bibir dan menempatkan lidah di palatal insisivus maksila untuk
mencegah keluarnya makanan maupun cairan dari mulut. Dengan kata lain
menempatkan lidah ke depan merupakan upaya adaptif fisiologis bila terdapat
gigitan terbuka anterior sehingga pada orang dengan gigitan terbuka biasanya juga
mempunyai kebiasaan menelan dengan mendorong lidah ke depan. Tekanan lidah
yang ringan tetapi berlangsung lama pada gigi dapat menyebabkan adanya

5
perubahan letak gigi. Pasien yang meletakkan lidahnya ke depan sehingga
memberikan tekanan yang terus-menerus pada gigi, meskipun tekanan yang terjadi
kecil tetapi berlangsung lama dapat menyebabkan perubahan letak gigi baik dalam
arah vertikal ataupun horizontal. Adapun hal yang lebih menentukan adalah posisi
kebiasaan lidah, apakah di depan ataukah normal. Pada pasien yang posisi lidahnya
normal pada saat istirahat, mendorong lidah ke depan pada saat menelan tidak
banyak pengaruhnya terhadap letak gigi.
Manifestasi oral yang ditimbulkan antara lain meningkatnya overjet, gigitan
terbuka anterior dan gigitan terbalik posterior. Kebiasaan buruk oral ini bisa
diperiksa dengan melihat posisi lidah anak pada saat penelanan apakah mendorong
gigi anterior atau tidak dan apakah gigi berada dalam posisi oklusi sentrik atau
tidak.
2.2.3. Kebiasaan Menghisap Bibir (Lip Sucking)
Menghisap bibir lip sucking adalah suatu kebiasaan menghisap bibir yang
dilakukan secara terus-menerus secara sadar maupun tidak sadar. Kebiasaan ini
muncul setelah kebiasaan menghisap ibu jari atau jari berhenti. Pada anak
menempatkan bibir pada bagian lingual insisivus maksila merupakan hal yang
mudah. Kebiasaan ini dilakukan ketika anak membutuhkan konsentrasi seperti saat
berada pada lingkungan yang baru, lingkungan yang sulit, ataupun saat anak
mempelajari sesuatu hal yang sulit. Saat kebiasaan ini pertama kali dilakukan, anak
akan terus melakukan kebiasaan ini bahkan setelah stimulus dihilangkan.
2.2.4. Kebiasaan Menggigit Kuku (Nail Bitting)
Menggigit kuku nail biting adalah suatu kebiasaan menggigit kuku pada anak
dan remaja. Kebiasaan ini umumnya terjadi pada anak usia 3-4 tahun dan
meningkat pada masa remaja. Kebiasaan menggigit kuku lebih banyak pada anak
laki-laki dibanding anak perempuan. Kebiasaan ini muncul sebagai manifestasi
stress yang meningkat. Pada beberapa anak kebiasaan menggigit kuku sebagai
pengganti kebiasaan menghisap ibu jari atau jari. Keinginan untuk menggigit
bahkan memakan kuku berhubungan dengan tahap psikoemosional yaitu rasa

6
gelisah.Kebiasaan menggigit kuku menggambarkan kecemasan anak saat
mengalami keadaan yang tegang. Hal ini terlihat sebagai efek akibat refleks emosi
yang tidak seimbang. Kebiasaan menggigit kuku terdiri atas empat tahapan. Pada
awalnya tangan diletakkan berdekatan dengan mulut dan tidak berpindah dalam
beberapa detik sampai 30 detik. Kemudian jari dimasukkan dengan cepat
mengenai gigi anterior. Diikuti dengan gerakan menggigit kuku dengan cepat
secara tidak teratur, dengan kuku ditekan pada tepi gigi yang menggigit dengan
kuat. Terakhir jari dikeluarkan dari mulut untuk diperiksa secara visual atau
dirasakan dengan jari yang lain secara palpasi. Kebiasaan menggigit kuku biasanya
terjadi saat anak dalam keadaan yang sedih atau tertekan misalnya saat tidak
mengerti pelajaran di sekolah, membaca cerita yang sedih, ketika mendengar cerita
horor atau ketika mereka dipaksa untuk tidur saat malam. Pada anak yang menelan
kuku yang telah digigit dapat menyebabkan masalah pada perut, karena kuku anak
tidak bersih sehingga mudah tertular berbagai penyakit.
2.2.5. Kebiasaan Menelan Yang Salah (Atypical Deglutition)
Cara menelan yang salah (tongue thrusting), yaitu dengan menjulurkan ujung
lidah dan menekan pada bibir, kebiasaan ini dapat mengakibatkan maloklusi
seperti gigitan terbuka (open bite) atau protrusi. Pada beberapa kasus dapat timbul
karena adanya faktor herediter, orang tua dapat membantu tindakan pencegahan
pada anak-anaknya dengan pemeliharaan kesehatan mulutnya dan menghilangkan
kebiasaan buruknya agar tidak terjadi maloklusi
Kebiasaan menelan yang salah (atypical deglutition) merupakan posisi lidah
yang salah pada saat penelanan, ditandai dengan adanya pola penelanan bayi
(infantile swallowing pattern) ketika telah tumbuh gigi, yaitu lidah menekan ke
depan diantara lengkung geligi rahang atas dan bawah. Hal ini umum dijumpai
pada bayi (97,2%), sedangkan pada usia 10 tahun kurang lebih 30% pasien masih
mempunyai pola penelanan bayi. Hal ini dapat menyebabkan maloklusi jika
kebiasaan ini masih dilakukan pada saat gigi permanen tumbuh. Ciri khas
maloklusi yang ditimbulkan ialah gigitan terbuka, dapat pada regio anterior atau

7
posterior, unilateral atau bilateral dan protrusi karena adanya tekanan otot pada sisi
lingual lebih besar daripada perioral (Serritella dan Di Paolo., 2014).
Pada bayi, lidah mengisi rongga mulut sepenuhnya diantara tulang alveolar
edentulous. Kontraksi bibir dan pipi di sekitar lidah terjadi untuk mendapatkan
anterior seal. Pada proses penelanan dewasa yang terjadi saat berusia 4-5
tahun, ujung lidah berada pada papilla insisivus, lidah menyentuh palatum durum,
dan tidak ada kontraksi otot perioral. Jika mekanisme maturasi penelanan
fisiologis ini tidak berkembang sempurna, maka terjadi atypical deglutition atau
cara menelan yang salah. Pada kasus tersebut, lidah terdorong ke depan diantara
lengkung geligi, diikuti dengan kontraksi otot perioral (Giuca et al., 2008).
Cara menelan yang salah dapat menjadi sebab atau konsekuensi suatu
maloklusi karena adanya perbedaan aktivitas neuromuskular dan kondisi klinis
setiap individu. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang maksila,
menyebabkan maloklusi, dan menimbulkan perubahan estetik dan fungsional
(Giuca et al., 2008).
2.2.6. Bernafas Melalui Mulut (Mouth Breathing)
Bernapas melalui mulut (mouth breathing) adalah suatu keadaan abnormal
yang terjadi karena adanya kesulitan pengambilan dan pengeluaran napas secara
normal melalui hidung sehingga pernapasan dilakukan melalui mulut. Kebiasaan
bernafas melalui mulut merupakan kebiasaan yang paling sering menimbulkan
kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi. Kebiasaan bernafas melalui
mulut yang berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dentokraniofasial. Pernafasan mulut kronis menyebabkan terjadinya
kelainan pada otot-otot di sekitar mulut, sehingga dapat memacu perkembangan
maloklusi.
Penyebab kebiasaan bernapas melalui mulut dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Obstruktif
Hambatan sebagian atau keseluruhan pada rongga hidung dapat menyebabkan
kebiasaan bernapas melalui mulut. Beberapa penyebab terjadinya hambatan

8
pada rongga hidung yaitu polip, tumor jinak, inflamasi kronis dan reaksi alergi
pada mukosa.
b. Kebiasaan
Anak yang bernapas melalui mulut karena kebiasaan akan berlanjut meskipun
penyumbatan rongga hidung sudah dihilangkan.
c. Anatomi
Anak yang bernapas melalui mulut karena anatomi adalah anak yang morfologi
bibirnya tidak dapat menutup sepenuhnya, contohnya adalah pasien yang
memiliki bibir atas pendek.
Anak yang mempunyai kebiasaan bernapas melalui mulut biasanya memiliki
bibir yang tidak menutup, bibir atas yang pendek, proklinasi gigi anterior, gigi
anterior bawah elongasi dan lengkung berbentuk V. Kebiasaan buruk oral ini dapat
diketahui dengan pemeriksaan klinis dan uji spesifik.
a. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis untuk menentukan ada tidaknya tanda-tanda di bawah ini
seperti : bibir kering, rongga hidung sempit, lip seal yang tidak adekuat dan
gigitan terbuka anterior.
b. Uji spesifik
• Mirror test : Kaca mulut dua sisi diletakkan diantara hidung dan mulut.
Jika berembun di sisi hidung menandakan anak bernapas melalui hidung,
tetapi jika berembun di sisi oral menandakan anak bernapas melalui
mulut.
• Water test : Anak diminta menahan air di dalam mulut selama 3 menit.
Anak yang bernapas melalui mulut akan sulit melakukan ini.
• Cotton test / Massler’s butterfly test : Kapas berbentuk seperti kupu- kupu
diletakkan diantara bibir atas dan dibawah lubang hidung. Jika kapas
berkibar menandakan anak bernapas melalui hidung.
2.2.7. Pemberian Susu Botol (Bottle feeding)

9
Pemberian susu atau cairan manis lainnya pada balita dengan menggunakan
botol dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan kerusakan gigi
(Karies) yang secara luas dan berlangsung dengan cepat. Karies susu botol banyak
terjadi pada anakanak karena sering mengkonsumsi minuman yang mengandung
gula, seperti susu, sari buah dan minuman manis lainnya yang diberikan kepada
anak menjelang tidur. Gula yang terkandung dalam minuman diserap langsung
oleh bakteri yang terdapat pada plak gigi yang diubah menjadi asam dan akan
menimbulkan kebusukan atau kerusakan gigi, hal ini disebabkan aliran air ludah
pada saat tidur sangat kuat
2.2.8. Bruxism
Bruxism adalah kondisi dimana seseorang seringkali menggemeretakkan,
menekan, atau menggesekkan giginya ke atas dan ke bawah maupun ke kanan dan
ke kiri secara tidak sadar. Bruxism tahap awal tidak membutuhkan pengobatan
khusus, namun jika bruxism sudah menjadi kebiasaan, hal itu bisa menimbulkan
dampak yang lebih besar, seperti kerusakan gigi, sakit kepala, gangguan pada
rahang, dan masalah lainnya.
Pada banyak kasus, bruxism terjadi secara spontan saat seseorang sedang
berkonsentrasi, sedang merasa cemas, atau sedang mengalami stres yang
berlebihan. Hampir 80 persen kebiasaan bruxism terjadi pada malam hari saat
seseorang sedang tidur. Kebiasaan seseorang menggemeretakkan dan
menggesekkan gigi secara tidak sadar pada malam hari (sleep bruxism) sering
dikaitkan dengan gangguan tidur.
Umumnya, orang yang memiliki kebiasaan sleep bruxism juga memiliki
kebiasaan lain yang berkaitan dengan gangguan tidur, seperti mendengkur atau
henti nafas sejenak pada saat tidur (sleep apnea). Kebanyakan orang tidak
menyadari kebiasaan ini sampai akhirnya timbul komplikasi. Oleh karena itu,
penting bagi kita semua untuk mengetahui penyebab dan gejala bruxism agar
terhindar dari dampak yang lebih besar.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Maloklusi Akibat Kebiasaan Buruk

10
Kebiasaan buruk dapat menyebabkan terjadinya maloklusi pada seseorang. Faktor-faktor
yang mempengaruhi potensi permasalahan yang timbul dari kebiasaan buruk tersebut
yaitu:
1. Frekuensi
Frekuensi dapat diartikan dengan kekerapan atau kejarangan kerapnya,
frekuensi yang dimaksud adalah seringnya kegiatan itu dilaksanakan dalam periode
waktu tertentu. Misalnya dengan seringnya siswa melakukan belajar baik disekolah
maupun diluar sekolah (Nuraini, 2011).
2. Durasi
Durasi kegiatan yaitu berapa lamanya kemampuan penggunaan untuk
melakukan kegiatan. Dari indikator ini dapat dipahami bahwa motivasi akan terlihat
dari kemampuan seseorang menggunakan waktunya untuk melakukan kegiatan
(Nuraini, 2011).
3. Intensitas
Intensitas juga bisa diartikan dengan kekuatan yang mendukung suatu
pendapat atau sikap. Menurut Arthur S. Reber dan Emily S. Reber, intensitas
(intensity) ialah kekuatan dari perilaku yang dipancarkan (Arthur dan Emily, 2010).
4. Usia
Usia merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi potensi timbulnya
maloklusi akibat kebiasaan buruk. Pada kelompok usia 3-6 tahun, anak mulai
memasuki lingkungan sekolah yaitu taman kanak - kanak dimana masa ini anak mulai
beradaptasi dan beraktifitas dengan kegiatan bersama teman dan guru. Mereka
dihadapkan kepada kehidupan sosial yang membutuhkan penyesuain diri secara baik,
perkembangan sosial, intelektual, bahasa, emosi, moral, dan motorik.
Perkembangan tersebut akan membuat anak merasakan kelebihan dan kekurangan
yang ada pada dirinya. Anak yang merasa dirinya banyak kekurangan daripada kelebihan
dan tidak mampu mengatasinya, maka cenderung muncul ketegangan psikis. Sehingga
dari hal inilah dapat meningkatkan resiko untuk anak melakukan kebiasaan buruk
tersebut (Foster, 2014).

11
2.4 Prevalensi Maloklusi Klas I Angle dengan Etiologi Kebiasaan Buruk
2.4.1 Maloklusi Angle Kelas I
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengking rahang
lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan meliputi
ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigs berjejal, protrusif. malposisi atau
hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Proffit. et el., 2007).
Menurut Bhalaghi (2004). Maloklusi Angle Kelas I memiliki karakteristik
hubungan molar ruhang atas dan rahang bawah yang normal. Relasi molar pada
maloklusi ini normal yaitu cusp mesiobuccal molar pertama rahang atas berada pada
mesiobuccal groow molar pertama rahang atas (Phulari, 2011) Ketidakteraturan gigi
yang terlihat pada maloklusi Angle Kelas I adalah gigi berjejal, spacing, rotasi,
missing tooth, dan lain-lain. Pasien menunjukkan hubungan skeletal dan fungsi otot
yang normal. Maloklusi yang paling sering dikategorikan dalam Kelas adalah
protrusif bimaksiler dimana pasien. menunjukkan hubungan molar Kelas I yang
normal, tetapi gigi-gigi pada lengkung rahang atas dan rahang bawah lebih maju
dalam hubungannya dengan profil wajah.

12
2.4.2 Etiologi Maloklusi Angle Kelas I
Menurut Singh (2008), maloklusi secara garis besar disebabkan oleh dua
kemungkinan yaitu perbedaan antara ukuran gigi-gigi dan ukuran rahang yang
menampung gigi tersebut dan pola tulang muka yang tidak selaras.
Terdapat beberapa klasifikasi etiologi maloklusi, antara lain:
1. Menurut Moyer
Adapun klasifikasi menurut Moyer yaitu:
a. Herediter, yang terdiri dari Sistem neuromuskuler, Tulang. Gigi, dan
Jaringan lunak
b. Gangguan perkembangan yang tidak diketahui penyebabnya
c. Trauma, yang terbagi menjadi:

13
- Trauma pre natal,
- Trauma post natal.
d. Agen fisik. contohnya:
- Pencabutan gigi decidui yang terlalu awal,
- Kebiasaan makan
2. Menurut White dan Gardner
a. Abnormalitas berdasarkan dental, contohnya:
• Malrelasi antero-posterior.
• Malrelasi vertikal,
• Malrelasi lateral,
• Disproporsi antara ukuran tulang dan gigi.
• Abnormalitas kongenital
b. Abnormalitas pre crupsi, contohnya:
• Posisi benih gigi yang abnormal.
• Kehilangan gigi,
• Supernumerary teeth atau bentuk gigi yang tidak normal.
• Prolonged retention gigi decidui,
• Frenulum labial yang besar.
• Traumatic injury
c. Abnormalitas post erupsi, contohnya:
• Muskular,
• Premature loss gigi decidui.
• Pencabutan gigi permanen
Graber mengklasifikasikan etiologi maloklusi menjadi 2 yaitu faktor
lokal dan faktor general. Faktor lokal menyebabkan efek maloklusi
sebatas satu atau dua gigi yang berdekatan atau gigi lawannya, sedangkan
faktor general berefek pada tubuh secara keseluruhan dan memiliki efek
yang besar terhadap struktur dento facial.

14
A. Faktor General
1) Herediter
Sifat bawaan dari orang tua dapat diturunkan yaitu ukuran gigi.
dimensi lengkung gigi, adanya crowding/spacing, bentuk gigi
yang abnormal, jumlah gigi yang abnormal, overjet, variasi inter-
arch, dan frenulum
2) Kongenital
Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan maloklusi
dibedakan menjadi:
• Faktor general keadaan yang abnormal dari ibu selama
kehamilan, malnutrisi. endokrinopati, penyakit infeksi. gangguan
metabolik dan nutrisi,kecelakaan selama kehamilan, tekanan
intra-uterine, trauma pada fetus.
• Faktor lokal Perkembangan rahang yang abnormal akibat posisi
intra-uterine. cleft pada palatum dan wajah, macro dan
microglossia, cleidocranial dystosis.
3) Lingkungan
• Pre natal (trauma, maternal diet, campak, maternal metabolisme)
• Post natal (bith injury, cerebral palsy, TMJ injury)
4) Keadaan metabolik tubuh dan penyakit yaitu ketidak seimbangan
endokrin, gangguan metabolisme dan penyakit infeksius
5) Status gizi
6) Kebiasaan yang menimbulkan tekanan abnormal
2.5 Prevalensi Kebiasaan Buruk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Prevalensi kebiasaan buruk lebih besar terjadi pada pasien anak laki-laki (53,6%)
dibandingkan anak perempuan (46,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian Gildasya et al
pada 92 anak usia 6-12 tahun di Yayasan Bahtera Bandung, menunjukkan sebanyak 26
anak lakilaki (55,32%) memiliki prevalensi kebiasaan buruk yang lebih besar daripada

15
20 anak perempuan (44,44%). Hal ini mungkin disebabkan karena anak laki-laki
merupakan anak yang cenderung kurang penurut dan kurang peduli terhadap
penampilan. Kekeliruan orang tua selama pendidikan dan pengawasan anak-anak mereka
akan menyebabkan anak-anak mereka mengalami gangguan secara psikis dan mental
yang dapat mengganggu keadaan psikologis anak tersebut sehingga dapat mendorong
timbulnya kebiasaan buruk tersebut.
Kelompok usia 9-10 tahun merupakan kelompok usia yang secara umum paling
banyak memiliki kebiasaan buruk pada penelitian ini yaitu sebanyak 14 pasien (50%).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Jabur et al., yang menemukan kebiasaan
buruk paling banyak terjadi pada anak usia 8-9 tahun sebanyak 39 anak (35,45%).
Perbedaan ini mungkin disebabkan karena jumlah sampel dan jenis kebiasaan buruk yang
diteliti berbeda. Penelitian ini dilakukan pada 298 sampel usia 7-13 tahun, dengan
melakukan pemeriksaan kebiasaan buruk yaitu menghisap jari/ibu jari, menjulurkan
lidah, menghisap bibir, mengigit kuku, kebiasaan menelan yang salah, bernafas melalui
mulut, bruxism menggunakan kartu status dan model studi. Sedangkan pada penelitian
Jabur et al., dilakukan pada 110 pasien anak usia 6-13 tahun di Departemen kedokteran
gigi anak dan Departemen Ortodonsia Universitas Baghdad dengan kebiasaan buruk yang
diteliti yaitu kebiasaan menghisap ibu jari dan jari tangan, mengigit kuku, mengigit
pensil, menjulurkan lidah, dan menghisap bibir.
Berdasarkan usia, jumlah subjek penelitian yang paling banyak melakukan kebiasaan
buruk oral adalah pada kelompok usia 9 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitiaan
Septuaginta dkk., dan Jaiswal dkk., yang memiliki jumlah sampel terbanyak berusia 8-
10 tahun. Hal ini mungkin diakibatkan usia 8-10 tahun merupakan usia anak mulai
menjalin persahabatan.17,37 Banyak dalam pergaulan sekarang ini yang dapat mambawa
dampak negatif sehingga mengakibatkan gangguan psikologis pada anak serta
mendorong timbulnya kebiasaan buruk oral.17 Anak-anak pada usia 5-13 tahun ada di
dalam fase belajar untuk mengendalikan emosi mereka. Gangguan emosional seperti
kekurangan kasih sayang, terlalu takut dan cemas, mungkin menjadi faktor predisposisi
kebiasaan buruk oral.

16
2.6 Dampak Merokok Pada Kesehatan Gigi
1) Kerusakan Gigi
Dampak negatif merokok pada kesehatan mulut dan gigi yang pertama adalah dapat
menyebabkan kerusakan gigi. Ini karena rokok dapat meningkatkan jumlah plak gigi
di mulut, sehingga menyebabkan gigi menjadi rusak. Hal inilah yang membuat gigi
perokok aktif mudah mengalami kerusakan.
2) Radang Gusi
Selain membuat gigi menjadi rusak, penumpukan plak gigi yang akibat merokok juga
bisa menimbulkan penyakit radang gusi atau gingivitis. Jika terus dibiarkan, radang
gusi akan berkembang menjadi infeksi gusi yang lebih parah ke jaringan penyangga
gigi lainnya atau dikenal dengan periodontitis.
3) Gigi Tanggal
Bahaya merokok bagi kesehatan gigi dan mulut lainnya yang tidak boleh dianggap
remeh adalah gigi tanggal atau terlepas dari soketnya. Kondisi ini umumnya terjadi
apabila periodontitis tidak segera diobati, sehingga merusak jaringan lunak dan tulang
penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan tidak melekat dengan baik ke
tulang penyangga gigi. Akhirnya terjadilah gigi tanggal.
4) Noda pada Gigi
Dampak merokok satu ini terjadi akibat kandungan nikotin dalam rokok dapat
meninggalkan noda pada gigi sehingga terjadi perubahan warna gigi secara
menyeluruh.
5) Bau Mulut
Bau mulut juga termasuk akibat dari kebiasaan merokok yang paling umum. Bau
mulut pada perokok aktif ini disebabkan oleh kandungan tar dan nikotin yang
mengendap dalam rongga mulut. Selain menyebabkan bau mulut, merokok juga
menyebabkan mulut menjadi mudah kering.
6) Kanker Mulut
Dalam kasus yang lebih serius, dampak negatif merokok bagi kesehatan adalah
menyebabkan kanker mulut. Ini karena berbagai kandungan zat kimia dalam sebatang

17
rokok dapat mengiritasi jaringan di sekitar mulut dan memicu pertumbuhan sel
kanker di sana.
2.7 Pencegahan Serta Penanganan Kebiasaan Buruk yag Dapat Mempengaruhi
Kesehatan Gigi
2.7.1 Pencegahan
a. Hindari alkohol.
b. Hindari minuman yang mengandung banyak kafein seperti kopi dan cokelat.
c. Hindari minuman bersoda.
d. Jauhkan diri dari kebiasaan menggigit-gigit pensil atau pulpen.
e. Kurangi kebiasaan makan permen karet.
f. Lemaskan rahang sebelum tidur dengan cara meletakkan handuk hangat di bagian
pipi dan telinga setiap hari.
g. Berlatihlah untuk mengurangi bruxism dengan cara menjepitkan ujung lidah di
antara gigi atas dan gigi bawah.
h. Jika bruxism berkaitan dengan gangguan tidur, mulailah memperbaiki pola tidur
sehari-hari
i. Lakukan pemeriksaan ke dokter gigi secara berkala jika merasakan gejala-gejala
kebiasaan buruk merusak gigi.
2.7.2 Penanganan
Pada kebanyakan kasus, tidak memerlukan penanganan khusus. Anak-anak yang
mengalami bruxism bisa sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus
seiring mereka tumbuh. Orang dewasa yang mengalami bruxism juga tak
memerlukan terapi tertentu untuk menyembuhkannya.Meskipun demikian, jika
masalah yang dialami cukup serius, seseorang disarankan untuk menjalani
serangkaian pengobatan. Jenis pengobatan itu disesuaikan dengan kondisi pasien
dan penyebab munculnya bruxism, di antaranya:
a. Menggunakan pelindung mulut (mouth guard) atau behel (splint) untuk
meratakan gigi dan merapikan gigi yang longgar.

18
b. Menggunakan crown gigi untuk memperbaiki susunan dan permukaan gigi,
serta mencegah keausan pada gigi.
c. Melakukan terapi meditasi (jika bruxism disebabkan oleh stres), terapi
perilaku (untuk mengurangi kebiasaan bruxism), serta terapi biofeedback
(untuk mengontrol aktivitas otot rahang).
d. Mengonsumsi obat relaksan otot (sebelum tidur) dan melakukan suntik botox
(jika penanganan lainnya tidak berpengaruh).
e. Pengobatan mandiri dengan cara mengompres bagian yang terasa sakit dan
melakukan pijatan di otot-otot yang sakit.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh kebiasaan buruk (Bad Habits) terhadap kualitas hidup yang
terkait dengan kesehatan gigi dan mulut
2. Merokok juga dapat berpengaruh pada Kesehatan gigi
3. Peran orang tua sangat penting dalam pencegahan serta penanganan bad habit pada
anak-anak
3.2 Saran
Terdapat pengaruh kebiasaan buruk (Bad Habits) terhadap kualitas hidup yang terkait
dengan kesehatan gigi dan mulut Terdapat pengaruh kebiasaan buruk (Bad Habits)
terhadap kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan gigi dan mulut.

20
DAFTAR PUSTAKA

123.Dok-Menggigit Kuku Nail Biting Menghisap Bibir Lip Sucking


https://text-id.123dok.com/document/ozlrmrlz4-menggigit-kuku-nail-biting-menghisap-
bibir-lip-sucking.html
http://jurnal.pdgi.or.id
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/86006/Arimbi%20Gupitasari-
141610101069.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Dr.Mrianti. Pengertian bruxism, Penyebab bruxism, Gejala bruxism, Komplikasi bruxism
dan Pencegahnya,tersedia : https://www.alodokter.com/bruxism
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/11679/140600058.pdf?sequence=1
&isAllowed=y
Mohammad Diqi, dkk. (2018). Gambaran Karies dengan Kebiasaan Minum Susu Botol pada
Anak Balita di PAUD Raudhatus Salam Desa Kaliwulu Kecamatan Plered Kabupaten
Cirebon. Jurnal Actual Research Science Academic, 2 (3) : 17-21
Syarfina, Dara Dwi. 2018. Hubungan Kebiasaan Buruk Oral Dengan Terjadinya Maloklusi
Pada Murid Mi Istiqomah Medan. Skripsi. Program Sarjana Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Arimbi Gupitasari, Herniyati, Leliana Sandra Devi Ade Putri. 2016. Prevalensi Kebiasaan
Buruk Sebagai Etiologi Maloklusi Klas I Angle Pada Pasien Klinik Ortodonsia RSGM
Universitas Jember Tahun 2015-2016. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 6 (no. 2).

21

Anda mungkin juga menyukai