OLEH :
ANDI AGUNG
Andi Agung
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................1
D. Manfaat…………………………………………………………………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Kronologi Perkembangan Gigi.......................................................................................3
1. Pertumbuhan Gigi……………………………………………………………………3
2. Erupsi
Gigi…………………………………………………………………………...4
3. Perkembangan
Oromotor…………………………………………………………….5
4. Penyebab Jumlah Gigi Susu Anak Terlambat Menurut Usia..………………………5
B. Anomali Gigi...................................................................................................................6
1. Mengenal Anomali Gigi……………………………………………………………..6
2. Faktor-faktor Penyebab Anomali Gigi………………………………………………6
3. Abnormalitas Jumlah Gigi…………………………………………………………..6
4. Abnormalitas Morfologi Gigi……………………………………………………….8
BAB III PENUTUP..................................................................................................................15
Kesimpulan...........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kronologi pertumbuhan gigi dan anomali gigi memperkuat urgensi dan relevansi topik
ini dalam konteks kesehatan mulut dan umum. Kesehatan mulut dikenal sebagai komponen
integral dari kesehatan umum seseorang, mempengaruhi fungsi harian seperti makan,
berbicara, dan interaksi sosial. Dalam hal ini, pemahaman yang mendalam tentang
pertumbuhan gigi menjadi sangat penting, terutama pada tahap-tahap perkembangan anak-
anak dan masa remaja. Kronologi pertumbuhan gigi memberikan petunjuk vital bagi praktisi
kesehatan untuk memonitor perkembangan gigi dan mulut pasien secara tepat waktu,
memastikan perkembangan yang normal dan mengidentifikasi kemungkinan masalah yang
mungkin timbul.
Namun, seringkali proses pertumbuhan gigi tidak berjalan sesuai rencana, dan berbagai
anomali gigi dapat terjadi. Tingginya prevalensi anomali gigi di berbagai populasi menyoroti
kompleksitas masalah ini. Anomali gigi, seperti gigi terbelakang, agenezis, atau gigi ganda,
tidak hanya memengaruhi estetika dan fungsi mulut, tetapi juga dapat menyebabkan masalah
kesehatan serius seperti kesulitan mengunyah, bicara, atau gangguan gigitan. Tantangan
utama dalam menghadapi anomali gigi meliputi diagnosis yang akurat dan perawatan yang
tepat. Proses diagnosis sering kali rumit karena memerlukan pemahaman yang mendalam
tentang etiologi anomali dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Sementara itu, pilihan
perawatan bisa bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan anomali, dan sering
kali melibatkan intervensi ortodontik atau bedah.
B. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan gigi pada masa intrauterin hingga
terbentuknya gigi susu dan gigi permanen?
2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi erupsi gigi susu pada anak, dan bagaimana
dampaknya terhadap kebiasaan makan anak?
3. Apa saja penyebab jumlah gigi susu anak terlambat menurut usia, dan bagaimana cara
mengidentifikasi serta mengatasi masalah ini?
4. Apa saja jenis anomali gigi yang dapat terjadi, baik dari segi morfologi gigi, akar gigi,
posisi gigi, maupun abnormalitas jumlah gigi, dan bagaimana cara diagnosis dan
penanganannya?
C. Tujuan :
1
D. Manfaat :
1. Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya perawatan gigi sejak
dini dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Membantu orang tua atau penjaga anak dalam memahami proses erupsi gigi pada
anak dan bagaimana cara mengatasi ketidaknyamanan yang mungkin timbul.
3. Memberikan informasi kepada tenaga medis dan para orang tua tentang penyebab dan
penanganan jumlah gigi susu anak terlambat menurut usia.
4. Membantu dalam pengenalan jenis-jenis anomali gigi sehingga dapat dilakukan
diagnosis dan penanganan yang tepat untuk menjaga kesehatan gigi anak secara
optimal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pembentukan Gigi
Pertumbuhan dan perkembangan gigi sudah dimulai pada saat kehidupan intrauterin.
Tanda perkembangan gigi paling awal dimulai pada minggu keenam dimana lapisan basal
epitel rongga mulut membentuk suatu struktur seperti huruf C yang disebut lamina dentalis.
Lamina dentalis merupakan primordium bagian gigi yang berasal dari ektoderm. Lamina
dentalis ini terbentuk di sepanjang rahang atas dan bawah, kemudian menghasilkan tunas gigi
yang berkembang pada 10 tempat tertentu pada setiap lamina sehingga nantinya menjadi 20
gigi susu. Stadium ini disebut juga dengan stadium tunas (bud stage).
Ketika lekukannya semakin dalam, calon gigi ini akan berbentuk seperti bel. Oleh
karena bentuknya seperti bel, stadium ini disebut dengan bell stage. Pada stadium ini, sel-sel
mulai membentuk spesialisasi sehigga disebut juga dengan stadium histodiferensiasi. Epitel
gigi dalam berdiferensiasi menjadi ameloblas yang kemudian menjadi email, sedangkan sel
mesenkim yang terletak dekat dengan epitel dalam berdiferensiasi menjadi odontoblas.
Odontoblas inilah yang nantinya membentuk dentin. Sekelompok sel-sel epitel gigi dalam
membentuk simpul email (email knot) yang mengatur perkembangan gigi awal.
3
Pembentukan akar gigi dimulai ketika lapisan epitel gigi menembus mesenkim
dibawahnya dan membentuk selubung akar epitel (selubung Hertwig). Sel mesenkim yang
terletak di luar gigi dan berkontak dengan dentin akar berdiferensiasi menjadi sementoblas
yang kemudian menjadi sementum. Di luar lapisan tersebut, mesenkim menghasilkan
ligamentum periodontal yang berfungsi sebagai peredam kejut dan mempertahankan gigi
pada posisinya. Semakin panjangnya akar gigi maka semakin terdorong pula mahkota gigi
untuk mucul ke permukaan hingga akhirnya terlihat di rongga mulut.
2. Erupsi Gigi
Erupsi gigi mulai terjadi ketika gigi mulai menonjol keluar dari tulang rahang melalui
epitel mulut menuju ke dalam rongga mulut. Erupsi gigi dapat terjadi akibat pertumbuhan
akar gigi atau pertumbuhan tulang dibawah gigi yang secara proresif mendorong gigi ke atas.
Sebelum terjadi erupsi, bantalan maksila dan mandibula sering menujukkan adanya benjolan
yang sesuai dengan lokasi gigi yang hampir erupsi. Erupsi gigi susu pada anak terkadang
ditandai dengan rasa tidak nyaman yang hanya dirasakan di lokasi gigi yang hampir erupsi,
iritasi pada ginggiva di sekitar gigi tersebut, bengkak dan kebiruan akibat hematoma lokal,
atau yang paling jarang adalah kista erupsi yang tidak memerlukan pengobatan.
Mulainya erupsi gigi susu merupakan pertanda penting bagi perubahan kebiasaan
makan anak. Bertambahnya jumlah gigi menandakan anak mulai siap menerima asupan
makanan yang lebih bervariasi. Erupsi gigi susu pada anak mulai berlangsung sekitar
umur 6 bulan, dan biasanya diawali oleh gigi insisivus mandibula tengah. Kronologi
pertumbuhan gigi susu pada anak dapat dilihat pada tabel 2.
Berdasarkan data dari tabel 2, dapat dihitung berapa jumlah normal yang seharusnya
tumbuh pada saat usia tertentu. Jumlah gigi susu sesuai dengan usianya dapat dilihat pada
tabel 3.
4
3. Perkembangan Oromotor
Seiring bertambahnya usia anak, jumlah gigi susu pun akan semakin bertambah begitu
juga dengan kemampuan oromotor anak. Kemampuan oromotor anak sangat berpengaruh
pada kemampuan anak menerima pola makan sesuai dengan umurnya. Dan kemampuan
oromotor ini tentu saja sangat didukung oleh pertumbuhan yang normal dari gigi susu anak
tersebut. Berikut adalah table perkembangan oromotor anak sesuai umurnya.
Yang dimaksud dengan jumlah gigi susu anak terlambat menurut usia dalam penelitian
ini adalah jumlah gigi susu yang kurang dari normal pada usia anak tersebut. Terdapat
beberapa penyebab jumlah gigi susu anak terlambat menurut usianya. Penyebab-penyebab
tersebut antara lain hipodonsia (kekurangan jumlah gigi) dan erupsi gigi susu yang terlambat.
a. Hipodonsia
Keterlambatan dalam erupsi gigi susu dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kekurangan gizi berat, rubella, gangguan endokrin, faktor keturunan, dan idiopatik atau tidak
diketahui. Disebutkan juga dalam Buku Ajar Rudolf Volume 2 bahwa keterlambatan dalam
erupsi gigi susu dapat terjadi pada kelainan dan sindrom hormonal seperti trisomi 21,
hipotiroidisme, dan hipopituitarisme. Selain itu, sindrom Down, hiperplasia ginggiva
herediter, dan distosis kleidokranial juga dapat menyebabkan keterlambatan erupsi gigi susu
5
anak. Penelitan yang dilakukan di Nigeria menyebutkan bahwa pada anak yang yang
menyusu secara eksklusif, muncul delapan belas dari dua puluh gigi primer dalam umur yang
lebih muda dibandingkan pada anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif yang hanya
muncul sepuluh gigi susu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gizi anak berperan
penting dalam munculnya gigi susu.
B. Anomali Gigi
a. Faktor Hereditas: Anomali gigi dapat diturunkan melalui faktor genetik dari orang tua
ke anak. Misalnya, maloklusi atau bentuk gigi yang tidak normal dapat memiliki
keterkaitan genetik.
b. Gangguan Waktu Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi: Gangguan pada tahapan
pertumbuhan dan perkembangan gigi selama masa anak-anak dan remaja dapat
menyebabkan anomali gigi. Misalnya, gigi yang terlambat tumbuh atau gigi yang
tumbuh dengan posisi yang tidak tepat.
c. Gangguan Metabolisme: Gangguan metabolik seperti diabetes atau gangguan hormon
tertentu dapat memengaruhi kesehatan gigi dan gusi, yang pada gilirannya dapat
menyebabkan anomali gigi seperti resorpsi akar gigi atau pertumbuhan gigi yang
tidak normal.
a. Anodonsia
6
• False Anadonsia / Anadonsia Sebagian
Suatu istilah yang digunakan untuk gigi secara klinik tidak tampak.
Keadaan ini di sebabkan adanya gigi impaksi atau ankilosis yang gagal untuk
erupsi sehingga tampak adanya ruang kosong pada lengkung gigi-gigi
terdapat pada rahang tapi tidak erupsi, misalnya impaksi. Walaupun
anadonsia tidak terbukti kelainan heredier kecendrungan absen gigi yang
sama terjadi dalam satu keluarga.
7
4. Abnormalitas Morfologi Gigi
• Fusi
8
didekatnya, seperti fusi molar ketiga dan molar keempat bawah atau
fusi insisif lateral atas dan gigi supernumerary anterior.
Makrodonsia: ukuran gigi yang melampaui batas nilai normal pada satu
atau lebih ukuran dan satu sampai semua elemen gigi-geligi. Pada
umumnya tidak ada penyimpangan bentuk lainnya. Makrodonsia (gigi
1 dan C) bisa terjadi pada satu gigi, beberapa gigi atau seluruh gigi.
Mikrodonsia / Dwarfism : Kebalikan makrodonsia tetapi dapat juga
terjadi reduksi sampai gigi-gigi berbentuk kerucut. Gigi pendek sekali
misal pada :12 atas (insisif lateral superior) dan M3 atas (molar ketiga
atas).
9
• Incisor atas bentuk sekop
• Taurodonsia
Suatu anomali dengan rongga pulpa yang sangat membesar. Pemberian
nama taurodonsia berdasarkan kemiripan sepintas dengan gigi-gigi
molar sapi (taurus:banteng). Gigi dengan ruang pulpa sangat panjang,
tidak ada pengecilan rongga pulpa pada daerah cemento enamel
junction. Jarang terjadi, satu dan 1000 gigi tetap dan terlihat pada orang
Indian, Amerika atau orang Eskimo.
Elemen gigi yang gagal terbentuk karena aksi trauma mekanis pada
benih gigi yaitu berupa pembengkokan ekstrem suatu elemen, mahkota
menekuk di atas akar atau akarnya menunjukkan satu atau lebih
tekukan, akar dan mahkota gigi membentuk sudut 45o sampai lebih dan
90o. Dilaceratio (latin) berarti penyobekan. Dapat diakibatkan karena
trauma mekanis pada mahkota gigi yang telah mengalami pembentukan
sehingga tersobek pada akarnya. Sering terjadi pada kasus molar ketiga
bawah.
• Dens Evaginatus
• Dens Invaginatus
10
sulitnya membersihkan area yang terkena. Pengobatan dapat meliputi
pengisian atau perawatan saluran akar, tergantung pada tingkat
keparahan.
• Konkresensi
• Akar Kerdil
• Hipersementosis
• Flexion
Gigi tidak erupsi adalah kondisi di mana gigi tidak muncul atau tumbuh
melalui gusi pada waktu yang diharapkan. Ini bisa terjadi karena
berbagai alasan, termasuk ruang yang terbatas di dalam rahang, adanya
gigi yang menghalangi pertumbuhan gigi baru, atau masalah
perkembangan gigi itu sendiri. Gigi yang tidak erupsi dapat
memerlukan intervensi dental, seperti pencabutan gigi yang
menghalangi atau bantuan ortodontik untuk membantu gigi erupsi
dengan benar.
11
• Gigi Transposisi
Gigi transposisi adalah kondisi di mana posisi dua gigi bertukar, yaitu
satu gigi berada di tempat yang seharusnya untuk gigi lainnya dan
sebaliknya. Ini bisa terjadi di rahang mana pun dan dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, masalah gigitan, dan masalah estetika. Penanganan
gigi transposisi sering melibatkan intervensi ortodontik untuk
mengkoreksi posisi gigi.
• Rotasi Gigi
• Ankilosis
Distopi gigi mengacu pada kondisi di mana gigi tumbuh di lokasi yang
tidak normal atau diluar posisi yang diharapkan, sementara heteropi
gigi mengacu pada gigi yang tumbuh di luar susunan gigi normal.
Kedua kondisi ini bisa terjadi karena berbagai faktor termasuk ruang
yang terbatas di dalam rahang atau adanya gangguan perkembangan
gigi. Pengobatan tergantung pada keparahan kasusnya dan bisa
melibatkan pencabutan gigi yang tidak seharusnya atau perawatan
ortodontik untuk mengkoreksi posisi gigi.
12
• Perubahan Bentuk Gigi Karena Cedera Setelah Gigi Erupsi
Atrisi:
Abrasi:
Erosi:
• Anomali Tambahan
13
berbentuk kerucut), dan berbagai jenis gigi tambahan seperti
supernumerary teeth.
o Kondisi unsual dentition dapat memengaruhi fungsi
pengunyahan, penampilan estetika, dan kesehatan mulut secara
keseluruhan, dan seringkali memerlukan perawatan oleh dokter
gigi atau ortodontis.
Variasi:
14
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pembentukan akar gigi dimulai ketika lapisan epitel gigi menembus mesenkim dan
membentuk selubung akar epitel (selubung Hertwig). Sel mesenkim di luar gigi
berdiferensiasi menjadi sementoblas yang membentuk sementum, sementara mesenkim di
luar lapisan tersebut menghasilkan ligamentum periodontal.
Erupsi gigi dimulai ketika gigi mulai menonjol keluar dari tulang rahang melalui epitel
mulut menuju ke dalam rongga mulut. Erupsi gigi dapat dipicu oleh pertumbuhan akar gigi
atau pertumbuhan tulang di bawah gigi yang mendorong gigi ke atas. Erupsi gigi susu pada
anak biasanya dimulai sekitar usia 6 bulan dan menandai perubahan dalam kebiasaan makan
anak.
Jumlah gigi susu anak yang terlambat dapat disebabkan oleh hipodonsia (kekurangan
jumlah gigi) atau erupsi gigi susu yang terlambat. Hipodonsia pada gigi susu anak jarang
terjadi dan dapat disebabkan oleh faktor genetik atau gangguan hormonal. Erupsi gigi susu
yang terlambat dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kekurangan gizi, rubella,
gangguan endokrin, faktor keturunan, atau kondisi medis tertentu.
Anomali gigi dapat disebabkan oleh faktor genetik, gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan gigi, atau gangguan metabolisme. Anomali gigi meliputi anomali jumlah gigi
(seperti anodonsia atau gigi supernumerari), anomali morfologi gigi (seperti malformasi atau
gigi dengan bentuk yang tidak normal), anomali akar gigi (seperti hipersementosis atau akar
kerdil), dan anomali posisi gigi (seperti gigi tidak erupsi atau gigi transposisi).
Perawatan anomali gigi dapat melibatkan berbagai tindakan, termasuk pencabutan gigi
tambahan, perawatan ortodontik, atau intervensi bedah untuk mengkoreksi posisi atau bentuk
gigi yang tidak normal.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Handayani, S. D., & Wardani, E. K. (2014). Dasar-Dasar Anatomi Gigi dan Mulut.
Mitra Wacana Media.
2. Sari, I. P., & Wulandari, E. S. (2016). Pedodonti: Ilmu Kedokteran Gigi Anak. Mitra
Asa Media.
3. Pratiwi, E. D., Putri, M. Y., & Hardianti, H. (2017). Anatomi Fisiologi dan
Perkembangan Gigi. Deepublish.
4. Cahyani, F. (2018). Ortodonti Dasar: Konsep, Prinsip, dan Perawatan. Sagung Seto.
5. Hermawan, H., & Masykuri, M. (2019). Dasar-Dasar Ilmu Kedokteran Gigi Anak.
Mitra Wacana Media.
16
iii