Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“KRONOLOGI PERTUMBUHAN GIGI DAN ANOMALI GIGI”

OLEH :
ANDI AGUNG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN GIGI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AMANAH MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR

‫ِبۡس ِم ٱِهَّلل ٱلَّر ۡح َٰم ِن ٱلَّر ِح يِم‬


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan Yang Maha Agung,
Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan atas Nabi
Muhammad saw. beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang telah membawa umat
dari zaman kebodohan hingga zaman yang penuh dengan ilmu penegetahuan seperti sekarang
ini .

Alhamdulillah, selama perjalanan penulisan makalah ini, penulis selalu diberikan


kemudahan oleh Allah swt. Adapun sebuah kendala itu hadirnya dari diri penulis pribadi
yang menjadi tantangan tersendiri bagi penulis. Kendala tersebut bisa dilewati karena penulis
dikelilingi orang-orang yang selalu mendukung, memberikan dorongan semangat serta do’a
sehingga akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Bantuan dalam bentuk apapun merupakan
hal sangat berharga bagi penulis.

Makassar, 24 Maret 2024

Andi Agung

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................1
D. Manfaat…………………………………………………………………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Kronologi Perkembangan Gigi.......................................................................................3
1. Pertumbuhan Gigi……………………………………………………………………3
2. Erupsi
Gigi…………………………………………………………………………...4
3. Perkembangan
Oromotor…………………………………………………………….5
4. Penyebab Jumlah Gigi Susu Anak Terlambat Menurut Usia..………………………5
B. Anomali Gigi...................................................................................................................6
1. Mengenal Anomali Gigi……………………………………………………………..6
2. Faktor-faktor Penyebab Anomali Gigi………………………………………………6
3. Abnormalitas Jumlah Gigi…………………………………………………………..6
4. Abnormalitas Morfologi Gigi……………………………………………………….8
BAB III PENUTUP..................................................................................................................15
Kesimpulan...........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kronologi pertumbuhan gigi dan anomali gigi memperkuat urgensi dan relevansi topik
ini dalam konteks kesehatan mulut dan umum. Kesehatan mulut dikenal sebagai komponen
integral dari kesehatan umum seseorang, mempengaruhi fungsi harian seperti makan,
berbicara, dan interaksi sosial. Dalam hal ini, pemahaman yang mendalam tentang
pertumbuhan gigi menjadi sangat penting, terutama pada tahap-tahap perkembangan anak-
anak dan masa remaja. Kronologi pertumbuhan gigi memberikan petunjuk vital bagi praktisi
kesehatan untuk memonitor perkembangan gigi dan mulut pasien secara tepat waktu,
memastikan perkembangan yang normal dan mengidentifikasi kemungkinan masalah yang
mungkin timbul.

Namun, seringkali proses pertumbuhan gigi tidak berjalan sesuai rencana, dan berbagai
anomali gigi dapat terjadi. Tingginya prevalensi anomali gigi di berbagai populasi menyoroti
kompleksitas masalah ini. Anomali gigi, seperti gigi terbelakang, agenezis, atau gigi ganda,
tidak hanya memengaruhi estetika dan fungsi mulut, tetapi juga dapat menyebabkan masalah
kesehatan serius seperti kesulitan mengunyah, bicara, atau gangguan gigitan. Tantangan
utama dalam menghadapi anomali gigi meliputi diagnosis yang akurat dan perawatan yang
tepat. Proses diagnosis sering kali rumit karena memerlukan pemahaman yang mendalam
tentang etiologi anomali dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Sementara itu, pilihan
perawatan bisa bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan anomali, dan sering
kali melibatkan intervensi ortodontik atau bedah.

B. Rumusan Masalah :

1. Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan gigi pada masa intrauterin hingga
terbentuknya gigi susu dan gigi permanen?
2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi erupsi gigi susu pada anak, dan bagaimana
dampaknya terhadap kebiasaan makan anak?
3. Apa saja penyebab jumlah gigi susu anak terlambat menurut usia, dan bagaimana cara
mengidentifikasi serta mengatasi masalah ini?
4. Apa saja jenis anomali gigi yang dapat terjadi, baik dari segi morfologi gigi, akar gigi,
posisi gigi, maupun abnormalitas jumlah gigi, dan bagaimana cara diagnosis dan
penanganannya?

C. Tujuan :

1. Memahami proses pertumbuhan dan perkembangan gigi dari intrauterin hingga


terbentuknya gigi susu dan gigi permanen.
2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi erupsi gigi susu pada anak serta
dampaknya terhadap kebiasaan makan anak.
3. Mengidentifikasi penyebab jumlah gigi susu anak terlambat menurut usia dan
mempelajari cara penanganannya.
4. Mengetahui jenis-jenis anomali gigi yang mungkin terjadi dan memahami cara
diagnosis serta penanganannya.

1
D. Manfaat :

1. Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya perawatan gigi sejak
dini dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Membantu orang tua atau penjaga anak dalam memahami proses erupsi gigi pada
anak dan bagaimana cara mengatasi ketidaknyamanan yang mungkin timbul.
3. Memberikan informasi kepada tenaga medis dan para orang tua tentang penyebab dan
penanganan jumlah gigi susu anak terlambat menurut usia.
4. Membantu dalam pengenalan jenis-jenis anomali gigi sehingga dapat dilakukan
diagnosis dan penanganan yang tepat untuk menjaga kesehatan gigi anak secara
optimal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kronologi Perkembangan Gigi

1. Pembentukan Gigi

Pertumbuhan dan perkembangan gigi sudah dimulai pada saat kehidupan intrauterin.
Tanda perkembangan gigi paling awal dimulai pada minggu keenam dimana lapisan basal
epitel rongga mulut membentuk suatu struktur seperti huruf C yang disebut lamina dentalis.
Lamina dentalis merupakan primordium bagian gigi yang berasal dari ektoderm. Lamina
dentalis ini terbentuk di sepanjang rahang atas dan bawah, kemudian menghasilkan tunas gigi
yang berkembang pada 10 tempat tertentu pada setiap lamina sehingga nantinya menjadi 20
gigi susu. Stadium ini disebut juga dengan stadium tunas (bud stage).

Permukaan dalam tunas gigi tersebut nantinya akan mengalami invaginasi


menghasilkan cap stage. Cap stage merupakan stadium pertumbuhan gigi, yang mana terjadi
pembesaran tunas gigi karena terjadi multiplikasi sel yang lebih lanjut. Maka dari itu, stadium
ini juga disebut dengan stadium proliferasi. Cap stage ini terdiri dari epitel gigi luar sebagai
lapisan luar, retikulum stelatum di bagian tengah, dan epitel gigi dalam sebagai lapisan paling
dalam. Papila dentis berasal dari sel mesenkim pada lekukan “cap” ini.

Ketika lekukannya semakin dalam, calon gigi ini akan berbentuk seperti bel. Oleh
karena bentuknya seperti bel, stadium ini disebut dengan bell stage. Pada stadium ini, sel-sel
mulai membentuk spesialisasi sehigga disebut juga dengan stadium histodiferensiasi. Epitel
gigi dalam berdiferensiasi menjadi ameloblas yang kemudian menjadi email, sedangkan sel
mesenkim yang terletak dekat dengan epitel dalam berdiferensiasi menjadi odontoblas.
Odontoblas inilah yang nantinya membentuk dentin. Sekelompok sel-sel epitel gigi dalam
membentuk simpul email (email knot) yang mengatur perkembangan gigi awal.

3
Pembentukan akar gigi dimulai ketika lapisan epitel gigi menembus mesenkim
dibawahnya dan membentuk selubung akar epitel (selubung Hertwig). Sel mesenkim yang
terletak di luar gigi dan berkontak dengan dentin akar berdiferensiasi menjadi sementoblas
yang kemudian menjadi sementum. Di luar lapisan tersebut, mesenkim menghasilkan
ligamentum periodontal yang berfungsi sebagai peredam kejut dan mempertahankan gigi
pada posisinya. Semakin panjangnya akar gigi maka semakin terdorong pula mahkota gigi
untuk mucul ke permukaan hingga akhirnya terlihat di rongga mulut.

2. Erupsi Gigi

Erupsi gigi mulai terjadi ketika gigi mulai menonjol keluar dari tulang rahang melalui
epitel mulut menuju ke dalam rongga mulut. Erupsi gigi dapat terjadi akibat pertumbuhan
akar gigi atau pertumbuhan tulang dibawah gigi yang secara proresif mendorong gigi ke atas.
Sebelum terjadi erupsi, bantalan maksila dan mandibula sering menujukkan adanya benjolan
yang sesuai dengan lokasi gigi yang hampir erupsi. Erupsi gigi susu pada anak terkadang
ditandai dengan rasa tidak nyaman yang hanya dirasakan di lokasi gigi yang hampir erupsi,
iritasi pada ginggiva di sekitar gigi tersebut, bengkak dan kebiruan akibat hematoma lokal,
atau yang paling jarang adalah kista erupsi yang tidak memerlukan pengobatan.

Mulainya erupsi gigi susu merupakan pertanda penting bagi perubahan kebiasaan
makan anak. Bertambahnya jumlah gigi menandakan anak mulai siap menerima asupan
makanan yang lebih bervariasi. Erupsi gigi susu pada anak mulai berlangsung sekitar
umur 6 bulan, dan biasanya diawali oleh gigi insisivus mandibula tengah. Kronologi
pertumbuhan gigi susu pada anak dapat dilihat pada tabel 2.

Berdasarkan data dari tabel 2, dapat dihitung berapa jumlah normal yang seharusnya
tumbuh pada saat usia tertentu. Jumlah gigi susu sesuai dengan usianya dapat dilihat pada
tabel 3.

4
3. Perkembangan Oromotor

Seiring bertambahnya usia anak, jumlah gigi susu pun akan semakin bertambah begitu
juga dengan kemampuan oromotor anak. Kemampuan oromotor anak sangat berpengaruh
pada kemampuan anak menerima pola makan sesuai dengan umurnya. Dan kemampuan
oromotor ini tentu saja sangat didukung oleh pertumbuhan yang normal dari gigi susu anak
tersebut. Berikut adalah table perkembangan oromotor anak sesuai umurnya.

4. Penyebab Jumlah Gigi Susu Anak Terlambat Menurut Usia

Yang dimaksud dengan jumlah gigi susu anak terlambat menurut usia dalam penelitian
ini adalah jumlah gigi susu yang kurang dari normal pada usia anak tersebut. Terdapat
beberapa penyebab jumlah gigi susu anak terlambat menurut usianya. Penyebab-penyebab
tersebut antara lain hipodonsia (kekurangan jumlah gigi) dan erupsi gigi susu yang terlambat.

a. Hipodonsia

Beberapa penyebab terjadinya hipodonsia adalah kerena keturunan (agenesis soliter),


serta oligodonsia dan anodonsia.Hipodonsia pada gigi susu anak sangat jarang terjadi (kurang
dari 1%). Kejadian hipodonsia pada gigi susu anak hampir selalu mengenai gigi insisivus
lateral. Agenesis soliter dapat terjadi jika satu atau beberapa elemen gigi tidak terbentuk.
Sangat jarang terlihat terutama jika tidak mengakibatkan diastema (ruang antargigi) atau
pergeseran dan perputaran gigi yang berada disebelahnya. Oligodonsia dapat terjadi jika
terdapat reduksi multiple pada elemen gigi, sedangkan anodonsia terjadi bila semua gigi
tidak terbentuk akibat dari agenesis multiple. Yang membedakan antara oligodonsia dan
anodonsia dengan agenesis soliter adalah pada oligodonsia didapatkan hubungan dengan
penyakit sistemik yang melibatkan epitel dan derivatnya.

b. Erupsi Gigi Susu Terlambat

Keterlambatan dalam erupsi gigi susu dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kekurangan gizi berat, rubella, gangguan endokrin, faktor keturunan, dan idiopatik atau tidak
diketahui. Disebutkan juga dalam Buku Ajar Rudolf Volume 2 bahwa keterlambatan dalam
erupsi gigi susu dapat terjadi pada kelainan dan sindrom hormonal seperti trisomi 21,
hipotiroidisme, dan hipopituitarisme. Selain itu, sindrom Down, hiperplasia ginggiva
herediter, dan distosis kleidokranial juga dapat menyebabkan keterlambatan erupsi gigi susu

5
anak. Penelitan yang dilakukan di Nigeria menyebutkan bahwa pada anak yang yang
menyusu secara eksklusif, muncul delapan belas dari dua puluh gigi primer dalam umur yang
lebih muda dibandingkan pada anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif yang hanya
muncul sepuluh gigi susu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gizi anak berperan
penting dalam munculnya gigi susu.

B. Anomali Gigi

1. Mengenal Anomali Gigi

Anomali gigi merupakan kelainan dari bentuk normal akibat gangguan


pada stadium pertumbuhan gigi yang sering disebut abnormalitas pada gigi. Umumnya di
pengaruhi oleh hereditas atau keturunan dan juga disebabkan oleh perkembangan. Anomali
gigi dapat di identifikasi pada morologi gigi secara rinci, baik berdasarkan jumlah dan posisi
gigi. Pada abnormalitas gigi juga terdapat kelainan pada bagian akar gigi.

2. Faktor-Faktor Penyebab Anomali Gigi

a. Faktor Hereditas: Anomali gigi dapat diturunkan melalui faktor genetik dari orang tua
ke anak. Misalnya, maloklusi atau bentuk gigi yang tidak normal dapat memiliki
keterkaitan genetik.
b. Gangguan Waktu Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi: Gangguan pada tahapan
pertumbuhan dan perkembangan gigi selama masa anak-anak dan remaja dapat
menyebabkan anomali gigi. Misalnya, gigi yang terlambat tumbuh atau gigi yang
tumbuh dengan posisi yang tidak tepat.
c. Gangguan Metabolisme: Gangguan metabolik seperti diabetes atau gangguan hormon
tertentu dapat memengaruhi kesehatan gigi dan gusi, yang pada gilirannya dapat
menyebabkan anomali gigi seperti resorpsi akar gigi atau pertumbuhan gigi yang
tidak normal.

3. Abnormalitas Jumlah Gigi

a. Anodonsia

• Anadonsia / Anodonsia Total

Suatu istilah yang di gunakan untuk menunjukkan


ada tidaknya seluruh gigi permanen atau gigi susu
disebabkan gagalnya benih gigi untuk berinisiasi.
Inisiasi berlangsung pada benih mengalami
kehancuran anodonsia total sangat jarang terjadi
dan sering dihubungkan dengan deformasi
kongenital secara umum pewarisan terkait jenis
kelamin , melibatkan perkembangan ektoderm,
atau lapisan benih paling luar, yang tidak normal.

6
• False Anadonsia / Anadonsia Sebagian

Suatu istilah yang digunakan untuk gigi secara klinik tidak tampak.
Keadaan ini di sebabkan adanya gigi impaksi atau ankilosis yang gagal untuk
erupsi sehingga tampak adanya ruang kosong pada lengkung gigi-gigi
terdapat pada rahang tapi tidak erupsi, misalnya impaksi. Walaupun
anadonsia tidak terbukti kelainan heredier kecendrungan absen gigi yang
sama terjadi dalam satu keluarga.

b. Gigi Ekstra atau Supernumerari

Gigi lebih dapat terjadi pada 0,3-3,8% dari


penduduk. Ditemukan pada gigi tetap dan gigi
susu, 90% terjadi pada rahang atas. Lokasinya
pada area insisif atas atau regio molar ketiga
atas. Gigi mempunyai kecenderungan untuk
membuat duplikatnya sendiri dan keadaan ini
bersifat herediter. Penelitian dari 50 penderita
dari usia 16 bulan - 17 tahun menemukan
bahwa 20% gigi supernumerari adalah terbalik
(inverted). 14% dari pasien ini memiliki gigi
supernumerari multipel, dan 80% gigi ekstra dalam posisi lingual relatif
terhadap lengkung gigi. Gigi supernumerari bervariasi dalam bentuk dan
ukuran.

• Mesioden (Area Insisif Atas)

Adalah gigi supernumerari yang kecil, yang terbentuk diantara dua


insisif sentral. Mempunyai mahkota berbentuk konus dan akar yang
pendek. Mungkin terlihat dalam rongga mulut atau tetap tidak
bererupsi. Jika unerupsi, suatu diastema kadang ada. Meski lebih
jarang, gigi supernumerari dapat terjadi pada posisi antara insisif sentral
dan lateral atau antara insisif lateral dan kaninus.

• Paramolar (Area Molar Ketiga)

Keberadaan gigi supernumerari di distal molar ketiga lebih sering pada


maksila daripada mandibula. Gigi supernumerari ini sering disebut
distomoloar, paramolar atau molar ke empat. Gigi ekstra ini jarang
yang bererupsi kedalam rongga mulut, sehingga bisa terlihat melalui
radiografi.
• Area premolar bawah

Tempat yang paling umum untuk gigi lebih dirahang bawah


(mandibula) ialah antara regio premolar pertama dan premolar kedua.
Gigi lebih yang tampak pada daerah ini biasanya menyerupai gigi
premolar normal dalam bentuk dan ukuran.

7
4. Abnormalitas Morfologi Gigi

a. Morfologi Mahkota Abnormal

• Malformasi Molar Ketiga


Gigi molar ketiga atas mempunyai bentuk mahkota yang paling
bervariasi dibanding gigi permanen lainnya, di ikuti oleh molar ketiga
bawah. Anomali ini dapat berupa mahkota berbentuk pasak yang kecil
sampai versi malformasi multitonjol dari molar pertama dan molar
kedua.

• Insisif Lateral Berbentuk Pasak

Anomali ini disebut juga konus merupakan yang paling sering


terjadi (1-2% dari populasi). Gigi berbentuk konus, melebar ke arah
servikal dan meruncing ke arah insisal membentuk ujung tumpul.
Kejadian yang tidak biasa adalah insisif sentral atas berbentuk pasak.
Gigi berbentuk pasak berkembang dari satu lobus bukan empat lobus,
yang normal terjadi pada gigi anterior.

• Geminasi atau Gigi Kembar / Skidodonsia

Geminasi atau gigi kembar merupakan


akibat dari pemisahan sebuah gigi. Karena
pembelahan gigi tidak sempurna, mahkota
yang kembar Nampak dobel lebarnya
dibanding gigi tunggal dan kemungkinan
bertakik. Akar gigi tidak mengalami
pembelahan dan mempunyai satu saluran
pulpa. Jika gigi yang dobel dihitung
sebagai dua gigi, lengkung gigi yang berisi
geminasi akan mempunyai gigi ekstra melebihi jumlah gigi normal.
Kedaan ini terjadi lebih sering pada gigi sulung dibanding permanen
dan paling umum di regio insisif atas dan kaninus atas.

• Fusi

Fusi adalah penyatuan dua benih gigi yang berdekatan, selalu


melibatkan dentin. Pada pemeriksaan klinis, kondisi ini nampak serupa
dengan geminasi karena gigi yang berfusi mempunyai satu mahkota
yang lebarnya Nampak dobel. Tetapi tidak seperti geminasi, radiograf
biasanya menunjukkan dua akar terpisah dari gigi yang berfusi. Cara
lain untuk membedakan fusi dari geminasi adalah dengan menghitung
gigi di dalam lekung. Jika gigi yang berfusi dihitung dua, jumlah total
gigi akan mecerminkan jumlah gigi normal dalam lekung. Seperti gigi
geminasi, gigi yang berfusi terjadi lebih sering pada bagian anterior
mulut dan lebih sering pada gigi sulung daripada permanen. Lebih
sering pada area insisif bawah daripada atas. Diduga bahwa fusi
disebabkan oleh tekanan selama perkembangan akar di dekatnya.
Banyak laporan fusi yang melibatkan gigi yang bergabung dengan gigi

8
didekatnya, seperti fusi molar ketiga dan molar keempat bawah atau
fusi insisif lateral atas dan gigi supernumerary anterior.

• Insisif hutchinson dan Molar mulberry

Insisif atas dan bawah mungkin berbentuk


obeng,lebar pada bagian servikal dan sempit
di bagian insisal, dengan tepi iinsisal yang
bertakik, kondisi ini disebut Hutchinson
insisif. Mahkota hutchinson insisif mirip
dengan insisif yang berfusi sedikit bertakik.
Molar pertama dari gigi ini mungkin
mempunyai anatomi oklusal yang dibuat
dari multi tuberkel dengan tonjol yang tidak
berkembang. Oleh karena bentuk yang mirip buah beri pada permukaan
oklusal, gigi molar ini disebut Molar Mulberry.

• Tonjolan Aksesoris, Tuberkel, Tau Lingir

Tonjolan email aksesoris dapat berasal dari hiperplasia perkembangan


yang terlokalisir atau kondisi berjejal sebelum erupsi dapat
menyebabkan fusi gigi supernumerari, yang mungkin terlihat mirip
seperti tonjol ekstra. Tonjol lingual ketiga mungkin berkembang pada
permukaan lingual molar bawah dan disebut tuberkulum intermedium.
Apabila tonjol ekstra tersebut terletak pada lingir marginal distal
disebut tuberkulum sektum.

• Variasi ukuran gigi

Makrodonsia: ukuran gigi yang melampaui batas nilai normal pada satu
atau lebih ukuran dan satu sampai semua elemen gigi-geligi. Pada
umumnya tidak ada penyimpangan bentuk lainnya. Makrodonsia (gigi
1 dan C) bisa terjadi pada satu gigi, beberapa gigi atau seluruh gigi.
Mikrodonsia / Dwarfism : Kebalikan makrodonsia tetapi dapat juga
terjadi reduksi sampai gigi-gigi berbentuk kerucut. Gigi pendek sekali
misal pada :12 atas (insisif lateral superior) dan M3 atas (molar ketiga
atas).

9
• Incisor atas bentuk sekop

Bentuk ini bukan anomali yang sesungguhnya, tetapi karena kelainan


biologis pada ras dimana anatomi bagian palatal, cingulum dan
marginal ridge yang menonjol membentuk seperti sekop. Sangat sering
terjadi pada gigi ras Asian, Mongolian, Eskimo dan Indian Amerika.

b. Morfologi Akar Abnormal

• Mutiara Email / Email Pearl


Email bola kecil bulat oval yang dapat dijumpai pada atau di dalam
akar, kadang juga pada email, terutama pada gigi molar atas. Mutiara
ini dapat mempunyai satu inti dentin dan bahkan suatu jaringan pulpa.

• Taurodonsia
Suatu anomali dengan rongga pulpa yang sangat membesar. Pemberian
nama taurodonsia berdasarkan kemiripan sepintas dengan gigi-gigi
molar sapi (taurus:banteng). Gigi dengan ruang pulpa sangat panjang,
tidak ada pengecilan rongga pulpa pada daerah cemento enamel
junction. Jarang terjadi, satu dan 1000 gigi tetap dan terlihat pada orang
Indian, Amerika atau orang Eskimo.

• Dilaserasi / Pembengkokan Akar

Elemen gigi yang gagal terbentuk karena aksi trauma mekanis pada
benih gigi yaitu berupa pembengkokan ekstrem suatu elemen, mahkota
menekuk di atas akar atau akarnya menunjukkan satu atau lebih
tekukan, akar dan mahkota gigi membentuk sudut 45o sampai lebih dan
90o. Dilaceratio (latin) berarti penyobekan. Dapat diakibatkan karena
trauma mekanis pada mahkota gigi yang telah mengalami pembentukan
sehingga tersobek pada akarnya. Sering terjadi pada kasus molar ketiga
bawah.

• Dens Evaginatus

Dens evaginatus adalah kondisi di mana terdapat tonjolan tulang ekstra


yang muncul dari permukaan luar gigi. Tonjolan ini biasanya terjadi
pada permukaan oklusal (bagian atas) gigi molar. Dens evaginatus
dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau iritasi pada jaringan lunak
di sekitarnya dan dapat menyulitkan membersihkan gigi. Kondisi ini
mungkin memerlukan perawatan dental seperti penghapusan tonjolan
atau penghalusan permukaan gigi.

• Dens Invaginatus

Dens invaginatus, juga dikenal sebagai dens ivaginatus, adalah kelainan


perkembangan yang terjadi ketika permukaan luar gigi (email) terlipat
ke dalam dan membentuk kantung atau tonjolan di dalam gigi. Hal ini
dapat meningkatkan risiko terjadinya karies gigi atau infeksi karena

10
sulitnya membersihkan area yang terkena. Pengobatan dapat meliputi
pengisian atau perawatan saluran akar, tergantung pada tingkat
keparahan.

• Konkresensi

Konkresensi adalah kondisi di mana terjadi penumpukan atau


pengerasan abnormal dari jaringan keras seperti dentin atau sementum
di sekitar akar gigi. Ini dapat terjadi sebagai respons terhadap trauma
atau iritasi kronis pada gigi. Konkresensi dapat menyebabkan kesulitan
dalam ekstraksi gigi karena akar menjadi lebih sulit untuk dipisahkan
dari jaringan sekitarnya.

• Akar Kerdil

Akar kerdil adalah kondisi di mana akar gigi tidak berkembang


sepenuhnya dan menjadi lebih pendek dari yang diharapkan. Ini dapat
terjadi karena berbagai faktor seperti kelainan genetik, trauma, atau
kondisi lingkungan tertentu. Akar kerdil dapat mempengaruhi stabilitas
gigi dan kemungkinan perawatan ortodontik.

• Hipersementosis

Hipersementosis adalah kondisi di mana terjadi penumpukan


berlebihan dari jaringan sementum di sekitar akar gigi. Hal ini biasanya
terjadi sebagai respons terhadap iritasi kronis atau trauma pada gigi.
Hipersementosis dapat menyebabkan gigi terlihat lebih panjang dari
biasanya dan dapat mempengaruhi stabilitas gigi.

• Flexion

Flexion adalah kondisi di mana terjadi pembengkokan atau


kelengkungan abnormal pada akar gigi. Ini bisa disebabkan oleh trauma
mekanis atau kondisi genetik tertentu. Flexion akar gigi dapat
menyulitkan prosedur endodontik (perawatan saluran akar) dan
ekstraksi gigi.

c. Anomali Posisi Gigi

• Gigi Tidak Erupsi

Gigi tidak erupsi adalah kondisi di mana gigi tidak muncul atau tumbuh
melalui gusi pada waktu yang diharapkan. Ini bisa terjadi karena
berbagai alasan, termasuk ruang yang terbatas di dalam rahang, adanya
gigi yang menghalangi pertumbuhan gigi baru, atau masalah
perkembangan gigi itu sendiri. Gigi yang tidak erupsi dapat
memerlukan intervensi dental, seperti pencabutan gigi yang
menghalangi atau bantuan ortodontik untuk membantu gigi erupsi
dengan benar.

11
• Gigi Transposisi

Gigi transposisi adalah kondisi di mana posisi dua gigi bertukar, yaitu
satu gigi berada di tempat yang seharusnya untuk gigi lainnya dan
sebaliknya. Ini bisa terjadi di rahang mana pun dan dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, masalah gigitan, dan masalah estetika. Penanganan
gigi transposisi sering melibatkan intervensi ortodontik untuk
mengkoreksi posisi gigi.

• Rotasi Gigi

Rotasi gigi adalah kondisi di mana gigi berputar pada sumbu


longitudinalnya sehingga posisinya menjadi tidak sejajar dengan gigi
lain di rahang. Hal ini dapat terjadi karena ketidaksempurnaan
pertumbuhan atau ruang yang terbatas di dalam rahang. Rotasi gigi
dapat memengaruhi fungsi gigitan dan estetika. Perawatan ortodontik
seringkali diperlukan untuk mengkoreksi rotasi gigi.

• Ankilosis

Ankilosis adalah kondisi di mana gigi terikat secara permanen ke tulang


di dalam rahang, biasanya karena proses inflamasi atau trauma. Kondisi
ini menghalangi gigi untuk bergerak dan erupsi secara normal. Gigi
yang terkena ankilosis mungkin memiliki pergerakan yang terbatas atau
bahkan tidak bergerak sama sekali. Pengobatan bisa melibatkan
pemecahan atau ekstraksi gigi yang terkena.

• Distopi dan Heteropi

Distopi gigi mengacu pada kondisi di mana gigi tumbuh di lokasi yang
tidak normal atau diluar posisi yang diharapkan, sementara heteropi
gigi mengacu pada gigi yang tumbuh di luar susunan gigi normal.
Kedua kondisi ini bisa terjadi karena berbagai faktor termasuk ruang
yang terbatas di dalam rahang atau adanya gangguan perkembangan
gigi. Pengobatan tergantung pada keparahan kasusnya dan bisa
melibatkan pencabutan gigi yang tidak seharusnya atau perawatan
ortodontik untuk mengkoreksi posisi gigi.

• Malformasi Perkembangan Gigi Tambahan

Malformasi perkembangan gigi tambahan adalah kondisi di mana gigi


tambahan tumbuh di dalam rahang, seringkali tidak berbentuk normal
atau terletak di posisi yang tidak tepat. Ini bisa menjadi masalah
estetika dan fungsional, dan perawatan bisa melibatkan pencabutan gigi
tambahan dan penyesuaian ortodontik jika diperlukan.

12
• Perubahan Bentuk Gigi Karena Cedera Setelah Gigi Erupsi

Atrisi:

o Atrisi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


kehilangan substansial dari struktur gigi akibat gesekan dan
tekanan fisik selama aktivitas pengunyahan.
o Atrisi dapat mengakibatkan gigi menjadi datar atau bahkan
memiliki permukaan yang tidak merata karena kehilangan email
dan dentin.
o Gigi yang mengalami atrisi biasanya memiliki tepi yang rata
dan terkadang terlihat terkikis.

Abrasi:

o Abrasi adalah hilangnya struktur gigi akibat gesekan dengan


benda asing non-biologis, seperti sikat gigi yang digunakan
dengan terlalu keras, tusukan gigi, atau bahan-bahan abrasif
dalam pasta gigi.
o Abrasi dapat menyebabkan gigi memiliki tepi yang terkikis dan
permukaan yang tergores-gores, terutama di daerah-daerah yang
terpapar gesekan yang berulang-ulang.
o Gigi yang mengalami abrasi biasanya memiliki kerusakan pada
bagian leher gigi (bagian yang menghubungkan mahkota
dengan akar).

Erosi:

o Erosi adalah hilangnya substansi gigi akibat aksi asam yang


tidak berasal dari bakteri, seperti asam dari minuman bersoda,
buah-buahan asam, atau muntahan berulang.
o Erosi dapat mengakibatkan gigi menjadi melengkung, terutama
pada permukaan gigi depan.
o Gigi yang mengalami erosi cenderung memiliki permukaan
yang halus dan bahkan cekung karena asam mengikis lapisan
email gigi.

• Anomali Tambahan

Unsual Dentition (Dentisi yang Tidak Biasa):

o Unsual dentition mengacu pada kondisi-kondisi yang tidak


biasa atau jarang terjadi dalam struktur dan pertumbuhan gigi.
o Ini bisa mencakup berbagai jenis anomali, seperti gigi
tambahan, gigi yang tumbuh di lokasi yang tidak biasa, atau gigi
dengan ukuran atau bentuk yang tidak biasa.
o Contoh-contoh kondisi unsual dentition termasuk mikrodontia
(gigi kecil), makrodontia (gigi besar), gigi konoid (gigi

13
berbentuk kerucut), dan berbagai jenis gigi tambahan seperti
supernumerary teeth.
o Kondisi unsual dentition dapat memengaruhi fungsi
pengunyahan, penampilan estetika, dan kesehatan mulut secara
keseluruhan, dan seringkali memerlukan perawatan oleh dokter
gigi atau ortodontis.

Variasi:

o Dalam konteks dentisi, variasi merujuk pada perbedaan yang


alami dan normal dalam struktur, ukuran, atau posisi gigi antara
individu.
o Variasi ini bisa mencakup berbagai karakteristik gigi, seperti
warna, bentuk, ukuran, atau posisi yang berbeda.
o Contoh variasi dalam dentisi termasuk perbedaan dalam ukuran
gigi, penempatan gigi yang berbeda di dalam rahang, atau
perbedaan dalam warna gigi antara individu.
o Sebagian besar variasi ini dianggap sebagai variasi normal dan
tidak memerlukan perawatan kecuali jika mereka menyebabkan
masalah fungsional atau estetika yang signifikan.

14
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pertumbuhan dan perkembangan gigi dimulai pada kehidupan intrauterin dengan


tanda-tanda awal dimulai pada minggu keenam, di mana lamina dentalis terbentuk dari
lapisan basal epitel rongga mulut. Lamina dentalis ini menghasilkan tunas gigi yang
berkembang menjadi 20 gigi susu pada 10 tempat tertentu pada setiap lamina. Tahap-tahap
perkembangan gigi meliputi stadium tunas (bud stage), stadium cap (cap stage), dan stadium
bel (bell stage). Pada stadium bel, terjadi histodiferensiasi di mana epitel gigi dalam
berdiferensiasi menjadi ameloblas yang membentuk email, sementara sel mesenkim
berdiferensiasi menjadi odontoblas yang membentuk dentin.

Pembentukan akar gigi dimulai ketika lapisan epitel gigi menembus mesenkim dan
membentuk selubung akar epitel (selubung Hertwig). Sel mesenkim di luar gigi
berdiferensiasi menjadi sementoblas yang membentuk sementum, sementara mesenkim di
luar lapisan tersebut menghasilkan ligamentum periodontal.

Erupsi gigi dimulai ketika gigi mulai menonjol keluar dari tulang rahang melalui epitel
mulut menuju ke dalam rongga mulut. Erupsi gigi dapat dipicu oleh pertumbuhan akar gigi
atau pertumbuhan tulang di bawah gigi yang mendorong gigi ke atas. Erupsi gigi susu pada
anak biasanya dimulai sekitar usia 6 bulan dan menandai perubahan dalam kebiasaan makan
anak.

Jumlah gigi susu anak yang terlambat dapat disebabkan oleh hipodonsia (kekurangan
jumlah gigi) atau erupsi gigi susu yang terlambat. Hipodonsia pada gigi susu anak jarang
terjadi dan dapat disebabkan oleh faktor genetik atau gangguan hormonal. Erupsi gigi susu
yang terlambat dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kekurangan gizi, rubella,
gangguan endokrin, faktor keturunan, atau kondisi medis tertentu.

Anomali gigi dapat disebabkan oleh faktor genetik, gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan gigi, atau gangguan metabolisme. Anomali gigi meliputi anomali jumlah gigi
(seperti anodonsia atau gigi supernumerari), anomali morfologi gigi (seperti malformasi atau
gigi dengan bentuk yang tidak normal), anomali akar gigi (seperti hipersementosis atau akar
kerdil), dan anomali posisi gigi (seperti gigi tidak erupsi atau gigi transposisi).

Perawatan anomali gigi dapat melibatkan berbagai tindakan, termasuk pencabutan gigi
tambahan, perawatan ortodontik, atau intervensi bedah untuk mengkoreksi posisi atau bentuk
gigi yang tidak normal.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Handayani, S. D., & Wardani, E. K. (2014). Dasar-Dasar Anatomi Gigi dan Mulut.
Mitra Wacana Media.
2. Sari, I. P., & Wulandari, E. S. (2016). Pedodonti: Ilmu Kedokteran Gigi Anak. Mitra
Asa Media.
3. Pratiwi, E. D., Putri, M. Y., & Hardianti, H. (2017). Anatomi Fisiologi dan
Perkembangan Gigi. Deepublish.
4. Cahyani, F. (2018). Ortodonti Dasar: Konsep, Prinsip, dan Perawatan. Sagung Seto.
5. Hermawan, H., & Masykuri, M. (2019). Dasar-Dasar Ilmu Kedokteran Gigi Anak.
Mitra Wacana Media.

16
iii

Anda mungkin juga menyukai